LP KDK Anak Rsud Goeteng

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

RINA ARYANTI

1711020184

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2019
A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5
tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan
serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun
dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009).
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan
fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI
1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)


5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:


a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam
berdarah, dan lain-lain.
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d. Perubahan cairan dan elektrolit.
e. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.
Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap. Angka
kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi
Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor
pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan
terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba)

a) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi


pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

b) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya


berlangsung selama 10-20 detik)

c) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)

d) Lidah atau pipinya tergigit

e) Gigi atau rahangnya terkatup rapat

f) Inkontinensia (mengompol)

g) Gangguan pernafasan

h) Apneu (henti nafas)

i) Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

a) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1
jam atau lebih

b) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

c) Mengantuk
d) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
D. PATHOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak
3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan :
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas
Beri zat asam
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)

F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian :

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan


penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assesment.

1. Identitas

Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan,


status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS,
no register, serta identitas yang bertanggung jawab.

2. Keluhan utama

Pada umumnya pasien panas yang meninggi disertai kejang

3. Riwayat penyakit sekarang

Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari panas, kejang,
kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum, selama dan setelah kejang.

4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas. pernah dirawat
dimana, tindakan apa yang dilakukan, penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang.

5. Riwayat penyakit keluarga


Tanyakan pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau epilepsi.

6. Pemeriksaan fisik

1) B1 (Breath) : Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan


frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas.Dapat terjadi sumbatan jalan
nafas akibat penumpukan sekret

2) B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" , suhu panas, kemungkinan


terjadi gangguan hemodinamik

3) B3 (Brain): Kesadaran komposmentis sampai koma

4) B4 (Bladder): monitor produksi urine dan warnanya(jernih,pekat)

5) B5 (Bowel): Inspeksi : tampak normal, auskultasi : terdengar suara bising


usus normal, palpasi : turgor kulit normal, perkusi : tidak ada distensi
abdomen

6) B6 (Bone): pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang


akan tetapi saat kejang berlangsung akan terdapat beberapa otot yang
mengalami kejang.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

a) Darah lengkap

b) Urine lengkap

c) Serum elektrolit

b. EEG: didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-


gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta,
relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989)
c. CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya lesi pada
daerah kepala.

8. Terapi

1) Bebaskan jalan napas

2) Berikan oksigenasi

3) Berikan posisi sligh head up 300

4) Pasang IV line

5) Pemberiap terapi sesuai advis dokter

6) Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien

B. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem


termoregulasi).

2. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran

3. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan dampak


patologi dari penyakitnya.

4. Kebutuhan oksigen meningkat berhubungan dengan kejang

C. Intervensi

Dx1 : Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem


termogulasi)

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi


KH : Suhu tubuh dalam rentan normal (36,5-37oC), Nadi dalam rentan normal 80-
120x/menit, RR dalam rentan normal 18-24x/menit, Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing.
Rencana tindakan :
a) Monitor suhu tubuh sesering mungkin

b) Monitor warna kulit

c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR

d) Monitor penurunan tingkat kesadaran

e) Tingkatkan sirkulasi udara dengan membatasi pengunjung

f) Berikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan

g) Menganjurkan menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat

h) Berikan edukasi pada keluarga tentang kompres hangat dilanjutkan dengan


kompres dingin saat anak demam

i) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas

Dx2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan

Tujuan : pola nafas kembali efektif

KH : RR dalam batas normal 18-24x/menit, Menunjukkan jalan nafas yang paten,


Tidak ada sianosis, Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Rencana tindakan :

a. Monitor frekuensi nafas


b. Auskultasi suara nafas
c. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan ventilasi
d. Monitor warna kulit
e. Monitor tekanan darah dan nadi
f. Berikan Edukasi keluarga tentang hal yang dapat memicu serangan kejang
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan bronkodilator atau pemberian
oksigen.

Dx3 : Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran

Tujuan: cedera pada saat terjadi kejang dapat dicegah

KH: tidak terjadi cedera, pederita tidak jatuh, lidah pasien tidak tergigit

Rencana tindakan:

a. Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan cedera

R/ menghindari cedera saat kejang

b. Rawat pasien dengan posisi tidur kepala miring

R/ sekret dapat keluar

c. Observasi tanda-tanda vital pasien tiap 15 menit selama fase akut

R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien

d. Buka pakaian yang menekan

R/ membuka saluran nafas agar nafas pasien tidak tertekan

e. Berikan pengamanan pada tempat tidur

R/ menghindari cedera atau jatuh

f. Minimalkan terjadi cedea pada pasien

R/ meminimalkan terjadi cedea pada pasien

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus,
FKUI. Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC,


Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made
Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO,


Edisi :10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018.


https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,


Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai