5 6073283704451498149
5 6073283704451498149
5 6073283704451498149
com
Menimbang:
a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan
meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional diselenggarakan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan,
penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi;
d. bahwa upaya melakukan penataan pendidikan kedokteran untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c belum diatur secara komprehensif dalam peraturan perundang-undangan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran.
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN.
1 / 34
www.hukumonline.com
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan Kedokteran adalah usaha sadar dan terencana dalam pendidikan formal yang terdiri atas
pendidikan akademik dan pendidikan profesi pada jenjang pendidikan tinggi yang program studinya
terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran
gigi.
2. Pendidikan Akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana dan/atau program pascasarjana
kedokteran dan kedokteran gigi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu kedokteran dan ilmu
kedokteran gigi.
3. Pendidikan Profesi adalah Pendidikan Kedokteran yang dilaksanakan melalui proses belajar mengajar
dalam bentuk pembelajaran klinik dan pembelajaran komunitas yang menggunakan berbagai bentuk dan
tingkat pelayanan kesehatan nyata yang memenuhi persyaratan sebagai tempat praktik kedokteran.
4. Fakultas Kedokteran adalah himpunan sumber daya pendukung perguruan tinggi yang
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan dokter.
5. Fakultas Kedokteran Gigi adalah himpunan sumber daya pendukung perguruan tinggi yang
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan Dokter Gigi.
6. Mahasiswa Kedokteran atau Mahasiswa Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut Mahasiswa adalah
peserta didik yang mengikuti Pendidikan Kedokteran.
7. Sarjana Kedokteran adalah lulusan Pendidikan Akademik pada program sarjana di bidang kedokteran,
baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.
8. Sarjana Kedokteran Gigi adalah lulusan Pendidikan Akademik pada program sarjana di bidang
kedokteran gigi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.
9. Dokter adalah dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter, baik
di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.
10. Dokter Gigi adalah dokter gigi, dokter gigi spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter gigi, baik di
dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah.
11. Dosen Kedokteran yang selanjutnya disebut Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi, humaniora kesehatan, dan/atau keterampilan klinis melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
12. Tenaga Kependidikan Pendidikan Kedokteran yang selanjutnya disebut Tenaga Kependidikan adalah
seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya mengabdikan diri untuk menunjang
penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
13. Standar Nasional Pendidikan Kedokteran adalah bagian dari standar nasional pendidikan tinggi yang
merupakan kriteria minimal dan harus dipenuhi dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
14. Kurikulum Pendidikan Kedokteran yang selanjutnya disebut Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
15. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan,
penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang Pendidikan Kedokteran, pendidikan
2 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 2
Pendidikan Kedokteran merupakan bagian dari pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran berasaskan:
a. kebenaran ilmiah;
b. tanggung jawab;
c. manfaat;
d. kemanusiaan;
e. keseimbangan;
f. kesetaraan;
g. relevansi;
h. afirmasi; dan
i. etika profesi.
3 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 4
Pendidikan Kedokteran bertujuan:
a. menghasilkan Dokter dan Dokter Gigi yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya
menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung
jawab, bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mampu beradaptasi dengan
lingkungan sosial, dan berjiwa sosial tinggi;
b. memenuhi kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
secara berkeadilan; dan
c. meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Pendidikan Kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
(2) Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi
dengan Organisasi Profesi.
(3) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
Bagian Kedua
Pembentukan
Pasal 6
(1) Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran dan/atau program studi kedokteran gigi
wajib membentuk Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi.
(2) Fakultas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
berbentuk universitas atau institut.
(3) Pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:
a. memiliki Dosen dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan;
b. memiliki gedung untuk penyelenggaraan pendidikan;
c. memiliki laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/humaniora
4 / 34
www.hukumonline.com
Bagian Ketiga
Penyelenggara Pendidikan Kedokteran
Pasal 7
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
merupakan penyelenggara Pendidikan Kedokteran.
(2) Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Pendidikan Akademik; dan
b. Pendidikan Profesi.
(3) Pendidikan Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. program Sarjana Kedokteran dan program Sarjana Kedokteran Gigi;
b. program magister; dan
c. program doktor.
(4) Pendidikan Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembelajaran akademik,
laboratorium, dan lapangan di bidang ilmu biomedis, bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan
kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat.
(5) Pendidikan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. program profesi dokter dan profesi dokter gigi; dan
b. program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
(6) Program profesi dokter dan profesi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a merupakan
program lanjutan yang tidak terpisahkan dari program sarjana.
(7) Program profesi dokter dan profesi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilanjutkan dengan
program internsip.
(8) Program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diselenggarakan secara nasional bersama oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran,
asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi, dan konsil kedokteran Indonesia.
5 / 34
www.hukumonline.com
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b dan program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 8
(1) Program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf b hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas
Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi
kedokteran dan program studi kedokteran gigi.
(2) Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan
akreditas kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas
Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer.
(3) Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program
profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis.
(4) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan program dokter layanan
primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang
menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi
spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 9
(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai
dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
Pasal 10
Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran
dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan
primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya
tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi atas nama perguruan tinggi dalam mewujudkan tujuan
Pendidikan Kedokteran bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran,
dan/atau lembaga lain, serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
6 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 12
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran harus
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di Rumah Sakit
Pasal 13
(1) Pendidikan Profesi di rumah sakit dilaksanakan setelah rumah sakit ditetapkan menjadi Rumah Sakit
Pendidikan.
(2) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan dan standar.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebagai berikut:
a. mempunyai Dosen dengan kualifikasi Dokter dan/atau Dokter Gigi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
b. memiliki teknologi kedokteran dan/atau kedokteran gigi yang sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan Kedokteran;
c. mempunyai program penelitian secara rutin; dan
d. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 14
(1) Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 memiliki fungsi pendidikan, penelitian,
dan pelayanan.
(2) Fungsi pendidikan, penelitian, dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Untuk menunjang penyelenggaraan fungsi pendidikan, penelitian, dan pelayanan sebagaimana dimaksud
ayat (2) diperlukan sistem informasi kedokteran, termasuk menggunakan dokumen medik.
(4) Fungsi penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama antara Menteri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, serta berkoordinasi
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
Bagian Kelima
Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran
Pasal 15
Rumah Sakit Pendidikan terdiri atas:
7 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 16
Wahana Pendidikan Kedokteran terdiri atas:
a. pusat kesehatan masyarakat;
b. laboratorium; dan
c. fasilitas lain.
Bagian Keenam
Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi
Paragraf 1
Pendidikan Akademik
Pasal 17
(1) Untuk pencapaian kompetensi lulusan, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi menjamin
kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan biomedis, kedokteran klinis, bioetika/humaniora kesehatan,
ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat.
(2) Jaminan kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan melalui penyelenggaraan program magister dan/atau doktor di Fakultas Kedokteran atau
Fakultas Kedokteran Gigi yang memenuhi persyaratan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program magister dan/atau doktor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pendidikan Profesi
Pasal 18
(1) Untuk pembelajaran klinik dan pembelajaran komunitas, Mahasiswa diberi kesempatan terlibat dalam
pelayanan kesehatan dengan bimbingan dan pengawasan Dosen.
(2) Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap harus mematuhi kode etik Dokter atau Dokter
Gigi, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur keprofesian.
Pasal 19
(1) Untuk penyelenggaraan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi
8 / 34
www.hukumonline.com
spesialis-subspesialis, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat mendidik Mahasiswa
program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis di
Rumah Sakit Pendidikan dan/atau di Wahana Pendidikan Kedokteran.
(2) Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-
subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tahap mandiri pendidikan dapat ditempatkan di
rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan setelah dilakukan visitasi.
(3) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang mengirim Mahasiswa program dokter layanan
primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis bertanggung jawab
melakukan supervisi dan pembinaan bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-
subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis yang melaksanakan pelayanan di rumah sakit
selain Rumah Sakit Pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai penempatan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-
subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan diatur
dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
Bagian Ketujuh
Sumber Daya Manusia
Paragraf 1
Dosen
Pasal 20
(1) Dosen diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan persetujuan pejabat berwenang dari kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan.
(3) Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengampu kelompok keilmuan biomedis, kedokteran klinis,
bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan
masyarakat.
(4) Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Dosen dapat berasal dari perguruan tinggi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Wahana Pendidikan
Kedokteran.
(2) Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran melakukan pendidikan,
penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
(3) Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran memiliki kesetaraan, pengakuan,
dan angka kredit yang memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit Dosen di Rumah Sakit
Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
9 / 34
www.hukumonline.com
Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Warga negara asing yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis ilmu kedokteran atau ilmu
kedokteran gigi dapat menjadi Dosen atau dosen tamu.
(2) Ketentuan mengenai warga negara asing yang dapat menjadi Dosen atau dosen tamu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibantu oleh Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri dan/atau
nonpegawai negeri.
(3) Tenaga Kependidikan nonpegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan
diberhentikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran
Pasal 24
(1) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi
disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan,
dan Organisasi Profesi.
(2) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(3) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur standar untuk:
a. Pendidikan Akademik; dan
b. Pendidikan Profesi.
(4) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. program Sarjana Kedokteran dan program Sarjana Kedokteran Gigi;
b. program magister; dan
c. program doktor.
(5) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
a. program profesi dokter dan dokter gigi; dan
10 / 34
www.hukumonline.com
b. program dokter layanan primer, program dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi
spesialis-subspesialis.
(6) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling sedikit
memuat:
a. standar kompetensi lulusan, standar isi, proses, Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan
Kedokteran, Dosen, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian;
b. standar penelitian;
c. standar pengabdian kepada masyarakat;
d. penilaian program pendidikan dokter dan dokter gigi yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala;
e. standar kontrak kerja sama Rumah Sakit Pendidikan dan/atau Wahana Pendidikan Kedokteran
dengan perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran; dan
f. standar pemantauan dan pelaporan pencapaian program profesi dokter dan dokter gigi dalam
rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
(7) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit
memuat:
a. standar kompetensi lulusan, standar isi, proses, Rumah Sakit Pendidikan, Dosen, Tenaga
Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian;
b. penilaian program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-
subspesialis yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
c. standar penelitian;
d. standar pengabdian kepada masyarakat;
e. standar kontrak kerja sama Rumah Sakit Pendidikan dan/atau Wahana Pendidikan Kedokteran
dengan perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran; dan
f. standar pola pemberian insentif untuk Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-
subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan
kesehatan.
(8) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan dievaluasi
secara berkala.
(9) Peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan kebutuhan
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia.
Bagian Kesembilan
Kurikulum
Pasal 25
(1) Kurikulum dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
(2) Pengembangan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diarahkan untuk menghasilkan
Dokter dan Dokter Gigi dalam rangka:
11 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 26
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib melaksanakan Kurikulum berdasarkan Standar
Nasional Pendidikan Kedokteran.
Bagian Kesepuluh
Mahasiswa
Paragraf 1
Calon Mahasiswa
Pasal 27
(1) Calon Mahasiswa harus lulus seleksi penerimaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Mahasiswa harus lulus tes
bakat dan tes kepribadian.
(3) Seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjamin
adanya kesempatan bagi calon Mahasiswa dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan
gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
(4) Seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui jalur
khusus.
(5) Seleksi penerimaan calon Mahasiswa melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28
(1) Dokter dapat mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer dan dokter
spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi dapat mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter
gigi spesialis-subspesialis.
(2) Dokter yang akan mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer dan dokter
spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi yang akan mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program
12 / 34
www.hukumonline.com
dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. memiliki surat tanda registrasi; dan
b. mempunyai pengalaman klinis di fasilitas pelayanan kesehatan terutama di daerah terpencil,
terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan.
Pasal 29
(1) Seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter
gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) harus memperhatikan prinsip
afirmatif, transparan, dan berkeadilan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter
spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Mahasiswa Warga Negara Asing
Pasal 30
(1) Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
memperhatikan kuota yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Warga negara asing yang menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi.
(4) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar seluruh biaya pendidikan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai calon Mahasiswa warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Hak dan Kewajiban Mahasiswa
Pasal 31
(1) Setiap Mahasiswa berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar, baik di Fakultas
Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi maupun di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana
Pendidikan Kedokteran;
b. memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi
Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-
subspesialis; dan
13 / 34
www.hukumonline.com
Bagian Kesebelas
Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan
Pasal 32
(1) Mahasiswa dapat memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan.
(2) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
d. pihak lain.
Pasal 33
(1) Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a
diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf
b diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
(3) Bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada Mahasiswa tanpa kewajiban
mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.
(4) Beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan prestasi
dan/atau potensi akademik.
(5) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c
diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
14 / 34
www.hukumonline.com
(6) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d
diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 34
(1) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dapat diberikan kepada Dosen dan/atau Tenaga
Kependidikan untuk menjamin pemerataan kesempatan memperoleh peningkatan kualifikasi dan
kompetensi.
(2) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk beasiswa ikatan dinas.
(3) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
d. pihak lain.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 sampai dengan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keduabelas
Uji Kompetensi
Pasal 36
(1) Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, Mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang
bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi.
(2) Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh sertifikat profesi
yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi.
(3) Uji kompetensi Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas
Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 37
(1) Mahasiswa yang telah lulus program profesi dokter atau profesi dokter gigi wajib mengangkat sumpah
sebagai pertanggungjawaban moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya.
15 / 34
www.hukumonline.com
(2) Sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada etika
profesi kedokteran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip yang merupakan bagian dari
penempatan wajib sementara.
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperhitungkan sebagai masa kerja.
Pasal 39
(1) Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-
subspesialis harus mengikuti uji kompetensi dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan
dokter gigi spesialis-subspesialis yang bersifat nasional dalam rangka memberi pengakuan pencapaian
kompetensi profesi dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis dan dokter gigi spesialis-
subspesialis.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau
Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Bagian Ketigabelas
Kerja Sama Fakultas Kedokteran/Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan
Pasal 40
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Rumah
Sakit Pendidikan Utama.
(2) Dalam hal menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis dan dokter
gigi spesialis-subspesialis, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama paling
banyak dengan 2 (dua) Rumah Sakit Pendidikan Utama.
(3) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan
Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan rumah sakit milik swasta,
rumah sakit milik Pemerintah Daerah, dan rumah sakit milik instansi lainnya.
Pasal 41
(1) Rumah Sakit Pendidikan dan/atau rumah sakit gigi dan mulut yang dimiliki Fakultas Kedokteran dan/atau
Fakultas Kedokteran Gigi dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran dan/atau
Fakultas Kedokteran Gigi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran
dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya.
(3) Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi
16 / 34
www.hukumonline.com
Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau
Fakultas Kedokteran Gigi lainnya.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terintegrasi.
(5) Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa integrasi fungsional di bidang manajemen
dan/atau integrasi struktural.
Pasal 42
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam perjanjian kerja sama dengan Rumah Sakit
Pendidikan berhak:
a. memperoleh fasilitas peralatan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan perkembangan teknologi
kedokteran dan/atau kedokteran gigi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan
kebutuhan masyarakat serta berdasarkan fungsi dan kualifikasinya untuk ditempatkan dan digunakan
sebagai fasilitas pendidikan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan; dan
b. memperoleh dukungan untuk penelitian kedokteran dan/atau kedokteran gigi di rumah sakit yang
ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
Pasal 43
Perjanjian kerja sama antara Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit
Pendidikan paling sedikit memuat:
a. Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib mengirimkan Mahasiswa untuk melakukan
pembelajaran, penelitian dan pelayanan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung rumah sakit tersebut; dan
b. Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib berkontribusi mendanai pendidikan di Rumah
Sakit Pendidikan.
Pasal 44
Rumah Sakit Pendidikan dalam perjanjian kerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran
Gigi dalam rangka pelaksanaan Pendidikan Kedokteran bersama-sama mengatur Dosen, proses Pendidikan
Kedokteran, jumlah Mahasiswa pada setiap jenjang dan program yang dapat melakukan pembelajaran,
penelitian, dan pelayanan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 40
sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempatbelas
Penelitian
Pasal 46
17 / 34
www.hukumonline.com
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib melaksanakan penelitian ilmu biomedis, ilmu
kedokteran gigi dasar, ilmu kedokteran klinis, ilmu kedokteran gigi klinis, ilmu bioetika/humaniora
kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta ilmu kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat yang
disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran dan/atau ilmu kedokteran gigi.
(2) Penelitian kedokteran dan kedokteran gigi yang menggunakan manusia dan hewan percobaan sebagai
subjek penelitian harus memenuhi lolos kaji etik.
(3) Penelitian kedokteran dan kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-undangan.
Bagian Kelimabelas
Penjaminan Mutu
Pasal 47
(1) Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu yang
dilaksanakan secara internal dan eksternal.
(2) Ketentuan mengenai sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB III
PENDANAAN DAN STANDAR SATUAN BIAYA PENDIDIKAN KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Pendanaan Pendidikan Kedokteran
Pasal 48
(1) Pendanaan Pendidikan Kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pendanaan Pendidikan Kedokteran yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara serta
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) Pendanaan Pendidikan Kedokteran yang menjadi tanggung jawab Fakultas Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari
kerja sama pendidikan, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat.
(4) Pendanaan Pendidikan Kedokteran yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberikan dalam bentuk:
a. hibah;
b. zakat;
c. wakaf; dan
d. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 49
(1) Biaya investasi untuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi milik Pemerintah menjadi
tanggung jawab Menteri.
(2) Biaya investasi untuk Rumah Sakit Pendidikan milik Pemerintah menjadi tanggung jawab Menteri
dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 50
(1) Biaya investasi, biaya operasional dan biaya perawatan di Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan yang dikelola oleh swasta menjadi tanggung jawab penyelenggara.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pendanaan kepada Fakultas Kedokteran,
Fakultas Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan yang dikelola oleh swasta.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pendanaan kepada Fakultas Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan.
(4) Bantuan pendanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 51
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib menentukan dan menyampaikan satuan biaya
yang dikeluarkan untuk biaya investasi, biaya pegawai, biaya operasional dan biaya perawatan secara
transparan, serta melaporkannya kepada Menteri melalui pemimpin perguruan tinggi.
(2) Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan menetapkan besaran biaya
Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa Kedokteran warga negara asing dan melaporkannya kepada
Menteri melalui pemimpin perguruan tinggi.
(3) Dana Pendidikan Kedokteran diutamakan untuk pengembangan Pendidikan Kedokteran.
Bagian Kedua
Standar Satuan Biaya Pendidikan Kedokteran
Pasal 52
(1) Menteri menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang diberlakukan untuk
semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran secara periodik sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Penetapan biaya Pendidikan Kedokteran yang ditanggung Mahasiswa untuk semua perguruan tinggi
penyelenggara Pendidikan Kedokteran harus dilakukan dengan persetujuan Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang
diberlakukan untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB IV
19 / 34
www.hukumonline.com
Bagian Kesatu
Dukungan Pemerintah
Pasal 53
Pemerintah memfasilitasi program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi untuk mencapai
akreditasi kategori tertinggi, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun dalam bentuk infrastruktur.
Pasal 54
Pemerintah mendukung program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-
subspesialis yang lulusannya ditempatkan di daerah tertentu.
Bagian Kedua
Dukungan Pemerintah Daerah
Pasal 55
(1) Pemerintah Daerah mendukung penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang baik dan bermutu.
(2) Pemerintah Daerah mendukung pengembangan fungsi Rumah Sakit Pendidikan yang baik dan bermutu.
Pasal 56
Pemerintah Daerah dapat memberikan beasiswa khusus dan bantuan biaya pendidikan kepada Mahasiswa
yang berasal dari daerahnya dan/atau yang mendapat tugas belajar berdasarkan kuota nasional yang diberikan
Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 57
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
(2) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. bantuan pendanaan untuk kemajuan Pendidikan Kedokteran;
b. penyediaan rumah sakit swasta menjadi Rumah Sakit Pendidikan;
c. bantuan pelatihan;
d. bantuan beasiswa untuk Mahasiswa, Dosen, dan Tenaga Kependidikan; dan/atau
20 / 34
www.hukumonline.com
BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 58
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1), Pasal 26, Pasal 30 ayat (4), Pasal 43 huruf b,
Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 47 ayat (1), Pasal 51 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian pembinaan;
d. penundaan kenaikan pangkat;
e. penurunan pangkat; dan/atau
f. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini
diundangkan harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang
ini diundangkan harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 60
Rumah Sakit Pendidikan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan
Undang-Undang ini, paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 61
Peraturan pelaksanaan mengenai perubahan dokter pendidik klinis menjadi Dosen wajib disesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
21 / 34
www.hukumonline.com
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 63
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
Pasal 64
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Agustus 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 Agustus 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
22 / 34
www.hukumonline.com
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2013
TENTANG
PENDIDIKAN KEDOKTERAN
I. UMUM
Pendidikan Kedokteran merupakan salah satu unsur perwujudan tujuan negara yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, melalui sistem pendidikan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Gerakan reformasi di Indonesia telah mendorong prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Dalam hubungannya
dengan Pendidikan Kedokteran, prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada
substansi, proses, dan manajemen sistem Pendidikan Kedokteran sebagai komponen penting menuju
terintegrasinya sistem pendidikan dan sistem kesehatan nasional di masa depan.
Untuk menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi,
informasi, dan globalisasi perlu dilakukan pembaruan Pendidikan Kedokteran secara terencana, terarah,
dan berkesinambungan agar mampu menghasilkan Dokter, Dokter Gigi, dokter layanan primer, dokter
spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis yang bermutu, kompeten, profesional,
bertanggung jawab, memiliki etika dan moral dengan memadukan pendekatan humanistik terhadap
pasien, dan berjiwa sosial tinggi.
Pendidikan Kedokteran yang menghasilkan lulusan Dokter, Dokter Gigi, dokter layanan primer, dokter
spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis tersebut merupakan komponen utama
pemberi pelayanan kesehatan kepada publik, serta berorientasi kepada kebutuhan kesehatan
masyarakat.
Pembaruan Pendidikan Kedokteran dilakukan secara terarah, terukur, dan terkoordinasi. Untuk itu
diperlukan rencana strategis dan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang meliputi pembentukan,
penyelenggaraan, dan pengembangan program studi kedokteran atau program studi kedokteran gigi,
pengaturan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi, penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran
di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran, Pendidikan Akademik dan Pendidikan
Profesi, sumber daya manusia, Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, Kurikulum, Mahasiswa,
beasiswa dan bantuan biaya pendidikan, uji kompetensi, kerjasama Fakultas Kedokteran/Fakultas
Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran, penelitian, dan
penjaminan mutu yang diselenggarakan secara komprehensif. Dalam praktiknya, berbagai Peraturan
Perundang-undangan yang terkait dengan Sistem Pendidikan Nasional belum mengatur secara spesifik
dan komprehensif mengenai penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu Undang-Undang yang secara khusus dan
komprehensif mengatur mengenai Pendidikan Kedokteran. Undang-Undang ini mengatur asas
penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang mengedepankan kebenaran ilmiah, tanggung jawab,
manfaat, kemanusiaan, keseimbangan, kesetaraan, relevansi, afirmasi, dan etika profesi dengan tujuan
untuk menghasilkan Dokter, Dokter Gigi, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter
gigi spesialis-subspesialis yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong,
beretika, berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung jawab,
bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mampu beradaptasi dengan lingkungan
sosial, dan berjiwa sosial tinggi. Untuk itu, kurikulum yang diterapkan dalam Pendidikan Kedokteran dan
23 / 34
www.hukumonline.com
Kedokteran Gigi adalah kurikulum berbasis kompetensi dan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah untuk memenuhi kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi, dokter
layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
Pendidikan Kedokteran meliputi Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi, membutuhkan sarana
Rumah Sakit Pendidikan dengan standar persyaratan yang ditetapkan yang dapat digunakan sebagai
sarana praktik dalam Pendidikan Kedokteran. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Pendidikan
tersebut, diperlukan kerja sama Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit
Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran yang memuat secara jelas dan tegas serta berkepastian
hukum tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga para pihak dapat memperoleh manfaat
positif dari kerja sama tersebut.
Hubungan kerja sama antara Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit
Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran dilakukan secara terintegrasi, baik integrasi fungsional di
bidang manajemen maupun integrasi struktural.
Untuk meningkatkan pemahiran dan pemandirian Dokter dilaksanakan program internsip yang merupakan
bagian dari program penempatan wajib sementara. Program penempatan wajib sementara bertujuan
untuk menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal Ini membutuhkan pendanaan dalam bentuk beasiswa atau bantuan biaya pendidikan.
Pendanaan yang dimaksud dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau pihak lain dengan
mengedepankan kepentingan nasional berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas “kebenaran ilmiah” adalah bahwa penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran
dalam substansi dan proses belajar mengajar mengutamakan layanan berbasis bukti dan metoda ilmiah
serta terciptanya suasana akademik dan tradisi keilmuan dan kehidupan profesi tertinggi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas ”tanggung jawab” adalah bahwa pemimpin dan jajaran di Fakultas
Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, Mahasiswa
maupun lulusannya kelak memiliki kompetensi, integritas, sikap tulus, berniat baik, terbuka, jujur, hemat,
efisien, penuh kebersamaan, etis dan profesional, humanistik dan berjiwa sosial dalam menjalankan
fungsi dan tugas pelayanan primanya kepada penerima layanan dalam segala tantangan yang serba
berubah di tingkat lokal, nasional, dan global.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran selalu
berorientasi kepada pencapaian status kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
24 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
25 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “internsip” adalah pemahiran dan pemandirian Dokter yang merupakan bagian
dari program penempatan wajib sementara, paling lama 1 (satu) tahun.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Program dokter layanan primer ditujukan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pelaku awal pada layanan
kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan
melakukan kendali mutu serta kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem
jaminan kesehatan nasional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
26 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga lain” adalah lembaga yang mewakili unsur akademis, dunia usaha, dan
pemerintahan di dalam dan di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Fasilitas lain misalnya industri dan sarana olahraga.
Pasal 17
Cukup jelas.
27 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bimbingan” adalah proses alih pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari Dosen
kepada Mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah proses jaga mutu dari Dosen kepada Mahasiswa untuk
memastikan tidak terjadinya kekeliruan atau kerugian terhadap pasien atau masyarakat yang dilibatkan
dalam proses pembelajaran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tahap mandiri dalam pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis-
subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis” adalah tahap pendidikan setelah memperoleh
kompetensi tertentu yang dibutuhkan.
Penempatan mahasiswa program pendidikan dokter spesialis-subspesialis tahap mandiri untuk
kompetensi tertentu, bertujuan meningkatkan pemahiran dan pemerataan pelayanan spesialistik.
Yang dimaksud dengan “visitasi” adalah kunjungan yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran ke rumah
sakit selain Rumah Sakit Pendidikan untuk menilai kelaikan rumah sakit tersebut sebagai tempat
pemahiran mahasiswa program dokter spesialis-subspesialis.
Yang dimaksud dengan “rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan” adalah rumah sakit yang tidak
memiliki dokter spesialis dengan tujuan untuk keperluan afirmasi pemenuhan kebutuhan dokter spesialis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
28 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kompetensi khusus” adalah kompetensi di luar kompetensi inti yang sesuai
dengan misi khusus/unggulan perguruan tinggi, antara lain, kedokteran perkotaan, kesehatan
populasi/komunitas, dan pendekatan kesehatan holistik.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “prinsip afirmatif” adalah prinsip keberpihakan kepada calon mahasiswa yang
berasal dari daerah terpencil, terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan, kesetaraan gender,
generasi penerus, masyarakat rentan, masyarakat secara ekonomi kurang mampu, masyarakat rendah
29 / 34
www.hukumonline.com
status kesehatannya dan tinggi risiko kesehatannya akibat kondisi struktural ataupun akibat bencana.
Yang dimaksud dengan “prinsip transparan” adalah prinsip keterbukaan dalam menyajikan informasi yang
relevan secara tepat dan akurat kepada calon mahasiswa yang berasal dari daerah terpencil,
terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan, kesetaraan gender, generasi penerus,
masyarakat rentan, masyarakat secara ekonomi kurang mampu, masyarakat rendah status kesehatannya
dan tinggi risiko kesehatannya akibat kondisi struktural ataupun akibat bencana.
Yang dimaksud dengan “prinsip berkeadilan” adalah prinsip kesamaan dalam memberikan kesempatan
kepada semua warga terutama kepada calon mahasiswa yang berasal dari daerah terpencil,
terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan, kesetaraan gender, generasi penerus,
masyarakat rentan, masyarakat secara ekonomi kurang mampu, masyarakat rendah status kesehatannya
dan tinggi risiko kesehatannya akibat kondisi struktural ataupun akibat bencana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “insentif” adalah imbalan dalam bentuk materi yang diberikan oleh Rumah
Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran atas jasa pelayanan medis yang dilakukan
sesuai kompetensinya.
Huruf c
Jumlah jam kerja di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran disesuaikan
dengan standar jam kerja serta memperhatikan keselamatan diri dan pasien.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
30 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “integrasi fungsional” adalah koordinasi dan kolaborasi antara Fakultas
Kedokteran dan rumah sakit dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pendidikan,
pelayanan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
31 / 34
www.hukumonline.com
Yang dimaksud dengan “integrasi struktural” adalah menyatunya Fakultas Kedokteran dan rumah sakit
menjadi satu satuan kerja dalam menjalankan fungsi pendidikan, pelayanan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara internal dikembangkan perguruan tinggi, sedangkan
sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara eksternal dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
32 / 34
www.hukumonline.com
Huruf b
Pendanaan pendidikan dalam bentuk zakat diberikan kepada Mahasiswa yang tidak mampu secara
ekonomi sesuai dengan kriteria mustahik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Yang dimaksud dengan “daerah tertentu” antara lain daerah terpencil, terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan,
kepulauan, industri, pertambangan, atau endemis penyakit menular.
Bentuk dukungan Pemerintah antara lain: sarana prasarana, alat, tenaga, dan pendanaan dalam rangka
mensinergikan Mahasiswa pada saat melakukan pelayanan terhadap pasien yang terkait status sebagai
Mahasiswa sekaligus tenaga kesehatan strategis.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Yang dimaksud dengan “beasiswa khusus” adalah beasiswa yang diberikan kepada Mahasiswa yang lahir di
daerah tertentu, menyelesaikan pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di daerah kelahirannya,
dan setelah lulus dari Pendidikan Kedokteran kembali ke tempat kelahirannya.
33 / 34
www.hukumonline.com
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
34 / 34