Laporan Desiminasi Awal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN DESIMINASI AKHIR

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK


DI UPTD GRIYA WERDHA JAMBANGAN
PERIODE IV
(11 – 23 FEBRUARI 2019)

DISUSUN OLEH:
PERIODE IV
KELOMPOK C3

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyusun laporan desiminasi awal di UPTD Griya
Werdha Jambangan Surabaya dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan
Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga stase Keperawatan
Gerontik. Penyusunan desiminasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu bersama dengan ini perkenankanlah penyusun untuk mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs., (Hons) selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Pendidikan Profesi Ners.
2. Ibu Rista Fauziningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku penanggung jawab
profesi keperawatan stase keperawatan gerontik dan dosen keperawatan
gerontik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, dan
arahan selama proses penyusunan desiminasi ini.
3. Ibu Septarti Hendartini, S. Sos selaku Kepala UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya yang telah memberikan kesempatan kami untuk
melakukan menyelesaikan profesi keperawatan stase keperawatan gerontik
di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
4. Pembimbing klinik UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya yang telah
memberikan koreksi dan masukan yang membangun.
Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan
kesempatan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya sadari
bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tetapi saya berharap skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, 11 Februari 2019

Penyusun
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Desiminasi Awal Praktik Profesi Keperawatan Gerontik yang


telah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2019 dalam rangka pelaksanaan
Profesi Keperawatan Gerontik.
Telah disetujui untuk dilaksanakan Desiminasi Akhir Praktik Profesi
Keperawatan Gerontik di Griya Werdha Jambangan Surabaya

Disahkan tanggal,
13 Februari 2019

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Rista Fauziningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep Sumariyanah, Amd.Kep


NIP. 198707172015042002

Mengetahui,
Kepala UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya

Septarti Hendartini, S.Sos


NIP. 19660918198901200
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk ‘lansia’ (lanjut usia) adalah kelompok penduduk dengan golongan
usia 60 tahun ke atas (Dewi,2014) Pada lansia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Effendi,2009).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri
hidup dengan episode terminal (Dewi,2014). Menurut WHO, berikut adalah siklus
hidup lansia:
1) Lanjut usia (elderly) dengan usia 60-74 tahun.
2) Lanjut usia (old) dengan usia antara 60-75 dan 90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) dengan usia di atas 90 tahun.
Sedangkan menurut UU no. 13 tahun 1998, yang dimaksud lansia adalah
mereka yang sudah berusia 60 tahun keatas. Terlepas pengertian dan
pengelompokan lansia tersebut di atas sebenarnya ada sisi menarik untuk dikaji
secara sosiologis. Yakni masyarakat secara umum bahwa lansia adalah identik
dengan keluh kesah lantaran tidak ada hal lain yang bisa dilakukan apalagi yang
sifatnya produktif. Terlebih jumlahnya dimana semakin tahun semakin mengalami
peningkatan.
Lansia usia 60-64 tahun di Provinsi Jawa Timur berjumlah 1.582.165 jiwa dan
usia 65 tahun keatas sebanyak 2.901.231 jiwa. Tahun 2015, jumlah penduduk
lansia di kota Surabaya didapatkan sebanyak 187.995 jiwa (Badan Pusat Statistik
Kota Surabaya, 2015).
Menurut Badan Pusat Data Kementerian Komunikasi Dan Informatika, Dirjen
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yanrehsos), Depsos, Makmur Sunusi pada
konperensi pers dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN), Jumat 22 Mei
2009 dikutip pada: http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/ di Jakarta,
jumlah penduduk lansia di Indonesia saat ini sekitar 16,5 juta jiwa dari seluruh
jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa. Jumlah lansia saat ini
sekitar 16,5 juta, termasuk di dalamnya lansia yang masih potensial, dan
jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat.
Jumlah ini adalah jumlah yang sangat mengejutkan apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1980 jumlah lansia masih 7 juta jiwa,
kemudian tahun 1990 naik menjadi 12 juta orang, sedangkan tahun 2000 naik
menjadi 14 juta jiwa. Tahun 2010, katanya, diperkirakan jumlah lansia mencapai
23 juta jiwa, dan tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih dimana semua lansia
yang jumlahnya saat ini sekitar 16,5 juta orang, mendapatkan pelayanan yang
sama, baik yang potensial maupun yang tidak potensial. Namun karena
terbatasnya anggaran, maka diprioritaskan bagi lansia yang non-potensial atau
terlantar.
Meskipun jumlah lansia yang terlayani kurang lebih lima persen dari jumlah
lansia terlantar yang menurut data Pusdatin Kesos tahun 2008 sebanyak 1,6 juta
orang. Pelayanan tersebut dilakukan melalui pusat-pusat pelayanan sosial, panti
jompo, dan lain-lain. Namun panti sosial-panti sosial yang jumlahnya sebanyak
243 unit, baru bisa menampung sekitar 80 ribuan lansia. Sedangkan sebagaimana
dikatahui bahwa penduduk lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan
anggota masyarakat yang semakin tahun semakin mengalami peningkatan dalam
jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Artinya bahwa
peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa dampak terhadap sosial
ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam tata kelola
pembangunan pemerintah. Implikasi yang paling mengganggu adalah implikasi
terkait ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah
peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency).
Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia
lanjut yang kian tahun, kian menunjukkan ketergantungan. Ketergantungan lansia
disebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun
psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-
perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Dengan asumsi tersebut
menopause merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak
menimbulkan permasalahan bagi penduduk lansia.
Peningkatan usia harapan hidup, meningkatkan pula jumlah lansia.
Sayangnya, kondisi mereka masih memprihatinkan. Padahal, lansia memiliki
pengetahuan, pengalaman, kearifan, dan keteladanan yang bisa diwariskan pada
generasi muda. Generasi lansia sekarang adalah generasi yang tidak dipersiapkan
menjadi lansia, seiring irama gegap gempita pembangunan. Semakin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, usia harapan hidup manusia pun
meningkat. Dan, kemampuan manusia menyelesaikan masalah, makin bisa
diandalkan karena berbekal pengalaman hidup yang dilaluinya. Melihat kondisi
yang demikian dengan bercermin kepada lansia bukalah hal yang mengherankan
apabila di antara meningkatnya jumlah penduduk lansia, masih banyak kita temui
lansia yang mampu melaksanakan kegiatan produktif dan bermanfaat bagi
keluarga maupun masyarakatnya.
Secara alami, proses penuaan akan diikuti dengan kemunduran fisik dan
mental sehingga dibutuhkan upaya khusus yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif agar lansia dapat tetap mandiri dan tidak menjadi beban
bagi keluarga dan masyarakatnya. Kalau berbicara idealnya, di hari tua memang
seorang lansia semestinya agak terbebas dari kewajiban untuk bekerja ekstra guna
menghidupi dirinya sendiri. Dengan kondisi fisik yang mulai menurun dan bahkan
acapkali sakit- sakitan, yang namanya lansia semestinya memperoleh layanan dan
perawatan yang memadai, tetapi bagi lansia miskin, waktu untuk beristirahat dan
menikmati kesejahteraan di hari tua tampaknya bukan sesuatu yang mudah
mereka dapatkan. Belum menjadi prioritasnya masalah kebijakan lansia di
Indonesia, memberikan pengaruh terhadap tatanan sosial dalam rumah tangga
serta mengurangi tingkat produktifitas warga usia produktif. Selain itu, hal ini pun
bisa melahirkan berbagai persoalan yang mempengaruhi pemegang
kebijaksanaan. Contohnya, masalah pensiun bagi lansia yang sebelumnya
ditetapkan pada usia 60, kini menjadi 56 tahun dan masih banyak kebijakan di
Indonesia yang belum pro lansia.
Lansia sebagai salah satu siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati,
memerlukan persiapan dan penyesuaian diri untuk memasuki masa-masa lanjut
usia. Adaptasi pada masa lansia ini merupakan suatu proses yang dialami oleh
setiap individu, apabila ia menghadapi hal-hal baru di dalam kehidupannya yang
meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Penurunan fungsi- fungsi
fisik pada lansia ini memerlukan suatu penyesuaian tersendiri, apalagi jika dia
harus pensiun dari pekerjaannya, sehingga merasa terasing dari lingkungan sosial,
karena dianggap tidak lagi mampu memainkan peran sosialnya. Pensiun berarti
juga berkurangnya pemasukan pendapatan bagi lansia, padahal lansia sangat
membutuhkan perawatan kesehatan. Tidak hanya kesehatan, tetapi juga
perumahan dan kebutuhan primer lainnya.
Panti werdha adalah solusi yang ditawarkan untuk mengantisipasi meludaknya
keterlantaran lansia. Yakni panti yang didesain sedimikian rupa untuk ditempati
jika penduduk suatu Negara memasuki masa usia lansia. Panti wredha yang
merupakan tempat untuk memberikan pelayanan kepada lansia. Dalam panti
wredha, lansia diberikan pelayanan utamanya berupa pakaian (sandang), makanan
(pangan), tempat tinggal (papan), dan ruhaniyah, utamanya panti wredha yang
dikelola oleh pemerintah. Terdapat juga panti wredha yang memberikan
pelayanan sekunder (pemanfaatan waktu luang, rekreasi), dan tersier (kawin,
kebutuhan menikmati sisa hidup). Salah satu panti werdha di Surabaya adalah
UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya.
Masalah yang ditemukan oleh kelompok selama praktik di UPTD Griya
Werdha Jambangan antara lain yaitu nyeri kronis, gangguan mobilitas fisik,
gangguan pola tidur, gangguan integritas kulit, distress spiritual dan resiko jatuh.
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya Angkatan A14 akan melaksanakan program guna
menatalaksanai masalah yang terjadi di UPTD Griya Werdha Jambangan
diantaranya pembuatan minyak aromaterapi citrus, ROM, senam anti stroke dan
pembinaan tata cara ibadah.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan terhadap klien usia lanjut secara profesional
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan di UPTD Griya Werdha
Jambangan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian di UPTD Griya WerdhaJambangan.
b. Mengidentifikasi rnasalah kesehatan yang timbul pada klien lanjut usia
yang tinggal di lingkungan UPTDGriya WerdhaJambangan, baik yang
bersifat aktual, potensial dan resiko.
c. Menetapkan rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi rnasalah yang
terjadi pada lanjut usia yang tinggal di UPTD Griya Werdha Jarnbangan.
d. Mengimplementasikan tindakan keperawatan sesuai rencana yang dibuat.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
f. Menyampaikan hasil evaluasi dan rekomendasi program yang dapat
diimplementasikan di UPTD Griya Werdha Jambangan
1.3 Manfaat
Manfaat kegiatan praktik keperawatan gerontik antara lain:
a. Bagi lanjut usia di UPTD Griya Werdha
1) Lansia mendapat pelayanan keperawatan sesuai kebutuhannya
2) Lansia rnendapatkan penjelasan tentang kesehatannya.
3) Lansia mengetahui masalah kesehatan yang dideritanya.
4) Lansia merasa aman, nyaman dan bahagia di usianya.
b. Bagi Institusi UPTD Griya Werdha
1) Dapat rnengembangkan model asuhan keperawatan pada lansia yang
tinggal di UPTD Griya Werdha.
2) Mendapatkan masukan masalah kesehatan tentang lansia, situasi
UPTD Griya Werdha, dan alternatif pelayanan.
3) Mendapatkan rekomendasi program yang dapat diimplementasikan di
UPTD Griya Werdha
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Lansia


Lanjut usia adalah suatu tahapan di dalam proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan fungsi tubuh akibat ketidakmampuan penyesuaian terhadap
stressor di lingkungan (Pudjiastuti, 2002).
Lansia adalah tahap terakhir dalam kehidupan yang dimulai dari usia 60 tahun
(Dewi, 2014). Lansia adalah konsisi dimana individu tidak mampu beradaptasi
dengan stress fisiologis (Effendi, 2009). Ketidakmampuan adaptasi ini
berhubungan dengan turunnya kemampuan hidup dan meningkatnya kerentanan
seseorang (Hawari, 2001).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah kondisi penurunan
fungsi tubuh akibat kegagalan penyesuaian tubuh dengan stressor yang biasanya
terjadi pada individu dengan usia minimal 60 tahun.

2.2 Klasifikasi Lansia


Berikut ini adalah pengelompokan usia pada lansia yang dikutip dari Nugroho
(2000).
Menurut WHO, berikut adalah siklus hidup lansia:
1) Usia pertengahan (middle age) dengan usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) dengan usia 60-74 tahun.
3) Lanjut usia (old) dengan usia antara 60-75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) dengan usia di atas 90 tahun.
Menurut Dra. Ny. Jos Masdani, berikut adalah fase kedewasaan:
1) Fase iuventus (usia antara 25-50 tahun)
2) Fase verilitas (usia antara 40-50 tahun)
3) Fase presenium (usia antara 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia antara 65 tahun hingga meninggal)
Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, berikut adalah
pengelompokan usia dalam tahap kehidupan manusia:
1) Masa bayi (usia 0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
3) Masa sekolah (6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa dewasa (20-40 tahun)
6) Masa setengah umur atau prasenium (usia 40-65 tahun)
7) Masa lanjut usia atau senium (usia mulai dari 65 tahun ke atas)
Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro menyatakan pengelompokan lansia
sebagai berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu individu berusia 18/20-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years/maturity) yaitu individu berusia 25-60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu individu berusia lebih dari 65/70 tahun.
Geriatric age dibagi menjadi 2 yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80
tahun), dan very old (lebih dari 80 tahun).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan
Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses penuaan
menurut Siti Bandiyah (2009):
1) Hereditas atau Genetik
DNA akan mempengaruhi pengendalian sel di dalam tubuh individu semasa
hidupnya.
2) Nutrisi
Reaksi kekebalan tubuh sangat dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi.
3) Status Kesehatan
Penyakit yang diderita di masa tua bukan hanya bisa terjadi karena proses
penuaan, tetapi juga dapat terjadi karena pengaruh stressor dan lingkungan.
4) Pengalaman Hidup
Pengalaman individu di dalam hidupnya dan bagaimana individu menjalani
kehidupannya akan mempengaruhi masa tuanya. Termasuk di dalamnya
adalah gaya hidup yang dipilih individu. Gaya hidup akan mempengaruhi
resiko-resiko yang akan timbul saat individu memasuki masa lansia.
5) Lingkungan
Manusia adalah makhluk holistik sehingga hidupnya dipengaruhi oleh hal-
hal di sekitarnya. Lingkungan adalah salah satu hal yang mepengaruhi
kehidupan manusia dan metabolisme di dalam tubuh.
6) Stress
Stress dipengaruhi oleh tingginya hormon kortisol yang diakibatkan oleh
gangguan regulasi tubuh pada lansia dengan frailty.

2.4 Teori Penuaan


Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007),
yaitu:
a. Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan
(overuse) dan disalahgunakan (abuse).
b. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh
yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang
dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
c. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup
kita telah ditentukan secara genetik.
d. Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang
waktu.Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas
tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu
molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya
satu elektron pada molekul lain.
2.5 Tahapan Proses Penuaan
Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut
(Pangkahila, 2007):
a. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar,
karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
b. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa
tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai
merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
c. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata,
sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
2.6 Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia
a. Perubahan Fisik pada Lansia
Seiring dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia maka akan
timbul berbagai permasalahan. Berikut ini adalah masalah-masalah yang dapat
terjadi pada lansia menurut Siti Bandiyah (2009):
1) Sel
Jumlah sel pada lansia akan berkurang, sementara ukurannya akan menjadi
lebih besar. Kondisi sel ini akan berakibat pada berkurangnya cairan tubuh
dan intraseluler. Selain itu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan
hati juga akan menurun. Jumlah sel di otak juga akan berkurang, sementara
itu akan terjadi gangguan mekanisme perbaikan sel dan otak akan
mengalami atrofi.
2) Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan pada lansia akan mengalami kekakuan pada ototnya
sehingga mengakibatkan ekspansi paru tidak maksimal dan volume udara
saat inspirasi tidak adekuat. Gejala yang dapat diamati dari masalah ini
adalah napas lansia menjadi lebih cepat dan dangkal. Aktivitas silia juga
akan mengalami penurunan sehingga reflek batuk pada lansia akan
berkurang. Sangat mungkin terjadi penumpukan sekret di dalam sistem
pernapasan lansia sehingga dapat meningkatkan resiko obstruksi karena hal
tersebut. kondisi alveoli yang akan semakin melebar dan mengalami
penurunan kemampuan recoil akan mengganggu proses difusi sehingga
menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang beredar dalam sirkulasi.

3) Sistem Persarafan
Terdapat perubahan pada sel tubuh yang semakin mengecil ukurannya.
Perubahan ini juga dapat terjadi pada sel saraf. Pengecilan ukuran yang
terjadi pada sel saraf dapat mengakibatkan gangguan pada proses
penghantaran stimulus ke otak untuk diproyeksikan. Dampak dari gangguan
ini adalah terjadinya penurunan fungsi pada saraf pancaindera sehingga
berkurangnya penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasa serta
peningkatan sensitifitas terhadap perubahan suhu pun dapat ditemui.
4) Penglihatan
Penglihatan lansia akan mengalami penurunan lapang dan luas panjang.
Kornea pada lansia cenderung lebih bulat (sferis) dan akan lebih sulit bagi
lansia untuk melihat dengan cahaya yang minimal bahkan gelap. Lensa juga
akan menjadi lebih keruh hingga dapat ditemukan katarak.
5) Pendengaran
Lansia akan mengalami gangguan pendengaran (presbiakusis). Kemampuan
pendengaran yang terganggu adalah pada telinga dalam sehingga lansia
akan sulit mendengarkan nada tinggi dan suara yang tidak jelas sehingga
akan menyulitkan lansia dalam memahami kata-kata. Selain itu, adanya
penumpukan serumen yang mudah mengeras karena adanya keratin juga
mempengaruhi hal tersebut. membran timpani akan mengalami atropi yang
berakibat pada timbulnya resiko otosklerosis.

6) Pengecap dan Penghidung


Kemampuan mengecap dan membaui pada lansia akan menurun. Hal ini
berakibat pada berkurangnya nafsu makan pada lansia yang mengakibatkan
kebutuhan nutrisi lansia kurang tercukupi.
7) Peraba
Perubahan pada sel saraf lansia akan menyebabkan indera peraba lansia
mengalami penurunan fungsi. Lansia akan kurang peka terhadap tekanan,
panas, dan dingin. Selain itu, lansia akan kurang sensitif terhadap sensasi
nyeri.
8) Sistem Kardiovaskuler
Kemampuan jantung dalam memompakan darah ke seluruh tubuh akan
berkurang 1% sejak individu berusia 21 tahun. Hal ini menyebabkan
sirkulasi terutama ke pembuluh darah perifer menjadi kurang optimal
sehingga kadaar oksigen yang diterima oleh sel juga berkurang sehingga
lansia juga dapat sering mengalami hipotensi orthostatik. Selain itu, katup
jantung menjadi lebih kaku dan elastisitas pembuluh darah juga akan
berkurang.
9) Sistem Genitalia Urinaria
Ukuran ginjal akan mengecil dan nefron akan mengalami atrofi. Hal ini
akan mengganggu proses di ginjal sehingga GFR akan menurun hingga
50%. Biasanya akan ditemukan proteinuria. Selain itu, berat jenis urin akan
menurun. Otot vesika urinaria akan melemah dan kapasitasnya menurun
sehingga lansia akan menjadi lebih sering berkemih. Pada lansia laki-laki
cenderung mengalami retensi urin karena vesika urinaria sulit untuk
dikosongkan dan akan mengalami pembesaran prostat sejak berusia 65
tahun hingga mencapai 75%.
10) Sistem Endokrin
Lansia akan mengalami penurunan produksi hormon secara hampir
keseluruhan. Kelenjar pituitary akan memproduksi hormon dalam jumlah
yang lebih sedikit untuk diedarkan melalui pembuluh darah. Aktivitas
kelenjar tiroid juga akan mengalami penurunan. Produksi aldosteron juga
akan menurun. Begitu pula pada hormon estrogen, progesteron, dan
testosteron. Defisiensi hormonal yang terjadi hampir secara keseluruhan ini
akan menimbulkan resiko terkena hipotiroidisme, depresi sumsum tulang
belakang, serta penurunan kemampuan pengendalian stress atau depresi.
11) Sistem Pencernaan
Kesehatan dan gizi yang buruk akan mengakibatkan periodontal disease
sehingga akan mengganggu proses makan. Kemampuan indra pengecap
yang menurun akibat atrofi, adanya iritasi kronis pada selaput lendir, dan
menurunnya sensitivitas saraf pengecap juga sangat berpengaruh terhadap
kondisi malnutrisi pada lansia. Selain itu, asam lambung akan menurun,
esofagus melebar, peristaltik usus lemah yang berakibat pada konstipasi,
dan melemahnya fungsi absorbsi juga akan terjadi. Sementara itu, liver
semakin mengecil dan aliran darahnya akan berkurang.
12) Sistem Muskuloskeletal
Diskus intervertebralis akan memendek dan tulang menjadi lebih rapuh
sehingga akan berakibat pada deformitas tulang (perubahan postur hingga
resiko fraktur). Persendian akan menjadi lebih besar dan kaku sehingga
lansia memiliki keterbatasan untuk mobilisasi.
13) Sistem Integumen
Kulit akan menjadi keriput, lebih kering, dan kurang elastis akibat
berkurangnya cairan dan adiposa. Terjadi penurunan produksi keringat
sehingga lansia akan mudah merasa panas. Aliran darah ke sistem
integumen juga akan menurun sehingga berakibat pada kondisi kulit yang
akan tampak pucat dan menghambat proses penyembuhan luka. Bintik-
bintik hitam juga akan tampak akibat sel-sel yang memproduksi pigmen
menurun. Rambut akan berhenti tumbuh setelah individu berumur 60 tahun.
Kuku tagan dan kaki akan menjadi lebih tebal namun rapuh. Selain itu, suhu
tubuh akan menurun karena metabolisme yang lebih tinggi serta reflek
untuk menggigil akan berkurang.
14) Sistem Reproduksi
Ovarium dan uterus pada wanita akan mengecil serta akan terjadi atrofi
vulva dan payudara. Selain itu, selaput vagina akan mengering, elastisitas
berkurang, dan permukaannya akan menjadi lebih halus. Sedangkan pada
laki-laki, testis masih dapat memproduksi namun secara terus-menerus
berkurang. Sementara dorongan seksual akan terus ada hingga berusia di
atas 70 tahun jika lansia memiliki kondisi kesehatan yang baik.
15) Perubahan Mental
Perubahan mental pada lansia dapat dipengaruhi oleh perubahan fisik,
kondisi kesehatan secara umum, tingkat pendidikan, hereditas, lingkungan,
tingkat kecerdasan, dan kenangan (kenangan jangka panjang maupun jangka
pendek).
16) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial dapat terjadi karena lansia mengalami pensiun
sehingga akan kehilangan sumber finansial sehingga pemasukan berkurang,
kehilangan status atau jabatan, kehilangan teman, kehilangan pekerjaan dan
kegiatan, mulai memikirkan tentang kematian (sense of awareness of
mortality).
b. Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat
perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
1) Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan
ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang dapat
memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya: a) merasa tidak
adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari suami atau istri, dan
atau anaknya; b) kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi
dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan
teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena
tidak mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks
hidupnya; c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan
hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
2) Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya
bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia
yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi kematian ternyata
memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua
adalah lansia yang cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut
akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang
belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada
yang menolong saat sekarat nantinya.
3) Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah: a) jenis kelamin, dimana
angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi dibandingkan lansia
laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan
stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang
keputusasaan yang dipelajari; b) status perkawinan, dimana lansia yang
tidak menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami
depresi, hal tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak
kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari
orang terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan kesendirian; dan c) rendahnya dukungan sosial.
2.7 Tipologi Lansia
Ada beberapa macam tipologi menurut Sunaryo et al. 2015 pada lansia antara
lain:
a. Tipe mandiri: pada tipe ini laiisia tersebut akan mencoba kegiatan-kegiatan
baru selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan.
b. Tipe tidak puas: pada tipe ini lansia cenderung memiliki adanya konflik
lahir batin. lansia tipe ini biasanya akan menentang proses penuaan dan
tidak menerima jika adanya perubahan dalam nilai kecantikan, daya tarik
jasmani, kekuasaan, status, teman yang disayangi. Pada lansia tipe ini akan
mudah memiliki sifat yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
c. Tipe pasrah: lansia dengan tipe pasrah cenderung menerima danmenunggu
akan nasib yang baik. Lansia tipe ini biasanya lebih aktif dalam kegiatan
beribadah dan suka beraktivitas.
d. Tipe bingung: pada tipe ini lansia cendening memiliki sifat yang mudah
kaget, menarik diri, minder, merasakan penyesalan, pasif, dan acuh
2.8 Masalah Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usiamenurut Setiabudi T (1999) antara lain:
a. Permasalahan umum
1) Makin besar junilah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga aliggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan khusus:
1) Berkurangnya interaksi sosial lanjut usia.
2) Rendahnya produktifïtas lansia.
3) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
4) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
5) Adanya dampak negatif dan proses pembangunan yang dapat
mengganggukesehatan fisik lansia
6) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun social
2.9 Sindrom Geriatri 14i
Untuk memahami pasien geriatric, Kane & Ouslander merumuskannya dalam
Geriatric Giants (14 I) yaitu:
a. Immobility (imobilisasi), adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed
rest) selama 3 hari atau lebih. Kondisi ini sering dijumpai pada lansia
akibat penyakit yang dideritanya seperti infeksi yang berat, kanker, selain
akibat penyakit yang diderita, imobilisasi juga sering ditemukan pada
lansia yang “dikekang” untuk melakukan segalanya sendiri oleh keluarga
yang merawatnya, sehingga ia hanya tidur dan duduk, atau juga ditemukan
pada lansia yang “manja”. Banyak gangguan yang dapat ditimbulkan
akibat imobilisasi seperti ulkus dekubitus (koreng pada punggung karena
luka tekan dan sulit disembuhkan) dan ulkus-ulkus di permukaan tubuh
lainnya, trombosis vena (bekuan darah pada pembuluh darah balik) yang
dapat menyumbat aliran darah (emboli) pada paru-paru yang berujung
pada kematian mendadak.
b. Instability (instabilitas) dan jatuh, dapat terjadi akibat penyakit
muskuloskeletal (otot dan rangka) seperti osteoartritis, rematik, gout, dsb.,
juga dapat disebabkan oleh penyakit pada sistem syaraf seperti Parkinson,
sequellae (penyakit yang mengikuti) stroke. Akibat dari instabilitas dan
jatuh ini dapat berupa cedera kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam
kepala), patah tulang, yang dapat berujung pada kondisi imobilisasi.
c. Incontinence (inkontinensia) urine dan alvi. Inkontinensia adalah kondisi
dimana seseorang tidak dapat mengeluarkan “limbah” (urin dan feses)
secara terkendali atau sering disebut ngompol. Inkontinensia dapat terjadi
karena melemahnya otot-otot dan katup, gangguan persyarafan, kontraksi
abnormal pada kandung kemih, pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna seperti yang terjadi pada hipertrofi (pembesaran) prostat,
sedangkan pada inkontinensia alvi dapat terjadi akibat konstipasi, penyakit
pada usus besar, gangguan syaraf yang mengatur proses buang air,
hilangnya refleks anal.
d. Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya
tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot
polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf
sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres,
fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, kolitis.
e. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh), banyak hal
yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut
seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T)
meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8)
karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga
dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang
menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan zat asing
yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama terjadi pada
respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala
mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap
agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi
besar pada pasien lansia.
f. Infection (infeksi), salah satu manifestasi akibat penurunan sistem
kekebalan tubuh dan karena kemampuan faali (fisiologis) yang berkurang.
Sebagai contoh, agen penyebab infeksi saluran pernafasan dapat
dikeluarkan bersama dahak melalui refleks batuk, tetapi karena
menurunnya kemampuan tubuh, agen tersebut tetap berada di paru-paru.
Selain itu, pada pasien usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak
seperti pada orang dewasa-muda. Pada pasien lansia, demam sering tidak
mencolok, bahkan dalam keadaan sepsis beberapa menunjukkan
penurunan temperatur - hipotermia - bukan demam. Contoh lain pada
pneumonia, gejala yang tampak bukan demam, batuk, sesak nafas, dan
leukositosis (jumlah sel darah putih meningikat) melainkan nafsu makan
turun, lemah, dan penurunan kesadaran, gejala inilah yang umumnya
tampak pada penyakit infeksi pada lansia, ditambah dengan inkontinensia
dan jatuh (akibat penurunan kesadaran). Sehingga terkadang pasien
dengan infeksi yang datang ke instalasi gawat darurat karena penurunan
kesadaran atau jatuh disalah-artikan sebagai serangan stroke.
g. Iatrogenics(iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat
tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah
sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati
sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati
juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.
h. Intellectual impairment (Intelektual menurun) dan demensia, banyak hal
yang terkait dengan terjadinya penurunan fungsi intelektual dan kognitif
pada usia lanjut. Mulai dari menurunnya jumlah sel-sel syaraf (neuron)
hingga penyakit yang berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes
melitus dan gangguan hati dimana semua metabolisme terjadi disini. Otak
adalah organ yang sangat tergantung pada glukosa sebagai sumber energi
sehingga pada diabetes melitus -terjadi gangguan metabolisme glukosa-
pasokan energi untuk otak terganggu. Selain diabetes, hipertensi juga
mempengaruhi fungsi otak karena sirkulasi darah ke otak terganggu,
gangguan respirasi seperti Chronic Obstructive Pulmonary Disease/
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (COPD/PPOM) juga dapat
menurunkan jumlah oksigen ke otak. Penyebab lain penurunan fungsi
intelektual adalah iatrogenesis.
i. Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut
adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien
akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat
melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan.
j. Impairment of vision and hearing (gangguan peglihatan dan
pendengaran), gangguan penglihatan disebabkan oleh mengendornya otot
dan kuit kelopak mata, perubahan sistem lakrimal (air mata), proses
penuaan pada kornea (organ yang menerima rangsang cahaya), penurunan
produksi aqueous humor, perubahan refraksi, perubahan struktur dalam
bola mata, katarak, dan glaukoma. Sedangkan gangguan fungsi
pendengaran dapat terjadi karena, penurunan fungsi syaraf-syaraf
pendengaran, perubahan organ-organ di dalam telinga. Penurunan fungsi
kedua panca indera ini mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia,
sehingga akibat lainnya adalah penderita terisolasi atau mengisolasi diri.
k. Inanition (malnutrisi), diakibatkan oleh pengaruh perubahan faal organ-
organ pencernaan seperti air liur, atrofi kuncup kecap, penurunan syaraf-
syaraf penciuman dan pusat haus, gangguan menelan karena otot yang
melemah, Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD), sekresi HCl yang
meningkat, penurunan aktivitas enzim, dsb. Banyak penyakit yang dapat
timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi, selain itu
lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi makanan-
makanan yang dapat memperburuk keadaan lansia tersebut. Banyaklah
mengkonsumsi sayur, buah dan air, serta mineral-mineral seperti besi,
yodium dan kurangi konsumsi minyak, lemak dan kolesterol.
l. Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit
juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan
hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga
dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat
menjadi penyebabnya.
m. Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual
pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti
gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena
terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada gangguan vaskuler
seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat
menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab
lainnya adalah depresi.
n. Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik
untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang
lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang
harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang
yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja,
membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun”. Selain masalah finansial,
pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun
berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
2.10 Kebutuhan Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuban manusia pada umumnya. yaitu
kebutuhan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial mencakup beberapa aspek yaitu hubungan dengan orang lain.
Hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan
dengan organisasi sosial. Berikut penjelasan kebutuhan lansia:
a. Kebutuhan utama
1) Kebutuhan biologis/fïsiologis: seperti makanan yang bergizi,
kebutuhan pakaian, perumahan/tempat berteduh dan kebutuhan seksual
2) Kebutuhan ekonomi: berupa penghasilan yang memadai atau
kreatifitas yang bisa menghasilkan
3) Kebutuban kesehatan fisik, mental, perawatan dan pengobatan
4) Kebutuhan psikologis: berupa kasih sayang. adanya tanggapan dan
orang lain. ketentraman. merasa berguna. memiliki jati diri, serta status
yang jelas
5) Kebutuhan social: berupa peranan dalam hubungan dengan orang lain,
hubungan pribadi dan selain keluarga, teman teman sebaya, dan
hubungan dengan organisasi sosial
b. Kebutuhan sekunder
1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang
3) Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi dan
pengetahuan
4) Kebutuhan yang bersifat politis yaitu meliputi status,
perlindunganhukum. partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan -
kegiatan kemasyarakatan
5) Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual
2.11 Perawatan dan Pelayanan untuk Lansia
Merujuk pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi lansia, lansia
memerlukan pelayanan yang terkait dengan masalah dan kebutuhan mereka,
meliputi: pelayanan dasar, pelayanan kesehatan, pelayanan yang terkait dengan
kondisi sosial emosional, psikologis, dan finansial. Jika merujuk pada Peraturan
Menteri Sosial No. 19 tahun 2012 telitang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut
Usia.pada pasal 7 tercantum bahwa pelayanan dalam panti dilakukan clengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan, dan terpenuhinya
kebutuhan dasar lanjut usia. Adapun pelayanan yang diberikan dalam panti,
meliputi: 1) pemberian tempat tinggal yang layak: 2) jaminan hidup berupa
makan, pakaian. pemeliharaan kesehatan: 3) pengisian waktu luang teniiasuk
rekreasi: 4) bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama dan pengurusan
pemakaman atau sebutan lain.
a. Tempat tinggal yang layak bagi lansia adalah yang bersih, sehat, aman,
nyaman, dan memiliki akses yang mudah pada fasilitas yang dibutuhkan
lansia. Sehinggadengan kondisi kemampuan fisiknya yang makin menurun
masih memungkinkandapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan
aman, dan tidak sangat tergantung pada orang lain. Umumnya lanjut usia
dihadapkan pada masalahhunian sebagai berikut: lokasi kamar yang
berjauhan dengan lokasi kamar mandi, keadaan kamar mandi yang kurang
mendukung, penggunaan tangga. Permukaanlantai yang tidak rata. dan
alur sirkulasi hunian terhadap fasilitas lingkungankurang menunjang.
Tempat tinggal yang layak bagi lansia adalah yang lapang dan barrier free.
Hal ini sangat bermanfaat bagi lansia, terutama dalampergerakan dan
aksesibilitas dalam rumah, bahkan ketika mereka harusmenggunakan kursi
roda. Kumniadi (2012) merinci karakterik rumah yang ramah lansia.
Secara garis besar. terbebas dan tangga dan lantai yang tidak rata atau
licin, pencahayaan yang baik, kamar mandi dekat dengan kamar dan
memungkinkankursi roda dapat masuk, dan aman karena mereka kurang
mampu melindungidirinya terhadap bahaya. Kondisihunian di dalam panti
pun seyogyanya memperhatikan kebutuhan lansia tersebut
b. Para lansia seyogyanya mendapatkan makanan yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Oleh karena itumakanan untuk lansia sebaiknya dikontrol
atas rekomendasi ahli gizi. Ahli gizi berkerjasama dengan dokter untuk
mengetahui kondisi kesehatan lansia atau jenis penyakit yang diderita,
untuk menentukan apa yang boleh atan tidak boleh dimakan. Dengan
demikian, makanan untuk masing-masing lansia kemungkinan berbeda
dengan cara mengolah. Pakaian yang digunakan sebaiknya bersih, layak
dan nyaman dipakai.Untuk pemeliharaan kesehatan seyogyanya terdapat
fasilitaskesehatan berupa poliklinik yang buka 24 jam dan memberikan
pelayanan kegawat daruratan yang mudah diakses. Apabila dirujuk,
tersedia fasilitas ambulans yang siap setiap saat. Biasanya diperlukan
fasilitas fisioterapi.
c. Pemanfaatan waktu luang merupakan suatu upaya untuk memberikan
peluang dan kesempatan bagi lansia untuk mengisi waktu luangnya
dengan berbagai kegiatan atau aktivitas yang positif, bermakna, dan
produktif bagi dirinya maupun orang lain. Kegiatan-kegiatan yang mereka
lakukan sesuai dengan minat bakat, dan potensi yang mereka miliki
(Annubawati. 2014). Tidak hanya sekedarmengisi waktu luang tetapi
sesuatu yang menyenangkan, akan lebih baik jikaproduktif: sehingga dapat
berfungsi sebagai terapi masalah psikososial dan emosional yang mungkin
dialami oleh lansia. Demikian juga dengan kegiatan rekreasi, seyogyanya
tidak hanya menyenangkan tetapi merupakan kesempatan untuk
berinteraksi dengan lingkungan di panti sehingga mereka merasa
tidakterisolasi tetapi masih terhubung dengan lingkungan di sekitarnya.
d. Bimbingan mental dan agama lebih ditujukan untuk mengatasi masalah
emosional dan psikologis. Berdasarkan informasi dan Tim Kajian Bentuk
Pelayanan Lanjut Usia di Daerah Istiniewa Yogyakarta, banyak lansia
yang tinggal di panti werdha yang kesepian, sedih, menarik diri dan
pergaulan dan kegiatan, pasif, murung, mengalami emosi negative,
bermusuhan dengan sesama penghuni panti, dan sebagainya. Untuk
membantu mengatasi niasalah tersebut kegiatan bimbingan mental dan
keagamaan melalui kegiatan konseling dapat membantu mereka,
sementara itu, bimbingan sosial lebih ditujukan untuk mengatasi masalah
relasisosial dengan keluarga atan lingkungan sosialnya. Terkait dengan
pelaksanaan bimbingan sosial di panti werdha. Tim Kajian Bentuk
Pelayanan Lansia di DIY (2014) menemukan bahwa di panti werdha ada
kecenderungan pelayanan bimbingan sosial ini relatif sama dengan
bimbingan psikologis: belum diarahkan untuk memfasilitasi interaksi atau
komunikasi antar penghuni panti sosial maupun dengan warga masyarakat
lainnya. Masalah relasi sosial seringkali menjadi penyebab atau saling
mempengaruhi dengan masalah emosional dan psikologis, sehinga
memperbaiki relasi sosial dengan keluarga atau lingkungan sosial lainnya
akan membantu memecahkan masalah emosional dan psikologis juga
e. Pelayanan bagi lansia dalam panti diberikan sampai dengan lansia
meninggal. Pelayanan yang diberikan menipakan perawatan jangka
panjang (Long-Term care).Oleh karena itu, pelayanan pengurusan
pemakaman pun turut menjadi tanggung jawab panti.sesuai dengan agama
yang dianutnya masing-masing.
2.12 Peran dan Tanggung Jawab Perawat Gerontik
Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua
macam. yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum
yaitupadaberbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas,
dengan menyediakan perawatan kepada individu clan keluarganya (Hess, Touhy,
& Jett,2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja
samadengan para ahli dalam perawatan kiien mulai dan perencanaan hingga
evaluasi.
Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik
spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat
gerontik pe1aksana, geriatric nurse practirioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat
klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus,
dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan
bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan
jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan
peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status
kesehatan klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori,
fasilitas jangka panjang, dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan
peran perawat gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki
peran, diantaranya:
a. Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah
sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka
panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat
rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu memahami
tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut
termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan
perawatan di akhir hidup
b. Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien
dengan metode evidence based practice. Penelitian dilakukan dengan
mengikuti literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan penelitian
yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada level
undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu
melakukan pengumpulan data
c. Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi
perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan
memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan melaksanakan
program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit.
Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas
hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam
pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan jangka
panjang lainnya
d. Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering
terjadi di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil
berdasarkan umur seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang
tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat
termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi
member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat,
meskipun di dalam situasi yang sulit
e. Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi
konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus
mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres
untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat
juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk mengurangi risiko
penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia,
bahkan kanker
f. Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh
kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga
berperan sebagai innovator yakni dengan mengembangkan strategi untuk
mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk
mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g. Manajer Kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi
penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit.
Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan
berbagai perawatan yang berbeda.
2.13 Profil Panti Werdha
UPTD Griya Werdha Jambangan merupakan panti yang dikelola oleh Dinas
Sosial Pemerintah Surabaya, dan terletak di jalan Jambangan Baru Tol 15A,
Jambangan, Surabaya.UPTD Griya Werdha Jambangan diresmikan oleh Walikota
Surabaya Tri Rismaharini pada bulan Januari 2017.
Panti werdha ini ditujukan untuk warga Surabaya lanjut usia (umur 60 tahun
ke atas) yang tidak mampu secara ekonomi/miskin, terlantar, tidak mempunyai
keluarga. Persyaratan untuk masuk ke panti ini yaitu lansia miskin terlantar
berusia 60 (Enam puluh) tahun ke atas yang telah terjaring dalamkegiatan
razia/penertiban terpadu dan telah ditampung di Liponsos Keputih atau yang
lansia miskin terlantar yang ditemukan oleh pihak masyarakat atau pemangku
wilayah, pria/wanita minimal usia 60 tahun, sehat jasmani dan rohani, dan dapat
mengisi berkas administrasi dengan lengkap. Jika setelah disurvei lansia
memenuhi syarat-syarat barulah lansia dapat tinggal di Griya Werdha
Jambangan.Panti ini memiliki kapasitas lansia yaitu 150 orang, sekarang masih
terisi sekitar 146 orang. Bangunan Panti merupakan bangunan permanen dengan
dinding tembok, lantai keramik, atap genteng, ventilasi dan pencahayaan cukup.
1) Visi Panti Werdha Jambangan: Melayani dengan Hati menuju Lansia
Sejahtera dan Bermartabat
2) Misi Panti Werdha Jambangan:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan mental social dalam suasana
kenyamanan,ketentraman dan kebahagiaan.
b. Mengembalikan fungsi social lanjut usia miskin, terlantar, menjadi
manusia seutuhnya yang bermartabat.
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian dan peran masyarakat terhadap
lanjut usia miskin dan terlantar di lingkungannya.
3) Tujuan Panti Werdha Jambangan:
a. Para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tenteram dan
sejahtera
b. Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani.
c. Terciptanya jaringan kerja pelayanan lanjut usia.
d. Terwujudkan kualitas pelayanan.
6) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia di Panti Griya Werdha yaitu :
(1) Pos Satpam (14) Parkiran
(2) Ruang makan (15) Musolah
(3) Kamar Melati (16) Kamar Wijaya Kusuma
(4) Kamar Tulip (17) Kamar Kamboja
(5) Laundry (18) Toilet
(6) Kamar Kenanga (19) Ruang Perawatan
(7) Ruang Seketariatan (20) Ruang Mahasiswa
(8) Gudang (21) Kamar Seruni
(9) Kamar sedap malam (22) Kamar Dahlia
(10) Kamar Bougenvile (23) Kamar Sakura
(11) Kamar Teratai (24) Kamar Anggrek
(12) Kamar Mawar (25) Kamar Lavender
(13) Lapangan (26) Taman
7) Kegiatan dalam Panti
(1) Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (daily living)
(2) Pemeriksaan status Gizi (BB dan TB)
(3) Pengukuran tekanan darah
(4) Pemeriksaan GDA, Asam Urat, dan Kolesterol
(5) Rujukan ke Puskesmas KebonSari, RSUD Dr. Soewandi, RS. MM, RSU
Haji, dan RSUD Dr. Soetomo
(6) Penyuluhan dari Posyandu dan Mahasiswa Praktek di UPTD Driya
Werdha
(7) Pemberian Makanan 3x sehari dan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
(8) Kegiatan Olahraga : senam dan jalan-jalan
(9) Kegiatan Rekreasi diadakan 1 tahun sekali
(10) Bimbingan Keagamaan
8) Hubungan Lintas Program dan Sektoral
(1) Lintas Program
1) Bidang Kesehatan (Puskesmas KebonSari, RSUD Dr. Soewandi, RSU
Haji, RS. MM, dan RSUD Dr. Soetomo).
2) Sekolah / Perguruan Tinggi / Akademi dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan dan sebagai pusat informasi masyarakat.
3) Keamanan (LINMAS).
(2) Lintas Sektoral
Saat ini UPTD Griya Werdha Surabaya sedang membuka kerjasama
seluas-luasnya untuk mencapai visi dan misi.
9) Distribusi Pendanaan
(1) Swadana : Pendanaan berasal dari APBD II Pemkot Surabaya

24
10) Struktur organisasi “UPTD Griya Werdha Surabaya” adalah sebagai
berikut:
Ka.UPTD Griya Werdha
& Babat Jerawat
Septarti Hendartini
S.Sos
Kasub Bag TU

Koor.Sekretariat Koor. Bimbingan Koor.Juru Koor. Keamanan Koor. Koor.


& Bendahara mental masak Catur Amirul Kebersihan Pendamping/
Murtiari Alamul Huda Pujiatun Dwi Mujianto perawat

Adm Barang Penerimaan Administrasi Ketua


& Gudang barang Hanif Koordinator
Dhea.R Suminto Sumariyanah

Wakil Ketua Bendahara


Bagus Ariwati S

Koor. Program Koor. Obat & Koor. Adm.Lansia Koor. BK.Perawat


Oki S.N.C Alkes Ana. P.H & mahasiswa
Nasiatul.K Zakaria

Koor. Humas
Lusiana. E.P Koor. Adm Perawat
Noky. A

SDM yang ada di “UPTD Griya Werdha Surabaya” ada 56 pegawai dengan
perincian sebagai berikut:
1. Tenaga PNS
a. Kepala UPTD : 1 orang
b. Staff : 2 orang
2. Tenaga Honorer
a. Perawat : 26 orang
b. Admin : 2 orang
c. Keamanan : 5 orang
d. Bimbingan Mental/ Rohani : 2 orang
e. Juru Masak : 4 orang
f. Petugas Kebersihan : 9orang

25
Denah UPTD Griya Werdha Jambangan

Pos satpam
dan parkiran

Dapur, ruang makan dan aula Mushola dan tempat


wudhu

Lapangan Kamar Melati


Kamar
Sakura
Kamar Teratai
Kamar Wijaya
Kamar Kusuma
Bougenvi
Kamar Mawar
lle Kamar Tulip

Kamar
Kamar Gazebo
Dahlia Kamar
Anggrek
Kamboja
Kamar Kamar Taman dan Kolam ikan
Sedap Laundry dan
Lavender
Malam toilet

Kamar Kamar Ruang Ruang Ruang Ruang Kamar


Seruni Matahari Kebersih Mahasis Sekretari Perawat Kenanga
an wa at
Gudang

26
11) Kegiatan Lansia Panti Griya Werdha Jambangan Surabaya

JADWAL HARIAN LANSIA


PANTI GRIYA WERDHA JAMBANGAN

No Pukul Nama Kegiatan

1 06:00 - 07:00 Mandi Pagi

2 07:00 - 07:30 Sarapan / Makan Pagi

3 08:00 - 09:00 Observasi Tanda-tanda vital

4 10:00 – 11:00 Rawat Luka

5 11:30 – 12:00 Ibadah Sholat Dhuhur

6 12:00 – 12:30 Makan Siang

7 13:00 – 14:00 Mandi

8 14:00 – 15:00 Tidur Siang

9 15:00 – 15:30 Shalat Ashar

10 16:00 – 16:30 Makan

11 18:00 – 19:00 Shalat Mahgrib + Kegiatan Kerohanian

12 19:00 – 19:30 Shalat Isya

13 19:30 Makan Snack Malam

14 20:00 Tidur Malam

15 02:00 – 03:00 Sholat Tahajud

16 04:00 – 04:40 Sholat Subuh + Snack Pagi

27
BAB 3
HASIL PENGKAJIAN

3.1 Pengkajian Kelompok Lansia


Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Februari 2019 di UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya meliputi jumlah lansia, perhitungan jenis kelamin, usia,
agama, kemampuan ADL indeks Barthel, aspek kognitif, pengkajian depresi, dan
status nutrisi. Total lansia yang berhasil dikaji sejumlah 145 orang.

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan


Surabaya
No. Ruangan F %
1. Melati 12 8
2. Wijaya Kusuma 13 9
3. Tulip 13 9
4. Kamboja 12 8
5. Kenanga 18 11
6. Teratai 9 5
7. Mawar 10 7
8. Anggrek 10 7
9. Lavender 11 8
10. Bugenvil 9 5
11. Dahlia 10 7
12. Sedap Malam 10 7
13. Seruni 13 9
Total 150 100
Berdasar tabel 3.1 lansia terbanyak berada di ruang Kenanga yaitu 11% (18
orang), lansia paling rendah berada di ruang Bugenvil dan Teratai yaitu sebanyak
5% (9 orang).

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di UPTD Griya
Jambangan Surabaya
No. Jenis Kelamin F %
1. Laki laki 61 41
2. Perempuan 89 59
Total 150 100
Sebagian besar lansia yakni 59% sebanyak 89 lansia adalah perempuan,
sedangkan sisanya 41% sebanyak 61 adalah laki-laki.

28
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Usia Menurut WHO di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Usia F %
1. Old (60 - 74 tahun) 59 39
2. Elderly (75 - 89 tahun) 66 44
3. Very Old (>90 tahun) 25 17
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.3 diketahui jumlah Lansia di UPTD Griya Werdha sebagian
besar berusia di 75- 89 tahun yakni 44% (66 lansia).

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Agama yang dianut di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Agama F %
1. Islam 136 90
2. Kristen-Katolik 13 9
3. Hindu 1 1
Total 150 100
Berdasarkan Tabel 3.4 agama yang dianut lansia di UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya mayoritas beragama Islam yaitu sebanyak 136 lansia (90%).

Tabel 3.5a Distribusi Frekuensi Keaktifan Ibadah pada Lansia yang Beragama
Islam di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Sholat 58 43
2. Tidak Sholat 78 57
Total 136 100
Berdasarkan tabel 3.5a diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia yang
beragama Islam sebanyak 58 lansia (43%) aktif beribadah sholat.

Tabel 3.5b Distribusi Frekuensi Keaktifan Ibadah pada Lansia yang Beragama
Kristen, Katolik, dan Hindu di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Aktif beribadah 6 42
2. Tidak aktif beribadah 8 58
Total 14 100
Berdasarkan tabel 3.5b diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia sebanyak
6 lansia (42%) yang aktif beribadah.

29
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Aspek Kognitif berdasarkan Mini Mental State
Exam (MMSE) di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Tidak Ada Gangguan Kognitif 57 38
2. Gangguan Kognitif Ringan 50 33
3. Gangguan Kognitif Berat 19 13
4. Tidak dilakukan MMSE 24 16
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.6 diatas diketahui bahwa hasil dari pengukuran MMSE yang
dapat dilakukan terhadap 126 lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan
Surabaya, didapatkan bahwa terdapat 19 lansia (13%) yang mengalami gangguan
kognitif berat dan 50 lansia (33%) yang mengalami gangguan kognitif ringan.

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Kemampuan Baca Tulis di UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Mampu Baca Tulis 87 58
2. Tidak Bisa Baca Tulis 63 42
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.7 diatas diketahui bahwa hasil pengkajian kepada seluruh
lansia. Hasil menunjukkan bahwa lansia di Griya Werdha Jambangan sebanyak 87
lansia (58%) mampu membaca dan menulis.

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Indikasi Depresi berdasarkan Geriatric


Depresion Scale di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Indikasi Depresi 40 27
2. Tidak ada Indikasi Depresi 110 73
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.8 diatas didapatkan hasil dari pengukuran tingkat depresi
lansia di Griya Werdha Jambangan bahwa sebagian besar lansia sebanyak 110
(73%) tidak terindikasi mengalami depresi.

30
Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Lansia Berdasarkan Indeks
Barthel pada Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Ketergantungan Total 19 12
2. Ketergantungan Parsial 73 49
3. Mandiri 58 39
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.9 diatas didapatkan hasil dari pengukuran Barthel Indeks
yang menunjukkan bahwa sebanyak 58 lansia (39%) merupakan lansia yang
secara mandiri dapat memenuhi kebutuhan ADL.

Tabel 3.10 Frekuensi Risiko Jatuh Time Up to Go Test (TUGT) yang dialami
lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Tidak Berisiko Jatuh 70 47
2. Risiko Tinggi Jatuh 53 35
3. Butuh bantuan Total dalam Mobilisasi 27 18
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.10 diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia sebanyak
70 orang (47%) yang tidak berisiko jatuh.

Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang Dialami Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Kualitas baik 94 63
2. Kualitas buruk 56 37
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.11 diketahui bahwa hasil pengukuran tingkat kualitas tidur
lansia sebagian besar mempunyai kualitas tidur baik sebanyak 94 lansia (63%).

Tabel 3.12 Distribusi Frekuensi Status Nutrisi Mini Nutritional Assessment


(MNA) pada lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Normal 143 95
2. Malnutrisi 7 5
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.12 diketahui hasil pengkajian status nutrisi kepada seluruh
lansia sebagian besar lansia memiliki nutrisi normal sebanyak 143 orang (95%).

31
Tabel 3.13 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama yang Dialami Lansia di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keluhan F %
1. Nyeri sendi 34 23
2. Gatal-gatal 29 19
3. Kelemahan ekstremitas (parese/paralise) 4 3
4. Sulit tidur 5 3
5. Pusing 7 5
6. Terdapat luka 12 8
7. Gangguan pengelihatan 10 7
8. Gangguan pendengaran 5 3
9. Tidak ada keluhan 44 29
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa hasil pengkajian kepada seluruh
lansia. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Griya Werdha
Jambangan tidak memiliki keluhan dengan jumlah 44 lansia (29%). Diketahui
lansia yang mengeluh nyeri sendi sebanyak 34 orang (23%).

32
3.2 Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan
1. DS: Nyeri Kronis
1. Pasien mengatakan pusing/sakit kepala
2. Pasien mengatakan linu-linu/cekot-cekot
3. Pasien mengatakan nyeri punggung

Do:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
34 lansia (23%) mengeluhkan nyeri sendi.
2. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak 7
lansia (5%) mengeluhkan pusing
3. Pasien tampak memijat area yang nyeri (kaki
atau kepalanya)
4. Pasien tampak meringis
2. DS : Gangguan integritas kulit
Pasien mengatakan gatal-gatal
DO:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
29 lansia (19%) mengeluhkan gatal-gatal.
2. Tampak Luka pada kulit klien sejumlah 12
lansia (8%)
3. DS: Gangguan pola tidur
1. Pasien mengatakan sulit tidur
2. Pasien mengatakan terbangun saat malam dan
tidak bisa tidur kembali
DO:
1. Hasil pengkajian PSQI menyatakan sebanyak
56 lansia (37%) memiliki kualitas tidur yang
buruk.
2. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
94 lansia (63%) mengeluhkan pusing
3. Pasien tampak beberapa kali menguap
4. Pasien tampak letih
4 DS: pasien mengeluh sulit berjalan Gangguan mobilitas fisik
DO:
1. Hasil pengkajian Index Barthel menyatakan
sebanyak 19 lansia (12%) mengalami
ketergantungan total, 73 lansia (49%)
ketergantungan sedang, dan 58 lansia mandiri
(39%).
2. Pasien menggunakan alat bantu jalan

33
No Analisa Data Masalah Keperawatan
5. DS: Risiko jatuh
1. pasien mengatakan pernah jatuh saat
melakukan aktivitas
2. pasien mengatakan pernah jatuh saat di
kamar mandi

DO:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
70 orang tidak beresiko (47%), 53 lansia
memiliki risiko tinggi (35%), dan 27 lansia
(18%) dengan bantuan total.
DS : Distress Spiritual
1. Pasien mengatakan tidak sholat
2. Pasien mengatakan takut jatuh ketika sholat
3. Pasien mengatakan lupa bacaan sholat
6.
DO :
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
78 orang (57%) dari 136 lansia yang beragama
islam tidak melakukan sholat

3.3 Prioritas Diagnosa


1. Nyeri kronis
2. Gangguan integritas kulit
3. Gangguan pola tidur
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Resiko Jatuh
6. Distress spiritual

34
BAB 4
PLANNING OF ACTION (POA)

No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab


1. Nyeri kronik Setelah Terapi Terapi 1. Lansia menyatakan Lansia 1. Waktu : Aisyah Kartika, S.Kep
ditandai dengan Progressive Muscle Progressive senang dengan senam partial- Minggu, 17
34 (23%) lansia Relaxation, Muscle yang diadakan minimal care Februari 2019
mengalami diharapkan: Relaxation 2. Lansia menunjukkan yang pukul 06.30
nyeri sendi 1. Berkurangnya keadaan yang rileks memiliki WIB
akibat proses keluhan nyeri pada 3. Lansia menyatakan keluhan 2. Tempat :
penuaan, dan sendi nyeri pada sendi nyeri sendi halaman utama
sebanyak 7 2. Terdapat berkurang dan pusing Griya Werdha
(5%) lansia peningkatan di Griya Jambangan
mengeluh mobilitas fisik Werdha
sering pusing lansia Jambangan
3. Terdapat
peningkatan
kognitif pada
lansia
2. Gangguan Setelah diberikan Pembuatan 1. Lansia menyatakan Semua lansia 1. waktu: Sabtu, Desy Indah Nur
Integritas Kulit intervensi, Sabun Zaitun senang diebri sabun zaitun di Panti 16 Februari 2019 Lestari, S.Kep
ditandai dengan diharapkan: Anti Bakteri 2. Lansia mengatakan Griya pukul 08.00
adanya 1. lansia menjadi dan Pelembab keluhan gatal-gatalnya Werdha 2. Tempat:
sebanyak 29 lebih nyaman karena Kulit berkurang halaman utama
lansia (19%) gatal-gatal Griya Werdha
mengeluhkan berkurang Jambangan
gatal-gatal. 2. Tidak terjadi
kemerahan

35
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
3. Menjaga
kelembaban kulit
3. Gangguan pola Setelah lansia Pembuatan 1. Lansia mampu 1. Lansia 1. Waktu : Diana Nurani Rohmah,
tidur ditandai menggunakan minyak bekerjasama dengan partial- Senin, 18 S.Kep
dengan adanya minyak aromaterapi aromaterapi mahasiswa dalam minimal Februari 2019
56 lansia yang citrus, diharapkan: citrus sebagai pembuatan minyak care pukul 09.00
mengeluh 1. Menciptakan relaksasi dan aromaterapi citrus Lansia yang WIB,
susah tidur dan perasaan nyaman membantu 2. Lansia mengatakan memiliki pemakaian
sering dan rileks meningkatkan senang diberikan minyak keluhan minyak
terbangun dari 2. Meningkatkan kualitas tidur aromaterapi citrus susah tidur digunakan
tidurnya kualitas tidur lansia 3. Lansia dapat setiap hari
lansia menggunakan hasil olahan sebelum tidur
minyak aromaterapi citrus pukul 19.30
sehari-hari WIB
2. Tempat : Aula
dan Kamar
tidur Griya
4. Gangguan Setelah diberikan Latihan Gerak 1. lansia mengatakan Semua 1. Waktu: setiap Arfa Zikriani, S.Kep
mobilitas fisik kegiatan ROM, ROM (Range bahwa keluhan nyeri llansia yang hari pukul o7.00
ditandai dengan diharapkan: of Motion) sendinya berkurang mengalami WIB
adanya 1. lansia menjadi 2. terdapat peningkatan imobilitas 2. Tempat:
sebanyak 34 lebih nyaman kekuatan otot pada lansia atau Tempat tidur dan
lansia (23%) dengan penurunan kamar masing-
mengeluhkan berkurangnya kekuatan masing lansia
nyeri sendi keluhan nyeri sendi otot
pada kaki dan dan kaku otot
beberapa lansia 2. Tidak terjadi

36
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
menggunakan imobilitas pada
alat bantu lansia
berjalan 3. meningkatkan
kekuatan otot dan
fleksibilitas lansia.
5. Potensial Setelah diberikan Terapi 1. Lansia menyatakan Lansia 1. Waktu : Senin, Aviati Faradhika,
kognitif kegiatan terapi, Reminiscence senang dengan ikut partial- 18 Febuari 2019 S.Kep
ditandai dengan diharapkan: Film kegiatan ini sebagai minimal care pukul 15.30
57 (38%) lansia 1. Dapat terapi reminiscence di Blok B WIB
yang tidak meningkatkan dan 2. Lansia dapat dan C Griya 2. Tempat : Aula
memiliki mempertahankan menyelesaikan terapi Werdha Griya Werdha
gangguan fungsi kognitif dari awal hingga selesai Jambangan Jambangan
kognitif, lansia. dengan baik
sedangkan 50 2. Lansia 3. Lansia mampu
(33%) lansia mempunyai rasa menceritakan kembali
mengalami percaya diri potongan-potongan
gangguan 3. Menumbuhkan kejadian di dalam film
kognitif ringan. kembali
penerimaan diri
6. Risiko jatuh Setelah dilakukan Senam 1. Lansia menyatakan Lansia 1. Waktu : Rabu, Diana Rahmawati,
ditandai dengan senam lansia Keseimbangan senang dengan senam dengan 20 Febuari S.Kep
53 (35%) lansia diharapkan dapat: keseimbangan yang masalah 2019 pukul
dengan 1. Menekan angka diadakan risiko jatuh 06.30 WIB
pengakajian kejadian jatuh pada 2. Lansia menunjukkan di Griya 2. Tempat :
TUGT yang lansia keadaan yang rileks Werdha Halaman
dinilai 2. Meningkatkan 3. Lansia menyatakan Jambangan Utama Griya
memiliki risiko keseimbangan merasa lebih baik dalam Werdha

37
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
jatuh tinggi. lansia menjaga keseimbangan Jambangan
3. Meningkatkan 4. Lansia tidak
kebugaran lansia menunjukkan tanda-
tanda risiko jatuh
7. Distress Setelah dilakukan 1. Penyuluha 1. Lansia mampu Lansia bed 1. Waktu : Auzan Muttaqin
Spiritual intervensi lansia n tata cara mengikuti kegiatan rest dan a. Senin, 18 (Ketua)
ditandai dengan dapat : bersuci dan penyuluhan sampai partial Februari
78 (57%) lansia 1. Meningkatkan beribadah selesai muslim di 2019
yang ingin keimanan dan sesuai 2. Lansia mampu UPTD Griya b. Selasa, 19
melakukan ketaqwaan dengan mengaplikasikan cara Werdha Februari
ibadah namun terhadap Tuhan kemampua sholat walaupun dalam Jambangan 2019
karena YME n keadaan bedrest
keterbatasan 2. Dapat membina 2. Kegiatan 3. Lansia mampu 2. Tempat :
fisik tidak kerukunan serta Rutin mengaplikasikan Ruang
mampu ketentraman Ba’da berdzikir untuk selalu Kenanga
melakukan dalam hidupnya Maghrib bertaqwa terhadap
(pendampinga
ibadah dan 3. Memiliki Tuhan YME
merasa tidak motivasi untuk 4. Lansia mampu n dzikir),
berdaya, melakukan mengikuti kegiatan Ruang
kurangnya ibadah ibadah sampai selesai Kamboja,
pengetahuan 4. Mendekatkan diri 5. Meningkatnya Lavender, dan
tentang penting kepada Tuhan hubungan spiritual Seruni
dan tata cara pada fase akhir lansia dengan Tuhan (penyuluhan),
beribadah kehidupannya dan sesama lansia
dan Aula
dalam keadaan lainnya
kelemahan 6. Dapat memotivasi
tubuh, serta lansia lainnnya untuk

38
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
mengatakan melakukan ibadah
lupa bacaan bersama
sholat.
8 Gangguan 1. Lansia dapat Pelatihan 1. Kegiatan dilakukan Semua Senin, 18 Februari Annisha Zuchrufiany,
memori mengingat hari pembuatan tepat waktu lansia di 2019/ Griya
S.Kep
ditandai dengan 2. Lansia dapat kalender 2. Peserta antusias Panti Griya Werdha Kota
69 (46%) lansia mengingat terhadap kegiatan Werdha Surabaya
yang tanggal acara
mengalami 3. Lansia dapat 3. Suasana kegiatan tertib
gangguan mengingat bulan 4. Tidak ada peserta yang
kognitif ringan 4. Lansia dapat menolak
sampai berat mengingat tahun 5. Peserta bersedia
karena 5. Lansia dapat dilakukan pelatihan
sebagian besar mengerjakan pembuatan kalender
lansia kegiatan ini setiap dalam mengurangi
mengalami hari setelah disorientasi waktu
dimensia bangun tidur pada lansia
terutama dalam
disorientasi
waktu.
9 Gangguan 1. Lansia dapat Pelatihan 1. Kegiatan dilakukan Semua Rabu, 20 Februari Aphrodita Emawati
interaksi sosial melatih berkreasi pembuatan tepat waktu lansia di 2019/ Griya
Gunarsih, S.Kep
ditandai dengan 2. Lansiadapat kerajinan 2. Peserta antusias Panti Griya Werdha Kota
40 (27%) lansia tangan dari terhadap kegiatan Werdha Surabaya
melatih
terindikasi koran bekas. acara
depresi keterampilan dan 3. Suasana kegiatan tertib
sehingga lansia kesaaran 4. Tidak ada peserta yang

39
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
cenderung membuat pola menolak
mengalami 3. Lansia dapat 5. Peserta bersedia
isolasi sosial. menghasikan dilakukan pelatihan
pembuatan kerajinan
barang yang
darikoran bekas
bernilai jual dalam mengurangi
stress pada lansia
10. Immobilisasi Setelah dilakukan Latihan 1. Lansia dapat mengikuti Lansia 1. Waktu : Rabu, Arfa Zikriani,S.Kep
ditandai dengan latihan gerakan gerakan ROM kegiatan dengan baik partial dan 13 Januari 2019
19 lansia (12%) ROM (Range of (Range of hingga selesai total care di pukul 09.00
mengalami Motion), diharapkan Motion), 2. Lansia menyatakan Griya WIB
ketergantungan lansia mampu: lebih nyaman dengan Werdha 2. Tempat : Griya
total, 73 lansia berkurangnya keluhan Jambangan Werdha
(49% ) 1.Lansia menjadi nyeri sendi dan kaku Jambangan
ketergantungan lebih nyaman otot
sedang dengan 3. Tidak terjadi imobilitas
menggunakan berkurangnya pada lansia yang
pemeriksaan keluhan nyeri sebenarnya masih bisa
Indeks Barthel. sendi dan kaku mobilisasi
otot
2.Tidak terjadi
imobilitas pada
lansia yang
sebenarnya masih
bisa mobilisasi

40
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
3.Meningkatkan
kekuatan otot dan
fleksibilitas lansia

41
PRE PLANNING
TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

Hari/Tanggal : Minggu, 17 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 15.00-15.45 WIB
Kegiatan : Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Proses menua adalah proses sepanjang hidup, tidak dimulai dari waktu
yang pasti seperti misalnya sejak umur 55 tahun atau umur 60 tahun atau sejak
umur 65 tahun sebagai batas umur usia lanjut tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Proses menua merupakan suatu proses perkembangan yang
dimulai sejak kehidupan janin, berkembang ke kehidupan bayi, balita, ank-
anak, remaja, dewasa muda, dewasa tua dan akhiirnya proses menua ini akan
sampai pada segmen akhir kehidupan.
Waktu seseorang memasuki masa usia lanjut, terjadi berbagai perubahan
baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi, memasuki usia lanjut
tidak lain adalah upaya penyesuaian terhadap perubahan-perubahan tersebut.
Sebagai proses alamiah, perkembangan manusia sejak periode awal hingga
masa usia lanjut merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Perubahan-
perubahan menyertai proses perkembangan termasuk ketika memasuki masa
usia lanjut. Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan-perubahan yang
dialami pada masa usia lanjut justru akan menempatkan individu usia ini pada
posisi serba kalah yang akhirnya hanya menjadi sumber akumulasi stress dan
frustasi belaka (Indriata, 2008).
Tahun 2005 lansia di Indonesia berjumlah 17,7 juta jiwa atau 7,97%.
Diperkirakan pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau
8,48% dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk lanjut usia di dunia
pada tahun 2007 sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541
pada tahun 2009 Jumlah penduduk lanjut usia di indonesia pada tahun 2006
sebesar 19 juta jiwa atau 8,9% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun dan pada
tahun 2010 meningkat sebesar 23,9 juta jiwa atau 9,77% dengan usia harapan
hidup 67,4 tahun sedangkan pada tahun 2015 sendiri jumlah lanjut usia
diperkirakan mencapai 24,5 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2010).
Usia lanjut dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran
bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi
masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang
mengalami penyakit kronis. Pada orang lanjut usia biasanya memiliki
kecenderungan penyakit kronis (menahun/berlangsung beberapa tahun) dan
progresif (makin berat) sampai penderitanya mengalami kematian.

42
Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan menurunnya daya
tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap penyakit,
tetapi banyak penyakit yang menyertai proses ketuaan dewasa ini dapat
dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada
lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau
perasaan depresi (Nugroho, 2008).
Orang usia lanjut, gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan
yang utama pada orang usia lanjut dengan penyakit fisik krinik dan kerusakan
fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan,disabilitas, perhatian
keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak
dialaminya (Blazer, 2003). Selain itu proses-proses sehubungan dengan
ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan mempengaruhi integritas
jalur frontostriatal, amygdale, serta hypocampus, dan meningkatkan
kerentanan untuk depresi atau stres.(Alexopoulos, 2002).
Mengurangi stress yang muncul dalam diri setiap individu, yang pertama
dan utama adalah mengetahui penyebab timbulnya stress. Dengan mengetahui
penyebabnya, akan mempermudah dalam menentukan cara mengurangi stress
yang muncul pada diri individu.Latihan relaksasi. Relaksasi sangat diperlukan
baik secara fisik maupun psikis. Bagi olahragawan yang mengandalkan
aktifitas fisik perlu melakukan massage secara rutin. Hal itu dimaksudkan
untuk mengembalikan dan memperlancar simpul syaraf yang tidak dalam
posisinya pada saat berolahraga.
Menurut Lake (2004) Relaksasi otot progresif adalah salah satu metode
untuk membantu menurunkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi rilek.
Relaksasi otot progresif bertujuan menurunkan kecemasan, stres, otot tegang
dan kesulitan tidur. Relaksasi bertujuan menurunkan sistem saraf simpatis,
meningkatkan aktifitas parasimpatis, menurun kan metabolisme, menurunkan
tekanan darah dan denyut nadi, menurunkan konsumsi oksigen. Relaksasi
memberikan aktivitas yang berlawanan dengan efek terus menerus yang
negatif dari stres kronis. Beberapa berubahan akibat teknik relaksasi adalah
menurunkan tekanan darah, menurunkan frekuensi jantung, mengurangi
distimia jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan konsumsi oksigen,
mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju metabolik, meningkatkan
gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan
perhatian dan rileks, meningkatkan kebugaran, meningkatkan konsentrasi dan
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor (Perry & Poter, 2005).
2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah di berikan penyuluhan mengenai Progressive Muscle
Relaxation(PMR) dapat mengurangi kecemasan.
2.2 Tujuan khusus
a. Meningkatkan kualitas tidur lansia

43
b. Mengurangi kecemasan
B. Plan of Action
1. Materi
1) Definisi
Progressif Muscle Relaxation (PMR) adalah Salah satu teknik
dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan, kecemasan,
dan nyeri.Terapi ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh
berespon pada kecemasan yang merangsang pikiran dan kejadian
dengan ketegangan otot, oleh karena itu dengan adanya relaksasi
otot progresif yang bekerja melawan ketegangan fisiologis yang
terjadi sehingga kecemasan bisa teratasi ( Davis dkk, 1995).
2) Tujuan
a) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolic.
b) Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen
c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien
sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks
d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;
e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
f) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme
otot, fobia ringan, gagap ringan, dan
g) Membangun emosi positif dari emosi negative.
3) Manfaat
a) Meningkatkan kualitas hidup pasien.
b) Merilekskan otot yang tegang, relaksasi saluran pencernaan dan
kardiovaskular sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi
normal, sakit kepala menjadi hilang, pencernaan menjadi
normal
c) Menurunkan kecemasan, menghilangkan depresi, mengatasi
kesulitan tidur dan menghilangkan insomnia
4) Indikasi
a) Klien lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia).
b) Klien lansia yang sering mengalami stress
c) Klien lansia yang mengalami kecemasan.
d) Klien lansia yang mengalami depresi.
5) Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
a) Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat
melukai diri sendiri.
b) Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot
relaks.

44
c) Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup.
Hindari dengan posisi berdiri.
d) Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.
e) Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian
kiri dua kali.
f) Memeriksa apakah klien benar-benar relaks.
g) Terus-menerus memberikan instruksi.
h) Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat.
2. Rencana strategis
Lansia dikumpulkan di Alula dan diarahkan untuk duduk dengan rapi
menghadap kedepan, lalu terapis berada di depan menghadap para
lansia. Terapi ini diberikan untuk para lansia yang mengalami depresi /
kecemasan.
3. Tindakan
a. Berkordinasi dengan bagian keperawatan Griya Werdha, Kepala
UPTD, pembimbing akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan penyuluhan
4. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Diana Rachmawati
b. Fasilitator: Semua mahasiswa profesi ners unair yang sedang
bertugas
5. Sasaran
Lansia yang mengalami depresi / kecemasan berdasarkan hasil
skrining di Griya Werdha
6. Metode
Acara dimulai dengan mengajak lansia dikumpulkan di Aula dan
diarahkan untuk duduk dengan rapi menghadap kedepan, lalu terapis
berada di depan menghadap para lansia. Terapi ini diberikan untuk
para lansia yang mengalami depresi / kecemasan.Kemudian acara
dimulai dengan menjelaskan menganai Progressive Muscle Relaxation
(PMR) oleh terapis.
Langkah-langkah:
1) Gerakan ini selama 4 hitungan.
Tutup mata dan ambil nafas dengan perut. Lakukan Hembuskan
nafas lewat mulut secara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini
selama 4 hitungan.

45
2) Menggenggam jari – jari tangan. Lakukan gerakan ini selama 4
hitungan
Merelaksasikan otot telapak tangan dengan membuka jari–jari
tangan. Lakukan gerakan ini selama 4 hitungan.

3) Merelaksasikan otot tangan dengan menekuk siku – siku tangan.


Lakukan gerakan ini selama 4 hitungan.

46
4) Meregangkan otot bahu dengan menarik ke atas. Lakukan gerakan
ini selama 4 hitungan.

5) Mengencangkan otot wajah. Lakukan gerakan ini selama 4


hitungan.

Merelaksasikan otot wajah dengan tersenyum. Lakukan


gerakan ini selama 4 hitungan.

47
6) Menggerakkan otot kepala ke atas. Lakukan gerakan ini selama 4
hitungan.

7) Menggerakkan otot kepala ke bawah sampai menempel dagu.


Lakukan gerakan ini selama 4 hitungan.

8) Regangkan kaki dengan menekuk telapak kaki s/d hitungan ke 4.

48
Lalu relakskan dengan meluruskan telapak kaki.

9) Tarik nafas dalam dan tahan perut s/d hitungan ke 4. Kemudian


hembuskan melalui mulut sambil membuka mata.

49
7. Susunan acara
Waktu Kegiatan Pelaksanaan
Pelaksanaan

Jumat, 18 Januari Terapi Mengelompokkan lansia


2019 Progressive yang mengalami depresi /
15.00-15.45 WIB Muscle kecemasan
Relaxation
(PMR)
8. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a) Kesiapan Materi
b) Kesiapan pre planning
c) Peserta bersedia mengikuti senam rematik
b. Evaluasi Proses
a) Kegiatan dilakukan tepat waktu
b) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
c) Suasana kegiatan tertib
d) Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi Hasil
1. Lansia tidak mengalami kesulitan tidur
2. Lansia menyatakan badannya lebih bugar

50
9. Setting tempat

Terapis

: Peserta : Fasilitator

DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, G.S.: Frontostriatal and Limbic Dysfunction in Late Life
Depression; The American Journal of Geriatric Psychiatry.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Statistik Indonesia: Jumlah penduduk
menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi dan Kabupaten/Kota 2010.
Blazer, D.G.: Depression in late life: Review and Commentary; the
Journals of Gerontology: Mar 2003; 58A,3.
Indriana, Y. (2008). Gerontologi: Memahami Kehidupan Usia Lanjut.
Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Lake, David. 2004. Stress: How to Cope with Pressure. Singapore: The
Singapore Women’s Weekly Health Series.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Potter, PA. Dan Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik, E/4, Vol 2. EGC, Jakarta.

Surabaya, 12 Febuari 2019


Ketua

Alif Arditia Yuda, S. Kep


NIM. 131813143180

51
Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

52
PRE PLANNING
PEMBUATAN SABUN ZAITUN ANTI BAKTERI DAN PELEMBAB
KULIT

Hari/Tanggal : Rabu, 13 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 10.00
Kegiatan : Pembuatan Sabun Zaitun Sebagai anti bakteri dan pelembab kulit
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh pada manusia yang sangat penting karena
terletak pada bagian luar tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan
seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh lainnya dari luar (Nuraeni, 2016). Kulit
merupakaaan organ yang sangat rentan terkena infeksi bakteri yang dapat
merugikan kesehatan. Bakteri yang dapat menyebabkan beberapa infeksi lokal
pada kulit diantaranya adalah Staphylococcus aureus. Dengan demikian perlu
dikembangan suatu pengobatan yang dapat mencegah perkembangan infeksi
bakteri.
Sabun antiseptik dikenal memiliki manfaat yang lebih besar daripada
sabun biasa. Kelebihan utama sabun ini adalah membersihkan kulit secara
sempurna, membunuh kuman, jamur, bakteri, dan virus yang ada di kulit.
Memiliki kandungan alkohol, etanol, isopropanol, propanol, yodium, dan iodine
yang semuanya berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan mengobati
iritasi kulit karena kuman. Memberi perlindungan dari bakteri dan virus. Sifat
sabun ini cukup keras sehingga tidak boleh dipakai pada kulit yang luka, memar,
lecet, dan terbakar karena langsung memicu terjadinya iritasi. Mengurangi
penyebab penyakit kulit akibat jamur. Manfaat lain dari sabun antiseptik yaitu
melindungi kulit dari infeksi akibat jamur, bakteri, dan virus. Pori-pori kulit dapat
menjadi jalan masuk bagi mikroba berbahaya tersebut dan berkembang biak di
sana. Penyebaran virus juga dapat melalui berbagai media seperti kontak langsung
dengan virus, lingkungan yang tidak bersih, serta perlengkapan rumah tangga
yang kotor. Infeksi akibat jamur harus dicegah semaksimal mungkin sebelum
menjadi semakin parah dan sulit disembuhkan. Menghilangkan rasa gatal. setiap
orang pasti pernah bermasalah dengan kulit gatal-gatal. Rasa gatal disebabkan
oleh banyaknya virus dan kuman yang ada di kulit, perubahan hormon, biang
keringat, iritasi, hingga alergi. Penggunaan sabun antiseptik dapat mengurangi
rasa gatal pada kulit dengan membunuh kuman dan bakteri penyebab gatal.
Buah zaitun memiliki nama ilmiah Olea europaea yang masih tergolong
dalam famili oleaceae. Pohon zaitun tumbuh sebagai perdu tahunan yang abadi
dan mulai menghasilkan buah pada usia lima tahun. Pada usia 15-20 tahun pohon
zaitun mampu memproduksi buah secara penuh dan mampu bertahan hidup
hingga ratus bahkan ribuan tahun lamanya, sehingga tanaman yang awalnya perdu

53
dapat menjadi pohon besar. Zaitun muda yang berwarna hijau kekuningan sering
digunakan masyarakat mediterania sebagai bumbu penyedap dalam masakan.
Sedangkan buah zaitun yang telah matang berwarna ungu kehitaman dan kerap
diekstrak untuk diambil minyaknya yang dikenal sebagai minyak zaitun (Nevy,
2009). Selain dikenal sebagai penambah cita rasa makanan, minyak ini juga
memiliki beragam manfaat, baik untuk kesehatan maupun kecantikan. Olea
europaea tersebar luas di negara-negara Mediterania, Afrika, semenanjung Arab,
India, dan Asia. Minyak zaitun dianggap sebagai minyak yang sehat karena
mengandung lemak tak jenuh yang tinggi (utamanya asam oleik dan polifenol)
(Fehri et al, 1996)
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan sabun zaitun, diharapkan mengurangi kerusakan
integritas kulit pada lansia.
2.2 Tujuan Khusus
1. Lansia menjadi lebih nyaman karena gatal-gatal berkurang
2. Tidak terjadi kemerahan
3. Meningkatkan kelembaban kulit
B. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Sabun padat antiseptic di panaskan sampai mencair kemudian
ditambahkan 200ml air bersih. Setelah sabun mencair ditambahkan olive
oil atau minyak zaitun diaduk rata. Didiamkan sampai benar benar dingin
dan setelah dingin dipindahkan dalam botol yang sudah dicuci bersih.
Sabun zaitun sudah bisa digunakan untuk kulit.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, Pembimbing
Akademik.
b. Menyiapkan peralatan dan tempat.
c. Menjelaskan tujuan pemberian sabun zaitun
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Desy Indah Lestari, S.kep
b. Fasilitator: Semua mahasiswa FKP Kelompok C1 yang sedang
berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha.
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk datang ke tempat
pembuatan. Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat sabun
zaitun tersebut.

54
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
13 Februari 2019 Pembuatan sabun zaitun Menjelaskan tujuan dan
09.00 sebagai anti bakteri dan manfaat lalu memberikan
pelembab kulit sabun zaitun untuk kulit

7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia dilakukan pemberian sabun zaitun dalam
menguragi rasa gatal pada kulit.
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
3) Suasana kegiatan tertib
4) Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi Hasil
1) Lansia menyatakan senang dengan pemberian Lotion Ekstak Daun
Kemangi Sebagai Pelembab Kulit

Surabaya, 12 Februari 2019


Ketua

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM.

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

55
PRE PLANNING
PEMBUATAN MINYAK AROMATERAPI CITRUS SEBAGAI
RELAKSASI DAN MEMBANTU LANSIA TIDUR

Hari/Tanggal : Senin, 18 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Jambangan Surabaya
Waktu : 09.30
Kegiatan : Pembuatan minyak aromaterapi citrus sebagai relaksasi dan
membantu lansia tidur.

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang ditandai dengan aktivitas fisik
yang minimal, penurunan kesadaran, perubahan proses fisiologi, tubuh dan
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Tidur mempunyai manfaat besar
bagi tubuh. Manfaat tidur antara lain dapat mengembalikan kesimbangan dan
aktivitas saraf pusat pada level normal. Tidur juga bermanfaat untuk sintesis
protein yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan (Kozier & Barbara,
2004). Memperoleh kualitas tidur terbaik penting untuk peningkatankesehatan dan
pemulihan individu yang sakit (Perry & Potter, 2005).
Sebagian besar lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur
akibat berbagai faktor. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia
merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur
(Nugroho,2000). Dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia di atas 55 tahun terjadi proses
penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,
ekonomi, dan psikologis. Orang lanjut usia yang sehat sering mengalami
perubahan pada pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat
tidur. Mereka menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang
dapat digunakan untuk tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap
kualitas tidurnya (Nugroho,2000).
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta
dengan usia ratarata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
1,2 milyar (Nugroho,2000). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk lanjut
usia di Indonesia, sebesar 24 juta jiwa atau 9,77 % dari total jumlah penduduk. Di
Indonesia pada kelompok usia empat puluh tahun hanya dijumpai 7% yang
mengeluh masalah tidur. Sedangkan pada kelompok usia tujuh puluh tahun
dijumpai 22% mengalami gangguan tidur waktu malam hari (Nugroho,2000).
Gangguan tidur dapat menyebabkan gangguanpada kemampuan intelektual,
motivasi yang rendah, ketidakstabilan emosional, depresi bahkan resiko gangguan
penyalahgunaan zat. Pilihan untuk mengatasinya antara lain latihan tidur higienis,
latihan relaksasi dan terapi pengontrolan stimulus yang kesemuanya dapat
dipadukan dengan pengobatan bila diindikasikan. Beberapa golongan obat yang
memiliki kemampuan untuk memodifikasi irama sirkardian meliputi kolinergik,
kortikosteroid, antidepresan, anti manik dan agen anastesi, seperti anastesi lokal
dan hipnotis (Mahajan, et all., 2008).
Penggunaan obat-obatan untuk induksi tidur memiliki kerugian atau
keterbatasan, meliputi harga, efek samping dan toleransi terhadap obat tidur

56
berkembang dengan cepat (Mahajan, et all., 2008). Trisiklik antidepresan dan
biasanya diberikan untuk mengatasi gangguan tidur, tetapi memiliki efek
menurunkan dan fase REM pada tidur (Kurnia, et all., 2009). Penggunaan
Flurazepam yang merupakan obat golongan hipnotik meningkatkan insiden efek
samping toksik dengan bertambahnya usia. Obat antidepresan meskipun menjadi
yang paling berefek dan paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan tidur
pada depresi adalah kolinergik yang paling kuat dan seharusnya dihindari oleh
sebagian besar pasien lansia (Kurnia, et all., 2009).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah tidur.
Salah satunya adalah terapi relaksasi yang termasuk terapi nonfarmakologi. Terapi
relaksasi dapat dilakukan untuk jangka waktu yang terbatas dan biasanya tidak
memiliki efek samping (Perry & Potter, 2005). Aromaterapi merupakan salah satu
bentuk terapi relaksasi. Aromaterapi merupakan proses penyembuhan kuno yang
menggunakan sari tumbuhan aromaterapi murni yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran dan jiwa (Goel, et all.,
2004). Beberapa minyak sari yang umum digunakan dalam aromaterapi karena
sifatnya yang serbaguna adalah Langon kleri, eukaliptus, geranium, lavender,
lemon, peppermint, petigrain, rosemary, pohon teh, dan alang-alang (National
Academy of Sciences) Berbagai penelitian sudah membuktikan manfaat ganda
dari minyak aroma. Penelitian medis pada tahun belakangan telah
mengungkapkan kenyataan bahwa bau yang terhirup memiliki dampak signifikan
terhadap perasaan. Baubauan berpengaruh secara langsung terhadap otak
(National Academy of Sciences). Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa
ada perubahan tingkat kecemasan setelah diberi aromaterapi (Wahyuni, 2006)
Menghirup aroma jeruk meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan
ini diasosiasikan dengan bersantai (relaksasi). Selain itu aroma jeruk juga berguna
untuk menenangkan rasa nyaman, keterbukaan, keyakinan, cinta kasih,
mengurangi sakit kepala, stres, frustasi, mengobati kepanikan, mereda histeria,
serta mengobati insomnia (Wheatley, et all., 2005). Aroma jeruk juga membantu
penyembuhan depresi,gelisah, susah tidur dan sakit kepala (Wahyuni,2006)

2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur tidak terganggu.
2.2 Tujuan khusus
1. Tidur lansia menjadi nyenyak
2. Menciptakan perasaan nyaman dan rileks
B. Plan of Action
1. Rencana Strategis
Kulit buah jeruk diparut, kemudian diekstrak dengan cara direbus bersama
dengan minyak zaitun dalam api sedang selama 2 jam.
Kemudian hasil ekstraksi disaring untuk memisahkan dari sisa parutan kulit
jeruk yang tidak hancu, lalu minyak ditempatkan di botol kaca.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat Griya serta Pembimbing
Akademik.
b. Menyiapkan peralatan dan tempat.
c. Menjelaskan tujuan pemberian minyak aromaterapi citrus

57
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan : Diana Nurani Rokhmah, S.Kep
b. Fasilitator : semua mahasiswa FKp kelompok
C1 yang sedang berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha.
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, kemudian mengundang lansia untuk datang ke tempat
pembuatan. Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat
minyak aromaterapi citrus.
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Senin, 18 Februari Pembuatan minyak Menjelaskan tujuan
2019 aromaterapi citrus dan manfaat minyak
09.00 sebagai relaksasi dan aromaterapi citrus
membantu lansia
untuk tidur
7. Evaluasi
7.1 Evaluasi Struktur
Kesiapan materi
Kesiapan pre planning
Peserta bersedia dioleskan aroma terapi.
7.2 Evaluasi Proses
Kegiatan yang dilakukan tepat waktu
Peserta antusias terhadap kegiatan acara
Suasana kegiatan tertib
Tidak ada yang menolak
7.3 Evaluasi Hasil
Lansia menyatakan tidur nyenyak dan merasakan nyaman serta
rileks.
Daftar Pustaka
Cho, Mi-Yeon. Et. al. Effects of Aromatherapy on the Anxiety, Vital Signs,
and Sleep Quality of Percutaneous Coronary Intervention Patients in
Intensive Care Units. Journal of the Korean Clinical Nursing
Research.
Kozier , Barbara Fundamental of Nursing, concepts, process and
practices. 7 edition. New Jersey : Pearson Education Inc; 2004.
Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC; 2005.
Nugroho, Wahjudi.Keperawatan gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC; 2000.
Mahajan , Bharti.Clinical pharmacology ramelton : A new melatonin
receptor agonist. Anaesth Clin Pharmacol Journal. 2008; 24(4): 463-
46
Bourne RS. Sleep disruption in critically illpatients-pharmacological
consideration. Anaesthesia Journal. 2004; 59 (4) : 374-384.

58
Goel , Namni, Kim, Hyungsoo and Lao, Raymund P. ,An olfactory
stimulus modifies nighttime sleep in young men and women .
Chronobiology International.2005; 22(5): 889 - 904.
National Academy of Sciences. Report of a study: sleeping pills, insomnia
and medical practiceWashington D.C: Institute of Medicine; 1979.
Wahyuni ES. 2006. Pengaruh aromaterapi bunga mawar terhadap tingkat
kecemasan pada klien preoperasi benign prostate hyperplasia (BPH) di
ruang 19 RSAA Malang. Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Brawijaya Malang
Wheatley, David.Medicinal plants for insomnia: a review of their
pharmacology, efficacy and tolerability. Journal of
Psychopharmacology.2005; 19(4): 414-421
Surburg. Common fragrance and flavor materials: preparation, properties
and uses. Ed.5. Vanchouver : Wiley ; 2006
Stanley, Mickey.Buku ajar keperawatan gerontik. Ed.2. Jakarta : EGC;
2006.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009;
Korespondensi: Anggraini Dwi Kurnia, Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Jln. Veteran
Malang, .0341-569117
Surabaya, 11 Februari 2019

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143108

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

59
PRE PLANNING
LATIHAN GERAK ROM (Range of Motion) UNTUK PENINGKATAN
KEKUATAN OTOT DAN FLEKSIBILITAS LANJUT USIA

Hari/Tanggal : Rabu, 13 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 09.00
Kegiatan : Latihan gerak ROM (Range of Motion) untuk peningkatan
kekuatan otot dan fleksibilitas lanjut usia
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Proses menua menimbulkan suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di derita (Maryam, 2008).
Imobilisasi, intoleransi aktivitas, dan sindrom disuse sering terjadi pada lansia.
Imobilisasi didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang
kurang dari mobilisasi normal. Dampak fisiologis dari imobilisasi dan
ketidakaktifan adalah peningkatan katabolisme protein sehingga menghasilkan
penurunan kekuatan otot. Selain itu lansia sangat rentan terhadap konsekuensi
fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Secara fisiologis, tubuh bereaksi
terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hampir sama dengan
proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek penuaan (Stanley, 2006).
Padahal, kebanyakan efek proses penuaan dapat diatasi bila tubuh dijaga tetap
sehat dan aktif (Smeltzer, 2001). Dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat
hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5%
dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya.
Lingkungan internal, atau kompetensi klien adalah faktor penentu mobilitas
yang paling penting ketika derajat imobilitas yang lebih rendah terjadi. Karena
kompetensi lansia menurun, ia bergantung lebih besar pada lingkungan
eksternal untuk mempertahankan mobilitas. Jadi, lansia yang mengalami
gangguan imobilisasi fisik seharusnya melakukan latihan aktif agar tidak
terjadi penurunan kekuatan otot.
Hal ini tentunya perlu adanya penatalaksanaan untuk masalah
imobilisasi pada lansia. Sebagai perawat seharusnya mengintervensi dalam
asuhan keperawatan. Intervensi yang dapat digunakan pada lansia yaitu
dengan latihan. Terdapat berbagai macam latihan fisik untuk lansia, yaitu
latihan kontraksi otot isometrik dan isotonik, latihan kekuatan, latihan aerobik,
latihan rentang gerak (Range of Motion).
Menurut Stanley (2006), pemeliharaan kekuatan otot dan fleksibilitas
sendi, disertai latihan Range of Motion (ROM) dapat meningkatkan dan
mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas persendian. Menurut Safa’ah

60
(2013) latihan ROM merupakan latihan yang sangat efektif bagi lansia yang
mengalami penurunan kekuatan otot. Latihan ROM juga menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan tingkat fleksibilitas lansia (Liza
Stathokostas et al, 2013). Latihan ini mudah dalam pelaksanaan, dapat di
lakukan berdiri maupun berbaring, serta efisien karena tidak menggunakan
alat khusus serta dapat di lakukan kapan saja.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan latihan gerak ROM (Range of Motion) kekuatan
otot dan fleksibilitas lansia meningkat
2.2 Tujuan Khusus
1. Lansia menjadi lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
2. Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
3. Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas lansia

B. Plan Of Action
1. Rencana strategis
Pengajaran dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia partial dan total care agar dapat meningkatkan kekuatan otot
dan fleksibilitas pada lansia.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, pembimbing
akademik dalam rencana kegiatan yang akan diselenggarakan.
b. Mempersiapkan materi dan gerakan yang akan diajarkan.
c. Mengajarkan dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia
3. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan : Arfa Zikrian, S. Kep
b. Fasilitator : Seluruh mahasiswa profesi FKp Unair kelompok C1yang
sedang berdinas.
4. Sasaran
Semua lansia yang mengalami imobilitas atau penurunan kekuatan otot di
Panti Griya Werdha
5. Metode
Mahasiswa mempersiapkan materi dan gerakan yang akan
diajarkan dan di praktikkan. Kemudian mahasiwa mengajak lansia dan
mempersiapkan lansia untuk latihan gerak ROM (Range of Motion).
Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan maksud, tujuan dan
prosedur pelaksanaan latihan gerak ROM (Range of Motion). Mahasiswa

61
mendampingi dan mengajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia.
6. Susunan acara
Waktu pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Rabu, 13 Februari Latihan gerak ROM Menjelaskan tujuan,
2019 (Range of Motion) manfaat dan
Pukul 09.00 untuk peningkatan mengajarkan lansia
kekuatan otot dan melakukan latihan
fleksibilitas pada lanjut gerak ROM (Range of
usia Motion).

7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia diajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion).
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan yang diselenggarakan
3) Tidak ada peserta yang menolak atau meninggalkan kegiatan.
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta dapat mengikuti kegiatan dengan baik
2) Peserta menyatakan lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
3) Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi

REFERENSI
1. Nurus Safa’ah. (2013). Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap
Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
(Pasuruan) Kec. Babat Kab Lamongan. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2
Desember 2013: 62–65
2. Liza Stathokostas, Matthew W. McDonald, Robert M. D. Little, and
Donald H. Paterson. (2013). Flexibility of Older Adults Aged 55–86 Years
and the Influence of Physical Activity. Journal of Aging Research Volume
2013.
3. Maryam, Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.

62
4. Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
5. Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. Jakarta:
EGC.

Surabaya, 11 Februari 2019


Ketua

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143180

Mengetahui,

Kepala UPTD Griya Werdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S. Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

63
PRE PLANNING
TERAPI REMINISCENCE FILM
Hari/Tanggal : Senin, 18 Febuari 2019
Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 15.30
Kegiatan : Terapi Reminiscence Film untuk Meningkatkan Fungsi Kognitif
Lansia
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Proses penuaan (aging process) merupakan suatu proses yang alami
ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses menua dapat
menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan. Masalah kesehatan kronis dan
penurunan kognitif serta memori (Handayani, dkk, 2013). Gejala penurunan
kognitif ringan berupa melambatnya proses pikir, kurang menggunakan strategi
memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada hal yang
kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang baru.
Gejala tersebut biasa dan wajar dialami oleh lansia padahal gejala tersebut dapat
mengakibatkan demensia dan kepikunan yang dapat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari. Prevalensi gangguan kognitif termasuk demensia meningkat sejalan
bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65-75 dan lebih
dari 25 % terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998). Hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa kira-kira 5% usia
lanjut 65-70 tahun akan menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5
tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. (Harianti, 2008; Wibowo,
2007).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu usia,
kemampuan regenerasi pada otak, ketidak adekuatan vaskularisasi ke otak dan
hormone sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup menurun, status fungsional
yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan bahagia serta kreativitas
(Santoso & Rohmah, 2011).
Dalam mengatasi masalah penurunan fungsi kognitif yang berdampak
buruk pada lansia, perawat sebagai tenaga kesehatan dapat menggunakan metode
terapi dalam mengurangi gangguan fungsi kognitif pada lansia. Salah satu metode
terapi yaitu dengan terapi kenangan (reminiscence therapy). Reminiscence adalah
teknik yang digunakan untuk mengingat dan membicarakan tentng kehidupan
seseorang. (Stinson,2006). Salah satu terapi kenangan yang akan digunakan
adalah bedah film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang
unik, film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang berbeda kepada
para penontonnya melalui tayangan cerita yang ditampilkan dalam film tersebut.
Cerita yang ada dalam suatu film dapat mewakili satu atau lebih dari satu tema
film (genre) yang ada. Seperti film yang bertema drama, tetapi ada juga film yang

64
bertemakan drama komedi. Melalui film, penonton dapat memperoleh informasi,
pengetahuan, dan hiburan. Terapi ini digunakan untuk lansia yang mengalami
gangguan kognitif, kesepian dan pemulihan psikologis (Ebersole et.al,2001).

2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan kegiatan terapi, diharapkan dapat meningkatkan
fungsi kognitif lansia
2.2 Tujuan Khusus
a. Lansia mempunyai rasa percaya diri
b. Menyatukan kembali ingatan masa lalu
c. Menumbuhkan penerimaan diri
B. Plan of Action
1. Rencana Strategis
Kegiatan bedah film dilakukan pada pukul 15.30 WIB. Kegiatan ini diikuti
oleh klien yang telah selesai sholat isya dengan kategori mandiri dan partial
care. Setelah menonton film akan dilakukan sesi diskusi untuk membantu
memperbaiki kognitif lansia dengan beberapa pertanyaan dan meminta
menceritakan isi film dengan singkat. Film yang akan diputarkan yaitu film-
film yang disukai lansia dan mengandung isi cerita yang mudah dipahami
seperti si doel, ludruk atau wayang. Pemutaran film dapat dilakukan
berkelanjutan tiap 1 atau 2 minggu sekali, ini bertujuan agar lansia tidak bosan
dan dari sisi kognitif tetap dapat dilakukan dengan mereview isi film tiap
setelah pemutaran.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, Pembimbing
Akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Aviati Faradhika, Bella Nabila
b. Fasilitator : Semua mahasiswa FKP Kelompok C1 yang sedang
berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha dengan kategori mandiri dan partial
care.
5. Metode
Menonton film, kemudian diskusi.

6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan

65
18 Febuari 2019 Terapi Reminiscence Menjelaskan tujuan dan
19.30 menonton film dan manfaat lalu memutar film
berdiskusi untuk yang telah disiapkan. Setelah
Meningkatkan fungsi itu berdisukusi bersama.
Kognitif Lansia.
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia untuk menonton film dan berdiskusi
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
3) Suasana kegiatan tertib
4) Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi Hasil
1) Lansia menyatakan senang dengan dengan ikut kegiatan ini
sebagai terapi kenangan
Daftar Pustaka
Ebersole & Hess 2001, Geriatric Nursing and Healthy Aging, Mosby Year
Book, ST Louis.
Handayani 2013, 'Pesantren Lansia sebagai Upaya Meminimalkan Risiko
Penurunan Fungsi /Kognitif pada Lansia di Balai Rehabilitasi Sosoal Lanjut
Usia Unit II Pucang Gading Semarang', Jurnal Keperawatan Komunitas, vol
1, no. 1.
Santosa, BT & Rohmah, AS 2011, 'Ganguan Gerak dan Fungsi Kognitif pada
Wanita Lanjut usia', Jurnal Kesehatan , vol 4, no. 1, pp. 41-57.

Surabaya, 12 Febuari 2019


Ketua

Alif Arditia Yuda, S. Kep


NIM. 131813143180

Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S. Kep. Ns., M. Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

66
PRE PLANNING
SENAM KESEIMBANGAN
Hari/Tanggal : Rabu, 20 Februari 2019
Tempat : Halaman Utama Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 06.30 WIB
Kegiatan : Senam Keseimbangan
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Pada lansia terjadi penurunan fisiologis sistem muskuloskeletal, yaitu
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot (Pudjiastuti & Utomo, 2003)
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah, ketahanan,
koordinasi serta terbatasnya range of motion (ROM) (Miller, 2004).
Keseimbangan adalah komplek pertahanan posisi, terhadap gangguan dari luar
(Berg, 1989 dalam Maryam 2010). Gangguan keseimbangan dan gaya berjalan
serta lemahnya otot ekstremitas bawah menyebabkan jatuh pada lansia
(Shobha, 2005). Madureira et al (2006) menyatakan bahwa latihan
keseimbangan efektif dalam menurunkan frekuensi terjatuh pada wanita lansia
dengan osteoporosis. Balance Exercise 3 kali seminggu selama 3 minggu
secara signifikan dapat meningkatkan stabilitas postural (Kusnanto dkk,
2007).
Gangguan keseimbangan pada lansia berimbas pada timbulnya
permasalahan baru yakni risiko jatuh dan cidera. Terapi yang dirancang
berupa senam keseimbangan yang dapat membantu lansia melatih
keseimbangan tubuh secara bertahap dan perlahan. Dengan melakukan senam
keseimbangan yang dilakukan secara terpimpin diharapkan dapat menekan
angka kejadian jatuh pada lansia dengan gangguan keseimbangan.
2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah dilakukan senam lansia diharapkan dapat menekan angka
kejadian jatuh pada lansia di Griya Werdha Jambangan.
2.2 Tujuan khusus
a. Mengatasi masalah risiko jatuh pada lansia
b. Meningkatkan keseimbangan lansia
c. Meningkatkan kebugaran lansia
B. Plan of Action
1. Rencana strategis
Lansia yang memiliki masalah risiko jatuh dan gangguan keseimbangan
dikumpulkan di halaman utama Griya Werdha Jambangan untuk
mengikuti senam keseimbangan secara terbimbing.
2. Tindakan
a. Berkordinasi dengan bagian keperawatan Griya Werdha, Kepala
UPTD, pembimbing akademik

67
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
3. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Aisyah Kartika, S.Kep
b. Fasilitator: Semua mahasiswa profesi ners unair kelompok C1 yang
sedang bertugas
4. Sasaran
Lansia yang memiliki masalah gangguan keseimbangan dan risiko jatuh
berdasarkan hasil skrining di Griya Werdha
5. Metode
Acara dimulai setelah lansia yang sesuai kriteria berkumpul di halaman
utama. Setiap lansia diberikan kursi dan didampingi oleh fasilitator.
Kemudian, mahasiswa akan menjelaskan tujuan dilakukannya senam
keseimbangan. Seorang mahasiswa bertugas sebagai instruktur senam,
mahasiswa lainnya yang bertugas sebagai fasilitator mendampingi lansia
selama proses senam keseimbangan dan mengarahkan tahap-tahap dari
awal hingg akhir. Berikut adalah tahapan senam keseimbangan, meliputi:
a. Berdiri, menoleh ke kanan dank e kiri masing-masing sebanyak 5 kali
b. Berdiri, tangan di panggul putar badan ke kanan dan ke kiri sebanyak
5 kali
c. Duduk, letakkan beban pada pergelangan kaki dan gerakkan lutut ke
atas dan ke bawah sebanyak 10 kali masing-masing kaki kanan dan
kiri
d. Berdiri, letakkan beban pada pergelangan kaki, berpegangan pada
kursi dan gerakkan tungkai ke samping atas dan bawah sebanyak 10
kali masing-masing kaki kanan dan kiri
6. Susunan acara

Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Pelaksanaan

Rabu, 20 Febuari Senam Memfasilitasi lansia


2019 Keseimbangan untuk melakukan senam
pukul 06.30 WIB keseimbangan

7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a) Kesiapan Materi
b) Kesiapan pre planning
c) Peserta bersedia mengikuti senam keseimbangan
b. Evaluasi Proses
a) Kegiatan dilakukan tepat waktu
b) Peserta antusias terhadap kegiatan acara

68
c) Suasana kegiatan tertib
d) Tidak ada peserta yang meninggalkan kegiatan di tengah-tengan
acara
c. Evaluasi Hasil
a. Lansia menyatakan senang dengan senam keseimbangan yang
diadakan
b. Lansia menunjukkan keadaan yang rileks
c. Lansia menyatakan merasa lebih baik dalam menjaga
keseimbangan
d. Lansia tidak menunjukkan tanda-tanda risiko jatuh
8. Setting tempat

Fasilitator Utama

: Peserta : Fasilitator

Surabaya, 12 Februari 2019


Ketua

Alif Arditia Yuda, S. Kep


NIM. 131813143180

Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S. Kep. Ns., M. Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

69
PRE PLANNING
“Penyuluhan Tata Cara Bersuci dan Beribadah di Atas Tempat Tidur”

Hari/Tanggal : Senin, 18 Februari 2019


Selasa, 19 Februari 2019
Tempat : Griya Werdha Jambangan
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB
Kegiatan : Penyuluhan tata cara bersuci dan beribadah diatas tempat tidur

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah suatu tahap lanjut dari proses kehidupan yang
ditandai dengan dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan system
tubuh secara alamiah atau fisiologis agar mampu beradaptasi dengan stress
lingkungan. Tanda proses penuaan pada umumnya mulai tampak sejak usia 45
tahun dan akan menimbulkan permasalahan pada umur sekitar usia 45 tahun dan
akan menimbulkan masalah di usia 60 tahun (Pudjiastutik, 2003). Lanjut usia
merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, semua orang akan mengalami
proses penuaan dan masa tua adalah masa hidup seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap (Depkes, 2013). Perubahan
tersebut mnimbulkan konsekuensi salah satunya yaitu penurunan fungsi kognitif.
Penurunaan fungsi kognitif pada lansia bisa dicegah melalui kegiatan yang
berhubungan dengan proses piker, salah satunya adalah meningkatkan nilai
mental spiritualnya dengan cara bersuci dan beribadah, kehidupa spiritual sangat
penting kaitannya dengan kesehatan mental, karena spiritual menghindarkan
seseorang dari stress dan membuat pikiran seseorang dapat berfikir secara
rasional. Kondisi spiritual yang sehat diyakini mampu menghindarkan rasa stress
bahkan depresi.
Shalat adalah salah satu dari kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada
orang-orang yang mengaku dirinya sebagai muslim. Kewajiban shalat harus
dikerjakan seorang muslim secara rutin dalam sehari semalam sebanyak lima
waktu, tidak boleh ditinggalkan walau dalam kondisi dan situasi apapun, seperti:
kondisi sibuk bekerja, dalam perjalanan, maupun dalam kondisi sakit. Dalam
kondisi dan situasi tertentu yang tidak bisa dihindarkan oleh manusia, Allah SWT
memberikan beberapa keringanan/rukhshah dalam mengerjakan shalat, misalnya:
saat menjadi musafir atau menempuh perjalanan jauh, shalat dapat dilakukan
dengan cara jamak qashar/digabung dan diringkas. Dalam kondisi sakit, shalat
dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring, dan isyarat. Bahkan jika tidak ada
air atau karena sakit yang tidak diperbolehkan kena air, maka wudhu dapat diganti
tayamum dengan debu.

70
B. Tujuan
Setelah dilakukan intervensi lansia dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan dan dapat membina kerukunan serta ketentraman
dalam hidupnya.
C. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Penyuluhan tata cara bersuci dan beribadah sesuai kemampuan pada
pasien total care dan partial care untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya
dan menambah keyakinannya pada kuasa Allah SWT dengan
memfasilitasi cara bersuci dan beribadah di tempat tidur
2. Tindakan
Berkoordinasi dengan Kepala ruangan dan pembimbing klinik dan
akademik serta pemuka agama di panti dalam rencana pelaksanaan
kegiatan.
a) Mengajari lansia dengan total care dan partial care tentang tata cara
bersuci dan beribadah diatas tempat tidur.
b) Memotivasi lansia dengan total care dan partial care dalam rutin
melakukan ibadah dan bersuci sebelum beribadah
3. Pengorganisasian Kelompok
Ketua : Auzan Muttaqin
Pelaksana : semua mahasiswa profesi FKp Unair yang praktik
Fasilitator : Ayu Tria, Citra Intan, Eka Fitriyah
Dokumentasi : Alif
4. Sasaran
Lansia total care dan patial care di Griya Werdha Jambangan
5. Media
Poster
6. Metode
Pada kegiatan ini dilaksanakan untuk lansia menjadi lebih medekatkan diri
kepada Tuhan dan menjadikan ketenangan batin lansia.
7. Materi
Terlampir
8. Susunan Acara
PJ
No. Waktu Kegiatan Kegiatan Peserta
Pelaksanaan
Penyuluhan Penyuluhan dan
Senin, Ketua
1 dan mempraktikan cara
18 Februari 2019 pelaksanan
demonstrasi bersuci ditempat tidur
Penyuluhan dan
Penyuluhan
Selasa, mempraktikan Ketua
2 dan
19 Februari 2019 beribadah diatas tempat pelaksanan
demonstrasi
tidur

71
9. Susunan Tempat
Ruang Kenanga, Blok A
Ruang Seruni, Blok C
10. Evaluasi Kegiatan
a) Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta yang bersedia mengikuti kegiatan
b) Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilaksanakan tepat waktu
2) Suasana kegiatan tertib
3) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat selama kegiatan
berlangsung
c) Evaluasi Hasil
1) Lansia mampu mengikuti kegiatan.
2) Lansia mampu mengaplikasikan kegiatan dalam sehari hari.

Surabaya, 11 Februari 2019

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143108

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

72
Lampiran materi

“Penyuluhan Tata Cara Bersuci dan Beribadah di Atas Tempat Tidur”

1. Bersuci
Orang yang sakit wajib melakukan kegiatan bersuci seperti orang yang sehat
berupa bersuci dengan air dari hadats kecil dan besar, berwudhu dari hadats
kecil dan mandi dari hadats besar.
Sebelum berwudhu, harus terlebih dahulu beristinja dengan air atau
istijmar dengan batu, atau yang serupa dengan batu terhadap orang yang kencing
atau buang air besar.
 Istijmar harus dengan tiga biji batu yang suci
 Istijmar tidak boleh dengan kotoran, tulang, makanan dan segala sesuatu
yang dihormati.
 Yang paling utama adalah istijmar dengan batu atau yang serupa seperti
tissu (sapu tangan), tanah, dan semisalnya, kemudian diteruskan dengan
air, karena batu menghilangkan benda najis dan air mensucikannya, maka
lebih sempurna.
 Manusia diberi pilihan di antara istinja dengan air atau istijmar dengan
batu dan semisalnya. Jika ia ingin salah satunya maka air lebih utama
karena ia lebih mensucikan tempat dan menghilangkan benda ('ain) atau
bekas. Ia lebih membersihkan.
 Jika ia hanya ingin memakai batu saja, cukup tiga biji batu apabila sudah bisa
membersihkan tempat. Jika belum membersihkan, menambah empat dan
lima hingga benar-benar bersih dan yang utama adalah dalam bilangan
ganjil.
 Tidak boleh istijmar dengan tangan kanan, kecuali Jika tangan kiri terputus
atau patah atau sakit atau yang lainnya maka, istijmar dengan tangan
kanannya diperbolehkan.

1. Apabila orang yang sakit tidak mampu berwudhu dengan air karena
lemah atau karena takut bertambah sakit, atau terlambat sembuhnya,
maka ia boleh bertayammum.
 Tayammum: adalah memukul kedua telapak tangannya di atas
tanah yang suci satu kali pukulan, kemudian mengusap mukanya
dengan bagian dalam telapak tangannya, dan mengusap kedua
telapak tangannya.
 Boleh bertayammum dengan sesuatu yang suci yang ada debunya,
sekalipun tidak berada di atas tanah. Maka jika debu beterbangan
di dinding atau semisalnya, maka ia boleh bertayammum pada
dinding tersebut. Jika masih suci dari tayammum yang pertama, ia
boleh shalat (yang kedua) dengannya sama seperti wudhu,

73
sekalipun beberapa kali shalat. Ia tidak wajib mengulangi
tayammumnya, karena iaadalah pengganti wudhu, dan pengganti sama
seperti hukum yang diganti.
 Tayammum batal dengan segala hal yang membatalkan wudhu,
mampu menggunakan air atau adanya air bagi yang tidak
mendapatkan air.

2. Apabila sakitnya ringan dan berwudlu menggunakan air atau bisa


menggunakan air hangat tidak berbahaya atasnya dan tidak
menyebabkan terlambat sembuh, bertambah sakit dan tidak khawatir
sesuatu yang jelek, seperti sakit kepala, sakit gusi dan semisalnya, maka
tidak boleh bertayammum baginya, karena boleh dan tidaknya
bertayamum di karenakan untuk menolak bahaya atasnya, dan jika ia
sudah menemukan air maka ia harus menggunakan air.

3. Apabila orang yang sakit susah berwudhu atau bertayammum sendiri, ia


diwudhukan atau ditayammumkan oleh orang lain dan cukuplah hal
itu baginya.

4. Orang yang terluka, dengan luka bernanah, atau patah, yang


berbahaya jika terkena air, lalu ia dalam keadaan junub, ia boleh
bertayammum. Jika ia bisa membasuh yang sehat dari tubuhnya, ia
harus melakukan hal itu dan bertayammum untuk yang lain.

5. Barangsiapa yang luka di salah satu anggota bersuci (seperti di


tangan), maka ia membasuhnya dengan air. Jika ia merasa sulit
membasuhnya atau berbahaya, ia mengusapnya dengan air saat
membasuh anggota wudhu yang ada luka menurut urutan tertib
wudhu. Jika ia susah mengusapnya atau berbahaya, ia boleh
bertayammum dan cukuplah untuknya.

6. Orang yang memakai pembalut (karena luka atau patah), yaitu orang
yang di salah satu anggota tubuhnya ada yang patah yang sedang di
Gips, maka ia cukup mengusapnya dengan air, sekalipun ia tidak
meletakkan dalam keadaan suci (maksudnya: tidak berwudhu saat
memakainya).

7. Apabila orang yang sakit ingin shalat, ia harus bersungguh-sungguh


menjaga kesucian badan, pakaian, dan tempat shalatnya dari segala
najis. Jika ia tidak mampu, ia shalat apa adanya dan tidak mengapa
atasnya.

74
8. Apabila orang sakit menderita silsil baul (kencing terus menerus) dan
belum sembuh dengan pengobatannya, maka ia harus ber istinja,
berwudhu untuk setiap shalat setelah masuk waktunya, mencuci yang
mengenai badannya dan menjaga pakaiannya tetap suci untuk shalat
jika tidak memberatkannya. Dan jika tidak bisa niscaya dimaafkan
darinya, dan ia menjaga semaksimal mungkin agar air seninya tidak
mengenai pakaian, tubuhnya atau tempat shalatnya dengan
membungkus zakarnya dengan sesuatu yang bisa menahan air seni.

2. Beribadah
1. Orang yang sakit harus shalat berdiri tegak sebatas kemampuannya.
2. Siapa yang tidak mampu shalat berdiri, ia shalat dengan posisi
duduk, dan yang utama adalah bersila di setiap tempat berdiri.
3. Jika ia tidak mampu shalat duduk, ia shalat di atas lambungnya
sambil
4. menghadap kiblat dengan wajahnya, dan yang sunnah adalah di
atas lambungnya yang kanan.
5. Jika tidak mampu shalat di atas lambungnya, ia shalat bertelentang.
6. Barangsiapa yang mampu berdiri dan tidak bisa ruku' atau sujud,
7. kewajiban berdiri tidak gugur darinya, tetapi ia shalat berdiri lalu
8. memberi isyarat dengan ruku', kemudian ia duduk dan memberi
isyarat dengan sujud.
9. Jika ada penyakit di matanya, dan dokter yang dipercaya berkata:
Jika engkau shalat bertelentang niscaya bisa mengobatimu, dan
jika tidak maka tidak (bisa mengobatimu). Maka ia boleh
shalatbertelentang.
10. Barangsiapa yang lemah melakukan ruku' dan sujud, ia memberi
isyarat dengannya dan menjadikan sujud lebih rendah dari ruku'.
11. Jika ia hanya tidak bisa sujud, ia ruku' dan memberi isyarat
dengan sujud.
12. Jika ia tidak bisa menundukkan punggungnya hingga lehernya,
jika punggungnya melengkung, maka jadilah ia seolah-olah ruku',
maka jika ia ingin ruku', ia menambah tunduknya sedikit dan
mendekatkan wajahnya sedikit ke bawah di dalam sujud sebatas
kemampuannya.
13. Jika ia tidak bisa memberi isyarat dengan kepalanya, ia bertakbir
dan membaca, berniat dengan hatinya ruku, bangkit darinya,
sujud, bangkit darinya, duduk di antara dua sujud, dan duduk
untuk tasyahhud serta membaca zikir-zikir yang mesti dibaca.
Adapun yang dilakukan sebagian orang yang sakit berupa isyarat
dengan jemarinya maka hal itu tidak ada dasarnya.

75
14. Apabila orang yang sakit mampu di saat shalatnya melakukan
sesuatu yang sebelumnya ia tidak mampu melakukannya berupa
berdiri atau duduk atau ruku' atau sujud atau memberi isyarat, ia
berpindah kepadanya dan meneruskan shalatnya.
15. Apabila orang yang sakit atau selainnya ketiduran atau lupa
shalat, ia harus segera shalat saat bangun dari tidur atau saat
teringatnya, dan ia tidak boleh meninggalkannya hingga masuk
waktu yang lain untuk melaksanakan shalatnya.
16. Tidak boleh meninggalkan shalat dalam kondisi apapun. Begitu
juga dengan setiap mukalaf, ia harus bersungguh-sungguh
terhadap shalat dalam segala kondisinya, saat sehat dan sakitnya,
karena ia adalah tiang Islam dan rukun yang paling penting setelah
dua kalimah syahadah. Bagi seorang muslim, tidak boleh
meninggalkan shalat wajib, sekalipun ia sakit, selama akalnya
sehat. Bahkan ia harus melakukannya tepat waktu menurut kadar
kemampuannya menurut cara yang telah disebutkan. Adapun yang
dilakukan sebagian orang sakit berupa menunda shalat hingga
sembuh dari sakitnya, maka hal itu tidak boleh, dan tidak ada
dasarnya dalam syari'at yang suci.
17. Apabila orang yang sakit merasa susah menunaikan shalat tepat
waktu maka ia boleh menjama' di antara zuhur dan ashar, di
antara maghrib dan isya secara jama' taqdim atau ta'khir menurut
yang termudah baginya. Jika ia menghendaki, ia mendahulukan
ashar (dari waktunya) bersama zuhur dan jika menghendaki ia
boleh mendahulukan isya (dari waktunya) bersama shalat maghrib.
Dan jika ia menghendaki, ia bisa menunda maghrib (dari
waktunya) bersama shalat isya. Adapun shalat fajar maka tidak
bisa digabungkan dengan shalat sebelum dan sesudahnya, karena
waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya.
Berikut ini tata cara shalat bagi orang yang kami ringkaskan dari
penjelasan Syaikh Sa’ad bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin
1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri
Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan
ketentuan sebagai berikut:
 Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak
memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk
dilakukan.
 Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.

76
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan
bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di
lutut.
 Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika
tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih
banyak dari ketika rukuk.
 Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud
seperti biasa.
2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk
Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya
sambil berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:
a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)
Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:
 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan.
Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun
tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat
maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
b. mustalqiyan (telentang)
Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:
 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala
diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga
wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.

77
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota
tubuhnya (lumpuh total)
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa
menggerakkan mata, maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih
termasuk makna al-imaa`. Ia kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk,
dan ia kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika
membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-
bacaan shalat pun dibaca dalam hati.
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih
sadar, maka shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya
gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika
membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-
bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

Sumber:
Riset Ilmiah Dan Fatwa dari kitab al-Fatawa alMuta'alliqah bith thibhal 29-66

78
PRE PLANNING
“Kegiatan Rutin Ba’da Maghrib”

Tanggal : 13-22 Februari 2019


Tempat : Mushola Griya Werdha Jambangan
Waktu : setelah jama’ah maghrib (18.30 WIB)
Kegiatan : ceramah agama, yasin dan tahlil, istighosah, asmaul husna

A. Latar Belakang
Usia tua merupakan salah satu tahapan yang akan dilalui manusia didunia.
Dimana islam mengangkat derajat orang tua hanya satu tingkat bawah
keimanan kepada Allah SWT dan ibadah yang benar kepada-Nya. Nabi
Muhammad SAW seorang pendidik agung, menempatkan kebaikan dan sikap
hormat kepada orangtua berada diantara dua perbuatan eragung dalam islam,
yaitu sholat tepat waktu dan jihad dijalan Allah SWT (Rahmawati, 2008).
Hubungan yang bersifat vertikal merupakan naluri bagi setiap manusia
yang tidak dapat dipungkiri. Tanpa adanya hubungan yang baik antara
manusia dengan Allah SWT, sebenarnya hal ini sudah menunjukkan sakitnya
mental seseorang. Wujud nyata dari adanya hubungan manusia dengan Allah
SWT adalah adanya kebaktian atau ibadah mahdhah manusia kepada Allah
SWT. Hal ini merupakan tugas (kewajiban) manusia sebagai makhluk yang
telah diciptakan Allah SWT (Rahmawati, 2008).
Ketika kondisi sudah tua, banyak dari lansia akan lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT karena merasa sudah dekat waktunya untuk kembali
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, di panti werdha diadakan kegiatan
keagamaan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B. Tujuan
Setelah dilakukan kegiatan rutin keagamaan ba’da sholat maghrib
berjama’ah, lansia dapat meningkatkan ketaqwaan dalam menedekatkan diri
kepada Allah SWT.

C. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Kegiatan rutin keagaamaan ini dilakukan setiap setelah sholat berjama’ah
maghrib di mushola panti werdha Jambangan. Kegiatan ini terdiri dari
pembacaan yasin dan tahlil, istighosah, asmaul husnah, dan ceramah
agama. Kegiatan ini akan didimpin oleh mahasiswa FKP dan didampingi
oleh Ustadz.
2. Tindakan
Berkoordinasi dengan kepala ruangan, dan pembimbing klinik serta
pemuka agama di Panti Werdha Jambangan dalam pelaksanaan kegiatan.

79
a) Membimbing pembacaan yasin dan tahlil
b) Mebimbing pembacaan asmaul husna
c) Membimbing pembacaan istighosah
d) Memberikan ceramah agama
3. Pengorganisasian Kelompok
Ketua : Auzan Muttaqin
Pelaksana : semua mahasiswa profesi FKp Unair yang praktik
Fasilitator : Ayu Tria, Citra Intan, Eka Fitriyah
Dokumentasi : Alif
4. Sasaran
Lansia yang mengikuti sholat maghrib berjama’ah
5. Media
Ceramah
6. Metode
Pada kegiatan ini dilaksanakan untuk lansia menjadi lebih medekatkan diri
kepada Tuhan dan menjadikan ketenangan batin lansia.
7. Susunan Acara
No. Hari, Tanggal Kegiatan
1. Rabu, 13 Februari 2019 Ceramah agama
2. Kamis, 14 Februari 2019 Yasin dan tahlil
3. Jum’at, 15 Februari 2019 Istighosah
4. Sabtu, 16 Februari 2019 Asmaul Husna
5. Minggu, 17 Februari 2019 Ceramah agama
6. Senin, 18 Februari 2019 Istighosah
7. Selasa, 19 Februari 2019 Asmaul Husna
8. Rabu, 20 Februari 2019 Ceramah agama
9. Kamis, 21 Februari 2019 Yasin dan tahlil
10. Jum’at, 22 Februari 2019 Istighosah

8. Susunan Tempat
Mushola Panti Werdha Jambangan
9. Evaluasi Kegiatan
a) Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta yang bersedia mengikuti kegiatan
b) Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilaksanakan tepat waktu
2) Suasana kegiatan tertib
3) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat selama kegiatan
berlangsung

80
c) Evaluasi Hasil
1) Lansia mampu mengikuti kegiatan.
2) Lansia mampu mengaplikasikan kegiatan dalam sehari hari.

Surabaya, 11 Februari 2019

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143108

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

81
PRE PLANNING
PEMBUATAN KALENDER UNTUK LANSIA

Hari / tanggal : Senin, 18 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 09.00
Kegiatan : Pelatihan pembuatan kalender bagi lansia
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kondisi lanjut usia mengalami beberapa penurunan atau
kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis, yang nantinya dapat
mempengaruhi mobilitas juga kontak sosial. Kesepian akan sangat
dirasakan oleh lanjut usia yang hidup sendirian, tanpa anak, introvet, rasa
percaya diri rendah, merasa kehilangan, sedih yang mendalam, sehingga
berlanjut ke depresi (Hendrawan, 2003). Terapi okupasi yaitu terapi
penyembuhan atau pemulihan terhadap individu, sehingga dapat
meningkatkan keterampilan dan performance manusia, merupakan
penanganan terhadap individu yang menderita penyakit atau disabilitas
baik fisik atau mental dengan menggunakan waktu luang untuk melakukan
aktivitas dan pekerjaan (FKUI, 2000).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Umah (2012)
tentang terapi okupasi berupa keterampilan pada tingkat depresi lansia
menunjukkan hasil bahwa lansia yang diberi terapi okupasi keterampilan
menunjukkan lansia lebih banyak meluangkan waktunya untuk melakukan
kegiatan dalam mengisi hari-harinya terutama dilakukan bersama teman-
temannya, bercanda, selain untuk berekreasi, juga bersifat terapeutik
sehingga dapat memulihkan kembali untuk berkonsentrasi. Sehingga ada
pengaruh terapi okupasi terhadap tingkat depresi pada lansia.

2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum

82
Setelah diberikan terapi okupasi berupa keterampilan membuat
kalender diharapkan lansia dapat membantu daya ingat lansia.
2.2 Tujuan Khusus
6. Lansia dapat mengingat hari
7. Lansia dapat mengingat tanggal
8. Lansia dapat mengingat bulan
9. Lansia dapat mengingat tahun
10. Lansia dapat mengerjakan kegiatan ini setiap hari setelah
bangun tidur
Plan of Action
1. Rencana Strategis
a. Menyiapkan alat dan bahan: stik es krim, lem kayu, karton, spidol,
kawat
b. Menuliskan hari, tanggal, bulan dan tahun
c. Merangkan semua peralatan dan bahan menjadi kalender
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat griya dan pembimbing
akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan pemberian pelatuhan pembuatan kalender
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggungjawab kegiatan : Annisha Zuchrufiany, S.Kep
b. Fasilitator : Semua mahasiswa FKp Kelompok
C1 yang sedang berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk dating ke tempat pelatihan.
Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat kalender
tersebut.

83
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Perlaksanaan

18 Januari 2019 Pelatihan pembuatan Menjelaskan tujuan


kalender dan manfaat lalu
membuat kalender

7. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
a) Kesiapan materi
b) Kesiapan pre planning
c) Peserta bersedia dilakukan pelatihan pembuatan kalender dalam
mengurangi disorientasi waktu pada lansia
b. Evaluasi proses
6. Kegiatan dilakukan tepat waktu
7. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
8. Suasana kegiatan tertib
9. Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi hasil
Lansia menyatakan senang dengan pelatihan pembuatan kalender

DAFTAR PUSTAKA
Umah, Khoirul. 2012. Terapi Okupasi : Training Ketrampilan Pengaruhi Tingkat
Depresi pada Lansia. Gresik : Journals of Ners Community Vol 3 No 1 Juni
2012.

84
Surabaya, 11 Februari 2019

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143108

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

85
PRE PLANNING
PEMBUATAN KERAJINAN TANGAN DARI KORAN BEKAS
UNTUK LANSIA

Hari / tanggal : Rabu, 20 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 09.00
Kegiatan : Pelatihan pembuatan kerajinan tangan dari koran bekas untuk
lansia
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Individu lanjut usia dapat mengalami beberapa gangguan kesehatan
termasuk depresi akibat stress dalam menghadapi perubahan diri dan
lingkungannya (Indrawari Saputri, 2011). Stress dapat pada lansia dapat
mengakibatkan lansia mengalami kesepian. Kesepian akan sangat
dirasakan oleh lanjut usia yang hidup sendirian, tanpa anak, introvet, rasa
percaya diri rendah, merasa kehilangan, sedih yang mendalam
(Hendrawan, 2003). Intervensi yang tepat bagi lansia untuk menurunkan
kesepian yang dialami dapat dilakukan dengan memberikan terapi yang
positif, menarik dan menyenangkan salah satunya adalah art therapy. Art
therapy merupakan terapi okupasi yang menggunakan media seni dan
proses kreatif untuk mengekspresikan diri, meningkatkan kettampilan
individu, mengelola stress dan meningkatkan percaya diiri. Melalui art
therapy individu dapat mengasah ketrampilan dan mengelola emosinya
(Malchiodi, 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Permatasari
(2017) menunjukkan hasil bahwa lansia yang diberi terapi art therapy
dapat menurunkan tingkat depresi lansia terlihat dari perubahan karya
yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitian tersebut, kami merancang suatu art therapy
dalam bentuk pembuatan kerajinan tangan dari koran bekas untuk lansia
selain untuk berekreasi, juga bersifat terapeutik sehingga dapat

86
memulihkan kembali untuk berkonsentrasi. Hasil dari terapi pembuatan
kerajinan tangan dari koran bekas diharapkan ada pengaruh terapi okupasi
terhadap tingkat depresi pada lansia.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan terapi okupasi berupa keterampilan membuat
kerajinan tangan dari koran bekas diharapkan lansia dapat
mengurangi tingkat kesepian lansia.
2.2 Tujuan Khusus
11. Lansia dapat melatih berkreasi
12. Lansia dapat melatih ketrampilan dan kesabaran membuat pola
13. Lansia dapat menghasilkan barang yang bernilai jual
Plan of Action
8. Rencana Strategis
d. Menyiapkan alat dan bahan: koran bekas, lem, gunting
e. Melipat koran menjadi gulungan kecil
f. Menyusun gulungan koran sesuai pola
9. Tindakan
d. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat griya dan pembimbing
akademik
e. Menyiapkan peralatan dan tempat
f. Menjelaskan tujuan pemberian pelatihan pembuatan kerajinan tangan
dari koran bekas
10. Pengorganisasian Kelompok
c. Penanggungjawab kegiatan : Aprhodita Emawati Gunarsih,
S.Kep
d. Fasilitator : Semua mahasiswa FKp Kelompok
C1 yang sedang berdinas
11. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha
12. Metode

87
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk dating ke tempat pelatihan.
Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat kerajinan tangan
dari koran bekas tersebut.
13. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Perlaksanaan

20 Februari 2019 Pelatihan pembuatan Menjelaskan tujuan


kerajinan tangan dari dan manfaat lalu
koran bekas membuat kerajinan
tangan dari koran
bekas

14. Evaluasi
d. Evaluasi struktur
d) Kesiapan materi
e) Kesiapan pre planning
f) Peserta bersedia dilakukan pelatihan pembuatan kerajinan tangan
dari koran bekas dalam mengurangi kesepian pada lansia
e. Evaluasi proses
10. Kegiatan dilakukan tepat waktu
11. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
12. Suasana kegiatan tertib
13. Tidak ada peserta yang menolak
f. Evaluasi hasil
Lansia menyatakan senang dengan pelatihan pembuatan kerajinan
tangan dari koran bekas

DAFTAR PUSTAKA
Permatasari. A. E., Marat, S., Suparman, M. Y. 2017. Penerapan Art Therapy
untuk Menurunkan Depresi pada Lansia di Panti Werdha X. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni. Vol.I No.1 hal.116-126

88
Surabaya, 11 Februari 2019

Alif Arditia Yuda, S.Kep


NIM. 131813143108

Mengetahui,

Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik

Septarti Hendartini, S. Sos Rista Fauziningtyas, S.Kep. Ns., M.Kep


NIP. 19660918198901200 NIP. 198707172015042002

89
PRE PLANNING
LATIHAN GERAK ROM (Range of Motion) UNTUK PENINGKATAN
KEKUATAN OTOT DAN FLEKSIBILITAS LANJUT USIA

Hari/Tanggal : Rabu, 13 Februari 2019


Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 09.00
Kegiatan : Latihan gerak ROM (Range of Motion) untuk peningkatan
kekuatan otot dan fleksibilitas lanjut usia
C. Pendahuluan
3. Latar Belakang
Proses menua menimbulkan suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di derita (Maryam, 2008).
Imobilisasi, intoleransi aktivitas, dan sindrom disuse sering terjadi pada lansia.
Imobilisasi didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang
kurang dari mobilisasi normal. Dampak fisiologis dari imobilisasi dan
ketidakaktifan adalah peningkatan katabolisme protein sehingga menghasilkan
penurunan kekuatan otot. Selain itu lansia sangat rentan terhadap konsekuensi
fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Secara fisiologis, tubuh bereaksi
terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hampir sama dengan
proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek penuaan (Stanley, 2006).
Padahal, kebanyakan efek proses penuaan dapat diatasi bila tubuh dijaga tetap
sehat dan aktif (Smeltzer, 2001). Dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat
hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5%
dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya.
Lingkungan internal, atau kompetensi klien adalah faktor penentu mobilitas
yang paling penting ketika derajat imobilitas yang lebih rendah terjadi. Karena
kompetensi lansia menurun, ia bergantung lebih besar pada lingkungan
eksternal untuk mempertahankan mobilitas. Jadi, lansia yang mengalami
gangguan imobilisasi fisik seharusnya melakukan latihan aktif agar tidak
terjadi penurunan kekuatan otot.
Hal ini tentunya perlu adanya penatalaksanaan untuk masalah
imobilisasi pada lansia. Sebagai perawat seharusnya mengintervensi dalam
asuhan keperawatan. Intervensi yang dapat digunakan pada lansia yaitu
dengan latihan. Terdapat berbagai macam latihan fisik untuk lansia, yaitu
latihan kontraksi otot isometrik dan isotonik, latihan kekuatan, latihan aerobik,
latihan rentang gerak (Range of Motion).
Menurut Stanley (2006), pemeliharaan kekuatan otot dan fleksibilitas
sendi, disertai latihan Range of Motion (ROM) dapat meningkatkan dan
mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas persendian. Menurut Safa’ah

90
(2013) latihan ROM merupakan latihan yang sangat efektif bagi lansia yang
mengalami penurunan kekuatan otot. Latihan ROM juga menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan tingkat fleksibilitas lansia (Liza
Stathokostas et al, 2013). Latihan ini mudah dalam pelaksanaan, dapat di
lakukan berdiri maupun berbaring, serta efisien karena tidak menggunakan
alat khusus serta dapat di lakukan kapan saja.
4. Tujuan
2.3 Tujuan Umum
Setelah diberikan latihan gerak ROM (Range of Motion) kekuatan
otot dan fleksibilitas lansia meningkat
2.4 Tujuan Khusus
Lansia menjadi lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan nyeri
sendi dan kaku otot
Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas lansia

D. Plan Of Action
8. Rencana strategis
Latihan gerak ROM dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Kegiatan
ini diikuti oleh klien yang telah selesai mandi dan sarapan dengan kategori
lansia partial dan total care agar dapat meningkatkan kekuatan otot dan
fleksibilitas pada lansia. Bagi lansia yang dapat menggerakkan sendi dapat
dilakukan ROM aktif dan bagi lansia yang total care dapat dilakukan
ROM pasif. Semua lansia dilakukan pendampingan dan diajarkan oleh
semua mahasiswa
9. Tindakan
d. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, pembimbing
akademik dalam rencana kegiatan yang akan diselenggarakan.
e. Mempersiapkan materi dan gerakan yang akan diajarkan.
f. Mengajarkan dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia
10. Pengorganisasian kelompok
c. Penanggung jawab kegiatan : Arfa Zikrian, S. Kep
d. Fasilitator : Seluruh mahasiswa profesi FKp Unair kelompok C1 yang
sedang berdinas.
11. Sasaran
Semua lansia yang mengalami imobilitas atau penurunan kekuatan otot di
Panti Griya Werdha
12. Metode
Mahasiswa mempersiapkan materi dan gerakan yang akan
diajarkan dan di praktikkan. Kemudian mahasiwa mengajak lansia dan

91
mempersiapkan lansia untuk latihan gerak ROM (Range of Motion).
Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan maksud, tujuan dan
prosedur pelaksanaan latihan gerak ROM (Range of Motion). Mahasiswa
mendampingi dan mengajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia.
13. Susunan acara
Waktu pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Rabu, 13 Februari Latihan gerak ROM Menjelaskan tujuan,
2019 (Range of Motion) manfaat dan
Pukul 09.00 untuk peningkatan mengajarkan lansia
kekuatan otot dan melakukan latihan
fleksibilitas pada lanjut gerak ROM (Range of
usia Motion).

14. Evaluasi
d. Evaluasi Struktur
4) Kesiapan materi
5) Kesiapan pre planning
6) Peserta bersedia diajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion).
e. Evaluasi Proses
4) Kegiatan dilakukan tepat waktu
5) Peserta antusias terhadap kegiatan yang diselenggarakan
6) Tidak ada peserta yang menolak atau meninggalkan kegiatan.
f. Evaluasi Hasil
4) Peserta dapat mengikuti kegiatan dengan baik
5) Peserta menyatakan lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
6) Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi

REFERENSI
Nurus Safa’ah. (2013). Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan)
Kec. Babat Kab Lamongan. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2 Desember 2013: 62–
65

Liza Stathokostas, Matthew W. McDonald, Robert M. D. Little, and Donald H.


Paterson. (2013). Flexibility of Older Adults Aged 55–86 Years and the Influence
of Physical Activity. Journal of Aging Research Volume 2013.

92
Maryam, Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. Jakarta: EGC.

93

Anda mungkin juga menyukai