Akuntansi Push Down
Akuntansi Push Down
Akuntansi Push Down
Pada situasi tertentu, SEC memberikan syarat bahwa nilai wajar aktiva dan kewajiban
perusahaan anak yang diperoleh, adalah dasar biaya bagi perusahaan induk, dan dicatat secara
terpisah dari perusahaan anak yang baru saja dibeli. Maka dari itu nilainya akan “diturunkan
(pushed-down)” ke laporan perusahaan anak. SEC mensyaratkan penggunaan akuntansi push-
down ketika mendaftar ke SEC jika perusahaan anak dimiliki secara keseluruhan (biasanya 97%)
tanpa saham preferen atau utang yang beredar dalam jumlah yang besar. SEC berpendapat bahwa
jika perusahaan induk mengendalikan suatu entitas, dasar akuntansi untuk pembelian aktiva dan
kewajiban harus sama entah entitas itu akan terus beroperasi atau dimerger ke dalam operasi
perusahaan induk. Tetapi, jika perusahaan anak memiliki utang kepada publik atau saham
preferen yang beredar, atau jika terdapat hak minoritas yang signifikan, perusahaan induk tidak
dapat mengendalikan kepemilikannya. SEC memberikan saran penggunaan akuntansi push-down
dalam situasi tersebut tetapi tidak mewajibkannya.
AICPA menerbitkan paper “Akuntansi Push-Down” (30 Oktober 1979) berikut
penjelasannya :
Penetapan dasar akuntansi dan pelaporan baru untuk suatu entitas pada laporan keuangan
terpisahnya, berdasarkan transkasi pembelian saham berhak suara yang menghasilkan perubahan
yang signifikan dalam kepemilikan saham berhak suara yang beredar entitas tersebut.
Jika akuntansi push-down tidak digunakan dalam akuisisi, harga pembelian dialokasikan
ke aktiva bersih yang dapat di indentifikasi dan goodwill pada kertas kerja konsolidasi. Laporan
kinerja konsolidasi akan mencerminkan alokasi pembelian. Apabila perusahaan akan mencatat
alokasi itu dalam laporan keuangannya menurut akuntansi push-down, proses konsolidasi telah
disederhanakan.
Akuntansi push-down akan menjadi kontroversial jika laporan anak perusahaan terpisah
ahnya diterbitkan untuk pihak yang mempunyai hak minoritas, kreditor, dan pihak yang
berkepentingan lainnya. Pengkritik akuntansi push-down beargumen bahwa transaksi pembelian
antara perusahaan induk atau investor dengan pemegang saham perusahaan anak terdahulu tidak
sesuai denga dasar akuntansi yang baru bagi aktiva dan kewajiban perusahaan anak menurut
prinsip biaya historis. Perusahaan anak bukan merupakan pihak yang terlibat dalam transaksi,
tidak menerima dana baru dan tidak menjual aktiva. Pendukung akuntans push-down
menyanggah kritikan tersebut dengan menyatakan bahwa harga yang dibayar oleh emiliki baru
adalah dasar yang paling relevan untuk mengukur aktiva, kewajiban, dan hasil operasi
perusahaan anak. Akuntansi push-down tidak diterapkan secara konsisten diantara pendukung
konsep tersebut meskipun pada praktiknya aktiva perusahaan anak sering dinilai kembali atas
dasar proporsional.
Prosedur Push-Down
1. Aset dan liabilitas dinilai kembali
2. Goodwill, jika ada, dicatat
3. Saldo laba (sebelum akuisisi) dieliminasi
4. Modal push-down menggantikan laba ditahan
• Termasuk laba ditahan lama
• Setiap penyesuaian aset dan liabilitas, termasuk goodwill
A. Perbedaan push-Bawah
Pada situasi tertentu SEC mensyaratkan bahwa nilai wajar dan aktiva dan
kewajiban perusahaan anak yang di peroleh merupakan biaya dasar bagi perusahaan
induk menurut APB opinion No 16.Contoh yang digunakan kepemilikan 90% oleh orang
tua. SEC mengharuskan akuntansi mendorong-down ketika perusahaan secara
substansial dimiliki sebesar 97%. Dengan kata lain nilai nya di turunkan (push down)
kelaporan perusahaan anak. SEC anak dimiliki keseluruhan (biasanya 97%) tampa saham
preferen atau utang yang beredar dalam jumlah besar.perbedaan lain yang dimiliki yaitu
Perbedaan antara metode aplikasi akan lebih sedikit
Tujuan Pembelajaran 3 Akuntansi Joint Venture
A. Akuntansi Untuk Perusahaan Joint Venture
Investor yang ikut berpartisipasi dalam semua urusan manajemen perusahaan
joint venture menurut ketentuan harus melaporkan investasinya sebagai investasi ekuitas
(konsolidasi satu baris) sesuai APB Opinion No. 18. Pendekatan untuk menentukan
pengaruh yang signifikan pada perusahaan joint venturer cukup berbeda dengan untuk
investasi dalam saham biasa karena setiap venture biasanya harus memberikan
persetujuan atas setiap keputusan yang penting sehingga memberikan mereka
kemampuan untuk menggunakan pengaruh yang signifikan tanpa mempertimbangkan
berapa kepemilikannya. Namun, jika venturer tidak dapat menggunakan pengaruh yang
signifikan terhadap joint venture karena berbagai alasan, kita memperhitungkan
investasinya dalam joint venture dengan metode biaya.
Investasi dalam saham biasa perusahaan joint venture yang melebihi 50% dari
saham beredarnya dianggap sebagai investasi perusahaan anak, dimana diterapkan
akuntansi dan pelaporan induk-anak. Perusahaan join venture yang dimiliki lebih dari
50% oleh entitas lain tidak dianggap sebagai joint venture untuk tujuan penerapan
ketentuan APB Opinion No. 18, meskipun terus dilaporkan sebagai joint venture pada
laporan keuangan.
Opinion No.18, paragraf 2d, menjelaskan perusahaan joint venture sebagai
berikut:
“Perusahaan joint venture adalah sebuah perusahaan yang dimiliki dan
dioperasikan dan dikendalikan secara bersama-sama oleh sekelompok kecil
usaha (joint venture) sebagai bisnis atau proyek yang terpisah dan spesifik, untuk
menjalankan suatu bidang usaha tertentu yang saling menguntungkan tiap
anggota kelompok tersebut. Pemerintah dimungkinkan untuk menjadi anggota
kelompok. Tujuan perusahaan patungan usaha joint venture biasanya adalah
berbagi risiko dan hasil dalam pengembangan pasar, produk, atau teknologi
untuk menggabungkan pengetahuan tekonologi komplementer, atau untuk
menyatukan sumber daya dalam pengembangan produksi atau fasilitas lainnya.
Perusahaan joint venture biasanya juga memiliki peraturan di tiap venturer
boleh berpartisipasi, langsung atau tidak langsung dalam pengelolaan
keseluruhan joint venture. Maka venturer memiliki kepentingan atau hubungan
lebih dari sekedar investor pasif. Entitas yang menjadi perusahaan anak dari
venturer bukanlah perusahaan joint venture. Kepemilikan perusahaan joint
venture jarang mengalami perubahan dan sahamnya biasanya tidak
diperjulabelikan ke publik, bagaimanapun juga tidak lah mencegah sebuah
perusahaan untuk menjadi perusahaan joint venture”.
Perhatikan bahwa menurut APB Opinion No.18, perusahaan anak (yang dimiliki
lebih dari 50%) seorang venturer bukan merupakan perusahaan joint venture. Namun
harus dikonsolidasikan sesuai FASB No.94, “Konsolidasi seluruh perusahaan anak yang
dimiliki mayoritas”.
Opinion No.18 menyimpulkan bahwa investor saham biasa pada perusahaan joint
venture usaha patungan seharusnya mencatat investasinya dengan metode ekuitas pada
laporan keuangan konsolidasi. Metode ekuitas dapat menunjukkan dengan baik pada
investor sifat-sifat yang mendasari patungan usaha.
Investasi dalam saham biasa joint venture, atau investasi lainnya yang
diperhitungkan menggunakan metode ekuitas bisa jadi bersifat material dalam
hubungannya dengan posisi keuangan atau hasil operasi investor joint venture. Jika
demikian, penting bagi investor untuk memberikan ringkasan informasi pada laporan
keuangannya mengenai aktiva, kewajiban, dan hasil operasi investee. Pengungkapan
seharusnya disajikan secara sendiri-sendiri bagi investasi pada joint venture yang bersifat
material dalam hubungannya dengan posisi keuangan dan hasil operasi investor. Sebagai
alternative, pengungkapan dapat mengelompokkan investasi yang bersifat nonmaterial
secara individu, namun material secara kolektif.