Laporan Desiminasi Awal
Laporan Desiminasi Awal
Laporan Desiminasi Awal
DISUSUN OLEH:
PERIODE IV
KELOMPOK C3
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyusun laporan desiminasi awal di UPTD Griya
Werdha Jambangan Surabaya dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan
Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga stase Keperawatan
Gerontik. Penyusunan desiminasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu bersama dengan ini perkenankanlah penyusun untuk mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs., (Hons) selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Pendidikan Profesi Ners.
2. Ibu Rista Fauziningtyas, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku penanggung jawab
profesi keperawatan stase keperawatan gerontik dan dosen keperawatan
gerontik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, dan
arahan selama proses penyusunan desiminasi ini.
3. Ibu Septarti Hendartini, S. Sos selaku Kepala UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya yang telah memberikan kesempatan kami untuk
melakukan menyelesaikan profesi keperawatan stase keperawatan gerontik
di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
4. Pembimbing klinik UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya yang telah
memberikan koreksi dan masukan yang membangun.
Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan
kesempatan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya sadari
bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, tetapi saya berharap skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Penyusun
LEMBAR PENGESAHAN
Disahkan tanggal,
13 Februari 2019
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
3) Sistem Persarafan
Terdapat perubahan pada sel tubuh yang semakin mengecil ukurannya.
Perubahan ini juga dapat terjadi pada sel saraf. Pengecilan ukuran yang
terjadi pada sel saraf dapat mengakibatkan gangguan pada proses
penghantaran stimulus ke otak untuk diproyeksikan. Dampak dari gangguan
ini adalah terjadinya penurunan fungsi pada saraf pancaindera sehingga
berkurangnya penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasa serta
peningkatan sensitifitas terhadap perubahan suhu pun dapat ditemui.
4) Penglihatan
Penglihatan lansia akan mengalami penurunan lapang dan luas panjang.
Kornea pada lansia cenderung lebih bulat (sferis) dan akan lebih sulit bagi
lansia untuk melihat dengan cahaya yang minimal bahkan gelap. Lensa juga
akan menjadi lebih keruh hingga dapat ditemukan katarak.
5) Pendengaran
Lansia akan mengalami gangguan pendengaran (presbiakusis). Kemampuan
pendengaran yang terganggu adalah pada telinga dalam sehingga lansia
akan sulit mendengarkan nada tinggi dan suara yang tidak jelas sehingga
akan menyulitkan lansia dalam memahami kata-kata. Selain itu, adanya
penumpukan serumen yang mudah mengeras karena adanya keratin juga
mempengaruhi hal tersebut. membran timpani akan mengalami atropi yang
berakibat pada timbulnya resiko otosklerosis.
24
10) Struktur organisasi “UPTD Griya Werdha Surabaya” adalah sebagai
berikut:
Ka.UPTD Griya Werdha
& Babat Jerawat
Septarti Hendartini
S.Sos
Kasub Bag TU
Koor. Humas
Lusiana. E.P Koor. Adm Perawat
Noky. A
SDM yang ada di “UPTD Griya Werdha Surabaya” ada 56 pegawai dengan
perincian sebagai berikut:
1. Tenaga PNS
a. Kepala UPTD : 1 orang
b. Staff : 2 orang
2. Tenaga Honorer
a. Perawat : 26 orang
b. Admin : 2 orang
c. Keamanan : 5 orang
d. Bimbingan Mental/ Rohani : 2 orang
e. Juru Masak : 4 orang
f. Petugas Kebersihan : 9orang
25
Denah UPTD Griya Werdha Jambangan
Pos satpam
dan parkiran
Kamar
Kamar Gazebo
Dahlia Kamar
Anggrek
Kamboja
Kamar Kamar Taman dan Kolam ikan
Sedap Laundry dan
Lavender
Malam toilet
26
11) Kegiatan Lansia Panti Griya Werdha Jambangan Surabaya
27
BAB 3
HASIL PENGKAJIAN
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di UPTD Griya
Jambangan Surabaya
No. Jenis Kelamin F %
1. Laki laki 61 41
2. Perempuan 89 59
Total 150 100
Sebagian besar lansia yakni 59% sebanyak 89 lansia adalah perempuan,
sedangkan sisanya 41% sebanyak 61 adalah laki-laki.
28
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Usia Menurut WHO di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Usia F %
1. Old (60 - 74 tahun) 59 39
2. Elderly (75 - 89 tahun) 66 44
3. Very Old (>90 tahun) 25 17
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.3 diketahui jumlah Lansia di UPTD Griya Werdha sebagian
besar berusia di 75- 89 tahun yakni 44% (66 lansia).
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Agama yang dianut di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Agama F %
1. Islam 136 90
2. Kristen-Katolik 13 9
3. Hindu 1 1
Total 150 100
Berdasarkan Tabel 3.4 agama yang dianut lansia di UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya mayoritas beragama Islam yaitu sebanyak 136 lansia (90%).
Tabel 3.5a Distribusi Frekuensi Keaktifan Ibadah pada Lansia yang Beragama
Islam di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Sholat 58 43
2. Tidak Sholat 78 57
Total 136 100
Berdasarkan tabel 3.5a diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia yang
beragama Islam sebanyak 58 lansia (43%) aktif beribadah sholat.
Tabel 3.5b Distribusi Frekuensi Keaktifan Ibadah pada Lansia yang Beragama
Kristen, Katolik, dan Hindu di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Aktif beribadah 6 42
2. Tidak aktif beribadah 8 58
Total 14 100
Berdasarkan tabel 3.5b diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia sebanyak
6 lansia (42%) yang aktif beribadah.
29
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Aspek Kognitif berdasarkan Mini Mental State
Exam (MMSE) di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Tidak Ada Gangguan Kognitif 57 38
2. Gangguan Kognitif Ringan 50 33
3. Gangguan Kognitif Berat 19 13
4. Tidak dilakukan MMSE 24 16
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.6 diatas diketahui bahwa hasil dari pengukuran MMSE yang
dapat dilakukan terhadap 126 lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan
Surabaya, didapatkan bahwa terdapat 19 lansia (13%) yang mengalami gangguan
kognitif berat dan 50 lansia (33%) yang mengalami gangguan kognitif ringan.
Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Kemampuan Baca Tulis di UPTD Griya Werdha
Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Mampu Baca Tulis 87 58
2. Tidak Bisa Baca Tulis 63 42
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.7 diatas diketahui bahwa hasil pengkajian kepada seluruh
lansia. Hasil menunjukkan bahwa lansia di Griya Werdha Jambangan sebanyak 87
lansia (58%) mampu membaca dan menulis.
30
Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian Lansia Berdasarkan Indeks
Barthel pada Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No Keterangan F %
1. Ketergantungan Total 19 12
2. Ketergantungan Parsial 73 49
3. Mandiri 58 39
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.9 diatas didapatkan hasil dari pengukuran Barthel Indeks
yang menunjukkan bahwa sebanyak 58 lansia (39%) merupakan lansia yang
secara mandiri dapat memenuhi kebutuhan ADL.
Tabel 3.10 Frekuensi Risiko Jatuh Time Up to Go Test (TUGT) yang dialami
lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Tidak Berisiko Jatuh 70 47
2. Risiko Tinggi Jatuh 53 35
3. Butuh bantuan Total dalam Mobilisasi 27 18
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.10 diketahui hasil pengkajian kepada seluruh lansia sebanyak
70 orang (47%) yang tidak berisiko jatuh.
Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang Dialami Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keterangan F %
1. Kualitas baik 94 63
2. Kualitas buruk 56 37
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.11 diketahui bahwa hasil pengukuran tingkat kualitas tidur
lansia sebagian besar mempunyai kualitas tidur baik sebanyak 94 lansia (63%).
31
Tabel 3.13 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama yang Dialami Lansia di UPTD
Griya Werdha Jambangan Surabaya
No. Keluhan F %
1. Nyeri sendi 34 23
2. Gatal-gatal 29 19
3. Kelemahan ekstremitas (parese/paralise) 4 3
4. Sulit tidur 5 3
5. Pusing 7 5
6. Terdapat luka 12 8
7. Gangguan pengelihatan 10 7
8. Gangguan pendengaran 5 3
9. Tidak ada keluhan 44 29
Total 150 100
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa hasil pengkajian kepada seluruh
lansia. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Griya Werdha
Jambangan tidak memiliki keluhan dengan jumlah 44 lansia (29%). Diketahui
lansia yang mengeluh nyeri sendi sebanyak 34 orang (23%).
32
3.2 Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan
1. DS: Nyeri Kronis
1. Pasien mengatakan pusing/sakit kepala
2. Pasien mengatakan linu-linu/cekot-cekot
3. Pasien mengatakan nyeri punggung
Do:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
34 lansia (23%) mengeluhkan nyeri sendi.
2. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak 7
lansia (5%) mengeluhkan pusing
3. Pasien tampak memijat area yang nyeri (kaki
atau kepalanya)
4. Pasien tampak meringis
2. DS : Gangguan integritas kulit
Pasien mengatakan gatal-gatal
DO:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
29 lansia (19%) mengeluhkan gatal-gatal.
2. Tampak Luka pada kulit klien sejumlah 12
lansia (8%)
3. DS: Gangguan pola tidur
1. Pasien mengatakan sulit tidur
2. Pasien mengatakan terbangun saat malam dan
tidak bisa tidur kembali
DO:
1. Hasil pengkajian PSQI menyatakan sebanyak
56 lansia (37%) memiliki kualitas tidur yang
buruk.
2. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
94 lansia (63%) mengeluhkan pusing
3. Pasien tampak beberapa kali menguap
4. Pasien tampak letih
4 DS: pasien mengeluh sulit berjalan Gangguan mobilitas fisik
DO:
1. Hasil pengkajian Index Barthel menyatakan
sebanyak 19 lansia (12%) mengalami
ketergantungan total, 73 lansia (49%)
ketergantungan sedang, dan 58 lansia mandiri
(39%).
2. Pasien menggunakan alat bantu jalan
33
No Analisa Data Masalah Keperawatan
5. DS: Risiko jatuh
1. pasien mengatakan pernah jatuh saat
melakukan aktivitas
2. pasien mengatakan pernah jatuh saat di
kamar mandi
DO:
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
70 orang tidak beresiko (47%), 53 lansia
memiliki risiko tinggi (35%), dan 27 lansia
(18%) dengan bantuan total.
DS : Distress Spiritual
1. Pasien mengatakan tidak sholat
2. Pasien mengatakan takut jatuh ketika sholat
3. Pasien mengatakan lupa bacaan sholat
6.
DO :
1. Hasil pengkajian menyatakan bahwa sebanyak
78 orang (57%) dari 136 lansia yang beragama
islam tidak melakukan sholat
34
BAB 4
PLANNING OF ACTION (POA)
35
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
3. Menjaga
kelembaban kulit
3. Gangguan pola Setelah lansia Pembuatan 1. Lansia mampu 1. Lansia 1. Waktu : Diana Nurani Rohmah,
tidur ditandai menggunakan minyak bekerjasama dengan partial- Senin, 18 S.Kep
dengan adanya minyak aromaterapi aromaterapi mahasiswa dalam minimal Februari 2019
56 lansia yang citrus, diharapkan: citrus sebagai pembuatan minyak care pukul 09.00
mengeluh 1. Menciptakan relaksasi dan aromaterapi citrus Lansia yang WIB,
susah tidur dan perasaan nyaman membantu 2. Lansia mengatakan memiliki pemakaian
sering dan rileks meningkatkan senang diberikan minyak keluhan minyak
terbangun dari 2. Meningkatkan kualitas tidur aromaterapi citrus susah tidur digunakan
tidurnya kualitas tidur lansia 3. Lansia dapat setiap hari
lansia menggunakan hasil olahan sebelum tidur
minyak aromaterapi citrus pukul 19.30
sehari-hari WIB
2. Tempat : Aula
dan Kamar
tidur Griya
4. Gangguan Setelah diberikan Latihan Gerak 1. lansia mengatakan Semua 1. Waktu: setiap Arfa Zikriani, S.Kep
mobilitas fisik kegiatan ROM, ROM (Range bahwa keluhan nyeri llansia yang hari pukul o7.00
ditandai dengan diharapkan: of Motion) sendinya berkurang mengalami WIB
adanya 1. lansia menjadi 2. terdapat peningkatan imobilitas 2. Tempat:
sebanyak 34 lebih nyaman kekuatan otot pada lansia atau Tempat tidur dan
lansia (23%) dengan penurunan kamar masing-
mengeluhkan berkurangnya kekuatan masing lansia
nyeri sendi keluhan nyeri sendi otot
pada kaki dan dan kaku otot
beberapa lansia 2. Tidak terjadi
36
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
menggunakan imobilitas pada
alat bantu lansia
berjalan 3. meningkatkan
kekuatan otot dan
fleksibilitas lansia.
5. Potensial Setelah diberikan Terapi 1. Lansia menyatakan Lansia 1. Waktu : Senin, Aviati Faradhika,
kognitif kegiatan terapi, Reminiscence senang dengan ikut partial- 18 Febuari 2019 S.Kep
ditandai dengan diharapkan: Film kegiatan ini sebagai minimal care pukul 15.30
57 (38%) lansia 1. Dapat terapi reminiscence di Blok B WIB
yang tidak meningkatkan dan 2. Lansia dapat dan C Griya 2. Tempat : Aula
memiliki mempertahankan menyelesaikan terapi Werdha Griya Werdha
gangguan fungsi kognitif dari awal hingga selesai Jambangan Jambangan
kognitif, lansia. dengan baik
sedangkan 50 2. Lansia 3. Lansia mampu
(33%) lansia mempunyai rasa menceritakan kembali
mengalami percaya diri potongan-potongan
gangguan 3. Menumbuhkan kejadian di dalam film
kognitif ringan. kembali
penerimaan diri
6. Risiko jatuh Setelah dilakukan Senam 1. Lansia menyatakan Lansia 1. Waktu : Rabu, Diana Rahmawati,
ditandai dengan senam lansia Keseimbangan senang dengan senam dengan 20 Febuari S.Kep
53 (35%) lansia diharapkan dapat: keseimbangan yang masalah 2019 pukul
dengan 1. Menekan angka diadakan risiko jatuh 06.30 WIB
pengakajian kejadian jatuh pada 2. Lansia menunjukkan di Griya 2. Tempat :
TUGT yang lansia keadaan yang rileks Werdha Halaman
dinilai 2. Meningkatkan 3. Lansia menyatakan Jambangan Utama Griya
memiliki risiko keseimbangan merasa lebih baik dalam Werdha
37
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
jatuh tinggi. lansia menjaga keseimbangan Jambangan
3. Meningkatkan 4. Lansia tidak
kebugaran lansia menunjukkan tanda-
tanda risiko jatuh
7. Distress Setelah dilakukan 1. Penyuluha 1. Lansia mampu Lansia bed 1. Waktu : Auzan Muttaqin
Spiritual intervensi lansia n tata cara mengikuti kegiatan rest dan a. Senin, 18 (Ketua)
ditandai dengan dapat : bersuci dan penyuluhan sampai partial Februari
78 (57%) lansia 1. Meningkatkan beribadah selesai muslim di 2019
yang ingin keimanan dan sesuai 2. Lansia mampu UPTD Griya b. Selasa, 19
melakukan ketaqwaan dengan mengaplikasikan cara Werdha Februari
ibadah namun terhadap Tuhan kemampua sholat walaupun dalam Jambangan 2019
karena YME n keadaan bedrest
keterbatasan 2. Dapat membina 2. Kegiatan 3. Lansia mampu 2. Tempat :
fisik tidak kerukunan serta Rutin mengaplikasikan Ruang
mampu ketentraman Ba’da berdzikir untuk selalu Kenanga
melakukan dalam hidupnya Maghrib bertaqwa terhadap
(pendampinga
ibadah dan 3. Memiliki Tuhan YME
merasa tidak motivasi untuk 4. Lansia mampu n dzikir),
berdaya, melakukan mengikuti kegiatan Ruang
kurangnya ibadah ibadah sampai selesai Kamboja,
pengetahuan 4. Mendekatkan diri 5. Meningkatnya Lavender, dan
tentang penting kepada Tuhan hubungan spiritual Seruni
dan tata cara pada fase akhir lansia dengan Tuhan (penyuluhan),
beribadah kehidupannya dan sesama lansia
dan Aula
dalam keadaan lainnya
kelemahan 6. Dapat memotivasi
tubuh, serta lansia lainnnya untuk
38
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
mengatakan melakukan ibadah
lupa bacaan bersama
sholat.
8 Gangguan 1. Lansia dapat Pelatihan 1. Kegiatan dilakukan Semua Senin, 18 Februari Annisha Zuchrufiany,
memori mengingat hari pembuatan tepat waktu lansia di 2019/ Griya
S.Kep
ditandai dengan 2. Lansia dapat kalender 2. Peserta antusias Panti Griya Werdha Kota
69 (46%) lansia mengingat terhadap kegiatan Werdha Surabaya
yang tanggal acara
mengalami 3. Lansia dapat 3. Suasana kegiatan tertib
gangguan mengingat bulan 4. Tidak ada peserta yang
kognitif ringan 4. Lansia dapat menolak
sampai berat mengingat tahun 5. Peserta bersedia
karena 5. Lansia dapat dilakukan pelatihan
sebagian besar mengerjakan pembuatan kalender
lansia kegiatan ini setiap dalam mengurangi
mengalami hari setelah disorientasi waktu
dimensia bangun tidur pada lansia
terutama dalam
disorientasi
waktu.
9 Gangguan 1. Lansia dapat Pelatihan 1. Kegiatan dilakukan Semua Rabu, 20 Februari Aphrodita Emawati
interaksi sosial melatih berkreasi pembuatan tepat waktu lansia di 2019/ Griya
Gunarsih, S.Kep
ditandai dengan 2. Lansiadapat kerajinan 2. Peserta antusias Panti Griya Werdha Kota
40 (27%) lansia tangan dari terhadap kegiatan Werdha Surabaya
melatih
terindikasi koran bekas. acara
depresi keterampilan dan 3. Suasana kegiatan tertib
sehingga lansia kesaaran 4. Tidak ada peserta yang
39
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
cenderung membuat pola menolak
mengalami 3. Lansia dapat 5. Peserta bersedia
isolasi sosial. menghasikan dilakukan pelatihan
pembuatan kerajinan
barang yang
darikoran bekas
bernilai jual dalam mengurangi
stress pada lansia
10. Immobilisasi Setelah dilakukan Latihan 1. Lansia dapat mengikuti Lansia 1. Waktu : Rabu, Arfa Zikriani,S.Kep
ditandai dengan latihan gerakan gerakan ROM kegiatan dengan baik partial dan 13 Januari 2019
19 lansia (12%) ROM (Range of (Range of hingga selesai total care di pukul 09.00
mengalami Motion), diharapkan Motion), 2. Lansia menyatakan Griya WIB
ketergantungan lansia mampu: lebih nyaman dengan Werdha 2. Tempat : Griya
total, 73 lansia berkurangnya keluhan Jambangan Werdha
(49% ) 1.Lansia menjadi nyeri sendi dan kaku Jambangan
ketergantungan lebih nyaman otot
sedang dengan 3. Tidak terjadi imobilitas
menggunakan berkurangnya pada lansia yang
pemeriksaan keluhan nyeri sebenarnya masih bisa
Indeks Barthel. sendi dan kaku mobilisasi
otot
2.Tidak terjadi
imobilitas pada
lansia yang
sebenarnya masih
bisa mobilisasi
40
No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Waktu/Tempat Penanggung Jawab
3.Meningkatkan
kekuatan otot dan
fleksibilitas lansia
41
PRE PLANNING
TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION
42
Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan menurunnya daya
tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap penyakit,
tetapi banyak penyakit yang menyertai proses ketuaan dewasa ini dapat
dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada
lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau
perasaan depresi (Nugroho, 2008).
Orang usia lanjut, gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan
yang utama pada orang usia lanjut dengan penyakit fisik krinik dan kerusakan
fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan,disabilitas, perhatian
keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak
dialaminya (Blazer, 2003). Selain itu proses-proses sehubungan dengan
ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan mempengaruhi integritas
jalur frontostriatal, amygdale, serta hypocampus, dan meningkatkan
kerentanan untuk depresi atau stres.(Alexopoulos, 2002).
Mengurangi stress yang muncul dalam diri setiap individu, yang pertama
dan utama adalah mengetahui penyebab timbulnya stress. Dengan mengetahui
penyebabnya, akan mempermudah dalam menentukan cara mengurangi stress
yang muncul pada diri individu.Latihan relaksasi. Relaksasi sangat diperlukan
baik secara fisik maupun psikis. Bagi olahragawan yang mengandalkan
aktifitas fisik perlu melakukan massage secara rutin. Hal itu dimaksudkan
untuk mengembalikan dan memperlancar simpul syaraf yang tidak dalam
posisinya pada saat berolahraga.
Menurut Lake (2004) Relaksasi otot progresif adalah salah satu metode
untuk membantu menurunkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi rilek.
Relaksasi otot progresif bertujuan menurunkan kecemasan, stres, otot tegang
dan kesulitan tidur. Relaksasi bertujuan menurunkan sistem saraf simpatis,
meningkatkan aktifitas parasimpatis, menurun kan metabolisme, menurunkan
tekanan darah dan denyut nadi, menurunkan konsumsi oksigen. Relaksasi
memberikan aktivitas yang berlawanan dengan efek terus menerus yang
negatif dari stres kronis. Beberapa berubahan akibat teknik relaksasi adalah
menurunkan tekanan darah, menurunkan frekuensi jantung, mengurangi
distimia jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan konsumsi oksigen,
mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju metabolik, meningkatkan
gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan
perhatian dan rileks, meningkatkan kebugaran, meningkatkan konsentrasi dan
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor (Perry & Poter, 2005).
2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah di berikan penyuluhan mengenai Progressive Muscle
Relaxation(PMR) dapat mengurangi kecemasan.
2.2 Tujuan khusus
a. Meningkatkan kualitas tidur lansia
43
b. Mengurangi kecemasan
B. Plan of Action
1. Materi
1) Definisi
Progressif Muscle Relaxation (PMR) adalah Salah satu teknik
dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan, kecemasan,
dan nyeri.Terapi ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh
berespon pada kecemasan yang merangsang pikiran dan kejadian
dengan ketegangan otot, oleh karena itu dengan adanya relaksasi
otot progresif yang bekerja melawan ketegangan fisiologis yang
terjadi sehingga kecemasan bisa teratasi ( Davis dkk, 1995).
2) Tujuan
a) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolic.
b) Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen
c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien
sadar dan tidak memfokuskan perhatian serta relaks
d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;
e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
f) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme
otot, fobia ringan, gagap ringan, dan
g) Membangun emosi positif dari emosi negative.
3) Manfaat
a) Meningkatkan kualitas hidup pasien.
b) Merilekskan otot yang tegang, relaksasi saluran pencernaan dan
kardiovaskular sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi
normal, sakit kepala menjadi hilang, pencernaan menjadi
normal
c) Menurunkan kecemasan, menghilangkan depresi, mengatasi
kesulitan tidur dan menghilangkan insomnia
4) Indikasi
a) Klien lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia).
b) Klien lansia yang sering mengalami stress
c) Klien lansia yang mengalami kecemasan.
d) Klien lansia yang mengalami depresi.
5) Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
a) Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat
melukai diri sendiri.
b) Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot
relaks.
44
c) Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup.
Hindari dengan posisi berdiri.
d) Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.
e) Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian
kiri dua kali.
f) Memeriksa apakah klien benar-benar relaks.
g) Terus-menerus memberikan instruksi.
h) Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat.
2. Rencana strategis
Lansia dikumpulkan di Alula dan diarahkan untuk duduk dengan rapi
menghadap kedepan, lalu terapis berada di depan menghadap para
lansia. Terapi ini diberikan untuk para lansia yang mengalami depresi /
kecemasan.
3. Tindakan
a. Berkordinasi dengan bagian keperawatan Griya Werdha, Kepala
UPTD, pembimbing akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan penyuluhan
4. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Diana Rachmawati
b. Fasilitator: Semua mahasiswa profesi ners unair yang sedang
bertugas
5. Sasaran
Lansia yang mengalami depresi / kecemasan berdasarkan hasil
skrining di Griya Werdha
6. Metode
Acara dimulai dengan mengajak lansia dikumpulkan di Aula dan
diarahkan untuk duduk dengan rapi menghadap kedepan, lalu terapis
berada di depan menghadap para lansia. Terapi ini diberikan untuk
para lansia yang mengalami depresi / kecemasan.Kemudian acara
dimulai dengan menjelaskan menganai Progressive Muscle Relaxation
(PMR) oleh terapis.
Langkah-langkah:
1) Gerakan ini selama 4 hitungan.
Tutup mata dan ambil nafas dengan perut. Lakukan Hembuskan
nafas lewat mulut secara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini
selama 4 hitungan.
45
2) Menggenggam jari – jari tangan. Lakukan gerakan ini selama 4
hitungan
Merelaksasikan otot telapak tangan dengan membuka jari–jari
tangan. Lakukan gerakan ini selama 4 hitungan.
46
4) Meregangkan otot bahu dengan menarik ke atas. Lakukan gerakan
ini selama 4 hitungan.
47
6) Menggerakkan otot kepala ke atas. Lakukan gerakan ini selama 4
hitungan.
48
Lalu relakskan dengan meluruskan telapak kaki.
49
7. Susunan acara
Waktu Kegiatan Pelaksanaan
Pelaksanaan
50
9. Setting tempat
Terapis
: Peserta : Fasilitator
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, G.S.: Frontostriatal and Limbic Dysfunction in Late Life
Depression; The American Journal of Geriatric Psychiatry.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Statistik Indonesia: Jumlah penduduk
menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi dan Kabupaten/Kota 2010.
Blazer, D.G.: Depression in late life: Review and Commentary; the
Journals of Gerontology: Mar 2003; 58A,3.
Indriana, Y. (2008). Gerontologi: Memahami Kehidupan Usia Lanjut.
Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Lake, David. 2004. Stress: How to Cope with Pressure. Singapore: The
Singapore Women’s Weekly Health Series.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Potter, PA. Dan Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik, E/4, Vol 2. EGC, Jakarta.
51
Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik
52
PRE PLANNING
PEMBUATAN SABUN ZAITUN ANTI BAKTERI DAN PELEMBAB
KULIT
53
dapat menjadi pohon besar. Zaitun muda yang berwarna hijau kekuningan sering
digunakan masyarakat mediterania sebagai bumbu penyedap dalam masakan.
Sedangkan buah zaitun yang telah matang berwarna ungu kehitaman dan kerap
diekstrak untuk diambil minyaknya yang dikenal sebagai minyak zaitun (Nevy,
2009). Selain dikenal sebagai penambah cita rasa makanan, minyak ini juga
memiliki beragam manfaat, baik untuk kesehatan maupun kecantikan. Olea
europaea tersebar luas di negara-negara Mediterania, Afrika, semenanjung Arab,
India, dan Asia. Minyak zaitun dianggap sebagai minyak yang sehat karena
mengandung lemak tak jenuh yang tinggi (utamanya asam oleik dan polifenol)
(Fehri et al, 1996)
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan sabun zaitun, diharapkan mengurangi kerusakan
integritas kulit pada lansia.
2.2 Tujuan Khusus
1. Lansia menjadi lebih nyaman karena gatal-gatal berkurang
2. Tidak terjadi kemerahan
3. Meningkatkan kelembaban kulit
B. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Sabun padat antiseptic di panaskan sampai mencair kemudian
ditambahkan 200ml air bersih. Setelah sabun mencair ditambahkan olive
oil atau minyak zaitun diaduk rata. Didiamkan sampai benar benar dingin
dan setelah dingin dipindahkan dalam botol yang sudah dicuci bersih.
Sabun zaitun sudah bisa digunakan untuk kulit.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, Pembimbing
Akademik.
b. Menyiapkan peralatan dan tempat.
c. Menjelaskan tujuan pemberian sabun zaitun
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Desy Indah Lestari, S.kep
b. Fasilitator: Semua mahasiswa FKP Kelompok C1 yang sedang
berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha.
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk datang ke tempat
pembuatan. Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat sabun
zaitun tersebut.
54
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
13 Februari 2019 Pembuatan sabun zaitun Menjelaskan tujuan dan
09.00 sebagai anti bakteri dan manfaat lalu memberikan
pelembab kulit sabun zaitun untuk kulit
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia dilakukan pemberian sabun zaitun dalam
menguragi rasa gatal pada kulit.
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
3) Suasana kegiatan tertib
4) Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi Hasil
1) Lansia menyatakan senang dengan pemberian Lotion Ekstak Daun
Kemangi Sebagai Pelembab Kulit
Mengetahui,
55
PRE PLANNING
PEMBUATAN MINYAK AROMATERAPI CITRUS SEBAGAI
RELAKSASI DAN MEMBANTU LANSIA TIDUR
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang ditandai dengan aktivitas fisik
yang minimal, penurunan kesadaran, perubahan proses fisiologi, tubuh dan
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Tidur mempunyai manfaat besar
bagi tubuh. Manfaat tidur antara lain dapat mengembalikan kesimbangan dan
aktivitas saraf pusat pada level normal. Tidur juga bermanfaat untuk sintesis
protein yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan (Kozier & Barbara,
2004). Memperoleh kualitas tidur terbaik penting untuk peningkatankesehatan dan
pemulihan individu yang sakit (Perry & Potter, 2005).
Sebagian besar lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur
akibat berbagai faktor. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia
merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur
(Nugroho,2000). Dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia di atas 55 tahun terjadi proses
penuaan secara alamiah yang menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,
ekonomi, dan psikologis. Orang lanjut usia yang sehat sering mengalami
perubahan pada pola tidurnya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk dapat
tidur. Mereka menyadari lebih sering terbangun dan hanya sedikit waktu yang
dapat digunakan untuk tahap tidur dalam sehingga mereka tidak puas terhadap
kualitas tidurnya (Nugroho,2000).
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta
dengan usia ratarata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
1,2 milyar (Nugroho,2000). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk lanjut
usia di Indonesia, sebesar 24 juta jiwa atau 9,77 % dari total jumlah penduduk. Di
Indonesia pada kelompok usia empat puluh tahun hanya dijumpai 7% yang
mengeluh masalah tidur. Sedangkan pada kelompok usia tujuh puluh tahun
dijumpai 22% mengalami gangguan tidur waktu malam hari (Nugroho,2000).
Gangguan tidur dapat menyebabkan gangguanpada kemampuan intelektual,
motivasi yang rendah, ketidakstabilan emosional, depresi bahkan resiko gangguan
penyalahgunaan zat. Pilihan untuk mengatasinya antara lain latihan tidur higienis,
latihan relaksasi dan terapi pengontrolan stimulus yang kesemuanya dapat
dipadukan dengan pengobatan bila diindikasikan. Beberapa golongan obat yang
memiliki kemampuan untuk memodifikasi irama sirkardian meliputi kolinergik,
kortikosteroid, antidepresan, anti manik dan agen anastesi, seperti anastesi lokal
dan hipnotis (Mahajan, et all., 2008).
Penggunaan obat-obatan untuk induksi tidur memiliki kerugian atau
keterbatasan, meliputi harga, efek samping dan toleransi terhadap obat tidur
56
berkembang dengan cepat (Mahajan, et all., 2008). Trisiklik antidepresan dan
biasanya diberikan untuk mengatasi gangguan tidur, tetapi memiliki efek
menurunkan dan fase REM pada tidur (Kurnia, et all., 2009). Penggunaan
Flurazepam yang merupakan obat golongan hipnotik meningkatkan insiden efek
samping toksik dengan bertambahnya usia. Obat antidepresan meskipun menjadi
yang paling berefek dan paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan tidur
pada depresi adalah kolinergik yang paling kuat dan seharusnya dihindari oleh
sebagian besar pasien lansia (Kurnia, et all., 2009).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah tidur.
Salah satunya adalah terapi relaksasi yang termasuk terapi nonfarmakologi. Terapi
relaksasi dapat dilakukan untuk jangka waktu yang terbatas dan biasanya tidak
memiliki efek samping (Perry & Potter, 2005). Aromaterapi merupakan salah satu
bentuk terapi relaksasi. Aromaterapi merupakan proses penyembuhan kuno yang
menggunakan sari tumbuhan aromaterapi murni yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran dan jiwa (Goel, et all.,
2004). Beberapa minyak sari yang umum digunakan dalam aromaterapi karena
sifatnya yang serbaguna adalah Langon kleri, eukaliptus, geranium, lavender,
lemon, peppermint, petigrain, rosemary, pohon teh, dan alang-alang (National
Academy of Sciences) Berbagai penelitian sudah membuktikan manfaat ganda
dari minyak aroma. Penelitian medis pada tahun belakangan telah
mengungkapkan kenyataan bahwa bau yang terhirup memiliki dampak signifikan
terhadap perasaan. Baubauan berpengaruh secara langsung terhadap otak
(National Academy of Sciences). Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa
ada perubahan tingkat kecemasan setelah diberi aromaterapi (Wahyuni, 2006)
Menghirup aroma jeruk meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan
ini diasosiasikan dengan bersantai (relaksasi). Selain itu aroma jeruk juga berguna
untuk menenangkan rasa nyaman, keterbukaan, keyakinan, cinta kasih,
mengurangi sakit kepala, stres, frustasi, mengobati kepanikan, mereda histeria,
serta mengobati insomnia (Wheatley, et all., 2005). Aroma jeruk juga membantu
penyembuhan depresi,gelisah, susah tidur dan sakit kepala (Wahyuni,2006)
2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur tidak terganggu.
2.2 Tujuan khusus
1. Tidur lansia menjadi nyenyak
2. Menciptakan perasaan nyaman dan rileks
B. Plan of Action
1. Rencana Strategis
Kulit buah jeruk diparut, kemudian diekstrak dengan cara direbus bersama
dengan minyak zaitun dalam api sedang selama 2 jam.
Kemudian hasil ekstraksi disaring untuk memisahkan dari sisa parutan kulit
jeruk yang tidak hancu, lalu minyak ditempatkan di botol kaca.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat Griya serta Pembimbing
Akademik.
b. Menyiapkan peralatan dan tempat.
c. Menjelaskan tujuan pemberian minyak aromaterapi citrus
57
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan : Diana Nurani Rokhmah, S.Kep
b. Fasilitator : semua mahasiswa FKp kelompok
C1 yang sedang berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha.
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, kemudian mengundang lansia untuk datang ke tempat
pembuatan. Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat
minyak aromaterapi citrus.
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Senin, 18 Februari Pembuatan minyak Menjelaskan tujuan
2019 aromaterapi citrus dan manfaat minyak
09.00 sebagai relaksasi dan aromaterapi citrus
membantu lansia
untuk tidur
7. Evaluasi
7.1 Evaluasi Struktur
Kesiapan materi
Kesiapan pre planning
Peserta bersedia dioleskan aroma terapi.
7.2 Evaluasi Proses
Kegiatan yang dilakukan tepat waktu
Peserta antusias terhadap kegiatan acara
Suasana kegiatan tertib
Tidak ada yang menolak
7.3 Evaluasi Hasil
Lansia menyatakan tidur nyenyak dan merasakan nyaman serta
rileks.
Daftar Pustaka
Cho, Mi-Yeon. Et. al. Effects of Aromatherapy on the Anxiety, Vital Signs,
and Sleep Quality of Percutaneous Coronary Intervention Patients in
Intensive Care Units. Journal of the Korean Clinical Nursing
Research.
Kozier , Barbara Fundamental of Nursing, concepts, process and
practices. 7 edition. New Jersey : Pearson Education Inc; 2004.
Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC; 2005.
Nugroho, Wahjudi.Keperawatan gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC; 2000.
Mahajan , Bharti.Clinical pharmacology ramelton : A new melatonin
receptor agonist. Anaesth Clin Pharmacol Journal. 2008; 24(4): 463-
46
Bourne RS. Sleep disruption in critically illpatients-pharmacological
consideration. Anaesthesia Journal. 2004; 59 (4) : 374-384.
58
Goel , Namni, Kim, Hyungsoo and Lao, Raymund P. ,An olfactory
stimulus modifies nighttime sleep in young men and women .
Chronobiology International.2005; 22(5): 889 - 904.
National Academy of Sciences. Report of a study: sleeping pills, insomnia
and medical practiceWashington D.C: Institute of Medicine; 1979.
Wahyuni ES. 2006. Pengaruh aromaterapi bunga mawar terhadap tingkat
kecemasan pada klien preoperasi benign prostate hyperplasia (BPH) di
ruang 19 RSAA Malang. Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Brawijaya Malang
Wheatley, David.Medicinal plants for insomnia: a review of their
pharmacology, efficacy and tolerability. Journal of
Psychopharmacology.2005; 19(4): 414-421
Surburg. Common fragrance and flavor materials: preparation, properties
and uses. Ed.5. Vanchouver : Wiley ; 2006
Stanley, Mickey.Buku ajar keperawatan gerontik. Ed.2. Jakarta : EGC;
2006.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009;
Korespondensi: Anggraini Dwi Kurnia, Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Jln. Veteran
Malang, .0341-569117
Surabaya, 11 Februari 2019
Mengetahui,
59
PRE PLANNING
LATIHAN GERAK ROM (Range of Motion) UNTUK PENINGKATAN
KEKUATAN OTOT DAN FLEKSIBILITAS LANJUT USIA
60
(2013) latihan ROM merupakan latihan yang sangat efektif bagi lansia yang
mengalami penurunan kekuatan otot. Latihan ROM juga menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan tingkat fleksibilitas lansia (Liza
Stathokostas et al, 2013). Latihan ini mudah dalam pelaksanaan, dapat di
lakukan berdiri maupun berbaring, serta efisien karena tidak menggunakan
alat khusus serta dapat di lakukan kapan saja.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan latihan gerak ROM (Range of Motion) kekuatan
otot dan fleksibilitas lansia meningkat
2.2 Tujuan Khusus
1. Lansia menjadi lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
2. Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
3. Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas lansia
B. Plan Of Action
1. Rencana strategis
Pengajaran dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia partial dan total care agar dapat meningkatkan kekuatan otot
dan fleksibilitas pada lansia.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, pembimbing
akademik dalam rencana kegiatan yang akan diselenggarakan.
b. Mempersiapkan materi dan gerakan yang akan diajarkan.
c. Mengajarkan dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia
3. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan : Arfa Zikrian, S. Kep
b. Fasilitator : Seluruh mahasiswa profesi FKp Unair kelompok C1yang
sedang berdinas.
4. Sasaran
Semua lansia yang mengalami imobilitas atau penurunan kekuatan otot di
Panti Griya Werdha
5. Metode
Mahasiswa mempersiapkan materi dan gerakan yang akan
diajarkan dan di praktikkan. Kemudian mahasiwa mengajak lansia dan
mempersiapkan lansia untuk latihan gerak ROM (Range of Motion).
Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan maksud, tujuan dan
prosedur pelaksanaan latihan gerak ROM (Range of Motion). Mahasiswa
61
mendampingi dan mengajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia.
6. Susunan acara
Waktu pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Rabu, 13 Februari Latihan gerak ROM Menjelaskan tujuan,
2019 (Range of Motion) manfaat dan
Pukul 09.00 untuk peningkatan mengajarkan lansia
kekuatan otot dan melakukan latihan
fleksibilitas pada lanjut gerak ROM (Range of
usia Motion).
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia diajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion).
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan yang diselenggarakan
3) Tidak ada peserta yang menolak atau meninggalkan kegiatan.
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta dapat mengikuti kegiatan dengan baik
2) Peserta menyatakan lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
3) Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
REFERENSI
1. Nurus Safa’ah. (2013). Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap
Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
(Pasuruan) Kec. Babat Kab Lamongan. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2
Desember 2013: 62–65
2. Liza Stathokostas, Matthew W. McDonald, Robert M. D. Little, and
Donald H. Paterson. (2013). Flexibility of Older Adults Aged 55–86 Years
and the Influence of Physical Activity. Journal of Aging Research Volume
2013.
3. Maryam, Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
62
4. Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
5. Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. Jakarta:
EGC.
Mengetahui,
63
PRE PLANNING
TERAPI REMINISCENCE FILM
Hari/Tanggal : Senin, 18 Febuari 2019
Tempat : Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 15.30
Kegiatan : Terapi Reminiscence Film untuk Meningkatkan Fungsi Kognitif
Lansia
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Proses penuaan (aging process) merupakan suatu proses yang alami
ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses menua dapat
menurunkan kemampuan kognitif dan kepikunan. Masalah kesehatan kronis dan
penurunan kognitif serta memori (Handayani, dkk, 2013). Gejala penurunan
kognitif ringan berupa melambatnya proses pikir, kurang menggunakan strategi
memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih pada hal yang
kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang baru.
Gejala tersebut biasa dan wajar dialami oleh lansia padahal gejala tersebut dapat
mengakibatkan demensia dan kepikunan yang dapat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari. Prevalensi gangguan kognitif termasuk demensia meningkat sejalan
bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65-75 dan lebih
dari 25 % terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998). Hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa kira-kira 5% usia
lanjut 65-70 tahun akan menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5
tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. (Harianti, 2008; Wibowo,
2007).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu usia,
kemampuan regenerasi pada otak, ketidak adekuatan vaskularisasi ke otak dan
hormone sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup menurun, status fungsional
yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan bahagia serta kreativitas
(Santoso & Rohmah, 2011).
Dalam mengatasi masalah penurunan fungsi kognitif yang berdampak
buruk pada lansia, perawat sebagai tenaga kesehatan dapat menggunakan metode
terapi dalam mengurangi gangguan fungsi kognitif pada lansia. Salah satu metode
terapi yaitu dengan terapi kenangan (reminiscence therapy). Reminiscence adalah
teknik yang digunakan untuk mengingat dan membicarakan tentng kehidupan
seseorang. (Stinson,2006). Salah satu terapi kenangan yang akan digunakan
adalah bedah film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang
unik, film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang berbeda kepada
para penontonnya melalui tayangan cerita yang ditampilkan dalam film tersebut.
Cerita yang ada dalam suatu film dapat mewakili satu atau lebih dari satu tema
film (genre) yang ada. Seperti film yang bertema drama, tetapi ada juga film yang
64
bertemakan drama komedi. Melalui film, penonton dapat memperoleh informasi,
pengetahuan, dan hiburan. Terapi ini digunakan untuk lansia yang mengalami
gangguan kognitif, kesepian dan pemulihan psikologis (Ebersole et.al,2001).
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan kegiatan terapi, diharapkan dapat meningkatkan
fungsi kognitif lansia
2.2 Tujuan Khusus
a. Lansia mempunyai rasa percaya diri
b. Menyatukan kembali ingatan masa lalu
c. Menumbuhkan penerimaan diri
B. Plan of Action
1. Rencana Strategis
Kegiatan bedah film dilakukan pada pukul 15.30 WIB. Kegiatan ini diikuti
oleh klien yang telah selesai sholat isya dengan kategori mandiri dan partial
care. Setelah menonton film akan dilakukan sesi diskusi untuk membantu
memperbaiki kognitif lansia dengan beberapa pertanyaan dan meminta
menceritakan isi film dengan singkat. Film yang akan diputarkan yaitu film-
film yang disukai lansia dan mengandung isi cerita yang mudah dipahami
seperti si doel, ludruk atau wayang. Pemutaran film dapat dilakukan
berkelanjutan tiap 1 atau 2 minggu sekali, ini bertujuan agar lansia tidak bosan
dan dari sisi kognitif tetap dapat dilakukan dengan mereview isi film tiap
setelah pemutaran.
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, Pembimbing
Akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Aviati Faradhika, Bella Nabila
b. Fasilitator : Semua mahasiswa FKP Kelompok C1 yang sedang
berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha dengan kategori mandiri dan partial
care.
5. Metode
Menonton film, kemudian diskusi.
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
65
18 Febuari 2019 Terapi Reminiscence Menjelaskan tujuan dan
19.30 menonton film dan manfaat lalu memutar film
berdiskusi untuk yang telah disiapkan. Setelah
Meningkatkan fungsi itu berdisukusi bersama.
Kognitif Lansia.
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta bersedia untuk menonton film dan berdiskusi
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilakukan tepat waktu
2) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
3) Suasana kegiatan tertib
4) Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi Hasil
1) Lansia menyatakan senang dengan dengan ikut kegiatan ini
sebagai terapi kenangan
Daftar Pustaka
Ebersole & Hess 2001, Geriatric Nursing and Healthy Aging, Mosby Year
Book, ST Louis.
Handayani 2013, 'Pesantren Lansia sebagai Upaya Meminimalkan Risiko
Penurunan Fungsi /Kognitif pada Lansia di Balai Rehabilitasi Sosoal Lanjut
Usia Unit II Pucang Gading Semarang', Jurnal Keperawatan Komunitas, vol
1, no. 1.
Santosa, BT & Rohmah, AS 2011, 'Ganguan Gerak dan Fungsi Kognitif pada
Wanita Lanjut usia', Jurnal Kesehatan , vol 4, no. 1, pp. 41-57.
Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik
66
PRE PLANNING
SENAM KESEIMBANGAN
Hari/Tanggal : Rabu, 20 Februari 2019
Tempat : Halaman Utama Griya Werdha Kota Surabaya
Waktu : 06.30 WIB
Kegiatan : Senam Keseimbangan
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Pada lansia terjadi penurunan fisiologis sistem muskuloskeletal, yaitu
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot (Pudjiastuti & Utomo, 2003)
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah, ketahanan,
koordinasi serta terbatasnya range of motion (ROM) (Miller, 2004).
Keseimbangan adalah komplek pertahanan posisi, terhadap gangguan dari luar
(Berg, 1989 dalam Maryam 2010). Gangguan keseimbangan dan gaya berjalan
serta lemahnya otot ekstremitas bawah menyebabkan jatuh pada lansia
(Shobha, 2005). Madureira et al (2006) menyatakan bahwa latihan
keseimbangan efektif dalam menurunkan frekuensi terjatuh pada wanita lansia
dengan osteoporosis. Balance Exercise 3 kali seminggu selama 3 minggu
secara signifikan dapat meningkatkan stabilitas postural (Kusnanto dkk,
2007).
Gangguan keseimbangan pada lansia berimbas pada timbulnya
permasalahan baru yakni risiko jatuh dan cidera. Terapi yang dirancang
berupa senam keseimbangan yang dapat membantu lansia melatih
keseimbangan tubuh secara bertahap dan perlahan. Dengan melakukan senam
keseimbangan yang dilakukan secara terpimpin diharapkan dapat menekan
angka kejadian jatuh pada lansia dengan gangguan keseimbangan.
2. Tujuan
2.1 Tujuan umum
Setelah dilakukan senam lansia diharapkan dapat menekan angka
kejadian jatuh pada lansia di Griya Werdha Jambangan.
2.2 Tujuan khusus
a. Mengatasi masalah risiko jatuh pada lansia
b. Meningkatkan keseimbangan lansia
c. Meningkatkan kebugaran lansia
B. Plan of Action
1. Rencana strategis
Lansia yang memiliki masalah risiko jatuh dan gangguan keseimbangan
dikumpulkan di halaman utama Griya Werdha Jambangan untuk
mengikuti senam keseimbangan secara terbimbing.
2. Tindakan
a. Berkordinasi dengan bagian keperawatan Griya Werdha, Kepala
UPTD, pembimbing akademik
67
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
3. Pengorganisasian kelompok
a. Penanggung jawab kegiatan: Aisyah Kartika, S.Kep
b. Fasilitator: Semua mahasiswa profesi ners unair kelompok C1 yang
sedang bertugas
4. Sasaran
Lansia yang memiliki masalah gangguan keseimbangan dan risiko jatuh
berdasarkan hasil skrining di Griya Werdha
5. Metode
Acara dimulai setelah lansia yang sesuai kriteria berkumpul di halaman
utama. Setiap lansia diberikan kursi dan didampingi oleh fasilitator.
Kemudian, mahasiswa akan menjelaskan tujuan dilakukannya senam
keseimbangan. Seorang mahasiswa bertugas sebagai instruktur senam,
mahasiswa lainnya yang bertugas sebagai fasilitator mendampingi lansia
selama proses senam keseimbangan dan mengarahkan tahap-tahap dari
awal hingg akhir. Berikut adalah tahapan senam keseimbangan, meliputi:
a. Berdiri, menoleh ke kanan dank e kiri masing-masing sebanyak 5 kali
b. Berdiri, tangan di panggul putar badan ke kanan dan ke kiri sebanyak
5 kali
c. Duduk, letakkan beban pada pergelangan kaki dan gerakkan lutut ke
atas dan ke bawah sebanyak 10 kali masing-masing kaki kanan dan
kiri
d. Berdiri, letakkan beban pada pergelangan kaki, berpegangan pada
kursi dan gerakkan tungkai ke samping atas dan bawah sebanyak 10
kali masing-masing kaki kanan dan kiri
6. Susunan acara
Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Pelaksanaan
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a) Kesiapan Materi
b) Kesiapan pre planning
c) Peserta bersedia mengikuti senam keseimbangan
b. Evaluasi Proses
a) Kegiatan dilakukan tepat waktu
b) Peserta antusias terhadap kegiatan acara
68
c) Suasana kegiatan tertib
d) Tidak ada peserta yang meninggalkan kegiatan di tengah-tengan
acara
c. Evaluasi Hasil
a. Lansia menyatakan senang dengan senam keseimbangan yang
diadakan
b. Lansia menunjukkan keadaan yang rileks
c. Lansia menyatakan merasa lebih baik dalam menjaga
keseimbangan
d. Lansia tidak menunjukkan tanda-tanda risiko jatuh
8. Setting tempat
Fasilitator Utama
: Peserta : Fasilitator
Mengetahui,
Kepala UPTD GriyaWerdha Pembimbing Akademik
69
PRE PLANNING
“Penyuluhan Tata Cara Bersuci dan Beribadah di Atas Tempat Tidur”
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah suatu tahap lanjut dari proses kehidupan yang
ditandai dengan dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan system
tubuh secara alamiah atau fisiologis agar mampu beradaptasi dengan stress
lingkungan. Tanda proses penuaan pada umumnya mulai tampak sejak usia 45
tahun dan akan menimbulkan permasalahan pada umur sekitar usia 45 tahun dan
akan menimbulkan masalah di usia 60 tahun (Pudjiastutik, 2003). Lanjut usia
merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, semua orang akan mengalami
proses penuaan dan masa tua adalah masa hidup seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap (Depkes, 2013). Perubahan
tersebut mnimbulkan konsekuensi salah satunya yaitu penurunan fungsi kognitif.
Penurunaan fungsi kognitif pada lansia bisa dicegah melalui kegiatan yang
berhubungan dengan proses piker, salah satunya adalah meningkatkan nilai
mental spiritualnya dengan cara bersuci dan beribadah, kehidupa spiritual sangat
penting kaitannya dengan kesehatan mental, karena spiritual menghindarkan
seseorang dari stress dan membuat pikiran seseorang dapat berfikir secara
rasional. Kondisi spiritual yang sehat diyakini mampu menghindarkan rasa stress
bahkan depresi.
Shalat adalah salah satu dari kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada
orang-orang yang mengaku dirinya sebagai muslim. Kewajiban shalat harus
dikerjakan seorang muslim secara rutin dalam sehari semalam sebanyak lima
waktu, tidak boleh ditinggalkan walau dalam kondisi dan situasi apapun, seperti:
kondisi sibuk bekerja, dalam perjalanan, maupun dalam kondisi sakit. Dalam
kondisi dan situasi tertentu yang tidak bisa dihindarkan oleh manusia, Allah SWT
memberikan beberapa keringanan/rukhshah dalam mengerjakan shalat, misalnya:
saat menjadi musafir atau menempuh perjalanan jauh, shalat dapat dilakukan
dengan cara jamak qashar/digabung dan diringkas. Dalam kondisi sakit, shalat
dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring, dan isyarat. Bahkan jika tidak ada
air atau karena sakit yang tidak diperbolehkan kena air, maka wudhu dapat diganti
tayamum dengan debu.
70
B. Tujuan
Setelah dilakukan intervensi lansia dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan dan dapat membina kerukunan serta ketentraman
dalam hidupnya.
C. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Penyuluhan tata cara bersuci dan beribadah sesuai kemampuan pada
pasien total care dan partial care untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya
dan menambah keyakinannya pada kuasa Allah SWT dengan
memfasilitasi cara bersuci dan beribadah di tempat tidur
2. Tindakan
Berkoordinasi dengan Kepala ruangan dan pembimbing klinik dan
akademik serta pemuka agama di panti dalam rencana pelaksanaan
kegiatan.
a) Mengajari lansia dengan total care dan partial care tentang tata cara
bersuci dan beribadah diatas tempat tidur.
b) Memotivasi lansia dengan total care dan partial care dalam rutin
melakukan ibadah dan bersuci sebelum beribadah
3. Pengorganisasian Kelompok
Ketua : Auzan Muttaqin
Pelaksana : semua mahasiswa profesi FKp Unair yang praktik
Fasilitator : Ayu Tria, Citra Intan, Eka Fitriyah
Dokumentasi : Alif
4. Sasaran
Lansia total care dan patial care di Griya Werdha Jambangan
5. Media
Poster
6. Metode
Pada kegiatan ini dilaksanakan untuk lansia menjadi lebih medekatkan diri
kepada Tuhan dan menjadikan ketenangan batin lansia.
7. Materi
Terlampir
8. Susunan Acara
PJ
No. Waktu Kegiatan Kegiatan Peserta
Pelaksanaan
Penyuluhan Penyuluhan dan
Senin, Ketua
1 dan mempraktikan cara
18 Februari 2019 pelaksanan
demonstrasi bersuci ditempat tidur
Penyuluhan dan
Penyuluhan
Selasa, mempraktikan Ketua
2 dan
19 Februari 2019 beribadah diatas tempat pelaksanan
demonstrasi
tidur
71
9. Susunan Tempat
Ruang Kenanga, Blok A
Ruang Seruni, Blok C
10. Evaluasi Kegiatan
a) Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta yang bersedia mengikuti kegiatan
b) Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilaksanakan tepat waktu
2) Suasana kegiatan tertib
3) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat selama kegiatan
berlangsung
c) Evaluasi Hasil
1) Lansia mampu mengikuti kegiatan.
2) Lansia mampu mengaplikasikan kegiatan dalam sehari hari.
Mengetahui,
72
Lampiran materi
1. Bersuci
Orang yang sakit wajib melakukan kegiatan bersuci seperti orang yang sehat
berupa bersuci dengan air dari hadats kecil dan besar, berwudhu dari hadats
kecil dan mandi dari hadats besar.
Sebelum berwudhu, harus terlebih dahulu beristinja dengan air atau
istijmar dengan batu, atau yang serupa dengan batu terhadap orang yang kencing
atau buang air besar.
Istijmar harus dengan tiga biji batu yang suci
Istijmar tidak boleh dengan kotoran, tulang, makanan dan segala sesuatu
yang dihormati.
Yang paling utama adalah istijmar dengan batu atau yang serupa seperti
tissu (sapu tangan), tanah, dan semisalnya, kemudian diteruskan dengan
air, karena batu menghilangkan benda najis dan air mensucikannya, maka
lebih sempurna.
Manusia diberi pilihan di antara istinja dengan air atau istijmar dengan
batu dan semisalnya. Jika ia ingin salah satunya maka air lebih utama
karena ia lebih mensucikan tempat dan menghilangkan benda ('ain) atau
bekas. Ia lebih membersihkan.
Jika ia hanya ingin memakai batu saja, cukup tiga biji batu apabila sudah bisa
membersihkan tempat. Jika belum membersihkan, menambah empat dan
lima hingga benar-benar bersih dan yang utama adalah dalam bilangan
ganjil.
Tidak boleh istijmar dengan tangan kanan, kecuali Jika tangan kiri terputus
atau patah atau sakit atau yang lainnya maka, istijmar dengan tangan
kanannya diperbolehkan.
1. Apabila orang yang sakit tidak mampu berwudhu dengan air karena
lemah atau karena takut bertambah sakit, atau terlambat sembuhnya,
maka ia boleh bertayammum.
Tayammum: adalah memukul kedua telapak tangannya di atas
tanah yang suci satu kali pukulan, kemudian mengusap mukanya
dengan bagian dalam telapak tangannya, dan mengusap kedua
telapak tangannya.
Boleh bertayammum dengan sesuatu yang suci yang ada debunya,
sekalipun tidak berada di atas tanah. Maka jika debu beterbangan
di dinding atau semisalnya, maka ia boleh bertayammum pada
dinding tersebut. Jika masih suci dari tayammum yang pertama, ia
boleh shalat (yang kedua) dengannya sama seperti wudhu,
73
sekalipun beberapa kali shalat. Ia tidak wajib mengulangi
tayammumnya, karena iaadalah pengganti wudhu, dan pengganti sama
seperti hukum yang diganti.
Tayammum batal dengan segala hal yang membatalkan wudhu,
mampu menggunakan air atau adanya air bagi yang tidak
mendapatkan air.
6. Orang yang memakai pembalut (karena luka atau patah), yaitu orang
yang di salah satu anggota tubuhnya ada yang patah yang sedang di
Gips, maka ia cukup mengusapnya dengan air, sekalipun ia tidak
meletakkan dalam keadaan suci (maksudnya: tidak berwudhu saat
memakainya).
74
8. Apabila orang sakit menderita silsil baul (kencing terus menerus) dan
belum sembuh dengan pengobatannya, maka ia harus ber istinja,
berwudhu untuk setiap shalat setelah masuk waktunya, mencuci yang
mengenai badannya dan menjaga pakaiannya tetap suci untuk shalat
jika tidak memberatkannya. Dan jika tidak bisa niscaya dimaafkan
darinya, dan ia menjaga semaksimal mungkin agar air seninya tidak
mengenai pakaian, tubuhnya atau tempat shalatnya dengan
membungkus zakarnya dengan sesuatu yang bisa menahan air seni.
2. Beribadah
1. Orang yang sakit harus shalat berdiri tegak sebatas kemampuannya.
2. Siapa yang tidak mampu shalat berdiri, ia shalat dengan posisi
duduk, dan yang utama adalah bersila di setiap tempat berdiri.
3. Jika ia tidak mampu shalat duduk, ia shalat di atas lambungnya
sambil
4. menghadap kiblat dengan wajahnya, dan yang sunnah adalah di
atas lambungnya yang kanan.
5. Jika tidak mampu shalat di atas lambungnya, ia shalat bertelentang.
6. Barangsiapa yang mampu berdiri dan tidak bisa ruku' atau sujud,
7. kewajiban berdiri tidak gugur darinya, tetapi ia shalat berdiri lalu
8. memberi isyarat dengan ruku', kemudian ia duduk dan memberi
isyarat dengan sujud.
9. Jika ada penyakit di matanya, dan dokter yang dipercaya berkata:
Jika engkau shalat bertelentang niscaya bisa mengobatimu, dan
jika tidak maka tidak (bisa mengobatimu). Maka ia boleh
shalatbertelentang.
10. Barangsiapa yang lemah melakukan ruku' dan sujud, ia memberi
isyarat dengannya dan menjadikan sujud lebih rendah dari ruku'.
11. Jika ia hanya tidak bisa sujud, ia ruku' dan memberi isyarat
dengan sujud.
12. Jika ia tidak bisa menundukkan punggungnya hingga lehernya,
jika punggungnya melengkung, maka jadilah ia seolah-olah ruku',
maka jika ia ingin ruku', ia menambah tunduknya sedikit dan
mendekatkan wajahnya sedikit ke bawah di dalam sujud sebatas
kemampuannya.
13. Jika ia tidak bisa memberi isyarat dengan kepalanya, ia bertakbir
dan membaca, berniat dengan hatinya ruku, bangkit darinya,
sujud, bangkit darinya, duduk di antara dua sujud, dan duduk
untuk tasyahhud serta membaca zikir-zikir yang mesti dibaca.
Adapun yang dilakukan sebagian orang yang sakit berupa isyarat
dengan jemarinya maka hal itu tidak ada dasarnya.
75
14. Apabila orang yang sakit mampu di saat shalatnya melakukan
sesuatu yang sebelumnya ia tidak mampu melakukannya berupa
berdiri atau duduk atau ruku' atau sujud atau memberi isyarat, ia
berpindah kepadanya dan meneruskan shalatnya.
15. Apabila orang yang sakit atau selainnya ketiduran atau lupa
shalat, ia harus segera shalat saat bangun dari tidur atau saat
teringatnya, dan ia tidak boleh meninggalkannya hingga masuk
waktu yang lain untuk melaksanakan shalatnya.
16. Tidak boleh meninggalkan shalat dalam kondisi apapun. Begitu
juga dengan setiap mukalaf, ia harus bersungguh-sungguh
terhadap shalat dalam segala kondisinya, saat sehat dan sakitnya,
karena ia adalah tiang Islam dan rukun yang paling penting setelah
dua kalimah syahadah. Bagi seorang muslim, tidak boleh
meninggalkan shalat wajib, sekalipun ia sakit, selama akalnya
sehat. Bahkan ia harus melakukannya tepat waktu menurut kadar
kemampuannya menurut cara yang telah disebutkan. Adapun yang
dilakukan sebagian orang sakit berupa menunda shalat hingga
sembuh dari sakitnya, maka hal itu tidak boleh, dan tidak ada
dasarnya dalam syari'at yang suci.
17. Apabila orang yang sakit merasa susah menunaikan shalat tepat
waktu maka ia boleh menjama' di antara zuhur dan ashar, di
antara maghrib dan isya secara jama' taqdim atau ta'khir menurut
yang termudah baginya. Jika ia menghendaki, ia mendahulukan
ashar (dari waktunya) bersama zuhur dan jika menghendaki ia
boleh mendahulukan isya (dari waktunya) bersama shalat maghrib.
Dan jika ia menghendaki, ia bisa menunda maghrib (dari
waktunya) bersama shalat isya. Adapun shalat fajar maka tidak
bisa digabungkan dengan shalat sebelum dan sesudahnya, karena
waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya.
Berikut ini tata cara shalat bagi orang yang kami ringkaskan dari
penjelasan Syaikh Sa’ad bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin
1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri
Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan
ketentuan sebagai berikut:
Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak
memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk
dilakukan.
Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.
76
Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan
bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di
lutut.
Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika
tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih
banyak dari ketika rukuk.
Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud
seperti biasa.
2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk
Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya
sambil berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:
a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)
Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:
Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan.
Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun
tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat
maka tidak mengapa.
Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.
Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
b. mustalqiyan (telentang)
Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:
Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala
diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga
wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap
kiblat maka tidak mengapa.
Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam
keadaan berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan
setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.
Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk
imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah
lutut.
77
Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika
rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk
tetap berisyarat ke arah kiblat.
3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota
tubuhnya (lumpuh total)
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa
menggerakkan mata, maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih
termasuk makna al-imaa`. Ia kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk,
dan ia kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan lisan ketika
membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-
bacaan shalat pun dibaca dalam hati.
Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih
sadar, maka shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya
gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika
membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-
bacaan shalat pun dibaca dalam hati.
Sumber:
Riset Ilmiah Dan Fatwa dari kitab al-Fatawa alMuta'alliqah bith thibhal 29-66
78
PRE PLANNING
“Kegiatan Rutin Ba’da Maghrib”
A. Latar Belakang
Usia tua merupakan salah satu tahapan yang akan dilalui manusia didunia.
Dimana islam mengangkat derajat orang tua hanya satu tingkat bawah
keimanan kepada Allah SWT dan ibadah yang benar kepada-Nya. Nabi
Muhammad SAW seorang pendidik agung, menempatkan kebaikan dan sikap
hormat kepada orangtua berada diantara dua perbuatan eragung dalam islam,
yaitu sholat tepat waktu dan jihad dijalan Allah SWT (Rahmawati, 2008).
Hubungan yang bersifat vertikal merupakan naluri bagi setiap manusia
yang tidak dapat dipungkiri. Tanpa adanya hubungan yang baik antara
manusia dengan Allah SWT, sebenarnya hal ini sudah menunjukkan sakitnya
mental seseorang. Wujud nyata dari adanya hubungan manusia dengan Allah
SWT adalah adanya kebaktian atau ibadah mahdhah manusia kepada Allah
SWT. Hal ini merupakan tugas (kewajiban) manusia sebagai makhluk yang
telah diciptakan Allah SWT (Rahmawati, 2008).
Ketika kondisi sudah tua, banyak dari lansia akan lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT karena merasa sudah dekat waktunya untuk kembali
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, di panti werdha diadakan kegiatan
keagamaan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Tujuan
Setelah dilakukan kegiatan rutin keagamaan ba’da sholat maghrib
berjama’ah, lansia dapat meningkatkan ketaqwaan dalam menedekatkan diri
kepada Allah SWT.
C. Plan Of Action
1. Rencana Strategis
Kegiatan rutin keagaamaan ini dilakukan setiap setelah sholat berjama’ah
maghrib di mushola panti werdha Jambangan. Kegiatan ini terdiri dari
pembacaan yasin dan tahlil, istighosah, asmaul husnah, dan ceramah
agama. Kegiatan ini akan didimpin oleh mahasiswa FKP dan didampingi
oleh Ustadz.
2. Tindakan
Berkoordinasi dengan kepala ruangan, dan pembimbing klinik serta
pemuka agama di Panti Werdha Jambangan dalam pelaksanaan kegiatan.
79
a) Membimbing pembacaan yasin dan tahlil
b) Mebimbing pembacaan asmaul husna
c) Membimbing pembacaan istighosah
d) Memberikan ceramah agama
3. Pengorganisasian Kelompok
Ketua : Auzan Muttaqin
Pelaksana : semua mahasiswa profesi FKp Unair yang praktik
Fasilitator : Ayu Tria, Citra Intan, Eka Fitriyah
Dokumentasi : Alif
4. Sasaran
Lansia yang mengikuti sholat maghrib berjama’ah
5. Media
Ceramah
6. Metode
Pada kegiatan ini dilaksanakan untuk lansia menjadi lebih medekatkan diri
kepada Tuhan dan menjadikan ketenangan batin lansia.
7. Susunan Acara
No. Hari, Tanggal Kegiatan
1. Rabu, 13 Februari 2019 Ceramah agama
2. Kamis, 14 Februari 2019 Yasin dan tahlil
3. Jum’at, 15 Februari 2019 Istighosah
4. Sabtu, 16 Februari 2019 Asmaul Husna
5. Minggu, 17 Februari 2019 Ceramah agama
6. Senin, 18 Februari 2019 Istighosah
7. Selasa, 19 Februari 2019 Asmaul Husna
8. Rabu, 20 Februari 2019 Ceramah agama
9. Kamis, 21 Februari 2019 Yasin dan tahlil
10. Jum’at, 22 Februari 2019 Istighosah
8. Susunan Tempat
Mushola Panti Werdha Jambangan
9. Evaluasi Kegiatan
a) Evaluasi Struktur
1) Kesiapan Materi
2) Kesiapan pre planning
3) Peserta yang bersedia mengikuti kegiatan
b) Evaluasi Proses
1) Kegiatan dilaksanakan tepat waktu
2) Suasana kegiatan tertib
3) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat selama kegiatan
berlangsung
80
c) Evaluasi Hasil
1) Lansia mampu mengikuti kegiatan.
2) Lansia mampu mengaplikasikan kegiatan dalam sehari hari.
Mengetahui,
81
PRE PLANNING
PEMBUATAN KALENDER UNTUK LANSIA
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
82
Setelah diberikan terapi okupasi berupa keterampilan membuat
kalender diharapkan lansia dapat membantu daya ingat lansia.
2.2 Tujuan Khusus
6. Lansia dapat mengingat hari
7. Lansia dapat mengingat tanggal
8. Lansia dapat mengingat bulan
9. Lansia dapat mengingat tahun
10. Lansia dapat mengerjakan kegiatan ini setiap hari setelah
bangun tidur
Plan of Action
1. Rencana Strategis
a. Menyiapkan alat dan bahan: stik es krim, lem kayu, karton, spidol,
kawat
b. Menuliskan hari, tanggal, bulan dan tahun
c. Merangkan semua peralatan dan bahan menjadi kalender
2. Tindakan
a. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat griya dan pembimbing
akademik
b. Menyiapkan peralatan dan tempat
c. Menjelaskan tujuan pemberian pelatuhan pembuatan kalender
3. Pengorganisasian Kelompok
a. Penanggungjawab kegiatan : Annisha Zuchrufiany, S.Kep
b. Fasilitator : Semua mahasiswa FKp Kelompok
C1 yang sedang berdinas
4. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha
5. Metode
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk dating ke tempat pelatihan.
Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat kalender
tersebut.
83
6. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Perlaksanaan
7. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
a) Kesiapan materi
b) Kesiapan pre planning
c) Peserta bersedia dilakukan pelatihan pembuatan kalender dalam
mengurangi disorientasi waktu pada lansia
b. Evaluasi proses
6. Kegiatan dilakukan tepat waktu
7. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
8. Suasana kegiatan tertib
9. Tidak ada peserta yang menolak
c. Evaluasi hasil
Lansia menyatakan senang dengan pelatihan pembuatan kalender
DAFTAR PUSTAKA
Umah, Khoirul. 2012. Terapi Okupasi : Training Ketrampilan Pengaruhi Tingkat
Depresi pada Lansia. Gresik : Journals of Ners Community Vol 3 No 1 Juni
2012.
84
Surabaya, 11 Februari 2019
Mengetahui,
85
PRE PLANNING
PEMBUATAN KERAJINAN TANGAN DARI KORAN BEKAS
UNTUK LANSIA
86
memulihkan kembali untuk berkonsentrasi. Hasil dari terapi pembuatan
kerajinan tangan dari koran bekas diharapkan ada pengaruh terapi okupasi
terhadap tingkat depresi pada lansia.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan terapi okupasi berupa keterampilan membuat
kerajinan tangan dari koran bekas diharapkan lansia dapat
mengurangi tingkat kesepian lansia.
2.2 Tujuan Khusus
11. Lansia dapat melatih berkreasi
12. Lansia dapat melatih ketrampilan dan kesabaran membuat pola
13. Lansia dapat menghasilkan barang yang bernilai jual
Plan of Action
8. Rencana Strategis
d. Menyiapkan alat dan bahan: koran bekas, lem, gunting
e. Melipat koran menjadi gulungan kecil
f. Menyusun gulungan koran sesuai pola
9. Tindakan
d. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, perawat griya dan pembimbing
akademik
e. Menyiapkan peralatan dan tempat
f. Menjelaskan tujuan pemberian pelatihan pembuatan kerajinan tangan
dari koran bekas
10. Pengorganisasian Kelompok
c. Penanggungjawab kegiatan : Aprhodita Emawati Gunarsih,
S.Kep
d. Fasilitator : Semua mahasiswa FKp Kelompok
C1 yang sedang berdinas
11. Sasaran
Semua lansia di Panti Griya Werdha
12. Metode
87
Mahasiswa dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan kemudian mengundang lansia untuk dating ke tempat pelatihan.
Setelah lansia berkumpul mahasiswa menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan kemudian mendampingi lansia untuk membuat kerajinan tangan
dari koran bekas tersebut.
13. Susunan Acara
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Perlaksanaan
14. Evaluasi
d. Evaluasi struktur
d) Kesiapan materi
e) Kesiapan pre planning
f) Peserta bersedia dilakukan pelatihan pembuatan kerajinan tangan
dari koran bekas dalam mengurangi kesepian pada lansia
e. Evaluasi proses
10. Kegiatan dilakukan tepat waktu
11. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
12. Suasana kegiatan tertib
13. Tidak ada peserta yang menolak
f. Evaluasi hasil
Lansia menyatakan senang dengan pelatihan pembuatan kerajinan
tangan dari koran bekas
DAFTAR PUSTAKA
Permatasari. A. E., Marat, S., Suparman, M. Y. 2017. Penerapan Art Therapy
untuk Menurunkan Depresi pada Lansia di Panti Werdha X. Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni. Vol.I No.1 hal.116-126
88
Surabaya, 11 Februari 2019
Mengetahui,
89
PRE PLANNING
LATIHAN GERAK ROM (Range of Motion) UNTUK PENINGKATAN
KEKUATAN OTOT DAN FLEKSIBILITAS LANJUT USIA
90
(2013) latihan ROM merupakan latihan yang sangat efektif bagi lansia yang
mengalami penurunan kekuatan otot. Latihan ROM juga menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan tingkat fleksibilitas lansia (Liza
Stathokostas et al, 2013). Latihan ini mudah dalam pelaksanaan, dapat di
lakukan berdiri maupun berbaring, serta efisien karena tidak menggunakan
alat khusus serta dapat di lakukan kapan saja.
4. Tujuan
2.3 Tujuan Umum
Setelah diberikan latihan gerak ROM (Range of Motion) kekuatan
otot dan fleksibilitas lansia meningkat
2.4 Tujuan Khusus
Lansia menjadi lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan nyeri
sendi dan kaku otot
Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas lansia
D. Plan Of Action
8. Rencana strategis
Latihan gerak ROM dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Kegiatan
ini diikuti oleh klien yang telah selesai mandi dan sarapan dengan kategori
lansia partial dan total care agar dapat meningkatkan kekuatan otot dan
fleksibilitas pada lansia. Bagi lansia yang dapat menggerakkan sendi dapat
dilakukan ROM aktif dan bagi lansia yang total care dapat dilakukan
ROM pasif. Semua lansia dilakukan pendampingan dan diajarkan oleh
semua mahasiswa
9. Tindakan
d. Berkoordinasi dengan Kepala UPTD, Perawat Griya, pembimbing
akademik dalam rencana kegiatan yang akan diselenggarakan.
e. Mempersiapkan materi dan gerakan yang akan diajarkan.
f. Mengajarkan dan melakukan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia
10. Pengorganisasian kelompok
c. Penanggung jawab kegiatan : Arfa Zikrian, S. Kep
d. Fasilitator : Seluruh mahasiswa profesi FKp Unair kelompok C1 yang
sedang berdinas.
11. Sasaran
Semua lansia yang mengalami imobilitas atau penurunan kekuatan otot di
Panti Griya Werdha
12. Metode
Mahasiswa mempersiapkan materi dan gerakan yang akan
diajarkan dan di praktikkan. Kemudian mahasiwa mengajak lansia dan
91
mempersiapkan lansia untuk latihan gerak ROM (Range of Motion).
Setelah lansia berkumpul, mahasiswa menjelaskan maksud, tujuan dan
prosedur pelaksanaan latihan gerak ROM (Range of Motion). Mahasiswa
mendampingi dan mengajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion)
pada lansia.
13. Susunan acara
Waktu pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan
Rabu, 13 Februari Latihan gerak ROM Menjelaskan tujuan,
2019 (Range of Motion) manfaat dan
Pukul 09.00 untuk peningkatan mengajarkan lansia
kekuatan otot dan melakukan latihan
fleksibilitas pada lanjut gerak ROM (Range of
usia Motion).
14. Evaluasi
d. Evaluasi Struktur
4) Kesiapan materi
5) Kesiapan pre planning
6) Peserta bersedia diajarkan latihan gerak ROM (Range of Motion).
e. Evaluasi Proses
4) Kegiatan dilakukan tepat waktu
5) Peserta antusias terhadap kegiatan yang diselenggarakan
6) Tidak ada peserta yang menolak atau meninggalkan kegiatan.
f. Evaluasi Hasil
4) Peserta dapat mengikuti kegiatan dengan baik
5) Peserta menyatakan lebih nyaman dengan berkurangnya keluhan
nyeri sendi dan kaku otot
6) Tidak terjadi imobilitas pada lansia yang sebenarnya masih bisa
mobilisasi
REFERENSI
Nurus Safa’ah. (2013). Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Pasuruan)
Kec. Babat Kab Lamongan. Jurnal Sain Med, Vol. 5. No. 2 Desember 2013: 62–
65
92
Maryam, Siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Stanley, Mickey. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. Jakarta: EGC.
93