Bab 1 Sampai Bab 4 Baru Sovia
Bab 1 Sampai Bab 4 Baru Sovia
Bab 1 Sampai Bab 4 Baru Sovia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara sensori maupun emosional yang
dapat ditandai dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Immerta, 2018 &
Susan, 2015). Anak yang menjalani perawatan di Rumah Sakit pada dasarnya
intravena dalam pemasangan infus, diantaranya anak menjadi lebih agresif dan
intravena dalam pemasangan infus agar anak dapat memberikan respons baik
teknik pengalihan perhatian nyeri pada anak saat dilakukan pemasangan infus atau
yang biasa disebut dengan teknik distraksi, namun tidak semua perawat
juga jarang dilakukan untuk mengurangi nyeri saat dilakukan pemasangan infus
pada anak usia toddler (1-3 tahun). Padahal, manajemen nyeri sangat penting
dilakukan oleh seorang perawat terutama nyeri pada anak saat dilakukan
1
2
departemen darurat (Ali et al, 2014 ; Trottier, Ali, Le May, & Gravel, 2015).
mengungkapkan bahwa hanya 26,7% (40 dari 150) anak yang datang ke UGD
dengan nyeri sedang hingga berat menerima analgesik dan hanya 16,7% (25 dari
150) yang diberikan intervensi non farmakologis. Demikian pula, hasil dari audit
provinsi dari semua praktik dan kebijakan manajemen nyeri pediatrik menemukan
bahwa hanya 29,3% (17 dari 58) dari departemen darurat membutuhkan
dokumentasi nyeri wajib dan 16,7% (10 dari 60) di antaranya memiliki perawat
yang memulai protokol nyeri (Ali, et al, 2014). Kendala waktu, kurangnya aturan
atau kebijakan, staf pendidikan, dan kebutuhan akan lebih banyak pilihan
hambatan utama untuk manajemen nyeri pediatrik yang optimal di UGD (Susan,
2015).
melaporkan bahwa 80,4% (369 dari 459) dari prosedur pemasangan infus yang
2019 di UGD RSI Jemursari Surabaya, setelah diamati dari 4 anak usia toodler (1-
pemasangan infus maka akan merangsang serabut syaraf kecil (reseptor nyeri)
3
sehingga merasakan nyeri pada saat dilakukan pemasangan infus. Maka dari itu
nyeri pada anak, hal ini dapat merangsang serabut syaraf besar, menyebabkan
transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat, sel-sel inhibitor dalam
sehingga tidak terjadi nyeri pada saat pemasangan infus berlangsung (Endang,
teknik distraksi, teknik relaksasi dan teknik stimulasi kulit. Namun, sebaliknya
mengontrol nyeri dan tidak ada efek samping. Hal ini dilakukan dengan harapan
tindakan invasif pada saat pemasangan infus (Asriani, 2017) (Irmayani, 2018).
efektif bila disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pada anak usia
nyeri, hal ini disebabkan karena distraksi audiovisual merupakan metode atau
4
perhatian anak dari nyeri saat dilakukan pemasangan infus (Asmadi. 2008). Salah
satu teknik distraksi yang dapat dilakukan pada anak dalam pentalaksanaan nyeri
adalah menonton kartun (Wong, 2009). Ketika anak lebih fokus pada kegiatan
menonton film kartun, hal tersebut membuat impuls nyeri akibat adanya cedera
tidak mengalir melalui tulang belakang, pesan tidak mencapai otak sehingga anak
tidak merasakan nyeri pada saat dilakukan pemasangan infus (Immerta, 2018).
penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan
B. Pembatasan Masalah
Faktor-faktor yang yang mempengaruhi nyeri yaitu usia, pengetahuan,
keluarga, faktor situasional, arti nyeri, persepsi nyeri, toleransi nyeri, reaksi nyeri,
harapan, dan placebo. Berdasarkan uraian latar belakang, maka dalam penelitian
audiovisual terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat
C. Rumusan Masalah
pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan infus di RSI
Jemursari Surabaya.
D. Tujuan Masalah
1. Tujuan umum
5
penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengaruh sesudah diberikan teknik distraksi audiovisual
terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan
pemasangan infus.
b. Mengidentifikasi pengaruh sesudah diberikan intervensi oleh perawat di
ruangan terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat
diruangan terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
manajemen nyeri non farmakologis pada anak saat dilakukan pemasangan infus di
2. Praktisi
a. Bagi Peneliti
b. Bagi Perawat
sebagai referensi yang nantinya akan diajakan bahan acuan dalam rangka
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literatur atau
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana
mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan tindakan keras kepala.
Hal ini merupakan periode yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan
pra-operasional (2-7 tahun). Tahap ini ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata
sebab dunia di fisik, kebingungan antar simbol dan objek yang mereka wakili,
kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan
Usia Uraian
15 bulan Anak menggunakan istilah yang ekspresif.
2 tahun Anak bisa menggunakan 300 kata, menggunakan 2 atau 3
suku kata (frase) dan menggunakan kata ganti.
2,5 tahun anak menyebutkan nama panggilan dan nama lengkapnya,
anak juga menggunakan kata jamak.
otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu. Masa ini disebut masa balita yang
berlangsung mulai 1-3 tahun (early childhood). Tahap ini merupakan tahap anus
otot (anal/ mascular stages). Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal,
sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta
apapun yang dia mau. Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan
anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa
bantuan orang lain. Sebaliknya, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan
buruknya tindakan tersebut. Jadi, pada usia ini orang tua harus seimbang dalam
mendidik anak antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak,
8
karena dengan cara itulah anak bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga
diri.
seperti membedakan diri sendiri dengan orang lain, pemisahan dari orang tua,
perilaku yang dapat diterima secara sosial dan interaksi egosentris dengan orang
lain. Rasa malu dan ragu-ragu dapat berkembang jika anak usia balita ini tetap
keterampilan yang baru didapat atau jika membuatnya merasa tidak memadai
manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif.
Sedangkan moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melalukan proses sosialisasi.
Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
(punishment).
2) Tahap 2 : Relativistik Hedonism -) anak tidak lagi secara mutlak tergantung
aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat
konkrit.
9
sosialnya -) pada tahap ini ada hubungan timbul balik antara individu
kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma sosial, maka ia berharap akan
perbuatan/ perilaku itu baik/ tidak baik; bermoral/ tidak bermoral. Disini
dibutuhkan unsur etik/ norma etik yang sifatnya universal sebagai sumber
Usia Uraian
15 bulan a. Anak menyusun mainan balok (2 balok ke atas)
b. Anak juga menulis “cakar ayam/ coret-coretan” yang spontan
18 bulan Anak menyusun 3 balok – 4 balok ke atas
24 bulan Anak meniru gerakan vertikal
30 bulan a. Anak menyusun 8 balok ke atas
b. Anak juga dapat menyalip lintasan
10
Usia Uraian
15 bulan Anak berjalan tanpa bantuan
18 bulan Anak berjalan menaiki tangga dengan satu tangan berpegangan
24 bulan Anak berjalan menaiki dan menurunitangga satu tahap/langkah
setiap kalinya
30 bulan Anak melompat dengan kedua kakinya
sehari-hari, termasuk buang air besar (BAB)maupun buang air kecil (BAK).
e. Mempelajari keterampilan berkomunikasi.
f. Mempelajari nilai-nilai keluarga dasar.
B. Konsep Dasar Nyeri
1. Pengertian Nyeri
IASP (1979) (Internasional Asssociation for Study of Pain),
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang yang
kerusakan (Andarmoyo, 2013 & Ana, 2015). Arthut C. Curton (1983) dalam
bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu
beragam cara, misalnya berteriak, menangis dan lain-lain. Oleh karena itu nyeri
bersifat subjektif, maka perawat harus peka terhadap sensasi nyeri yang dialami
nyeri dan dalam hal ini organ tubuh yang berfungsi sebagai resptor nyeri adalah
ujung saraf bebas dalam kulit yang hanya berespons pada stimulasin yang kuat
secara potensial merusak. Resptor nyeri tersebut disebut juga dengan nosiseptor,
secara anatomis reseptor nyeri ada yang bermielin dan ada juga yang tidak
sebagai myeri yang secara kolektif disebut noiseptif. Terdapat empat proses yang
nyeri (nexious stimulasi) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima
ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimulasi ini dapat berupa stimulasi fisik
dari saraf perifer melalui medula spinalis (spinal cord) menuju otak.
3) Proses Modulasi
Proses modulasi (modulation) adalah proses dari mekanisme nyeri di mana
terjadi interkasi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita
dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Jadi, proses
ini merupakan proses desenden yang dikontrol oleh otak. Sistem analgesik
efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medula spinalis.
Kornu posterior dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka
yang dipengaruhi oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi
ini juga memengaruhi subjektivitas dan derajat nyeri yang dirasakan seseorang.
4) Proses Persepsi
12
Hasil dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Pada saat klien menjadi sadar akan
nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan
mempersepsikan nyeri. Meinhart dan Mac Caffery (1983) menjelaskan tiga sistem
klien dapat bereaksi atau berespons (Tymbi, 2009; Carol & Taylor, 2011) (Ana,
Zakiyah, 2015).
3. Patofisiologi Nyeri
Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi,
dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh
thernal, radiasi, dan lain-lain. Sebagaimana telah disebutkan serabut saraf tertentu
saraf A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan oleh
nyeri dengan cepat serta bermielinasi, berukuran sangat kecil, dan bersifat lambat
dan jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.
dan terus-menerus. Sebagai contoh mekanisme kerja serabut A-delta dan serabut
C dalam suatu trauma adalah ketika seseorang menginjak paku, sesaat setelah
kejadian orang tersebut dalam waktu dari 1 detik akan merasakan nyeri yang
terlokasasi dan tajam, yang merupakan transmisi dari serabut A. Dalam beberapa
13
detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena
persarafan serabut C.
Tabel 2.4 : Perbedaan Serabut Saraf A-Delta dan C
horn, dimana disini akan bersinapsis di substansi gelatinosa (lamina II dan I).
impuls fast pain. Di bagian thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian
pada bagian tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuk formatio retikularis
dan sismtem limbik yang mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta integrasi
Slow pain
(Prasetyo, 2010)
4. Sifat Nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Menurut Mc
Caffery (1980) dalam E. S Saute (1992) Nyeri adalah segala sesuatu yang
dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang
pasti untuk pengalaman nyeri, antara lain : (1) bersifat individual, (2) tidak
tidak berkesudahan. Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, ia timbul
Bagaimanapun, tidak ada satu pun teori yang menjelaskan secara sempurna
Bare, 2002). Berikut ini akan disajikan beberapa teori terkait dengan nyeri untuk
2013).
a. Teori spesivitas (Specivicity Theory)
Teori spesivitas nyeri ini diperkenalkan oleh Descartes. Teori ini
melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan
antara stimulasi dan respons nyeri yang bersifat langsung dan invariabel. Prinsip
15
teori ini adalah (1) reseptor somatosensorik adalah reseptor yang mengalami
spesialisasi untuk berespons secara optimal terhadap satu atau lebih tipe stimulasi
tertentu, dan (2) tujuan perjalanan neuron aferen primer dan jalur ascendens
merupakan faktor kritis dalam membedakan sifat stimulus di perifer (Price &
Wilson, 2002).
b. Teori pola (Pattern Theory)
Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada 1989. Teori pola ini
dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulasi reseptor yang
menghasilkan pola tertentu dari impuls saraf. Pada sejumlah causalgia, nyeri
pantom, dan neuralgia teori pola ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat
impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
.
6. Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan lama keluhan atau waktu kejadian, nyeri dibagi menjadi :
a. Nyeri akut
Menurut Federation of State Medical Boards of Unted State, nyeri akut
panas, atau mekanik menyusul atau suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut.
Ciri khas nyeri akut adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan yang nyata
dan akan hilang seirama dengan proses penyembuhannya, terjadi dalam waktu
b. Nyeri kronis
IASP (Internasional Asssociation for Study of Pain) mendefinisikan nyeri
kronis sebagai nyeri yang menetap melampaui waktu penyembuhan normal yakni
enam bulan. Nyeri kronis deibedakan menjadi dua yaitu nyeri non maligna (nyeri
kronis persisten dan nyeri kronis intermitten) dan nyeri kronis maligna.
yaitu :
1) Nyeri superfisial (Cutaneous pain)
Biasanya timbul pada bagian permukaan tubuh akibat stimulasi kulit
mengalami amputasi, oleh klien nyeri dipersepsikan berada pada organ yang
diamputasi seolah-olah organ yang diamputasi masih ada. Contoh : nyeri pada
cedera ke bagian tubuh yang lain. Nyeri seakan menyebar ke bagian tubuh bawah
atau sepanjang bagian tubuh, nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan. Contoh
: nyeri punggung bagian bawah akibat ruptur diskus intravertebral disertai nyeri
menjalar ke organ lain sehingga nyeri dirasakan pada beberapa tempat. Nyeri jenis
17
ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami
nyeri ke dalam medulla spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf
yang berada pada bagian tubuh lainnya. Nyeri ini biasanya timbul pada lokasi atau
tempat yang berlawanan atau berjauhan dari lokasi asal nyeri (Ana, 2015).
individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat
sebagai berikut :
a. Skala Numerik
Skala penilaian numerik (Numerial Rting Scale/NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendiskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
b. Skala Deskriptif
18
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendiskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendiskripsi ini diranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VSD ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk
menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garus
tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”,
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling
buruk” untuk menilai hasilnya, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan
jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
19
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Mc Guire, 1884 dalam Potter & Perry,
2006).
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak, dikembangkan alat
yang dinamakan Oucher. Beyer dkk (1992) Dalam Potter & Perry (2006) telah
mengembangkan Ouche, yang terdiri dari dua skala yang terpisah : sebuah skala
dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan
skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak yang lebih kecil.
Foto wajah seorang anak (dengan peningkatan rasa tidak nyaman) dirancang
sejumlah pilihan gambar yang mendeskripsikan nyeri. Cara ini membuat usaha
mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana. Versi etnik yang baru pada alat
telah dikembangkan. Wong Baker (1988) dalam Potter & Perry (2006)
menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum “tidak merasa nyeri”
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang
sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan “sangat nyeri”. Anak-anak
berusia 3 tahun bisa menggunakan skala tersebut. Para peneliti mulai meneliti
penggunaan skala wajah ini pada orang-orang dewasa. Skala nyeri harus
banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskripsis
bermanfaat bukan saja dalam upaya menkaji tingkat keparahan nyeri, melainkan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih buruk untuk menilai apakah nyeri
20
yaitu:
1). Nilai 0 : nyeri tidak dirasakan oleh anak
2). Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit saja
3). Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak
4). Nilai 3: nyeri yang dirasakan anak lebih banyak
5). Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
6). Nilai 5: nyeri sekali dan anak menjadi menangis
Gambar 2.5 : Skala VAS
(Andarmoyo, 2013)
pada pasien ynag secara non verbal yang tidak dapat melaporkan nyerinya.
Tabel 2.5 : Skala FLACC
Kategori Skor
0 1 2
Muka Tidak ada Wajah cemberut, Sering dahi tidak
ekspresi atau dahi mengkerut, konstan
senyuman menyendiri
tertentu, tidak
mencari
Kaki Tidak ada posisi Gelisah, resah dan Menendang
menegang
Aktivitas Berbaring, posisi Mengeliat, Menekuk, kaku
normal, mudah menaikkan atau menghentak
bergerak punggung, dan
maju, menegang
Menangis Tidak menangis Merintih atau Menangis keras,
merengek sedu sedan
Hiburan Rileks Kadang-kadang Kesulitan untuk
hati tentram dengan menghibur atau
sentuhan memluk, kenyamanan
berbicara untuk
mengalihkan
bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
dalam menginterpretasikan nyeri pada orang tua atau petugas kesehatan. Anak
tentang nyeri dan mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi
secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespons terhadap nyeri, akan
mengekspresikan nyeri. Misalnya seorang pria tidak boleh menangis dan harus
berani sehingga tidak boleh menangis sedangkan wanita boleh menangis dalam
pribadinya, dalam hal ini seperti itu maka sifat tenang dan pengendalian diri
merupakan sifat yang terpuji. Pada beberapa kebudayaan lain justru sebaliknya,
memperlihatkan nyeri merupakan suatu hal yang alamiah nyeri juga dikaitkan
merupakan cara untuk menebus kesalahan atau dosa-dosa yang sudah diperbuat.
d. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan nyeri,
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain sehingga sensasi yang
22
dialami endogen, yaitu endorfin dan enkefalin yang merangsang kerja serabut
e. Makna nyeri
Makna seorang nyeri dikaitkan dengan nyeri dapat memengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Tiap klien akan
kompleks. Ansoetas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan sebaliknya, nyeri juga
dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi klien yang mengalami nyeri. Adanya
bukti bahwa sistem limbik yang diyakini dapat mengendalikan emosi seseorang
khusunya ansietas juga dapat memproses reaksi terhadap nyeri yaitu dapat
memperburuk atau menghilangkan nyeri. Nyeri yang tidak kunjung sembuh dapat
yang dapat mengendalikan lingkungan mereka serta hasil akhir suatu peristiwa
seperti nyeri, klien tersebut juga melaporkan bahwa dirinya mengalami nyeri yang
tidak terlalu berat. Sebaliknya klien yang mempunyai lokus kendali eksternal,
h. Keletihan
Rasa keletihan menyebabkan peningkatan sensasi nyeri dan dapat
Seorang klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa klien tersebut akan dengan mudah
menerima nyeri pada masa yang akan datang, apabila klien sejak lama mengalami
serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat
maka ansietas atau rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila seorang klien
mengalami nyeri dengan jenis yang sama dan berhasil menghilangkannya, maka
akan lebih mudah bagi klien tersebut untuk menginterprestasikan sensasi nyri dan
klien tersebut akan lebih siap untuk melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien
dapat memengaruhi respons terhadap nyeri. Klien yang mengalami nyeri sering
kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendapatkan
kehadiran orang terdekat dapat meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan. Bagi
anak-anak, kehadiran orang tua ketika mereka mengalami nyeri sangat penting.
9. Manajemen Nyeri
Brunner & Suddart (2002), menyatakan bahwa alat-alat pengukur nyeri
kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat
berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi parah, dan keberhasilan terbesar
dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama lainnya
opoid atau obat anti inflamasi nonsteroid mungkin diresepkan atau kateter
tidak efektif atau menimbulkan efek samping. Oleh karena itu, penatalaksanaan
nyeri memerlukan kolaborasi erat dan komunikasi yang efektif diantara pemberi
pasien maupun tim kesehatan yang cenderung memandang obat sebagai satu-
farmakologis biasanya memiliki resiko yang sangat rendah karena tindakan ini
detik atau menit. Dalam hal ini, pada saat nyeri hebat berlangsung selama berjam-
1994 : 1252 ; Mobily, dkk., 1994). Malkin 1994 sebagaimana dikutip dalam
Mander, (2003), merinci enam gerakan dasar yang dilakukan dalam masase.
25
ditandai dengan perbedaan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan
perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.
panas. Namun begitu, perlu adanya studi lebih lanjut untuk melihat keefektifannya
dan bagaimana meknisme kerjanya. Terpi es (dingin) dan panas diduga bekerja
Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan
pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Agar efektif, es dapa diletakkan pada tempat cedera segera setelah cepat
menggunakan aliran listrik, baik dengan frekuensi rendah maupun tinggi, yang
kesemutan, menggetar, atau mendengung pada area nyeri. TENS adalah prosedur
non-invasif dan merupakan metode yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut
maupun kronis.
Beberapa penelitian menunjukka bahwa pasien dengan prosedur
Sebagai perhatian untuk keamanan klien, elektroda sebaiknya tidak dipasang pada
bagian yang dekat dengan mata, mulut, bagian depan leher, atau pada area kulit
yang cedera/luka. Pengguna TENS juga perlu dipertimbangkan pada klien epilepsi
nyeri.
5) Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
Teknik relaksasi yang sederhana yang sederhana terdiri atas napas abdomen
bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan
27
dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi(“hirup, dua,
tiga”) dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini,
akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya.
6) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu
(Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup.
tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan yang disampaikan oleh orang
nyeri terutama dalam situasi sulit misalnya luka bakar. Keefektifan hipnotis juga
pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan
menggunakan jarum abocath dan infus set (Potter, 1999). Selain itu menurut
pengobatan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan eletrolit, nutrisi, dan
obat-obatan ke dalam melalui pembuluh darah vena dalam jumlah yang banyak
terbatas.
c. Pemberian kantong darah dan produk darah.
d. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
4. Alat dan bahan
a. Set infus
b. Winged needle (jarum bersayap atau buuterfly needle dengan ukuran bayi (23-
melaksanakan prosedur.
m. Cuci tangan
D. Konsep Dasar Distraksi
1. Pengertian teknik distrkasi
Distraksi merupakan pengalihan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
terhadap nyeri (prasetyo, 2010). Pada prinsipnya teknik distraksi merupakan suatu
29
cara untuk mengalihkan fokus anak dari rasa sakit pada kegiatan lain yang
atau menjauhkan perhatian klien terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya
rasa nyeri. Sedangakn manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang
yang menerima teknik merasa lebih nyaman, santai, dan merasa berada pada
situasi yang lebih menyenangkan. Apabila tujuan dan manfaat distraksi tercapai,
maka snyeri yang dialami saat pemasangan infus dapat diatasi. (Asmadi, 2012).
3. Prosedur teknik distraksi
Menurut Asmadi (2012), teknik distraksi dapat bekerja secara efektif
sebagai berikut :
1) Distraksi audiovisual
Distraksi audiovisual merupakan jenis distraksi gabungan dari distraksi
audio dan distraksi visual. Contoh distraksi audiovisual adalah menonton animasi
animasi adalah media berupa gambar yang bergerak disertai dengan suara (Utami,
2007). Kartun biasa disebut dengan animasi 2 dimensi. Kartun berasal dari kata
cartoon yang berarti gambar lucu. Contohnya : looney, Pink Pather, Tom and
Jerry, Scooby Doo, Doraemon, Mulan, Lion King, Brther Bear, Spirit , Snow
White and Pinocchio. Teknik ini dapat menggunakan bantuan dari media
elektronik seperti TV, Tablet, Handphone, dan lain-lain, tergantung dari usia anak.
Misalnya untuk usia dini dapat menggunakan media yang sesuai dengan ukuran
tubuh agar anak dapat menikmati animasi kartun yang diberikan. Anak-anak
menyukai unsur-unsur seperti gambar, warna, dan cerita pada film kartun animasi.
Unsur-unsur seperti gambar, warna cerita dan emosi (senang, sedih, seru,
30
bersemangat) yang terdapat pada film kartun merupakan unsur otak kartun dan
suara yang timbul dari film tersebut merupakan unsur otak kiri. Sehingga dengan
menonton film kartun animasi otak kanan dan otak kiri anak pada saat yang
bersamaan digunakan dua-duanya seimbang dan anak fokus pada film kartun
(Windura, 2008).
Penggunaan teknik distraksi menonton animasi kartun dapat efektif
Contoh distraksi visual adalah dengan meonton televisi, membaca koran, melihat
disukai, suara burung, atau gemercik air. Klien diminta untuk memilih musik yang
disukai dan musik yang tenang, seperti musik klasik. Klien diarahkan untuk
berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga dianjurkan untuk
pertama, yaitu bernafas ritmik. Klien dianjurkan untuk memandang fokus pada
melalui hidup dengan hitungan satu sampai empat (dalam hati), lalu
sampai empat (dalam hati). Klien dianjurkan untuk berkonsentrasi pada sensasi
pernafasan serta terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan teknik ini
31
hingga terbentuk pola pernafasan ritmik. Tahap kedua, yaitu bernafas ritmik dan
massase, klien diintruksikan untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat
yang bersamaan lakukan massase pada bagian tubuh yang mengalami nyeri
mengumpulkan parangko atau menulis cerita. Pada anak dapat digunakan teknik
menghitung benda atau barang yang ada di sekeliling anak. Contoh distraksi
pada lengan, mengusap, atau menepuk-nepuk tubuh klien. Tindakan ini dapat
digunakan untuk mengaktifkan saraf lainnya guna menerima respons atau teknik
gateway control. Teknik sentuhan memungkinkan impuls yang berasal dari saraf
penerima imput sakit atau nyeri tidak sampai ke medula spinalis sehingga otak
tidak menangkap respons sakit atau nyeri tersebut. Impuls yang berasal daro input
saraf nyeri tersebut diblok oleh input saraf yang menerima rangsang sentuhan
karena saraf yang menerima sentuhan lebih besar dari saraf nyeri.
4. Kelemahan dan kelebihan animasi sebagai media distraksi saat dilakukan
pemasangan infus
Artawan (2010), mengemukakan bahwa animasi memiliki beberapa
sebagai berikut :
a. Kelemahan
1) Memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang cukup memadai untuk
distraksi.
32
media yang sesuai usia juga perlu diperhatikan agar saat digunakan dapat
berfungsi dengan baik, misalnya ukuran gadget yang sesuai dengan usia anak.
b. Kelebihan
1) Memudahkan tenaga kesehatan untuk membuat anak kooperatif saat tindakan
keperawatan.
2) Memperkecil ukuran objek yang cukup besar.
3) Mengalihkan perhatian anak terhadap stressor dengan menghadirkan daya tarik
Infus Di Ruang Perawatan Anak Rsud Syekh Yusuf Gowa (Irmayani, 2018)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik distraksi
Convenience Sampling dengan jumlah sampel 28 orang anak usia pra sekolah (3-6
tahun), 14 orang kelompok intervensi dan 14 orang kelompok kontrol. Nyeri saat
pemasangan infus pada anak diukur secara langsung dengan skala FLACC (Face,
Legs, Activity, Cry, Consolability). Analisa data dilakukan dengan Uji Mann
Whitney. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan rata-rata skala nyeri
yang signifikan nilai ρ=0,000 (ρ<0,05) antara anak yang diberikan teknik distaksi
menonton kartun animasi saat dilakukan pemasangan infus dengan anak yang
tidak diberikan teknik distraksi menonton kartun animasi saat pemasangan infus.
33
Nyeri Pada Anak Usia Toddler Saat Pengambilan Darah Intravena Di Ruang
teknik distraksi menonton kartun edukasi untuk menurunkan skala nyeri pada
anak usia toddler pada saat pengambilan darah intravena. Metode penelitian ini
penelitian ini yaitu teknik distraksi menonton kartun edukasi sedangkan variabel
studi kasus yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadinya penurunan skala
nyeri pada anak usia toddler saat pengambilan darah intravena setelah diberikan
intervensi teknik distraksi menonton kartun edukasi, anak yang lebih muda
memiliki tingkat nyeri yang lebih tinggi dan semakin bertambah usia tingkat
audiovisual terhadap nyeri saat pemasangan infus pada pasien anak di IGD RSUD
diketahui pada kelompok kontrol bahwa sebagian besar responden kategori nyeri
berat sebanyak 2 orang (66,6%), dan hampir separuh kategori nyeri sedang yaitu 1
orang (33,3%) dan pada kelompok intervensi sebagian besar responden kategori
34
nyeri ringan sebanyak 2 orang (66,6%), dan hampir separuh kategori nyeri sedang
bercerita terhadap tingkat nyeri anak pada saat pemasangan infus. Metode
penelitian: quasi eksperimen dengan desain post test only with control group.
Sampel penelitian sebanyak 32 anak usia 3-6 tahun, yang terbagi menjadi 2
sebanyak 16 anak dan kelompok kontrol (pendampingan ibu saja tanpa bercerita)
diperoleh t hitung sebesar 3,531 (pv = 0,001< 0,05) maka Ho ditolak, bahwa ada
perbedaan tingkat nyeri yang signifikan saat pemasangan infus pada kelompok
tingkat nyeri pada anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus setelah
diberikan terapi musik dan terapi video game di Rumah sakit Bhayangkara TK III
penelitian yaitu penelitian quasy eksperimenental dengan pendekatan post tes only
yang diambil sebanyak 24 responden yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu terapi
musik dan terapi video game. Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk
mengukur nyeri dengan wong baker face pain rating scale. Analisa data
menggunakan uji t Hasil penelitian yang didapatkan adalah ada perbedaan yang
35
signifikan tingkat nyeri pada anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan
infus sebelum dan setelah diberikan terapi musik dan terapi video game.
6. The effects of two non-pharmacologic pain management methods for
a health centre were studied. The samples were chosen randomly and divided into
three groups: the first group received local cold therapy, the second group
received distraction and the third group (the control group) received routine care.
The data were collected through interview and questionnaire. Oucher scale was
used to measure pain intensity. Descriptive and inferential statistics were used to
analyse the findings. Results: Average pain intensity in local cold therapy,
distraction, and control groups was 26.3, 34.3, and 83.3, respectively. The findings
indicate that pain intensity was significantly higher in the control group than the
Asynthesis of the findings from an electronic search of PubMed and the university
was completed. A targeted search identified additional sources for best evidence.
36
facial expression, and body posture are behaviors in infancy that indicate pain:
however in toddlers these same behaviors are not necessarily indicative of pain.
includes swaddling and sucking. However for toddlers, preschoolers and older
kits, tailored to age, for procedural pain management of young children visiting
months–2 years; preschoolers: 3-5 years), was provided to parents before their
usefulness, and acceptability of the kits by parents and nurses. Pain was measured
pre-, peri-, and postprocedure using the Face, Legs, Activity, Cry, Consolability
scale. A total of 25 infants and toddlers (mean age: 1.4 ± .7 years) and 25
preschoolers (mean age: 4.0 ± .9) participated in the study. Parents and nurses
considered the kits useful and acceptable for distraction in the emergency
and interactive toys to the kits was suggested. In the infants-toddlers group, mean
pain scores were 1.6 ± 2.5 preprocedure, 7.1 ± 3.0 periprocedure, and 2.5 ± 2.5
postprocedure. In the preschoolers group, mean pain scores were 1.6 ± 3.0
kits were deemed useful and acceptable by parents and emergency nurses. They
them a sense of control over their pain and improving their hospital experience.
9. Efficacy of Non-pharmacological Methods of Pain Management in Children
(Piera, 2018)
Purpose: Venipuncture generates anxiety and pain in children. The primary
and animated cartoons, in terms of pain and anxiety relief during venipuncture in
randomized into four groups: the ‘no method’ group, the Buzzy device group, the
animated cartoon group and the combination of Buzzy and an animated cartoon
group. Children's pain and anxiety levels along with parents' and nurses' anxiety
intervention.
10. The Effects of Two Methods on Venipuncture Pain in Children: Procedural
children. This may negatively affect the children's treatment and care. Aim: This
study was conducted to determine the effects of procedural restraint (PR) and
to the blood collection service during the study period who met the inclusion
criteria. Methods: The children included in the study were divided into two
Group 2 (n ¼ 30) received the CBIP. The data were collected by the researchers
using a questionnaire, the visual analog scale (VAS), and the Wong-Baker FACES
(WBFACES) Pain Rating Scale. Results: The children in the PR group had a mean
VAS score of 5.90 ± 3.22 and a mean WB-FACES score of 8.70 ± 2.22. The
children in the CBIP group had a mean VAS score of 2.43 ± 2.02 and a mean WB-
between the mean VAS and WBFACES pain scores of the groups (p < .05).
BAB 3
A. Kerangka Konseptual
Manajemen nyeri ada dua
intervensi yaitu :
1. Intervensi farmakologi
2. Intervensi non farmakologi
a. Stimulasi
b. Kompres es dan panas
Proses atau mekanisme c. TENS
nyeri ada empat tahap d. Teknik distraksi
yaitu :
1. Transduksi 1)
2. Transmisi 2) Distraksi visual
2. Transmisi 1)
3) Distraksi
Distraksi audiovisual
pendengaran
3. Modulasi 4) Distraksi pernafasan
4. Persepsi 5) Distraksi intelektual
6) Distraksi imajinasi
e. Teknik relaksasi
f. Imajinasi terbimbing
g. Hipnotis
39
Keterangan :
= Mempengaruhi
modulasi, dan persepsi. Manajemen nyeri ada dua jenis intervensi yaitu intervensi
hipnotis. Teknik distraksi ada lima jenis yaitu distraksi visual, distraksi
B. Hipotesis Penelitian
pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan infus di RSI
Jemursari Surabaya.
40
BAB 4
METODE PENELITIAN
yaitu penelitian yang bertujuan untuk menguji satu kelompok dilakukan intervensi
biasa, sedangkan pendekatan yang digunakan yaitu dengan tehnik post test only
non equivalent control group yaitu desain penelitian ini hampir sama dengan
desain post test only group yaitu dengan memberikan intervensi atau perlakuan
kemudian di lihat hasilnya, akan tetapi desain penelitian ini tidak melakukan
Tidak dilakukan R1 X1 O2
ramdom alokasi
R2 X0 O2
R
Keterangan :
41
B. Populasi Penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini yaitu anak usia toddler (1-3
1. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia toddler (1-3
tahun) di RSI Jemursari Surabaya sebesar 50 anak dengan kriteria inklusi dan
ekslusi yaitu :
a. Kriteria inklusi
5) Pengalaman sebelumnya
6) Dukungan keluarga
b. Kriteria ekslusi
2. Besar sampel
Besar sampel adalah banyaknya responden yang akan dijadikan sampel.
Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dihitung dengan rumus dalam
buku Nursalam (2013), Adapun besar sampel yaitu penelitian ini berdasarkan
N
n=
1 + N (d2)
Keterangan :
n = sampel
N = populasi
Dengan Perhitungan :
Diketahui :
N = 50
d = 0,05
Ditanya : n ?
Jawab :
N
n=
1 + N (d2)
50
n=
1 + 50 (0,05)2
43
50
n=
1 + 0,125
50
n=
1,125
n = 44,44
n = 44 anak
pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling dan teknik
yang digunakan yaitu Purposive Sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel
yang dilakukan ebrdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang ditentukan oleh
peneliti.
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di RSI Jemursari Surabaya dengan alasan : Belum
pernah dilakukan penelitian yang sama tentang pengaruh teknik distraksi media
audiovisual terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat
Sampling
Non probability sampling dengan teknik Purposive Sampling
Sampel
Sebagian anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan infus di
RSI Jemursari Surabaya sebesar 44 anak.
Pengumpulan Data
Diperoleh melalui pengisian lembar observasi (pengukuran
tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri “wajah”)
Pengolahan data
Editing, Scoring, Coding, Processing, Cleaning, Tabulation
Analisa data
Uji Wilcoxon Rank Sum Test
Gambar 4.1 Kerangka kerja pengaruh teknik distraksi media audiovisual terhadap
penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan pemasangan
infus di RSI Jemursari Surabaya.
1. Variabel penelitian
audiovisual.
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu penurunan nyeri saat dilakukan
pemasangan infus
2. Definisi Operasional
terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun) saat dilakukan
1. Instrumen
saat pemasangan infus nyeri pada anak berkurang. Sedangkan lembar observasi
yang berisi catatan tentang intensitas nyeri “wajah” dari Wong Baker yang
pengantar dari kampus UNUSA untuk diberikan kepada RSI Jemursari Surabaya.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan data primer dan data sekunder. Data
primer diambil dengan cara melakukan observasi langsung pada pasien. Data
sekunder diperoleh dari instansi terkait, arsip catatan medik pasien, serta dokumen
penting lainnya.
1. Pengolahan data
47
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
melakukan pemasangan infus untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan anak
Setelah untuk semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, juga sudah
dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entr data dari
e. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
f. Tabulasi
Tabulasi adalah proses pengelompokan data ke suatu tabel tertentu
menurut sifat yang dimiliki. Data hasil dari pegumpulan hasil lembar observasi di
digunakan yaitu uji Wilcoxon Rank Sum Test dengan menggunakan program SPSS
versi 12,0 for windows dengan tingkat signifikan α = 0,05. Jika hasil uji statistik
menunjukkan p < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh teknik distraksi
media audiovisual terhadap penurunan nyeri pada anak usia toddler (1-3 tahun)
I. Etika Penelitian
meliputi :
49
agar subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak selama
persetujuan, dan bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan
menghormati haknya.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Endang, Zulaicha. 2019. Managemen Nyeri pada Anak Prasekolah saat Tindakan
Invasif dengan Distraksi STORITELLING. Surakarta : Stikes Kusum
Husada Surakarta
Marzieh, Dkk. 2006. The Effects Of Two Non Pharmacologic Pain Mangement
Methods For Intramuscular Injection Pain ini Children. Iran : Faculty
Member in Shahrekord University of Medical Scienes
Novitasari, Selvia.2019. Pengaruh Terapi Musik dan Terapi Video Gane terhadap
Tingkat Nyeri Anak pada Usia Prasekolah yang dilakukan Pemasangan
Infus. Jakarta : UMB
Riski, Ns.2015. Teori & Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak, dan Usia
Remaja.Yogyakarta : Nuha Medika
Wong, D.L ., Eaton, M.H ., Wilson, D ., Winkelstein, M.L & Schwartz, P (2009).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta : EGC