BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kondisi ketersediaan air saat ini pada dasarnya sangatlah terbatas. Sementara itu,
karena adanya pertambahan penduduk yang cepat dan adanya perkembangan pendapatan
penduduk serta perkembangan diluar sektor pertanian, menyebabkan kebutuhan air semakin
besar, baik secara kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian persaingan antar sektor dalam
penggunaan air semakin kompetitif. Air merupakan kebutuhan dasar tiap makhluk hidup.
Baik manusia, hewan maupun tumbuhan sangat membutuhkan air. Bagi manusia, air tidak
hanya berfungsi sebagai pemuas dahaga. Kegunaan air lainnya adalah untuk mencuci, mandi,
irigasi untuk pertanian, bahkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Seiring bertambahnya
jumlah penduduk, kebutuhan akan air menjadi semakin tinggi. Sementara itu, keberadaan air
cenderung semakin langka. Untuk itu, penggunaan air harus dilakukan secara efektif dan
seefisien mungkin. Sebagai negara agraris, kebutuhan air bagi Indonesia sangat tinggi demi
mendukung sektor pertanian.
Ketersediaan air di sektor pertanian tentunya dapat menunjang kebutuhan bahan
pangan bagi masyarakat. Namun, ada saatnya air yang tersedia cukup melimpah dan ada
saatnya ketersediaan air sangat minim tergantung pada musim. Selain itu, lahan yang jauh
dari sumber air akan mengalami kesulitan dalam penyediaan air untuk pertanian. Dengan
demikian keberadaan bangunan air dan irigasi sangat diperlukan untuk menjamin
ketersediaan dan distribusi air bagi lahan baik dekat maupun jauh dari sumber mata air.
Untuk merencanakan suatu jaringan irigasi diperlukan perencanaan dan perhitungan yang
cermat agar dapat memenuhi persyaratan teknis dan dapat di pergunakan selama bertahun –
tahun tanpa adanya kekeringan air di sawah. Dengan demikian, tugas desain irigasi ini akan
menjelaskan secara sistematis dan rinci perencanaan jaringan irigasi yang memenuhi
persyaratan teknis tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diambil suatu rumusan
masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana cara merencanakan jaringan irigasi
2. Bagaimana cara memenuhi kebutuhan kebutuhan air di sawah agar sawah sewaktu
waktu mengalami gagal panen yang disebabkan oleh kekurangan air
3. Bagaimana cara meningkatkan kualitas hasil panen petani dan membuat hasil panen
menjadi meningkat dari musim ke musim
I.3 Maksud dan Tujuan
1. Hasil Belajar Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu melaksanakan kegiatan perencanaan uji analisa kebutuhan air.
2. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan
mampu:
Menjelaskan tentang pengertian, jenis irigasi, jenis tanaman irigasi, dan pola tata
tanam irigasi air tanah dengan baik.
Menjelaskan tentang analisa kebutuhan air tanah untuk perencanaan jaringan irigasi
air tanah dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi
rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media
pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku
(subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan
tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila
terdapat kehadiran air.
2.2 kebutuhan air irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untukmemenuhi
kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuktanaman dengan
memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melaluihujan dan kontribusi air tanah
(Sudjarwadi,1992). Kebutuhan air di sawahdinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha.
Kebutuhan air belum termasuk efisiensidi jaringan tersier dan utama. Efisiensi dihitung
dalam kebutuhan pengambilan airirigasi. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986),
kebutuhan air sawah untukpadi ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1. Penyiapan lahan.
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlsha (1968). Metode tersebut
didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt/ha selama periode penyiapan lahan dan
menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR = Mek /(ek – 1) (1)
dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan.
M = Eo + P (2)
Dimana :
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ETo selama penyiapan lahan
(mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
K = M.T/ S (3)
Dimana :
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan air 50 mm
2. Penggunaan konsumtif (evapotranspirasi).
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk
proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan konsumtif dihitung dengan
rumus berikut :
ETc = Kc . ETo
Dimana :
Kc = Koefisien tanaman
ETo= Evapotranspirasi potensial (Penmann modifikasi) (mm/hari)
3. Perkolasi dan rembesan.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang tertekan di
antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi
(P) adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi
oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak antara permukaan tanah
dengan permukaan air tanah. Pada tanah-tanah lempung berat dengan karakteristik
pengelolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/ hari. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Tabel Harga Perkolasi dari berbagai Jenis Tanah
4. Pergantian lapisan air.
Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Penggantian lapisan air
dilakukan menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan
penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama 1/2
bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
Curah Hujan Rata-Rata
Cara rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar
daerah yang bersangkutan.
R = (R1 + R2 +... + Rn)
Dimana :
R : curah hujan daerah (mm)
n : jumlah titik-titik (pos-pos)pengamatan
R1, R2, ... Rn :curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat
dengan cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh
daerah itu. Keuntungan cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda
dengan umpama cara isohiet, dimana faktor subyektif tutut menentukan
(Sosorodarsono dan kensaku : 2003).
5. Curah hujan efektif.
Curah hujan efektif ditentukan besarnya R80 yang merupakan curah hujan yang
besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali
kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa besarnya curah hujan yang
lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.
Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :
m
R80 = m = R80 x (n+1)
n+1
Dimana :
R80 = Curah hujan sebesar 80%
n = Jumlah data
m = Rangking curah hujan yang dipilih
Curah hujan efektif untuk padi adalah 70% dari curah hujan tengah bulanan yang
terlampaui 80% dari waktu periode tersebut. Untuk curah hujan efektif untuk palawija
ditentukan dengan periode bulanan (terpenuhi 50%) dikaitkan dengan tabel ET
tanaman rata-rata bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan (USDA(SCS),1696)
Untuk padi :
Re padi = (R80 x 0,7)/ periode pengamatan
Untuk palawija :
Re palawija = (R80 x 0,5)/ periode pengamatan
Dimana :
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
R80 = curah hujan dengan kemungkinan terjadi sebesar 80%
Kebutuhan air irigasi perlu dihitung dengan cermat disesuaikan dengankondisi setempat agar
tidak terjadi pemborosan pemakaian air. Menurutdepartemen pekerjaan umum (BPPI-bagian
penunjang),1986, perkiraan kebutuhanair irigasi dibuat sebagai berikut :
2.2.1 kebutuhan air bersih di sawah untuk padi
NFR = Etc + P – Re + WLR
Dengan:
Etc = penggunaan konsumtif, mm/hari
P = kehilangan air akibat perkolasi, mm/hari
Re = curah hujan efektif, mm/hari
WLR = penggantian lapisan air, mm/hari
2.2.2 Kebutuhan air irigasi di intake (WRD)
NFR
WRD =
EI
Dengan :
EI = efisiensi irigasi secara keseluruhan
2.2.3 Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan Untuk Padi (IR)
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empirissebesar 250
mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan airawal setelah
transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuklahan yang sudah lama tidak
ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahandapat ditentukan sebesar 300 mm.
Kebutuhan air untuk persemaian termasukdalam kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
Analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakanmetode seperti diusulkan
oleh Van de Goor dan Ziljstra (1968) sebagai berikut :
Dengan :
M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkonpensasi air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.M = Eo + P
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 × Etoselama penyiapan lahan, mm/hari
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm, jadi 200 + 50 = 250 mm
e = bilangan eksponen = 2,7182
Tabel Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan (IR)
2.2.4 Kebutuhan Air Irigasi Untuk Palawija (WRP)
Keterangan:
Etc = penggunaan konsumtif, mm/hari
EI = efisiensi irigasi secara keseluruhan
Re = curah hujan efektif, mm/hari
2.2.5 kebutuhan pengambilan air pada sumbernya
IR
DR =
8,64
di mana :
DR = Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha)
1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha