File PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 89

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR
MORTALITAS DALAM 6 BULAN PADA
PASIEN USIA LANJUT DENGAN FRAKTUR PANGGUL

TESIS

NOVIRA WIDAJANTI
1206326831

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-II
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
DESEMBER 2013

Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR
MORTALITAS DALAM 6 BULAN PADA
PASIEN USIA LANJUT DENGAN FRAKTUR PANGGUL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis-II


Ilmu Penyakit Dalam

NOVIRA WIDAJANTI
1206326831

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-II
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
KEKHUSUSAN GERIATRI
JAKARTA
DESEMBER 2013

Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur yang tak terhingga saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan nikmat yang dilimpahkanNya sehingga saya dapat menyelesaikan
tesis ini sekaligus pendidikan saya di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menyadari apa yang telah saya capai sampai saat ini, baik selama
menjalani proses pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan
selama mengerjakan tesis ini adalah tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
dukungan, kerjasama serta doa restu dari berbagai pihak.
Oleh karena itu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
- Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD sebagai Kepala Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI dan Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-
KGer, M.Epid, FACP dan dr. Anna Ujainah Z.N, SpPD-KP, MARS
sebagai Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI terdahulu atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti Pendidikan
Spesialis-II di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang beliau pimpin.
- dr. E Mudjaddid, SpPD-KPsi, selaku Ketua Program Studi saat ini dan
kepada Dr. dr. Imam Subekti, SpPD,-KEMD selaku Ketua Program Studi
terdahulu, serta kepada para staf koordinator pendidikan, atas bimbingan
dan perhatian yang diberikan selama masa pendidikan.
- dr.Purwita Wijaya Laksmi Sp.PD-KGer selaku Koordinator Pendidikan
Program Studi Sp-II Kekhususan Geriatri saat ini dan kepada Dr. dr.
Nina Kemalasari, SpPD-KGer dan Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer,
M.Epid selaku Koordinator Pendidikan Program Studi terdahulu, serta
kepada para staf koordinator pendidikan, atas bimbingan dan perhatian
yang diberikan selama masa pendidikan
- dr. Arya Govinda Roosheroe, SpPD-KGer selaku Ketua Divisi Geriatri
yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi saya untuk
melakukan penelitian di divisi yang beliau pimpin dan selaku pembimbing

v Universitas Indonesia
penelitian yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, perhatian
dan dukungan kepada saya selama proses penelitian ini.
- Dr dr Lukman Shebubakar, SpOT selaku pembimbing penelitian yang
telah banyak memberikan bimbingan, masukan, perhatian dan dukungan
kepada saya selama proses penelitian ini.
- Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid selaku konsultan
Metodologi dan Statistik Penelitian saya yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, perhatian dan dukungan kepada saya selama proses
penelitian ini.
- Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-KGer, M.Epid, FACP,
Prof.Dr.dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, Dr.dr.Nina Kemalasari,
SpPD-KGer, dr. Arya Govinda Roosheroe, SpPD-KGer, dr.Purwita
Wijaya Laksmi Sp.PD-KGer, dr Edi Rizal Wahyudi, SpPD-KGer, dr
Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer, MSc, dr Esthika Dewiasty, SpPD selaku
Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Program Pendidikan Spesialis
II Kekhususan Geriatri Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FKUI yang
telah menjadi guru dan teladan bagi saya selama masa pendidikan ini.
- Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Program Studi Ilmu
Penyakit Dalam FKUI yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
telah menjadi guru dan teladan bagi saya selama masa pendidikan ini.
- Para Koordinator dan Ketua Divisi beserta staf di lingkungan Program
Studi Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan dukungan sarana dan
prasarana selama proses pendidikan saya.
- Staf administrasi di lingkungan Divisi Geriatri serta staf administrasi di
lingkungan Program Studi Ilmu Penyakit Dalam yang telah banyak
membantu dalam proses penelitian ini.
- Para perawat dan tenaga paramedis di Ruang Rawat Akut Geriatri lantai 8
Gedung A RSCM dan Poliklinik Geriatri RSCM yang telah membantu
saya dalam pendidikan saya .
- Para perawat dan tenaga paramedis di Ruang Rawat Akut Geriatri lantai 8
Gedung A RSCM, Ruang Rawat Orthopedi Gedung A RSCM Jakarta,
Ruang Rawat Orthopedi Gedung Prof dr Soelarto RSUP Fatmawati

vi Universitas Indonesia
Jakarta, Ruang Rawat RS Siaga Raya Jakarta, Ruang Rawat Orthopedi RS
dr Soetomo Surabaya, Ruang Rawat RS dr M Jamil Padang, Ruang Rawat
RS Saiful Anwar Malang.
- Dr Rose Dinda Martini, SpPD-KGer dari RS M Jamil Padang dan dr Sri
Sunarti, SpPD dari RS dr Saiful Anwar Malang yang telah membantu saya
dalam penelitian saya.
- Para pasien di RSCM, telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
berharga kepada saya selama proses pendidikan di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.
- Kepada seluruh subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,
saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, semoga penelitian ini
bermanfaat bagi kita semua.
- Para senior dan teman sejawat sesama Peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis-II di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam atas
dukungan dan kerjasamanya selama ini.
- Teman-teman seangkatan Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis-II,
atas kebersamaan, dukungan dan kerjasamanya selama ini.
- Bapak R Soedjignjo, SH dan Ibu RA Hardiningsih berserta Bapak Saman
dan Ibu Sumarti tercinta, atas kasih sayang, dorongan, dukungan, nasehat
serta doanya untuk keberhasilan saya selama ini
- Yang tercinta Ir Dono Purwoko, Naufal Drestanta, Nafis Danasagraha, dan
Nismara Datyani, atas rasa cinta, kasih sayang, dukungan, pengertian dan
doanya untuk keberhasilan saya selama ini.
- Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
yang juga banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada saya selama
ini, terima kasih semoga Allah SWT akan membalasnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Desember 2013

Novira Widajanti

vii Universitas Indonesia


ABSTRAK

Nama : Novira Widajanti


Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-II
Ilmu Penyakit Dalam
Judul : Faktor-faktor Prediktor Mortalitas dalam 6 Bulan pada
Pasien Usia Lanjut dengan Fraktur Panggul

Latar Belakang: Angka kejadian fraktur panggul meningkat seiring


pertambahan jumlah usia lanjut. Fraktur panggul pada usia lanjut meningkatkan
risiko mortalitas terutama pada enam bulan pasca fraktur.

Tujuan : menentukan kemampuan faktor prediktor dan model sistem skoring


prediksi mortalitas 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul.

Metode : Penelitian dengan desain studi kohort berbasis prognostic research pada
paisen usia lanjut ≥ 60 tahun dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit.
Subjek diikuti untuk dinilai status mortalitas dalam 6 bulan pasca fraktur.
Dilakukan analisis regresi logistik untuk menentukan prediktor yang bermakna
dan dilakukan sistem skoring prediktor.

Hasil : Pada 262 subjek, didapatkan wanita 75,6%, pria 24,4%, median usia 74,5
(60-94 tahun). Usia ≥ 80 tahun (RO 3,67, IK95% 1,68–8,0), Pria (RO 2,69,
IK95% 1,18-6,13), CCI≥2 (RO5,77, IK95% 2,51-13,26), Malnutrisi (RO 9,30,
IK95% 4,35-19,86), dan Tatalaksana Non Operatif (RO 2,79, IK95% 1,34-5,78)
merupakan faktor-faktor prediktor mortalitas 6 bulan pada pasien usia lanjut
dengan fraktur panggul yang bermakna secara statistik. Didapatkan ambang skor
prediktor mortalitas yang terbaik adalah pada skor ≥3 dengan sensitifitas 81% dan
spesifitas 83%.

Kesimpulan. Faktor Usia ≥ 80 tahun, Jenis Kelamin Pria, Komorbiditas CCI≥2,


Malnutrisi dan Tatalaksana Non Operatif, dengan ambang skor ≥ 3 mempunyai
kemampuan prediksi yang baik terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada pasien
usia lanjut yang datang ke Rumah Sakit.
.
Kata kunci : Faktor Prediktor, Mortalitas, Usia Lanjut, Fraktur Panggul

viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Novira Widajanti


Study Program : Program Pendidikan Dokter Spesialis-II
Ilmu Penyakit Dalam
Title : The Predictor Factors of Six-Months Mortality
in Elderly patients with Hip Fracture

Backgrounds : The incidence of hip fracture increases as the number of elderly.


Hip fractures in the elderly have a risk of mortality.

Aim : To determine factors predictive ability of both models and a scoring system
of six-month mortality in elderly patients with hip fracture

Methods : It was a prognostic-based cohort study design in the elderly with hip
fracture in the hospital setting. Subjects followed his mortality status assessed
within 6 months after the hip fracture. Both of logistic regression analysis and
scoring system were performed

Results : In 262 subjects, 75.6 % female, 24.4 % male, median age 74.5 (60-94
years old). The Age ≥80 years old (OR 3.67, 95%CI, 1.68 to 8.0), Male (OR 2.69,
95%CI, 1.18 to 6.13), CCI ≥ 2 (OR 5.77, 95%CI, 2.51 to 13.26), Malnutrition
(OR 9.30, 95%CI, 4.35 to 19.86), and Non-Operative Procedures (OR 2.79,
95%CI, 1.34 to 5.78) was a predictor factor of six-months mortality in the elderly
patients with hip fracture statistically significant. The cut of point of a score of ≥ 3
was the best predictor with a sensitivity of 81 % and specificity of 83 %

Conclusion : The age ≥80 years old, Male, CCI ≥ 2, Malnutrition, and Non-
Operative procedures with the cut of point score ≥ 3 is a predictive model of six-
month mortality in elderly patients with hip fracture.

Keywords : Predictor Factor, Mortality, Elderly, Hip Fracture

ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN iii
HALAMAN INSTITUSI PENDIDIKAN iv
UCAPAN TERIMAKASIH v
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR SINGKATAN xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 3
1.4 Tujuan 4
1.4.1 Tujuan umum 4
1.4.2 Tujuan khusus 4
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.5.1 Manfaat Ilmiah 5
1.5.2 Manfaat kepada tenaga kesehatan 5
1.5.3 Manfaat kepada pasien dan keluarga 5

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jatuh dan Fraktur Panggul pada Usia Lanjut 6
2.1.1 Jatuh pada usia lanjut 6
2.1.2 Proses Jatuh dan fraktur panggul pada usia lanjut 7
2.2 Fraktur Panggul pada Usia Lanjut 8
2.2.1 Jenis fraktur panggul 8
2.2.2 Tata Laksana fraktur panggul 10
2.3 Fraktur panggul dan mortalitas pada usia lanjut 12
2.3.1 Telaah sistematis prediktor mortalitas fraktur panggul 13
2.3.2 Sistem model prediksi mortalitas fraktur panggul.... 16
2.4 Faktor-faktor Prediktor Mortalitas Fraktur Panggul ............... 17
2.5.1 Usia 18
2.5.2 Jenis Kelamin 18
2.5.3 Komorbiditas 19
2.5.4 Status Kognisi 21
2.5.5 Status Fungsional 22
2.5.6 Status Nutrisi 23
2.5.7 Tata Laksana fraktur panggul 25
2.6 Kerangka Teori 27

3. KERANGKA KONSEP DAN BATASAN OPERASIONAL


3.1 Bagan Kerangka Konsep 29

x Universitas Indonesia
3.2 Batasan Operasional 29
3.2.1 Variabel Penelitian 29
3.2.2 Definisi Operasional 30

4. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian 32
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 32
4.3 Populasi dan Subjek Penelitian 32
4.4 Besar Sampel 32
4.5 Kriteria Penerimaan dan Penolakan Sampel Penelitian 33
4.5.1 Kriteria inklusi 33
4.5.2 Kriteria eksklusi 33
4.6 Alur Penelitian 34
4.7 Cara kerja 34
4.8 Pengolahan dan Analisis Data 35
4.9 Etika Penelitian 36

5. HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian 37
5.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Mortalitas .... 38
5.2.1 Analisis bivariat faktor-faktor prediktor mortalitas ... 39
5.2.2 Analisis multivariat faktor-faktor prediktor mortalitas.. 40
5.3 Sistem Model Skoring Prediksi Mortalitas 43
5.4 Validasi Internal 45

6. PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek 46
6.2 Kemampuan variabel prediktor dalam prediksi mortalitas 47
6.2.1 Mortalitas pada fraktur panggul 47
6.2.2 Variabel Prediktor Usia 48
6.2.3 Variabel Prediktor Jenis Kelamin 48
6.2.4 Variabel Prediktor Komorbiditas 50
6.2.5 Variabel Prediktor Status Nutrisi 51
6.2.6 Variabel Prediktor Tata Laksana 51
6.2.6 Variabel Prediktor Status Kognsi dan Status Fungsional 52
6.3 Kemampuan Model Sistem Skoring Prediksi 53
6.4 Kelebihan dan kelemahan Peneltian 54
6.5 Generalisasi Hasil Penelitian 55

BAB VII. SIMPULAN dan SARAN


7.1 Simpulan 56
7.2 Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

Lampiran

xi
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN

ASA American Society of Anesthesiologists


AKS Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
ADL Activity of daily living
BPS Biro Pusat Statistik
CCI Charlson Comorbidity Index
CRS Comprehensive Risk Score
E-PASS Estimation of Physiologic Ability and Surgical Stress
IK Indeks Kepercayaan
MNA Mini Nutritional Asessment
MMSE Mini Mental State Examination
NDP Nilai Duga Positif
NDN Nilai Duga Negatif
NFHS Nottingham Hip Fracture Score
NutriAIz The Health and Nutritional Promotion Program for
Patients with dementia
POSSUM Physiological and Operative Severity Score for the
enUmeration of Mortality and Morbidity
PRS Preoperative Risk Score
PSP Penggantian Sendi Panggul
RH Rasio Hazard
RO Rasio Odds
ROC Receiver Operating Characteristic
RS Rumah Sakit
SENECA Survey in Europe on Nutrition and the Elderly: Concerted
Action
SMR Standardized Mortality Ratio
SRS Surgical Risk Score

xii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian 38


Tabel 5.2. Status Mortalitas dalam 6 bulan 39
Tabel 5.3. Hasil Analisis Bivariat antara Semua Variabel Prediktor 40
dengan Mortalitas dalam 6 Bulan pada Subjek Usia Lanjut
dengan Fraktur Panggul
Tabel 5.4. Rasio Odds dan Interval Kepercayaan 95% dari Setiap Faktor 41
Prediktor dan Perubahannya Pada Penambahan Setiap Faktor
Prediktor Lain Terhadap Mortalitas dalam 6 Bulan
Tabel 5.5. Variabel Prediktor dalam Analisis Multivariat Metode Backward 42
Stepwise
Tabel 5.6. Langkah Pembuatan Sistem Skoring 43
Tabel 5.7. Skor setiap Kategori Variabel Prediktor 44
Tabel 5.8. Skor Prognostik Mortalitas 6 Bulan Pasien Usia Lanjut dengan 44
Fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit

xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patofisiologi Fraktur Panggul Akibat Jatuh Pada Usia lanjut 8
Gambar 2.2. Klasifikasi Fraktur Panggul Berdasarkan Gambara Radiologis 10
Gambar 2.3. Kerangka Teori 27
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 29
Gambar 5.1. Kurva ROC Model Prediktor 43

xiv Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Form Mini Mental State Examination 63


Lampiran 2. Form Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Barthel 65
Lampiran 3. Form Mini Nutritional Asessment 66
Lampiran 4. Lembar Penjelasan kepada subjek penelitian 67
Lampiran 5. Surat Persetujuan mengikuti penelitian 69
Lampiran 6. Formulir Penelitian 70
Lampiran 7. Contoh Penggunaan Skor 72
Lampiran 8. Kelaikan Etik 73

xv Universitas Indonesia
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Jatuh merupakan masalah yang sering terjadi pada usia lanjut.
Diperkirakan setiap tahunnya, 8% orang usia lebih dari 65 tahun datang ke
Rumah Sakit karena cedera akibat jatuh, dan lebih dari separuhnya
memerlukan perawatan di Rumah Sakit. Sebesar 87% akibat jatuh pada usia
lanjut menyebabkan kejadian fraktur dengan kejadian fraktur panggul
adalah sebesar 95%.1 Fraktur panggul berdampak terhadap disabilitas,
hilangnya kemandirian, penurunan kualitas hidup hingga kejadian kematian,
terutama dalam tahun pertama pasca fraktur.
Proporsi usia lanjut semakin meningkat di seluruh penjuru dunia.
Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan usia lanjut tertinggi dunia,
yaitu sebesar 414% dalam kurun waktu 1990-2025. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS), hasil sensus penduduk pada tahun 2010
menunjukkan bahwa jumlah usia lanjut di Indonesia merupakan lima
terbanyak di dunia, yaitu 9,6 % dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun
201 0. P ada tahun 2020 perkiraan penduduk usia lanjut di Indonesia
mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan usia harapan hidup sekitar 71,1
tahun.2 Usia harapan hidup yang meningkat menjadi salah satu penyebab
meningkatnya kejadian osteoporosis. Jumlah fraktur osteoporosis meningkat
dengan cepat. Pada tahun 1990 terjadi 1,66 juta kasus fraktur panggul di
seluruh dunia. Angka ini diperkirakan mencapai 6,26 juta pada tahun 2050,
seiring dengan semakin tingginya populasi usia lanjut dan usia harapan
hidup.3 Di US, terjadi 350.000 fraktur panggul setiap tahunnya, dan jumlah
ini diperkirakan akan meningkat menjadi 500.000 pada tahun 2040.4 Data
mengenai statistik fraktur panggul di Indonesia belum didapatkan.
Penatalaksanaan fraktur panggul di bidang kedokteran dapat
dilakukan secara medis konservatif dan operatif. Tatalaksana medis
konservatif diartikan sebagai tatalaksana non-operatif, berupa tirah baring,
mobilisasi terbatas, dan atau penggunaan traksi dengan pembebanan.

1 Universitas Indonesia
1
2

Tatalaksana medis operatif bertujuan stabilisasi fraktur dengan internal


fiksasi maupun arthroplasty, untuk memungkinkan mobilisasi dini dan
kembali pada kemandirian.5 Tatalaksana medis konservatif saat ini jarang
dilakukan, karena memerlukan tirah baring yang lama. Pada sisi lain, tidak
semua usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit
akhirnya menjalani tatalaksana medis operatif di Rumah Sakit, baik karena
toleransi operasi yang berat maupun memilih pulang paksa. Berdasar data
rekam medis di RS dr Soetomo Surabaya tahun 2007 - Oktober 2011,
didapatkan 49 dari 105 kasus fraktur panggul pada usia lanjut memilih
pulang paksa menolak tindakan medis di Rumah Sakit.
Seorang usia lanjut yang mengalami fraktur panggul memiliki
peningkatan risiko mortalitas. Data penelitian mengenai kematian pasca
fraktur panggul pada usia lanjut sangat bervariasi, dengan mortalitas dalam
satu tahun bervariasi dari 8.4% hingga 36%, dengan risiko mortalitas
tertinggi didapatkan dama 6 bulan pasca fraktur.6,7 Sejumlah literatur
menjabarkan beragam faktor prediktor mortalitas fraktur panggul yang
berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain sesuai kondisi di
masing-masing setting penelitian. Satu telaah sistematis dan metaanalisis
oleh Hu (2012) menelaah prediktor non-intervensi pada tindakan operatif
fraktur panggul yang berhubungan dengan mortalitas. Dari hasil analisis dan
sintesis didapatkan 12 prediktor mortalitas pada fraktur panggul dengan
bukti kuat yaitu, usia yang sangat lanjut, jenis kelamin pria, tinggal di rumah
perawatan (nursing home), kemampuan berjalan yang buruk pra
pembedahan, aktivitas kehidupan sehari-hari pra fraktur yang buruk, skor
ASA yang tinggi, status mental yang buruk, komorbiditas multipel,
dementia atau gangguan kognitif, diabetes, keganasan, dan penyakit
kardiak. Didapatkan 7 prediktor mortalitas fraktur panggul dengan bukti
sedang yaitu fraktur intratrokanter (vs fraktur leher femur), indeks massa
tubuh yang rendah, serum albumin rendah atau malnutrisi, kadar
hemoglobin yang rendah, kadar serum kreatinin yang tinggi, penyakit ginjal
kronik, penyakit paru kronik.7

Universitas Indonesia
3

Didapatkan beberapa model sistem skoring prediksi mortalitas pada


fraktur panggul namun hanya menilai faktor-faktor prediktor mortalitas
yang berkaitan dengan komponen medik dalam tindakan operatif, yaitu E-
PASS8 dan POSSUM.9 Model sistim skoring yang lain adalah Nottingham
Hip Fracture Score.10 The Charlson co-morbidity index atau Charlson
Score merupakan suatu sistem skor berdasar data sekunder morbiditas yang
dinilai dengan bobot angka untuk prediksi mortalitas yang dipakai pula pada
tindakan operatif fraktur panggul.11,12
Usia lanjut memiliki karakteristik khusus, yaitu multipatologi akibat
penurunan kapasitas cadangan fungsionalnya, penurunan status fungsional,
penurunan status kognitif, masalah nutrisi dan sering disertai masalah
psikososial. Sehingga diperlukan pendekatan secara Comprehensif Geriatric
Asessment (pengkajian paripurna pasien geriatri). Pada asesmen pasien
geriatri meliputi pengkajian status fisik medik (komorbiditas), status
fungsional, status mental-kognitif, status emosional, status nutrisi, dan status
sosial-ekonomi.
Literatur menyebutkan berbagai faktor prediktor mortalitas pada usia
lanjut dengan fraktur panggul. Namun, belum ada data penelitian di
Indonesia yang menilai faktor demografis, faktor komponen klinis asesmen
geriatri serta tatalaksana pada pasien sebagai faktor-faktor prediktor
mortalitas fraktur panggul pada usia lanjut. Maka melalui penelitian ini
diharapkan dapat mengetahui bagaimana kemampuan faktor usia, jenis
kelamin, komorbiditas, status fungsional, status kognitif, status nutrisi dan
tatalaksana, untuk prediksi mortalitas dalam 6 bulan pada pasien usia lanjut
dengan fraktur panggul di Indonesia.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah berikut yang merupakan dasar pada penelitian ini,
yaitu:
1. Fraktur panggul merupakan masalah kesehatan yang kejadiannya
semakin meningkat seiring bertambahnya populasi usia lanjut.

Universitas Indonesia
4

2. Kondisi fraktur panggul pada usia lanjut meningkatkan risiko


mortalitas. Dan risiko mortalitas tertinggi didapatkan dalam 6 bulan
pasca fraktur.
3. Tatalaksana operatif dan konservatif di Rumah Sakit pada fraktur
panggul merupakan standar penatalaksanaan fraktur panggul.
4. Didapatkan suatu telaah sistematis epidemiologi sejumlah studi
mengenai faktor-faktor prediktor mortalitas fraktur panggul.
5. Usia lanjut memiliki karakteristik khusus. Dalam penatalaksanaan
usia lanjut dengan fraktur panggul, penilaian secara individual
adalah penting, tidak hanya karena faktor usianya saja, namun
penilaian harus didasarkan pada masalah individu dengan status
fisiologisnya dengan asesmen geriatri secara paripurna.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana kemampuan prediksi Usia, Jenis Kelamin, Tata Laksana,
komorbiditas, Status Kognitif, Status Fungsional, Status Nutrisi terhadap
mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul yang
datang ke Rumah Sakit di Indonesia.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada usia
lanjut yang mengalami fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit di
Indonesia.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Menentukan kemampuan prediksi variabel Usia, Jenis kelamin, Tata
Laksana, Komorbiditas, Status Kognitif, Status Fungsional, Status
Nutrisi dalam memprediksi mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut
dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit.
2. Menentukan model sistem skor prediksi mortalitas dalam 6 bulan pada
usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah sakit.

Universitas Indonesia
5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat ilmiah
Dengan mengetahui faktor prediktor mortalitas dalam 6 bulan pada usia
lanjut dengan fraktur panggul maka dapat menjadi sumber informasi
pengetahuan dan landasan penelitian lebih lanjut untuk mencari hubungan
kausal antara faktor prediktor dan mortalitas.
1.4.2 Manfaat kepada tenaga kesehatan
Dengan menggunakan model sistem prediksi mortalitas dalam 6 bulan
pada usia lanjut dengan fraktur panggul dapat membantu tenaga kesehatan
dalam stratifikasi risiko prediktor mortalitas dalam menurunkan angka
mortalitas fraktur panggul pada usia lanjut.
1.4.3 Manfaat kepada pasien dan keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar informasi prognosis
risiko mortalitas akibat fraktur panggul pada usia lanjut.

Universitas Indonesia
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jatuh dan Fraktur Panggul pada Usia Lanjut


Jatuh sering dijumpai pada usia lanjut. Jatuh pada usia lanjut terjadi
akibat interaksi antara karakteristik usia lanjut sebagai faktor risiko
intrinsik dan faktor pencetus yang menyebabkan seorang usia lanjut jatuh.
Faktor lingkungan dan kondisi sekitar merupakan pula faktor risiko
eksternal yang berperan terhadap terjadinya jatuh. Faktor risiko jatuh,
proses jatuh, akibat jatuh, dan kekuatan tulang merupakan prediktor utama
yang menentukan apakah akan terjadi cedera fraktur akibat jatuh pada usia
lanjut.13,14

2.1.1 Jatuh pada usia lanjut


Pada usia lanjut, secara fisiologis terjadi proses menua. Perubahan
fisiologis dalam proses menua mengakibatkan perubahan kapasitas
fungsional baik tingkat seluler maupun tingkat organ. Akibat proses
menua, terjadi perubahan sistem visual, proprioseptif dan vestibular,
penurunan kemampuan kontraksi otot-otot ekstremitas bawah yang
mempengaruhi kontrol keseimbangan pada usia lanjut. Pada usia lanjut
sering dijumpai kondisi multipatologi. Proses menua, komorbiditas dan
penurunan kemampuan fisiogis akan secara bersama-sama menyebabkan
gangguan pada fungsi otot, vestibuler, penglihatan, proprioseptif, kognitif
dan kesiagaan. Gangguan pada fungsi tersebut akan menyebabkan
gangguan pada keseimbangan statik, dinamis dan perubahan cara berjalan
(gait) yang akan menyebabkan meningkatnya risiko jatuh Selain itu
penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan juga merupakan faktor risiko jatuh.15 Stroke, diabetes dan
hipertensi merupakan penyakit yang banyak diderita pada pasien fraktur
panggul. Tidak banyak studi mengenai faktor pencetus jatuh. Faktor
lingkungan sekitar antara lain lantai yang basah, cahaya yang kurang,
tempat tidur yang terlalu tinggi, lingkungan yang baru, dikatakan dapat

6 Universitas Indonesia
7

sebagai faktor pencetus terjadinya jatuh. Mayoritas jatuh pada usia lanjut
bukan akibat penyebab tunggal, namun merupakan beragam interaksi
antara karakteristik usia lanjut dan faktor pencetus jatuh.13,16

2.1.2 Proses Jatuh dan fraktur panggul pada usia lanjut


Sama halnya dengan jatuh, penyebab fraktur akibat jatuh juga
multifaktorial. Selain faktor risiko jatuh itu sendiri, bagaimana proses
jatuhnya, akibat dari jatuh tersebut, serta kekuatan tulang merupakan
faktor penting bagaimana terjadinya fraktur akibat jatuh pada usia lanjut.
Karakteristik internal usia lanjut dan penurunan kekuatan otot
disertai tanggap reaksi yang lambat berhubungan dengan tejadinya cedera
akibat jatuh. Jatuh yang meningkatkan risiko fraktur panggul adalah jatuh
ketika posisi berputar. Ketebalan kulit yang menurun dan densitas tulang
panggul yang rendah juga meningkatkan risiko fraktur panggul. Jatuh
menyebabkan fraktur apabila gaya yang timbul pada tulang lebih besar
dari keseluruhan kekuatan tulang. Kekuatan tulang dipengaruhi oleh
kualitas tulang dan densitas mineral tulang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas tulang adalah bone turnover, mikroarsitektur
tulang, ukuran dan geometri tulang. Penurunan densitas massa tulang pada
osteoporosis akan menghilangkan elastisitas tulang sehingga menjadi
rapuh dan menyebabkan mudah terjadi fraktur hanya dengan trauma
minimal. Densitas mineral tulang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya fraktur panggul. Penurunan densitas mineral tulang sebesar satu
SD akan meningkatkan risiko fraktur panggul sebesar 2,6 kali (IK95%,
2,0-3,5).4,17,18

Universitas Indonesia
8

Status neuromuscular
Status kognitif
Penglihatan Inisiasi Jatuh
Lingungan

Terjadinya jatuh
Besaran energi dan ketinggian jatuh Proses Jatuh
Aktivitas otot

Lokasi yang terkena


Jaringan lunak Akibat jatuh
Permukaan tempat jatuh
Aktivitas otot

Densitas mineral tulang


Kapasitas struktural tulang
Geometri tulang
femur < Beban yang terjadi
Arsitektur tulang

Fraktur Panggul

Gambar 2.1. Patofisiologi fraktur panggul akibat jatuh pada usia lanjut.
(dikutip dari7)

2.2 Fraktur Panggul Pada Usia Lanjut


Fraktur panggul merupakan fraktur pada femur yang terjadi antara
kartilago articular pada hip joint hingga 5 cm dari tepi distal trokanter
minor.6,16 Pada perbedaan antara jatuh pada usia tua dan usia muda. Pada
usia tua yang refleks protektifnya berkurang, panggul bagian lateral akan
mengenai lantai lebih dahulu sedangkan pada usia muda pergelangan
tangan akan melindungi badan. Sembilan puluh lima persen fraktur
panggul diakibatkan jatuh.1,4

2.2.1 Jenis fraktur panggul


Fraktur panggul dapat dibagi menjadi tiga kelompok bergantung
pada bagian atas bidang femur yang terlibat, yaitu fraktur intrakapsular
berupa fraktur leher femur dan fraktur ekstrakapsular berupa fraktur

Universitas Indonesia
9

intratrokanter dan fraktur subtrokanter. Fraktur intrakapsular bila fraktur


terjadi pada leher dan kepala femur, dan umumnya dalam kapsul sendi.
Fraktur ekstrakapsular bila fraktur terjadi di luar kapsul sendi. Fraktur
leher femur dan fraktur intratrokanter didapatkan pada 90% dari fraktur
panggul dan terjadi pada proporsi yang sama. Delapan puluh tujuh persen
fraktur panggul terjadi pada usia yang lebih tua dari 65 tahun dan 75% dari
pasien adalah wanita. Banyak pembagian dan klasifikasi yang digunakan
pada fraktur panggul. Fraktur intrakapsular dibagi lagi menjadi displaced
(pergeseran) dan undisplaced. Pada fraktur ekstrakapsular juga dibagi
menjadi undisplaced dan displaced yang dibagi lagi menjadi beberapa
kelompok berdasarkan derajat frakturnya. Perbedaan antara fraktur
intrakapsular dan ekstrakapsular memiliki nilai prognostik. Deteksi
fraktur intrakapsular sangat penting, karena fraktur ini rentan terhadap
komplikasi. Pertama, gangguan pasokan darah ke kepala femur sering
terjadi dan dapat menyebabkan nekrosis avaskular. Kedua, fragmen kepala
fraktur sering rapuh yang menyulitkan untuk perangkat fiksasi, kondisi ini
sering meningkatkan kemungkinan nonunion atau malunion. Fraktur leher
femur mempunyai problem penyembuhan yang sama dengan fraktur
intrakapsular pada sendi sendi yang lain karena bagian leher femur
intrakapsular tidak mempunyai lapisan kambium pada jaringan ikatnya
sehingga tidak dapat membentuk kalus perifer. Oleh karena itu,
pembentukan kalus di daerah leher femur hanya mengandalkan kalus
endosteal. Cairan sendi juga dapat melarutkan pembentukan gumpalan
darah sehingga menghalangi pembentukan sel dan jaringan yang
dibutuhkan untuk revaskularisasi ke kepala femur.16,19,20,21

Universitas Indonesia
10

Kepala Femur
Trokanter Mayor

Trokanter Intrakapsular

Trans Trokanter Trokanter Minor

Sub Trokanter
5 cm
Ekstra Kapsular

Gambar 2.2. Klasifikasi Fraktur Panggul berdasarkan gambaran


radiologis (dikutip dari 16).

2.2.2 Tata laksana fraktur panggul


Pasien dengan dugaan fraktur panggul biasanya datang dengan
keluhan nyeri di panggul dengan riwayat jatuh. Akibat fraktur leher femur
pasien tak dapat menumpu beban pada tungkai yang terkena.Tungkai yang
terkena akan tampak memendek, pasien lebih nyaman pada posisi sedikit
fleksi dan eksorotasi. Pemeriksaan penunjang radiologi dilakukan untuk
memastikan diagnosis fraktur. Gambaran foto sinar x tulang femur posis
anteroposterior akan menunjukkan garis fraktur atau bila tak jelas akan
tampak Shenton’s lines yang asimetris. Pada foto lateral akan didapatkan
gambaran angulasi kepala femur terhadap leher femur dan tampak
fragmentasi.20
Tujuan penatalaksanaan fraktur panggul adalah untuk mengatasi
nyeri dan mobilisasi dini untuk membantu pasien kembali ke tingkat
aktivitas sebelum fraktur. Upaya untuk mencapai tujuan ini dapat dengan
tindakan operatif atau tindakan non-operatif. Tatalaksana konservatif juga
disebut tindakan non-operatif berupa tirah baring, mobilisasi terbatas,
traksi atau reduksi fraktur dan aplikasi plester. Tindakan konservatif
umumnya adalah diperuntukkan fraktur proksimal femur non displaced.
Yang terpenting adalah mobilisasi dini dan kontrol nyeri yang baik
sehingga risiko komplikasi akibat imobilisasi seperti dekubitus dan infeksi
paru akan menurun.5,20

Universitas Indonesia
11

Fraktur leher femur adalah fraktur pada tulang femur yang terjadi
pada proksimal garis intratrokanter di daerah intrakapsular sendi panggul.
Pada fraktur leher femur, tindakan operatif diperlukan untuk menjaga
kepala femur dengan menggunakan berbagai implan (fiksasi internal) atau
mengganti kepala femur dengan panggul buatan prostesis (arthroplasti)
untuk menstabilkan fraktur. Fiksasi interna bisa menggunakan sliding
compression hip screw dan satu knowles pin untuk anti rotasi. Multiple pin
merupakan alternatif fiksasi interna, tetapi tidak seaman compression hip
screw untuk rehabilitasi sesudah operasi. Terapi ini hanya terbatas pada
fraktur leher femur yang belum atau sedikit mengalami pergeseran. Alih
terapi dari reduksi terbuka dan fiksasi interna menjadi penggantian sendi
panggul dilakukan pada pasien yang lebih tua, menderita osteopenia atau
osteoporosis, dan derajat kominutif yang tinggi atau keduanya. Pada
pasien-pasien tersebut mempunyai komplikasi non-union dan nekrosis
avaskular yang tinggi.5,20
Fraktur Intratrokanter adalah fraktur yang terjadi di daerah antara
bagian distal leher femur dan tepi distal trokanter minor. Fraktur
intratrokanter merupakan cedera yang berat, kehilangan darah yang besar
sering terjadi pada penderita yang usia lanjut, dan penderita umumnya juga
menderita penyakit lain. Tujuan terapi fraktur panggul adalah mobilisasi
dini dan mengembalikan status ambulasi ke keadaan sebelum fraktur,
namun tujuan ini jarang tercapai dengan cara konservatif. Terapi
konservatif dengan tirah baring dan traksi bukan pilihan utama pada
fraktur intratrokanter. Cara ini dikerjakan hanya bila toleransi operasi tidak
memungkinkan karena penyakit penyerta. Tujuan tindakan operatif adalah
mendapatkan reduksi yang stabil dengan implan yang kuat sehingga
penderita dapat melakukan mobilisasi dini. Implan untuk fraktur
intratrokanter dapat di bagi menjadi tiga tipe, yaitu: Sliding Hip Screw atau
Dynamic Hip Screw, Intramedular Nail (Gamma Nail, Proximal Femur
Nail), Arthroplasty berupa hemiarthroplasty, bipolar dan Total Hip
19,20,21
Arthroplasty.

Universitas Indonesia
12

Fraktur subtrokanter terjadi pada distal trokanter minor hingga


sekitar 5 cm dari tepi distal trokanter minor. Fraktur pada tingkat ini
terutama dikelola dengan intramedullary nail dan large screw. Pada kasus
tertentu, ahli bedah dapat pula menggunakan plate dan screw.19

2.3 Fraktur Panggul dan Mortalitas pada Usia Lanjut


Pada setting penelitian di luar negeri, pasien usia lanjut dengan
fraktur panggul umumnya menjalani tindakan medik operatif. Sekitar 80%
pasien kembali ke status fungsional mereka namun lebih banyak
memerlukan dukungan lebih besar di rumah, terutama pada hari-hari awal
setelah keluar rumah sakit. Sekitar 10% pasien tidak kembali pada status
fungsional awal dan memerlukan fasilitas rumah perawatan.Sekitar 10%
pasien meninggal pada bulan pertama pasca fraktur panggul. Sekitar 20-
30% mengalami mortalitas dalam 1 tahun. Sekitar 5-10% dari mortalitas
ini dapat dikaitkan dengan fraktur panggul itu sendiri dan sisanya karena
berbagai penyebab yang terkait dengan proses menua.22
Penyebab peningkatan mortalitas pada fraktur panggul dapat
disebabkan karena komplikasi imobilitas akibat fraktur panggul itu sendiri,
seperti emboli paru, infeksi, dan gagal jantung. Namun peningkatan
mortalitas pada fraktur panggul itu sendiri tidak lepas akibat kondisi
premorbid komorbiditas sebelum terjadinya fraktur. Adanya penyakit
jantung dan paru pada pasien fraktur panggul meningkatkan risiko
mortalitas pasca fraktur, Kondisi komorbiditas pra fraktur dikatakan
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi pasca fraktur. Selain itu
walaupun dilakukan tindakan tatalaksana pembedahan, namun tehnik
operasi, anestesi, lama fraktur sebelum tindakan pembedahan dan
tatalaksana pasca pembedahan mempengaruhi pula terhadap terjadinya
mortalitas.23,24
Data penelitian mengenai mortalitas pasca fraktur panggul pada usia
lanjut sangat bervariasi. Abrahamsen (2009) melakukan telaah sistematis
epidemiologi terhadap mortalitas fraktur panggul pada 63 studi, subjek
usia > 50 tahun, rerata usia 80 tahun. Sebagian besar subjek adalah wanita

Universitas Indonesia
13

dan mendapat tatalaksana medik operatif. Pada 54 studi menunjukkan data


mortalitas pada fraktur panggul meningkat seiring bertambahnya waktu,
dari 2,3%-13,9% pada saat di RS, 3,3%-17,2% pada 1 bulan, 6,4%-20,4%
pada 3 bulan, 7,1-23% pada 6 bulan dan menjadi 5,9%-50% pada 1
tahun. Pada 22 studi (dengan 12 studi berupa kohort selama 1 tahun pasca
fraktur) melaporkan laju mortalitas dibandingkan populasi lokal tanpa
fraktur sebesar 8% di Swedia hingga 36% di USA.6
Studi Empana (2004) di lima area di Perancis, berupa kohort
prospektif faktor fraktur panggul terhadap risiko mortalitas pada 7512
wanita usia lebih dari 75 tahun. Subjek diamati setiap 4 bulan selama 4
tahun. Rerata waktu pengamatan 3,9±0,9 tahun, 338 wanita mengalami
fraktur panggul pertama kalinya, dengan laju mortalitas adalah 112/1000
wanita/tahun, dibandingkan dengan 27,3/1000 wanita/tahun pada 6115
wanita yang tidak mengalami fraktur (p<0,01). Wanita dengan fraktur
panggul berisiko dua kali mengalami mortalitas (IK95%, 1,6-2,8).
Peningkatan risiko ini lebih tampak pada 6 bulan pertama pasca fraktur
panggul RR 3 (IK95%, 1,9-4,7; p=0,01) sedangkan pasca 6 bulan fraktur
risikonya menurun RR 1,9 (IK95%, 1,6-2,2; p=0,09). Perbandingan wanita
dengan dan tanpa fraktur, risiko mortalitas yang tertinggi didapatkan pada
6 bulan pertama pasca fraktur, dengan standardized mortality ratio (SMR)
adalah 6, dan setelah enam bulan pasca fraktur, SMR turun menjadi 2.26

2.3.1 Telaah sistematis prediktor mortalitas fraktur panggul pada usia


lanjut
Hu (2009)7 melakukan sebuah telaah sistematis mengenai prediktor
preoperatif terhadap mortalitas pada fraktur panggul dengan populasi studi
adalah subjek dengan tindakan medik operatif fraktur panggul, dengan
luaran mortalitas dalam 1 tahun. Dalam latar belakang disebutkan bahwa
studi ini mengidentifikasi prediktor non-intervensi pada tindakan operatif
fraktur panggul, dengan fokus pada mortalitas dalam 1 tahun. Penelusuran
pustaka berasal dari PubMed, Embase, Cochrane central database (semua
jurnal hingga 26 Pebruari 2011), dibatasi hanya jurnal berbahasa Inggris,

Universitas Indonesia
14

dan telah dinilai oleh 2-3 reviewer. Kriteria inklusi adalah studi prospektif
observational atau retrospektif dengan data prospektif. Kriteria eksklusi
adalah studi intervensi, menggunakan kontrol non fraktur, besar sampel
kurang dari 50, luaran yang didapat tidak jelas. Pada telaah validitas,
didapatkan 94 studi namun didapatkan 19 studi dengan publikasi ganda.
Pada telaah pustaka dilakukan analisis pada 75 studi yang ada (65 studi
prospektif, 10 studi retrospektif dengan data prospektif. Pada analisis
kualitas studi yang dilakukan oleh 2 reviewer, dilakukan perhitungan skor
terhadap populasi studi, desain studi, dan analisis serta data presentasi,
dengan skor maksimal 9. Studi yang dianalisis berasal dari Britain,
Amerika, Swedia, Norwegia, Italia, Spanyol, Denmark, Australia, Brazil,
Kanada, Perancis, Israel, Jepang, Belanda, dan Switzerland. Hasil analisis
kualitas studi adalah 2 studi dengan skor 9, skor 8 pada 2 studi , skor 7
pada 25 studi, skor 6 pada 14 studi, skor 5 pada 12 studi, dan 2 studi
dengan skor 4. Kualitas studi dikatakan tinggi, bila studi dengan analisis
multivariat, dengan kualitas skor ≥70%. Kualitas studi sedang, bila studi
analisis multivariat, kualitas skor <70% atau tidak dilakukan analisis
multivariat namun kualitas skor ≥60%. Kualitas studi rendah, bila tidak
dilakukan analisis multivariat dengan kulaitas skor <60%. Dikatakan
berbukti kuat bila minimal 3 studi kualitas tinggi dengan hasil konsisten.
Berbukti sedang, bila minimal 3 studi kualitas sedang dengan hasil yang
konsisten. Berbukti terbatas, minimum 2 studi kualitas rendah dengan hasil
konsisten. Bukti yang bertentangan bila lebih dari 25 studi didapatkan
hasil yang berbeda. Tidak terbukti bila tida ada studi yang menunjukkan
hasil.
Selanjutnya perhitungan rasio hazard dilakukan pada variabel usia,
jenis kelamin, skor ASA, status mental yang buruk, dan diabetes. Tabel
forrest plot disajikan pada variabel usia dan jenis kelamin. Luaran yang
didapatkan adalah sampel sejumlah 64.316 subjek, sebanyak 75,3%
adalah wanita, rerata usia 67,1-85,1 tahun. Mortalitas di RS atau 1 bulan:
13,3% ( 1,2%-16,3%, 20.988 subjek). Mortalitas 3-6 bulan 15,8% (7,9%-

Universitas Indonesia
15

26,7%, 21.823 subjek). Mortalitas 1 tahun 24,5% (7,8-35%, 31.895


subjek).
Didapatkan 12 prediktor mortalitas pada fraktur panggul dengan
bukti kuat yaitu: usia yang sangat lanjut (13 studi kualitas tinggi, 15.639
subjek, RH 1.05 (IK95%, 1,03-1,08) pada usia pertahun, RH 2,15 (IK95%,
1,65-2,80) pada usia> 80 tahun dibandingkan < 80 tahun); jenis kelamin
pria (12 studi kualitas tinggi, 15.582 subjek, RH 1,70 (IK95%, 1,42-2,04)
dibanding wanita; tinggal di rumah perawatan /nursing home (3 studi
kualitas tinggi, 3745 subjek); kemampuan berjalan yang buruk pra
pembedahan (7 studi kualitas tinggi, 5.313 subjek); aktivitas kehidupan
sehari-hari pra fraktur yang buruk (4 studi kualitas tinggi, 2.736 pasien,
skor ASA yang tinggi untuk grade 3-4 dibandingkan grade 1-2 (6 studi
kualitas tinggi, 11.251 subjek, RH 1,73 (IK95%, 1,53-1,96); status mental
yang buruk (10 studi kualitas tinggi, 8.796 subjek, RH 1,78 (IK95%, 1,45-
2,20); komorbiditas multipel (8 studi kualitas tinggi, 5.333 subjek),
dementia atau gangguan kognitif (6 studi kualitas tinggi, 9.044 subjek, RH
1.89, IK95%, 1,51-2,37), Diabetes (3 studi kualitas tinggi, 4.077 subjek,
HR 1,44 (IK95%, 1,13-1,82), keganasan (3 studi kualitas tinggi, 10.417
subjek), dan penyakit kardiak (4 studi kualitas tinggi, 8852 subjek).
Didapatkan 7 prediktor mortalitas fraktur panggul dengan bukti sedang
yaitu fraktur intratrokanter (vs fraktur leher femur), Indeks massa tubuh
yang rendah, serum albumin rendah atau malnutrisi, kadar hemoglobin
yang rendah, kadar serum kreatinin yang tinggi, penyakit ginjal kronik,
penyakit paru kronik. Prediktor lain dengan bukti terbatas adalah hidup
sendiri, riwayat rawat inap 1 tahun sebelumnya, fungsi sosial yang buruk,
perokok, kadar hitung limfosit rendah, kadar kalium tinggi, kadar troponin
tinggi, denyut jantung yang cepat saat masuk rumah sakit, penyakit
cerebrovaskular, penyakit sistem pencernaan, delirium, depresi. Pada
faktor ras, didapatkan bukti yang bertentangan.
Secara keseluruhan telaah sistematis dan metaanalisis yang
dilakukan oleh studi ini validitasnya adalah baik dan hasil yang

Universitas Indonesia
16

ditampilkan dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas pada usia lanjut


dengan fraktur panggul.

2.3.2 Sistem model prediksi mortalitas fraktur panggul pada usia lanjut
Terdapat beberapa sistem skoring stratifikasi risiko untuk
memprediksi mortalitas pada pasien fraktur panggul usia lanjut. Model
sistem skor risiko Estimation of Physiologic Ability and Surgical Stress (E-
PASS) merupakan analisis multivariate terdiri atas Preoperative Risk Score
(PRS), Surgical Risk Score (SRS), dan Comprehensive Risk Score (CRS).
Awalnya Skoring E-PASS digunakan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan elektif pada tindakan pembedahan gastroinstestinal dan
pulmonar, dengan hasil CRS berkorelasi dengan mortalitas. Studi Hirose
(2009) menerapkan model skor E-PASS pada 8 RS di Jepang, 722 pasien
(154 pria, 568 wanita) yang menjalani tindakan pembedahan fraktur
panggul yaitu arthroplasti pada fraktur intrakapsular dan osteosintesis pada
fraktur ekstrakapsular. Dilakukan perhitungan PRS dengan angka
mortalitasnya, kemudian persamaan yang didapat diaplikasikan pada 633
pasien pada 7 RS lain di Jepang. Dan didapatkan rasio aktual terhadap
prediktif mortalitas mendekati 1.8
Sistem skoring Physiological and Operative Severity Score for the
enUmeration of Mortality and Morbidity (POSSUM) terdiri atas
komponen Physiological severity score dan Operative Severity Score.
POSSUM serta modifikasinya terbukti memiliki reliabilitas untuk
memprediksi kematian pada tindakan pembedahan umum, maupun
subspesialis bedah vaskular, bedah digestiv, dan bedah urologi. O-
POSSUM yaitu penilaian skoring POSSUM terhadap tindakan bedah
orthopedi memiliki validitas mendekati satu dalam memprediksi mortalitas
1 tahun pada tindakan bedah orthopedi.26 Namun, Ramanathan (2005)
yang melakukan validasi skoring POSSUM terhadap tindakan
pembedahan pada fraktur leher femur mendapatkan hasil skoring yang
lebih rendah dalam memprediksi mortalitas 30 hari, nilai Receiver
Operating Characteristic (ROC) hanya sebesar 0,62.9 Studi Maxwell

Universitas Indonesia
17

(2008) mengajukan Nottingham Hip Fracture Score untuk memprediksi


mortalitas 30 hari pada tindakan pembedahan fraktur panggul. Variabel
yang digunakan sebagai prediktor adalah usia, sex, kadar haemogoblin saat
masuk rumah sakit, Skor Tes Mini Mental saat masuk Rumah Sakit,
tinggal pada panti, jumlah komorbiditas, serta keganasan. Hasil dari skor
NFHS dimasukkan dalam perhitungan persamaan logistik. Didapatkan titik
potong kurva ROC sebesar 0,719 dalam memprediksi mortalitas 30 hari.10
The Charlson co-morbidity index atau Charlson Score adalah sistem
skor untuk memprediksi mortalitas dengan berdasar data sekunder
morbidtas yang dinilai dengan bobot angka. Pada studi prospektif
Charlson indeks gagal memprediksi mortalitas 90 hari setelah tindakan
pembedahan pada pasien fraktur panggul usia lanjut. Dengan titik potong
kurva ROC adalah 0,59 (IK95%; 0,48-0,70).12 Studi retrospektif Charson
Index di Brazil dengan menganalisis jumlah komorbiditas, didapatkan RO
1,64 (IK95%; 0,57-4,68) untuk mortalitas 90 hari pada pasien fraktur
panggul usia lanjut dengan skor Charlson 2, dan RO 6,53 (IK95%; 2,27-
18,77) pada skor Charlson ≥ 3, namun tanpa menyertakan power
diskriminasi evaluasi area dibawah ROC sehingga kemampuan sebagai
faktor prediktif belum dapat ditentukan.11
Studi Nagieb di RS Fatmawati Jakarta (2009) pada 70 pasien fraktur
panggul dengan rerata usia 69 tahun (60-83 tahun), menilai faktor umur,
jenis kelamin, status ambulasi, status nutrisi (Indeks Massa Tubuh),
penyakit penyerta, jenis fraktur, albumin, anemia, fungsi panggul, lama
fraktur dengan mortalitas pasien 1 tahun pasca operasi Penggantian Sendi
Panggul (PSP) parsial. Dan mendapatkan faktor umur, jenis kelamin
wanita, kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai model prediksi
mortalitas dalam 1 tahun pasca operasi PSP.21

2.4 Faktor-Faktor Prediktor mortalitas fraktur panggul pada usia lanjut


Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut berbeda
dengan penderita dewasa muda. Pasien geriatri memiliki karakteristik
khusus, yaitu multipatologi akibat penurunan kapasitas cadangan

Universitas Indonesia
18

fungsionalnya, penurunan status fungsional, penurunan status kognitif,


masalah nutrisi dan sering disertai masalah psikososial.
Pemilihan faktor-faktor prediktor pada penelitian ini ditentukan
berdasar faktor demografi (usia, jenis kelamin), pendekatan asesmen
geriatri (komorbiditas, status kognitif, status fungsional, status nutrisi) dan
tatalaksana yang dilakukan. Status mental emosional tidak dipilih sebagai
prediktor karena telaah sistematis6,7 menunjukkan bukti yang terbatas
sebagai prediktor.

2.4.1 Usia
Kejadian jatuh pada usia lanjut meningkat pada usia lebih dari 60
tahun, insiden jatuh semakin meningkat pada usia lanjut usia 80 tahun ke
atas.1 Risiko kematian pada fraktur panggul akibat jatuh meningkat pada
usia yang lebih tua dibandingkan pada usia lebih muda, tidak hanya
terkait karena disabilitas pasca fraktur namun juga terkait karena
komorbiditas yang menyertai.23,28,29
Data Scottish Hip Fracture Audit membandingkan risiko kematian
pada usia diatas 60 tahun dengan kontrol pada usia 50-59 tahun. Risiko
kematian dengan RO 1,78 (IK95%; 0,95-2,33) pada usia 60-69 tahun, RO
3,46 (IK95%; 1,94-6,5) pada usia 70-79 tahun, RO 5,68 (IK95%; 3,21-
10,1) pada usia 80-89 tahun, dan RO 7,11 pada usia di atas 90 tahun
(IK95%, 3,98-12,7).28 Pada studi prospektif kasus kontrol mortalitas satu
tahun pada 100 pria usia >50 tahun dengan fraktur panggul didapatkan
hasil bahwa usia sangat mempengaruhi mortalitas. Didapatkan ketahanan
hidup 100% bila kejadian fraktur panggul didapatkan pada dekade 5,
turun menjadi 50% bila terjadi pada dekade 7. Pada analisis regresi cox
didapatkan faktor usia meningkatkan mortalitas pada fraktur panggul
dibanding kontrol RH 9,3 (IK95%; 4,8-16,3).29

2.4.2 Jenis kelamin


Sebuah studi yang menilai proses menua dan kematian pada usia
lanjut, menunjukkan bahwa dibandingkan pada pria, seorang wanita usia

Universitas Indonesia
19

65 tahun tanpa disabilitas memiliki probabilitas bertahan hidup hingga


usia 80 tahun yang lebih besar.30 Fraktur panggul yang menyebabkan
kondisi disabilitas tentunya dapat meningkatkan risiko mortalitas.
Metaanalisis oleh Haentjest (2010) menilai dampak fraktur
panggul terhadap mortalitas pada 17 studi kohort pada (154.276) pria dan
22 studi kohort pada (578.436) wanita sejak tahun 1957-2009 pada usia
usia lanjut >50 tahun. Hasil menunjukkan bahwa kematian dalam 1 tahun
pertama akibat fraktur panggul pada pria lebih tinggi dibandingkan pada
wanita, dengan mortalitas sebesar 18% dengan RO 3,70 (IK95%, 3,31-
4,14) pada pria dibanding 8% dengan RH 2,87 (IK95%, 2,52-3,27) pada
wanita.31 Studi kohort Panula (2011) pada 428 fraktur panggul pada
populasi Finlandia usia diatas 65 tahun, didapatkan mortalitas yang lebih
tinggi pada pria dibanding wanita, RH 1,55 (IK95%, 1,2-2,0) dengan
mortalitas pasca operatif satu tahun adalah 27,3%.32 Hasil berbeda
ditunjukkan oleh studi Nagieb (2009) di RS Fatmawati pada 70 fraktur
femur usia 60-83 tahun dengan tindakan operatif, didapatkan dari kurva
Kaplan-Meier bahwa pasien dengan jenis kelamin wanita mengalami
grafik mortalitas kurang dari 12 bulan lebih cepat dibandingkan pasien
pria, p=0.00. 21

2.5.3 Komorbiditas
Salah satu karakteristik usia lanjut adalah multipatologi, yaitu
terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik
degeneratif. Selain itu menurunnya daya cadangan faali menyebabkan
penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan
bertambahnya usia, yang walaupun normal untuk usianya namun
menandakan menipisnya daya cadangan faali. Usia lanjut sering memiliki
beberapa kondisi komorbiditas yang membatasi kapasitas fungsional
mereka dalam pemulihan pasca fraktur sehingga meningkatkan risiko
kematian. Sebuah komplikasi yang terjadi dapat menyebabkan komplikasi
lain, kegagalan satu fungsi organ dapat menyebabkan kegagalan fungsi
organ yang lain.33

Universitas Indonesia
20

Stroke merupakan faktor risiko fraktur panggul. Osteoporosis yang


terjadi pasca stroke berkaitan dengan kondisi imobilitas akibat hemiplegi
atau hemiparese. Kondisi stroke juga menyebabkan instabilitas dan
penurunan kekuatan otot, sehingga meningkatkan risiko jatuh.
Diperkirakan sekitar 40% terjadi kejadian jatuh dala 1 tahun pertama pasca
stroke.34
Diabetes Melitus (DM) merupakan merupakan faktor risiko untuk
terjadinya fraktur panggul. Wanita dengan DM memiliki risiko tiga kali
lebih besar untuk mengalami fraktur panggul, risiko tersebut meningkat
menjadi enam kali pada pria. DM menyebabkan penurunan densitas massa
tulang. Risiko DM tipe 2 sebesar 1,2 kali, dan pada DM tipe 1, risiko
fraktur panggul meningkat menjadi dua belas kali.34
The Charlson co-morbidity index atau Charlson Score merupakan
suatu sistem skor untuk memprediksi mortalitas dengan berdasar data
sekunder morbidtas yang dinilai dengan bobot angka. Metode ini
dikembangkan berdasar kohort dari 604 pasien rumah sakit di Amerika
Serikat untuk memprediksi kematian satu tahun dan divalidasi dalam
kohort dari 685 wanita dengan kanker payudara diikuti selama 10 tahun.
Nilai skor CCI adalah berdasar dari bobot 19 kondisi klinis dari 30
komorbiditas klinis penting yang ditentukan berdasar risiko relatif
kematian 1 tahun dengan proposional model hazard lebih besar dari 1,2.
Setiap kondisi komorbid dilakukan pembobotan skor 1, 2, 3 atau 6
bergantung pada risiko kematian terkait dengan kondisi komorbidnya.
Kemudian hasilnya dijumlahkan dan diberi skor total untuk memprediksi
kematian. Penilaian bobot kondisi klinis adalah, bobot 1: infark miokard,
gagal jantung kongestif, penyakit pembuluh darah perifer, demensia,
penyakit serebrovaskular, penyakit paru kronis, penyakit jaringan ikat,
ulkus peptikum, penyakit hati kronis, diabetes; bobot 2 : Hemiplegia,
penyakit ginjal sedang atau berat, diabetes dengan komplikasi target organ,
tumo, limfoma, leukemia; bobot 3: penyakit hati sedang atau berat. Bobot
6 : metastasis tumor solid, AIDS.35

Universitas Indonesia
21

2.5.4 Status kognitif


Didapatkan penurunan fungsi kognitif setiap peningkatan lima tahun
usia setelah seseorang menginjak usia 65 tahun dan penurunan mencapai
40-50% pada usia 90 tahun. Disfungsi kognitif didefinisikan sebagai
gangguan dalam proses mental pasien yang berhubungan dengan
kemampuan pikir, penalaran, dan penilaian. Keterbatasan pada fungsi
kognitif dapat menyebabkan hilangnya kemampuan otonomi dalam
menjalankan fungsi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari.36
Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara obyektif antara lain
dapat dilakukan dengan pemeriksaan the Mini-Mental State Examination/
MMSE, dengan menilai 5 area kemampuan orientasi, registrasi, atensi dan
kalkulasi, mengingat, dan kemampuan berbahasa. Skor total 0-30 (lihat
Lampiran 1). Keterbatasan MMSE adalah sulit dilakukan pada pasien
dengan gangguan penglihatan dan pendengaran terhadap respon verbal,
membaca dan menulis. Dengan pembagian klasifikasi disfungsi kognitif
adalah normal dengan skor 24-30, ringan bila skor 18-24, berat dengan
skor 0-17.36
Pasien dengan gangguan fungsi kognitif memiliki peningkatan risiko
fraktur yang berhubungan komplikasinya dan peningkatan risiko
kematian. Disfungsi kognitif, demensia, penyakit Alzheimer
meningkatkan risiko jatuh dan fraktur panggul karena individu dengan
gangguan kognitif kehilangan kemandirian dan motivasi dalam mobilitas.
Gangguan mobilitas pada pasien demensia merupakan faktor risiko yang
bermakna untuk terjadi fraktur panggul.13 Penurunan kognitif juga
menyebabkan tatalaksana rehabilitasi pemulihan fungsional pasca
operatif menjadi kurang efektif. Selain itu pasien usia lanjut dengan
demensia yang mengalami fraktur panggul merupakan faktor risiko untuk
terjadinya delirium.37
Studi pada 213 pasien usia lanjut rerata 84 tahun dengan fraktur
panggul menunjukkan bahwa status kognitif yang rendah merupakan
prediktor kematian dalam tahun pertama.38 Studi The Health and
Nutritional Promotion Program for Patients with dementia (NutriAIz)

Universitas Indonesia
22

menunjukkan bahwa peningkatan risiko malnutrisi yang dinilai dengan


Mini Nutritional Asessment (MNA) berhubungan dengan peningkatan
gangguan kognitif, p≤0.0001.39 Studi potong lintang pada 3 panti usia
lanjut di Kairo, dengan 120 subjek usia > 60 tahun, mendapatkan pada
analisis regresi logistik hubungan antara gangguan kognitif dan MNA.40
Studi SENECA juga menunjukkan bahwa status kognitif yang dinilai dg
MMSE berasosiasi kuat dengan status nutrisi yang dinilai dengan MNA.
Usia lanjut dengan MMSE kurang dari 24, memiliki 2 kali risiko lebih
tinggi untuk risiko malnutrisi.41

2.5.5 Status fungsional


Perubahan status fungsional sering didapatkan pada usia lanjut
dengan beragam sebab, antara lain perubahan seiring proses menua, faktor
sosial, dan komorbiditas. Mobilitas menggambarkan kemampuan
fungsional seseorang dalam interaksinya dengan lingkungannya,
merupakan fungsi dasar seseorang untuk kemandirian dan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari.22 Penurunan kemampuan fungsional
menyebabkan keterbatasan dalam kemampuan seorang usia lanjut
melakukan AKS. Penurunan AKS menyebabkan penurunan kemandirian.
Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengkaji status fungsional
adalah dengan indeks AKS Barthel yang membedakan antara kemampuan
mandiri dan ketergantungan pada aktivitas hidup sehari-hari yaitu pada
fungsi sosiobiologi dalam aktivitas: mandi, memakai baju, kegiatan di
kamar kecil, transfer, merawat diri, kontinensi, mobilisasi dan makan. Skor
total 0-20 (lihat Lampiran 2).
Studi SENECA yang dilakukan pada tiga fase rentang waktu tahun
1983-1999 di 10 kota di 9 negara Eropa pada 621 usia lanjut (288 pria dan
339 wanita) usia 80-85 tahun menunjukkan status fungsional yang dinilai
dengan AKS berasosiasi kuat dengan status nutrisi yang dinilai dengan
MNA. Usia lanjut dengan penurunan AKS memiliki 2 kali risiko lebih
tinggi untuk risiko malnutrisi.41 Studi potong lintang status nutrisi di
Mongolian pada 392 pria dan 815 wanita usia lanjut, rerata usia 68,1

Universitas Indonesia
23

tahun, mendapatkan hubungan antara MNA dengan AKS Barthel dan


IADL.42 Studi kohort selama 4 tahun pada populasi usia lanjut di Taiwan,
2872 pria dan wanita usia lebih dari 65 tahun, menunjukkan bahwa
ketergantungan fungsional yang dinilai dengan AKS dan status nutrisi
yang dinilai dengan MNA, saling melengkapi sebagai prediktor mortalitas
pada usia lanjut.43

2.5.6 Status Nutrisi


Sejumlah studi menunjukkan bahwa laju kematian tinggi pada usia
lanjut dengan malnutrisi dibandingkan pada nutrisi baik. Penilaian nutrisi
yang dinilai dengan MNA menunjukkan bahwa risiko mortalitas
meningkat tujuh kali pada kelompok usia lanjut dengan malnutrisi,
meningkat 2,5 kali pada kelompok berisiko malnutrisi dibandingkan pada
kelompok nutrisi baik, pada studi longitudinal pada 2.802 usia lanjut >65
tahun di Taiwan.43 Studi pada 208 usia lanjut usia >65 tahun pada institusi
perawatan jangka panjang di Taiwan, laju mortalitas dalam 6 bulan pada
8,7% pada kelompok usia lanjut dengan malnutrisi, sebesar 3,9% pada
kelompok berisiko malnutrisi, dan 0% pada kelompok nutrisi baik.44
Study of Osteoporotic Fracture pada 6.754 wanita kulit putih, usia
di atas 65 tahun yang diikuti hingga 6 tahun, menunjukkan bahwa
perubahan status nutrisi yang ditandai penurunan berat badan akan
meningkatkan risiko terjadinya fraktur pamggul. Setiap penurunan 10%
Berat Badan dengan adjusted Usia akan meningkatkan risiko fraktur
dengan RR 1,68 (IK95%,1,17-2,41).45
Dengan MNA, risiko malnutrisi dapat teridentifikasi sebelum terjadi
penurunan berat badan dan kadar protein serum. Sehingga pada studi
potong lintang tidak menunjukkan adanya hubungan antara MNA dan
kadar albumin.46 Pada studi MNA yang dilakukan pada pasien usia lanjut
pada 43 wanita usia 60-103 tahun pada bangsal Orthopedi RS Royal
Surrey County di Inggris. Studi mengkaji hubungan kadar albumin dengan
MNA, menunjukkan MNA <17 terhadap kadar albumin memiliki
sensitivitas 27% spesifisitas 66%. Pada nilai MNA ≤ 23,5 terhadap kadar

Universitas Indonesia
24

albumin memiliki sensitivitas 75% spesifisitas 37%.47 Studi di Teheran,


pada 221 subject usia lanjut menunjukkan pada MNA malnutrisi hanya
2,3% memiliki kadar albumin normal dan berat badan ideal, pada MNA
risk malnutrisi hanya 17,1% memiliki kadar albumin normal dan berat
badan ideal, dan pada MNA nutrisi baik didapatkan 80,6% memiliki kadar
albumin normal dan berat badan ideal. Didapatkan hubungan antara MNA
dengan berat badan, namun tidak didapatkan hubungan antara MNA
dengan kadar albumin. Pada nilai ambang MNA 23,5 terhadap kadar
albumin rendah memiliki sensitifitas 82% spesifisitas 63%, dengan nilai
duga positif 35%, nilai duga negatif 89%.48
Penapisan, asesmen dan pemantauan status nutrisi merupakan bagian
dari pengelolaan pasien usia lanjut secara paripurna. MNA merupakan alat
screening (penapisan) dan asesment (pengkajian) risiko malnutrisi pada
usia lanjut. MNA dapat digunakan pada komunitas dan maupun pada usia
lanjut yang mendapat perawatan di rumah sakit. MNA terdiri atas 2 (dua)
tahap bagian yaitu penapisan dan asesmen. Penapisan malnutrisi terdiri
dari 6 hal yang mencakup perubahan asupan makanan, perubahan berat
badan, kemampuan mobilitas, menderita penyakit/stres dalam 3 bulan
terahkir, problem neuropsikologis dan status kognitif, dan Indeks Massa
Tubuh (IMT), dengan skala kisaran skor 0-14. Bila pasien berisiko tinggi
(nilai ≤ 11) diperlukan penilaian nutrisi lebih lanjut untuk menentukan
derajat malnutrisi dan rencana terapi nutrisi yang sesuai. Penilaian risiko
nutrisi yang telah divalidasi dengan baik diperlihatkan dalam bagian kedua
dari mini nutritional assesment. Skala penilaiannya terdiri dari 12 hal yang
mencakup pengukuran antropometri (lingkar lengan atas dan lingkar
betis), perilaku makan, faktor-faktor global (lingkungan tempat tinggal,
penggunaan obat, luka tekan, dan subjektif penilaian diri terhadap kondisi
nutrisi dan status kesehatan. Skor maksimal pada bagian kedua ini adalah
16 sehingga nilai maksimal skor penapisan dan penilaian nutrisi dengan
MNA ini berjumlah 30, skor 24-30 menunjukkan tidak ada risiko nutrisi,
17-23,5 berisiko nutrisi, dan < 17 berisiko tinggi malnutrisi atau mungkin

Universitas Indonesia
25

malnutrisi. Diperlukan waktu sekitar 10-15 menit untuk menyelesaikan


MNA.49

2.5.7 Tata Laksana fraktur panggul


Setelah mengalami fraktur panggul, baik dilakukan tindakan medik
operatif maupun tindakan medik konservatif berupa traksi dan tirah baring
di Rumah sakit, pasien usia lanjut tersebut tetap akan mempunyai risiko
kematian dan hilangnya kemandirian fungsional dalam ambulasi. Saat ini
tata laksana operatif pada fraktur panggul merupakan standar
penatalaksanaan untuk memungkinkan mobilisasi awal dan kembali pada
kemandirian. Namun kondisi komorbid yang menyertai dengan toleransi
operasi yang berat menyebabkan tidak semua pasien fraktur panggul dapat
menjalani tatalaksana operatif. Selain itu alasan sosial ekonomi
menyebabkan sebagian pasien usia lanjut memilih tidak melakukan
tatalaksana medis di Rumah Sakit.
Tatalaksana operatif pada usia lanjut dapat mengakibatkan masalah
tersendiri terkait perubahan fisiologis pada usia lanjut serta komorbitas
yang menyertai, sehingga risiko pembedahan yang meningkat akan
menentukan kondisi pasca pembedahan. Tehnik operasi, pengalaman
operator, tindakan anestesi, lama fraktur hingga tindakan bedah
menentukan pula keberhasilan tatalaksana pembedahan. Tatalaksana peri
dan post operatif dengan transfusi darah, tatalaksana trombosis vena dalam
dan emboli paru juga merupakan faktor penting dalam risiko mortalitas
pada usia lanjut dengan fraktur panggul.5,50
Terdapat satu metaanalisis yang dilakukan oleh Handol dan Parker
(2008) yang merupakan hasil up date telaah sistematis tahun 2000.
Metaanalisis tersebut mengevaluasi tata laksana konservatif dan tata
laksana operatif pada fraktur panggul yang mencakup 5 uji klinis dan
melibatkan 428 usia lanjut. Hasil menunjukkan bahwa tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antara terapi konservatif dan operatif terhadap
komplikasi medik, mortalitas dan nyeri berkepanjangan.50

Universitas Indonesia
26

Satu studi di Singapura membandingkan 25 pasien fraktur


panggul (4 fraktur ekstrakapsular, 3 displaced dan 21 fraktur intrakapsular,
5 displaced) pada kelompok terapi konservatif dan 22 pasien (11 fraktur
ekstrakapsular dan 11 fraktur intrakapsular) pada kelompok terapi operatif
fraktur panggul tehadap keluaran fungsional dan mortalitas 30 hari dan 1
tahun. Empat belas dari kelompok non operatif mandiri sebelum fraktur,
dan hanya 9 yang kembali kemandiriannnya pasca fraktur. Pada kelompok
operatif, didapat 16 pasien mandiri sebelum fraktur dan kembali mandiri
pasca fraktur pada 11 pasien. Mortalitas 1 bulan 4/21 pada non operatif
dan 1/20 pada kelompok operatif. Mortalitas 1 tahun 7/21 pada non
operatif dan 5/20 pada kelompok operatif. Walau secara statistik tidak
didapatkan perbedaan bermakna mobilitas dan mortalitas pada kedua
kelompok, Fisher exact test, p >0,05, namun secara klinis didapatkan
kemandirian yang lebih baik dan mortalitas yang lebih rendah pada
tindakan operatif dibandingkan non operatif.51

Universitas Indonesia
27

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian

Universitas Indonesia
28

Keterangan kerangka teori:


- Pada usia lanjut, terjadi perubahan-perubahan fisologis seiring dengan
proses menua, menyebabkan menurunnya kapasitas cadangan fungsional
baik tingkat seluler maupun tingkat organ. Kondisi multipatologi yang
dijumpai bersifat kronik degeneratif. Selain akibat proses menua, komorbid
multipalogi yang menyertai meyebabkan penurunan status fungsional
menyebabkan risko jatuh dan problem nutrisi. Yang kesemuanya
menyebabkan seorang usia lanjut yang semakin bertambahnya usia menjadi
lebih berisiko mengalami mengalami fraktur panggul.
- Pada usia lanjut dengan fraktur panggul dibandingkan tanpa fraktur panggul
akan memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi. Risiko mortalitas ini
terkait dengan kondisi risiko yang menyebabkan seorang usia lanjut
mengalami fraktur panggul maupun dampak akibat dari fraktur panggul itu
sendiri.
- Pendekatan pada pasien usia lanjut memerlukan asesmen geriatri secara
menyeluruh dengan melihat status fisik-medik, status kognitif, status
mental, status fungsional dan status nutrisi, serta status sosial ekonomi.
- Pemilihan faktor prediktor usia, jenis kelamin, komorbiditas, status kognitif,
status fungsional dan status nutrisi berdasarkan studi literatur yang
mendukung hubungan antara variabel prediktor tersebut dengan mortalitas
pada fraktur panggul.
- Pilihan tatalaksana fraktur panggul adalah tatalaksana medik operatif dan
non operatif yang bertujuan mengembalikan seorang usia lanjut ke mobilitas
sebelum fraktur. Tidak semua pasien usia lanjut dengan fraktur panggul
yang datang ke Rumah Sakit dapat menjalani tindakan medik operatif dan
konservatif orthopedi, sebagian pasien tidak dapat menjalanai tindakan
operatif terkait kondisi komorbidnya dan sebagian tidak mau menjalani
tatalaksana medis di Rumah Sakit dan memilih pulang.
- : Variabel yang diteliti

Universitas Indonesia
29

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN BATASAN OPERASIONAL

3.1. Bagan Kerangka Konsep

Usia ≥ 60 tahun
Mortalitas
Jenis kelamin
dalam 6 bulan
Komorbiditas yang dinilai denga CCI
pada fraktur
Status kognitif yang dinilai dengan MMSE
panggul
Status fungsional yang dinilai dengan AKS-Barthel
Status Nutrisi yang dinilai dengan MNA
Tata laksana

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Batasan Operasional


3.2.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung :
Variabel bebas pada penelitian ini adalah :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Komorbiditas
4. Status kognitif yang dinilai dengan MMSE
5. Status fungsional yang dinilai dengan AKS-Barthel
6. Status nutrisi yang dinilai dengan MNA
7. Tata Laksana

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah :


1. Mortalitas 6 bulan

29
Universitas Indonesia
30

3.2.2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Skala Keterangan


pengukuran
Fraktur Jika didapatkan keluhan riwayat Anamnesis, -
panggul jatuh dengan gambaran radiologis pemeriksaan
fraktur intrakapsular femur (fraktur fisik,radiologis
leher femur), atau fraktur dan diagnosis
ekstrakapsular femur ( fraktur berdasar rekam
intratrokanter, fraktur subtrokanter ). medik
Usia Usia responden saat fraktur dalam Data sekunder Numerik Dikelompokkan :
tahun, dihitung dari tanggal lahir rekam medik 1. Usia ≥ 8o tahun
yang tercantum atau data yang 2. Usia < 80 tahun
tercantum dalam rekam medik
pasien saat MRS.
Jenis kelamin Keadaan tubuh responden yang Data sekunder Nominal Dibedakan:
dibedakan secara fisik dan biologis rekam medik 1. pria
berdasarkan organ genitalia Dikelompokkan: 2. wanita.
eksternal, yang tercantum di rekam 1. pria
medik 2. wanita.
Komorbiditas Jumlah penyakit kronik degeneratif Data sekunder kategorik Dikelompokkan:
yang menyertai usia lanjut dan rekam medik 1.CCI≥2
dilakukan skor nilai berdasar 2.CCI<2
Charlson Comorbiditas Indeks yaitu:
bobot 1: infark miokard, gagal
jantung kongestif, penyakit
pembuluh darah perifer, demensia,
penyakit serebrovaskular, penyakit
paru kronis, penyakit jaringan ikat,
ulkus peptikum, penyakit hati kronis,
diabetes; bobot 2 : Hemiplegia,
penyakit ginjal sedang atau berat,
diabetes dengan komplikasi target
organ, tumor, limfoma, leukemia;
bobot 3: penyakit hati sedang atau
berat; bobot 6 : metastasis tumor
solid, AIDS (Charlson, 1987).
Diagnosis komorbiditas berdasar
diagnosis ICD di rekam medis.
Status Kognitif Penapisan adanya gangguan faal Data sekunder kategorik Dikelompokkan:
kognitif secara obyektif dilakukan rekam medis 1. MMSE <18
dengan pemeriksaan the Mini- dan Wawancara 2. MMSE ≥18
Mental State Examination (MMSE),
dengan menilai kemampuan
orientasi, registrasi, atensi dan
kalkulasi, mengingat, dan
kemampuan berbahasa. Skor total
0-30. Tanpa disfungsi (24-30),
disfungsi ringan (18-24), disfungsi
berat (0-17), (lihat lampiran 1)

Universitas Indonesia
31

Variabel Definisi Cara Skala Keterangan


pengukuran
Status Status fungsional dinilai dengan Data sekunder kategorik Dikelompokkan
Fungsional pra Indeks Barthel pada AKS, rekam medis 1. AKS sedang-
fraktur membedakan antara kemampuan dan Wawancara berat
mandiri dan ketergantungan pada 2. AKS mandiri-
aktivitas hidup sehari-hari yaitu ringan
pada fungsi sosiobiologi dalam
aktivitas : mandi, memakai baju,
kegiatan di kamar kecil, transfer,
merawat diri, kontinensi, mobilisasi
dan makan. Skor total 0-20. AKS
mandiri: 19-20, ringan 13-18,
sedang 9-12, berat 5-8, total 0-4
(lihat lampiran 2)
Status Nutrisi Status nutrisi dinilai dengan MNA. Data sekunder kategorik Dikelompokkan:
MNA merupakan alat screening rekam medis 1.malnutrisi
(penapisan) dan asesment dan Wawancara 2. baik- -risk
(pengkajian) risiko malnutrisi pada
usia lanjut. MNA terdiri atas 2 (dua)
tahap bagian yaitu penapisan dan
asesmen. Bila pada penapisan
pasien berisiko tinggi (nilai ≤ 11)
dilanjutkan bgaian kedua asessmen
nutrisi, skor maksimal asesmen
adalah 16, nilai maksimal skor
penapisan dan asesmen nutrisi
dengan MNA berjumlah 30, skor 24-
30 menunjukkan tidak ada risiko
nutrisi, 17-23,5 berisiko nutrisi, dan
< 17 berisiko tinggi malnutrisi atau
mungkin malnutrisi ( lihat lampiran
3).
Tata Laksana Pilihan subjek dengan fraktur Data sekunder Kategorik Dikelompokkan:
panggul yang datang ke rumah berdasar rekam 1.Tatalaksana
sakit, yang menjalani tata laksana medis medik non operatif
medik operatif oleh Orthoped di 2.Tatalaksana
RS yaitu tatalaksana medik dengan medik operatif-
tindakan operatif orthopedi. Dan
tatalaksana medik non operatif yaitu
tatalaksana medik bila pasien
dalam kondisi tidak dapat dilakukan
tindakan operatif dan atau pulang
paksa menolak tata laksana medik
di RS.

Universitas Indonesia
32

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kohort berbasis prognostic research, untuk
menentukan kemampuan prediksi Usia, Jenis kelamin, Komorbiditas,
Status Kognitif, Status Fungsional, Status Nutrisi, dan Tata Laksana
terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul.

4. 2 Tempat dan Waktu Penelitian


Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada beberapa Rumah Sakit di
Kota Jakarta, Surabaya, Padang, dan Malang pada bulan September
Desember 2012 dan subjek diikuti selama 6 bulan,

4. 3 Populasi dan Subjek Penelitian


Populasi target penelitian adalah pasien usia lanjut dengan fraktur panggul.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah subjek usia lebih dari 60 tahun
dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit. Subjek adalah
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

4. 4 Besar Sample
Untuk memperkirakan besar sampel untuk suatu prediction research tidak
terdapat rumus bakunya. Secara umum, sampel penelitian dianggap cukup
bila jumlah outcome yang terjadi (pada penelitian ini adalah mortalitas)
kurang-lebih 10 kali dari jumlah satuan prediktor yang akan diteliti.52 Pada
penelitian ini 7 prediktor yang dinilai maka jumlah outcome (kematian)
harus terjadi pada kira-kira 70 pasien. Dengan memperkirakan angka
mortalitas fraktur panggul paling tinggi dalam 6 bulan pertama paska
fraktur, sebesar 26,7% (Hu, 2012), maka pasien usia lanjut dengan fraktur
panggul yang akan diikutkan dalam penelitian ini adalah: 100/26,7 x 70
subjek = 262,17 ≈ 262 subjek.

32
Universitas Indonesia
33

4.5 Kriteria Penerimaan dan Penolakan Sampel Penelitian


Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode
consecutive sampling yaitu semua usia lanjut dengan fraktur panggul yang
datang ke RS pada periode 2011-2012 diambil sebagai sampel. Pasien
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikuti hingga 6 bulan
kemudian untuk dinilai faktor-faktor prediktor mortalitasnya.

4.5.1 Kriteria inklusi


Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Pasien berusia ≥ 60 tahun.
2. Subjek dengan diagnosis fraktur panggul yang datang ke RS.

4.5.2 Kriteria eksklusi


Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Fraktur panggul akibat kecelakaan lalu lintas.
2. Fraktur panggul akibat trauma jatuh dari ketinggian lebih dari tinggi
tubuh
3. Fraktur panggul akibat keganasan.
4. Riwayat fraktur panggul sebelumnya.
5. Didapatkan fraktur di tempat lain selain fraktur panggul.
6. Didapatkan pula fraktur pada sisi kontralateral.
7. Menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Universitas Indonesia
34

4.6 Alur Penelitian

Usila yang datang ke Rumah Sakit dengan diagnosis fraktur panggul pada kurun
waktu 2011-2012 yang memenuhi kriteria inklusi & eksklusi

Dilakukan pengambilan data primer dan atau sekunder usia, jenis kelamin,
komorbiditas dinilai berdasar CCI, status mental-kognitif yang dinilai dengan
MMSE, status fungsional yang dinilai dengan ADL, status nutrisi yang dinilai
dengan MNA, dan Tata Laksana pada saat subjek masuk Rumah Sakit

Subjek diikuti dalam 6 bulan, kemudian dihubungi via telepon dan atau
didatangi minimal 1 kali untuk mengetahui status mortalitasnya

Dilakukan analisis dan pengolahan data

4.7 Cara Kerja


Subjek penelitian diambil dari data usia lanjut yang datang ke RS di
Kota-kota besar di Indonesia tahun 2011 - 2012. Subjek usia lanjut dengan
diagnosis fraktur panggul yang memenuhi kriteria kemudian dilakukan
pengambilan data.
Data yang dikumpulkan mencakup: usia saat fraktur, jenis kelamin,
jumlah komorbiditas berdasarkan CCI, status mental-kognitif yang dinilai
dengan MMSE, status fungsional yang dinilai dengan AKS Barthel, status
nutrisi yang dinilai dengan MNA, dan pilihan tatalaksana yang dilakukan
dan dipilih subjek. Selanjutnya subjek diikuti selama 6 bulan untuk
diketahui kesintasannya. Hasil-hasil yang didapat kemudian dicatat.
Selanjutnya dinilai variabel variabel prognostik yang berhubungan dengan
mortalitas, dan dilakukan pengolahan dan analisa data.

Universitas Indonesia
35

4.8 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik
menggunakan perangkat Spss 11.5.
Analisis deskriptif berupa data kategorik disajikan dalam jumlah dan
prosentase.
Analisis bivariat dilakukan antara variabel-variabel prognostik dengan
luaran. Dari analisis bivariat ini akan didapatkan crude rasio odds (RO)
beserta interval kepercayaan (IK) 95% dan nilai p dari masing-
masingvariabel prognostik. Pengujian kemaknaan statistik dilakukan sesuai
dengan karakteristik data serta tujuan penelitian. Untuk pengujian statistik
hubungan antara dua variabel kualitatif dikotom dilakukan dengan uji Chi-
square atau Fisher exact test berdasarkan batas kemaknaan (α) sebesar 5%
dalam pengambilan kesimpulan kemaknaan statistik.53
Analisis multivariat dengan teknik regresi logistik dilakukan terhadap
seluruh variabel prediktor dengan cara memasukkan satu persatu variabel
prediktor ke dalam model regresi logistik sesuai urutan kemaknaan (nilai p)
atau RO-nya yang didapat dari analisis bivariat. Variabel yang dimasukkan
kedalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat
mempunyai nilai p lebih kecil dari 0,25. Regresi Logistik dipilih karena
variabel prognosis merupakan variabel kategorik.53,54
Model prognostik yang didapat ditentukan kualitasnya berdasarkan
statistik (kalibrasi dan diskriminasi) serta klinis. Kalibrasi dikatakan baik
apabila nilai p pada uji kalibrasi (Hosmer and Lemeshow) lebih besar dari
0,05. Diskriminasi dikatakan baik apabila nilai diskriminasi (AUC) lebih
besar atau sama dengan nilai AUC yang diharapkan. Kemampuan prediksi
mortalitas dianggap cukup baik bila AUC > 0,70 dan batas bawah interval
kepercayaan 95%-nya melebihi angka 0,50. Secara klinis dikatakan baik
apabila model tersebut mampu laksana.54 Selanjutnya dilakukan dilakukan
pembuatan model sistem skoring prediksi probabilitas mortalitas.

Universitas Indonesia
36

4.9 Etika Penelitian


Penelitian ini tidak mengandung unsur intervensi kepada penderita
yang tunduk kepada Deklarasi Helsinski. Kepada penderita dan keluarganya
telah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian serta
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini. Setelah memahami dengan
jelas, penderita atau keluarganya yang diminta nmenandatangani surat
persetujuan tidak berkeberatan untuk diikutsertakan dalam penelitian.
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dengan nomor Surat Keputusan No.
534/PT02.FK/ETIK/2012 tertanggal 3 September 2012.

Universitas Indonesia
37

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian


Pengumpulan data primer dan atau sekunder dilakukan secara
consecutive sampling berasal dari RS dr Cipto Mangunkusumo, RS Siaga
Raya, RS Fatmawati di Jakarta, RS dr Soetomo di Surabaya serta RS dr M
Jamil Padang dan RS dr Saiful Anwar Malang.
Subjek usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah
Sakit pada penelitian ini sejumlah 262 subjek terdiri dari 198 (75,57%)
wanita dan 64 (24,43%) pria. Rerata usia 73,86 tahun pada pria, dan median
75 tahun pada wanita. Dengan rentang usia subjek 60-94 tahun. Pada
penelitian ini, fraktur panggul didapatkan pada dekade 7 sejumlah 46,95%.
Jumlah wanita lebih banyak yang mengalami fraktur panggul pada tiap
dekade. Subjek fraktur panggul yang datang ke RS, pada dekade 6 sebesar
81,8% wanita sedangkan pria 18,2%. Pada dekade 7 yaitu 31,2% pria
sedangkan 62,8% wanita. Pada dekade 8, jumlah pria sebesar 19,1%,
sedangkan wanita sebesar 80,9%. Pada dekade 9, didapatkan semua subjek
adalah wanita.
Komorbiditas yang menyertai terbanyak adalah Hipertensi,
Diabetes Mellitus dan Stroke. Komorbiditas lain yang menyertai adalah
Penyakit Ginjal Kronis Sedang-Berat (23/262), Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (9/262), Decompensasi Cordis (9/262), Dementia (9/262), Hemiplegi
(6/262), Sirosis hati (3/262), Penyakit Hati Kronis (2/262), dan penyakit
pembuluh darah perifer (1/262).
Karakteristik subjek penelitian selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 5.1.

37
Universitas Indonesia
38

Tabel 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=262)


Variabel Jumlah (%)

Usia
Usia 60-69 68 (25,95)
Usia 70-79 123 (46,95)
Usia 80-89 68 (25,95)
Usia 90 - 3 (1,15)
Jenis Kelamin
Laki 64 (24,43)
Wanita 198 (75,57)
Komorbiditas
Hipertensi 142 (54,20)
Diabetes Mellitus 69 (26,34)
Cerebrovascular Disesae 31 (11,83)
Lain-lain 62 (23,66)
Tanpa komorbiditas 66 (25,19)
Jenis Fraktur
Intrakapsular 190 (72,52)
Ekstrakapsular 72 (27,48)
Komorbiditas
Skor CCI 0 132 (50,38)
Skor CCI 1 85 (32,44)
Skor CCI ≥2 45 (17,2)
Status Fungsional pra fraktur
AKS Mandiri ( 19-20) 38 (14,50)
AKS Ringan (12-18) 180 (68,70)
AKS sedang ( 9 -11) 36 (13,74)
AKS Berat (5 - 8) 8 (3,06)
Status kognitif
MMSE 25-30 120 (45,80)
MMSE 18-24 86 (32,82)
MMSE <18 / delirium 56 (21,38) / 13 (4,96%)
Status Nutrisi
Nutrisi Baik 25 ( 9,54)
Risk Malnutrisi 158 (60,30)
Malnutrisi 79 (30,16)
Tatalaksana
Operatif 178 (67,94)
Non operatif 84 (32,06)
Toleransi operasi berat 23 (8,78)
Pulang Paksa 61 (23,28)

Universitas Indonesia
39

5.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Mortalitas 6 bulan pada


Usia Lanjut dengan Fraktur Panggul
Subjek diikuti selama 6 bulan untuk menentukan mortalitas dalam 6
bulan. Status Mortalitas ditentukan dengan melihat hidup dan mati dalam
6 bulan pada subjek usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke
RS. Sebanyak 57 dari 262 orang subjek (21.8%) mengalami mortalitas
dalam 6 bulan.

Tabel 5.2. Status Mortalitas dalam 6 Bulan


Variabel Luaran Jumlah Prosentase

Mortalitas dalam 6 bulan Hidup 205 78,2


Mati 57 21,8

5.2 Analisis Bivariat faktor-faktor prediktor mortalitas dalam 6 bulan pada


usia lanjut dengan fraktur panggul
Tahapan analisis dilakukan untuk melihat kemampuan faktor-faktor
prediktor dalam memprediksi mortalitas. Pertama, melakukan analisis
bivariat chi square karena variabel bebas pada penelitian ini adalah
variabel kategorik. Kedua, melakukan seleksi variabel yang masuk
kedalam analisis regresi logistik yaitu variabel yang pada analisis bivariat
mempunyai nilai p<0,25. Ketiga, melakukan analisis multivariat regresi
logistik, dengan metode backward. Keempat, interpretasi model akhir
prediksi.
Tujuan analisis bivariat adalah untuk menyeleksi apakah suatu
variabel prognostik akan dimasukkan kedalam analisis multivariat ataukah
tidak. Dilakukan uji Chi square untuk analisis bivariat antar variabel-
variabel prediktor dengan status mortalitas dalam 6 bulan.

Universitas Indonesia
40

Tabel 5.3. Hasil Analisis Bivariat antara Semua Variabel Prediktor dengan
Mortalitas dalam 6 Bulan pada Subjek Usia Lanjut dengan Fraktur
Panggul
Mortalitas 6 bulan

Variabel Hidup Mati p OR IK95%,

N % n % Min Max

Usia Usia ≥ 80 47 66,2 24 33,8 0.004 2,445 1,317 4,538

Usia < 80 158 82,7 33 18.3

Jenis Kelamin Laki 46 71,9 18 28,1 0.155 1,595 0,835 3,049

Wanita 159 80,3 39 19,7

Tatalaksana Non operatif 52 61,9 32 38,1 0.000 3,766 2,045 6,935

Operatif 153 86 25 14

Komorbiditas CCI≥2 23 51,1 22 48,9 0.000 4,974 2,051 9,891

CCI <2 182 83,9 35 16,1

Status fungsional AKS <12 30 68,2 14 31,8 0.076 1,899 0,927 3,889

AKS ≥ 12 175 80,3 43 19,7

Status Kognitif MMSE < 18 29 51,8 27 48,2 0.000 5,462 2,847 10,48

MMSE ≥18 176 85,4 30 14,6

Status Nutrisi Malnutrisi 40 50,6 39 49,4 0.000 8,938 4,635 17,235

Normal-risk 165 90,2 18 9,8

Syarat suatu variabel masuk ke dalam analisis multivariat adalah nilai pada
analisis bivariat lebih kecil dari 0,25. Berdasarkan hasil analisis bivariat
(tabel 5.2), variabel yang memenuhi syarat untuk masuk ke dalam analisis
multivariat adalah semua prediktor yaitu Jenis Kelamin, Usia, Tata
Laksana, Komorbiditas, Status Kognitif, Status Fungsional, dan Status
Nutrisi.

5.2.2 Analisis multivariat faktor-faktor predikor Mortalitas dalam 6 bulan


pada usia lanjut dengan fraktur panggul
Pada analisis multivariat dilakukan analisis dengan menambahkan
faktor prediktor terhadap faktor prediktor yang lain (Tabel 5.4) untuk
melihat perubahan Ratio Odds variabel prediktor. Dan dilakukan regresi

Universitas Indonesia
41

logistik dengan metode backward stepwise. Pada akhir analisis metode


backward, status kognitif dan status fungsional dikeluarkan dari
perhitungan analisis, dengan hasil sesuai tabel 5.5.
Pada hasil akhir analisis, variabel yang bermakna mempunyai nilai
prognostik sebagai model prediktor mortalitas dalam 6 bulan pada Usia
lanjut dengan fraktur panggul adalah Variabel Usia, Jenis kelamin, Tata
Laksana, Komorbiditas, dan Status Nutrisi (p<0.05). Variabel Status
Kognitif dan Status Fungsional tidak mempunyai nilai prognostik yang
bermakna sebagai model prediktor, dan keluar dari analisis.
.
Tabel 5.4 Rasio Odds dan Interval Kepercayaan 95% dari Setiap Faktor
Prediktor dan Perubahannya Pada Penambahan Setiap Faktor Prediktor
Lain Terhadap Mortalitas dalam 6 Bulan

No Faktor Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5 Blok 6 Blok 7


(OR;IK95 (OR;IK95 (OR;IK95 (OR;IK95 (OR;IK95 (OR;IK95 (OR;IK95%,
Prediktor
%,) %,) %,) %,) %,) %,) )

1 Jenis 1,59 1,79 1,752 1,87 2,36 2,41 2,45


Kelamin (0,84-3,05) (0,92-3,49) (0,86-3,59) (0,90-3,85) (1,10-5,09) (1,11-5,22) (1,26-6,94)
2 Usia 2,61 3,34 3,12 3,13 3,11 3,62
(3,89-9,89) (1,68-6,62) (1,54-6,31) (1,51-6,47) (1,50-6,43) (1,66-7,93)
3 Komorbidit 6,053 5,73 4,68 4,77 5,278
as (2,96-12,62) (2,67-12,34) (2,11-10,34 (2,14-10,64) (2,236-12,46)
4 Tatalaksana 3,53 2,537 2,57 2,37
(1,83-6,83) (1,26-5,13) (1,27-5,20) (1,10-5,12)
5 Status 3,59 3,73 1,94
Kognitif (1,68-7,68) (1,70-8,21) (0,81-4,65)
6 Status 0,844 0,837
Fungsional (0,35-2,00) (0,326-2,15)
7 Status 7,952
Nutrisi (3,62-17,50)

Universitas Indonesia
42

Tabel 5.5. Variabel Prediktor dalam Analisis Multivariat Metode Backward


Stepwise

95% IK

B Sig. Exp(B) Bawah Atas


a
Step 3 Kategori_MNA(1) 2.230 .000 9.296 4.352 19.855

Kategori_CCI2(1) 1.753 .000 5.773 2.512 13.265

Kategori_tatalaksana(1) 1.025 .006 2.788 1.343 5.786

kategori_usia_80(1) 1.300 .001 3.670 1.682 8.009

kategori_jeniskelamin(1) .988 .019 2.685 1.176 6.130

Constant -3.791 .000 .023

Persamaan logistik yang diperoleh dari model prediktor


berdasarkan tabel 5.5 adalah:
y = a+b1x1 +b2x2 +..... bixi
Y = -3.791 + 1.3x kategori usia + 0.988 x jenis kelamin + 1,205 x jenis
tindakan + 1,753 x kategori CCI + 2,230 x kategori MNA. (5.1)
Berdasar hasil analisis multivariat, performa model prediktor dari
aspek kalibrasi dengan uji hosmer lameshow didapatkan p=0,589,
menunjukkan model prediktor terkalibrasi baik p>0,05. Performa
diskriminasi model prediktor dinilai dengan analisis ROC. Hasil analisis
menunjukkan bahwa model prediktor mempunyai nilai AUC sebesar 0.860
(IK95%, 0.804-0.916).

Universitas Indonesia
43

Gambar 5.1. Kurva ROC model prediktor

5.3 Model Sistem Skoring Predikor Mortalitas dalam 6 bulan pada usia
lanjut dengan fraktur panggul
Tujuan dari penelitian prognostik adalah mendapatkan model yang
dapat memprediksi keluaran. Maka dibuatlah suatu sistem skoring yang
dapat digunakan sebagai model prediksi mortalitas dalam 6 bulan pada usia
lanjut dengan fraktur panggul. Dalam membuat sistem skoring ini, maka
dilakukan perhitungan seperti yang tertera dalam Tabel 5.6 di bawah ini.
Selanjutnya melalui proses sistem skoring (Tabel 5.7), diperoleh sistem
skor.
Tabel 5.6. Langkah Pembuatan Sistem Skoring

B SE B/SE (b/SE)/2,371 Pembulatan

Usia 1,3 0,398 3,266 1,378 1


Sex 0,998 0,421 2,371 1 1
Tatalaksana 1,025 0,372 2,755 1,162 1
Komorbiditas 1,753 0,424 4,134 1,744 2
Status Nutrisi 2,23 0,378 5,899 2,488 2

Universitas Indonesia
44

Tabel 5.7. Skor setiap Kategori Variabel Prediktor


Variabel Kategori Skor
Usia Usia ≥ 80 1
Usia <80 0
Jenis kelamin Laki 1
Wanita 0
Tindakan Non Operatif 1
Operatif 0
Komorbiditas CCI ≥ 2 2
CCI <2 0
Status Nutrisi Malnutrisi 2
Normal-Risk 0

Pada analisis didapatkan bahwa skor 0 didapatkan pada 70 subjek, skor 1


pada 62 subjek, skor 2 pada 49 subjek, skor 3 pada 34 subjek, skor 4 pada 34
subjek, skor 5 pada 9 subjek dan skor 6 pada 4 subjek. Dari skor yang
didapat, kemudian ditentukan sensitifitas, spesifitas, NDP (Nilai Duga
Positif)) dan NDN (Nilai Duga Negatif) dari ambang skor yang dianggap
bermakna secara klinis (Tabel 5.8).

Tabel 5.8. Skor Prognostik Mortalitas 6 Bulan Pasien Usia Lanjut dengan
Fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit

Skor Sensitivitas Spesifisitas NDP 1-NDN


ambang N (%) (%) (%) (%)

≥1 192 96 33 29 3

≥2 130 89 61 39 5

≥3 81 81 83 57 6

≥4 47 51 91 62 13

≥5 13 19 99 85 18

Universitas Indonesia
45

Berdasarkan Tabel 5.8 tersebut didapatkan bahwa pada ambang


skor yang sensitifitas tinggi namun spesifititas yang cukup baik adalah pada
skor ≥3. Pada ambang ini NDP adalah 57% yang artinya probablititas subjek
benar-benar mengalami mortalitas dalam 6 bulan adalah sebesar 57%
dengan skor ≥3.

5.4 Validasi Internal


Untuk menguji apakah persamaan sistem skoring ini dapat
digunakan di populasi dengan karakteristik yang sama dengan karakteristik
subjek penelitian ini namun dalam jumlah yang lebih besar, maka dilakukan
validasi internal dengan metode bootstrapping. Bootstrapping dilaksanakan
dengan bantuan program SPSS 19. Data diambil dari kumpulan subjek
penelitian namun data subjek yang sudah terambil akan dikembalikan lagi
dan diacak untuk diambil lagi, sampai keseluruhan data subjek yang diambil
mencapai 1000. Hasil bootstraping, performa model prediktor dari aspek
kalibrasi dengan uji hosmer lameshow didapatkan p=0,780, menunjukkan
model prediktor terkalibrasi baik.

Universitas Indonesia
46

BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subjek Peneltian.


Subjek usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah
Sakit pada penelitian ini sejumlah 262 subjek terdiri dari 75,57% wanita
dan 24,43% pria. Rerata usia 73,86 tahun pada pria, dan median 75 tahun
pada wanita. Dengan rentang usia subjek 60-94 tahun. Pada penelitian ini,
fraktur panggul didapatkan lebih banyak pada dekade 7. Walaupun subjek
pada dekade 8 ke atas hanya 27,1%, namun jumlah tersebut tetap lebih besar
dari jumlah subjek fraktur panggul pada dekade 6. Subjek didapatkan sekitar
tiga kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria tanpa melihat
faktor usia, dan konstan lebih banyak wanita daripada pria pada tiap
dekadenya,
Angka kejadian fraktur panggul bervariasi antar populasi satu
dengan yang lain. Benetos (2007), melakukan suatu telaah sistematis yang
menilai faktor risko fraktur panggul yang dilakukan berdasarkan literatur
tahun 1985-2005. Sekitar 80% fraktur panggul terjadi pada wanita usia > 70
tahun, dan 50% pada pria usia > 70 tahun. Rerata usia fraktur panggul
adalah 78 tahun pada pria dan 81 tahun pada wanita.34 Studi Green (2010)
di Irlandia, yang membandingkan kejadian fraktur panggul terhadap
peningkatan populasi usia lanjut dalam kurun 10 tahun pertama (1987-
1996) dan 10 tahun kedua (1997-2006), mendapatkan bahwa angka kejadian
fraktur panggul pada usia 65-69 tahun konstan lebih rendah dibandingkan
pada usia 70-79 tahun dan usia > 80 tahun. Seiring peningkatan populasi
usia lanjut, kejadian fraktur panggul tinggi pada usia > 80 tahun.27
Didapatkan insiden fraktur panggul adalah dua kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria, dengan atau tanpa memperhatikan faktor usia.
Penjelasan hal tersebut adalah densitas massa tulang wanita lebih rendah
terkait dengan menopause, kejadian jatuh pada wanita yang lebih tinggi, dan
usia harapan hidup wanita yang lebih panjang.34

46
Universitas Indonesia
47

Komorbitas DM didapatkan pada 26,33% subjek dan Stroke pada


11,83% subjek. Hal ini sesuai dengan landasan teori bahwa DM dan
Stroke merupakan faktor risiko terjadinya fraktur panggul pada usia lanjut.
DM menyebabkan penurunan densitas massa tulang dan pada kondisi
Stroke menyebabkan instabilitas dan penurunan kekuatan otot, sehingga
meningkatkan risiko jatuh.34

6.2 Kemampuan prediksi variabel prediktor dalam memprediksi


mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur
panggul yang datang ke Rumah Sakit.
Berdasar analisis bivariat, variabel awal prediktor yaitu Usia, Jenis
Kelamin, Tata Laksana, Komorbiditas, Status Kognitif, Status Fungsional,
dan Status Nutrisi dihubungkan dengan mortalitas dalam 6 bulan. Semua
variabel prediktor memiliki p<0,25 sehingga masuk dalam seleksi untuk
dilakukan analisis multivariat. Selanjutnya berdasar analisis multivariat,
hanya variabel prediktor Usia, Jenis Kelamin, Tata Laksana,
Komorbiditas, Status Nutrisi yang memiliki hubungan bermakna dengan
mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul yang
datang ke RS (p<0.05).
Kemampuan prediksi kelima faktor prediktor yang bermakna
terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada penelitian ini dapat dilihat pada
kurva ROC dan AUC-nya. Kurva ROC dibuat dengan menggunakan
variabel predictive probability yang dihitung dari persamaan akhir regresi
logistik. Didapatkan AUC 0,86 (IK95%, 0,804-0,916) sehingga gabungan
dari faktor Usia, Jenis Kelamin, Tatalaksana, Komorbiditas dan Status
Nutrisi dapat memprediksi 86% mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut
dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit.

6.2.1 Mortalitas pada fraktur panggul


Pada penelitian ini didapatkan mortalitas dalam 6 bulan adalah
sebesar 21,8% dengan jenis fraktur yang terjadi terbanyak adalah Fraktur

Universitas Indonesia
48

Intrakapsular. Telaah sistematis berdasar data epidemiologi oleh


Abrahamsen menyebutkan mortalitas 6 bulan berkisar antara 6-23%.

6.2.2 Variabel Prediktor Usia


Kejadian jatuh pada usia lanjut meningkat pada usia lebih dari 60
tahun, insiden jatuh semakin meningkat pada usia lanjut usia 80 tahun ke
atas.1 Risiko kematian pada fraktur panggul akibat jatuh meningkat pada
usia yang lebih tua dibandingkan pada usia lebih muda.
Pada penelitian ini, Pada analisis bivariat, variabel Usia ≥ 80 tahun
memiliki risiko mengalami mortalitas lebih tinggi dibanding pada Usia<80
tahun dengan crude RO 2,445 (IK95%, 1,317-4,538). Pada analisis
multivariat, interaksi dengan variabel prediktor lain, adjusted RO
meningkat menjadi 3,670. Variabel Umur ≥ 80 tahun mempunyai
kemampuan sebagai prediktor mortalitas dalam 6 bulan.
Hal tersebut sesuai dengan data Scottish Hip Fracture Audit yang
membandingkan risiko kematian pada usia diatas 60 tahun dengan kontrol
pada usia 50-59 tahun. Hasil menunjukkan risiko kematian dengan RO
1,78 (IK95%, 0,95-0,33) pada usia 60-69 tahun, RO 3,46 (IK95%, 1,94-
6,15) pada usia 70-79 tahun, RO 5,68 (IK95%, 3,21-10,1) pada usia 80-89
tahun, dan RO 7,11 (IK95%, 3,98-12,7) pada usia di atas 90 tahun.28
Demikian pula pada Telaah Sistematis Hu (2012) mendapatkan bahwa usia
yang sangat lanjut merupakan prediktor kuat mortalitas pada fraktur
panggul. Hal ini didukung oleh 13 studi kualitas tinggi dengan 15.639
subjek, RH 2,15 (IK95%, 1,65-2,80) pada usia >80 tahun dibandingkan
<80 tahun.7

6.2.3 Variabel Prediktor Jenis Kelamin


Sejumlah literatur menyebutkan bahwa risiko mortalitas pasca
fraktur panggul pada pria lebih tinggi daripada wanita dikarenakan pria
dalam kondisi sebelum fraktur yang lebih frail dibandingkan pada wanita,
sehingga menimbulkan peningkatan risiko dalam periode pengelolaan
pasca fraktur.1

Universitas Indonesia
49

Pada penelitian ini, hasil analisis bivariat didapatkan bahwa


mortalitas pada pria yang lebih tinggi yaitu sebesar 28,1% sedangkan
pada wanita sebesar 19,7%, crude RO 0,1595 (IK95%, 0,835-3,049). Pada
akhir analisis multivariat (Tabel 5.5), tampak bahwa adjusted RO 2,685
(IK95%, 1,18-6,13). Interaksi dengan variabel faktor prediktor lain,
meningkatkan kemampuan Jenis Kelamin Pria sebagai prediktor mortalitas
(Tabel 5.4).
Didapatkan 3 subjek wanita berusia ≥90 tahun. Dua subjek wanita
usia 90 tahun tidak mengalami mortalitas dalam 6 bulan, dengan
komorbiditas CCI < 2, MNA tidak malnutrisi, dan menjalani tatalaksana
operatif. Pada satu subjek, wanita usia 94 tahun mengalami mortalitas
kurang dari 6 bulan, dengan komorbiditas CCI≥2, malnutrisi, dan
tatalaksana non operatif.
Telaah sistematis Hu (2012) mendapatkan bahwa jenis kelamin pria
berisiko lebih tinggi mengalami mortalitas dibanding wanita, didukung
oleh 12 studi kualitas tinggi dengan RH 1,70 (IK95%, 1,42-2,04) pada
15.582 subjek.7 Metaanalisis oleh Haentjess (2010), pada kelompok pria,
risiko delapan kali lipat meningkat untuk semua penyebab mortalitas
selama 3 bulan pertama pasca fraktur dilaporkan namun pada kelompok
wanita hanya mengalami peningkatan lima kali lipat selama periode
waktu yang sama. Dalam kurun 12 bulan pasca fraktur, perlahan mortalitas
menurun namun mortalitas tetap lebih tinggi pada pria dibandingkan
dengan wanita selama tahun pertama.31 Hal berbeda dari Studi Nagieb
(2009) di RS Fatmawati Jakarta Indonesia pada 70 fraktur femur usia 60-
83 tahun dengan tindakan operatif, didapatkan dari kurva Kaplan-Meier
bahwa pasien dengan jenis kelamin wanita mengalami grafik mortalitas
kurang dari 12 bulan lebih cepat dibandingkan pasien pria, p=0.001.21
Dalam telaah sistematis Abrahamsen (2009) menyebutkan bahwa
alasan peningkatan risiko kematian yang dihadapi oleh pria versus wanita
pasca fraktur panggul masih sulit untuk dijelaskan. Dua studi
menyebutkan, bahwa pria lebih memiliki risiko ASA yang lebih daripada
wanita, pria memiliki komorbiditas yang lebih berat sebelum fraktur

Universitas Indonesia
50

panggul, walaupun studi lain tidak menunjukkan hubungan antara pria


dengan komorbiditas. Satu studi menyebutkan bahwa pria berisiko
mengalami komplikasi pasca operatif yang lebih tinggi. Namun studi lain
tidak menunjukkan hubungan tersebut.6

6.2.4 Variabel Prediktor Komorbiditas


Telaah sistematis Hu (2012) menyebutkan bahwa komorbiditas
merupakan prediktor kuat preoperatif terhadap mortalitas pada fraktur
panggul, yaitu komorbiditas multipel (8 studi kualitas tinggi,5333 subjek),
penyakit diabetes (3 studi kualitas tinggi, 4077 subjek, RH 1,44 (IK95%,
1,13-1,82), dan penyakit kardiak (4 studi kualitas tinggi, 8852 subjek).7
Pada studi prospektif oleh Burgos (2008) pada 232 subjek usia diatas 65
tahun yang menjalani tindakan pembedahan fraktur panggul, kemampuan
Charlson indeks memprediksi mortalitas 90 hari pasca pembedahan, titik
potong kurva ROC sebesar 0,59 (IK95%, 0,48-0,70).12 Pada studi
retrospektif Charson Index oleh Souza (2008) di Brazil dengan
menganalisis jumlah komorbiditas, didapatkan RO 1,64 (IK95%, 0.57-
4.68) untuk mortalitas 90 hari pada pasien fraktur panggul usia lanjut
dengan skor Charlson 2, dan RO 6.53 (IK95%, 2,27-18,77) pada skor
Charlson ≥ 3.11
Pengelompokan skor CCI berdasarkan pembobotan skor
komorbiditas dari Charlson. Hipertensi, Diabetes Mellitus dan Stroke
merupakan komorbiditas terbanyak. Namun Hipertensi tidak termasuk
dalam bobot skor CCI.36 Pada penelitian ini, subjek yang datang ke RS
dengan CCI≥ 2 berisiko mengalami mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan CCI<2 dengan crude RO 4,97 (IK95%, 2,051-9,891),
sedangkan hasil akhir analisis multivariat menunjukkan peningkatan
adjusted RO menjadi 5,77 (IK95%, 2,51-13,26). Hal ini menunjukkan
adanya interaksi yang menguatkan antara komorbiditas dengan faktor
Usia, Jenis Kelamin, Status Nutrisi, dan Pilihan Tatalaksana terhadap
mortalitas dalam 6 bulan.

Universitas Indonesia
51

6.2.5 Variabel Prediktor Status Nutrisi


Pada penelitian ini, pada status nutrisi; sejumlah 69,84% subjek
dalam kategori risk malnutrisi, sejumlah 30,16% subjek dalam kategori
malnutrisi. Studi Kaiser (2010) menilai status nutrisi berdasar data dari
4507 subjek usia lanjut (75,2% wanita) di Ruang Rawat RS, Komunitas,
Nursing Home, dan Panti. Didapatkan kondisi malnutrisi sebesar 38% dari
1384 usia lanjut yang di rawat di Rumah Sakit.55
Pada Variabel Status Nutrisi, analisis bivariat crude RO
8,94(IK95%, 4,63-17,24) dengan angka mortalitas pada malnutrisi 49,4%.
Tetapi pada analisis akhir multivariat didapatkan peningkatan adjusted RO
yaitu 9,30 (IK95%, 4,35-19,856). Didapatkan adanya interaksi/hubungan
antara Status Kognitif dengan Status Nutrisi (Tabel 5.4 dan Tabel 5.5).
Saat penambahan Status Nutrisi pada Status Kognitif tampak penurunan
kemampuan Status Kognitif dan Status Nutrisi sebagai prediktor. Pada saat
analisis akhir (Tabel 5.5) dengan tidak dimasukkannya variabel Status
Kognitif, tampak adjusted RO Status Nutrisi meningkat, menunjukkan
bahwa Status Nutrisi tetap sebagai prediktor mortalitas dalam 6 bulan.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa laju kematian tinggi pada usia
lanjut dengan malnutrisi dibandingkan pada nutrisi baik. Telaah sistematis
Hu (2012) mendapatkan bahwa malnutrisi atau serum albumin rendah
merupakan prediktor mortalitas dengan bukti sedang.7 Studi longitudinal
Tsai (2010), penilaian nutrisi yang dinilai dengan MNA menunjukkan
bahwa risiko mortalitas meningkat 7 kali pada kelompok usia lanjut
dengan malnutrisi, meningkat 2,5 kali pada kelompok berisiko malnutrisi
dibandingkan pada kelompok nutrisi baik.43

6.2.6 Variabel Prediktor Tata Laksana


Untuk menyamakan talaksana fraktur panggul, pada penelitian ini
dilakukan beberapa Rumah Sakit Pendidikan di Jakarta, Surabaya,
Malamg dan Padang serta satu Rumah Sakit Swasta di Jakarta yang
banyak menangani kasus orthopedi, sehingga tatalaksana fraktur panggul
yang diberikan adalah dengan standart layanan yang sama. Pada 190

Universitas Indonesia
52

subjek dengan fraktur intrakapsular, 72,1% menjalani tatalaksana operatif,


27,9% menjalani tatalaksana non operatif. Pada 72 subjek dengan fraktur
ekstrakapsular sejumlah 56.9% menjalani tatalaksana operatif, sisanya
menjalani tatalaksanan non operatif. Mortalitas pada fraktur intrakapsular
sebesar 20,5% sedangkan mortalitas pada fraktur ekstrakapsular sebesar
25%. Secara keseluruhan sejumlah 67,94% subjek menjalani tatalaksana
medik operatif dan sejumlah 32,06% subjek menjalani tatalaksana non
operatif (sejumlah 8,78% subjek menjalani tatalaksana non operatif
karena kondisi komorbid yang menyertai, sejumlah 23,28% subjek
memilih pulang paksa). Mortalitas dalam 6 bulan pada tatalaksana non
operatif lebih tinggi dibandingkan tatalaksana operatif (38,1% vs 14%).
Hal ini nampaknya menunjukkan bahwa tatalaksana operatif menurunkan
risiko mortalitas pada fraktur panggul.
Pada analisis bivariat didapatkan crude RO 3,76 (IK95%, 2,045-
6,93), namun pada analisis multivariat didapatkan adjusted RO 2,79
(IK95%,1,34-5,79). Analisis multivariat penambahan faktor prediktor
menunjukkan adanya interaksi antara komorbiditas, status kognitif, dan
status nutrisi dan pilihan tatalaksana.

6.2.7 Variabel Prediktor Status Kognitif dan Status Fungsional


Pada analisis akhir multivariat, status fungsional dan status kognitif
tidak masuk dalam hasil akhir analisis, walau sebelumnya masuk dalam
seleksi analisis bivariat.
Pada analisis bivariat didapatkan crude RO 5,462 (IK95%, 2,84-
10,48) bila Status Kognitif diasosiasikan dengan mortalitas 6 bulan.
Tetapi pada analisis multivariat hanya didapatkan adjusted RO 1,94
(IK95%, 0,81-4,65). Penurunan RO pada variabel Status Kognitif menjadi
tidak bermakna terjadi dengan penambahan faktor Status Nutrisi. Hal ini
menunjukkan ada interaksi antara Status kognitif dan Status Nutrisi. Pada
form penapisan malnutrisi dengan MNA, status kognitif merupakan salah
satu faktor yang menentukan skor MNA.

Universitas Indonesia
53

Studi potong lintang pada 3 panti usia lanjut di Kairo, dengan 120
subjek usia >60 tahun, mendapatkan pada analisis regresi logistik
hubungan antara gangguan kognitif dan MNA.40 Studi SENECA juga
menunjukkan bahwa status kognitif yang dinilai dengan MMSE
berasosiasi kuat dengan status nutrisi yang dinilai dengan MNA.41
Pada analisis bivariat status fungsional pra fraktur, crude RO
didapatkan 1,9 (IK95%, 0,927-3,889, p=0,076). Dan ketika dimasukkan
dalam analisis multivariat adjusted RO tetap tidak dapat menunjukkan
kemampuan status fungsional pra fraktur sebagai prediktor mortalitas.
Oleh karena adanya interaksi/hubungan antara Status Fungsional dengan
variabel prediktor lain semakin melemahkan kemampuan Status
Fungsional sebagai prediktor mortaltas pada penelitian ini.
Pada studi SENECA yang dilakukan pada 3 fase rentang waktu
tahun 1983-1999 di 10 kota di 9 negara Eropa pada 621 usia lanjut (288
pria dan 339 wanita) usia 80-85 tahun, menunjukkan status fungsional
yang dinilai dengan AKS berasosiasi kuat dengan status nutrisi yang
dinilai dengan MNA.56 Usia lanjut dengan penurunan AKS memiliki 2
kali risiko lebih tinggi untuk risiko malnutrisi.40 Pada studi potong lintang
status nutrisi di Mongolian pada 392 pria dan 815 wanita usia lanjut, rerata
usia 68,1 tahun, mendapatkan hubungan antara MNA dengan AKS Barthel
dan Instrumental AKS.42

6.3 Kemampuan model sistem skoring prediksi mortalitas dalam 6 bulan


pada usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah sakit.
Skor prognosis dibuat berdasarkan model akhir dari model regresi
logistik dengan hanya memasukkan lima faktor prognosis yang bermakna,
yaitu variabel Usia, Jenis kelamin, Tatalaksana, Komorbiditas dan Status
nutrisi. Koefisen regresi dari kelima faktor prognosis tersebut digunakan
untuk menentukan skor prognosis.Masing-masing nilai skor adalah 1
untuk variabel Usia≥80 tahun, Jenis Kelamin Pria, Tata Laksana Non
Operatif, dan nilai skor 2 untuk Komorbiditas CCI≥2, dan Status Nutrisi
MNA Malnutrisi. Penentuan ambang skor yang cukup baik didapatkan

Universitas Indonesia
54

pada skor ≥3. Sejumlah 81 subjek memiliki skor ≥3 dan 46 dari 57 subjek
yang mengalami mortalitas memiliki skor ≥3. Pada skor ≥3 didapatkan
sensitifitas 81 % dan spesifitas 83 %, serta nilai prediktif positif 57%.
Artinya sebesar 81% mortalitas 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur
panggul dapat dideteksi pada skor ≥3. Dengan probablititas subjek benar-
benar mengalami mortalitas dalam 6 bulan adalah sebesar 57% pada
penelitian ini.

6.4 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian


Kelebihan pada penelitian ini adalah penelitian prognostik
pertama di Indonesia dengan variabel prediktor demografi (usia, jenis
kelamin), klinis asesmen geriatri (komorbiditas, status nutrisi), dan pilihan
tatalaksana terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut yang datang
ke Rumah Sakit. Subjek penelitian ini diambil dari beberapa pusat
pelayanan kesehatan di Indonesia dengan standard pelayanan yang serupa.
Penelitian ini berhasil menentukan kemampuan prediksi dan membuat
sistem skor prediksi mortalitas dalam 6 bulan, dengan sensitifitas dan
spesifisitas baik.
Keterbatasan penelitian ini adalah metode pengambilan subjek
tidak dilakukan secara random namun tetap dipilih metode non random
yang terbaik yaitu secara consecutive sampling yaitu semua subjek yang
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah
subyek yang diperlukan terpenuhi, dengan tehnik pengambilan data subjek
adalah data sekunder dan wawancara. Pada pengambilan data sekunder
dari rekam medis maka faktor bias tentunya tetap ada. Walaupun demikian
sedapat mungkin dilakukan konfirmasi data sekunder baik kepada dokter
yang merawat atau kepada pasien atau keluarga pasien. Selain itu
dilakukan komunikasi via telepon dan atau dikunjungi minimal 1 kali
sebelum ditentukan status mortalitasnya dalam 6 bulan. Desain penelitian
ini adalah berbasis prognostik sehingga tidak melakukakan elaborasi causa
mortalitas yang dapat menunjukkan kemaknaan secara klinis.

Universitas Indonesia
55

6.5 Generalisasi Hasil Penelitian


Seberapa jauh hasil penelitian ini bisa diaplikasikan pada populasi
yang lebih luas. Sesuai dengan prinsip representasi sampel terhadap
populasi dan teknik pengambilan sampel (sampling), maka penilaian
generalisasi dilakukan terhadap validitas interna serta validitas eksterna I
dan II.
Validitas interna suatu penelitian menunjukkan apakah hasil studi
bebas dari kesalahan acak, bias, dan perancu. Penilaian terhadap validitas
internal dilakukan dengan metode bootstraping dengan hasil tidak berbeda
dengan analisis yang dilakukan.
Untuk validitas eksterna I, penilaian dilakukan terhadap
representasi subjek yang direkrut sesuai dengan kriteria pemilihan
(intended sample) terhadap populasi terjangkau (accessible population).
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien usia lanjut dengan fraktur
panggul yang datang ke Rumah Sakit. Teknik perekrutan subjek
(sampling) dari populasi terjangkau diambil dengan melihat rekam medis
dan wawancara pasien yang memenuhi kriteria inklusi pasien usia lanjut
dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit. Berdasarkan hal
tersebut, validitas eksterna I dari penelitian ini dianggap cukup baik.
Untuk validitas eksterna II, penilaian dilakukan secara common
sense dan berdasarkan pengetahuan umum yang ada. Dalam hal ini, perlu
dinilai adalah apakah populasi terjangkau dari penelitian ini merupakan
representasi dari populasi target (pasien usia lanjut yang mengalami
fraktur panggul). Dengan mempertimbangkan bahwa populasi terjangkau
adalah pasien yang datang ke Rumah Sakit di beberapa Rumah Sakit
dengan standar pelayanan yang serupa, yang mungkin sama dengan pasien
yang dirawat di pusat pelayanan kesehatan yang lain, maka peneliti
menilai bahwa validitas ekterna II dari penelitian cukup baik, namum
masih harus dilakukan uji validasi eksternal pada pasien usia lanjut dengan
fraktur panggul berbagai tempat pelayanan kesehatan lain di berbagai
tempat di Indonesia.

Universitas Indonesia
56

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
7.1.1 Faktor Usia ≥80 tahun, Jenis kelamin pria, Tindakan non operatif,
Komorbitas dengan Charlson Comorbidity Indeks ≥2, Status nutrisi MNA
malnutrisi memiliki kemampuan yang baik dalam memprediksi mortalitas
dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke
Rumah Sakit.
7.1.2 Model sistem skoring prediktor mortalitas dalam 6 bulan pada pasien usia
lanjut dengan fraktur panggul adalah bobot skor 1 untuk Usia ≥ 80 tahun,
Jenis Kelamin pria, Tindakan non operatif; serta bobot skor 2 untuk
Komorbitas dengan Charlson Comorbidity Indeks ≥2 dan Status nutrisi
MNA malnutrisi. Dengan total nilai ambang skor ≥3 memiliki kemampuan
memprediksi mortalitas dalam 6 bulan pada pasien usia lanjut dengan
fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit.

7. 2 Saran
Diperlukan uji validitas eksternal untuk menilai kemamputerapan sistem
skoring model prediksi mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan
fraktur panggul pada berbagai Pusat Layanan Kesehatan di seluruh
Indonesia.
Untuk klinisi dan profesional medis perlu memberi perhatian pada faktor
usia, jenis kelamin, komorbiditas, status nutrisi, dan pilihan tatalaksana
dalam menentukan stratifikasi risiko mortalitas pada pasien usia lanjut
dengan fraktur panggul yang datang ke Pusat Layanan Kesehatan.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari hubungan kausal antara
prediktor dan mortalitas pada usia lanjut dengan fraktur panggul.

56 Universitas Indonesia
57

DAFTAR PUSTAKA
1. King MB. Falls. Eds: Halter JB, Ouslander JG, Tinneti ME, Studenski S,
High KP, Astana S. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology.
56
United States of America: Mc Graw Hill; 2009.p.659-670.
2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Gambaran
Kesehatan Lanjut Usia Indonesia. Buletin Jendela dan Data Kesehatan
Indonesia. 2013;1:1-18.
3. Kanis JA, Johnell O, Oden A, Jonsson B, De Laet C, Dawson A. Risk of
hip fracture according to the World Health Organization criteria for
osteopenia and osteoporosis. Bone. 2000;27: 85-90.
4. Friedman MS, Mendelson DA, Kates SL. Hip Fractures. In: Case-Based
Geriatics: A Global Approach. Eds: Hirt VA, Wieland D, Dever-Bumba
M. Mc Graw-Hill;2009:529-544.
5. Evans PJ, Mc Grory BJ. Fractures of the Proximal Femur. Hosp Physian.
2002;30-38.
6. Abrahamsen B, van Staa T, Ariely R, Olson M, Cooper C. Excess
mortality following hip fracture: a systematic review epidemiological
review. Osteoporos Int. 2009;20:1633-1650.
7. Hu F, Jiang C, Shen J, Tang P, Wang Y. Preoperative predictors for
mortality following hip fracture surgery: A systematic review and
metaanalysis. Int J Care Injured. 2012;43:676-685.
8. Hirose J, Mizuta H, Ide J. Evaluation of estimation of physiologic ability
and surgical stress (E-PASS) to predict the postoperative risk for hip
fracture in elder patients. Arch Orthop Trauma Surg. 2008;128:1447-
1452.
9. Ramanathan TS, Moppett IK, Wern R. POSSUM scoring for patients
with fractured neck femur. Br J Anaesth. 2005;94:430-433.
10. Maxwell MJ, Moran CG, Moppett IK. Development and validation of a
preoperative scoring system to predict 30 day mortality in patients
undergoing hip fracture surgery. Br J Anaesth. 2008;101:511-7.
11. Souza RC, Pinheiro RS, Coeli CM, Camargo KR. The Charlson
comorbidity index (CCI) for adjusment of hip fracture mortality in the

57 Universitas Indonesia
58

elderly: analysis of the importance of recording secondary diagnose. Cad


Saude Publica. 2008;24(2):315-322.
12. Burgos E, Gomez-Arnau JI, Diez R, Munoz L, Fernandez-Guisasola,
Garcia Del Valle S. Predictive value of six risk scores for outcome after
surgical repair of hip fracture in elderly patients. Act Anaes Scan.
2008;52(1):125-131.
13. Close JCT. What is the role of falls. Best Pract & Res Clin Rheum.
2005;19(6):913-935.
14. Overstall PW, Nikolaus. Gait, Balance and Falls. In: Priciples and
Prcatise of Geriatric Medicine. Eds: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE,
Ed.4. England. John Wiley &Sons Ltd.; 2006.p.1299-1310.
15. Berry SD, Miller R. Falls: Epidemiology, Pathophysiology, and
realtionship to Fracture. Curr Osteoporos Rep. 2008;6(4):149–154.
16. Johansen A, Parker M. Hip Fracture and Orthogeriatrics. In: Priciples and
Prcatise of Geriatric Medicine. Eds: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE,
Ed.4. England. John Wiley &Sons Ltd.; 2006.p.1329-43.
17. Kanis JA, Johnell O, Oden A, Laet D, Jonsson, Oglesby AK. The
components of excess mortality after hip fracture. Bone. 2003;32:468-
473.
18. Rizzuli R. Osteoporosis and its consequencess: a Major threat to the
quality of life in the elderly. In: Priciples and Prcatise of Geriatric
Medicine. Eds: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE, Ed.4. England. John
Wiley &Sons Ltd.; 2006.p.1285-98.
19. Brunner L, Eshilian-Oates L. Hip Fractures in Adults. Am Fam Phys.
2003;67(3):536-542.
20. Miller RR, Christmas C, Magaziner J. Hip Fractures. Eds: Halter JB,
Ouslander JG, Tinneti ME, Studenski S, High KP, Astana S. Hazzard’s
Geriatric Medicine and Gerontology. United States of America: Mc
Graw Hill; 2009.p.1435-1444.
21. Nagieb M. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas pada
pasien fraktur panggul yang dilakukan operasi penggantian operasi sendi

Universitas Indonesia
59

panggul parsial di RS fatmawati. Thesis, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2009.
22. Parker M, Johansen A. Hip Fracture. Clinical Review. BMJ.
2006;333:27-33.
23. Vestergaard P, Rejnmark L, Mosekilde L Increased mortality in patients
with a hip fracture-effect of pre-morbid conditions and post-fracture
complications. Osteoporos Int. 2007;18:1583–1593.
24. Shebubakar L, Hutagalung E, Sapardan S, Sutrisna B. Effect of Older
Age and Multiple Comorbidities on Functional Outcome After Partial
Hip Replacement Surgery for Hip Fracture. Acta Med Indonesia.
2009;41(4):195-199.
25. Empana, Jean-Philippe; Dargent-Molina, Patricia; Bréart, Gérard. Effect
of Hip Fracture on Mortality in Elderly Women: The EPIDOS
Prospective Study. J Am Ger Soc. 2004;52(5):685-690.
26. Mohamed K, Copeland GP, Boot DA. An assessment of the POSSUM
system in orthopaedic surgery. J Bone Joint Surg (Br). 2002;84B: 35–9.
27. Green C, Molony D, Fitzpatrick C, Rourke O. Age-specific incidence of
hip fracture in the elderly: A healthy decline. The Surgeon. 2010;8:310-
313.
28. Holt G, Smith R, Duncan K. Early mortality after surgical fixation of hip
fractures in the elderly: an analysis of data from the scottish hip fracture
audit. J Bone Joint Surg Br. 2008;90:1357-1363.
29. Pande I, Scott DL, O’Neill TW, Pritchard C, Woolf AD, Davis MJ.
Quality of life, morbidity, and mortality after low trauma hip fracture in
men. Ann Rheum Dis. 2006;65(1):87–92.
30. Leveille SG, Guralnik JM, Ferrucci L, Langlois JA. Aging Successfully
until Death in Old Age: Opportunities for Increasing Active Life
Expectancy. Am J Epid. 1999;149(7):1-11
31. Haentjes P, Magaziner J, Colo’-Emeric CS, Vanderschueren D, Milisen
K, Velkeniers B, et al. Meta-analysis: Excess Mortality After Hip
Fracture Among Older Women and Men. Ann Int Med. 2001;152(6):
381.

Universitas Indonesia
60

32. Panula J, Pihlajamaki H, Mattila VM, Jaatinen P, Vahlberg T, Aamios P,


et al. Mortality and cause of death in hip fracture patients aged or older a
population based study. BMC Musculoskeletal Disorders. 2011;12:105.
33. Roche JJW, Wenn RT, Sahota O, Moran CG: Effect of comorbidities and
postoperatif complications on mortality after hip fracture in elderly
people: prospective observational cohort study. BMJ.
2005;331(7529):1374.
34. Benetos IS, Babis GC, Zoubos AB, Benetou V, Soucacos PN. Factors
affecting the risk of hip fractures. J. Care Injured. 2007;38:35-744.
35. Charlson ME, Pompei P, Ales KL, MacKenzie CR (1987). A New
Method of Classifying Prognostic Comorbidity in Longitudinal Studies:
Development and Validation. J Chron Dis. 1987;40( 5):373-383.
36. Tombaugh TN, McIntvre NJ. The mini-mental state examination: a
comprehensive review. J Am Geriatr Soc. 1992;40(9):922-35.
37. Smith T, Hameed Ym Cross J, Sahota O, Fox C. Assessment of people
with cognitive impairment and hip fracture: A systematic review and
meta-analysis.Arch Gerontol Ger. 2013;57:117-128.
38. Soderqvist A, Miedel R, Ponzer S, Tidermark J. The Influence of
Cognitive Function on Outcome After a Hip Fracture. J Bone J Sur.
2006;88a(10):2115-24.
39. Salva A, Andrieu S, Fernandez E, Schiffrin EJ, Moulin J, Decarli B,
Guigoz Y, Vellas B, and The Nutrialz Group. Health and Nutritional
Promotion Program for Patients with dementia (Nutrialz Study): Design
and baseline Data. J Nutr, Health &Aging. 2009;13(6):529-537.
40. Khater MS, Abouelezz NF. Nutritional status in older adults with mild
cognitive impairment living in elderly homes in Cairo, Egypt. J Nutr
Health Aging. 2011;15(2):104-8.
41. Pearson JM, Schlettwein-Gsell D, Brzozowska A, Van Staveren WA,
Bjornsbo K. Life style characteristics associated with nutritional risk in
elderly subjects aged 80-85 The Journal of Nutr, Health & Aging.
2001;5(4):278-284.

Universitas Indonesia
61

42. Oyunkhand R, Byambasuren E, Batsereedene B, Chimedsuren O,


Byambasuren S. Nutritional Status of Mongolian Elderly. Asian J
Gerontol Geriatr. 2011;6:42-6.
43. Tsai AC, Yang SF, Wang JY. Validation of population spesific Mini
Nutritional Asessment with its long-term mortality-predicting ability:
results of a population-based longitudinal 4 years study in Taiwan. Br J
Nutr. 2010;104(1): 93-9.
44. Tsai AC, Ku PY, Tsay JD. Population spesific Mini Nutritional
Asessment can improve mortality-risk-predicting ability in
institutionalised older Taiwanesse. J Clin Nurs. 2010;19:2493-2499.
45. Ensrud KE, Cauley J, Lipschutz R, Cummings SR. Weight change and
fractures in older women. Study of Osteoporotic Fractures Research
Group. Arch Intern Med. 1997; 157(8): 857-63.
46. Gomi I, Fukushima H, Shiraki M, Miwa Y, Ando T, Takai K, Moriwaki
H. Relationship between Serum Albumin Level and Aging in
Community-dwelling Self Supported Elderly Population. J Nutr Sci
Vitaminol. 2007; 53:37-42.
47. Murphy MC, Brooks CN, New SA, Lumbers ML. The use of the Mini-
Nutritional Asessment (MNA) tool in elderly orthopaedic patients. Eur J
Clin Nutr. 2000;54(7):555-62.
48. Amirkalali B, Sharifi F, Fakhrzadeh H, Mirarefin M, Ghaderpanahi M,
Larijani B. Evaluation of the Mini Nutritional Assessment in the elderly,
Tehran, Iran. Publ Health Nutr. 2010;13(9):1373-9.
49. Secher M, Soto ME, Villars H, Van Kan GA, Vellas B. The Mini
Nutritional Assessment (MNA) after 20 years of research and clinical
practice. Reviews in Clin Gerontol. 2007;17:293–310.
50. Handoll HHG, Parker MJ. Conservative versus operatif treatment for hip
fractures in adults (Review). 2008. Available from:
http://www.thecochranelibrary.com
51. Hossain M, Neelapala V, Andrew JG. Results of non-operatif treatment
following hip fracture compared to surgical intervention. Int J. Care
Injured. 2009;40:418-421.

Universitas Indonesia
62

52. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.


Perkiraan Besar Sampel. Eds: Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian KlinisSagung Seto, Jakarta;2011. p.348-371.
53. Tumbelaka AR, Riono P, Sastroasmoro S, Muljono M, Pudjiastuti P,
Firman K. Pemilihan Uji Hipotesis. Eds: Sastroasmoro S, Ismael S.
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto, Jakarta;
2011.p.325-345.
54. Dahlan MS. Penelitian Prognostik dan Sistem Skoring. Alqa Prisma
Interdelta, Jatinamgor, 2011.
55. Kaiser MJ, Bauer JM, Rämsch C, et al. Frequency of malnutrition in
older adults: a multinational perspective using the mini nutritional
assessment. J Am Geriatr Soc. 2010; 58:1734-8.
56. Tsai A, Lee L, Wang Y. Complementary of the Mini-Nutritional
Asessment and Activities of Daily Living for predicting follow-up
mortality risk in elderly Taiwanese. Br J Nutr. 2012;109(4):658-666.

Universitas Indonesia
63

Lampiran 1 : Mini Mental

Nama : Nama Pewawancara :


Umur : Tanggal Wawancara :
Pendidikan : Jam mulai :
MINI MENTAL STATE EXAMINATION
(MMSE)

Nilai Nilai
Maksimum Responden
ORIENTASI

5 ( ) Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?


Sekarang kita berada dimana?
5 ( ) (Nama rumah sakit atau instansi)
(Instansi, jalan, nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)

REGISTRASI

3 ( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya :


Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah responden
mengulang ke tiga nama benda tersebut.
Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila masih salah, ulangi
penyebutan ke tiga nama benda tersebut sampai responden dapat
mengatakannya dengan benar :
(bola, kursi, sepatu)
Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah : --------- kali.

ATENSI DAN KALKULASI

5 ( ) Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari 100 ke bawah.


Berhenti setelah 5 kali hitungan (93-86-79-72-65). Kemungkinan lain,
ejalah kata dengan lima huruf, misalnya ’ DUNIA’ dari akhir ke awal /
dari kanan ke kiri : ’AINUD’.

Satu (1) nilai untuk setiap jawaban yang benar.

MENGINGAT

3 ( ) Tanyakan kembali nama ke tiga benda yang telah disebut di atas.


Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.

BAHASA

9 ( ) a. Apakah nama benda ini? Perlihatkanlah pinsil dan arloji


(2 nilai)

b. Ulangi kalimat berikut: ”JIKA TIDAK, DAN ATAU TAPI”


(1 nilai )

c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini :


Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah

Universitas Indonesia
64

kertas itu pada pertengahan dan letakkan di lantai.


( 3 nilai )

d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut :


” PEJAMKAN MATA ANDA”
(1 nilai)

e. Tulislah sebuah kalimat !


(1 nilai)

f. Tirulah gambar ini !


(1 nilai)

Jumlah nilai : ( ) Tandailah tingkat kesadaran responden pada garis absis di bawah ini
dengan huruf ’X’

SADAR SOMNOLEN STUPOR KOMA

Jam selesai :
Tempat wawancara :

Lembar Lampiran MMSE (BAHASA) :

 BACALAH DAN LAKSANAKANLAH PERINTAH BERIKUT :


”PEJAMKAN MATA ANDA ! ”

 TULISLAH SEBUAH KALIMAT !


......................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

 TIRULAH GAMBAR INI !

Universitas Indonesia
65

Lampiran 2: Indeks AKS Barthel


INDEKS AKS BARTHEL

Nilai
Skor
No Fungsi Skor Keterangan

1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar)


pembuangan tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu)
2 Terkendali teratur
2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter
berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/ 24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri (seka 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, sikat 1 Mandiri
gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat
(melepaskan, memakai mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain
celana, membersihkan, 2 Mandiri
menyiram)
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7 Berpindah / berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian di bantu (misalnya mengancing baju)
2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
TOTAL SKOR
Keterangan : Skor BAI
20 : Mandiri 5–8 : Ketergantungan berat

12-19 : Ketergantungan ringan 0–4 : Ketergantungan total

9 – 11 : Ketergantungan sedang

Universitas Indonesia
66

Lampiran 3: Mini Nutritional Asessment


MINI NUTRITIONAL ASSESSMENT (MNA)
Nama : Umur : Jenis kelamin : TB :
BB : No. Rekam Medis : Tanggal pemeriksaan :

Jawablah pertanyaan (PENAPISAN) berikut ini dengan menulis angka yang tepat pada kotak. Jumlahkan jawabannya,
jika skor 11 atau kurang, teruskan dengan PENGKAJIAN untuk mendapatkan SKOR INDIKATOR MALNUTRISI.
PENAPISAN (SCREENING) K. Konsumsi BM tertentu yg diketahui sebagai BM sumber protein
A. Apakah ada penurunan asupan makanan dalam jangka waktu 3 bulan (asupan protein)
oleh karena kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, kesulitan  Sedikitnya 1 penukar dari produk susu (susu, keju, yogurt)
menelan, atau mengunyah? per hari (ya/tidak)
0 = nafsu makan yang sangat berkurang  Dua penukar atau lebih dari kacang-kacangan atau telur
1 = nafsu makan sedikit berkurang (sedang) perminggu (ya/tidak)
2 = nafsu makan biasa saja  Daging, ikan, atau unggas tiap hari (ya/tidak)
0,0 = jika 0 atau 1 pertanyaan jawabannya ‘ya’
B. Penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir: 0,5 = jika 2 pertanyaan jawabannya ‘ya’
0 = penurunan berat badan lebih dari 3 kg 1,0 = jika 3 pertanyaan jawabannya ‘ya’
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan 1 – 3 kg L. Adakah mengkonsumsi 2 penukar atau lebih buah atau sayuran per hari ?
3 = tidak ada penurunan berat badan
0 = tidak 1 = ya
C. Mobilitas
M. Berapa banyak cairan (air,jus,kopi,teh, susu,…) yang diminum setiap
0 = harus berbaring di tempat tidur atau menggunakan kursi roda
hari ?
1 = bisa keluar dari tempat tidur atau kursi roda, tetapi
0,0 = kurang dari 3 gelas
tidak bisa ke luar rumah.
0,5 = 3 sampai 5 gelas
2 = bisa keluar rumah
1,0 = lebih dari 5 gelas
D. Menderita stress psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir
N. Cara makan
0 = ya 2 = tidak
0 = tidak dapat makan tanpa bantuan
1 = makan sendiri dengan sedikit kesulitan
E. Masalah neuropsikologis 2 = dapat makan sendiri tanpa masalah
0 = demensia berat atau depresi berat
1 = demensia ringan
O.
Pandangan pasien terhadap status gizinya
2 = tidak ada masalah psikologis
0 = merasa dirinya kekurangan makan/kurang gizi
1 = tidak dapat menilai/ tidak yakin akan status gizinya
F. Indeks massa tubuh (IMT) (berat badan dalam kg/tinggi badan dalam m2) 2 = merasa tidak ada masalah dengan status gizinya.
0 = IMT < 19 1 = IMT 19 - < 21
2 = IMT 21 - < 23 3 = IMT 23 atau lebih
P. Dibandingkan dengan orang lain yang seumur, bagaimana pasien
melihat status kesehatannya ?
Skor PENAPISAN (subtotal maksimum 14 poin) 0,0 = tidak sebaik mereka
Skor ≥12 normal, tidak berisiko  tak perlu melengkapi form pengkajian 0,5 = tidak tahu
1,0 = sama baik 2,0 = lebih baik
Skor ≤11 kemungkinan malnutrisi  lanjutkan pengkajian
Q. Lingkar Lengan atas (LLA) dalam cm
0,0 = LLA < 21 0,5 = LLA 21 – < 22
PENGKAJIAN (ASSESSMENT)
1,0 = LLA ≥ 22
G. Hidup mandiri, tidak tergantung orang lain (bukan di rumah sakit atau
R. Lingkar betis (LB) dalam cm
panti werdha)
0 = LB < 31 1 = LB ≥ 31
0 = tidak 1 = ya
Skor PENGKAJIAN ( maksimum 16 poin) :
H. Minum obat lebih dari 3 macam dalam 1 hari
0 = ya 1 = tidak Skor PENAPISAN :

I. Terdapat ulkus dekubitus/luka tekan atau luka di kulit PENILAIAN TOTAL (maksimum 30 poin) : :
0 = ya 1 = tidak
SKOR INDIKATOR MALNUTRISI
J. Berapa kali pasien makan lengkap dalam 1 hari ? 17 sampai 23,5 poin : berisiko malnutrisi
0 = 1 kali 1 = 2 kali 2 = 3 kali
kurang dari 17 poin : malnutrisi.

Universitas Indonesia
67

Lampiran 4 : Lembar Penjelasan Calon Subjek

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

PENELITIAN

Faktor-faktor prediktor mortalitas dalam 6 bulan

pada usia lanjut dengan fraktur panggul

Jatuh merupakan masalah yang umum terjadi pada usia lanjut. Cedera
akibat jatuh berdampak pada morbiditas, kehilangan fungsional fisik dan
kemandirian, hingga kejadian kematian. Diperkirakan setiap tahunnya, 8%
orang usia lebih dari 65 tahun datang ke unit gawat darurat oleh karena
cedera terkait jatuh, dan lebih dari separuhnya memerlukan perawatan di
rumah sakit. Sebesar 87% akibat jatuh pada usia lanjut menyebabkan
kejadian fraktur dengan kejadian fraktur panggul adalah sebesar 95%
Proporsi usia lanjut semakin meningkat di seluruh penjuru dunia.
Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan usia lanjut tertinggi dunia,
yaitu sebesar 414% dalam kurun waktu 1990-2025. Selain itu, usia harapan
hidup di Indonesia meningkat dari 64,71 tahun (1995-2000) menjadi 67,68
tahun (2000-2005). Usia harapan hidup yang meningkat menjadi salah satu
penyebab tingginya risiko osteoporosis dan kejadian fraktur panggul akibat
osteoprosis di Indonesia.
Penatalaksanaan fraktur panggul dapat dilakukan secara konservatif
atau operatif (pembedahan). Terapi konservatif diartikan sebagai
penatalaksanaan non-operatif, berupa tirah baring, mobilisasi terbatas, dan
atau penggunaan traksi dengan pembebanan. Tindakan pembedahan pada
fraktur panggul merupakan standar penatalaksanaan untuk memungkinkan
mobilisasi awal dan kembali pada kemandirian. Disisi lain, tidak semua usia
lanjut dengan fraktur panggul yang datang ke rumah sakit, akhirnya mau
dan mampu menjalani penatalaksanaan operatif atau konservatif di Rumah
Sakit. Sebagian dari

Universitas Indonesia
68

Lampiran 4 : lanjutan

mereka, akhirnya pulang paksa dan sebagian memilih tindakan konservatif


non operatif pengobatan tradisional frakturke dukun patah tulang.
Usia lanjut memiliki karakteristik khusus antara lain menderita
beberapa penyakit akibat penurunan kapasitas cadangan fungsional, dan
sering disertai masalah psikososial. Sehingga dalam penatalaksanaan fraktur
panggul pada usia lanjut, penilaian secara individual adalah penting, tidak
hanya karena faktor usianya saja, namun penilaian harus didasarkan pada
masalah individu dengan status fisiologisnya secara Comprehensif Geriatric
Asessment (pengkajian paripurna pasien geriatri).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan
terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul.
Kami akan melakukan pengumpulan data melalui wawancara. Data yang
kami kumpulkan adalah data status fungsional kuesioner ADL Barthel, data
status kognitif-mental dengan kuesioner MMSE, data status nutrisi dengan
kuesioner MNA. Dan akan kami akan melakukan evaluasi selama 6 bulan.
Bila saudara/i bersedia ikut serta dalam penelitian ini, mohon
kiranya surat persetujuan penelitian ini dapat ditandatangani. Saudara/i
berhak menolak ikut dalam penelitian ini. Semua data penelitian ini bersifat
rahasia.
Saudara/i mempunyai kesempatan untuk menanyakan semua hal
yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini.
Terima kasih atas partisipasi dan kerjasamanya dalam penelitian
ini.

Jakarta, Juni 2012


Peneliti

Universitas Indonesia
69

Lampiran 5: Surat Persetujuan mengikuti Peneltian

SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Faktor-Faktor Prediktor Mortalitas Dalam 6 Bulan


Pada Usia Lanjut Dengan Fraktur Panggul

No Penelitian :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat
Telepon
Setelah membaca, mendengar, dan memahami penjelasan lengkap tentang tujuan
serta manfaat penelitian ini, maka saya menyatakan secara sukarela bersedia
mengikuti prosedur penelitian dari awal hingga selesai.
Demikaian surat persetujuan mengikuti penelitian ini dibuat untuk dapat
dipergunakan dengan semestinya.
Jakarta, 2012
Saksi

( ) ( )

Peneliti,

( )

Universitas Indonesia
70

Lampiran 6 : Formulir Penelitian

FORMULIR PENELITIAN
KOTA :
NO penelitian :
TANGGAL :

Kode
A. DATA DASAR

Nama
Alamat
Tanggal lahir/umur
No telp yang bisa dihubungi 1
2
Nama Kerabat

(anak/pasangan/saudara/lain2)

Jenis kelamin 1 pria 2 wanita

Nama Rumah Sakit

Tanggal Masuk Rawat

Tanggal Pulang Rawat

Tanggal Meninggal

Causa Meninggal

I. DATA FRAKTUR PANGGUL

Tanggal Fraktur :
Jenis Fraktur :
Tata Laksana : Operatif / konservatif /Pulang paksa
Tanggal tindakan :
Jenis tindakan :

Universitas Indonesia
71

Lampiran 6 : lanjutan

II . DATA PEMERIKSAAN FISIK

Tinggi Badan (cm) :


Berat Badan (kg) :
Tinggil Lutut(cm) :
Gangguan penglihatan : ya / tidak
Gangguan Pendengaran: ya / tidak
MMSE score :
ADL score :
MNA score :

III. DATA KOMORBIDITAS

Infark miokard Diabetes


Gagal jantung kongestif Hemiplegia
PPOK Penyakit ginjal sedang atau berat
Stroke Diabetes dengan komplikasi target organ
Dementia Penyakit hati sedang atau berat ( Sirosis
Hipertensi Hati)
Gangguan irama jantung Penyakit hati kronis
Penyakit jantung koroner Infeksi
Lain-lain : .............................

Universitas Indonesia
72

Lampiran 7: Contoh Penggunaan Skor

Tabel Skor setiap Kategori Variabel Prediktor


Variabel Kategori Skor
Usia Usia ≥ 80 1
Usia <80 0
Jenis kelamin Laki 1
Wanita 0
Tindakan Non Operatif 1
Operatif 0
Komorbiditas CCI ≥ 2 2
CCI <2 0
Status Nutrisi MNA Malnutrisi 2
MNA Normal-Risk 0

Nilai ambang skor adalah Skor ≥3, memiliki sensitifitas 81% dan
spesifisitas 83% dalam memprediksi mortalitas dalam 6 bulan pada usia
lanjut dengan fraktur panggul.

Contoh:
Seorang laki-laki 82 tahun dengan fraktur panggul datang ke Rumah Sakit.
Komorbiditas yang dimiliki dalah Diabetes Mellitus tanpa komplikasi.
Pemeriksaan status Nutrisi MNA adalah Risk Malnutrisi. Pasien menolak
tindakan operatif.

Penghitungan skor :
Usia 82 tahun dengan skor 1; laki-laki dengan skor 1, komorbiditas CCI<2
dengan skor 0, status nutrisi risk malnutrisi dengan skor 0, tatalaksana non
operatif dengan skor. Total skor adalah 3.
Artinya pasien ini memiliki probabilitas mengalami mortalitas dalam 6
bulan.
Sebesar 81% mortalitas dalam 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur
panggul dapat dideteksi pada skor ≥3.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai