Artikel Biogas
Artikel Biogas
Artikel Biogas
Pendahuluan
Kelangkaan bahan bakar minyak, yang salah satunya disebabkan oleh
kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk
mengajak masyarakat mengatasi masalah energi secara bersama-sama (Kompas,
2008). Makin tingginya harga bahan bakar, terutama gas dan bahan bakar minyak
untuk kebutuhan rumah tangga makin meresahkan masyarakat. Selain mahal,
bahan bakar tersebut juga makin langka di pasaran. Usaha untuk mengatasi hal-
hal yang demikian ini mendorong pemikiran akan perlunya pencarian sumber-
sumber energi alternatif agar kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa
merusak lingkungan.
Indonesia sebagai negara agraris yang beriklim tropis memiliki sumber
daya pertanian dan peternakan yang cukup besar. Sumber daya tersebut, selain
digunakan untuk kebutuhan pangan juga dapat berpotensi sebagai sumber energi
dengan cara pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan
bahan bakar minyak. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan
bakar dalam bentuk biogas. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru
bagi masyaraka,t petani dan peternak kita. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai
sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari
kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah
diproses dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH4)
yang digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran ternak yang sudah diproses pada
pembuatan biogas dipindahkan ke tempat lebih kering, dan bila sudah kering
dapat disimpan dalam karung untuk penggunaan selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Desa Jatisarono sedang
melakukan studi kelayakan dengan menunjuk seorang peternak yang mempunyai
ternak sapi sejumlah sekitar 20 ekor sapi agar memanfaatkan limbah kotoran
sapinya untuk dapat menghasilkan biogas sebagai sumber energi alternatif. Untuk
itu, perlu diketahui jumlah energi yang dihasilkan dari biogas yang dihasilkan dari
kotoran sapi tersebut. Dengan diketahuinya jumlah energi yang dihasilkan, maka
akan diketahui berapa jumlah keluarga yang dapat memanfaatkan biogas yang
dihasilkan dari kotoran sapi.
Selain itu, dari aspek sosio-kultural penerapan teknologi baru kepada masyarakat
merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan,
pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki. Begitu juga dengan penerapan
teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran sapi dapat
menghasilkan api. Selain itu juga perasaan jijik terhadap makanan yang dimasak
menggunakan makanan yang dimasak menggunakan biogas. Untuk itu, program
pengabdian ini dilakukan untuk mengetahui besar konversi energi yang dihasilkan
dari biogas hasil kotoran sapi tersebut dan bagaimana mensosialisasikan produk
biogas tersebut kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai rintisan
wirausaha baru. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah
1. Memberi masukan kepada masyarakat tentang pemanfaatan residu biogas
dari kotoran ternak bagi kepentingan masyarakat petani dan peternak
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang aspek sosio-kultural
penerapan teknologi biogas dalam rangka perintisan wirausaha baru
3. Mengkaji prospek penerapan teknologi biogas di desa Jatisarono,
kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo terkait dengan aspek
community development untuk jangka yang lebih panjang
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain :
a. Hasil dari kegiatan yang akan dilakukan diharapkan dapat menjadi rintisan
kegiatan sistem pengelolaan limbah ternak yang berdaya guna.
b. Biogas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber belajar (real
teaching) bagi dunia pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
berbasis riset.
c. Program yang dijalankan dapat dijadikan sebagai media penghubung antar
keluarga dalam pengelolaan dan penyaluran biogas yang dihasilkan
sehingga dapat terbentuk atmosfir sosio kultural yang harmonis dan
berkesinambungan.
d. Memotivasi masyarakat desa untuk merintis wirausaha baru di bidang
pembuatan biogas
e. Membuka peluang kerja bagi masyarakat petani dan peternak sapi
sehingga memperkecil arus urbanisasi.
f. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peternak sapi di daerah
tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Kotoran Ternak
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak kotoran ternak
yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan
secara optimal, sebagian di antaranya terbuang begitu saja, sehingga sering
merusak lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Tabel. 1 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari
beberapa ternak
Jenis ternak Unsur hara (kg/ton)
N P K
Sapi perah 22,0 2,6 13,7
Sapi potong 26,2 4,5 13,0
Domba 50,6 6,7 39,7
Unggas 65,8 13,7 12,8
Sumber: http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/
Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk
organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara
yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel 1. Disamping
menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah
unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan
bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk
mempertahankan produksi tanaman.
Biogas sebagai Sumber Energi Alternatif
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari
proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang
hidup dalam kondisi kedap udara). (http://www.majarikanayakan.com/). Pada
umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas,
namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan
urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di
samping itu juga sangat mungkin menyatukan saluran pembuangan di kamar
mandi atau WC ke dalam system biogas. Di daerah yang banyak industri
pemrosesan makanan antara lain tahu, tempe, ikan pindang atau brem bisa
menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri
tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena
limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen. Jenis
bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas di
samping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan
kelembaban udara.
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi
bahan masukan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon (C)
dan nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan
oleh ISAT menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik
akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20
(http://www.petra.ac.id/science/applied _technology/biogas98/biogas.htm).
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara
(disebut Digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan
organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas
yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa
penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi
penggunaannya. Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti
gas-gas mudah terbakar lainnya. Pembakaran biogas dilakukan melalui proses
pencampuran dengan sebagian oksigen (O2). Nilai kalori dari 1 meter kubik
biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel.
Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif
yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun
bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal,
perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar yaitu melalui proses
pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang
tidak menguntungkan. Sebagai salah satu contoh, kandungan gas hidrogen
sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas jika dicampur dengan oksigen
dengan perbandingan 1:20, maka akan menghasilkan gas yang sangat mudah
meledak. Tetapi sejauh ini belum pernah dilaporkan terjadinya ledakan pada
sistem biogas sederhana. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan
dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk
organik pada tanaman/budidaya pertanian.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry)
merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan
lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah
dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi.
Komposisi gas yang terdapat di dalam Biogas dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas
Jenis Gas Volume (%)
Metana (CH4) 40 – 70
Karbondioksida
30 – 60
(CO2)
Hidrogen (H2) 0-1
Hidrogen Sulfida
0–3
(H2S)
Sumber: . (http://www.energi.lipi.go.id)
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini diharapkan para petani dan peternak
di desa Jatisarono, kecamatan Nanggulan kabupaten Kulon Progo dapat
membentuk kelompok usaha pembuatan biogas. Hal ini dimaksudkan untuk
perintisan wirausaha dan mereduksi masalah sosio-kultural yang ditimbulkan oleh
limbah ternak sapi.
Langkah-langkah Kegiatan PPM
Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa terdapat limbah
kotoran ternak (sapi) yang cukup melimpah di desa Jatisarono, kecamatan
Nanggulan kabupaten Kulon Progo. Melimpahnya jumlah limbah tersebut belum
diiringi dengan sistem pengelolaan dan pemanfaatan yang baik. Pemerintah dalam
hal ini dinas peternakan dan Pemda Kulon Progo telah memberikan tawaran
bantuan jika peternak dan petani bersedia mengelolanya. Sebagai usaha
penyediaan bahan bakar alternatif dan dalam rangka mengatasi dampak sosio-
kultural dari limbah ternak (sapi) maka pembuatan biogas dengan bahan utama
kotoran sapi adalah salah satu bentuk solusi yang sesuai dengan misi Pemda
Kulon Progo.
Adapun secara sistematis kerangka pemecahan masalah yang akan
dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Perencanaan
Kegiatan
Sampel produk
Perumusan hasil pelatihan
masalah yang Pemilihan teknik Pelaksanaan
akan dan materi Pelatihan dan
dipecahkan pelatihan Penugasan
Uji coba produk
pada skala rumah
Pemilihan Peserta tangga peserta
Pelatihan pelatihan
Daftar Pustaka
http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip
http://www.majarikanayakan.com
http://www.petra.ac.id/science/applied _technology/biogas98/biogas.htm
http://www.energi.lipi.go.id
http://www.kompascetak.com/kompas-cetak/0712/15/jogja/1045892.htm
*) Dibiayai dari dana DIPA Universitas Negeri Yogyakarta Kegiatan RM AKUN 521119
Tahun Anggaran 2008 sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Program Kegiatan
Pengabdian kepada Masyarakat tanggal 10 Juni 2008