Konsep Roh Dalam Filsafat Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

KONSEP ROH DALAM FILSAFAT ISLAM

Syarifah Faradiba1

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan yang menjelaskan beberapa pemikiran filosof muslim tentang roh, banyak
pemikiran dalam memahami keesaan Allah yang diambil berbagai aliran dalam islam. Berbicara tentang roh dalam dunia islam sudah ada
sejak munculnya aliran – aliran di dalam sejarah filsafat Islam diawali dengan runtuhnya peradaban Yunani Romawi dan adanya gerakan
penerjemahan esensi dari pemikiran Yunani dan diperkaya para filsuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran Yunani dalam membahas roh
sehingga filsafat islam diwakili oleh Ibnu Rusyd terlibat dalam perdebatan akademik dengan Al-Ghazali.

Kata Kunci: Roh, Pemikiran, Filsafat Islam

ABSTRACT

This reseacrh is a library research that explains some thoughts of Muslim


philosophers about spirit, many thoughts in understanding the oneness of God taken by
various streams in Islam. Speaking of spirits in the Islamic world has existed since the
emergence of streams in the history of Islamic philosophy beginning with the collapse of
Roman Greek civilization and the existence of the translation movement of the esence of
Greek thought and enriched Muslim philosophers are also influenced by Greek thought in
dicussing spirits so that Islamic philosophy is represented by Ibn Rusyd was involved in an
academic debate with Al-Ghazali
Keywords: Spirit, Thought, Islamic Philosophy.

Filsafat sebagian besar dari pengetahuan yang bisa dipahami melalui dua sisi yaitu,
proses dan pemikiran begitu juga dengan filsafat Islam sebagai proses yang merupakan
kegiatan berpikir Islami yang mendalam dan berusaha secara kritis untuk menelusuri segala
persoalan secara sistematis dan logis. Orang – orang yang bekerja dalam bidang pengobatan
juga memberikan soal roh karena ada pertaliannya dengan cara mengobati penyakit, antara
lain ada filosof Al-Razi dan Ibnu Haitsam. Akan tetapi pembahasan roh yang khusus karena
keilmuan baru didapati pada Al-Kindi yang menulis bermacam – macam karangan “teori
akal” yang merupakan titik tolak kemajuan pembahasan dalam dunia Islam dan menarik ahli
pikir dunia sepanjang abad pertengahan. Mengulas pemikiran dari para filosof muslim yang

1
Mahasiswa Aktif Semester V Aqidah dan Filsafat Islam C Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

1
menghasilkan beberapa pemikiran sangat berharga Oleh karena itu, pembahasan tentang roh
ini ada beberapa dari filosof muslim antara lain Al-Kindi, Al-Ghazali dan lain sebagainya.

A. Roh menurut Al – Farabi


Abu Nasr Muhammad Al-Farabi (872-952) dalam teorinya yang mengenai roh
terpengaruh dengan falsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus. Falsafat Al-Farabi
terkenal tentang akal yang sepuluh dari yang maha satu memancar wujud kedua, akal
1 berupa jauhar dan tidak bersifat materi, akal 2 berfikir tentang zatnya sendiri, dari
pemikiran ini timbul langit pertama, akal ke 3 bintang – bintang beserta jiwanya dari
akal 3 ini timbul akal 4 dan planet saturnus, akal 4 timbul akal 5 dan planet yupiter,
akal 6 keluar planet mars, akal 7 timbul matahari, akal 8 timbul venus, akal 9 keluar
planet mercurius dari akal 9 keluarlah akal 10 dan bulan.2Akal 10 berfikir tentang
yang maha satu dan tentang dirinya sendiri, tetapi disini berhentilah wujud akal dan
timbullah pancaran akal 10 yaitu roh – roh dan benda yang ada di bawah bulan.
Roh manusia timbul dari pancaran Yang Maha Satu ia berpendapat sama
dengan Aristoteles bahwa roh manusia mempunyai daya – daya makan, memelihara,
dan berkembang. Tersimpul dengan daya gerak, daya menangkap panca indera dan
imaginasi. Lebih lanjut lagi ada akal teretis mempunyai tiga tingkatan yaitu material,
aktual, dan perolehan. Akal material mempunyai potensi untuk berfikir secara abstrak
dengan melepaskan materinya dan ia bisa meningkat menjadi akal aktual kalau akal
aktual ini sanggup berfikir tentang hal – hal yang murni abstrak, tetapi tidak pernah
ada dalam materi seperti malaikat dan Tuhan maka ia meningkat menjadi akal
perolehan. Inilah yang sanggup menangkap cahaya ilmu pengetahuan yang
dipancarkan akal aktif, ini disebut juga roh setia dan roh suci.
Menurut Al-Farabi Roh yang mempunyai daya perolehan yang akan kekal,
adapun jiwa yang masih ada tingkatan material itu akan hancur dengan hancurnya
badan. Jadi, pendapat Al-Farabi tentang roh sebenarnya tidak jelas.3 Filsafat Al-Farabi
adalah filsafat yang bercorak spiritual idealis, sebab di mana – mana ada roh.
Tuhannya adalah roh dari segala roh akal yang dikonsepsikannya ialah akal yang
terlepas dari benda merupakan makhluk rohani murni, roh yang menggerakkan benda
– benda langit dan mengatur alam di bawah bulan.4 Al- Farabi mendefenisikan tubuh
mansuia sebagai struktur fisik dengan satu prinsip vital yang bertempat dalam hati, ia

2
Ahmad hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1996), hlm. 94.
3
Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), hlm. 82-83.
4
Ahmad hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1996), hlm. 112.

2
mendefenisikan roh dengan substansi yang unik, abadi, tidak membesar, dan memiliki
kesadaran. Inilah memperjelas bahwa dia dengan tajam memedakan hidup dari ruh.5

B. Roh menurut Al-Ghazali


Al-ghazali berpendapat bahwa roh terbagi tiga, roh tumbuhan roh binatang
dan roh manusia. Dalam hal ia membedakan antara roh dan jiwa, roh ialah yang
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, sedangkan jiwa khusus
dalam manusia saja. Roh mempunyai arti nyawa dan jiwa mempunyai arti daya
berpikir. Menurut Al-ghazali manusia hanya mempunyai roh, maka perbuatan hanya
terbatas pada perbuatan – perbuatan yang terdapat dalam binatang, begitu juga
dengan binatang hanya mempunyai jiwa, jadi manusia hanya mempunyai badan, roh,
dan jiwa sedangkan binatang hanya badan dan roh saja. Roh binatang mempunyai dua
daya yaitu gerak dan mengetahui, daya gerak terbagi dua dari luar dan dari dalam,
yang terdiri dari tiga bagian khayal yang menangkap gambaran – gambaran dari
benda yang dilihat.
Jiwa mempunyai dua daya, yaitu menggerakkan badan manusia dalam
perbuatannya dan teoritis menangkap pengetahuan yang terlepas dari materinya.
Dialah yang disebut akal yang menerima ilmu – ilmu dari malaikat, jiwa hanya
mempunyai potensi untuk mengetahui dan malaikatlah yang mengeluarkan ke alam
hakekat. Substansinya jiwa ini serupa dengan substansi malaikat dengan demikian
jiwa bisa mengadakan kontak dengan malaikat. Roh merupakan suatu substansi yang
berdiri sendiri dan diciptakan Tuhan tiap kali ada manusia yang lahir ke dunia ini,
walaupun roh diartikan mempunyai permulaan yang bersifat kekal dan tidak akan
hancur dan roh akan lenyap dengan matinya badan.6 Roh ini tidak termasuk bagian
dari jasmani manusia tetapi termasuk bagian rohani, bagian yang halus ataupun ghaib.
Dengan ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri dan dapat pula mengenal
TuhanNya sehingga manusia bisa mencapai berbagai ilmu pengetahuan,
berprikemanusiaan, berakhlak yang baik, dan sangat berbeda dengan binatang. Roh
ini juga berarti mendapat pujian dan celaan oleh agama yang mendapat perintah dan
larangan dari Allah dan roh ini bertanggung jawab atas semua gerak –gerik dan
tingkah laku manusia. Selanjutnya Al-Ghazali berpendapat bahwa roh ini bukan jisim
dan bukan pula aradh. Bukan sesuatu yang melekat pada yang lainnya seperti

5
Ali Mahdi, Khan, Dasar – Dasar Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2010), hlm.62.
6
Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), hlm. 87.

3
melekatnya sifat pada apa yang disifati, seperti warna biru pada laut atau ilmu
pengetahuan pada ahlinya. Tetapi roh itu adalah jauhar (subtansi) yaitu suatu yang
wujud berdiri sendiri, roh mempunyai kesadaran sendiri dan akan Tuhan yang
menciptakannya.
Roh ini juga diartikan “baharu” suatu yang mulanya tidak ada, lalu diadakan
oleh Tuhan. Hakikat roh tidak diketahui oleh siapapun tidak pula dapat dianalisa, roh
tidak tergantung pada tempat tanpa tempat pun ia akan hidup. Roh ketika dalam tubuh
tidak sama dengan keberadaan air dalam gelas yang mana bila gelas pecah maka air
akan tumpah, roh tidak lah demikian, tubuhnya hancur tetapi roh tetap utuh tidak
kurang suatu apapun. Hakikat roh ini hanya Allah saja yang tahu dan ini juga rahasia
Allah yang tidak bisa dipelajari oleh siapapun, sekalipun Nabi dan Rasul Allah
sendiri.
Firman Allah dalam surah Al Isra’ 85

ً ‫الرو ُح ِم ْن أ َ ْم ِر َربِي َو َما أُوتِيت ُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم ِإ اَّل قَ ِل‬


‫يل‬ ُّ ‫َويَ ْسأَلُونَكَ َع ِن‬
ُّ ‫الروحِ ۖ قُ ِل‬

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh katakanlah bahwa roh adalah urusan
(rahasia) Tuhanku. Dan tidaklah diberikan ilmu pengetahuan kepadamu kecuali hanya
sedikit”. (Q.S Al Isra’: 85)

Berdasarkan ayat diatas Al-Ghazali melarang seseorang menyelidiki dan


memikirkan tentang roh, karena hal ini bisa membawa kesesatan dan perdebatan. Dari
itu juga Nabi Muhammad SAW sendiri tidak diperbolehkan menerangkannya, dan
apa yang kita bicarakan tentang roh dan alam ghaib hanyalah sekedar apa yang di
firmankan Allah dalam Al-Qur’an dan apa yang disabdakan Rasulullah Saw dalam
hadist – hadistnya.7

C. Roh menurut Al-kindi


Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Sabbah al-Kindi lahir dikuffah (185 H – 260
H/801 M – 872 M) Al-kindi berpendapat jiwa atau roh tidak tersusun tetapi
mempunyai arti penting, seperti sempurna dan mulia. Substansinya berasal dari
substansi Tuhan dan ada hubungannya manusia, cahaya dan matahari8 Dunia materi
tidak memliki kekuatan, ia menerima semua aktivitas dari akal dan menyesuaikan diri

7
Asyharie, Falsafat Hidup Manusia, (Surabaya: PUTRA PELAJAR, 2003), hlm. 34-35.
8
Zaprulkhan, Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 27.

4
dari keinginan – keinginan akal. Al-kindi menentang materialisme dan ia menulis
sebuah risalah khusus tentang akal dan dunia materi, ada dunia roh dan roh manusia
adalah sebuah emanasi darinya. Roh kita ialah esensi yang terpisah dan kekal, ia
berada di dunia akal sebelum turun ke dunia inderawi. Oleh karena itu, roh manusia
memiliki dua keterkaitan yang lebih tinggi dan yang lebih rendah.
Roh bersatu dengan jasad dalam aktivitasnya dan roh juga berkaitan dengan
dunia inderawi dan dunia materi, tetapi esensinya bersifat spiritual sehingga terkait
dengan eksistensi yang lebih tinggi (akal).9
Ada 2 perantara roh manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya:
1. Pengetahuan pancaindera, ia hanya mengenai lahir – lahir, saja dalam hal ini
manusia dan binatang sama.
2. Pengetahuan akal, merupakan hakekat – hakekat dan hanya diperoleh oleh
manusia tetapi dengan syarat ia harus melepaskan dirinya dari sifat binatang
yang ada dalam tubuhnya. Yang dimaksud dengan melepaskan diri dari sifat
ini ialah dengan meninggalkan dunia dan berfikir serta berkontemplasi tentang
wujud. Tetapi kalau roh kotor, maka sama halnya dengan cermin yang kotor
yang tidak bisa menerima pengetahuan yang dipancarkan oleh cahaya yang
berasal dari Tuhan. 10

Roh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan ia tidak akan
hancur karena substansinya berasal dari substansi Tuhan, ia adalah cahaya yang
dipancarkan Tuhan selama dalam badan. Roh tidak memperoleh kesenangan yang
sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan
badan roh pergi ke alam kebenaran atau alam akal diatas bintang – bintang dalam
lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan, disinilah
terletak kesenangan abadi dari roh.11 Potensi roh manusia yaitu kapasitas memperoleh
pengetahuan, roh pada tahap ini hanya mampu memperoleh pengetahuan tetapi belum
memperoleh pengetahuan apa pun seperti pengetahuan terpendam dalam roh, tetapi
belum memanifestasikan diri.12

9
Ali Mahdi, Khan, Dasar – Dasar Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2010), hlm.50.
10
Abdul Qadir Djaelani, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2013), hlm. 130.
11
Zaprulkhan, Falsafat Islam Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: PT RAJA GRAFINDO, 2014), hlm.
28.
12
Affifi, FILSAFAT MISTIS‘Ibnu Arabi, (Jakarta: PT Gaya Media Pratama,1995), hlm.167.

5
D. Roh menurut Al-Razi
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Al-Razi lahir di Ray kota di dekat
Teheran, tahun 863 M dan wafat pada tahun 925 M. Ia pernah menjadi direktur rumah
sakit Ray dan Baghdad, ia terkenal di barat dengan nama Rhazes dari bukunya tentang
ilmu kedokteran karangannya yang terkenal “cakar dan campak” yang diterjemahkan
dalam bahasa Eropa dan di tahun 1866 masih dicetak untuk kali ke-40. Al-Hawi
(comprehensive book) merupakan ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang tersusun
lebih dari 20 jilid, dan mengandung ilmu – ilmu kedokteran Yunani, Siria, dan Arab
di tahun 1279 M ensiklopedia ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh seorang
Yahudi di Sisilia bernama Faraj Ibn Salim semenjak 1486 M dan berkali – kali
dicetak, dipakai di Eropa sampai abad XVII M.
Al-Razi membuat perbedaaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu
antara al-dahr (durasi) dan al-waqt (waktu) yang pertama kekal dalam arti tidak
bermula dan tidak berakhir dan yang kedua disifati oleh angka, bagi benda (being)
kelima hal ini yaitu:
1) Materi: merupakan apa yang ditangkap dengan pancaindera tentang benda itu.
2) Ruang: karena materi mengambil tempat.
3) Zaman: karena materi berubah – ubah keadannya.
4) Diantara benda – benda ada yang hidup oleh karena itu perlu adanya roh dan
diantara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan –
ciptaan yang teratur.
5) Semua ini perlu pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.

Menurut Al-Razi Tuhan pada mulanya tidak berniat membuat alam ini, tetapi
pada suatu ketika roh tertarik pada materi pertama, bermain materi pertama itu tetapi
materi pertama itu berontak. Tuhan datang menolong roh dengan membantu alam ini
dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi didalamnya,
Tuhan mewujudkan manusia dan dalamnya roh mengambil tempat. Terikat pada
materi, roh ini lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangan yang sebenarnya bukan
terletak dalam persatuan materi tetapi dalam melepaskan diri dari materi. Oleh karena
itu, Tuhan mewujudkan akal dari zat Tuhan sendiri yang mana tugas akal untuk
menyadarkan manusia yang terpedaya oleh kesenangan materi, bahwa alam materi ini
bukan alam yang sebenarnya.

6
Menurut Al-Razi bahwa Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan
apapun tetapi Ia memutuskan penciptaanNya setelah pada mulanya tidak berkehendak
untuk menciptakannya. Siapakah yang membuat untuk melakukan demikian itu? Di
sini mestinya harus ada keabadian lain yang membuat ia memutuskan. Apakah
keabadian itu? Demikian menurut Al-Razi.13 Keabadian lain adalah roh yang hidup,
tetapi ia bodoh dan materi juga kekal karena kebodohannya roh mencintai materi dan
membuat bentuk darinya untuk memperoleh kebahagiaan materi. Tetapi materi
menolak, sehingga Tuhan campur tangan untuk membantu roh, dengan bantuan inilah
Tuhan membuat dunia dan menciptakan di dalamnya bentuk –bentuk yang kuat
didalamnya roh memperoleh kebahagiaan jasmani, kemudian Tuhan menciptakan
manusia menyadarkan roh dan menunjukkan kepadanya bahwa dunia ini bukanlah
dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.14

E. Roh menurut Ibn Sina


Abu Ali Ibn Abdillah Ibn Sina lahir di Afsyana (980-1037), menurut sejarah
Ibn Sina hidup yang disusun oleh muridnya Jurjani sejak kecil Ibn Sina banyak
mempelajari ilmu – ilmu pengetahuan yang ada di zamannya seperti, fisika,
matematika, kedokteran, hukum, dan ilmu lainnya.umur 17 tahun ia dikenal sebagai
dokter dan pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali
kesehatannya. Setelah orag tuanya meninggal ia pindah ke Juzjan suatu kota di dekat
laut kaspia dan disanalah ia mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran
yang terkenal dengan nama al-Qanum fi al-Tibb, kemudian ia pindah ke Ray kota di
sebelah selatan Teheran dan ia bekerja untuk Ratu Sayyedah dan anaknya Majd al-
Dawlah yang berkuasa di Hamdan mengangkat Ibn Sina menjadi menterinya dan
kemudian ia pindah ke Isfahan dan ia meninggal di tahun 1037 M.15
Ibn Sina memakai teori pancaran seperti yang disebut Al-Farabi dari akal
kesepuluh berjalan terus ke pancaran benda – benda dan roh yang ada di bawah bulan
termasuk dalamnya roh manusia, Ibn Sina juga sejalan dengan Aristoteles dan Al-
Farabi, ia membagi roh tiga bagian:
1. Roh tumbuh – tumbuhan dengan daya makan, daya tumbuh, dan daya
berkembang.

13
Ahmad Daudy, ALLAH DAN MANUSIA. (Jakarta: CV Rajawali, 1994), hlm.141.
14
Abu Ahmadi, Filsafat Islam Edisi Revisi, (Semarang: Toha Putra, 1997), hlm. 171.
15
Harun Nasution, Falasafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 34.

7
2. Roh binatang mempunyai dua daya, yaitu daya gerak dan daya mengetahui.
Daya mengetahui dibagi menjadi dua bagian:
a. Mengetahui dari luar dengan panca indra.
b. Mengetahui dari dalam dengan panca indra batin yang terdiri 5 bagian
indra:
1) Indra bersama, menerima segala apa yang ditangkap oleh panca
indra luar.
2) Indra khayal, menyimpan apa yang diteruskan kepadanya oleh
indra bersama.
3) Indra imaginasi, menyusun apa yang diterima indra khayal.
4) Indra wahmiyah, melepaskan arti dari gambaran – gambaran
yang diperoleh dari indra imaginasi.
5) Indra pemelihara, menyimpan arti – arti yang diteruskan oleh
indra wahmiyah.
3. Roh manusia mempunyai dua daya, praktis dan teoritis.Daya teoritis
mempunyai 4 tingkatan yaitu:
a. Akal material, mempunyai potensi absolut untuk berfikir secara
abstrak.
b. Akal al-malakat yang mulai dilatih untuk berfikir secara abstrak
c. Akal aktual yang dapat berfikir secara abstrak.
d. Akal mustafad (perolehan) yang sanggup berfikir secara abstrak tanpa
daya upaya.16

Sifat seseorang tergantung pada roh yang mana roh tumbuh – tumbuhan, binatang,
dan manusia yang berpengaruh pada dirinya jika roh tumbuh – tumbuhan dan binatang yang
berkuasa pada dirinya maka seseorang itu menyerupai binatang, tetapi jika roh manusia yang
mempengaruhi atas dirinya maka seseorang itu akan meyerupai malaikat dan dekat dengan
kesempurnaan. Dalam hal ini, daya praktis mempunyai peran penting untuk mengontrol hawa
nafsu sehingga tidak menghalangi daya teoritis untuk membawa manusia ke tingkatan yang
tinggi dalam usaha mencapai kesempurnaan.17

Menurut Ibn Sina roh manusia terdapat unit yang tersendiri dan mempunyai wujud
yang terlepas dari badan, roh manusia ini timbul dan tercipta dari tiap kali yang ada badan.

16
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), hlm. 140.
17
Zaprulkhan, Falsafat Islam Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: PT RAJA GRAFINDO, 2014), hlm. 38.

8
Roh manusia tidak mempunyai fungsi – fungsi fisik dan tidak pula berhajat pada badan untuk
menjalankan tugasnya sebagai daya berfikir, roh berhajat pada badan, karena pada permulaan
wujud badanlah yang menolong roh manusia untuk dapat berfikir. Roh manusia berlainan
dengan roh binatang dan roh tumbuhan yang kekal, jika roh manusia telah mencapai
kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan maka ia selamanya akan berada dalam
kesenangan dan jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, karena masa
bersatu dengan badan selalu dipengaruhi oleh hawa nafsu dan hidupnya dalam keadaan
menyesal untuk selama – lamanya di akhirat.18

Setelah adanya roh Ibn Sina berusaha untuk mengetahui dan menjelaskan hakikatnya,
ia mengulang-ulang pertanyaan Aritoteles “roh itu merupakan kesempurnaan aksiomatik bagi
jiwa spontanitas” Jadi, roh itu adalah bentuk tubuh, padahal bentuk itu akan sirna dengan
sirnanya materi yang ditempatinya. Oleh karena itu, Ibn Sina harus berpendapat bahwa roh
adalah substansi dan spiritual, dikatakan substansi karena ia bisa ada dengan sendirinya dan
dikatakan spiritual karena ia bisa mempresepsi kategori – kategori. Sedangkan kategori tidak
ada dalam roh maupun tubuh, disini Ibn Sina cenderung ke arah Platonisme walaupun ia
berpendapat bahwa roh itu pada dasarnya substansi dan jika dilihat dari hubungannya dengan
tubuh seolah – olah ia ingin memadukan Aristoteles dengan Plato, walaupun perpaduan ini
sulit dilakukan.19

Pengaruh Ibn Sina dalam soal roh tidak dapat diremehkan, baik dunia pikir Arab sejak
abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 Masehi bahkan ada juga pertaliannya
dengan pikiran – pikiran Decrates tentang hakikat roh dan wujudnya.20 Lapangan kejiwaan
Ibn Sina lebih banyak menarik perhatian masa modern daripada segi filsafatnya. Apabila
sesorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain,
maka yang dimaksudkan ialah roh nya bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan “saya
keluar atau saya tidur” maka bukan gerak kaki atau pejam mata yang dimaksudkan, tetapi
hakikat kita dan seluruh pribadi kita. Pada kata – kata tersebut kita bisa pikirkan tentang saya
yang menjadi bahan pembahasan ulama – ulama jiwa modern, pribadi atau saya bukanlah
kadar dan peristiwa – peristiwanya yang dimaksud melainkan roh dan kekuatan –
kekuatannya.21

18
Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), hlm. 85.
19
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.285.
20
Iqbal Irham, Rasa Ruhani, (Jakarta: La Tansa Press, 2011), hlm. 24.
21
Ahmad hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 127.

9
KESIMPULAN

Para Filsuf Islam pada umumnya sangat dipengaruhi oleh Aristoteles dalam upaya
membuat definisi roh, Al-Farabi mengemukakan definisi roh adalah forma jasad akan tetapi
ia tidak menyetujui Aristoteles yang mengatakan “jiwa bersatu dengan jasad secara esensial
seperti halnya forma bersatu dengan materi”. Ibn Sina terpengaruh dengan Aristoteles dalam
masalah tersebut dan ia mengikuti perubahan yang dilakukan Al-Farabi tentang pengertian
forma yang dibuat Aristoteles, Al-Ghazali banyak mengikuti teori Aristoteles dan Ibn Sina
dengan memberikan berbagai penjelesan yang terperinci. Seperti halnya Ibn Sina dan Al-
Ghazali membagi jiwa itu menjadi tiga bagian, yaitu jiwa tumbuh – tumbuhan, jiwa hewani,
dan jiwa insani.

Dari ungkapan tersebut jelas menunjukkan bahwa para filsuf Islam sangat terpengaruh
dengan Aristoteles, dengan mengambil alih definisinya secara harfiyah, namun hal yang
menyangkut tentang hakikat jiwa sebagai forma seperti yang dikatakan Aristoteles dan
memihak kepada Plato yang tegas mengatakan, “jiwa itu jauhar ruhani yang berdiri sendiri.”
Berbeda dengan Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali dan Al-Kindi yang mengatakan bahwa
“jiwa insani itu jauhar insani”. tidak berbeda dengan itu pendapat sebagian ahli sufi yang
mengatakan, roh itu adalah jauhar maddiy (jauhar materi) yang berasal dari tabi’at Ilahi, dan
cenderung untuk kembali ke asal semula. Mereka pada umumnya membedakan jiwa dengan
roh, jiwa itu sumber akhlak tercela sedangkan roh adalah sumber akhlak mulia dan terpuji.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Sa’id. 2007. Beriman Sejenak. Jakarta: Qultumedia.

Affifi. 1995. FILSAFAT MISTIS‘Ibnu Arabi. Jakarta: PT Gaya Media Pratama.

Ahmad Suryadi, Rudi. 2015. Dimensi – Dimensi Manusia Perspektif Pendidikan Islam
. Yogyakarta: Deepublish.

Ahmadi, Abu, dkk. 2014. Filsafat Islam Edisi Revisi. Semarang: Toha Putra.

Al-Jauziyyah, Ibnu Qayim. 2015. Hakekat Ruh. Jakarta: Qisthi Press.

Anshari, Endang Saifuddin. 1985. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Anwar, Moch. 1997. Kekuatan Ghaib Dibalik Alam Jang Njata. Bandung: Peladjar.

Asyharie. 2003. FILSAFAT HIDUP MANUSIA. Surabaya: Putra Pelajar.

Athaillah, Ibn Ahmad. 1985. Pelita Hidup. Solo: Aneka.

Basalamah, Shaleh Yahya. 1993. Manusia dan Alam Ghaib. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Daudy, Ahmad. 1994. ALLAH DAN MANUSIA. Jakarta: CV Rajawali.

Djaelani, Abdul Qadir. 1996. Filsafat Islam. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Gazalba, Sidi. 1981. SISTEMATIKA FILSAFAT. Jakarta: Bulan Bintang.

Hady, Samsul. 2007. Islam Spiritual. Malang: UIN Malang.

Hamka, 1994. Falsafah Hidup. Jakarta: PT PUSTAKA PANJIMAS.

Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang.

Hasan, Mustofa. 2015. SEJARAH FILSAFAT ISLAM. Bandung: CV Pustaka Setia.

Irham, Iqbal. 2012. RASA RUHANI Sebuah Upaya Membangun Spritualitas.

Ciputat: La Tansa Press.

Khan, Ali Mahdi. 2010. DASAR – DASAR FILSAFAT ISLAM. Bandung: NUANSA.

Machsan. 1996. Menyelami Kebebasan Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

11
Madkour, Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution, Harun. 1973. FALSAFAT DAN MISTISME Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. 1991. Falsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Rachman, Fazlur. 1992. Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Rousydiy, Lathief. 1988. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rimbow.

Sudarsono, 1997. Filsafat Islam. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Surajiyo, 2005. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yasir, Muhammad. 1996. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zaini, Syahminan. 2008. Hakekat Agama dalam Kehidupan Manusia. Surabaya: Al-Ikhlas.

Zaprulkhan. 2014. FILSAFAT ISLAM Sebuah kajian Tematik. Jakarta: Rajawali Pers.

12

Anda mungkin juga menyukai