Eliminasi Fekal
Eliminasi Fekal
Eliminasi Fekal
PENDAHULUAN
1.3. TUJUAN
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2.1. Perkembangan
b. Batita
Sedikit kontrol defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1- 3 tahun. Pada
usia itu anak-anak telah belajar berjalan dan sistem saraf dan sistem otot
terlah terbentuk dengan baik untuk memungkinkan kontrol defekasi.
Anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi yang sama
dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Beberapa anak usia sekolah dapat
menunda defekasi karena aktivitas.
d. Lansia
2
sedikit dari biasanya. Sebagian akibat pengurangan tingkat aktivitas,
ketidakcukupan jumlah asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot.
Mereka yang tidak memenuhi kriteria sering kali ini mencari obat yang di
jual bebas untuk meredakan kondisi yang mereka yakini sebagai konstipasi.
Upaya pencegahan yang essensial terhadap konstipasi adalah
mencukupi serat dalam diet, mencukupi latihan, dan asupan cairan 6 sampai
8 gelas. Berespon terhadap refleks gastrokolik (peningkatan peristalsis
kolon setelah makan memasuki lambung) juga merupakan pertimbangan
yang sangat penting. Pada lansia juga harus diperingatkan bahwa
penggunaan laksatif secara konsisten akan menghambat refleks defekasi dan
menyebabkan konstipasi.
2.2.2. Diet
3
normal. Upaya mempertahankan tonus otot rangka yang digunakan selama
proses defekasi merupakan hal yang paling penting. Melemahnya otot-otot
dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk
meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter
eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang
dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi
saraf.
2.2.7. Obat-obatan
4
normal biasanya tidak akan terjadi sampai pasien mengonsumsi makanan
kembali.
2.2.11. Nyeri
5
seperti kandung empedu dan pancreas. Setiap kondisi yang secara serius
mengganggu absorpsi atau sekresi normal cairan GI, dapat menyebabkan
ketidakseimbangan cairan. Organ – organ saluran gastrointestinal :
2.3.1. Mulut
2.3.2. Esophagus
6
2.3.3. Lambung
7
dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecahkan
lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure – unsur dasar. Nutrisi hampir
seluruhnya diabsorbsioleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorpsi
vitamin – vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. Apabila fungsi ileum
terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar. Inflamasi,
reseksi bedah, atau obstruksi dapat mengganggu peristaltic, mengurangi area
absorpsi, atau menghambat aliran kimus.
a. Sekum
b. Kolon
c. Rektum
8
bervariasi menurut usia yaitu bayi 2,5 - 3,8 cm, balita 5 cm, prasekolah 7,5
cm, anak usia sekolah 10 cm, dan dewasa 15 sampai 20 cm.
Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses sampai defekasi.
Rektum dibangun oleh lipatan – lipatan jaringan vertikal dan transversal.
Setiap lipatan vertikal berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila
vena menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk
hemoroid. Hemoroid dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila
masa feses atau gas bergerak kedalam rectum untuk membuat dindingnya
berdisensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan control
voluntary dan control involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos
yang di persarafi oleh system saraf otonom.
Saat sfingter interna relaksasi sfingter eksterna juga relaksasi. Orang
dewasa dan anak – anak yang sudah menjalani toilet training ( latihan
defekasi ) dapat mengontrol sfingter eksterna secara volunteer ( sadar ).
Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan
tekanan intraabdomen atau melakukan valsava maneuver. Maneuver
valsava ialah kontraksi volunter otot – otot abdomen saat indivudu
mengeluarkan nafas secara paksa,sementara glottis menutup (menahan
napas saat mengedan).
9
e. Pengeluaran feses secara manual dimana perawat membantu klien yang
mengalami impaksi, massa feses yang terlalu besar mengeluarkannya
secara volunteer yaitu memecah feses dengan jari tangan dan
mengeluarkan bagian demi bagian.
f. Bowel training (pelatihan defekasi) klien yang mengalami inkontinensia
usus tidak mamou mempertahankan kotrol defekasi. Program bowel
training dapat membantu beberapa klien mendapatkan defekasi yang
normal, terutama klien yang masih memiliki kontrol neuromuscular
(Doughty,1992).
2.5.1 Konstipasi
10
Kemungkinan Penyebab :
a. Defekasi persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera
serebrospinalis, CVA, dan lain-lain.
b. Pola defekasi yang tidak teratur.
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d. Menurunnya peristaltik karena stress psikologis.
e. Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi.
f. Proses penuaan (usia lanjut).
2.5.3. Diare
11
Tanda Klinis :
Tanda Klinis:
a. Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki
b. Pengeluaran gas yang tidak terkontrol
Kemungkinan Penyebab:
a. Kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA,
dan lain-lain.
12
b. Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-
lain.
2.5.6. Kembung
2.5.7. Hemoroid
13
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN
14