F13snu PDF
F13snu PDF
F13snu PDF
SANDY NUGRAHA
Sandy Nugraha
NIM F14090058
ABSTRAK
SANDY NUGRAHA. Rancang Bangun Angkong Bermesin sebagai Sarana
Pengangkutan pada Proses Pengumpulan Buah Kelapa Sawit. Dibimbing oleh
DESRIAL.
ABSTRACT
SANDY NUGRAHA. Wheelbarrow with Engine Design Used in the
Transportation of Oil Palm Fruits Collection Process. Supervised by DESRIAL.
Harvesting activity are one of the important activities in the palm oil
production process. Harvesting activity consist of cutting fresh fruit bunches
(FFB) from their stems, collection, and transport. Transportation activities in the
process of collecting FFB still using simple tools, it’s wheelbarrow driven by
humans. Collection FFB activity is one tough job and requires large manpower.
The main topic of this research is to decrase human power load when pushing
wheelbarrow with the addition of engine as a power source. Design criteria for
wheelbarrow engined is to has a maximum forward speed equivalent to ability of
human beings, which is 5 KPH. Design using CAD software. Adding engine is
expected to increase the wheelbarrow transport capacity. The results of
wheelbarrow with engine design is using 2-stroke engine with a capacity of 0.78
iii
KW used from mowers engine. Functional part of the main functions are
supporting frame, tub, engine cradle, 2 stroke engine, gearbox, eccentric gear,
chain and sprocket, wheel, fuel tank, throttlecontrol, and handle grip. From the
analysis and calculation is determined using the frame, wheels and tubs of
wheelbarrow Artco branded, 2-stroke engine with a capacity of 0.78 KW, using a
gearbox reduction ratio 1:20 type 40, roller chain size 40, sprocket 14T and 45T.
The results from this research are design wheelbarrow with engine that have
forward speed 5 KPH.
Keywords: oil palm fruits collection process, transportation of oil palm fruits,
wheelbarrow, wheelbarrows with engine design
RANCANG BANGUN ANGKONG BERMESIN SEBAGAI
SARANA PENGANGKUTAN PADA PROSES
PENGUMPULAN BUAH KELAPA SAWIT
SANDY NUGRAHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Disetujui oleh :
Dr Ir Desrial. M Eng
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial. M Eng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 ini ialah
rancang bangun, dengan judul Rancang Bangun Angkong Bermesin sebagai
Sarana Pengangkutan pada Proses Pengumpulan Buah Kelapa Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Desrial, M.Eng selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran, masukan dan bimbingannya
selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Prof.Dr. Tineke Mandang dan Prof.Dr. Kudang B. Seminar
selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi, Ir
Sukanda, M.Si (ayah), Dra Euis Lilia R (ibu), dan Anisa Suci, S.Farm, Apt
(kakak) yang telah memberikan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan
Tugas Akhir ini, Firda Amalia, S.Gz yang telah memberikan bantuan, semangat,
dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir, teknisi di bagian
keteknikan Kehutanan Bogor (Pak Yayan, Pak Markus, Kiki) atas bantuan,
kerjasama, dan bimbingan selama kegiatan pembuatan Angkong bermesin ini, Pak
Wana, Pak Parma, Pak Darma, Mas Firman serta teknisi lainnya yang telah
membantu selama menyelesaikan tugas akhir, teman-teman satu pembimbing
(Hafiyyan Naufal dan Muhammad Hasan Asy’ari), Rusnadi yang telah membantu,
serta teman-teman seperjuangan TEP 46 (ORION) yang telah memberikan cerita
dan kebersamaan sebagai satu keluarga selama penulis menyelesaikan studi di
IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Sandy Nugraha
DAFTAR ISI
PRAKATA vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kelapa Sawit 3
Pemanenan Kelapa Sawit 3
Pengangkutan TBS 4
Angkong 5
Motor Bensin (Engine) 6
Penyalur Daya (Transmisi) 7
ANALISIS RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 7
Kriteria Peracangan 7
Rancangan Fungsional 8
Rancangan Struktural 9
METODE 22
Waktu dan Tempat Penelitian 22
Bahan 22
Alat 23
Proses Pembuatan Angkong Bermesin 24
Metode Pengujian 26
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Prototipe Angkong Bermesin 27
Proses Pabrikasi Angkong Bermesin 28
Uji Fungsional 34
Uji Kinerja 37
SIMPULAN DAN SARAN 40
Simpulan 40
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
Lampiran 42
ix
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Pengangkutan TBS
Angkong
Penggunaan satu roda juga memungkinkan kontrol yang lebih besar pada proses
unloading atau bongkar muat.
Elemen pekerjaan pada penggunaan angkong terdiri dari loading,
pengangkutan dan unloading. Loading merupakan proses pengangkatan muatan
ke dalam bak hingga akhirnya dapat dipindahkan. Pengangkutan merupakan
pemindahan beban menuju tempat tertentu. Unloading merupakan proses
pembongkaran muatan/beban yang dilakukan dengan pengangkatan angkong
beserta muatannya ke arah depan sehingga muatan tersebut dapat dikeluarkan
(Monasari 2006).
Motor Bensin (Engine)
Mesin atau motor bakar (engine) adalah alat yang mengubah tenaga panas
menjadi tenaga penggerak. Tenaga panas yang dihasilkan di luar mesin, disebut
motor pembakar luar (external combustion engine) dan tenaga panas yang
dihasilkan didalam mesin disebut motor pembakar dalam (internal combustion
engine). Motor pembakaran dalam dibedakan berdasarkan pada proses kerjanya
yaitu motor 4 tak dan motor 2 tak. Berdasarkan penyalaan bahan bakarnya
dibedakan menjadi motor bensin dan motor diesel (Siregar 2009). Menurut
Siregar (2009), motor bensin menghasilkan tenaga dari pembakaran bahan bakar
di dalam silinder, dimana dengan pembakaran bahan bakar ini akan timbul panas
yang sekaligus akan mempengaruhi gas yang ada di dalam silinder untuk
mengembang. Gas tersebut dibatasi oleh dinding silinder dan kepala silinder maka
walaupun ingin mengembang tetap tidak ada ruangan, akibatnya tekanan di dalam
silinder akan naik. Tekanan inilah yang dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga
yang akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak. Gambar motor
bensin 2 tak dapat dilihat pada Gambar 5.
Sistem transmisi adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan
kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda untuk
diteruskan ke penggerak akhir. Konversi ini mengubah kecepatan putar yang
tinggi menjadi lebih rendah tetapi lebih bertenaga, atau sebaliknya. Menurut
Nawawi (2001), transmisi daya adalah suatu mekanisme pemindahan atau
penyaluran daya dari sumbernya ke bagian yang membutuhkannya.
Prinsip kerja sistem transmisi daya dengan menggunakan pasangan gigi
dan rantai yang dipasang pada poros motor penggerak dihubungkan dengan gear
terpasang pada poros peralatan yang akan digerakkan dengan menggunakan rantai.
Disamping menyalurkan daya dari satu poros ke poros yang lain, kegunaan lain
dari sistem transmisi ini adalah dapat mengubah kecepatan putaran poros (Rpm)
atau jumlah putaran suatu poros per menitnya, sehingga dengan cara mengatur
atau mengubah jumlah mata pada gear maka transmisi daya dapat diubah pula
sesuai dengan kebutuhan. Trasmisi ini diterapkan untuk
mengurangi/meningkatkan kecepatan putaran diantara poros pada motor
penggerak dengan bagian roda penggerak agar sesuai dengan kebutuhan.
Kriteria Peracangan
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural
1. Rangka
Rangka merupakan salah satu bagian utama dalam angkong bermesin
yang berfungsi sebagai wadah penempatan engine, sistem transmisi serta
sekaligus sebagai penyangga roda penggerak, bak, dan pembentuk dasar dari
angkong tersebut. Bentuk serta dimensi rangka ini harus sesuai dengan
karakteristik tubuh manusia, khususnya karakteristik tubuh manusia
Indonesia sehingga operator yang menggunakannya tidak akan mengalami
cedera. Bentuk dan dimensi angkong yang berada di pasaran sudah dianggap
baik sehingga bentuk dan dimensi angkong yang dirancang mengacu pada
angkong yang ada dipasaran dengan merk “Artco”.
Bahan utama yang digunakan untuk rangka adalah pipa besi silinder
yang memiliki diameter luar 30 mm. Rancangan rangka yang dibuat dapat
dilihat pada Gambar 6.
I = 1/64 π D4
σa =
σa =
σ= : dimana M = MR2
M rangka = 130 kg x 225 mm = 29250 kgmm
𝐼 rangka = (d14 – d24)
= (304 – 264)
= 17320.24 𝑚𝑚4
𝜎 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 =
=
= 25 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 < 𝜎𝑏
Untuk mengetahui jarak dari titik pusat massa terhadap penyangga rangka,
Kesetimbangan gaya sebagai berikut :
Fa’ x ra’ = Fb’ x rb’
ra’ =
ra’ =
ra’ = 112.4 mm
Berdasarkan analisis tersebut, karena jarak dari titik pusat ke titik a (ra’)
masih berada diantara titik pusat dan penyangga belakang, maka pada
keadaan diam (statis) angkong bermesin ini akan stabil.
Pada analisis keadaan dinamis posisi angkong berada pada keadaan
dimana sedang digunakan. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 10.
2. Roda penggerak
Roda penggerak merupakan penyalur tenaga putar terakhir dari sistem
transmisi. Roda penggerak ini harus dapat menahan beban seluruh angkong
beserta dengan beban angkut dari angkong tersebut Roda penggerak ini terdiri
dari ban karet, ban dalam, velg dari bahan plat, dan dudukan sprocket dari besi
pejal yang dibentuk. Roda ini menggunakan ban karet yang diisi dengan angin.
Roda penggerak ini juga merupakan tempat melekatnya sprocket besar dari
transmisi sprocket and chain. Diameter keseluruhan karet ban yaitu 380 mm.
Gambar roda penggerak dapat dilihat pada Gambar 12.
3. Engine
Engine merupakan sumber tenaga utama pada angkong bermesin.
Engine menghasilkan tenaga putar yang nantinya akan direduksi hingga
memiliki kecepatan putar yang sesuai kemudian akan diteruskan hingga ke
roda penggerak. Tenaga putar dari engine ini menjadi sumber tenaga maju
utama dari angkong sehingga tenaga yang dikeluarkan oleh operator akan
berkurang. Engine yang digunakan harus memiliki daya yang cukup untuk
menggerakan roda angkong dengan berat angkong beserta beban bahan yang
akan diangkut oleh angkong tersebut.
Analisis beban dan tenaga ini sangat diperlukan untuk menentukan jenis
dan kebutuhan daya engine yang akan digunakan. Elemen yang
mempengaruhi diantaranya berat angkong, berat beban angkut, kecepatan
maju, dan tahanan gelinding. Tahan gelinding dipengaruhi oleh koefisien
rolling resistence (Crr) yang mempengaruhi kegiatan mobilitas angkong
dilahan sawit. Crr pada tanah yang sedikit berpasir akan lebih besar bila
dibandingkan dengan pada tanah keras tidak berpasir (Rusnadi 2013). Data
nilai koefisien tahanan gelinding dapat dilihat pada tabel .
Tabel 2 Koefisien tahan gelinding roda angkong dilahan sawit
Kategori Spesifikasi
Merk FIRMAN
Type FGB 338
2 Cycle, Single Cylinder, Forced Air-
Engine Type
cooled, Gasoline Engine
Displacement 30.5 cc
Max. Output 0.81 KW / 6000 RPM
Ignition System IC Ignition ( Solid State)
Ignition Plug BM - 7A or CJ6
Fuel Mixture Gasoline 25 Litres ; 2-T Oil 1 Litres
Fuel Tank Capacity 1.2
Flexible Drive Shaft, Pinion & Gear,
Drive System Rotation Direction of Cutter, counter -
Clock Wise
Dimension ( L x W x H) 345 x 280 x 401 mm
Weight ( Complete with
Shaft) 9.4 kg
4. Gearbox
Putaran yang dihasilkan dari engine sangat besar, sehingga perlu
dilakukan pereduksian jumlah putaran. Gerbox berfungsi untuk mereduksi
tenaga putar dari engine sehingga sesuai dengan kriteria desain. Pemilihan
gearbox ini berdasarkan perhitungan putaran dari engine dan putaran yang
dibutuhkan untuk disalurkan menuju roda penggerak.
Engine yang digunakan memiliki rpm maksimal yaitu 6000 rpm, namun
untuk faktor keamanan maka putaran engine dianggap hanya 75% yaitu 4500
Rpm. Penentuan perbandingan reduksi ditentukan berdasaarkan kebutuhan
putaran roda pengggerak dan perbandingan sprocket besar dan kecil untuk
meneruskan daya.
Gearbox yang ada dipasaran memiliki perbandingan yang sangat banyak.
Pemilihan perbandingan rasio yaitu diantara 1:10, 1:20, dan 1:30, sehingga
dilakukan perhitungan dengan hasil ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan rasio
Dari tabel diatas maka dipilih gearbox dengan rasio 1:20 agar
perbandingan jumlah gigi sprocket besar dan sprocket kecil lebih besar
sehingga dapat menarik beban berat.
19
6. Gigi eksentrik
Gigi eksentrik berfungsi sebagai perseneleng dari sistem transmisi pada
angkong bermesin. Dengan adanya gigi eksentrik maka system transmisi
angkong bermesin dapat netral sehingga masih dapat berjalan maju dengan
dorongan operator. Gigi eksentrik ini juga berfungsi sebagai pembalik arah
putaran yang keluar dari gearbox agar angkong berjalan maju. Pada gigi
eksentrik tidak ada penurunan jumlah putaran karena jumlah 2 gigi eksentrik
yang digunakan sama yaitu 37 gigi.
7. Dudukan engine
Dudukan engine ini akan menerima gaya beban dari engine, gearbox
dan gigi eksentrik. Berat total dari ketiganya yaitu 20 kg. Sketsa plat dudukan
engine dapat dilihat pada Gambar 14.
σ bak =
30 =
h =√
h = 1.8 mm
Gambar 16 Bagian bak yang terkena beban paling besar (bagian diarsir)
21
M = 50 x 90 = 8250 kg.mm
I = bh3
= (480)(h)3
= 40 h3mm4
σ bak =
30 =
h =√
h = 1.85 mm
METODE
Kegiatan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap desain,
tahap pabrikasi dan tahap pengujian. Tahapan desain merupakan tahapan
pembuatan rancangan desain sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software “SolidWorks
Premium 2012”. Tahapan pabrikasi merupakan kegiatan pembuatan rancangan
sesuai dengan rancangan desain yang telah dibuat. Tahapan ini dilakukan di
bengkel konstruksi rancang bangun. Tahapan pengujian dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui apakah hasil sudah sesuai dengan kriteria rancangan. Kegiatan
pengujian dilakukan pada fungsional dan kinerja hasil yang telah dibuat.
Bahan
Alat
Alat yang digunakan untuk menunjang kegiatan pabrikasi angkong
bermesin adalah:
Alat bantu proses pabrikasi, terdiri dari :
Unit las listrik Kunci pas 12 mm
Mesin bubut Kikir
Mesin milling Obeng
Gerinda End mill ukuran 0.5 mm
Mesin bor duduk End mill ukuran 0.6 mm
Gergaji Mata bor ukuran 7 mm
Jangka sorong Mata bor ukuran 8 mm
Penggaris Mata bor ukuran 10mm
Busur derajat Mata tap m8,125
Kunci pas 8 mm Mata gerinda potong
Kunci pas 10 mm Mata gerinda poles
Mulai
Tipe engine,
Kegiatan pengakutan Identifikasi permasalahan kapasitas, daya,
TBS, yang timbul dan Target penyaluran daya,
Penggunaan angkong yang akan dicapai dimensi
Tahap 1
Penetuan parameter
rancangan, rancangan
fungsional dan struktrural
angkong bermesin
Tidak Layak
Analisis
Layak
Teknik
Gambar Teknik
Tahap 2
Pembuatan
Tahap 3
Tahap 4
Selesai
Dari diagram alir pada Gambar 19, dapat dilihat bahawa pada penelitian ini
dapat dibagi menjadi 4 tahap. Tahap 1 dan 2 merupakan tahapan desain yang telah
dijelaskan secara rinci pada bab sebelumnya. Pada tahap 3 yaitu tahapan pabrikasi
terdapat tahapan yang lebih spesifik. Diagram alir yang lebih spesifik dalam tahap
pabrikasi diperlihatkan dalam Gambar 20. Tahap 4 yaitu tahap pengujian
fungsional dan kinerja dari angkong bermesin.
Gambar Kerja
Penyesuaian rangka
Metode Pengujian
Pengujian Metode
Pengujian dilakukan pada gambar desain seluruh
komponen angkong bermesin yang dibuat dengan
Desain rancangan menggunakan software “Solidwoks 2012”apakah
telah sesuai dengan kriteria desain.
(a) (b)
Gambar 21 Perbandingan angkong yang ada dipasaran (a) dan angkong bermesin
hasil rancangan
Pada Gambar 21 terlihat bahwa bentuk dari angkong bermesin tidak ada
perbedaan dengan angkong yang ada dipasaran, namun pada angkong bermesin
terdapat bagian-bagian yang ditambahkan untuk menunjang penambahan engine.
Penambahan bagian pada rangka yaitu untuk dudukan engine yang berada pada
bagian bawah bak. Prototipe angkong bermesin yang telah dibuat dapat berfungsi
dengan baik pada setiap komponennya dan sesuai dengan gambar kerja yang
dibuat. Bagian-bagian komponen prototipe angkong bermesin yang telah dibuat
dapat dilihat pada Gambar 22.
Prototipe angkong bermesin dapat dibuat apabila gambar teknik telah selesai.
Pembuatan gambar teknik ini menggunakan bantuan software CAD ”SolidWorks
2012”. Gambar teknik angkong bermesin dapat dilihat secara lengkap pada
Lampiran 3. Tahap pertama dimulai dengan pembuatan dudukan sprocket pada
roda penggerak. Roda penggerak ini terdiri dari karet ban dan velg yang terbuat
dari plat besi 2 mm. Dudukan sprocket ini akan ditempelkan pada velg roda
penggerak. Pembuatan dudukan sprocket pada velg roda angkong menggunakan
bahan besi pejal berbentuk silinder dengan diameter 110 mm dan 100 mm dengan
ketebalan 50 mm yang dibentuk dengan cara dibubut. Gambar proses pembuatan
dapat dilihat pada Gambar 23.
(a) (b)
Gambar 23 (a) Proses pembubutan dan (b) sprocket motor 45T
Proses pembubutan disesuaikan dengan bentuk sprocket yang digunakan.
Sprocket yang digunakan adalah sprocket motor Yamaha berukuran 45T. Bahan
yang telah dibubut sesuai dengan ukuran kemudian dibuat lubang baut sprocket
sesuai dengan lubang yang telah ada. Dibuatkan juga lubang baut pengencang
pada velg. Proses pembuatan lubang baut ini dilakukan dengan mata tap. Proses
tap diawali dengan mengebor menggunakan mata bor 7 mm kemudian lubang
tersebut ditap dengan mata tap berukuran m8 1.25. Kedua dudukan tersebut akan
ditambahkan bearing untuk poros as. Gambar dudukan yang dibuat dapat dilihat
pada Gambar 24.
(a) (b)
Gambar 24 (a) Dudukan pengencang (b) Dudukan sprocket
Proses selanjutnya adalah pembuatan lubang penguat dudukan sprocket
pada velg sesuai dengan ukuran lubang drat yang ada pada kedua dudukan
tersebut. Pembuatan lubang pada velg dengan mata bor ukuran 8 mm. Kemudian
29
kedua dudukan tersebut ditempelkan pada bagian kanan dan kiri velg dan
dikencangkan dengan baut L ukuran 8 mm sepanjang 100 mm sebanyak empat
buah dari dudukan sprocket menembus velg hingga pada lubang pada dudukan
kedua yang telah dibuatkan drat dalam m8 1.25. Baut L tersebut kemudian
dikencangkan hingga kedua dudukan tersebut tidak ada celah dan tidak goyang.
Kemudian kedua dudukan tersebut dicat merah agar sama dengan velg roda
penggerak. Roda penggerak ini memiliki as roda berdiameter 18 mm yang
disangkutkan pada penyangga as roda penggerak. Agar roda penggerak berada di
tengah maka ditambahkan bos as roda sebelah kanan dan kirinya menggunakan
pipa silinder berdiameter 19 mm. Bagian-bagian pada roda penggerak dapat
dilihat pada Gambar 26.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 25 Bagian-bagian pada roda penggerak :
(a) Dudukan sprocket, (b) dudukan pengencang pada velg, (c) Bos as roda,dan
(d) As roda dan penyangga
Tahap yang kedua yaitu pembuatan rangka. Rangka ini menggunakan besi
silinder dengan diameter 30 mm dengan ketebalan 2 mm yang dibentuk dengan
cara ditekuk (banding). Rangka yang dibuat mengikuti rangka angkong yang ada
dipasaran. Perubahan pada rangka hanya pada bagian penyangga roda penggerak
yang awalnya memliki celah untuk roda hanya 100 mm diperbesar karena pada
bagian roda penggerak terjadi penambahan bagian.
Celah pada rangka penyangga roda dirubah menjadi 200 mm agar roda
penggerak baru dapat masuk diantara celah penyangga tersebut. Perubahan bentuk
ini dengan cara memotong rangka yang menuju dudukan roda kemudian dibentuk
kembali rangka tersebut dengan proses pengelasam. Proses pengelasan dilakukan
dengan penambahan bos diameter 28 mm yang dimasukkan diantara sambungan
dengan tujuan agar hasil sambungan lebih kuat dan tidak patah karena menahan
beban yang berat. Hasil pengelasan kemudia dihaluskan dengan gerinda halus
30
agar bekas sambungan tidak terlihat. Hasil dari sambungan dapat dilihat pada
Gambar 27. Untuk finishing akan dilakukan pendempulan dengan Isamu dan
pengecatan kembali dengan warna merah agar sesuai dengan warna sebelumnya.
Proses perubahan rangka angkong dapat dilihat pada Gambar 26.
(a) (b)
` (c) (d)
Gambar 26 Proses perubahan pada rangka;
(a) Proses pengelasan, (b) Proses penghalusan dengan gerinda, (c) Proses
pendempulan, dan (d) Proses pengecatan
(a) (b)
Gambar 27 Poros as transmisi;
(a) hasil reduksi dan (b) engine ke lubang sumber reduksi
(a) (b)
(c) (d)
untuk memutar badan eksentrik dan kunci pasak agar tuas tidak bergerak. Hasil
lasan akan dihaluskan dengan menggunakan gerinda poles hingga bekas
pengelasan tidak terlihat. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna, dilakukan
pendempulan dengan Isamu pada seluruh bagian gigi eksentrik agar terlihat rata.
Untuk finishing maka dilakukan pengecatan dengan pemberian warna hitam.
Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 31.
(a) (b)
(c) (d)
Tahap kelima yaitu penyesuaian dan perakitan sistem transmisi. Pada tahap
ini dilakukan perakitan sistem transmisi yang terdiri dari engine, gearbox, dan
gigi eksentrik. Hal ini dilakukan agar transmisi putaran dari engine sumber
putaran dapat tersalurkan dengan sempurna dan tidak ada gangguan. Tahap ini
juga bertujuan sebagai acuan untuk pembuatan dudukan engine dan transmisi
pada rangka angkong.
Tahap keenam yaitu pembuatan dudukan engine dan transmisi pada rangka
yang sudah ada. Dudukan ini diletakkan diantara kaki penyangga angkong yang
sudah ada kemudian dibaut pada kedua kaki penyangga. Dudukan ini dibuat
menggunakan plat besi dengan tebal 4 mm yang diperkuat dengan plat besi
dengan tebal 8 mm dengan lebar 100 mm pada bagian tengahnya. Penambahan
plat 8 mm ini bertujuan agar dudukan dan lubang baut pengikat untuk engine,
gearbox, dan gigi eksentrik lebih kokoh. Proses selanjutnya adalah pembuatan
lubang yang sesuai untuk meletakan engine, gearbox, dan gigi eksentrik.
Ketiganya diperkuat dengan menggunakan baut dan mur 10 mm sebanyak
masing-masing 4 buah. Pada pemasangan mur dan baut ini ditambahkan ring plat
serta ring per agar tidak mudah longgar karena adanya getaran dari engine.
34
(a) (b)
Tahap ketujuh yaitu pembuatan dudukan tangki bahan bakar. Tangki bahan
bakar yang digunakan merupakan tangki bahan bakar dari mesin potong rumput
gendong. Tangki ini berbahan plastik yang memiliki penyangga. Penyangga ini
ditempel dengan proses pengelasan pada bagian penahan dekat dengan handel.
Tahap kedelapan yaitu pembuatan pengatur throttle engine pada handel.
Pengatur ini menggunakan part dari pengatur throttle engine yang digunakan pada
sepeda motor. Cara penggunaanya yaitu diputar seperti penggunaan sepeda motor.
Tahap kesembilan dan terakhir yaitu perakitan angkong bermesin. Semua
komponen yang telah dilakukan finishing dan pengecatan maka dirakit menjadi
angkong bermesin yang utuh. Untuk menyatukan seluruh komponen digunakan
baut dan mur ukuran 12 mm yang ditambahkan ring per agar mengurangi getaran
dari engine.
Uji Fungsional
digunakan tidak ada celah putaran yang dapat dilihat putarannya antar engine
dengan gearbox. Sebelum dilakukan pengujian putaran ini engine angkong
bermesin terlebih dahulu dipanaskan dengan cara dinyalakan dan dibiarkan pada
rpm rendah selama beberapa menit. Pengujian putaran ini dilakukan dengan empat
putaran engine yang berbeda yang diatur dari pengatur throttle engine dari rpm
rendah tapi roda penggerak sudah berputar, rpm engine sedang, rpm engine
menengah, hingga rpm engine maksimal. Pengujian putaran ini dilakukan dua
kali pengulangan. Kegiatan pengujian putaran dapat dilihat pada Gambar 33.
Kegiatan pengujian putaran ini dilakukan pada keadaan diam dan tanpa beban.
Gambar 33 Kegiatan pengujian putaran dengan analoge tachometer
Putaran (rpm)
Kecepatan Maju
Keadaan Gigi
Engine Gearbox Roda (km/jam)
Eksentrik
1 900 45 45 14 1.01
2 3440 172 172 54 3.85
3 4920 246 246 77 5.51
4 5240 262 262 82 5.87
Putaran (rpm)
Kecepatan Maju
Keadaan Gigi
Engine Gearbox Roda (km/jam)
Eksentrik
1 1720 86 86 27 1.93
2 3720 186 186 58 4.17
3 4960 248 248 78 5.56
4 5640 282 282 88 6.32
36
Pada tabel hasil pengujian putaran dilakukan dua kali percobaan. Pada
percobaan pertama keadaan 1 pengatur throttle engine diputar hingga roda
penggerak mulai berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 14 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 45 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 900 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 1.01 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 54 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 172 rpm, dan pada
engine dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 3440 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 3.85 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar lebih kencang, kemudian dilakukan pengukuran putaran
pada roda sebesar 77 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 246 rpm, dan
pada engine dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 4920 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 5.51 km/jam. Keadaan 4 pengatur throttle engine diputar hingga
rpm engine maksimal, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda sebesar
82 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 262 rpm, dan pada engine
diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka diketahui
putaran engine sebesar 5240 rpm sehingga kecepatan maju roda penggerak adalah
5.87 km/jam.
Pada percobaan pertama keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak mulai berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada
roda sebesar 27 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 86 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 1720 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 1.93 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda
sebesar 58 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 186 rpm, dan pada
engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 3720 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 4.17 km/jam. Keadaan 2 pengatur throttle engine diputar hingga
roda penggerak berputar lebih kencang, kemudian dilakukan pengukuran putaran
pada roda sebesar 78 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 248 rpm, dan
pada engine diperoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka
diketahui putaran engine sebesar 4960 rpm sehingga kecepatan maju roda
penggerak adalah 5.56 km/jam. Keadaan 4 pengatur throttle engine diputar hingga
rpm engine maksimal, kemudian dilakukan pengukuran putaran pada roda sebesar
88 rpm, pada gearbox dan eksentrik sama sebesar 282 rpm, dan pada engine
dipeoleh dengan cara perhitungan perbandingan rasio reduksi maka diketahui
putaran engine sebesar 5640 rpm sehingga kecepatan maju roda penggerak adalah
6.32 km/jam.
Kecepatan maju yang terhitung dari kegiatan uji fungsional sangat besar, hal
tersebut dikarenakan roda penggerak berputar tanpa beban serta engine dicoba
hingga keadaan rpm maksimal.
37
Uji Kinerja
Data kecepatan maju dari hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kecepatan maju angkong bermesin dan angkong tidak bermesin
Kecepatan (km/jam)
Kemiringan
Bermesin Tidak Bermesin
0% 6.45 5.38
4.34% 5.78 4.63
8.66% 5.51 4.38
12.08% 5.09 3.90
Bervariatif 5.03 3.77
Dari tabel tersebut disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada
Gambar 35.
4,00
2,00
0,00
Kemiringan
bermesin sebesar 5.78 km/jam. Pada lahan yang ketiga dilakukan pada lahan
menanjak (kemiringan lahan 8.66%) kecepatan maju angkong tidak bermesin
sebesar 4.38 km/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 5.51 km/jam. Pada
lahan yang keempat dilakukan pada lahan menanjak (kemiringan lahan 12.08%)
kecepatan maju angkong tidak bermesin sebesar 3.9 km/jam sedangkan angkong
bermesin sebesar 5.09 km/jam. Pada lahan yang kelima dilakukan pada lahan
datar bergelombang (bervariatif zig-zag) kecepatan maju angkong tidak bermesin
sebesar 3.77 km/jam sedangkan angkong bermesin sebesar 5.03 km/jam.
Kecepatan maju tersebut mempengaruhi kapasitas angkut dari angkong.
Data hasil pengujian kapasitas angkut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kapasitas pengangkutan angkong bermesin dan tidak bermesin
0,12
0,10
Bermesin
0,08
Tidak Bermesin
0,06
0,04
0,02
0,00
Kemiringan
.
Gambar 36 Grafik perbandingan kapasitas pengangkutan angkong
Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa pada angkong tidak
bermesin kapasitas pengangkutan lebih rendah dibandingkan dengan angkong
bermesin, hal tersebut disebabkan karena kapasitas pengangkutan dipengaruhi
oleh kecepatan maju dari angkong dan keadaan kemiringan lahan.
40
Simpulan
Saran
Perlu dikembangkan lagi mengenai desain bentuk rangka utama agar titik
pusat massa dari angkong bermesin ini berada lebih dekat dengan poros as roda
penggerak sehingga beban angkat yang diterima oleh operator akan lebih ringan.
Perlu dikembangkan lagi proses pengujian yang lebih lanjut perbandingan tenaga
yang dikeluarkan oleh operator selama mengoperasikan angkong tidak bermesin
dan angkong bermesin sehingga perbedaan keuntungan penggunaan angkong
bermesin akan lebih terlihat. Perlu dikembangkan lagi mengenai segi ergonomika
pada prototipe yang telah dibuat agar tidak menimbulkan cidera pada pengguna
angkong bermesin.
41
DAFTAR PUSTAKA
Arisandy IR. 2013. Studi Antropometri dan Gerak Kerja Pemanen Kelapa Sawit
serta Aplikasinya untuk Penyempurnaan Desain Alat Panen (Egrek dan Dodos)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chairunisa Cindy. 2008. Pengelolaan Tenaga Kerja Panen dan Sistem
Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Kebun Mustika PT.Sajang Heulang Minamas Plantation Kalimantan Selatan.
[Skripsi]. Bogor. Agronomi IPB.
Dadin. 2002. Pengelolaan Pemanenan Kelapa Sawit (Elueis Guineensis Jacq.) Di
Kebun Bangun Bandar PT. Socfindo Medan, Sumatera Utara. [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Pertanian IPB.
Fauzi Yan. 2012. Kelapa sawit (Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah,
Analisi Usaha dan Pemasaran). Jakarta: Penebar Sawdaya.
Fitrianov. 2003. Uji Kondensasi Gas Buang pada Motor Bensin dan Diesel.
[Skripsi]. Bogor. Teknik Pertanian IPB.
Monasari Mia. 2006. Analisis Karakteristik Wheelbarrow Berdasarkan Kriteria
Konsumsi Energi dan Resiko Cedera. [Skripsi]. Padang. Jurusan Teknik
Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas
Motor bensin. 2012. [internet]. [diacu 2012 Desember 4]. Tersedia dari:
http://www.radjateknik.com/v1/pi/sfe120-engine-bensin-multi-fungsi.
Nawawi Gunawan. 2001. Daya dan Transmisi Alat dan Mesin Pertanian.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Pahan Iyung. 2008. Panduan Lengkap Kelapa sawit (Manajemen Agribisnis dari
Hulu hingga Hilir). Jakarta: Penebar Sawdaya. 236 hal.
Pramudji MD, Ginanjar, M. Ahmad, C. Basuki, H.Setyobudi, M.Fadzil, dan T.
Haryadi. 2004. Minamas Plantation (Plantation Operation) Standard
Operating Procedure Manual Agronomic Practices–Oil Palm. Member of
Kumpulan Guthrie Berhad. Minamas. Jakarta. 467 hal.
Rachmat Aditya. 2006. Rancang Bangun Tempat Duduk dan Sistem Kendali
Bulldozer Mini Tipe Trek. [Skripsi]. Bogor. Teknik Pertanian IPB
Rusnadi. 2013. Desain Konseptual Mesin Penangkap dan Pengangkut Tandan
Buah Sawit di Dalam Kebun. [Skripsi]. Bogor. Teknik Mesin dan Biosistem
IPB.
Wheelbarrow. 2012. [internet]. [diacu 2012 Desember 4]. Tersedia dari:
http://en.wikipedia.org/wiki/Wheelbarrow.
Siregar Fatah Maulana. 2009. Kajian Teoritis Performasi Mesin Non-stationer
(mobile) Berteknoligi VVT-i dan Non VVT-I. [Skripsi]. Medan. Fakultas
Teknik USU.
Sularso Suga K. 1987. Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin. Jakarta
(ID): PT Pradnya Paramita.
Lampiran
43
Kekuatan Kekuatan
Lambang Kekerasan
Kelompok bahan tarik σb lentur σa
bahan (Brinell)(HB)
(kg/mm2) (kg/mm2)
Besi cor FC 15 15 140-160 7
FC 20 20 160-180 9
FC 25 25 180-240 11
FC 30 30 140 13
Baja Cor SC 42 42 160 12
SC 46 46 190 19
SC 49 49 123-183 20
Baja karbon S25C 45 137-197 21
S30C 48 149-207 -
S35C 52 179-255 26
S40C 62 167-229 -
S45C 58 30
400 (dicelup
Baju panduan
dingin dalam
dengan S15CK 50 30
minyak)
pengerasan kulit
SNC 21 80 600 (dicelup 35-40
SNC 22 100 dingin dalam air) 40-55
Baju khrom nikel SNC 1 75 212-225 35-40
SNC 2 85 248-302 40-60
SNC 3 95 269-321 40-60
Perunggu 18 85 5
Logam delta 35-60 0 10-20
Perunggu fosfor
19-30 80-100 5-7
(coran)
Perunggu nikel
64-90 180-260 20-30
(coran)
Sumber: Sularso & Sugi (1994)
45
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 20 Desember 1990
dari pasangan Ir. Sukanda, M.Si dan Dra. Euis Lilia Rosliani. Penulis adalah putra
kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor
dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti
perkuliahan penulis pernah aktif pada beberapa kegiatan organisasi seperti
anggota Softball Baseball IPB (ORYZA), serta pengurus Engineering Design
Club (EDC TMB-IPB). Bulan Juni – Agustus 2012 penulis melakukan Praktik
Lapangan di PT Kintap Jaya Wattindo, Perkebunan Kintap Banjarmasin
Kalimantan Selatan dengan judul Peran Mekanisasi Pertanian pada Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Kintap Jaya Wattindo, Kalimantan Selatan.