Makalah Kafa'ah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KAFA’AH DAN PROBLEMATIKANYA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Munakahat
Dosen Pengampu : Nuril Izza Muzakki, Lc., M.Ag

Disusun Oleh :
1. Khisnil Khikmah (176010146)
2. Muhlisin A (176010147)
3. Siti Nurjanah (176010148)
4. Muhlisin B (176010178)
5. Ali Sya’bana (176010183)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI PAI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menikah merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna oleh k a r e n a i t u ,
A g a m a m e m e r i n t a h k a n k e p a d a u m a t n y a u n t u k melangsungkan
pernikahan bagi yang sudah mampu sehinggaakan terpelihara dari kebinasaan
hawa nafsu.

Namun, seringkali kita mendengar istilah Sekufu di dalam sebuah proses


pernikahan yaitu seseorang yang marah-marah tidak jelas ketika pihak
perempuan menolak calon suaminya karena alasan tidak sekufu entah tidak
sekufu dalam hal agama,tidak s e k u f u n a s a b ( k e t u r u n a n ) , a t a u t i d a k
s e k u f u d a l a m h a l h a r t a . Sebagai sebuah agama yang mulia, dengan segala
kesempurnaannya, Islam telah mengatur dan menjabarkan tentang hal ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kafa’ah?
2. Bagaimanakah hukum Kafa’ah dalam pernikahan?
3. Hal-hal apa sajakah yang menjadi ukuran segi-segi kriteria dalam
Kafa’ah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Kafa’ah

Secara bahasa kafa’ah berasal dari kata ‫ كافاء‬yang berarti ‫(المساوة‬sama) atau
‫(المماثلة‬seimbang). Dalam firman Allah SWT disebutkan juga kata-kata yang
berakar kafa’ah ‫ و لم يكن له كفوا احد‬Kafa’ah atau kufu’ artinya setaraf,seimbang atau
keserasian & kesesuaian, serupa, sederajat, atau sebanding. Sedangkan menurut
istilah hukum Islam, yang dimaksud dengan kafa’ah atau kufu’ dalam pernikahan
yaitu keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-
masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan pernikahan Atau laki-laki
sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat
sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan.

Jadi, yang ditekankan dalam hal kafa’ah adalah keseimbangan,


keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah
ketika kafa’ah diartikan sebagai persamaan, maka akan berarti terbentuknya kasta
Sedangkan dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena kedudukan
manusia di sisi Allah adalah sama, yang membedakan adalah ketakwaannya.

Allah SWT telah berfirman dalam (Q.S.Al-Hujurat :13) yang artinya :


“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa. Dan sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal’’

Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri akan lebih menjamin


keharmonisan dan kesuksesan hidup serta merupakan faktor yang mendorong
terciptanya kebahagiaan suami istri dan lebih menjamin keselamatan perempuan
dari kegagalan atau goncangan dalam berumah tangga, karena kufu’ termasuk hak
dari perempuan dan walinya(keduanya boleh melanggar) dengan keridhaan
bersama.

B. Hukum Kafa’ah dalam Pernikahan

Kafa’ah tidak menjadi syarat bagi pernikahan tetapi jika tidak dengan
keridhaan masing-masing, yang lain boleh memasakhkan
(membatalkan) pernikahan dengan alasan tidak kufu’(setingkat) Karena suatu
pernikahan yang tidak seimbang, serasi & sesuai akan menimbulkan problema
berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian, oleh
karena itu boleh dibatalkan.
Kafa’ah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seseorang perempuan
rela menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak rela
maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh (batal). Demikian pula
sebaliknya, apabila gadis shalihah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki yang
tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh.

Kafaah adalah hak bagi seseorang. Karena itu jika yang berhak rela tanpa
adanya kafaah, pernikahan dapat diteruskan. Beberapa pendapat tentang hal-hal
yang dapat diperhitungkan dalam kafaah, yaitu:

1) Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab


(keturunan), kemerdekaan, ketataan, agama, pangkat pekerjaan/profesi dan
kekayaan.

2) Pendapat lain mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketataan


menjalankan agama. Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu
dengan perempuan yang patuh menjalankan agamanya. Laki-laki yang akhlaknya
buruk tidak sekufu dengan perempuan yang akhlaknya mulia. Kufu Ditinjau dari
Segi Agama. Firman Allah Swt :

‫ت َحتَّى يُؤْ ِم َّن ۚ َو ََل َ َمة ُمؤْ ِمنَة َخيْر ِم ْن ُم ْش ِركَة َو َل ْو أَ ْع َج َبتْ ُك ْم ۗ َو َل ت ُ ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِركِينَ َحتَّى‬
ِ ‫َو َل تَ ْن ِك ُحوا ْال ُم ْش ِركَا‬
‫يُؤْ ِمنُوا ۚ َولَ َعبْد ُمؤْ ِمن َخيْر ِم ْن ُم ْش ِرك َو َل ْو أ َ ْع َج َب ُكم‬

Artinya: "Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka


beriman, dan sungguh budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita-wanita
musyrik, sekali pun ia sangat menggiurkanmu. Dan janganlah kamu menikahkan
(wanitawanita mukmin kamu) dengan pria musyrik sehingga mereka beriman.
Sungguh budak laki-laki yang mukmin itu lebih baik daripada laki-laki musyrik
walaupun menggiurkanmu." (QS. Al-Baqarah 221).

Ayat di atas menjelaskan tentang tinjauan sekufu dari segi agama. Yang
menjadi standar disini adalah keimanan. Ketika seorang yang beriman menikah
dengan orang yang tidak beriman, maka pernikahan keduanya tidak dianggap
sekufu. Kufu’ Dilihat dari Segi Iffah. Maksud dari ‘iffah adalah terpelihara dari
segala sesuatu yang diharamkan dalam pergaulan. Maka, tidak dianggap sekufu
ketika orang yang baik dan mulia menikah dengan seorang pelacur, walaupun
mereka berdua seagama. Allah Swt berfirman :

َ‫الزانِ َيةُ َل َي ْن ِك ُح َها ِإ َّل زَ ان أَ ْو ُم ْش ِرك ۚ َو ُح ِر َم ذَلِكَ َعلَى ْال ُمؤْ ِمنِين‬
َّ ‫الزانِي َل َي ْن ِك ُح ِإ َّل زَ انِ َية أ َ ْو ُم ْش ِركَة َو‬
َّ

Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak boleh menikahi dengan siapapun, kecuali
dengan wanita yang berzina atau wanita musyrik, dan wanita yang berzina
siapapun tidak boleh menikahinya, kecuali laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik. Dan demikian yang diharamkan atas orang-orang yang beriman”. (QS.
An-Nur : 3)

C. Segi-segi Kriteria dalam Kafa’ah


1. Segi Agama.

Semua ulama mengakui agama sebagai salah satu unsur kafa’ah yang
paling esensial. Penempatan agama sebagai unsur kafa’ah tidak ada perselisihan
dikalangan ulama, Agama juga dapat diartikan dengan kebaikan, istiqomah dan
mengamalkan apa yang diwajibkan agama.

Adaikan ada seorang wanita solehah dari keluarga yang kuat agamanya
menikah dengan pria yang fasik, maka wali wanita tersebut mempunyai hak untuk
menolak atau melarang bahkan menuntut faskh, karena keberagaman merupakan
suatu unsur yang harus dibanggakan melebihi unsur kedudukan, harta benda,
nasab dan semua segi kehidaupan lainnya.

2. Segi Nasab.

Maksud nasab disini adalah asal usul atau keturunan seseorang yaitu
keberadaan seseorang berkenaan dengan latar belakang keluarganya baik
menyangkut kesukuan, kebudayaan maupun setatus sosialnya. Dalam unsur nasab
ini terdapat dua golongan yaitu pertama golongan Ajam, kedua golongan Arab.
Adapun golongan arab terbagi menjadi dua suku yaitu suku Quraisy dan selain
Quraisy.

Dengan ditetapkannya nasab sebagai kriteria kafa’ah, maka orang Ajam


dianggap tidak sekufu’ dengan orang Arab baik dari suku Quraisy maupun suku
selain Quraisy. Orang Arab yang tidak berasal dari suku Quraisy dipandang tidak
kufu’ dengan orang Arab yang berasal dari suku Quraisy. Selain itu, untuk orang
Arab yang berasal dari keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib hanya dapat
sekufu’ dengan seseorang yang berasal dari keturunan yang sama, tidak yang
lainnya.

3. Segi Kemerdekaan.

Kriteria tentang kemerdakaan ini sangat erat kaitannya dengan masalah


perbudakan. Perbudakan diartikan dengan kurangnya kebebasan. Budak adalah
orang yang berada dibawah kepemilikan orang lain. Ia tidak mempunyai hak atas
dirinya sendiri. Adapun maksud kemerdekaan sebagai kriteria kafa’ah adalah
bahwa seorang budak laki-laki tidak kufu’ dengan perempuan yang merdeka.
Demikian juga seorang budak laki-laki tidak kufu’ dengan perempuan yang
merdeka sejak lahir.

Kemerdekaan juga dihubungkan dengan keadaan orang tuanya, sehingga


seorang anak yang hanya bapaknya yang merdeka, tidak kufu’ dengan orang yang
kedua orang tuanya merdeka. Begitu pula seorang lelaki yang neneknya pernah
menjadi budak, tidak sederajat dengan perempuan yang neneknya tidak pernah
menjadi budak, sebab perempuan merdeka jika dikawinkan denga laki-laki budak
dipandang tercela. Sama halnya jika dikawinkan denga laki-laki yang salah
seorang neneknya pernah menjadi budak.

4. Segi Pekerjaan.

Yang dimaksud dengan pekerjaan adalah berkenaan dengan segala sarana


maupun prasarana yang dapat dijadikan sumber penghidupan baik perusahaan
maupun yang lainnya. Jadi apabila ada seorang wanita yang berasal dari kalangan
orang yang mempunyai pekerjaan tetap dan terhormat, maka dianggap tidak
sekufu’ dengan orang yang rendah penghasilannya.

Sementara itu Ar-Ramli berpendapat bahwa dalam pemberlakuan segi ini


harus diperhatikan adat dan tradisi yang berlaku pada suatu tempat. Sedangkan
adat yang menjadi standar penentuan segi ini, adalah adat yang berlaku di mana
wanita yang akan dinikahi berdomisili. Konsekuensinya, jika pekerjaan yang
disuatu tempat dipandang terhormat tapi di tempat si wanita dianggap rendah,
maka pekerjaan tersebut dapat menghalangi terjadinya kufu’.

5. Segi Kekayaan.

Yang dimaksud kekayaan di sini adalah kemampuan seseorang untuk


membayar mahar dan memenuhi nafkah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
kehidupan manusia terdapat stratifikasi sosial, diantara mereka ada yang kaya dan
ada yang miskin.

Walaupun kualitas seseorang terletak pada dirinya sendiri dan amalnya,


namun kebanyakan manusia merasa bangga dengan nasab dan bertumpuknya
harta. Oleh karena itu sebagian fuqaha’ memandang perlu memasukkan unsur
kekayaan sebagai faktor kafa’ah dalam perkawinan.

Tetapi menurut Abu Yusuf, selama seorang suami mampu memberikan


kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dan nafkah dari satu hari ke hari berikutnya
tanpa harus membayar mahar, maka ia dianggap termasuk kedalam kelompok
yang mempunyai kafa’ah.

Abu Yusuf beralasan bahwa kemampuan membayar nafkah itulah yang


lebih penting untuk menjalani kehidupan rumah tangga kelak. Sementara mahar
dapat dibayar oleh siapa saja di antara keluarganya yang mempunyai kemampuan
misalnya bapak ataupun kakek.

6. Segi Bebas dari Cacat.

Cacat yang dimaksudkan adalah keadaan yang dapat memungkinkan


seseorang untuk dapat menuntut faskh. Karena orang cacat dianggap tidak sekufu’
dengan orang yang tidak cacat. Adapun cacat yang dimaksud adalah meliputi
semua bentuk cacat baik fisik maupun psikis yang meliputi penyakit gila, kusta
atau lepra.

PENUTUP

KESIMPULAN
1. Kafa’ah atau kufu’ dalam pernikahan yaitu keseimbangan dan
keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon
tidak merasa berat untuk melangsungkan pernikahan,sama dalam
kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak
serta kekayaan.
2. Kafa’ah tidak menjadi syarat bagi pernikahan tetapi jika tidak dengan
keridhaan masing-masing, yang lain boleh memasakhkan
(membatalkan) pernikahan dengan alasan tidak kufu’(setingkat)
Karena suatu pernikahan yang tidak seimbang, serasi & sesuai akan
menimbulkan problema berkelanjutan dan besar kemungkinan
menyebabkan terjadinya perceraian, oleh karena itu boleh dibatalkan.
3. Segi-segi kriteria dalam kafa’ah yaitu : segi Agama,segi nasab, segi
kemerdekaan, segi pekerjaan, dan segi kekayaan.

DAFTAR PUSTAKA

http://pendidikan-hukum.blogspot.com/2010/11/kafaah.html
https://www.academia.edu/14168628/Kafaah_dalam_pernikahan

https://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-kafaah-sekufu-hukum-
dan.html

https://www.muslimpintar.com/pengertian-kafaah-dalam-pernikahan/

Anda mungkin juga menyukai