ANALISIS GAYA BAHASA PADA GEGURITAN
DALAM MAJALAH DJAKA LODANG
EDISI 3 OKTOBER 2015 - 2 APRIL 2016
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dyah Nur Lailyana
NIM 122160109
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2017
i
ii
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Dyah Nur Lailyana
NIM : 122160109
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya sendiri, bukan plagiat karya orang lain, baik sebagian maupun
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Apabila terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat, saya
bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Purworejo, 7 Maret 2017
Dyah Nur Lailyana
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Segala yang pernah dilalui jadikanlah suatu pengalaman, segala yang sedang
dilalui adalah kenyataan, dan segala yang akan dialui adalah harapan dan cita-cita.
(Fitriyani)
2. Ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, siapkan diri kita untuk hasil (takdir)
yang paling buruk. (Fitriyani)
3. Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Gusti.
“Lakukan yang kita bisa, setelahnya kita serahkan kepada Tuhan” (Wijaya)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan
dukungan, dan doanya, serta kasih sayangnya.
2. Kakakku tercinta khususnya Arif Santosa dan
Muhammad Sholikhin Mughoni yang selalu
memberikan semangat dan mendukung dalam
menyusun skripsi ini.
3. Kamu yang selalu ada untuk mendoakan, dan
memberikan motivasi, Herman.
4. Teman serta sahabatku Uty dan Fitri yang selalu
menemani dan selalu ada disaat suka ataupun
duka, Ratri dan Dona yang telah memberikan
semangat dan memberikan curahan ilmu dan
selalu menemani saat bimbingan.
5. Teman-teman angkatan 2012, khususnya kelas
8C PBSJ yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaannya
selama 4,5 tahun.
6. Semua sahabatku yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu yang telah memneri semangat,
motivasi dan doa.
v
PRAKATA
Alhamdullilah, seiring dengan untaian pujian dan syukur atas rahmat dan
karunia yang telah diberikan Allah Swt. Atas segala nikmat dan karunia yang tak
ternilai sehingga penyusunan skripsi dengan judul Analisis Gaya Bahasa pada
Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016
sekarang ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini merupakan tugas wajib yang ditempuh mahasiswa sebagai
tugas akhir studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Jawa. Dalam skripsi ini, saya sangat menyadari kekurangan dan
keterbatasan untuk mencapai kesempurnaan, sehingga keberhasilan sangat sulit
tercapai tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari beberapa pihak, untuk itu saya
ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terimakasih yang tak ternilai
kepada:
1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Purworejo, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo.
2. Yuli Widiyono, M.Pd., Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah
Purworejo, yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis
mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
vi
3. Rochimansyah, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Jawa, yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Aris Aryanto, S.S., M. Hum., selaku pembimbing I yang telah
mengkoreksi dan memberikan saran.
5. Zuli Qurniawati, S. Pd., M. Hum selaku pembimbing II yang telah
mengkoreksi dan memberikan saran.
6. Keluarga, Sahabat, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
meyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Peneliti hanya dapat berdo‟a semoga Allah Swt memberikan rahmat dan
karunia-Nya sebagai balasan atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca
umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Purworejo, 28 Februari 2017
Penulis
Dyah Nur Lailyana
vii
ABSTRAK
Dyah Nur Lailyana. “Analisis Gaya Bahasa Pada Geguritan Dalam Majalah
Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016”. Skripsi. Pendidikan Bahasa
dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Purworejo. 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) jenis gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka
Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Sumber data penelitian yaitu geguritan pada majalah Djaka Lodang.
Data penelitian adalah kutipan-kutipan dalam rubrik geguritan majalah Djaka
Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Teknik pengumpulan data ini
menggunakan teknik simak-catat. Instrumen penelitian adalah human instrument
dengan dibantu buku tentang sastra dan puisi serta kartu pencatat data. Teknik
analisis data menggunakan content analysis. Penyajian hasil analisis digunakan
metode informal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rubrik geguritan pada majalah Djaka
Lodang mengandung gaya bahasa dan makna-makna tertentu, gaya bahasa yang
digunakan antara lain yaitu gaya bahasa berlangsung tidaknya makna pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Gaya
bahasa berlangsung tidaknya makna meliputi: (a) 11 indikator asonansi, 3
indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 9 indikator
simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme.
Kata kunci: geguritan, gaya bahasa, majalah Djaka Lodang
viii
SARIPATI
Dyah Nur Lailyana. “Analisis Gaya Bahasa Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016”. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2017.
Ancasipun panaliten inggih menika kangge ngandharaken: (1) jinising
gaya bahasa wonten salebeting geguritan kalawarti Djaka Lodang edisi 3 Oktober
2015 - 2 April 2016. Jinising panaliten punika inggih panaliten deskriptif
kualitatif. Sumber dhata panaliten inggih punika geguritan wonten kalawarti
Djaka Lodang. Dhata panaliten inggih punika kutipan-kutipan wonten salebeting
geguritan kalawarti Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Teknik
pangempalan dhata ngginakaken teknik simak-catat. Instrumen panaliten ingkang
dipunginakaken inggih punika pangripta human instrument ingkang dipunbiyantu
kaliyan buku-buku babagan sastra lan analisis geguritan sarta kartu pencatat
dhata. Teknik analisis dhata wonten ing panaliten punika ngginakaken content
analysis. Teknik penyajian analisis dhata inggih punika ngginakaken teknik
penyajian informal.
Asil panaliten dhata tinemu bilih rubrik geguritan wonten ing majalah
Djaka Lodang ngemot gaya bahasa lan makna-makna geguritan. Gaya bahasa
ingkang dipunginakaken inggih punika gaya bahasa miturut langsung mboten
makna inggih punika gaya bahasa retoris awujud: (a) 11 indikator asonansi, 3
indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) lan gaya bahasa kiasan inggih punika
awujud: 9 indikator simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme.
Tembung Wos : geguritan, gaya bahasa, majalah Djaka Lodang
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
SARIPATI ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 7
C. Batasan Masalah ......................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEROETIS
A. Kajian Teoretis ............................................................................. 11
1. Sastra ...................................................................................... 11
a. Pengertian Sastra.............................................................. 11
b. Fungsi Karya Sastra ......................................................... 12
2. Puisi Jawa .............................................................................. 13
a. Pengertian Puisi Jawa Modern (Geguritan)..................... 13
b. Jenis Puisi Jawa ............................................................... 15
3. Stilistika ................................................................................. 17
a. Pengertian Stilistika ......................................................... 17
b. Gaya Bahasa .................................................................... 18
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa................................................... 19
d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna... 20
4. Hermeneutik........................................................................... 37
B. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 43
B. Sumber Data dan Data ................................................................. 43
C. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 44
D. Instrumen Penelitian .................................................................... 45
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 46
F. Teknik Keabsahan Datas ............................................................. 46
x
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ......................................... 48
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA
A. Penyajian Data ............................................................................ 49
B. Pembahasan Data ........................................................................ 76
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 255
B. Saran ........................................................................................... 255
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 257
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Kartu data untuk mencatat gaya bahasa ......................................... 45
Tabel 2 : Gaya Bahasa Retoris Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang
Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016 ................................................. 50
Tabel 3 : Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada
Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-
2 April 2016 ..................................................................................... 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: SK Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 2: SK Penetapan Dosen Penguji Skripsi
Lampiran 3: Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 4: Rubrik Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang
Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sebuah hasil kreativitas seorang yang memiliki
unsur keindahan. Sebuah karya sastra tercipta dari pengalaman-pengalaman hidup
seorang pengarang. Pengalaman itu berupa peristiwa atau masalah-masalah yang
menarik disekitar pengarang sehingga memunculkan suatu ide-ide dan imajinasi
yang dituangkan atau diekspresikan dalam sebuah tulisan yang indah dan
imajinatif yang disebut dengan karya sastra. Keindahan sebuah karya sastra
terletak pada isi yang terkandung di dalamnya dan pilihan bahasa yang digunakan
dalam bahasa tersebut yang bersifat metaforis dan imajinatif. Bersifat metaforis
dan imajinatif karena biasanya isi dalam karya sastra sangat melebih-lebihkan,
berupa imajinasi pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
Dalam kesusastraan, sastra terbagi menjadi dua yaitu sastra tulis dan
sastra lisan. Sastra berhubungan dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk
mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu melalui pemikiran secara
imajinatif. Karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang menonjolkan sifat
khayali dengan menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat
keindahan agar karya sastra hidup. Maka akan tercipta suatu karya yang menarik
untuk dinikmati, dipahami, dan dipelajari sebagai tolak ukur untuk kehidupan
dalam masa mendatang. Kesusastraan dibagi dalam kategori sastra antara lain
berupa novel, syair, roman, cerbung, hikayat, cerkak, cerita rakyat, dongeng,
drama, cerpen, dan puisi (geguritan).
1
2
Puisi atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan geguritan merupakan salah
satu karya sastra yang merupakan perwujudan kreativitas buatan pengarang.
Dalam sebuah geguritan mengandung unsur keindahan yang sangat menarik
untuk dinikmati pembaca. Menurut Widayat (2011: 169) bahwa semula puisi
Jawa tradisional secara umum sangat menekankan berbagai ikatan masing-
masing. Misalnya tembang gedhe terikat pada aturan lampah, tembang tengahan
dan macapat terikat pada guru gatra, guru wilangan dan guru lagu dan
sebagainya. Geguritan merupakan jenis karya sastra yang paling pendek dan
paling bebas dibandingkan karya sastra lainnya. Hal ini karena geguritan dapat
saja berisi beberapa baris atau bahkan satu baris.
Seiring dengan banyaknya media yang dapat diakses dan semakin
majunya perkembangan zaman, masyarakat bukannya memahami geguritan
sebagai salah satu warisan budaya Jawa yang berbentuk tulis sebagai fenomena
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti geguritan semakin tidak dikenal
generasi muda maupun masyarakat. Kurangnya generasi muda yang mampu
membuat geguritan terkecuali seseorang yang mampu membuat karyanya
kemudian dipublikasikan di media masa. Pada kehidupan saat ini kebanyakan
generasi muda tidak bisa memahami isi yang terkandung dalam geguritan, karena
menggunakan bahasa Krama dan tidak sedikit geguritan menggunakan bahasa
rinengga.
Semakin berkembangnya zaman maka geguritan semakin tidak popular di
kalangan anak muda. Masyarakat beranggapan membaca geguritan hanya
menyita waktu yang lebih penting. Kurangnya sarana pendukung berupa kamus
3
dan latar belakang pada tingkat pendidikan pembaca yang berbeda-beda sehingga
masyarakat berfikiran yang cenderung pasif.
Menurunnya kapasitas pembaca geguritan disebabkan adanya
penggunaan ambiguitas dalam geguritan, kata-kata, frase, dan kalimat sering
mempunyai arti ganda apabila ejaan tidak lengkap dan menimbulkan banyak
ambigu. Simbol (perlambangan) untuk memperjelas makna dinyatakan oleh
Waluyo (2008: 102) bahwa perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan
digunakan penyair untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana
sajak menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati pembaca. Oleh sebab itu
diperlukan penggantian dengan benda lain, supaya lebih hidup, lebih jelas,dan
lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
Media penyampaian geguritan dapat dijumpai melalui media masa,
khususnya majalah berbahasa Jawa. Majalah tesebut tidak hanya Djaka Lodang,
tetapi seperti majalah Panjebar Semangat, Jaya Baya, Mekar Sari dan lain-lain.
Majalah Djaka Lodang merupakan majalah Mardika berbahasa Jawa
yang sudah berdiri sejak tanggal 1 Juni tahun 1971 sampai sekarang ini.
Pendirinya adalah Bapak Kusfandi dan Bapak Drs. H Abdullah Purwodarsono,
kantornya berada di Jl. Patehan Tengah no. 29 Yogyakarta. Setiap minggunya
menerbitkan satu majalah dan diterbitkan pada hari sabtu. Dalam penelitian ini
mengambil majalah Djaka Lodang yang satu majalah berisi 4 rubrik dengan
jumlah 96 judul geguritan. Geguritan tidak hanya dapat dikaji melalui gaya
bahasa, tetapi dapat dikaji melalui pencitraan, moral, diksidan lain-lain.
Peneliti memfokuskan pada gaya bahasa, karena pengarang menyisipkan kata-
4
kata yang mampu memadukan kemanisan secara puitis yang tersirat. Dari
karya pengarang yang berbeda-beda sehingga lebih menarik untuk diteliti
lebih jauh.
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah
bacaan. Setiap pengarang mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam
menuangkan setiap ide tulisannya. Menurut Muljana dalam (Pradopo, 2014:94-
95) menyatakan bahwa gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan suatu
perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat,
memberi gerak pada kalimat dan menimbulkan reaksi tertentu terhadap pikiran
pembaca.
Adanya gaya bahasa kiasan maupun retoris. Menurut Keraf (2010:130-
145). Gaya retoris adalah gaya yang bertujuan menyatakan sesuatu pada makna
denotatifnya (makna sebenarnya) seperti aliterasi, asonansi, apostrof, apofasis,
litotes dan lain-lain. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya yang digunakan
untuk membandingkan sesuatu dengan sesuatu lain dengan menunjukkan
kesamaan antara kedua hal tersebut seperti perbandingan atau simile, metafora,
alegori, personifikasi, alusi, dan lain-lain.
Selain ditemukan adanya gaya bahasa dalam majalah Djaka Lodang
edisi 2 Oktober 2015-3 April 2016 yang berjumlah 94 judul geguritan, juga
ditemukan adanya makna yang dapat memberi nilai positif yang dapat diambil
dan direalisasikan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
5
geguritan yang berjudul Wuyung terdapat gaya bahasa personifikasi.
Kemudian sebuah pesan untuk pembaca bahwa cinta itu tidak harus memiliki.
1. Kutipan kalimatnya :
“Gawang-gawang esemmu cah bagus
Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”
(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟
Kutipan di atas menceritakan tentang kekaguman seorang wanita
terhadap lelaki karena seorang lelaki yang penyayang kepada wanita.
Walaupun hanya bisa memandang saja tanpa bisa memiliki itu sudah lebih
dari cukup baginya. Makna kutipan tersebut adalah terbayang akan seseorang
yang dikasihinya tetapi tidak bisa memiliki.
Geguritan yang berjudul Jaman Akhir terdapat gaya bahasa asonansi
dan adanya pesan bahwa jangan melakukan hal sifat buruk akan menambah
banyak dosa.
2. Kutipan kalimatnya :
“Lemah wis padha mlekah
Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka
6
Dunya iki pancen wis tua
Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”
(Jaman Akhir, DL, 29/19/12/2015)
Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh
Dunia ini sudah tua
Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk
Tidak mudah menjalani kehidupan
Hidup yang menurut orang lain susah
Sehingga janganlah saling mengecewakan‟
Kutipan di atas menggambarkan bahwa dunia yang sudah
mulai tua dan rapuh. Saatnya manusia untuk bersiap-siap membawa
bekal menuju akhirat. Manusia diharapkan untuk bersikap dan
berperilaku sesuai dengan ajaran Tuhan yaitu memperbanyak
berbuat kebaikan dan mengurangi perbuatan yang buruk. Makna
kutipan di atas adalah nasihat kepada manusia agar menjalankan
perintah Tuhan untuk berbuat baik karena hidup di dunia hanya
sementara.
Banyaknya penggunaan gaya bahasa yang dipakai pengarang.
Penggunaan objek benda mati menurut pembaca satu dengan yang lainnya
menafsirkannya berbeda-beda Benda mati itu sifatnya mati, tetapi
7
pembaca lainnya menafsirkan benda mati diibaratkan layaknya aktifitas
manusia sehari-hari.
Gaya bahasa erat hubungannya dengan stilistika. Stilistika adalah ilmu
yang mempelajari gaya bahasa dengan mempertimbangkan bahwa aspek-
aspek keindahan sastra tergantung dalam pemanfaatan gaya bahasanya.
Menurut Nurgiyantoro (2014: 77) stilistika dibagi menjadi dua yaitu gaya
retorik dan gaya kiasan. Gaya retorik digunakan untuk menjelaskan dalam
bentuk pemajasan, penyiasatan struktur, citraan dan lain-lain. Gaya kiasan
digunakan untuk menjelaskan makna bukan sebenarnya.
Stilistika tidak hanya digunakan dalam geguritan, dapat digunakan
dalam novel, cerbung, cerkak, dan lain-lain. Jika diterapkan ke dalam
geguritan mengandung makna baik secara langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan makna konotatif, dan makna lugas.
Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk memfokuskan judul
Analisis Gaya Bahasa pada Geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3
Oktober 2015-2 April 2016, agar pembaca dapat memahami penggunaan
ragam gaya bahasa yang dipakai sehingga mereka mampu menangkap pesan-
pesan tertentu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan
identifikasi masalah sebagai berikut :
8
1. Kurangnya perhatian masyarakat dan generasi muda khususnya terhadap
salah satu warisan budaya Jawa lisan sebagai fenomena sehari-hari karena
pengaruh adanya teknologi perkembangan zaman.
2. Menurunnya kapasitas pembaca geguritan semakin berkurang disebabkan
adanya penggunaan gaya bahasa dengan menggunakan ambiguitas, intuitif
atau bermakna ganda apabila ejaannya tidak lengkap, imajinatif meng-
gunakan simbol (lambang) untuk memperjelas makna dan nada sajak lebih
jelas, dari penjelasan tersebut sebagai langkah awal untuk membatasi
geguritan.
3. Kurangnya perhatian mengenai puisi jawa atau geguritan sebagai langkah
untuk diteliti lebih jauh hal ini menarik untuk diteliti dan minimnya peminat,
sehingga eksistensinya tidak lagi populer dikalangan masyarakat khususnya
kaum muda.
4. Adanya penggunaan gaya bahasa yang beragam pada geguritan menyebab-
kan sebuah ungkapan atau pemikiran pembaca yang berbeda-beda.
5. Geguritan yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober
2015- 2 April 2016 merupakan karya dari pengarang yang berbeda-beda
sehingga kemungkinan penggunaan gaya bahasa yang lebih beragam.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka
batasan masalahnya sebagai berikut:
9
Stilistika berdasarkan langsung tidaknya makna yang disebut gaya retorik
dan gaya kiasan terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3
Oktober 2015- 2 April 2016.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya bahasa yang terdapat pada majalah Djaka Lodang edisi 3
Oktober 2015- 2 April 2016?
2. Apa saja makna yang terdapat pada masing-masing geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian yang berjudul Analisis Gaya Bahasa pada geguritan dalam
Majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.
Bertujuan untuk :
Mendeskripsikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang
disebut dengan gaya bahasa retoris dan kiasan yang terdapat dalam majalah
Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut ini :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang
sastra, khususnya tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
10
yang terdapat pada geguritan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah kajian terhadap karya sastra yaitu analisis gaya bahasa pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menambah referensi dan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya khususnya untuk mahasiswa yang akan melaku-
kan penelitian yang tentang gaya bahasa.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan sastra dan ilmu
pengetahuan mengenai gaya bahasa dan juga menambah khasanah
penelitian sastra khususnya sastra Jawa.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Sastra
a. Pengertian Sastra
Kesusastraan berasal dari kata dasar “sas” dan “tra”. Kata sastra
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang artinya mengarahkan,
sedangkan “tra” yang artinya sebagai alat atau sarana untuk mengajar,
buku pentunjuk, dan pengajaran (Endraswara, 2008 : 4). Sastra dapat
diartikan sebagai sarana untuk mengarahkan, alat mengajar, buku
petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran. Sejalan dengan hal
tersebut, Teeuw (2015 : 20) mengemukakan bahwa sarana untuk
mengajar tersebut dapat berupa alat-alat mengajar, buku petunjuk, dan
buku instruksi atau pengajaran.
Sastra sebuah karangan gambaran kehidupan masyarakat hasil
dari pengalaman seseorang dengan bahasa sebagai perantaranya (Semi
dalam Widayat, 2011: 9). Sejalan dengan hal itu, Purwadi (2009 : 3)
menyatakan bahwa sastra adalah karangan bahasa mengarah pada
konflik sosial budaya yang mendapat nilai positif dari masyarakat,
sehingga dipelihara. Karya sastra adalah ungkapan dari apa yang
disaksikan, dialami, dan dirasakan seseorang dimana pengalaman
tersebut merupakan hal yang menarik.
11
12
Sementara itu Daiches (dalam Nurhayati, 2012: 3) menyatakan
sastra merupakan suatu karya sastra untuk menyampaikan
pengetahuan dengan memberikan kenikmatan unik dan pengetahuan
untuk memperluas wawasan pembaca. Melalui sastra, pengarang
dapat menyampaikan pesan dan kesannya kepada para pembaca.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan hasil kreatifitas pengarang untuk mengungkapkan pe-
rasaannya dengan penuh penghayatan. Sastra mempunyai sifat meng-
hibur dan memperkaya wawasan pembacanya.
b. Fungsi Karya Sastra
Menurut Horatius (dalam Ginanjar, 2012: 1) sastra memiliki
fungsi dulce et utile, dimana sastra memiliki fungsi ganda, yakni
menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. Sastra meng-
hibur karena memberikan keindahan, memberikan makna terhadap
kehidupan. Karya sastra juga menjadi sarana untuk menyampaikan
pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, baik
secara langsung maupun secara tak langsung. Menurut Wellek &
Werren (2014: 24) karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya,
dibagi menjadi dua segi (kesenangan dan manfaat bukan hanya ada
melainkan saling mengisi. Ginanjar (2012: 57) berpendapat bahwa
fungsi karya sastra bagi kehidupan dibagi ke dalam lima kelompok,
antara lain: fungsi rekreatif, estetis, didaktif, moralitas, dan religius.
Fungsi rekreatif adalah karya sastra dapat memberikan rasa senang
13
bagi pembaca ketika membacanya. Fungsi estetis adalah karya sastra itu
indah dan memberikan keindahan bagi pembacanya. Fungsi didaktif
adalah karya sastra dapat diajarkan banyak pengetahuan dan nilai-nilai
kebenaran. Fungsi moralitas adalah karya sastra yang baik mengandung
nilai moral yang tinggi, sehingga pembaca dapat mengetahui moral yang
baik dan moral yang buruk. Fungsi religius adalah karya sastra
mengandung ajaran agama yang dapat diteladani pembaca. Menurut
Ismawati (2013: 3), sastra sebagai sesuatu yang dipelajari dapat berfungsi
sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi
sastra untuk menghibur dan memberikan manfaat kepada penikmatnya.
manfaat tersebut dapat berupa moral, pengetahuan, dan religi. Fungsi
sastra yang lain adalah mewariskan dan meneruskan tradisi suatu bangsa,
dimana sastra dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
2. Puisi Jawa
a. Pengertian Puisi Jawa Modern ( Geguritan)
Menurut Purwadi (2007: 455) mengemukakan bahwa puisi
dalam sastra Jawa disebut geguritan gagrak anyar. Dimana terdapat
aturan-aturan seperti dalam tembang, parikan, wangsalan, dan
lainnya. Keindahan geguritan terletak pada isi yang digunakan
sebagai ekspresi perasaan seseorang.
Geguritan dalam bahasa Indonesia adalah puisi. Secara
etimologi. istilah puisi berasal dari bahasa Yunani Poeima „membuat‟
14
atau poesis „pembuatan‟, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau
poetry (Aminudin, 2014: 134). Melalui puisi, seseorang dapat
menciptakan suatu dunia tersendiri. Dunia tersebut dapat berisi pesan
maupun gambaran suasana tertentu. Penciptaan seni tersebut dengan
menyusun kata-kata berdasar syarat-syarat tertentu, seperti irama,
sajak, dan kiasan (Tarigan, 2015: 3).
Menurut Pradopo (2014: 7) puisi adalah ekspresi dari dalam
pikiran untuk membangkitkan perasaan dan dapat membangkitkan
imajinasi atau khayalan panca indra dalam susunan berirama.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa puisi merupakan sebuah alat
yang menghubungkan antara rasa yang dimiliki pengarang dengan
dunia luar melalui kata-kata yang indah.
Menurut Widayat (2011: 167) ada dua pendapat mengenai asal
kata guritan.
“Pertama, kata guritan berasal dari kata gurit mendapat
akhiran-an. Gurit berarti „tulisan‟ atau „pahatan‟ atau
„senandung‟. Kata nggegurit dapat berarti „menggubah puisi
atau bersenandung‟. Pendapat kedua, kata guritan terbentuk
dari kata gurita dan akhiran –an. Kata gurita berarti „tempat
tulisan dari kayu‟. Jadi guritan merupakan „pahatan tulisan
pada kayu”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
geguritan atau puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
merupakan sebuah alat yang menghubungkan antara rasa yang
dimiliki pengarang dengan dunia luar melalui kata-kata yang indah.
Puisi berisi pesan dan gambaran suasana tertentu.
15
b. Jenis Puisi Jawa
1. Kekawin
Menurut Purwadi (2007: 435) kekawin dapat diartikan sebagai
syair. Orang jaman kuno yang pintar membuat kesusastraan
kekawin dinamakan kayya. Kekawin memiliki ciri-ciri dalam satu
bait terdiri dari empat baris dan tiap baris memiliki jumlah suku
katanya sama. Jadi kakawin adalah puisi pada zaman kuno yang
terdiri dari empat baris dan tiap baris memiliki jumlah suku kata
yang sama.
2. Parikan
Menurut Purwadi (2007: 446) parikan termasuk puisi. Kata
parikan ada hubungannya dengan kata pari, atau pantun. Puisi
Jawa yang berupa parikan ada hubungannya dengan pantun dalam
kesusastraan Indonesia. Akan tetapi parikan Jawa lebih bebas
daripada pantun. Parikan adalah kata-kata yang terbentuk dari dua
kalimat yang digabungkan menggunakan purwakanthi guru swara
dimana kalimat pertama adalah awalan sedangkan kalimat kedua
adalah isi (Widayat, 2011: 164). Dapat ditarik kesimpulan,
parikan adalah kalimat yang di dalamnya terdapat dua kalimat
yaitu awalan sebagai kalimat pertama, dan kedua sebagai isi.
3. Tembang
Menurut Padmasoekotja (1960: 25) tembang adalah karangan
atau rangkaian bahasa menggunakan aturan yang cara membacanya
16
harus dilakukan dengan seni suara. Sejalan dengan Purwadi (2007:
437) tembang merupakan puisi yang dinyanyikan. Dengan demikian,
tembang merupakan rangkaian bahasa yang dalam membacanya
dengan cara dinyanyikan.
4. Wangsalan
Menurut Widayat (2011: 160) wangsalan adalah bentuk
ungkapan yang dinyatakan melalui bentuk sejenis teka-teki yang
isinya berupa jawaban, dan dalam jawaban tersebut menyiratkan
dengan ungkapan tertentu. Menurut Purwadi (2007: 450)
wangsalan merupakan puisi yang sangat indah, karena susunan
kata-katanya berhubungan secara semu. Jadi wangsalan merupakan
ungkapan yang dinyatakan dalam sebuah teka-teki secara semu dan
memiliki isi atau jawaban.
5. Kidung
Menurut Padmosoekotjo (1960: 30) kidung adalah nyanyian
yang didalamnya terdapat bahasa Jawa Tengahan di dalam
tembang, yang kebanyakan lagu tengahan menggunakan guru
gatra, guru wilangan dan guru lagu. Menurut Purwadi (2007: 436)
pada jaman Majapahit akhir bahwa ada puisi yang disebut kidung.
Ciri-ciri kidung yaitu memiliki jumlah bait tetap dan jumlah suku
kata tiap baris tetap. Jadi kidung merupakan puisi yang
berkembang pada zaman akhir Majapahit dengan menggunakan
17
bahasa Jawa Tengahan yang terikat oleh beberapa aturan seperti
guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.
3. Stilistika
a. Pengertian Stilistika
Menurut Endrawara (2013: 72) stilistika adalah ilmu yang
mempelajari atau membahas mengenai gaya bahasa suatu karya sastra.
Stilistika akan membangun aspek keindahan karya sastra. Jadi stilistika
adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa, karena gaya bahasa tidak
akan hidup, maupun berdiri sendiri tanpa adanya stilistika.
Bentuk-Bentuk Stilistika
Menurut Endraswara (2013: 73), stilistika terbagi menjadi dua
bentuk yaitu gaya retorik dan gaya kiasan.
1) Gaya retorik adalah gaya yang bertujuan menyatakan sesuatu pada
makna denotatifnya (makna sebenarnya) meliputi eufemismus,
paradoks, tautologi, polisidenton dan sebagainya.
2) Gaya kiasan adalah gaya yang digunakan untuk membandingkan
sesuatu dengan lain untuk menunjukkan kesamaan antara kedua hal
meliputi alegori, personifikasi, simile, sarkasme dan sebagainya.
Fungsi Puitis
Menurut Nurgiyantoro (2014: 110) fungsi puitis adalah isi pesan
pada bahasa yang digunakan pada puisi dan berkaitan dengan gaya
retoris. Jadi fungsi puitis berkaitan pada pesan yang terdapat dalam
puisi yang kaitannya dengan pesan dalam majas tersebut.
18
b. Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Keraf (2010: 112) gaya dalam retorika disebut dengan
style. Style lalu berubah menjadi kemampuan dan kemahiran untuk
menulis kata–kata secara indah. Sejalan dengan Nurgiyantoro (2015:
370) stile dapat digunakan sebagai pemilihan ungkapan kebahasaan
digunakan untuk mewakili sesuatu untuk mencapai keindahan. Jadi
stile merupakan cara dalam menentukan atau memilih bahasa yang
digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang dirasa dapat
mewakili maksud dari pengarang sehingga menghasilkan bahasa yang
indah.
Menurut Nurgiyantoro (2014: 148) bahasa merupakan sarana
dalam kehidupan sehari-hari pada saat berkomunikasi. Menurut Keraf
(2010: 113) gaya bahasa sebagai pengungkapan imajinasi melalui
bahasa secara khas untuk memperlihatkan kepribadian pengarang. Jadi
gaya bahasa merupakan alat untuk menulis kata-kata yang indah,
secara umum kemampuan menulis seseorang baik atau buruknya
tergantung kepribadian masing-masing. Semakin baik keahlian
menulis gaya bahasanya maka dipandang orang baik, dan sebaliknya.
Dan bahasa merupakan sistem alat berkomunikasi dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Tarigan (2013: 4) gaya bahasa adalah bahasa yang
indah yang digunakan untuk meningkatkan efek tertentu dengan cara
membandingkan benda yang satu dengan benda lain yang lebih umum.
19
Jadi gaya bahasa tersebut tidak hanya terpaku pada makna asal
melainkan dapat menimbulkan makna yang berbeda.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan gaya merupakan
kemampuan bagaimana seseorang menulis kata yang indah, sedangkan
bahasa adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Jadi
gaya bahasa merupakan gaya yang dimiliki masing-masing seseorang
dengan menuangkan berbagai idenya sesuai dengan karakteristik jiwa
masing-masing. Gaya bahasa dapat digunakan untuk membandingkan
benda satu dengan benda yang lain yang nanti sifatnya bisa
menyimpang dari makna sebenarnya.
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Menurut Keraf (2010: 117-127) dilihat dari sudut bahasa atau
unsur-unsur bahasa yang digunakan, gaya bahasa dibedakan
berdasarkan penggunaan unsur bahasa antara lain :
1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata meliputi: gaya bahasa resmi,
gaya bahasa tak resmi, gaya bahasa percakapan.
2) Gaya bahasa berdasarkan nada meliputi: gaya bahasa sederhana,
gaya mulia dan bertenaga, gaya menengah.
3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat meliputi: klimaks,
antiklimaks, pararelisme, anthitesis, repetisi.
4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi: gaya
bahasa retoris dan gaya bahasan kiasan.
20
Dalam penelitian ini difokuskan untuk meneliti gaya bahasa ber-
dasarkan langsung tidaknya makna. Penelitian gaya bahasa berdasar-
kan langsung tidaknya makna sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Gorys Keraf yang meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa
kiasan.
d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya
makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan
makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang
digunakan masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu
masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, berupa
makna denotatif berarti sudah memiliki makna yang berbeda.
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terbagai
menjadi dua macam yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
1) Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa retoris terdiri dari 21 macam antara lain:
a) Aliterasi
Menurut Keraf (2010: 130) aliterasi adalah gaya bahasa
berwujud perulangan konsonan yang sama. Sedangkan
menurut Tarigan (2013: 175) aliterasi adalah gaya bahasa
tersebut menggunakan kata-kata awal mulanya sama bunyinya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aliterasi
merupakan gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan
21
atau kata-kata. Perulangan ini dimaksudkan untuk penekanan
sehingga memperindah suatu karya.
b) Asonansi
Menurut Keraf (2010: 130) asonansi adalah gaya
bahasa perulangan dengan bunyi vokal yang sama. Sejalan
dengan Tarigan (2013: 176) asonansi adalah gaya bahasa
repetisi yang bunyinya dengan vokal yang sama.
Berdasarkan dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa asonansi gaya perulangan untuk mendapatkan efek
penekanan juga memiliki keindahan dalam suatu karya sastra.
c) Anastrof
Menurut Keraf (2013: 130) anastrof adalah gaya bahasa
retoris dimana mendapatkannya dengan pembalikan susunan kata
biasa dalam kalimat. Sejalan dengan Tarigan (2010:85) anastrof
atau infersi adalah gaya retoris dimana diperoleh dengan
pembalikan susunan kata biasa dalam kalimat.
Jadi kesimpulan bahwa anastrof adalah membalikan
susunan kata ini membuat kalimat yang dituangkan dalam
sebuah karya semakin menarik dan menunjukkan jiwa
kreatifitas pengarangnya.
d) Apofasis atau Prateresio
Menurut Keraf (2010: 130) apofasis atau prateresio
adalah gaya bahasa dimana penulis menegaskan sesuatu,
22
kemudian menyangkal. Sejalan dengan Tarigan (2013: 86)
apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa dimana pengarang
yang awalnya menegaskan sesuatu tetapi menyangkal.
Jadi kesimpulannya bahwa apofasis atau preterisio adalah
gaya bahasa digunakan pengarang untuk menegaskan sesuatu
tetapi menyangkal. Namun, sangkalan tersebut ditujukan atau
dimaksudkan untuk memamerkan sesuatu
e) Apostrof
Menurut Keraf (2010: 131) apostrof adalah gaya bahasa
dimana berupa pengalihan amanat dari hadirin kepada yang tidak
hadir. Menurut Tarigan (2013: 83) apostrof berarti
menghilangkan. Menghilangkan ini dimaksudkan agar tidak ada
yang tersindir
Jadi kesimpulannya bahwa apostrof adalah penggunaan
gaya bahasa ini untuk mengalihkan atau menghilangkan supaya
tidak dimaksudkan tidak menuduh orang lain
f) Asidenton
Menurut Keraf (2010: 131) asindenton adalah gaya
bahasa dimana bersifat padat dan mampat serta dihubungkan
dengan kata sambung. Sejalan dengan Tarigan (2013: 136)
asidenton adalah gaya bahasa dimana acuan padat dan jelas.
Gaya bahasa ini biasanya hanya dipisahkan oleh tanda baca
koma.
23
Kesimpulan di atas bahwa asindeton adalah gaya yang
sifatnya padat dan jelas. Dimana gaya bahasa ini hanya
dipisahkan oleh tanda koma.
g) Polisidenton
Menurut Keraf (2010: 131) polisidenton adalah gaya
bahasa dimana kebalikan dari asindenton dimana frasa dan
klauasa diikuti dengan kata sambung. Menurut Tarigan (2013:
137) polisidenton merupakan gaya bahasa dimana kebalikan
dari asidenton.
Disimpulkan bahwa polisideton merupakan gaya
berbahasa kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau
klausa secara berurutan dirangkai dengan menggunakan kata
sambung.
h) Kiasmus
Menurut Keraf (2010: 131) kiasmus adalah gaya bahasa
dimana terdiri dua bagian frasa atau klausa yang sifatnya
berimbang dan dipertentangkan dengan yang lain. Menurut
Tarigan (2013: 180) kiasmus adalah gaya bahasa perulangan dan
sebagai susunan hubungan antara dua kata dalam satu kalimat.
Disimpulkan bahwa kiasmus merupakan gaya bahasa
yang terdiri dua bagian baik berupa frasa maupun klausa yang
berimbang dan perulangan tersebut dipertentangkan satu sama
lain.
24
i) Elipsis
Menurut Keraf (2010: 132) elipsis adalah gaya bahasa
dengan cara menghilangkan unsur kalimat agar dapat
ditafsirkan oleh pembaca sehingga kalimatnya memenuhi pola
yang berlaku. Menurut Tarigan (2013: 133) elipsis adalah gaya
bahasa yang untuk menghilangkan kata-kata berupa kalimat
berdasarkan tata bahasa.
Kesimpulannya bahwa elipsis merupakan penggunaan
bahasa dengan cara menghilangkan suatu unsur kalimat agar
memudahkan pembaca untuk memahami sebuah kalimat.
j) Eufemismus
Menurut Keraf (2010: 132) eufemismus adalah ungkapan
halus untuk menggantikan acuan menyindir perasaan tidak
menyenangkan. Menurut Tarigan (2013: 125) eufemisme
berasal dari bahasa Yunani euphemizein berarti berbicara
dengan kata-kata yang jelas. Eufemismus merupakan ungkapan
halus tanpa merugikan orang lain.
Disimpulkan bahwa eufemismus untuk mengungkapkan
hal yang baik dan halus tanpa ada niat menghina atau
menyinggung serta berbicara dengan penuh kejelasan.
k) Litotes
Menurut Keraf (2010: 132) litotes adalah gaya bahasa
dimana bertujuan untuk merendahkan diri. Sejalan dengan
25
Tarigan (2013: 58) litotes adalah gaya bahasa yang
mengandung pernyataan untuk merendahkan diri.
Kesimpulannya bahwa litotes merupakan gaya bahasa
dengan cara merendakan diri. Gaya bahasa tersebut juga
menyenangkan orang lain.
l) Histeron Proteron
Menurut Keraf (2010: 132) histeron proteron adalah
gaya bahasa dimana kebalikan dari sesuatu yang logis. Sejalan
dengan Tarigan (2013: 88) histeron proteron adalah gaya
dimana dalam menulis digunakan untuk membalikkan sesuatu
yang logis.
Jadi histeron proteron adalah gaya bahasa untuk mem-
balikkan sesuatu yang logis. Penggunaan gaya bahasa ini
menggunakan bahasa yang tidak sewajarnya secara umum.
m) Pleonasme dan Tautologi
Menurut Keraf (2010: 133) pleonasme dan tautologi
adalah acuan yang menggunakan kata-kata berlebihan daripada
yang diperlukan untuk menyatakan ide. Sejalan dengan Tarigan
(2013: 28) pleonasme dan tautologi adalah acuan yang
menggunakan kata-kata banyak dari yang dibutuhkan untuk
menyatakan idenya.
26
Disimpulkan bahwa pleonasme dan tautologi adalah acuan
yang menggunakan kata-kata yang banyak daripada yang
dibutuhkan untuk menyatakan gagasan.
n) Perifrasis
Menurut Keraf (2010: 134) perifrasis adalah gaya bahasa
yang mirip dengan pleonasme yang menggunakan kata lebih
banyak dari yang dibutuhkan. Menurut Tarigan (2010: 31)
perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perifrasis
adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme yang
menggunakan kata-kata yang sangat berlebihan.
o) Prolepsis atau Antisipasi
Menurut Keraf (2010: 134) prolepsis atau antisipasi
adalah gaya bahasa dimana orang menggunakan sebuah kata-
kata sebelum kejadian terjadi. Sejalan dengan Tarigan (2010:
33) antisipasi atau prolepsis adalah berasal dari bahasa Latin
“anticipatio” yang berarti sesuatu yang akan terjadi. Antisipasi
atau prolepsis merupakan gaya bahasa dimana menggunakan
kata-kata sebelum peristiwa terjadi.
Kesimpulannya bahwa antisipasi atau prolepsis adalah
penulis menggunakan kata-kata terlebih dahulu sebelum
peristiwa atau kejadian yang sebenarnya terjadi.
27
p) Erotesis
Menurut Keraf (2010: 134) erotesis adalah gaya bahasa
berupa pertanyaan yang digunakan dalam pidato dengan tujuan
penekanan yang tidak memerlukan jawaban. Sejalan dengan
Tarigan (2010: 130) erotesis adalah gaya bahasa isinya berupa
pertanyaan pidato untuk mencapai efek yang lebih mendalam
tanpa membutuhkan jawaban.
Disimpulkan bahwa erotesis adalah gaya bahasa Gaya
bahasa ini sering digunakan sebagai alat oleh para orator
dalam berpidato akan tetapi tidak memerlukan jawaban.
q) Silepsis atau Zeugma
Menurut Keraf (2010: 135) silepsis atau zeugma adalah
gaya bahasa dimana dua kontruksi menghubungkan sebuah kata
dengan dua kata lain yang salah satunya berhubungan dengan
kata pertama. Sejalan dengan Tarigan (2010: 68) zeugma dan
silepsis adalah gaya bahasa menggunakan dua kontruksi
dengan cara menghubungkan beberapa kata atau lebih kata
lain yang berhubungan dengan kata yang pertama.
Disimpulkan bahwa silepsis atau zeugma adalah gaya
bahasa menggunakan dua kontruksi dengan cara menghubung-
kan beberapa kata bahkan lebih yang berkaitan dengan kata
pertama.
28
r) Koreksio atau Epanortosis
Menurut Keraf (2010: 135) koreksio atau epanortosis
adalah gaya yang semula menegaskan sesuatu kemudian mem-
perbaikinya. Sejalan dengan Tarigan (2010: 34) koreksio atau
epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan
sesuatu kemudian memperbaiki mana yang salah.
Kesimpulannya bahwa koreksio atau epanortosis adalah
gaya yang semula menegaskan sesuatu kemudian mengoreksi
kesalahan yang terjadi.
s) Hiperbol
Menurut Keraf (2010: 136) hiperbol adalah gaya bahasa
digunakan untuk membesarkan sesuatu hal. Sejalan dengan
Tarigan (2010: 55) hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang
berarti berlebihan dan diturunkan dari hyper disebut melebihkan
+ ballien yaitu melemparkan. Hiperbol adalah gaya bahasa yang
melebih-lebihkan situasi.
Disimpulkan bahwa hiperbol berasal dari bahasa Yunani
yang berarti berlebihan dan diturunkan dari hyper disebut
melebihkan + ballien yaitu melemparkan. Gaya bahasa ini
digunakan untuk membesarkan sesuatu hal dari semestinya.
t) Paradoks
Menurut Keraf (2010: 136) paradoks adalah gaya
bahasa berwujud pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta
29
yang ada. Sejalan dengan Tarigan (2010: 77) paradoks adalah
gaya bahasa berupa pertentangan nyata dengan fakta-fakta
yang ada.
Disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa per-
tentangan nyata dengan fakta-fakta yang ada. Pertentangan nyata
yang sesuai dengan fakta ini sehingga banyak menarik perhatian.
u) Oksimoron
Menurut Keraf (2010: 136) oksimoron adalah gaya
bahasa digunakan untuk menggabungkan kata-kata untuk
mencapai efek yang bertentangan. Menurut Tarigan (2010: 63)
kata oksimoron berasal dari bahasa Latin okys berati runcing +
moros berarti bodoh. Oksimoron adalah gaya bahasa yang
sifatnya bertentangan.
Kesimpulannya bahwa oksimoron berasal dari bahasa
Latin okys berati runcing + moros berarti bodoh. Oksimoron
adalah gaya bahasa dimana untuk menggabungkan kata-kata
untuk mencapai efek yang bertentangan.
2) Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan dibagi menjadi 16 macam antara lain:
a) Persamaan atau Simile
Menurut Keraf (2010: 138) persamaan atau Simile
adalah perbandingan yang bersifat langsung menyatakan hal
sama dengan yang lain. Sejalan dengan Tarigan (2013: 9)
30
perumpamaan adalah untuk membandingan dua hal yang
berbeda dianggap sama.
Disimpulkan bahwa persamaan atau simile adalah
perbandingan yang bersifat langsung menyatakan hal sama
dengan yang lain secara eksplisit yaitu dengan kata-kata:
seperti, sama, bagaikan, laksana dan sebagainya.
b) Metafora
Menurut Keraf (2010: 139) metafora adalah analogi
untuk membandingkan dua hal secara exsplisit dalam bentuk
yang singkat. Menurut Tarigan (2013: 14) metafora adalah
gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun
rapi.
Disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa
perbandingan secara langsung secara singkat, padat dan
tersusun rapi tanpa menggunakan kata bagaikan, bak dan
sebagainya.
c) Alegori
Menurut Keraf (2010: 140) alegori adalah cerita singkat
berwujud makna bukan sebenarnya. Menurut Tarigan (2013:
24) alegori adalah cerita yang mengandung sifat moral dan
spiritual. Menurut Keraf (2010: 140) parabel adalah
mengisahkan tokoh manusia yang mengajarkan sifat moral.
Sejalan dengan Tarigan (2013: 25) Parabel merupakan gaya
31
bahasa yang mengandung moral. Menurut Keraf (2010: 140)
fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia
binatang atau makhluk tidak bernyawa melakukan aktivitas
seperti manusia. Menurut Tarigan (2013: 24) fabel adalah cerita
mengenai dunia binatang yang dapat berbicara dan bertingkah
laku seperti manusia yang mengandung ajaran moral.
Disimpulkan bahwa alegori adalah cerita singkat yang
mengandung kiasan untuk memberikan amanat dan nasihat
kepada pembacanya. Sedangkan, parabel adalah kisah tokoh-
tokoh manusia yang mengandung tema nilai-nilai moral yang
ingin disampaikan pengarang kepada masyarakat. Kemudian,
fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia
binatang atau makhluk yang tidak bernyawa bertindak seperti
manusia untuk menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti.
d) Personifikasi
Menurut Keraf (2010: 140) personifikasi adalah gaya
bahasa kiasan dimana benda-benda mati mempunyai sifat sama
dengan manusia. Personifikasi atau Prosopopoeia menurut
Tarigan (2013: 17) berasal dari bahasa Latin persona berarti
seseorang yang memainkan dalam serial komedi atau drama.
Jadi personifikasi berasal dari bahasa Latin persona
berarti seseorang yang memainkan dalam serial komedi atau
drama. Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang
32
menggambarkan benda-benda seolah-olah seperti manusia yang
melakukan aktivitas sehari-hari.
e) Alusi
Menurut Keraf (2010: 141) alusi adalah gaya bahasa yang
berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau
peristiwa. Menurut Tarigan (2013: 124) alusi adalah gaya bahasa
secara tidak langsung ke suatu peristiwa pembaca harus mampu
memahami.
Kesimpulannya bahwa alusi adalah acuan yang berusaha
mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau peristiwa
dalam kehidupan nyata sehingga seseorang harus benar-benar
memahami hal tersebut.
f) Eponim
Menurut Keraf (2010: 141) eponim adalah gaya dimana
seseorang yang namanya dihubungkan dengan sifat tertentu
digunakan untuk menyatakan sifat itu. Sejalan dengan Tarigan
(2013: 127) eponim adalah gaya bahasa dimana nama
seseorang sering dihubungkan dengan sifat tertentu digunakan
untuk menyatakan sifat itu.
Disimpulkan bahwa eponim merupakan gaya bahasa
dengan memberikan nama yang dihubungkan dengan sikap
yang dimilikinya menunjukkan sifat yang dimiliki seseorang
tersebut.
33
g) Epitet
Menurut Keraf (2010: 141) epitet adalah gaya bahasa
digunakan menyatakan ciri yang khusus dari seseorang atau
sesuatu hal. Sejalan dengan Tarigan (2013: 128) epitet adalah
gaya bahasa dimana berupa acuan untuk menyatakan ciri khas
seseorang atau sesuatu hal.
Disimpulkan bahwa epitet adalah acuan yang
menyatakan ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal
dan acuan ini digunakan sebagai keterangan pengganti.
h) Sinekdoke
Menurut Keraf (2010: 142) sinekdoke adalah gaya
bahasa figuratif dimana menggunakan sebagian dari suatu hal
untuk keseluruhan (pars prototo) atau menggunakan
keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).
Sejalan dengan Tarigan (2013: 123) sinekdoke adalah majas
dimana nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau
sebagian.
Kesimpulannya bahwa sinekdoke adalah majas dimana
nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau nama
sebagian untuk menggantikan keseluruhan.
i) Metonimia
Menurut Keraf (2010: 139) metonimia adalah gaya
bahasa untuk menyatakan hal lain, berupa pertalian yang dekat.
34
Menurut Tarigan (2013: 121) metonimia adalah gaya bahasa
dimana memakai nama dihubungkan dengan nama orang lain
atau hal lain.
Jadi, metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama
dikaitkan dengan nama orang atau hal lain yang memiliki suatu
kedekatan.
j) Antomasia
Menurut Keraf (2010: 142) antonomasia adalah gaya
bahasa dimana dari sinekdoke dengan pemakaian epitet untuk
mengantikan nama diri, jabatan, gelar. Sejalan dengan Tarigan
(2013: 129) antonomasia adalah gaya bahasa dimana bentuk
khusus dari sinekdoke untuk pemakaian epitet untuk
menggantikan nama diri, jabatan, atau gelar.
Disimpulkan bahwa antomsia adalah gaya bahasa dalam
bentuk khusus dari sinekdoke untuk pemakaian epitet untuk
menggantikan nama diri. Nama tersebut dapat menggantikan
nama diri, gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama
seseorang.
k) Hipalase
Menurut Keraf (2010: 142) hipalase adalah gaya bahasa
digunakan untuk menjelaskan kata yang harusnya digunakan
pada kata lain. Menurut Tarigan (2013: 89) hipalase adalah
35
gaya bahasa dimana kebalikan dari hubungan ilmiah antara dua
gagasan.
Kesimpulannya bahwa hipalase merupakan gaya
bahasa untuk menerangkan kata yang digunakan pada kata lain
dan gaya bahasa tersebut merupakan kebalikan ini suatu relasi
alamiah antara dua komponen gagasan.
l) Ironi
Menurut Keraf (2010: 143) ironi adalah gaya bahasa
untuk mengatakan sesuatu dengan maksud berbeda dari
rangkaian kata-katanya. Menurut Tarigan (2013: 61) ironi
adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan,
dengan maksud menghina. Menurut Keraf (2010: 143) sinisme
adalah gaya bahasa berupa sindiran menyinggung terhadap
ketulusan hati. Menurut Tarigan (2013: 91) sinisme adalah
gaya bahasa dimana mengandung sindiran ejekan terhadap
ketulusan hati. Menurut Keraf (2010: 143) sarkasme adalah
gaya bahasa berupa sindiran lebih kejam dari ironi dan sinisme.
Sedangkan menurut Tarigan (2013: 92) sarkasme adalah gaya
bahasa berupa sindiran kejam menyakitkan hati.
Kesimpulannnya bahwa ironi, sinisme dan sarkasme
memiliki kemiripan yaitu untuk menyindir orang lain. Namun,
memiliki kadar yang berbeda sehingga gaya bahasa untuk
memberikan kritikan orang lain nampak menyakitkan.
36
m) Satire
Keraf (2010: 144) menyatakan satire adalah gaya bahasa
untuk menertawakan atau menolak hal. Sejalan dengan Tarigan
(2013: 70) satire adalah ungkapan gaya bahasa untuk mener-
tawakan atau menolak sesuatu.
Disimpulkan bahwa satire merupakan gaya bahasa yang
bertujuan untuk menertawakan sebagai bentuk kritikan agar
memperbaiki kesalahannya.
n) Inuendo
Keraf (2010: 144) mengemukakan inuendo adalah
sindiran dengan mengecilkan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Tarigan (2013: 74) inuendo adalah gaya bahasa ber-
wujud sindiran dengan mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Kesimpulannya bahwa inuendo adalah gaya bahasa yang
berwujud sindiran dengan mengecilkan keadaan yang
sebenarnya sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain.
o) Antifrasis
Menurut Keraf (2010: 144) antifrasis adalah gaya bahasa
sindiran berupa penggunaan kata dengan makna kebalikannya.
Sejalan dengan Tarigan (2013: 76) antifrasis adalah gaya bahasa
dimana menggunakan kata-kata dengan makna sebaliknya.
Disimpulkan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa
dengan penggunaan kata yang memiliki makna berkebalikan.
37
Gaya bahasa ini berupa sindiran baik pada diri juga orang lain
secara berkebalikan.
p) Fun atau Paranomasia
Menurut Keraf (2010: 145) fun atau Paranomasia adalah
gaya bahasa kiasan dimana menggunakan kesamaan bunyi.
Sejalan dengan Tarigan (2013: 64) paranomasia adalah gaya
bahasa yang isinya berupa kata-kata yang memiliki kemiripan
bunyi tapi bermakna lain.
Disimpulkan bahwa fun atau paronomasia adalah gaya
bahasa kiasan dimana menggunakan kemiripan bunyi. Kemiripan
bunyi tersebut terdapat perbedaan yang besar pada maknanya.
4. Hermeneutik
Menurut Ratna (2015: 44) secara etimologis hermeneutika berasal
dari kata hermeneuein, bahasa Yunani berarti menafsirkan atau
menginterpretasikan makna. Hermeneutika merupakan metode yang paling
sering digunakan dalam penelitian teks sastra. Hermeneutik adalah teori
mengenai interpretasi makna sebagai sebuah pendekatan, karena pada
umumnya membahas hubungan teks sastra dan pembaca untuk mengetahui
lebih jauh bahasa yang digunakan. Secara lebih luas hermeneutik juga
berhubungan dengan objek puisi untuk membantu dalam menafsirkan bait
atau puisi untuk diketahui makna sesuai dengan konteks. Metode ini
dilakukan dengan cara membaca secara berulang-ulang dari awal sampai
akhir sehingga diketahui makna yang tersembunyi ada konteks. Pengarang
38
sengaja menyembunyikan makna agar pembaca berfikir dengan
pengetahuan untuk mencari makna di dalamnya.
Ricoeur (2012: 211) berpendapat bahwa hermeneutik merupakan
teori penafsiran interpretasi terhadap teks dan tanda-tanda yang lain yang
dianggap ada sebuah teks. (Teeuw dalam Nurgiyantoro 2015:49)
berpendapat bahwa hermeneutik adalah ilmu untuk memahami karya sastra
dan kebahasaan secara luas, cara kerjanya dengan pemahaman keseluruhan
berdasarkan unsur-unsurnya. Menurut Purwadi (2009: 17) teori hermeneutik
menjelaskan penafsiran terhadap karya sastra yang dilakukan oleh penafsir
karena di dalam karya sastra khususnya banyak tersembunyi suatu bahasa,
makna, maupun pesan yang ada dalam teks tersebut.
Dalam sebuah intepretasi sastra dapat dibedakan menjadi enam pokok
antara lain:
1. Seorang penafsir harus mempunyai pemahaman yang lebih dapat
mengungkapkan arti dari sebuah teks.
2. Penafsir harus berusaha menyusun kembali arti ceritanya. Dalam hal ini
penafsir berpedoman pada maksud dari pengarang seperti tampak dari
teks sendiri atau di luar teks.
3. Penafsir memahami teks dan kemudian menerapkannya teks yang baku
dan tidak terikat oleh waktu pada situasinya sendiri
4. Penafsiran dilakukan secara bertitik tolak pada pandangan sastra. Hal ini
dilakukan dengan menunjukkan arti teks yang pokok.
39
5. Penafsiran bertitik pada permasalahan seperti permasalahan psikologi
atau sosiologi. Demikian penafsiran bagian bukan kebenaran yang
ditampilkan akan tetapi pada kejelasan ada okok bidang
6. Penafsiran secara tidak langsung ditunjukkan dengan kemungkinan yang
terdapat dalam teks, sehingga pembaca dapat menafsirkan sendiri.
Jadi hermeneutik adalah penafsiran yang digunakan dalam karya sastra
seperti puisi karena terdapat banyak bahasa yang digunakan. Dalam bahasa
tersebut didalamnya mengandung banyak makna. Menginterpretasikan makna
dalam puisi dapat dilakukan dengan pembacaan secara berulang-ulang agar
diketahui makna seperti dengan konteks. Hermeneutik sebagai pendekatan
dalam semua karya sasta berbentuk teks ada umumya.
B. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara teoritis terhadap kerja
terdahulu, sehingga diketahui persamaan dan perbedaan yang khas antara
kerja yang terdahulu dengan kerja yang akan peneliti lakukan.
1. Novita Handayani (2012) dengan judul Analisis Gaya Bahasa Perulangan
dan Pemadatan Arti pada Antologi Geguritan “Garising Pepesthen” karya
R Bambang Nur Singgih. Universitas Negeri Yogyakarta.
Hasil penelitian berupa gaya bahasa perulangan aliterasi, asonansi,
anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya fungsi gaya bahasa perulangan
berupa fungsi intensitas, ekspresifitas, ritmis dan pemadatan arti.
40
Penelitian ini dengan penelitian Novi Handayani memiliki
persamaan yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaan terletak
pada objek dimana peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober - 2 April 2016. Sedangkan Novi
Handayani mengkaji gaya bahasa perulangan dan pemadatan arti pada
antologi geguritan “Garising Pepesthen” karya R Bambang Nur Singgih.
2. Eny Setyowati (2013) dengan judul Analisis Gaya Bahasa Kias dalam
Ketoprak Siswobudoyo “Sri Hunning Mustika Tuban”. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Dari hasil penelitian berupa gaya bahasa kias yaitu perumpamaan,
hiperbola, dan personifikasi. Bahasa kias dalam cerita tersebut mempunyai
beberapa fungsi antara lain (a) menjelaskan gambaran, (b) melukiskan
perasaan tokoh, (c) memberikan penekanan penuturan atau emosi, (d)
memperindah bunyi atau penuturan, (e) konkritisasi, (f) menghidupkan
gambaran, dan (g) membangkitkan suasana tertentu
Penelitian ini dengan penelitian Eny Setyowati persamaan sama-
sama menganalisis gaya bahasa. Perbedaan terletak pada objek penelitian
yang dimana peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah
Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Sedangkan Eny
Setyowati mengkaji analisis gaya bahasa kias dalam Ketoprak
Siswobudoyo “Sri Hunning Mustika Tuban”.
41
3. Rizky Maysaroh (2010) dengan judul gaya bahasa dalam cerbung
“Salindri Kenya Kebak Wewadi” karya Pakne Puri dalan majalah Panjebar
Semangat. Universitas Negeri Semarang.
Hasil penelitian berupa analisis bahasa figuratif menemukan empat
majas yang digunakan dalam cerbung Salindri Kenya Kebak
Wewadi yaitu majas simile, personifikasi, metafora, dan metonomia.
Konteks dan kohesi yang digunakan dalam cerbung tersebut berfungsi
untuk mengetahui hubungan antara kalimat serta memperjelas maksud
kalimat.
Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Rizky Maysaroh
memiliki persamaan yaitu sama-sama mengkaji tentang penggunaan gaya
bahasa. Perbedaan terletak pada pada objek yang dikaji yaitu peneliti
mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang,
sedangkan Rizky Maysaroh mengkaji gaya bahasa pada cerbung “Salindri
Kebak Wewadi” karya Pakne Puri dalam majalah Panjebar Semangat.
4. Iva Avri Ana (2012) dengan judul Analisis Gaya Bahasa dalam Novel
“Teratak” karya Evi Idawati. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hasil Penelitian berupa gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
yang meliputi: repetisi, anafora, mesodiplosis, antithesis. Gaya bahasa
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi: simile, metafora,
ironi, personifikasi, sinentensia.
Penelitian ini dengan penelitian Iva Avri Ana memiliki persamaan
yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaan adalah Iva Avri Ana
42
mengkaji gaya bahasa pada Novel “Teratak” karya Evi Idawati,
sedangkan peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah
Djaka Lodang.
5. Eka Nur Fidiyani (2012) dengan judul Analisis Pemajasan dalam kumpulan
Geguritan “Layang Pangentasan” karya Suryanto Sastroadmodjo.
Universitas Negeri Semarang.
Dari hasil penelitian menemukan enam majas yaitu majas
personifikasi, simile, metafora, sinekdoke, metonimia, dan alegori. Majas
yang mendominasi dalam geguritan karya Sastroatmodjo adalah majas
personifikasi. Fungsi majas untuk menghasilkan kesenangan imajinatif,
menghasilkan imajinasi tambahan, menambah intensitas perasaan, dan
untuk mengkonsentrasikan makna.
Penelitian ini dengan penelitian Eka Nur Fidiyani memiliki
persamaan yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaannya adalah
Eka Nur Fidiyani mengkaji gaya bahasa pada geguritan “Layang
Pangentasan” karya Suryanto Sastroadmodjo. Sedangkan peneliti
mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif karena
bertujuan untuk memaparkan hasil penelitian yang berupa data kualitatif
Menurut Sugiyono (2014: 3) metode kualitatif digunakan untuk memperoleh
hasil data yang akurat, pada suatu data yang mengandung makna. Penelitian yang
akan dilakukan pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober
2015- 2 April 2016 adalah mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan
pada geguritan kemudian menerjemahkan serta mencari makna pada masing-
masing geguritan
B. Sumber Data dan Data
Menurut Arikunto (2013: 172), sumber data adalah subjek dimana data
dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini yaitu rubrik geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Dari 96 pengarang
geguritan hanya 42 judul yang dapat dianalisis gaya bahasanya dan 54
pengarang mempergunakan bahasa umum.
Menurut Ratna (2015: 47), data pada penelitian sastra isinya kata-kata,
kalimat dan wacana. Data dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan dalam
rubrik geguritan majalah Djaka Lodang edisi 2 Oktober 2015-3 April 2016
dengan jumlah 96 judul dan 42 judul geguritan berupa bait-bait puisi yang
43
44
didalamnya terdapat penggunaan gaya bahasa. Selain itu juga berupa kutipan
geguritan yang didalamnya mengandung makna tertentu.
C. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2014: 62) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data adalah
langkah paling tepat dalam penelitian, mempunyai tujuan utama dari penelitian
adalah memperoleh data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik simak-catat.
1. Teknik Simak-Catat
Menurut Subroto (1992: 41) teknik simak adalah teknik dilakukan
dengan cara menyimak pada penggunaan bahasa lisan yang bersifat spontan
dan melakukan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran
dan tujuan penelitian. Penggunaan teknik simak dimaksudkan agar peneliti
memperoleh data yang akurat. Simak yang dilakukan dengan cara membaca
kritis rubik geguritan pada majalah Djaka Lodang dalam yang selanjutnya
diinterpretasikan ke dalam kartu pencatat dan menggolongkan ke dalam
variabel yang dicari yaitu jenis gaya bahasa, kutipan dan terjemahan.
Teknik catat yang dimaksud adalah melakukan pencatatan secara
akurat dan teliti terhadap data yang relevan tepat pada sasaran dan tujuan
penelitian (Subroto, 1992: 42). Adapun penggunaan teknik catat dalam
penelitian ini yaitu dengan mencatat data-data yang termasuk ke dalam
gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang. Pada saat
45
penyimakan terdapat kutipan yang mengandung gaya bahasa akan
mempermudah peneliti dalam mengelompokkan data.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah
(Arikunto, 2013: 203). Instrumen dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan
human instrument yang dibantu dengan buku tentang sastra dan puisi serta kartu
pencatat data berfungsi mencatat data-data yang diperoleh dari rubrik geguritan
pada majalah Djaka Lodang. Menurut Sugiyono (2014 : 222) dalam penelitian
kualitatif ,yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.
Tabel 1
Kartu data untuk mencatat gaya bahasa
Judul
No. Jenis Gaya Bahasa Kutipan dan Terjemahan
Geguritan
Keterangan tabel:
No. : Merupakan nomor urut dari data yang diambil.
Jenis gaya bahasa : Merupakan data yang valid yang masuk ke dalam
gaya bahasa yang digunakan pada masing-masing
geguritan
Kutipan dan Terjemahan : Hasil dari data geguritan yang diambil kemudian di
terjemahkan apa maksud hasil dari kutipan tersebut
46
Judul geguritan : Penggolongan data yang akan diambil sebagai objek
yang di analisis
E. Teknik Analisis Data
Menurut Ismawati (2011: 81) content analysis adalah sebuah teknik
penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi secara
sistematik dan objektif karakteristik–karakteristik khusus dalam sebuah teks.
Lebih lanjut, dikatakan karakteristik penelitian analisis isi bahwa metode ini
secara mendasar berorientasi empiris, bersifat menjelaskan, berkaitan dengan
gejala-gejala nyata, dan bertujuan prediktif.
Berikut ini tahap-tahap yang ditempuh oleh peneliti dalam menganalisis
data menggunakan metode content analysis yaitu
1. Membaca serta memahami jenis gaya bahasa yang digunakan pada rubrik
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016
yang sudah dikelompokkan dalam tabel.
2. Menganalisis jenis gaya bahasa yang digunakan pada masing-masing rubrik
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.
3. Menganalisis kutipan dan terjemahan yang terkandung pada rubrik geguritan
dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.
4. Kutipan-kutipan tersebut dibaca menggunakan teori hermeneutika.
F. Teknik Keabsahan Data
Menurut Endraswara (2013: 164) validitas semantis yakni mengukur
tingkat kesensitifan makna perlambangan sesuai dengan konteks. Pengukuran
47
makna simbolik dikaitkan dengan konteks karya sastra dan konsep atau
konstruk analisis. Data-data dimaknai setelah dikategorikan sesuai dengan
konsep teori dan konteks dalam data penelitian. Melalui validitas semantis
dapat diukur seberapa jauh data berupa kalimat-kalimat yang mengandung
gaya bahasa dalam geguritan tersebut.
Dalam penelitian kualitatif reliabilitas sangat diperlukan agar data yang
diperoleh lebih akurat. Reliabilitas yang dipakai adalah keakuratan, yakni
penyesuaian antara hasil penelitian dengan kajian pustaka yang telah
dirumuskan (Endraswara, 2013: 164). Data yang isinya gaya bahasa setelah itu
dibaca dan dicermati berulang-ulang sampai menghasilkan data real.
Teknik keabsahan data yang digunakan peneliti adalah teknik
keakuratan, yaitu menyesuaikan antara hasil penelitian dengan kajian pustaka
yang telah dirumuskan, kemudian data yang berupa gaya bahasa dan diteliti
secara berulang-ulang sampai menghasilkan data yang reliabel. langkah-
langkah yang ditempuh pada penelitian gaya bahasa pada geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 adalah:
1. Melakukan pengecekan ulang serta pengamatan lebih mendalam terhadap
gaya bahasa pada rubrik geguritan yang terdapat pada majalah Djaka
Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.
2. Melakukan keabsahan data dengan membaca beberapa teori tentang gaya
bahasa pada saat menganalisis rubrik geguritan yang terdapat pada
majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016
48
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penyajian hasil analisis
informal. Teknik penyajian informal adalah penyajian hasil analisis dengan
menggunakan kata–kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian data dalam
penelitian ini menggunakan tabel data yang membahas data mengenai gaya
bahasa langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang
edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016. Hal ini berhubungan dengan sifat dan
karakter penelitian kualitatif yang datanya berupa kalimat (kata–kata) yang
terdapat dalam pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober
2015 - 2 April 2016 dengan jumlah 96 judul geguritan dari beberapa pengarang
yang dapat dikaji 42 judul geguritan yang masuk dalam gaya bahasa, dan 54
geguritan menggunakan bahasa umum.
BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
A. Penyajian Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah geguritan yang
terdapat dalam rubrik pada majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2
April 2016. Data-data yang terdapat dalam penyajian data merupakan
gambaran tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
Penyajian data yang penulis buat dalam bentuk tabel yang terdiri dari dua
tabel yaitu tabel 1 berisi tentang gaya bahasa retoris dan tabel 2 berisi tentang
gaya bahasa kiasan. Dalam analisis gaya bahasa pada geguritan dalam majalah
Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 tidak semua pengarang
menggunakan gaya bahasa yang indah, banyak diantaranya menggunakan
gaya bahasa umum. Alasannya mengapa pengarang tidak menggunakan
bahasa keindahan karena setiap pengarang dalam membuat karya sastra
mempunyai karakter tersendiri. Ada yang hanya menitik beratkan pada rasa
emosionalnya sehingga hasilnya tidak realistis dan tidak mempunyai makna
yang tersirat atau tersembunyi didalamnya. Banyak pengarang berfikir dalam
membuat geguritan tidak harus menggunakan bahasa indah, yang paling
penting dalam imajinasi pengarang saat menuangkan idenya berdasarkan
keadaan yang ada di depan mata. Tanpa berfikir bahwa geguritan tanpa bahasa
rinengga akan tetap jadi walaupun hasilnya tidak menarik. Dalam rubrik
geguritan sebagian pengarang dalam membuat karyanya hanya mengedepankan
49
50
pada kecintaanya dalam menulis tanpa mempelajari lebih jauh tentang
menuliskan kosa kata, kurang mempelajari kamus Jawa.
Tabel 2
Gaya Bahasa Retoris Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi
3 Oktober 2015-2 April 2016
Jenis Gaya Judul
No. Kutipan dan Terjemahan
Bahasa Geguritan
1. Asonansi a. “Mbok sliramu wis tuwa Simbok
Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka….pethukna
kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng
tangga
Temanana ing njogan,gelarna
klasa
Cepakana segelas jarang putih
lamba
Suguhana esem tulus sakajroning
nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begja lan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing
Kuwasa”
(Simbok, DL, 20/17/10/2015)
b. “Sapa wonge tan nora susah lan Pitutur Kang
sedhih Sejati
Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang
amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan
bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa
nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
Amung pitutur kang sejati
Bisa gawe padhanging ati”
(Pitutur Kang Sejati, DL,
26/28/10/2015)
c. “Lemah wis padha mlekah Jaman Akhir
Brongkah-brongkah nganti
51
mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka
Dunya iki pancen wis tua
Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen
rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe
gela lan cuwa”
(Jaman Akhir, DL, 29/19/12/2015)
d. “Adhem rinasa Tirta Akasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati
widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng
puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni
jiwa
Suksma suci tan kendhat muji
donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana
sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang
tuhu tresna”
(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)
e. “O ngger anak-anakku ngertiya Kekudang
Nalikane kowe isih padha bayi Geseh Lan
abang Kenyataan
Ndak rumat ndak emban ndak
eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak
kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring
Gusti Kang Maha Suci
52
Muga gedhemu mbesuk dadia
wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan
negari
O ngger nalika kowe wiwit mlebu
sekolah
Simbok mbudidaya ngulir budi
wiwit sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing
sadhengah wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah
sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah
tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya
ora keri sesamaning titah
Eman ngger kekudangan mleset
lan kenyataan
Jebul ijasah dudu senjata peng-
pengan
Mangka olehmu golek niba tangi
kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu
nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha “ra
ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak
pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah,
prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu
mung dadi tampikan
Ning yen duwe dhuwit sagebok,
bisa nglancarake golek gawean”
(Kekudang Geseh Lan Kenyataan,
DL, 29/19/12/2015)
f. “Wektu sing lumaku tanpa Ing Enteke
mandhek mangu Taun
Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu
Sapa taberi lan tlaten
53
Ngetung wektu tanpa sayah
Sewu njangkah, saleksa
pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta
Mung kang ngrungu osiking ati
Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-
arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”
(Ing Enteke Taun, DL,
30/26/12/2015)
g. “Apa isih ana sing bisa diluru Gurit Wektu
Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya
nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal
dahuru
Ing antarane mendhung-
mendhung klawu
Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing
semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu
nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe
ati tansaya tatu
Rinakit tembung-tembung lungit
Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur
illahi”
(Gurit Wektu, DL, 31/2/1/2016)
h. “Papanmu prasaja sepi kaya tan Patehan
mbejaji Tengah No.
54
Ning sliramu nggegegi adeging 29
sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para
suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra
Jawa bakal mati
Aku bengok sora... ora bakal iki
dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip
ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa
budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah
bawa lan tata krami
Crita cekak, macapat, gurit ora
bakal purna
Djaka Lodang kebak saloka
sanepa katutupan warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine
ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah...
kabeh iki openana
Yen sliramu mung njingglengi
lipuring ati ing gedhah kaca
Sing critane akehe mung kebak
sandiwara
Numpuk bandha....hura-
hura...nguja hawa sepi tepa salira
Sliramu bakal kelangan semangat
nglumpruk tanpa daya‟
(Patehan Tengah No. 29,
DL, 32/9/1/2016)
i. “Jero jembaring samodra Sangkan
Wis nate ndak langeni Paran
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga
Wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning
dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
55
Kang bisa dadi tekening jati
Jumangkah tumuju kamulyan
swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira‟
(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)
j. “Sawetara aku tan bisa cedhak Kapangku
sliramu Marang
Ngupadi wektu kadia Sliramu
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga
marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember
iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin
nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung
salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio
angrenggani
Makarya tansah kebak semangad
Pangajab kasil kanthi murwad”
(Kapangku Marang Sliramu, DL,
32/ 9/1/2016)
k. “Ora sah kok enteni Setyaku
Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega
biru
Esemku ora bakal keplayu
Ora sah kok weling-welingake
Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
Setyaku kang tuhu nedya
56
dakwujudake”
(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)
l. “Adoh sadurunge tumapak Hikmah
pensiun Jroning
Gawang-gawang pensiun katon Mangsa
endah Pengsiune
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun
marambah
Nanging sawise tumapak lumebu
pensiune
Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu
dibaleake
Tundone, urip krasa kosong sepi
Peran kang wus nyawiji dhiri
pribadi
Karucat saka pundhake mbaka
siji
Yen mangkono banjur” apa
gunane urip iki?
Mula tuwuh frustasi, ilang
gregeting ati.
Sayekti kabeh iku mrosot
mungguhing lahiriah
Nanging tumpraping
batiniah malah tambah
Sapantase atur syukur marang
Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa
lumampah
Tugas tuntas rampung tekan
“garis finish”
tan kecer kandheg tengahing
margi
antuk slamet hayu basuki”
(Hikmah Jroning Mangsa
Pengsiune, DL,41/12/3/2016)
57
m. “Ocehe manuk neng kurungan Manuk
cinipta geguritan tembang Klangenan
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krankeng
swarane bablas gumlanthang
Tangis atine krodha nanging wis
tanpa tanja
Timbang nelangsa aluwung
parisuka
Ora mergo mangan tan ngombe
kang tansah ana
Nanging rumangsa yen urip
mung saderma
Ora ana kang kumecap neng
alam donya
Kang ngemohi apa kang den
lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa
nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak
petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa
premana
Endi kang bener kang pancen
pener
Lan endi kang salah kang pancen
bubrah
Yen kepengin urip merdika
Manuk neng kurungan uga
rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing
krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta
nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar
suwara
Utawa mbisu ing salawase urip
Ngayahi lelakon kang pancen wis
ana sing kongkon
Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi
58
dagangan
Kabeh iku perjuangan lan
pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi
manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling-elingen
Kapan-kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”
(Manuk Klangenan, DL,
42/19/3/2016)
2. Litotes a. “Menawa seliramu ketemu Ngucapa
Pawongan mbuh sapa wae Jroning
Ngucapa jroning atimu Atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngrasane
Gusti
Dheweke luwih mulya drajate
tinimbang aku
Menawa seliramu kepethuk
Pawongan luwih enom utawa
bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh
dosane
Ora kaya aku kang wis kakean
dosa
Muga Gusti paring pangapura
Menawa seliramu ketemu
Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan
amale
Dheweke luwih dhisik manembah
mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya
tinimbang aku”
(Ngucapa Jroning Atimu, DL,
31/2/1/2016)
59
b. “Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung Pamujiku
Kula timpuh, mustaka konjem ing
bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara
Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka
Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala
banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah
gesang kula
Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh
Pangeran kula
Puji syukur tan kedhat ing lisan
tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu
maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-
aling
Hangrantu berkah gesang bagya
mulya”
(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)
c. “Sarumpun pari padha jejogedan Tahajud Ing
ing tengah sawah Wengi Iki
Disengguh sang angin sing sumilir
silir
Yen sliramu gelem namatake
kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi
nglafalake zikir
Sagrombol jangkrik ngengkrik
nganti enteking wengi
Pating pencolot ing sangisore
suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake
kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha
nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake
dening Gusti Kang Maha Kuwasa
60
Ngadeg nggejejer sumarah
munajad ing arah kiblat
Ing tengah wengi nalika jalma
manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng
Ngarsane Gusti Allah kang Maha
Suci
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud kanthi pasrahing jiwa
lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti
kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh
amarah lan nepsu
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud tajjali nyambung karo
kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli
tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-
kaya arep mati”
(Tahajud Ing Wengi Iki, DL,
38/20/2/2016)
3. Hiperbol a. “Ing gisik samodra wayah esuk Srengenge
Dheweke lungguh nyawang
jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-
dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul
panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe
binareng jumlegure ombak
Luh tumetes ana rasa gela lan
kuciwa
Nanging, dheweke banjur eling
Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak
asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan
panguat
Luh panalangsa gumanti esem
katentreman
61
Sikil jumangkah miwiti urip anyar”
(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)
b. “Apa sing mbokgoleki wong ayu Serende
Kalane kangen kebacut mambu Klawu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa
jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
keglandhang mangsa bedhidhing
ninggal mingis-mingise lading
Kangen lan janji
Sapa kumawa miwiri
Nyatane terus nggendong misteri”
(Serende Klawu, DL, 30,
26/12/2015)
Tabel 3
Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Geguritan
Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016
Gaya
No Kutipan dan Terjemahan Judul
Bahasa
1. Simile a. Wis makaping kaping demonstrasi Demonstrasi
ginelar
Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum
elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa
Demonstrasi kanthi orasi
Swara sora kaya bledheg ngampar-
ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil
rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
Saya entek kesabarane
Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping
kiwa
62
Kabeh datan ana kawigaten
Sedalan-dalan lan papan panggonan
Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah
Tawuran sampyuh, buyar sanalika
Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”
(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)
b. “Sidhem premanem tan ana sabawa Sidhem
Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari
Ngudhari sakehing reruwet
Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”
(Sidhem, DL,19/10/10/2015)
c. “Yen daksawang praupamu Rembulan
Kadya cah ayu lagi gumuyu
Bunder seser amadhangi jagad
Celuk-celuk kancanana aku
Ayo konco padha dolanan
63
Ing plataran rame-rame gegojegan
Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah
Cobo sawangen, saya padhang saya
wengi
Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja
turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”
(Rembulan, DL, 20/17/2015)
d. “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa Dhawuh
kang kaweca Sinengkar
Dakugemi dhawuh kang sinengker
sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuhkitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune
angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
Pinayungan sihing Gusti sedyatama
langgeng manjing ing nala
Kakang, ing sepining gurit-guritmu
ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati
kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge
mendhung
Musna...sirna..sakehing sengkala
Sawise kabengkas wingiting langit
Kabungkem suwarane gludhug
Kasumpet mripate bethari durga
Kabentusake sirahe ing padhas ganas
Rahayuning Gusti nyencang suksma
suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”
(Dhawuh Sinengkar, DL,
20/17/11/2015)
64
e. “Apa isih pantes awake dhewe Kangen
miwiri kangen
Selawase iki tansah ngrembuleng
jroning di dhadha
Kayadene drama sababak:
jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”
(Kangen, DL, 23/07/11/2015)
f. “Nadyan sinengkar ngrembuyung Dunung
niyat angkara
Kinemulan mega peteng sadhuwure
angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak
maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine
bantala
Ora bakal mundur sejangkah
nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing
urip nyata
Nadyan Bethari Durga ngguyu
lakak-lakak
Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling
kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan
sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur
sumandhing tumekeng titiwanci
Nadyan bala ati candhala pamer
kadigdayan
Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare
waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud
kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat
luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga
kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”
(Dunung, DL, 26/28/11/2015)
65
g. “Kaya impen teka kabur Lebu
Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”
(Lebu, DL, 30/26/12/2015)
h. “Kaya banyu sing mili gumilir Esuk
Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”
(Esuk, DL, 38/20/2/2016)
i. “Pasar esuk sega pincuk Pasar esuk
Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk
Uripe kaya iline kalen
Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura
Pasar esuk gambar cetha
Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah
sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”
(Pasar esuk, DL, 12/12/03/2016)
2. Personifikasi a. “Iba panase awan iki Awan
Ngajab udan rendheng adoh parane Mangsa
Banyu kali kari dhelikan grumbulan Ketiga
pandhan
Ngranti tekane udan gegrontolan
Awan ketiga iki
Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe
Iba adohe wektu diranti
Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
66
Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”
(Awan Mangsa Ketiga, DL,
21/24/10/2015)
b. “Nalika gelombang durung ngitung Sadurunge
jarak nafas sing sisa Pamitan
Ana apike ngitung batas layar sing
bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin
ngerti
Bisa wae badai tumeka ing sadengah
waktu
Ayo nulis cerita keseksen dhewe-
dhewe
Sapa ngerti pancen umure kabeh wis
ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen
wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran
nyawa dipundhut
Wis dadi ginarise papesthan
Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu
maut
Embuh piye carane takdir nggawa
awake dhewe ing pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe
nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis
dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah
tumprap anak lan putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe
layang pamit lan wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”
(Sadurunge Pamitan DL,
23,7/11/2015)
c. “Esemmu rembulan kang pait Dumunung
madu
Nyugatake teka-teki sinandi kurepe
langit biru
Lungite patembayan
67
Ora kena kagerba kanthi lamban
Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita
awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
Ninggal pangaji
Tanpa isi
Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”
(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)
d. “Wengi iki isih kaya wingi Isih Kaya
Nalika aku ijen nyawang gojege Wingi
lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang
sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere
wengi
Lan nalika kabeh titah padha lerem
ing cangkange dhewe-dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang
kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran
globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan
tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena
tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege
payudara
Kang nuwuhake napsune para priya
wuta
Yen wis kaya mangkene
Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama
68
Kang bakal njunjung drajate bangsa
lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi
kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal
nemoni bener kang sejati”
(Isih Kaya Wingi, DL,
24/14/11/2015)
e. “Semburat esem rembulan ing Pungkasane
pungkasane mangsa Mangsa
Kumawa nyisipke rasa kangen
Marang gumebyare dawane dalan
kuthamu
Ing isih tumanjem ana ing
pangelingku
Nalika daksawang mawar ana
plataran omahmu semplah
Tansaya negesake yen ana waspa
kulah
Ing pungkasane mangsa
Kanthi sineksen klawan semburate
asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura
isih dakrantu tekamu
Sanajan ati iki wis kebak maneka
crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”
(Pungkasane Mangsa, DL,
26/28/11/2015)
f. “Lintang-lintang ing jembare Lintang
langit
Padha cumlorot kanthi kebak
pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah
wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan
ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo
njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
69
Wis suwe anggenku ngrantu
Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi
panuntuning laku”
(Lintang, DL, 34/23/1/2016)
g. “Jakarta dadi pangewan-ewan Jakarta
Dikilani dhadhane dening rendheng Mangsa
kang nggendheng Rendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen
gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas
langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-
pulo gendhong tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan
tinja
Sawetara cangkem dandang lan
wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung
prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem
kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”
(Jakarta Mangsa Rendheng, DL,
34/23/1/2016)
h. “Ing puputing mangsa ketiga iki Kali Serayu
Katon esemu kang edi
Kumriciking banyumu mili ing
sadawaning kali
Leledhang nyempyok kanan kering
Nyenggol watu-watu garing
Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
70
Kadya nunggu kancamu kang murca
Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa
Gumrujuge banyu tawa ing
perenging kampung kali
Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon
ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan
omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”
(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)
i. “Gawang-gawang esemmu cah Wuyung
bagus
Netramu… nyumunurake sih
katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa
duweni”
(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
j. “Sakehing manuk tetep wae Watu-Watu
jejogedan nadyan ing watu-watu Karang
karang
Tetembangan ngidung nata
pangangen kang tan bisa ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih
eman nguncalake udan
Dakkulungake sakabehing dayaku
murih telesih lemah garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan
71
maca guriting jagad
kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-
pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing
amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar
keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara
kang siningit
Babaring kidang kang adigang,
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjur bundhelaning wulangreh
dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep
puguh
reruntungan”
(Watu-Watu Karang, DL,
36/06/2/2016)
k. “Wayang kulit temancep ing debog Wayang
Jejer-jejer nedya mamerake Kulit
kaprigelane
Jogede manut Ki Dhalang
Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang
nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai
pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta
sungkawa
Sakehing iwak pijer ndedonga
Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot
pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan
tepung
72
Emoh nyawang apa maneh nyinau
Luwih kapilut budaya manca kang
mblasukake moral”
(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)
3. Sinisme a. “Kanthi esem rangu Ing Kapal
Kowenehake swara fals
Ngiringi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu
clathumu
Cilikmu wis tumindhak diwasa
“Embuh.. ora ngerti, pak...!!
clathumu saka ing arah jero
Disuk dening gumrenggenge
penumpang kapal
Aku kelangan lacak
Amung uwuh ngawe-awe
Nyenggol mburitan
Mingka dolanan ombak”
(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)
Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kauberikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut
Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu
Kecilmu sudah bertindak dewasa
“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari
dalam
Berdesakan dengan suara penumpang
kapal
Aku kehilangan arah
73
Hanya sampah yang melambai-
lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟
b. “Luwar sakeng hotel prodheo Tugimin Ora
limang warsa lawase Eling
Klanthi nyangking paraban aran
Bang Jimmy
Tugimin ora mareni tindak culikane
Tato lengene tambah gambar
tengkorak mata siji
Sanyaya tan eling purwaduksinane
Wengi wingi Jimmy ngumbar
napsu setanne
Mlebu metu kamar kucem kebak
esem palsu
Njangkepi kabiyasan malima tan
ana mereme
Sawise winginane nyaut kalunge
bakul tahu tanpa eling alang-ujure
Kanthi wengis terus mrajaya swara
atine dhewe
Ora kemuthan kenthang
Nuruti playune hawa kadonyan
pupur wewe
Rina-marina Jimmy sansaya klalen
sewu supe
Mabuk luwak brendhi tekan nguntal
pil-pil pauk
Wusana bablas tan eling sapa jati
dhirine”
(Tugimin Ora Eling, DL,
20/17/10/2015)
c. “Padha dene luru saben wektu Panguwasa
Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
Kang padha disarujuki bebarengan
Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan
nyingkiri paugeran
74
Kang den tuju
Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga
karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu
aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga
amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane
triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung
turunan
Senadyan pungkasan bisa musna
sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana
mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi
pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel
panguwasa
Lali marang kawula lan Kang
Kuwasa”
(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)
d. “Wong urip ing donya Langit
Mung siji panggayuhe yen Anyar
ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
Yen sliramu kepingin langit anyar
Tumujua ing papan kang padhang
Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi
anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
75
Seneng andum katresnan
Setya tuhu ndherek Gusti”
(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)
e. “Ing plataran wayah sore Pacelathon
Ana sawetara bocah padha dolanan Wayah Sore
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur
manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra
Nyedak karo omong
“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng
meneng”
“Beda karo manungsa
Sanadyan wis wareg, kanca lan
sedulur tegel diuntal
Wis turah bandha, isih wae
srakah”
Rampung omong bocah mau lap,
ilang
Lamat-lamat aku kelingan
Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong
tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen
srakah”
(Pacelathon Wayah Sore, DL,
33/16/1/2016)
76
B. Pembahasan Data
1. Gaya Bahasa Langsung Tidaknya Makna Pada Geguritan Dalam
Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.
Dalam menganalisis gaya bahasa yang terdapat pada rubrik geguritan
pada majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016, dalam hal ini
penulis hanya mengambil beberapa gaya bahasa seperti gaya bahasa langsung
tidaknya makna yang dibagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan. Penulis juga mencari makna yang tersembunyi dalam setiap
geguritan untuk memperkuat dalam menganalisis masing-masing geguritan.
Penulis hanya mengambil kedua jenis gaya bahasa tersebut karena, sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Gaya berdasarkan langsung
tidaknya makna dibagi menjadi dua bagian yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan. Dalam menganalisis gaya bahasa retoris, dan kiasan peneliti
tidak menggunakan seluruh gaya bahasa untuk diteliti hanya sebagian saja
yang ditemui ketika menganalisis geguritan sesuai dengan teori yang telah
dijelaskan dalam kajian teori. Gaya bahasa retoris yang digunakan dalam
menganalisis geguritan yaitu gaya bahasa asonansi, litotes dan hiperbola
sedangkan gaya bahasa kiasan yang digunakan yaitu gaya bahasa simile,
personifikasi, sinisme. Berikut ini peneliti akan menguraikan pembahasan
data gaya bahasa di bawah ini.
a. Gaya Bahasa Retoris
1) Asonansi
Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan
bunyi vokal yang sama. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada
77
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 2 Oktober 2015-2
April 2016 terdapat pada kutipan-kutipan berikut.
a) “Mbok sliramu wis tuwa
Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng tangga
Temanana ing njogan, gelarna klasa
Cepakana segelas jarang putih lamba
Suguhana esem tulus saka jroning nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begjalan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing Kuwasa”
(Simbok, DL, 20/17/10/2015)
Terjemahan:
„Ibu sudah tua
Saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras
Jika ada tamu datang sambutlah dengan ramah
Ibu tidak perlu repot-repot
Tidak perlu pinjam kursi tetangga
Dipersilahkan dilantai, beralaskan tikar
Berikan segelas air putih
Berilah senyum tulus dari dalam hati
Tamu tadi pasti merasa
Beruntung dan mulia dalam dada
Ibu mendapatkan berkah dari Sang Pencipta‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “mbok sliramu wis
tuwa”, „ibu sudah tua‟, “lerena anggonmu seneng rekasa”,
„saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras‟, “yen ana tamu teka
pethukna kanthi gita”, „jika ada tamu datang... sambutlah dengan
ramah‟, “simbok ora perlu neka-neka”, “rasah ndadak nyilih
kursi neng tangga”, „ibu tidak perlu repot-repot‟, “temanana ing
njogan, gelarna klasa”, „tidak perlu pinjam kursi tetangga‟,
78
“cepakana segelas jarang putih lamba”, „dipersilahkan dilantai,
beralaskan tikar‟, “suguhana esem tulus saka jroning nalab”,
„berilah senyum tulus dari dalam hati‟, “tamu mau mesthi
rumangsa”, „tamu tadi pasti merasa‟, “begjalan mulya jroning
dhada”, „beruntung dan mulia dalam dada‟, “simbok linuberan
berkah saka sing Kuwasa”, „ibu mendapatkan berkah dari Sang
Pencipta‟.
Kutipan tersebut menceritakan seorang anak yang melarang
ibunya agar tidak perlu bekerja keras lagi. Seorang anak
menginginkan agar ibunya bersikap apa adanya jika ada tamu datang
yaitu dengan mempersilahkan untuk duduk di lantai dengan
beralaskan tikar. Anak ini menginginkan ibunya agar tidak perlu
repot-repot meminjam kursi pada tetangga. Anak ini menginginkan
ibunya agar menjamu tamu sesuai apa yang mereka miliki yaitu
cukup dengan memberikan segelas air putih dan senyuman yang tulus
dari dalam hati. Tamu nantinya akan mengerti dengan keadaan yang
ada. Cukup dengan senyuman yang tulus dari tuan rumah akan
membuat tamu merasa beruntung dan bahagia. Kebahagiaan yang
dirasakan tamu karena sikap baik dari tuanrumah akan membuat tuan
rumah (Ibu) mendapat limpahan berkah dari Tuhan.
b) “Sapa wonge tan nora susah lan sedhih
Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
79
Amung pitutur kang sejati
Bisa gawe padhanging ati”
(Pitutur Kang Sejati, DL, 26/28/10/2015)
Terjemahan:
„Siapa orang yang mau susah dan sedih
Merasakan gelapnya hati
Tanpa cahaya yang menerangi
Sinar bulan purnama tidak dapat menyinari hati
Banyaknya bintang di angkasa tidak bisa menghibur hati
Ketahuilah ucapan yang benar
Hanya nasehat yang sejati
Dapat menjadikan terangnya hati‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “sapa wonge tan nora
susah lan sedhih”, „siapa orang yang mau susah dan sedih‟,
“ngrasakake petenging ati”, „merasakan gelapnya hati‟, “tanpa
pepadhang kang amemadhangi ”, „tanpa cahaya yang menerangi‟,
“padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati”, „sinar bulan
purnama tidak dapat menyinari hati‟, “gumebyaring lintang ing
akasa nora bisa nglelipur ati”, „banyaknya bintang di angkasa
tidak bisa menghibur hati‟, “kauningana kang sayekti”,
„ketahuilah ucapan yang benar‟, “amung pitutur kang sejati”,
„hanya nasehat yang sejati‟, “bisa gawe padhanging ati”, „dapat
menjadikan terangnya hati‟.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa tidak ada manusia
yang mau hidup menderita dan merasakan jauh dari Tuhan. Tuhan
lah yang akan memberikan petunjuk di jalan yang benar. Cahaya
bulan purnama pun tidak akan bisa menerangi hati. Walaupun
80
sejuta bintang tidak akan bisa menerangi hati, karena yang dapat
menerangi hati seseorang hanyalah penasehat.
c) “Lemah wis padha mlekah
Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka
Dunya iki pancen wis tua
Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”
(Jaman Akhir, DL, 29,19/12/2015)
Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh
Dunia sudah tua
Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk
Tidak mudah menjalani kehidupan
Hidup yang menurut orang lain memang susah
Oleh karena itu jangan saling mengecewakan‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “lemah wis padha
mlekah”, „tanah mengalami kekeringan‟, “brongkah-brongkah
nganti mrambah-mrambah”, „bongkahan tanah melebar‟, “dunya
pancen wis rengka”, „dunia ini sudah rapuh‟, “dunya iki pancen
wis tua”, „dunia sudah tua‟, “mangsane urip kanggo tata-tata”,
„sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap‟, “aja seneng gawe bab
ala”, „jangan senang membuat hal buruk‟, “nora gampang urip
ing donya”, „tidak mudah menjalani kehidupan‟, “urip kang jare
81
liyan pancen rekasa”, „hidup yang menurut orang lain memang
susah‟, “mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”, „oleh
karena itu jangan saling mengecewakan‟.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa dunia yang sudah
mulai tua dan rapuh. Saatnya manusia untuk bersiap-siap membawa
bekal menuju akhirat. Manusia diharapkan untuk bersikap dan
berperilaku sesuai dengan ajaran Tuhan yaitu memperbanyak
berbuat kebaikan dan mengurangi perbuatan yang buruk. Hidup di
dunia ini memang tidak mudah seperti menurut kebanyakan orang.
Oleh karena itu manusia diharuskan untuk tidak saling
mengecewakan.
d) “Adhem rinasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni jiwa
Suksma suci tan kendhat muji donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”
(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)
Terjemahan:
„Merasakan kedinginan
Seperti batin yang tersiram tetesan hujan
Menjaga keindahan yang utama
Disanding dengan kasih Tuhan
82
Terselimuti cinta yang tulus dari bidadari
Dijaga selamanya
Tidak tersentuh oleh sifat buruk
Menyatu tidak lepas hingga akhir jaman
Ketentraman yang didapatkan
Didalam hati yang mengikat jiwa
Jiwa yang suci tidak akan berhenti berdoa
Dijauhkan dari malapetaka
Segala marabahaya menyingkir
Dilindungi selamanya
Kasih Tuhan menjadi satu
Sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “Adhem rinasa”,
„merasakan kedinginan‟, “batin siniram tetesing tirta akasa”,
„seperti batin yang tersiram tetesan hujan‟, “rinengga endahing
sedya tama”, „menjaga keindahan yang utama‟, “sinandhing
sihing dewa”, „disanding dengan kasih Tuhan‟, “kinemulan
katresnan jati widadari”, „terselimuti cinta yang tulus dari
bidadari‟, “jinaga langgeng”, „dijaga selamanya‟, “tan sinenggol
watak candhala”, „tidak tersentuh oleh sifat buruk‟, “manunggal
tan uwal tumekeng puputing jaman”, „menyatu tidak lepas hingga
akhir jaman‟, “ayem rinegem”, „ketentraman yang didapatkan‟,
“sajeroning nala nggubet naleni jiwa”, „didalam hati yang
mengikat jiwa‟, “suksma suci tan kendhat muji donga”, „jiwa
yang suci tidak akan berhenti berdoa‟, “tinebihna sakehing
sukerta”, „dijauhkan dari malapetaka‟, “pepalang godha rencana
sumingkir”, „segala marabahaya menyingkir‟, “pinayungan
langgeng”, „dilindungi selamanya‟, “sihing Gusti nyawiji
83
ngreksa”, „kasih Tuhan menjadi satu‟, “manunggale dwi suksma
kang tuhu tresna”, „sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa seseorang yang dekat
dengan Tuhan dirinya pasti merasakan penuh ketentraman batin serta
jiwanya. Kasih sayang Tuhan yang sudah menyatu pada jiwanya tidak
akan pernah tersentuh oleh keburukan. Kasih sayang yang sudah
menyatu pada dirinya sampai kapan pun tidak akan lepas dari dirinya.
Dirinya juga tidak ingin jauh dariNya. Seorang yang berdoa secara
tulus jiwanya akan selalu dilindungi serta dijauhkan dari malapetaka.
Sehingga yang dia rasakan adalah ketentraman yang abadi.
e) “O ngger anak-anakku ngertiya
Nalikane kowe isih padha bayi abang
Ndak rumat ndak emban ndak eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha
Suci
Muga gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan nagari
O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah
Simbok mbudidaya ngulir budi wiwit
sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah
wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri
sesamaning titah
Eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan
Jebul ijasah dudu senjata peng-pengan
Mangka olehmu golek niba tangi kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu mung dadi tampikan
84
Ning yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek
gawean”
(Kekudangan Geseh Lan Kenyataan, DL, 29/19/12/2015)
Terjemahan:
„Putraku ketahuilah
Ketika kamu masih bayi merah
Dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-sayang
Dahulu ku didik dan ku harapkan
Ibu berdoa kepada Tuhan
Semoga kamu kelak menjadi anak berguna
Bagi nusa bangsa dan negara
Putraku ketika kamu memasuki massa sekolah
Ibu berusaha semaksimal mungkin dan mulai menabung
Agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang
Bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu
Semua aku lakukan dengan tulus tanpa berkeluh kesah
Satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia
tercukupi
Putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai
kenyataan
Ternyata ijasah bukan senjata yang utama
Padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh bangun
Dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan
Tetapi jawaban semua sama“tidak ada lowongan”
Ibu bingung dan banyak pertanyaan
Apa gunanya sekolah, ijasah, prihatin, dan kesusahan?
Jika semua lamaran hanya ditolak
Tetapi jika punya banyak uang, mencari pekerjaan
adalah hal yang mudah‟
Pada kutipan di atas dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “O ngger anak-anakku
ngertiya”, „putraku ketahuilah‟, “nalikane kowe isih padha bayi
abang”, „ketika kamu masih bayi merah‟, “ndak rumat ndak emban
ndak eman-eman”, „dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-
sayang‟, “ndak gulawenthah lan ndak kekudang”, „dahulu ku didik
dan ku harapkan‟, “simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang
85
Maha Suci”, „ibu berdoa kepada Tuhan‟, “muga gedhemu mbesuk
dadia wong sing migunanii”, „semoga kamu kelak menjadi anak
berguna‟, “tumpraping nusa bangsa lan nagari”, „bagi nusa bangsa
dan negara‟, “O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah”, „putraku
ketika kamu memasuki massa sekolah‟, “simbok mbudidaya ngulir
budi wiwit sesinggah”, „ibu berusaha semaksimal mungkin dan
mulai menabung‟, “murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah
wayah”, „agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang‟,
“makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah”, „bekerja
tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu‟, “kabeh tak lakoni
kanthi bungah tanpa ngresah”, „semua aku lakukan dengan tulus
tanpa berkeluh kesah‟, “sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri
sesamaning titah”, „satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia
tercukupi‟, “eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan”,
„putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai kenyataan‟,
“jebul ijasah dudu senjata peng-pengani”, „ternyata ijasah bukan
senjata yang utama‟, “mangka olehmu golek niba tangi
kedhekukan”, „padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh
bangun‟, “direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean”,
„dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan‟, “wangsulane kok
kabeh padha “ra ana lowongan”, „tetapi jawaban semua
sama“tidak ada lowongan”, “simbok atine bingung kebak
pitakonan”, „ibu bingung dan banyak pertanyaan‟, “apa gunane
86
sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?”, „apa gunanya sekolah,
ijasah, prihatin, dan kesusahan?‟, “yen kabeh lamaran ora payu
mung dadi tampikan”, „jika semua lamaran hanya ditolak‟, “ning
yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek gawean”, „tetapi
jika punya banyak uang, mencari pekerjaan adalah hal yang
mudah‟.
Kutipan di atas menggambarkan seorang ibu yang
menceritakan kepada anak tentang masa lalu, dimana anaknya
selalu digendong, dirawat, di sayang-sayang. Ibu mengharapkan
agar kelak anaknya menjadi seorang yang berguna. Ketika
memasuki masa sekolah ibu berusaha semaksimal mungkin dengan
giat bekerja keras. Uang yang yang didapatkan dari hasil kerja
keras ibunya kemudian ditabung untuk memenuhi kehidupan di
masa yang akan datang. Suatu saat nanti anaknya bisa hidup
tercukupi tanpa kekurangan apapun. Ternyata harapan ibu selama
ini tidak sesuai dengan kenyataan, karena sebuah ijasah bukanlah
hal yang utama untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Sepertinya dunia mulai tidak adil karena jaman sekarang ini
uanglah yang menentukan nasib. Seorang ibu ini merasa bahwa
semua usaha dan perjuangan anaknya untuk mendapatkan sebuah
ijasah telah sia-sia. Anaknya telah berjuang kesana kemari untuk
mendapatkan pekerjaaan namun ditolak. Namun jika ada orang
87
yang mempunyai uang banyak dapat dengan mudah mendapatkan
pekerjaan.
f) “Wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu
Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu
Sapa taberi lan tlaten
Ngetung wektu tanpa sayah
Sewu jangkah, saleksa pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta
Mung kang ngrungu osiking ati
Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”
(Ing Enteke Taun, DL, 30/26/12/2015)
Terjemahan:
„Waktu terus berjalan
Mengajak bercermin pada air jernih
Yang terlihat hanya bayangan bisu
Bayangan hidup yang samar-samar
Siapa yang rajin dan tekun
Menghitung waktu tanpa lelah
Seribu langkah, banyaknya keinginan
Tergambar jelas dalam sejuta khayalan
Hanya terdengar bisikan dalam hati
Dimalam yang sunyi
Menelusuri rasa ketentraman
Memenuhi rasa di dalam hati
Membawa keinginan dan harapan
Rasa nyaman dan tentram
Menginginkan hidup yang dilandasi rasa syukur
Dan rasa terimakasih
88
Kepada Pemberi Selamat
Yang diam-diam hadir
Di dalam hati dan kehidupan‟
Pada kutipan di atas dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “wektu sing lumaku
tanpa mandhek mangu”, „waktu terus berjalan‟, “ngajak ngaca
beninge banyu”, „mengajak bercermin pada air jernih‟, “sing
metha wewayangan bisu”, „yang terlihat hanya bayangan bisu‟,
“metha urip mega klawu”, „bayangan hidup yang samar-samar‟,
“sapa taberi lan tlaten”, „siapa yang rajin dan tekun‟, “ngetung
wektu tanpa sayah”, „menghitung waktu tanpa lelah‟, “sewu
jangkah, saleksa pengangkah”, „seribu langkah, banyaknya
keinginan‟, “ginambar cetha ing angen sayuta”, „tergambar jelas
dalam sejuta khayalan‟, “mung kang ngrungu osiking ati”, „hanya
terdengar bisikan dalam hati‟, “nalika wengi tidhem”, „dimalam
yang sunyi‟, “sumusup rasa katentreman”, „menelusuri rasa
ketentraman‟, “ngebaki rasa jroning nala”, „memenuhi rasa di
dalam hati‟, “nggawa pepenginan lan pangarep-arep”, „membawa
keinginan dan harapan‟, “rasa ayem lan tentrem”, „rasa nyaman
dan tentram‟, “nggayuh urip lelandhesan syukur”, „menginginkan
hidup yang dilandasi rasa syukur‟, “lan rasa matur nuwun”, „dan
rasa terimakasih‟, “marang Sang juru Slamet”, „kepada Pemberi
Selamat‟, “kang miyos sesidheman”, „yang diam-diam hadir‟, “ing
ati lan panguripan”, „di dalam hati dan kehidupan‟.
89
Kutipan di atas menggambarkan bahwa waktu yang terus
berjalan mengharuskan manusia untuk introspeksi diri. Semua
keinginan manusia akan tercapai dengan usaha yang keras dan
tekun. Manusia akan merasakan ketentraman dan kedaimaian
dalam jiwanya jika hidupnya dipenuhi rasa syukur dan terimakasih
kepada Tuhan. Tuhan lah yang selalu ada untuk memberikan
limpahan rahmat dalam kehidupan manusia.
g) “Apa isih ana sing bisa diluru
Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal dahuru
Ing antarane mendhung-mendhung klawu
Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu
Rinakit tembung-tembung lungit
Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur illahi”
(Gurit Wektu, DL, 31,2/1/2016)
Terjemahan:
„Apa masih dapat dicari
Ketika hati penuh luka
Silih bergantinya waktu menambah perihnya luka
Karena rasa rinduku yang tertinggal
Di antara mendung kelabu
Kurangkai indahnya kata cinta
Ketika senyum palsu kembali bersamaan dengan
terbenamnya matahari
Tetapi kenapa senyummu membawa luka
Pada akhirnya membuat hati semakin terluka
90
Kurangkai kata-kata indah
Yang diceritakan di tepi langit
Bergantinya waktu yang menjadi saksi
Hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “apa isih ana sing
bisa diluru”, „apa masih dapat dicari‟, “nalika ati kebak tatu”,
„ketika hati penuh luka‟, “gilir gumantine wektu tansaya nambah
perihing tatu”, „silih bergantinya waktu menambah perihnya luka‟,
“amarga rasa kapangku kasingal dahuru”, „karena rasa rinduku
yang tertinggal‟, “ing antarane mendhung-mendhung klawu”, „di
antara mendung kelabu‟, “dakrakit lungite ukara tresna”,
„kurangkai indahnya kata cinta‟, “nalika esemmu bali pecah ing
semburate mega jingga”, „ketika senyum palsu kembali bersamaan
dengan terbenamnya matahari‟,“nanging kena apa esemmu
nggawa wisa”, „tetapi kenapa senyummu membawa luka‟, “sing
tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu”, „pada akhirnya
membuat hati semakin terluka‟, “rinakit tembung-tembung lungit”,
„kurangkai kata-kata indah‟, “kang karonce ing pinggire langiti”,
„yang diceritakan di tepi langit‟, “durit wektu wis dadi seksi”,
„bergantinya waktu yang menjadi saksi‟, “ati sing tansaya adoh
saka nur illahi”, „hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟.
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang terluka
hatinya karena sangat merindukan orang yang dia cintai. Semakin ia
merindukan orang yang dicintai semakin sakit hatinya. Berjalannya
91
waktu rasa sakit itu semakin dalam karena kerinduan yang tak
terbalaskan. Kerinduannya pada sesama manusia terlalu berlebihan
sehingga membuatnya jauh dari Tuhan yang telah menciptakannya.
h) “Papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji
Ning sliramu nggegi adeging sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati.
Aku bengok sora... ora bakal iki dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah bawa lan tata krami
Crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna
Djaka Lodang kebak saloka sanepa katutup warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah... kabeh ik openana
Yen sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah
kaca
Sing critane akehe mung kebak sandiwara
Numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa
salira
Sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa
daya”
(Patehan Tengah No. 29, DL, 32/9/1/2016)
Terjemahan:
„Tempatmu sepi tak berguna
Tapi kamu kukuh melestarikan sastra Jawa
Budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para leluhur
Sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa
akan sirna
Aku berteriak keras tidak akan terjadi
Masih banyak orang jawa yang hidup di bumi
Selalu menggunakan bahasa budaya dan jati diri
Menjaga sopan santun dan tata krama
Cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna
Djaka Lodang penuh peribahasa yang membandingkan
tertutup oleh penghalang
Isinya berupa pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan
Pemuda jangan malu... jangan malas.. semua ini jagalah
Jika dirimu hanya menghibur hati dibalik kaca
92
Banyaknya cerita hanya sandiwara
Bertumpuk kekayaaan kesenangan dan memuliakan
suasana sunyi menjaga perasaan
Dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa
tenaga‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “papanmu prasaja
sepi kaya tan mbejaji”, „tempatmu sepi tak berguna‟, “ning
sliramu nggegi adeging sastra Jawi”, „tapi kamu kukuh
melestarikan sastra Jawa‟, “budaya adiluhung tilarane para
suwargi”, „budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para
leluhur‟, “wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati”,
„sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa akan sirna‟,
“aku bengok sora... ora bakal iki dumadi”, „aku berteriak keras
tidak akan terjadi, “toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi
ikii”, „masih banyak orang jawa yang hidup di bumi‟, “sing
tansah nggunakake basa budaya lan jati diri”, „selalu
menggunakan bahasa budaya dan jati diri‟, “memetri unggah-
ungguh .... solah bawa lan tata krami”, „menjaga sopan santun
dan tata krama‟, “crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna”,
„cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna‟, “djaka Lodang kebak
saloka sanepa katutup waranai”, „djaka Lodang penuh peribahasa
yang membandingkan tertutup oleh penghalang‟, “sing ngemot
pitutur wewarah ajine ngluwihi branai”, „isinya berupa
pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan‟, “para mudha aja
93
isin... aja wegah... kabeh ik openanai”,‟pemuda jangan malu...
jangan malas.. semua ini jagalah‟, “yen sliramu mung njingglengi
lipuring ati ing gedhah kaca”, „jika dirimu hanya menghibur hati
dibalik kaca‟, “sing critane akehe mung kebak sandiwara”,
„banyaknya cerita hanya sandiwara‟, “numpuk bandha ....hura-
hura...nguja hawa sepi tepa salira”, „bertumpuk kekayaaan
kesenangan dan memuliakan suasana sunyi menjaga perasaan‟,
”sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa daya”,
„dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa tenaga‟.
Kutipan di atas menceritakan bahwa banyak orang
memperkirakan kebudayaan Jawa akan mati tapi kenyataannya
tidak seperti yang dibicarakan. Masih banyak orang yang
mendalami atau mempelajari tentang kebudayaan serta menjaga
etika sopan santun yang masih tetap berlanjut. Ada seseorang yang
sedang menggambarkan sebuah surat kabar. Surat kabar ini telah
melestarikan budaya Jawa dengan memuat karya sastra Jawa di
dalamnya. Karya sastra Jawa ini membuat pembelajaran mengenai
budaya jawa yaitu perilaku sopan santun dan bertata krama.
Seseorang ini juga mengajak kepada para pemuda agar tidak malu
untuk melestarikan budaya Jawa. Seseorang ini menasihati pemuda
yang menyendiri di dalam kamar yang tidak memiliki semangat
tinggi.
94
i) “Jero jembaring samodra
Wis nate ndak langeni
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga
Wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
Kang bisa dadi tekening jati
Jumangkah tumuju kamulyan swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira”
(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)
Terjemahan:
„Dalam luasnya samudra
Sudah pernah kuarungi
Hanya untuk mencari jati diri
Tapi tidak membuahkan hasil
Seribu tingginya gunung
sudah pernah kudaki
Untuk menemukan cerminan diri
Tapi semua penuh duri
Dibalik kitab suci ini
Hati ini mendapat penerangan
Yang menjadi penuntun hati
Untuk menuju kesenangan surgawi
Untaian syair doa
Rasa rindu jiwa menemukan obatnya
Tanpa rasa sakit dan menderita
Semua menjadi bahagia‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “jero jembaring
samodra”, „dalam luasnya samudra‟ “wis nate ndak langeni”, „sudah
pernah kuarungi‟, “mung kanggo ngudi jatining dhiri”, „hanya untuk
mencari jati diri‟, “nanging datan kasil nemoni”, tapi tidak
95
membuahkan hasil‟, “sewu dhuwuring arga”, „seribu tingginya
gunung‟,“wis nate ndak pecaki”, sudah pernah kudaki‟, “kanggo
nemokake pangiloning dhiri”, „untuk menemukan cerminan diri‟,
“nanging kabeh kebak eri”, „tapi semua penuh duri‟, “ing
suwaliking kitab suci iki”, „dibalik kitab suci ini‟, “ati kasil nemu
sabda peni”, „hati ini mendapat penerangan‟, “kang bisa dadi
tekening jati”, „yang menjadi penuntun hati‟, “jumangkah tumuju
kamulyan swargi”, „untuk menuju kesenangan surgawi‟,“ing
rerangkening kidung donga”, „untaian syair doa‟, “rasa kapanging
jiwa nemu tamba”, „rasa rindu jiwa menemukan obatnya‟, “datan
ana rasa lara lan nalangsa”, „tanpa rasa sakit dan menderita‟,
“kabeh sarwa suka gambira”, „semua menjadi bahagia‟.
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang
mencari jati diri. Seseorang ini dalam menjalani kehidupan telah
melewati berbagai macam cobaan dalam hidupnya. Susah senang
telah ia lewati. Namun seseorang ini tidak menemukan jati dirinya
yang ia cari. Pada akhirnya ia mendapat petunjuk dari kitab suci yang
diturunkan Tuhan. Ia mendapatkan petunjuk untuk berbuat kebaikan
karena kebaikan itu nantinya akan membawanya ke surgaNya.
Cobaan hidup yang dialami seseorang akan terasa ringan jika ia jalani
dengan ikhlas dan penuh doa. Pada akhirnya semua akan menjadi
kebahagiaan yang sesungguhnya.
96
j) “Sawetara aku tan bisa cedhak sliramu
Ngupadi wektu kadia
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio angrenggani
Makarya tansah kebak semagad
Pangajab kasil kanthi murwad”
(Kapangku Marang Sliramu, DL, 32/ 9/1/2016)
Terjemahan:
„Sementara aku tak bisa dekat denganmu
Menunggu waktu yang tepat
Mencari jarum ditengah jerami
Di bolak-balik sulit ditemukan
Sehingga rindu ini menyiksa hati
Rasa bahagia malam ini
Didapatkan setelah berdoa Tuhan
Tanggal dua di bulan November
Rindu takkan pernah terganti
Semoga rasa ini tak akan terganti
Semoga rasa ini ada selamanya
Terimakasih tiada tara
Rinduku telah terobati
Sehat lahir batin semoga menyertai
Bekerja penuh dengan semangat
Keinginan mendapatkan keberhasilan‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “sawetara aku tan bisa
cedhak sliramu”, „sementara aku tak bisa dekat denganmu‟,
“ngupadi wektu kadia”, „menunggu waktu yang tepat‟, “goleki
jarum satengahing lamen”, „mencari jarum ditengah jerami‟, “dak
97
olak-alik angel tinemu”, „di bolak-balik sulit ditemukan‟, “nganti
kangen iki nyiksa ati”, „sehingga rindu ini menyiksa hati‟, “Rasa
bungah ing dalu iki”, „rasa bahagia malam ini‟, “Tinemu wekdal
sawuse dedonga marang Gusti”, „didapatkan setelah berdoa Tuhan‟,
“tabuh kalih ing wulan Nopember iki”, „tanggal dua di bulan
November‟, “kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali”, „rindu
takkan pernah terganti‟, “mugi rasa iki tansah sambung salami”,
„semoga rasa ini ada selamanya‟, “atur panuwun tanpa upami”,
„terimakasih tiada tara‟, “kapangku bisa diobati”, „rinduku telah
terobati‟, “kasarasan lahir batin mugio angrenggani”, „sehat lahir
batin semoga menyertai‟, “makarya tansah kebak semagad”,
„bekerja penuh dengan semangat‟, “pangajab kasil kanthi murwad”,
„keinginan mendapatkan keberhasilan‟.
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang merindukan
kekasihnya tapi untuk saat ini kerinduan tersebut hanya dapat
dipendam saja. Dengan menunggu waktu yang tepat agar dapat
bertemu dengannya. Walaupun rindu ini semakin hari semakin
menyiksa hati, tapi akan ia sempatkan untuk berdoa pada Tuhan, agar
kerinduan dan rasa sayang ini tidak akan pernah terganti. Setelah
bergantinya bulan kerinduan ini dapat terobati karena dapat bertemu
dengan kekasihnya. Rasa bahagia, kesehatan, dan semangat bekerja
mulai bangkit lagi. Berharap semua ini menjadikan kebahagiaan yang
tiada tara.
98
k) “Ora sah kok enteni
Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega biru
Esemku ora bakal keplayu
Ora sah kok weling-welingake
Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
Setyaku kang tuhu nedya dakwujudake”
(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)
Terjemahan:
„Tak perlu ditunggu-tunggu
Ketika waktu silih berganti
Aku pasti pulang
Membawa kabar kebahagiaan
Tak perlu ditunggu-tunggu
Waktu yang dapat dicari
Tunggulah di bawah awan biru
Senyumku tidak akan hilang
Tak perlu diingatkan
Jika masih ada sinar matahari
Aku tak akan melupakan
Kesetiaanku yang tulus akan kuwujudkan‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “ora sah kok enteni”,
„tak perlu ditunggu-tunggu‟, “yen mangsa iki gumanti”, „ketika
waktu silih berganti‟, “aku mesti bali”, „aku pasti pulang‟, “nggawa
kabar peni”, „membawa kabar kebahagiaan‟, “ora sah kok antu-
antu”, „tak perlu ditunggu-tunggu‟, “wektu kang bisa diluru”, „waktu
yang dapat dicari‟, “tunggunen ing sangisore mega biru”, „tunggulah
di bawah awan biru‟, “esemku ora bakal keplayu”, „senyumku tidak
99
akan hilang‟, “ora sah kok weling-welingake”, „tak perlu diingatkan‟,
“yen isih ana sunare srengenge”, „jika masih ada sinar matahari‟,
“aku ora-orane nglalekake”, „aku tak akan melupakan‟, “setyaku
kang tuhu nedya dakwujudake”, „kesetiaanku yang tulus akan
kuwujudkan‟.
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang
menghitung hari demi hari mengharapkan kabar dari kekasihnya.
Seorang kekasih yang setia tak perlu diragukan lagi kesetiaanya. Pasti
dia akan pulang membawa kabar kebahagiaan demi orang yang
disayangi. Jangan pernah mengkhawatirkannya, karena dia tidak akan
pernah mengingkari kesetiaanya walaupun waktu silih berganti.
Senyum tulus ini hanya untuk seseorang yang terpenting dalam
hidupnya. Jika sudah saatnya waktu telah tiba dia akan datang
menemui kekasihnya.
l) “Adoh sadurunge tumapak pensiun
Gawang-gawang pensiun katon endah
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun marambah
Nanging sawise tumapak lumebu pensiune
Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu dibaleake
Tundone, urip krasa kosong sepi
Peran kang wus nyawiji dhiri pribadi
Karucat saka pundhake mbaja siji
Yen mangkono banjur “apa gunane urip iki?”
Mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati
Sayekti kabeh iku mrosot mungguhing lahiriah
100
Nanging tumpraping batinlah malah tambah
Sapantase atur syukur marang Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa lumampah
Tugas tuntas rampung tekan “garis finish”
Tan kecer kandheg tengahing margi
Antuk slamet hayu basuki”
(Hikmah Jroning Mangsa Pengsiune, DL,41/12/3/2016)
Terjemahan:
„Jauh sebelum memasuki massa pensiun
Gambaran pensiun terlihat indah
Duduk santai di rumah
Uang pensiun semakin berkurang
Tetapi setelah memasuki massa pensiun
Ternyata banyak kendala
Uang pensiun semakin berkurang
Hanya sebagian dari gajinya
Semua tunjangan diberhentikan
Rumah dan mobil dinas harus dikembalikan
Hidupnya berakhir menderita
Jabatan yang pernah menyatu pada dirinya
Hilang dari bahunya satu persatu
Jika sudah begitu “apa manfaatnya hidup ini?”
Sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat
Ternyata semua itu hilang dari lahirnya
Tetapi batinnya semakin bertambah
Sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan
Karena perjalan karir dapat terselesaikan
Tugas selesai sampai pada massanya
Tak ada sedikitpun yang tertinggal
Yang didapatkan ketentraman‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “adoh sadurunge
tumapak pensiun”, „jauh sebelum memasuki massa pensiun‟,
“gawang-gawang pensiun katon endah”, „gambaran pensiun
terlihat indah‟, “leha-leha lungguh neng omah”, „duduk santai di
rumah‟, “dhuwit pensiun mudhun marambah”, „uang pensiun
101
semakin berkurang‟, “nanging sawise tumapak lumebu
pensiune”, „tetapi setelah memasuki massa pensiun‟, “jebul akeh
sandhungane”, „ternyata banyak kendala‟, “dhuwit pensiune akeh
sudane”, „uang pensiun semakin berkurang‟, “mung semene
persen saka bayare”, „hanya sebagian dari gajinya‟, “kabeh
tunjangan kaadhegake”, „semua tunjangan diberhentikan‟, “omah
lan mobil dinas kudu dibaleake”, „rumah dan mobil dinas harus
dikembalikan‟, “tundone, urip krasa kosong sepi”, „hidupnya
berakhir menderita‟, “peran kang wus nyawiji dhiri pribadi”,
„jabatan yang pernah menyatu pada dirinya‟, “karucat saka
pundhake mbaja siji”, „hilang dari bahunya satu persatu‟, “Yen
mangkono banjur “apa gunane urip iki?”, „jika sudah begitu “apa
manfaatnya hidup ini?‟, “mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati”,
„sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat‟, “sayekti kabeh
iku mrosot mungguhing lahiriah”, „ternyata semua itu hilang dari
lahirnya‟, “Nanging tumpraping batinlah malah tambah”, „tetapi
batinnya semakin bertambah‟, “Sapantase atur syukur marang
Gusi Allah”, „sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan‟, “Dene
lakuning karier wus bisa lumampah”, „karena perjalan karir dapat
terselesaikan‟, “tugas tuntas rampung tekan “garis finish”, „tugas
selesai sampai pada massanya‟, “tan kecer kandheg tengahing
margi”, „tak ada sedikitpun yang tertinggal‟, “antuk slamet hayu
basuki”, „yang didapatkan ketentraman‟.
102
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang
berandai-andai jika suatu saat masa jabatannya telah habis, maka
hidupnya akan terasa indah karena dapat bersantai-santai dirumah
tanpa memikirkan tugas yang harus ditanggungnya. Kemudian
setiap bulannya mendapat gaji tanpa harus bekerja. Setelah
beberapa tahun kemudian massa pensiunnya telah tiba. Ternyata
yang selama ini dibayangkan tak seindah dengan kenyataanya.
Karena banyak kendala yang dihadapi pada masa pensiunnya yaitu
seperti berkurangnya (sedikitnya) gaji serta semua fasilitas dari
kantor diberhentikan. Hidupnya yang dulu serba berkecukupan dan
sekarang berubah menjadi kekosongan. Tidak hanya itu saja,
jabatan satu per satu terlepas dari bahunya sehingga membuatnya
merasakan ketidakpuasan untuk menjalani kehidupannya saat ini.
Sehingga timbulah patah semangat untuk menjalani hidupnya yang
sekarang. Apa gunanya hidup ini tanpa bergelimpang harta dan
jabatan semua yang ia jalani akan sia-sia tanpa itu semua. Ternyata
tak ada gunanya meratapi itu semua lebih baik mensyukuri segala
nikmatnya karena sudah dapat menjalankan tugasnya sampai
finish. Yang paling penting saat ini lebih baik mendekatkan diri
pada Tuhan dan berdoa semoga kehidupan yang dijalani penuh
dengan rasa tentram.
103
a) “Ocehe manuk neng kurungan cinipta geguritan
tembang
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krangkeng swarane bablas
gumlanthang
Tangis atine krodha nanging wis tanpa tanja
Timbang nelangsa aluwung parisuka
Ora mergo mangan tan ngombe kang tansah ana
Nanging rumangsa yen urip mung saderma
Ora ana kang kumecap neng alam donya
Kang ngemohi apa kang den lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa premana
Endi kang bener kang pancen pener
Lan endi kang salah kang pancen bubrah
Yen kepengin urip merdika
Manuk neng kurungan uga rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar suwara
Utawa mbisu ing salawase urip
Ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing kongkon
Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi dagangan
Kebeh iku perjuangan lan pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling elingen
Kapan kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”
(Manuk Klangenan, DL, 42/19/3/2016)
Terjemahan:
„Kicauan burung di sangkar menciptakan puisi lagu
yang indah memberi perlambang
104
Meskipun di dalam sangkar suara tetap terdengar jelas
Tangisnya hati bergejolak tetapi sudah tanpa hasil
Daripada sengsara lebih baik bersuka hati
Bukan karena makan dan minum yang selalu tersedia
Tetapi (karena) merasa jika hidupnya hanya sementara
Tidak ada pengecualian di dunia
Yang menolak apa yang dilakukan
Kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan
menggulung
Perasaan dan tindakan yang penuh dengan perhitungan
Ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat
Mana yang benar yang memang benar
Dan mana yang salah yang memang bubar
Jika ingin hidup merdeka
Burung di sangkar juga merasakan yang sama
Itu hanya terbawa siapa yang mendengarnya
Jika ia dapat berbicara
Meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah malu
Jika pergi juga akan celaka
Lebih baik berkicau atau membisu selama hidupnya
Melakukan segala tindakan yang sudah diatur
Hidup sekali di dalam sangkar
Harus menurut jika menjadi barang dagangan
Semua itu perjuangan dan pengorbanan
Untuk menuruti kesenangan orang lain
Memang sudah kalah janji kamu menjadi manusia
Aku yang akan menjadi burung
Tetapi ingatlah
Kapan-kapan aku dan kamu
Suatu saat nanti derajatnya akan sama
Seperti waktu itu‟
Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi
karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “ocehe manuk neng
kurungan cinipta geguritan tembang”, „kicauan burung di
sangkar menciptakan puisi lagu, “kang endah menehi
pralambang”, „yang indah memberi perlambang‟, “sanajan neng
105
njero krangkeng swarane bablas gumlanthang”, „meskipun di
dalam sangkar suara tetap terdengar jelas‟, “tangis atine krodha
nanging wis tanpa tanja”, „tangisnya hati bergejolak tetapi sudah
tanpa hasil‟, “timbang nelangsa aluwung parisuka”, „daripada
sengsara lebih baik bersuka hati‟, “ora mergo mangan tan ngombe
kang tansah ana”, „bukan karena makan dan minum yang selalu
tersedia‟, “nanging rumangsa yen urip mung saderma”, „tetapi
(karena) merasa jika hidupnya hanya sementara‟, “ora ana kang
kumecap neng alam donya”, „tidak ada pengecualian di dunia‟,
“kang ngemohi apa kang den lakonana”, „yang menolak apa yang
dilakukan‟, “kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung”,
„kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan menggulung‟,
“pangrasa tuwin lelakon kebak petung”, „perasaan dan tindakan
yang penuh dengan perhitungan‟, “iya mung aku lan kowe kang
bisa premana”, „ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat‟,
“endi kang bener kang pancen peneri”, „mana yang benar yang
memang benar‟, “lan endi kang salah kang pancen bubrah”, „dan
mana yang salah yang memang bubar‟, “yen kepengin urip
merdika”, „jika ingin hidup merdeka‟, “manuk neng kurungan
uga rinasa padha”, „burung di sangkar juga merasakan yang
sama‟, “iku mung kagawa sapa sing krungu”, „itu hanya terbawa
siapa yang mendengarnya‟, “yen dheweke bisa tata basa”, „jika ia
dapat berbicara‟, “sanajan atine keranta-ranta nanging atine
106
ewuh aya”, „meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah
malu‟, “upama lunga uga bakal cilaka”, „jika pergi juga akan
celaka‟, “aluwung ngoceh ngumbar suwara”, „lebih baik
berkicau‟, “utawa mbisu ing salawase urip”, „atau membisu
selama hidupnya‟, “ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing
kongkon”, „melakukan segala tindakan yang sudah diatur‟, “urip
pisan neng kurungan”, „hidup sekali di dalam sangkar‟, “kudu
manut upama dadi dagangan”, „harus menurut jika menjadi
barang dagangan‟, “kebeh iku perjuangan lan pengurbanan”,
„semua itu perjuangan dan pengorbanan‟, “kanggo nuruti
kesenengane liyani”, „untuk menuruti kesenangan orang lain‟,
“pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa”, „memang sudah
kalah janji kamu menjadi manusia‟, “aku dadi manuk”, „aku yang
akan menjadi burung‟, “nanging eling elingen”, „tetapi ingatlah‟,
“kapan kapan aku lan kowe”, „kapan-kapan aku dan kamu‟,
“tekan mangsane drajate padha”, „suatu saat nanti derajatnya
akan sama‟, “kaya nalika semana”, „seperti waktu itu‟.
Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang merasakan
kepedihan karena keinginannya mendapatkan kebebasan dan
kesuksesan tidak dapat diwujudkan. Hidupnya seperti di dalam
penjara karena ia harus menuruti apa yang diperintahkan. Karena
kebenaran dan kesalahan hanyalah kamu dan aku yang tau saat ini.
Dunia ini memang penuh dengan perhitungan, karena aku disini
107
juga merasakan kepedihan, meratapi semua yang aku jalani saat
ini. Dimana aku menjadi seorang pekerja keras akan tetapi
pekerjaan yang aku kerjakan tidak halal. Sebenarnya aku
menginginkan pekerjaan halal bukan menginginkan pekerjaan
seperti ini. Pekerjaan seperti ini dilakukan secara terpaksa tak dapat
mengelak kecuali hanya bisa menuruti semua keinginannya. Hidup
ini hanya sementara, yang dapat dilakukan hanya berpasrah diri
serta menyimpan sakit hati. Hidup ini berdasarkan dagangan dan
pengorbanan. Setiap harinya harus menuruti kesenangan orang lain
dengan cara diperjualbelikan. Jika ia menolaknya dan memaksakan
diri untuk keluar dari pekerjaan tersebut, yang ia dapatkan
hanyalah celaka.
2) Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan
sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal yang
dinyatakan kurang dari keadaaan sebenarnya atau suatu pikiran
dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.
a) “Menawa seliramu ketemu
Pawongan mbuh sapa wae
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngarsane Gusti
Dheweke luwih mulya drajate tinimbang aku
Menawa seliramu kepethuk
Pawongan luwih enom utawa bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh dosane
Ora kaya aku kang wis kakean dosa
108
Muga Gusti paring pangapura
Menawa seliramu ketemu
Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale
Dheweke luwih dhisik manembah mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”
(Ngucapa Jroning Atimu, DL, 31/2/1/2016)
Terjemahan:
„Apabila kamu bertemu
Orang lain entah siapa saja
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin dirinya
Lebih baik ibadahnya di hadapan Tuhan
Dirinya lebih mulia derajatnya daripada aku
Apabila kamu bertemu
Orang yang lebih muda atau anak kecil
Ucapkanlah dalam hatimu
Pasti dia belum banyak dosanya
Tidak seperti aku yang penuh dosa
Semoga Tuhan memaafkan
Apabila kamu bertemu
Orang yang lebih tua
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin sudah banyak ilmu dan amalnya
Dirinya lebih awal bertirakat kepada Tuhan
Sudah pasti lebih terhormat daripada aku‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes ditunjukkan pada
kutipan “Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale”, „mungkin
sudah banyak ilmu dan amalnya‟, “dheweke luwih dhisik
manembah mring Gusti”, „dirinya lebih awal bertirakat pada
Tuhan‟, “Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”, „sudah pasti
terhormat daripada aku‟.
109
Kutipan di atas menceritakan tentang seseorang yang
bertemu dengan orang yang lebih muda atau anak kecil maupun
orang yang lebih tua darinya harus berprasangka baik kepada
semua orang. Mungkin saja orang yang ditemui tersebut adalah
orang yang banyak amal kebaikan dan lebih mulia daripada
dirinya. Yang masih banyak kekurangan dalam mendalami agama.
Banyaknya dosa yang ditanggung selama ini, ia berharap penuh
semoga dosanya tersebut di ampuni oleh Tuhan. Seorang yang ia
temui diperjalanan kemungkinan dia lebih dahulu mendalami
agama dan pastinya adalah umat yang paling mulia di hadapan
Tuhan.
b) “Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung
Kula timpuh, mustaka konjem ing bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara
Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka
Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah gesang kula
Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula
Puji syukur tan kedhat ing lisan tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-aling
Hangrantu berkah gesang bagya mulya”
(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Oh Tuhan Yang Maha Agung
Aku bersimpuh, bersujud di bumi
Tak terasa bergelinang air mata
Tak banyak permintaan yang aku minta
110
Oh Tuhan Maha Pengampun
Aku bersimpuh penuh dosa
Kepala bersujud bergelinang air mata
Tidak banyak yang aku minta
Semoga Tuhan memberikan petunjuk hidupku
Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhanku
Ucapan syukur tidak lepas dari lisan dari dalam hati
Hilang seketika bayangan hitam dari dalam hati
Terang benderang tanpa penghalang
Semoga Tuhan memberikan hidup yang penuh berkah‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes ditunjukkan pada
kutipan“kula timpuh, mustaka konjem ing bantala”, „aku
bersimpuh bersujud di bumi‟, “kula sujud kebak nistha”, „aku
bersimpuh penuh dosa‟, “mustaka konjem ing bantala banjir
waspa”, „kepala bersujud bergelinang air mata‟.
Kutipan di atas menceritakan seseorang segala kesalahan
yang dilakukannya semasa hidupnya, tak ada yang ia minta selain
meminta maaf kepada Tuhan, dan mengakui segala kesalahan yang ia
lakukan. Berharap Tuhan menerima taubat yang tulus dari hambanya
dan memberikan panjang umur penuh berkah agar dapat memperbaiki
diri untuk menjadi lebih baik.
c) “Sarumpun pari padha jejogedan ing tengah sawah
Disengguh sang angin sing sumilir silir
Yen sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi nglafalake zikir
Sagrombol jangkrik ngengkrik nganti enteking wengi
Pating pencolot ing sangisore suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake dening Gusti Kang Maha
Kuwasa
111
Ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat
Ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang
Maha Suci
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”
(Tahajud Ing Wengi Iki, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Serumpun padi bergoyang di tengah sawah
Diterpa oleh angin yang semilir
Jika kamu mau memperhatikan dengan hati
Tanaman-tanaman tadi sejatinya sedang melafalkan zikir
Segrombol jangkrik bernyanyi hingga habisnya malam
Saling melompat di bawah rerumputan
Jika kamu mau mendengarkan dengan telinga hati
Hewan-hewan mengungkapkan kebahagiaan menyanyikan
qosidahan
Atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
Berdiri pasrah berdoa menghadap kiblat
Ditengah malam ketika manusia sedang tidur
Menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci
Tahajudmu di malam ini
Tahajud dengan memasrahkan jiwa dan raga
Memohon dengan tulus kepada Tuhan Yang Maha
Pemberi
Meluluhkan Jiwa yang penuh amarah dan nafsu
Tahajud di malam ini
Tahajud mengharapkan dekat dengan Tuhan
Dekatnya melebihi aliran darah ke urat nadi
Tahajud malam ini, shalat berasa mau mati‟
112
Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes karena
merendahkan diri, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing
wengi iki”, „tahajud di malam ini‟, “tahajud kanthi pasrahing
jiwa lan raga”, „tahajud dengan pasrah jiwa dan raga‟,“ngluluhke
jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu”, „meluluhkan jiwa yang
penuh amarah dan nafsu‟.
Kutipan di atas menceritakan seseorang yang sedang berdzikir
setiap malamnya, dan bersholawat dengan penuh rasa syukur atas
semua yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Setiap malamnya tak
lupa melaksanakan shalat tahajud dengan berserah diri atas jiwa dan
raganya. Meminta ampunan atas segala amarah dan nafsu duniawi
yang ia perbuat. Tahajud yang ia lakukan semata-mata agar lebih
dekat pada Tuhan, karena semua amalan-amalan yang diperbuat tidak
dapat dibanggakan. Tahajud malam ini serasa hidupnya sudah tidak
lama lagi. Sehingga ia memohon agar mendapat belas kasihan dari
Tuhan dan semoga Tuhan selalu memberkahi hidupnya.
3) Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu
pertanyaan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu
hal.
a) “Ing gisik samodra wayah esuk
Dheweke lungguh nyawang jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe binareng jumlegure
ombak
113
Luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa
Nanging, dheweke banjur eling
Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan panguat
Luh panalangsa gumanti esem katentreman
Sikil jumangkah miwiti urip anyar”
(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)
Terjemahan:
„Di tepi samudra pagi hari
Dia duduk melihat terbitnya matahari
Melamun membayangkan hari-hari lusa
Sorot cahaya di matamu, ternyata panas, membakar
badan
Dan membawa luka dihati, seperti deburan ombak
Sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan
kekecewaan
Tetapi, dirinya mengingat
Masih ada matahari lain
Matahari yang matanya terasa edhum
Tampak wajah yang penuh kasih sayang
TanganNya di angkat memberikan berkah dan kekuatan
Air mata penuh senyum ketrentaman
Melangkahkan kaki menuju kehidupan baru‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa hiperbol karena melebih-
lebihkan, ditunjukkan pada kutipan “srengenge ing mripatmu,
jebul panas, mbakar awak”, „sorot cahaya dimatamu, ternyata
panas, membakar badan, “lan nggawa ati lara, panggresahe
binareng jumlegure ombak”, „dan membawa luka dihati, seperti
deburan ombak‟, “luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa”,
„sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan
kekecewaan‟.
114
Kutipan di atas menceritakan seseorang yang duduk
merenung di pagi hari sambil menunggu terbitnya sinar matahari.
Di saat itu ia melamun mengingat-ngingat masa lalu yang sangat
menyedihkan, karena dahulu kekasihnya selalu memandang sebelah
mata pasangannya, karena kekurangannya sehingga timbullah
penyesalan dan kekecewaan karena pernah mengenalnya. Silih
bergantinya waktu ia mengingat bahwa yang dapat menerangi hatinya
yang kecewa hanyalah Tuhan. Tuhan selalu bersama orang-orang
yang tersakiti, dan orang yang selalu mengingatNya. Tuhan selalu
memberikan keberkahan dan kekuatan pada orang yang selalu
mengingatNya. Oleh karena itu ia meneteskan air mata dengan penuh
senyum ketentraman, ia tidak akan lagi mengingat massa lalunya. Ia
akan melangkah memulai hidup baru dan meninggalkan kehidupan
yang suram.
b) “Apa sing mbokgoleki wong ayu
Kalane kangen kebacut mambu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
Keglandhang mangsa bedhidhing
Ninggal mingis-mingise lading
Kangen lan janji
Sapa kumawa miwir
Nyatane terus nggendong misteri”
(Serende Klawu, DL, 30, 26/12/2015)
Terjemahan:
„Apa yang kau cari gadis cantik
Saat dilanda rindu
Terpendam menyesakkan dada
115
Setiap hari hanya merasakan kecewa
Apa yang kau cari gadis cantik
Saat janji sudah dikhianati
Terbawa musim yang silih berganti
Meninggalkan luka yang dalam
Rindu dan janji
Siapa yang kuat menahan
Selamanya menyimpan teka-teki‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa hiperbol karena melebih-
lebihkan, ditunjukkan pada kutipan “apa sing mbokgoleki wong
ayu”, „apa yang kau cari gadis cantik‟, “kalane kangen kebacut
mambu”, „saat dilanda rindu‟, “diungkep mbesesege dhadha”,
„terpendam menyesakkan dada‟, “saben dina mung ketampeg rasa
jubriya”, „setiap hari hanya merasakan kecewa‟, “apa sing
mbokgoleki, wong ayu”, „apa yang kamu cari gadis cantik‟, “kalane
janji kadhung lumayu”, „saat janji sudah dikhianati‟, “keglandhang
mangsa bedhidhing”, „terbawa musim yang silih berganti‟,
“ninggal mingis-mingise lading”, „meninggalkan luka yang dalam‟.
Kutipan di atas menceritakan seorang wanita cantik yang
sedang memendam rindu pada kekasihnya. Kerinduan yang
terpendam di dalam hati, semakin hari semakin membuatnya sakit
karena kerinduanya tidak terobati. Semuanya yang telah ia rangkai
selama ini terbalaskan dengan sebuah pengkhianatan. Seiring
bergantinya waktu goresan luka dihatinya hanya meninggalkan luka
kekecewaan. Ketika janji dan rindu yang sudah dirangkai hanya
116
meninggalkan rahasia yang penuh duri yang sama sekali tidak dapat
diwujudkan.
b. Gaya Bahasa Kiasan
1) Simile
Simile adalah perbandingan yang bersifat ekspilsit. Yang
dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa
secara langsung menyatakan sesuatu dengan hal yang lain. Untuk itu,
memerlukan upaya secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu
kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana dan sebagainya.
a) Wis makaping kaping demonstrasi ginelar
Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa
Demonstrasi kanthi orasi
Swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
Saya entek kesabarane
Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping kiwa
Kabeh datan ana kawigaten
Se dalan-dalan lan papan panggonan
Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah
Tawuran sampyuh, buyar sanalika
Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”
(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)
117
Terjemahan:
„Sudah berkali-kali demonstrasi diadakan
Tidak muda tidak tua berkumpul
Ratusan hingga ribuan
Mulai dari buruh, guru, karyawan, dan kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi tidak ketinggalan
Dari mana saja asalnya
Menuntut keadilan pada penguasa
Demonstrasi berasal dari orasi
Menyerukan suara seperti petir
Mengumbar perkataan di depan wakil rakyat
Aparat sudah menjaga keamanan
Semakin hilang kesabarannya
Orasi hanya dianggap sebagai angin lalu
Masuk telinga kanan keluar telinga kiri
Menjadi pusat perhatian semua orang
Sepanjang jalan dan tempat
Semua terlihat saling tunjang menunjang
Lempar-lemparan bebatuan
Setelah merusak gedung tidak hanya satu dua yang terkena
pukulan
Badan hancur, babak belur semakin nekat tidak mau kalah
Tawuran berhenti seketika
Setelah terkena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan ke atas
Menjadikan semua berlarian‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar”,
„menyerukan suara seperti petir‟, „orasi dianggep kaya dene
angin”, „orasi hanya dianggap angin lalu‟.
Kutipan di atas menceritakan demonstrasi yang sudah
diadakan berkali-kali, yang diikuti oleh kaum muda, buruh hingga
kaum elite. Semua demonstrasi menyuarakan keinginannya di
depam wakil rakyat, akan tetapi wakil rakyat tidak menanggapi
118
keinginan para pendemo. Semua aparat dikerahkan untuk menjaga
para demonstrasi agar tidak membuat kericuhan. Kesabaran para
demonstrasi habis karena orasi tidak didengarkan oleh wakil rakyat
sehingga mereka membuat kericuhan yang akhirnya mereka saling
lempar-melempar bebatuan dan saling tunjang-menunjang
sehingga gedung-gedung hancur. Setelah merusak gedung satu-
persatu mereka terkena pukulan, akan tetapi tidak membuatnya
takut akan tetapi malah semakin nekat. Aparat menghentikan
tawuran tersebut dengan tembakan gas air mata sehingga orasi
berhenti.
b) “Sidhem premanem tan ana sabawa
Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari
Ngudhari sakehing reruwet
Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”
(Sidhem, DL,19/10/10/2015)
119
Terjemahan:
„Sunyi tanpa suara
Manisnya kuterima
Ketentraman yang bermanfaat
Masuk ke dalam hati
Menyingkirkan semua kegelisahan
Menumpas kejahatan
Menyingkirkan keburukan
Yang di temukan rasa suka
Inilah yang ditunggu-tunggu
Siang dan malam
Ketika datang
Sekuat tenaga yang diinginkan
Sampai badannya kurus
Seperti daun kering yang diterpa angin
Tanpa harga diri
Semoga lestari
Menjadi kenyataan
Menjadikan penerangan
Serta merasakan kebahagiaan‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kaya klaras kasempyok angin”, „seperti daun kering yang
diterpa angin‟.
Kutipan di atas menceritakan kesunyiaan dan kemanisan yang
tergambar jelas di angan-angan. Dengan membayangkan keinginan
yang di cita-citakan selama ini. Kegelisahan serta penghalang mulai
datang yang selalu menghalangi keinginannya, Tetapi tak
membuatnya lengah. Ia perlahan-lahan menyingkirkan semua yang
menghalangi niat baiknya (keinginan). Kemudian yang tersisa
hanyalah kebahagiaan yang diharapkan selama ini. Bergantinya siang
menjadi malam ia selalu membayangkan tentang cita-cita yang ingin
ia raih. Dengan sekuat tenaga walaupun badannya menjadi taruhan
120
hingga membuatnya sakit-sakitan, sampai tak mempunyai harga diri.
Sekuat tenaga ia berusaha keras mengejar impiannya agar dapat
terwujudkan. Yang diterima hanyalah bayangan semu yang tidak
membuahkan hasil sama sekali.
c) “Yen daksawang praupamu
Kadya cah ayu lagi gumuyu
Bunder seser amadhangi jagad
Celuk-celuk kancanana aku
Ayo konco padha dolanan
Ing plataran rame-rame gegojegan
Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah
Cobo sawangen, saya padhang saya wengi
Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”
(Rembulan, DL, 20/17/2015)
Terjemahan:
„Ketika kupandang wajahmu
Bagaikan wanita cantik sedang tersenyum
Bulat menerangi dunia
Memanggil-manggil temanilah aku
Teman-teman bermain bersama
Di halaman bercanda bersendau gurau
Menghilangkan kesusahan
Lihatlah, semakin terang semakin malam
Angin yang berhembus membuat hati tenang
Bagaikan tak ada yang kesusahan
Semua senang dan bahagia
Bulan bersinar bagaikan bintang
Terangnya bagaikan siang mengingatkan jangan tidur sore
Selagi luas tempatnya‟
121
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kadya cah ayu lagi gumuyu”, „bagaikan wanita cantik
sedang tersenyum‟, “kaya datan ana kang lagi bunek”, „bagaikan
tak ada yang kesusahan‟, “rembulan sumunar kadya lintang”,
„bulan bersinar bagaikan bintang‟, “padhange kaya rina ngelikake
aja turu sore-sore”, „terangnya bagaikan siang mengingatkan
jangan tidur sore‟.
Kutipan di atas menceritakan seseorang yang sedang
mengagumi bulan yang begitu indah. Bulan tersebut baginya
menggambarkan seorang wanita cantik yang sedang tersenyum
kepadanya. Seolah-olah dia berkata kepadanya untuk selalu
menemaninya. Di halaman rumah anak-anak tetap bermain sambil
diselingi canda tawa kebahagiaan tanpa ada rasa kesusahan sedikit
pun. Semakin lama waktu semakin berlarut, diselingi hembusan
angin yang menenangkan pikiran, semua terlihat bahagia. Bulan
yang indah tersebut menyinari dunia seperti bintang di malam hari
yang terlihat semakin cantik. Terangnya mengingatkan kepada kita
agar jangan pernah tidur diwaktu sore hari karena sore hari masih
luas tempatnya untuk bermain.
d) “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca
Dakugemi dhawuh kang sinengker sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuh kitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
122
Pinayungan sihing Gusti sedyatama langgeng manjing
ing nala.
Kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge mendhung
Musna...sirna..sakehing sengkala,
Sawise kabengkas wingiting langit,
Kabungkem suwarane gludhug,
Kasumpet mripate bethari durga,
Kabentusake sirahe ing padhas ganas,
Rahayuning Gusti nyencang suksma suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”
(Dhawuh Sinengkar, DL, 20/17/11/2015)
Terjemahan:
„Kucari semua ucapan dari Tuhan
Kulaksanakan perintah yang dirahasiakan dalam cerita
Banyak niat kejahatan menyingkir
Rasa kesedihan hilang
Bersama aliran air dan hembusan angin
Melewati pintu jurang dan kawah
Pengajaran yang jelas diterima
Dibawah naungan Tuhan tujuan utama selamanya abadi
di dalam hati
“Mas, pada sepinya malam syair-syairmu menemani
Bagaikan lentera yang menerangi sakitnya hati
Walaupun selalu tertutup gelapnya awan”
Hilang semua bencana
Setelah itu mendapatkan rahmat dari Tuhan
Di tutup suara petir
Tertutupnya mata bethari durga
Dibenturkan kepalanya di batu cadhas
Rahmatnya Tuhan mengikat roh suci
Berjanji untuk bersatu‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan
pada kutipan “kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin”,
„seperti lentera menerangi sakitnya hati‟.
123
Kutipan di atas menggambarkan seseorang sedang
menekuni amalan kebaikan yang diperintahkan oleh Tuhan serta
melaksanakannya. Walaupun setiap langkahnya untuk berbuat
kebaikan banyak rintangan yang menghampirinya. Ia tetap
berpegang teguh pada agama yang sudah ditekuni selamanya,
maka dari itu godaan yang menyelimuti rasa kesedihannya satu
persatu hilang karena ia sudah mendapatkan pencerahan agama. Ia
yakin bahwa Tuhan akan selalu melindunginya. Di malam hari
yang begitu sepi (sunyi) hanya sajak-sajak yang menemaninya
setiap malam. Setiap malamnya ia mendapatkan pencerahan dari
yang Kuwasa yang dapat menerangi hatinya. Akhirnya bencana
yang menyelimutinya hilang seketika hilang karena ia
mendapatkan rahmat dari Tuhan yang selalu bersamanya.
e) “Apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen
Selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha
Kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”
(Kangen, DL, 23/07/11/2015)
Terjemahan:
„Apakah kita masih pantas, menguri rindu
Selamanya akan selalu bergejolak dalam dada
Bagaikan drama satu babak
Meskipun sempat mengusik hati‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari”, „bagaikan
drama satu babak‟.
124
Kutipan tersebut menceritakan menyimpan kerinduan dengan
mantan kekasihnya diibaratkan seperti putaran drama yang akhirnya
hanya kesedihan yang ia dapatkan.
f) “Nadyan sinengkar ngrembuyung niyat angkara
Kinemulan mega peteng sadhuwure angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine bantala
Ora bakal mundur sejangkah nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata
Nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak
Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng
titiwanci
Nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan
Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”
(Dunung, DL, 26/28/11/2015)
Terjemahan:
„Meskipun bergejolak niat jahat
Terselimuti awan hitam di angkasa
Bagaikan bayangan raksasa mengejar angin
Banjir bandang menyapu isi dunia
Tidak akan mundur meski di hadang
Mencari janji suci yang dibawa untuk menentramkan
kehidupan
Meskipun Bethari Durga tertawa lepas
Merasa tak tertandingi paling kuwasa
Temannya balasrewu berhati jahat
Tidak akan mundur walupun di sumpah mati
Mengelabuhi keinginan luhur bersading sampai akhir
hayat
125
Meskipun temannnya berhati jahat memamerkan
kekuatan
Apa yang diucapkan tidak akan mengingkari janji
Mengetahui kejadian sebelum terjadi
Semua orang harus tunduk bagaikan brahmana
Tidak akan membatalkan tujuan utama
Meskipun dikerumuni banyak dukun
Sampai sucinya jiwa raga terselimuti ketentraman dari
Tuhan Yang Maha Agung‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kadya regemenge reseksa ngoyak maruta”, „bagaikan
bayangan raksasa mengejar angin‟, “Kabeh pawongan kudu
sumujud kadya brahmana”, „semua orang harus tunduk bagaikan
brahmana‟.
Kutipan di atas menceritakan seseorang yang berhati jahat
ingin menghalangi niat baik dia dengan cara apapun. Walaupun
dihadang oleh seorang yang berhati jahat akan tetapi dia tak akan
mundur. Dia teguh pendirian akan mencari janji suci yang nantinya
dibawa ke dalam kehidupan yang menentramkannya. Seseorang
berhati jahat tersebut telah memfitnah banyak orang dan merasa
dirinya paling hebat tidak dapat tertandingi, begitu juga temannya
balasrewu berhati jahat. Namun dia tidak akan menyerah begitu saja
walaupun disumpah mati. Di antara temannya yang berhati jahat serta
suka memamerkan kekuatannya, semua orang dipaksa untuk tunduk
kepadanya. Tetap saja dia tidak akan mau, dan tetap meneruskan niat
yang baik sebagai tujuan utama. Walaupun dia sekarang sedang
dikerumuni banyak dukun untuk menghalangi niat baiknya. Dia tetap
126
yakin bahwa Tuhan yang akan selalu melindunginya serta
menentramkan jiwanya yang suci.
g) “Kaya impen teka kabur
Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”
(Lebu, DL, 30/26/12/2015)
Terjemahan:
„Seperti mimpi datang pergi
Satu mimpi masuk di angan-angan
Universal angan kumpulan debu
Hingga saat ini‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kaya impen teka kabur”, „seperti mimpi datang pergi‟
Kutipan di atas menceritakan tentang sebuah mimpi, dan
dari beberapa mimpi tersebut salah satunya masuk dalam pikiran,
akan tetapi mimpi tersebut hanyalah mimpi yang tidak ada
manfaatnya.
h) “Kaya banyu sing mili gumilir
Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”
(Esuk, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Bagaikan air yang mengalir deras
Menyusuri sawah sunyi senyap
Bagaikan hembusan angin di musim kemarau
Perlahan menusuk hati‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “kaya banyu sing mili gumilir”, „bagaikan air yang
127
mengalir deras”, “kaya tumiyupe angin ketiga”, „bagaikan
hembusan angin di musim kemarau‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang kehidupan yang
dijalani penuh dengan tanda teka-teki seperti perumpaan yang
terkadang apabila dijalani serasa kehidupan ini penuh duri yang
menyakitkan.
i) “Pasar esuk sega pincuk
Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk
Uripe kaya iline kalen
Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura
Pasar esuk gambar cetha
Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”
(Pasar Esuk, DL, 12/12/03/2016)
Terjemahan:
„Pasar pagi nasi pincuk
Berkecap-kecap duduk di jembatan
Lauk tempe dan benguk
Tiga ratus rupiah sudah nambah
Hidupnya bagaikan aliran sungai
Tanpa mengukur waktu
Sampai mana yang dituju
Sudah jelas titik temunya
Pasar pagi tergambar jelas
Menginginkan hidup tanpa beban
Hati pasrah menerima kenyataan
Walaupun bukan takdir yang menciptakan puisi
128
Ayam berkokok memberikan perlambang
Keinginan dan usaha harus sejalan
Beriringan tanpa ada putusnya‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada
kutipan “uripe kaya iline kalen”, „hidupnya bagaikan aliran sungai‟.
Kutipan di atas menceritakan sebelum semua orang
memulai aktivitas di pagi hari. Mereka terlebih dahulu mengisi
tenaganya dengan membeli nasi pincuk di pasar pagi, berlaukkan
tempe dan benguk, dengan membayar tiga ratus rupiah tersebut sudah
boleh menambah. Di dalam kehidupan yang ada saat ini harus dijalani
dengan apa adanya seperti air mengalir, dimana tempat yang dituju
disitulah arti kehidupan. Di pasar pagi tergambar jelas bahwa semua
orang menginginkan hidupnya itu berkecukupan tanpa memikul beban
berat. Semua itu hanyalah keinginan semu yang tidak terwujudkan.
Mereka semua hanya bisa pasrah menerima kenyataan hidup yang
penuh beban walaupun itu bukan takdir. Pagi hari ayam berkokok
memberikan perlambang bahwa semua orang menginginkan
kehidupan bahagia tanpa beban yang selalu bersamanya.
2) Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambar-
kan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
a) “Iba panase awan iki
Ngajab udan rendheng adoh parane
Banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan
Ngranti tekane udan gegrontolan
129
Awan ketiga iki
Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe
Iba adohe wektu diranti
Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”
(Awan Mangsa Ketiga, DL, 21/24/10/2015)
Terjemahan:
„Bersedih karena panas hari ini
Mengharapkan musim hujan masih jauh
Air sungai tinggal sedikit
Sampai datangnya musim hujan
Musim kemarau ini
Perkebunan kering yang memprihatinkan
Ditambah layunya pepohonan
Mengeluh kehausan
Jauh waktu yang ditunggu
Meminta menunda kekurangan
Siang semakin panas, air semakin sedikit
Tanpa mengelak
Terbakar panasnya matahari‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “tegalan garing sambat memelas”, „perkebunan kering
yang memprihatinkan‟, “kagonjak aluming wit-witan”, „ditambah
layunya pepohonan‟, “sambat ngelak jaluk ngombe”, „mengeluh
kehausan‟.
Kutipan di atas menceritakan keadaan seseorang yang
hidupnya serba kekurangan, tidak pernah merasakan ketentraman, dan
kesejukan hatinya. Setiap harinya ia hanya mengeluh dengan keadaan
yang ia jalani dan tidak pernah menerima takdir kehidupannya. Jauh
130
dari waktu yang ditunggu-tunggu hidupnya masih sama serba
kekurangan tanpa ada perubahan, sehingga adanya semakin hari
hidupnya semakin miskin.
b) “Nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing
sisa
Ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin ngerti
Bisa wae badai tumeka ing sadengah waktu
Ayo nulis cerita keseksen dhewe-dhewe
Sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut
Wis dadi ginarise papesthan
Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut
Embuh piye carane takdir nggawa awake dhewe ing
pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah tumprap anak lan
putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe layang pamit lan
wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”
(Sadurunge Pamitan, DL, 23,7/11/2015)
Terjemahan:
„Ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang
tersisa
Ada baiknya menghitung batas yang akan dituju
Nasib di keadaan yang sebenarnya tidak ada orang yang
tau
Mungkin saja badai datang sewaktu-waktu
Lebih baik menceritakan kehidupan masing-masing
Mungkin saja tidak panjang umur
Tidak ada yang dapat mencegah karena sudah garisnya
masing-masing
Berbagai cara dapat merenggut nyawa
131
Sudah menjadi takdir kehidupan
Siapa yang punya nyawa akan bertemu dengan maut
Tidak tau caranya takdir membawa kita di ujung
kematian
Sudah jelas ditakdirkan, siapa yang punya nyawa pasti
mati
Oleh karena itu, tulislah cerita masing-masing
Mungkin saja dapat menjadi saksi sejarah pada anak dan
cucu
Jika tidak sempat setidaknya membuat surat perpisahan
Untuk anak dan cucu di massa yang akan datang
Agar hidup rukun dan tentram‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing
sisa”, „ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang
tersisa‟, “ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju”, „ada
baiknya menghitung batas yang akan dituju‟.
Kutipan di atas menceritakan sisa hidup seseorang yang
sebenarnya tidak akan pernah ada yang tau. Sewaktu-waktu
bencana pasti akan datang merenggut nyawanya. Sebelum
merenggut nyawanya sendiri, lebih baik umur yang tersisa
dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Semua orang tidak akan ada
yang dapat menghalangi takdir kematian. Bencana apa saja
mungkin bisa merenggut nyawanya. Semua itu sudah menjadi
takdir karena setiap orang yang memiliki nyawa berakhir dengan
kematian. Maka dari itu lebih baik introspeksi diri dengan keadaan
masing-masing dengan cara memperbaiki diri untuk lebih baik.
Apabila diceritakan kepada anak dan cucu mempunyai sejarah
yang baik jangan sampai meninggalkan sejarah yang buruk untuk
132
anak dan cucunya. Sebelum nyawa direnggut, jangan lupa
membuat surat pamit atau wasiyat untuk anak dan cucunya, agar
kehidupannya tentram dan damai.
c) “Esemmu rembulan kang pait madu
Nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru
Lungite patembayan
Ora kena kagerba kanthi lamban
Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
Ninggal pangaji
Tanpa isi
Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”
(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)
Terjemahan:
„Senyum bulan yang manis
Melukiskan teka-teki dibalik awan
Rahasia kehidupan
Tidak dapat dihitung secara pasti
Rangkaian yang tak dapat ditentukan
Tak dapat dipastikan
Jika digosok secara sederhana
Untuk mengetahui akhir ceritanya
Hanya ucapan
Dapat menyayat kulit
Meninggalkan harga diri
Tanpa guna
Senyum bulan
Kutemukan huruf- Mu
Tampak sepi
tempatnya
133
tampak
kosong‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “esemmu rembulan kang pait madu”, „senyum bulan
yang manis‟, “nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru”,
„menciptakan teka-teki dibalik awan‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang senyuman wanita
yang cantik yang menyembunyikan banyak rahasia tentang
kehidupan yang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Harapan
demi harapan yang tergambar jelas di angan-angan. Usaha keras
yang dilakukannya untuk menggapai yang diinginkan ternyata
tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Karena semua itu takdir
kehidupan yang akan menentukan. Maka sebagai manusia hanya
bisa pasrah menerima kenyataan walaupun sudah berusaha dengan
semaksimal mungkin.
d) “Wengi iki isih kaya wingi
Nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere wengi
Lan nalika kabeh titah padha lerem ing cangkange
dhewe-dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege payudara
Kang nuwuhake napsune para priya wuta
Yen wis kaya mangkene
134
Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama
Kang bakal njunjung drajate bangsa lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal nemoni bener kang
sejati”
(Isih Kaya Wingi, DL, 24/14/11/2015)
Terjemahan :
„Malam ini masih seperti kemarin
Ketika aku melihat bercandanya bintang melawan
mendung
Senyum yang diterbakan oleh bintang
Kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati
Tidak terasa malam semakin larut
Dan ketika semua orang terlelap di tempat masing-
masing
Ternyata masih ada yang menyelinap
Di antara nyanyian malam yang penuh rahasia
Hanya hembusan angin mengarah globalisasi
Manusia mengumbar nasfu
Dengan meninggalkan tata krama dan tata susila
Manusia lebih suka tanpa memakai baju
Sehingga perawan cantik
Banyak yang memamerkan payudara
Menumbuhkan nafsu lelaki hidung belang
Jika sudah begitu
Kapan tumbuh generasi utama
Akan menjunjung derajat bangsa dan negara
Tetapi malam masih seperti kemarin
Malam masih menyimpan seribu rahasia
Hanya hati yang suci dapat menemukan kebenaran
sejati‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan
mega”, „ketika aku sendiri melihat bercanda bintang melawan
mendung‟, “esem kang diumbar dening lintang”, „senyum yang
ditebarkan oleh bintang‟, “pranyata ora kumawa mbuwang sepine
ati”, „kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati‟.
135
Kutipan di atas adalah keadaan di malam hari yang masih
sama seperti biasa dengan kegiatan negatif setiap malamnya. Di saat
aku melihat canda tawanya bintang dengan mendung yang tidak dapat
membuang sunyinya hati. Tak terasa semakin malam semakin
berlarut, di saat semua orang terlelap di tempatnya masing-masing
tetapi masih banyak wanita yang sering keluar malam hari. Mereka
setiap malamnya bermain dengan lelaki hidung belang tidak
memperdulikan etika kesopanan serta tata susilanya. Setiap hari yang
dilakukan oleh para pemuda hanya seperti ini tanpa ada perubahan
untuk menjadi lebih baik. Mereka bahagia jika setiap malamnya dapat
membuat para hidung belang semakin beringas. Berharap semoga
masih ada generasi yang baik, sejati dan berjiwa suci yang dapat
merubah bangsa menjadi lebih baik.
e) “Semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa
Kumawa nyisipke rasa kangen
Marang gumebyare dawane dalan kuthamu
Ing isih tumanjem ana ing pangelingku
Nalika daksawang mawar ana plataran omahmu
semplah
Tansaya negesake yen ana waspa kulah
Ing pungkasane mangsa
Kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu
Sanajan atiiki wis kebak maneka crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”
(Pungkasane Mangsa, DL, 26/28/11/2015)
Terjemahan:
„Samarnya senyum bulan di akhir musim
Dapat menyisipkan kerinduan
136
Kepada terangnya jalan kotamu
Yang masih melekat di ingatanku
Ketika kupandang mawar di halamanmu menyesali
Menegaskan air mata yang tumpah
Di akhir musim
Yang menyaksikan melawan samarnya senyum bulan
Yang berada di ujung gerbang masih kuharap
kedatanganmu
Walaupun hati sudah penuh banyak cerita
Tetapi malam ini kusiapkan
Hatiku menerima tangismu‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa”,
„samarnya senyum bulan di akhir musim‟, “kumawa nyisipke rasa
kangen”, „dapat menyisipkan kerinduan‟, “kanthi sineksen klawan
semburate asem rembulan”, „dengan menyaksikan melawan
samarnya senyum bulan‟, “kang mapan ana pucuke gapura isih
dakrantu tekamu”, „yang bertempat diujung gerbang masih kuharap
kedatanganmu‟.
Kutipan di atas menceritakan bergantinya musim menyisipkan
kerinduan di sepanjang jalan kota yang masih tersimpan di
ingatannya. Ketika ia sedang melihat mawar di halaman rumah
terlihat sedang menyesali karena perbuatan buruk yang pernah
dilakukan. Bunga mawar tersebut menegaskan bahwa air mata
seseorang yang sedang bertumpah-tumpah. Setiap malam ia
menyesali apa yang telah diperbuat. Di akhir musim disaksikan
senyum bulan yang berada di ujung gerbang ia masih mengharapkan
kedatangannya. Walaupun hati penuh dengan banyak permasalahan
137
tetapi ia tetap menerima tangisanya, karena kehidupan ini tidak ada
yang sempurna.
f) “Lintang –lintang ing jembare langit
Padha cumlorot kanthi kebak pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
Wis suwe anggenku ngrantu
Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”
(Lintang, DL, 34/23/1/2016)
Terjemahan:
„Bintang-bintang di luasnya langit
Saling menyinari penuh dengan teka-teki
Bersama lahirnya puisi di tengah malam yang pahit
Dia memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh
Dan menjadi rasi bintang waluku
Bintang-bintang di matamu
Sudah lama aku menunggu
Karena dari bintang dimatamu
Akan kupilih mana yang menjadi penuntun hidup‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “lintang–lintang ing jembare langit”, „bintang-bintang
di luasnya langit‟, “padha cumlorot kanthi kebak pangganggit”,
„saling menyinari penuh dengan teka-teki‟, “mbarengi laire gurit ing
satengah wengi kang pahit”, „bersama puisi ditengah malam yang
pahit”, “dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih”, „dia
memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh‟.
Kutipan di atas menceritakan kehidupan di dunia penuh
dengan rahasia. Dunia ini begitu rapuh dan sudah tua, maka berhati-
138
hatilah dalam melewati kehidupan ini. Semoga kehidupan yang
dijalani saat ini mendapat penerangan sehingga dapat menerangi
kehidupan menuju jalan kebenaran.
g) “Jakarta dadi pangewan-ewan
Dikilani dhadhane dening rendheng
kang nggendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong
tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan tinja
Sawetara cangkem dandang lan wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”
(Jakarta Mangsa Rendheng, DL, 34/23/1/2016)
Terjemahan :
„Jakarta menjadi pusat pembicaraan
Di hina, di ejek oleh musim penghujan
yang menggila
Berkuasa. Rumah-rumah tenggelam
Terselimuti oleh mendung
Sapi glonggongan dipenuhi air
Jakarta mendapat kiriman hujan dari Bogor
Tidak sesuai dengan kenyataan
Menjadi rawa menghiasi rumah-rumah tingkat
Anak-anak ramai berenang
Di air kubungan sampah dan kotoran
Sementara mulut dandang dan wajan
Di pos pengungsian kosong
139
Menanti bantuan dari orang lain
Menerima bantuan seadanya
Jakarta lumpuh total
Sepi dalam keramaian
Patung selamat datang kedinginan
Bunga yang ditangannya digenggam erat takut jika
terbawa arus
Tugu Monas
Mengarah ke langit‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “sawetara cangkem dandang lan wajan”, „sementara
mulut dandang dan wajan‟, “ing pos pengungsian ndlongop”, „ing
pos pengungsian kosong‟, “ngrantu kumlawene tangan asih”,
„menanti bantuan dari orang lain‟, “reca selamat datang gigilen”,
„patung selamat datang kedinginan‟.
Kutipan di atas menceritakan keadaan Jakarta sebagai ibu kota
metropolitan sering menjadi pusat pembicaraan, akan tetapi setiap
tahunnya mendapatkan hujan dari Bogor yang menyebabkan
terjadinya banjir. Tidak sesuai dengan namanya yang menjadi pusat
Ibu kota. Setiap tahunnya banjir tersebut membanjiri perkampungan
(rumah), serta jalanan, sehingga terlihat seperti rawa yang tidak dapat
dilalui akses jalannya. Jakarta lumpuh total, masyarakat tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasa. Masyarakat berlarian
menyelamatkan diri dengan mengungsi di tempat yang sudah
disediakan. Sekarang yang dapat mereka lakukan hanya menunggu
bantuan dari orang lain.
h) “Ing puputing mangsa ketiga iki
Katon esemu kang edi
140
Kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali
Leledhang nyempyok kanan kering
Nyenggol watu-watu garing
Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
Kadya nunggu kancamu kang murca
Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa
Gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali
Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”
(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)
Terjemahan :
„Akhir musim kemarau
Terlihat senyummu yang indah
Kegemericiknya air di sepanjang sungai
Tidak biasanya datang menyentuh tanah kering
Menyentuh bebatuan kering
Mengapa jalanmu ragu-ragu
Bagaikan menunggu temanmu yang jahat
Menelusuri akar-akar tua
Bersembunyi di sela-sela tanah kering
Karena hujan tidak kunjung datang
Apa karena salah musim
Derasnya air di pinggir sungai
Menjadi saksi
Air mengalir sedikit tidak seperti kemarin
Ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai
Mengajak bercanda dan bermain
Semua diambil
Sampai larinya terbirit-birit
Daun, ranting pohon-pohon, sawah dan rumah
Diterjang banjir bandang
Semua hilang‟
141
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali”,
„derasnya air dipinggir sungai‟, “dadi seksi”, „menjadi saksi‟, “banyu
kang mili sepi ora kaya wingi”, „air yang mengalir sedikit tidak
seperti kemarin‟, “nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe”,
„ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai‟, “ngajak lelumban
lan gegojegan”, „mengajak bercanda dan bermain‟,“kepara apa wae
kok ranggeh”, „semua diambil‟, “nganti playune menggeh-
menggeh”, „sampai larinya terbirit-birit‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang air yang tiba-tiba datang
menyentuh tanah dan bebatuan kering. Air yang mengalir semakin
deras mengakibatkan banjir bandang di sungai serayu. Banjir bandang
tersebut menerjang pepohonan, rumah, sawah, sehingga
mengakibatkan banyak kerugian di perkampungan tersebut.
i) “Gawang-gawang esemmu cah bagus
Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”
(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟
142
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “gawang-gawang esemmu cah bagus”, „terbayang-
bayang senyum lelaki tampan‟, “netramu..nyumunurake sih
katresnan”, „matamu menyinarkan kasih sayang‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang kekaguman seorang
wanita terhadap lelaki karena seorang lelaki yang penyayang
kepada wanita. Walaupun hanya bisa memandang saja tanpa bisa
memiliki itu sudah lebih dari cukup baginya.
j) “Sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing
watu-watu karang
Tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa
ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih eman nguncalake
udan
Dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah
garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad
kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara kang siningit
Babaring kidang kang adigang
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjurbundhelaning wulangreh dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep puguh
reruntungan”
(Watu-Watu Karang, DL, 36/06/2/2016)
143
Terjemahan:
„Banyaknya burung di batu karang tetap berkicau
Bernyanyi dan membuat rindu yang tidak dapat hilang
Ketika badan tidak berdaya
Langit masih mau memberikan hujan
Kukerahkan semua tenagaku
Supaya tanah menjadi basah
Terlihat tenang dan tentram
Lihatlah. . .
Bintang bulan beriringan membacakan puisi
dengan jelas:
Kenyataanya perjalanan ini terselimuti awan hitam, batu
karang yang bertebaran
Benar dirimu
Ternyata kerasnya batu tersamar oleh bayang-bayang
Semakin lama semakin jelas
Nyanyian berasal dari hutan
Terang menerangi segala kesulitan hilang
Keras dan batu kejahatan yang dirahasiakan
Akhirnya kidang yang sakti
Gajah yang memamerkan keluhuran
kepintaran terbawa ular
setelah mati tak ada gunanya
Setelah itu kumpulan pengetahuan aku baca
Akhirnya bintang bulan saling beriringan‟
Kutipan di atas menggugah semangat hati semua warga
untuk lebih giat bekerja keras, agar hidupnya senantiasa diberikan
ketentraman. Apabila melihat ke langit, banyaknya bintang dan
bulan selalu beriringan menyinari dunia tanpa ada kegelapan.
Ketika perjalanan hidup seseorang yang berhati sombong, suka
memamerkan kekuatan. Maka jika suatu saat takdir mengambil
semua yang dimiliknya, ia seperti tak berguna lagi dan kehilangan
semuanya. Jika seseorang yang berhati baik, berbudi pekerti luhur
akan memetik kebahagiaan.
k) “Wayang kulit temancep ing debog
Jejer-jejer nedya mamerake kaprigelane
144
Jogede manut Ki Dhalang
Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta sungkawa
Sakehing iwak pijer ndedonga
Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan tepung
Emoh nyawang apa maneh nyinau
Luwih kapilut budaya manca kang mblasukake moral”
(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)
Terjemahan:
„Wayang kulit tertancap di simpingan
Berjajar-jajar memamerkan keuletan
Goyangnya mengikuti Dhalang
Bersama alunan gending yang indah
Kecewanya tidak banyak orang yang menyaksikan
Wayang kulit tersingkir jauh
Rumput teki setia menemani
Batu hitam ikut berbela sungkawa
Banyak ikan ikut berdoa
Lumut-lumut ikut menghibur
Sejatinya wayang kulit mengandung ajaran yang baik
Berguna untuk tujuan hidup
Sayangnya para pemuda sekarang tidak menghiraukan
Tidak mau melihat bahkan mempelajari
Lebih menyukai budaya manca Negara yang menjerumuskan
moral‟
Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan
pada kutipan “wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali”,
„wayang kulit tersingkir jauh‟, “suket teki setya ngancani”,
„rumput teki setya menemani‟, “watu-watu item asung beta
sungkawa”, „batu hitam ikut berbela sungkawa‟, “sakehing iwak
pijer ndedonga”, „banyak ikan turut berdoa‟, “lumut-lumut asung
145
panglipur”, „lumut-lumut ikut menghibur,“sejatine wayang kulit
ngemot pitutur luhur”, „sejatinya wayang kulit mengandung
ajaran yang baik‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang pagelaran wayang,
dimana wayang-wayang tadi ditancapkan di simpingan pertanda
bahwa pagelaran wayang akan dimulai. Seorang dalang tersebut
memainkan wayang dengan penuh keuletan, dan serta
menggambarkan jalannya wayang yang mengandung nilai positif
yang dapat dipetik. Dalang merasakan kekecewaan kepada
masyarakat Jawa khususnya generasi muda karena yang menonton
pagelaran wayang hanya sedikit. Semakin lama wayang semakin
tersingkir jauh dari kebudayaan Jawa khususnya di Indonesia.
Generasi muda tidak pernah menghiraukan kebudayaannya sendiri.
Mereka bahkan enggan mau mempelajari budayanya sendiri akan
tetapi lebih memilih mendalami budaya luar yang merusak moral
bangsa.
3) Sinisme
Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati. Walaupun sinisme lebih dianggap kasar daripada ironi.
a) “Kanthi esem rangu
Kowenehake swara fals
Ngirigi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
146
Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu clathumu
Cilikmu wis tumindhak diwasa
“Embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu saka ing arah
jero
Disuk dening gumrenggenge penumpang kapal
Aku kelangan lacak
Amung uwuh ngawe-awe
Nyeggol mburitan
Mingka dolanan ombak”
(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)
Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kau berikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut
Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu
Kecilmu sudah bertindak dewasa
“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari dalam
Berdesakan dengan suara penumpang kapal
Aku kehilangan arah
Hanya sampah yang melambai-lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟
Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan
“kanggo nambahi dawane wektu clathumu”, „untuk menambah
waktu bicaramu‟.
147
Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pengamen yang
sedang memberikan senyum palsu dengan penumpang kapal agar
terlihat akrab. Dengan suara fals tadi ia gunakan untuk mengambil
hati para penumpang. Ia mengamen demi mendapatkan sebongkah
rupiah dari para penumpang kapal. Sudah dari kecil mengamen di
dalam kapal agar dapat menyambung hidup. Pada saat mengamen
ternyata ada kejadian yang membuatnya kehilangan jalur karena di
dalam kapal terjadi desak-desakan antar penumpang.
b) “Luwar sakeng hotel prodheo limang warsa lawase
Klanthi nyangking paraban aran Bang Jimmy
Tugimin ora mareni tindak culikane
Tato lengene tambah gambar tengkorak mata siji
Sanyaya tan eling purwaduksinane
Wengi wingi Jimmy ngumbar napsu setanne
Mlebu metu kamar kucem kebak esem palsu
Njangkepi kabiyasan malima tan ana mereme
Sawise winginane nyaut kalunge bakul tahu tanpa eling
alang-ujure
Kanthi wengis terus mrajaya swara atine dhewe
Ora kemuthan kenthang
Nuruti playune hawa kadonyan pupur wewe
Rina-marina Jimmy sansaya klalen sewu supe
Mabuk luwak brendhi tekan nguntal pil-pil pauk
Wusana bablas tan eling sapa jatidhirine”
(Tugimin Ora Eling, DL, 20/17/10/2015)
Terjemahan:
„Keluar dari penjara lima tahun lamanya
Membawa julukan Bang Jimmy
Tugimin tidak menghentikan kejahatannya
Tato di lengannya bertambah tengkorak bermata satu
Semakin lupa asal-usulnya
Malam kemarin Jimmy mengumbar nafsu setannya
Masuk keluar kamar penuh senyum palsu
148
Melengkapi kebiasaan perilaku buruk tanpa ada puasnya
Setelah kemarin merampas kalung pedagang tahu tanpa
memiliki rasa belas kasihan
Sehingga rasa kejam membunuh rasa hatinya
Tidak mengingat asal-usulnya
Menuruti nafsu dunia
Hari demi hari Jimmy semakin lupa
Mabuk tuwak brendhi sampai menelan pil
Berlarut-larut tanpa mengingat jati dirinya‟
Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan
“wengi wingi Jimmy ngumbar napsu setanne”, „kemarin malam
Jimmy mengumbar nafsu setannya‟, “mlebu metu kamar kucem
kebak esem palsu”, „keluar masuk kamar penuh senyum palsu‟.
Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pencuri yang
sudah keluar dari massa tahanan lima tahun dengan julukan bang
Jimmy. Ia tidak mengakhiri massa kejahatannya, akan tetapi
mengulangi tindakan kejahatannya. Dengan menambah tato
tengkorak di lengannya menjadikan ia semakin bengis pada siapa
saja. Kemudian kemarin malam ia beraksi dengan mencuri kalung
milik seorang pedagang tahu untuk menuruti nafsu duniawi tanpa
memiliki rasa belas kasihan. Setiap harinya ia menghabiskan massa
hidupnya dengan mabuk-mabukan dan menelan pil haram. Ia
menelan pil tesebut agar dirinya tidak memiliki rasa keraguan dalam
melakukan tindakan kejahatan.
c) “Padha dene luru saben wektu
Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
149
Kang padha disarujuki bebarengan
Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran
Kang den tuju
Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung turunan
Senadyan pungkasan bisa musna sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel panguwasa
Lali marang kawula lan Kang Kuwasa”
(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)
Terjemahan:
„Sama halnya mencari setiap waktu
Menggunakan segala cara
Kasar, halus, halal dan haram
Hanya menjadi kebohongan
Jauh dari perilaku sehari-hari
Walaupun sudah ada peraturan
Melanggar peraturan secara bersama
Akhirnya tidak ditaati
Secara diam-diam menyingkirkan peraturan
Yang dituju
Bagaimana supaya dapat memperoleh
Ketika sudah memperoleh
Sepertinya semua dapat diperoleh
Dari harta yang berharga
Mengumbar hawa nafsu kerakusan
Kemarahan dan meninggalkan kebaikan
Meninggalkan nafsu ketentraman juga kepercayaan
Yang kemarin ditangkap tetapi menyelak
Hanya sepintas saja
Uang jutaan, miliaran hingga triliunan
Yang sepertinya tinggal mengambil
150
Untuk kemakmuran anak tujuh turunan
Pada akhirnya akan habis
Jika sudah ketahuan dan terbukti di meja hijau
Membawa kemurkaan memakai baju penjara
Karena kekeliruan dalam mengambil kekuasaan
Lupa dengan saudaranya dan Tuhan‟
Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada
kutipan “mung dadi lamise lambe”, „hanya menjadi kebohongan‟.
Kutipan di atas merupakan sindiran kepada pejabat tinggi yang
selalu menghalalkan semua cara dalam melakukan tugasnya.
Sebagai pejabat melakukan itu semua dengan cara kebohongan
agar tetap mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka melakukan
secara diam-diam. Mereka hanya memikirkan bagaimana cara
mendapatkan kekuasaan dengan cara melanggar peraturan yang
ada. Ketika semuanya sudah tercapai yang diinginkan serta harta
yang diperoleh mereka meninggalkan kepercayaan. Ketika mereka
mendapatkan uang jutaan hingga triliuan maka uang tersebut untuk
kebahagiaan untuk anak beserta turunannya. Walaupun uang
tersebut akhirnya akan habis, akan tetapi jika mereka sudah
terbukti menggelapkan uang maka akhirnya akan di tuntut di meja
hijau dan berakhir dalam sel tahanan. Oleh sebab itu mereka salah
dalam mengambil kekuasan yang bukan haknya. Karena kekuasaan
menjadikannya lupa kepada saudara dan Tuhan yang berkuasa.
d) “Wong urip ing donya
Mung siji panggayuhe yen ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
Yen sliramu kepingin langit anyar
151
Tumujua ing papan kang padhang
Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
Seneng andum katresnan
Setya tuhu ndherek Gusti”
(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)
Terjemahan:
„Orang hidup di dunia
Hanya satu keinginannya jika dipanggil Tuhan
Hidup di langit lapis ke tujuh
Tempat suci Tuhan Yang Maha Esa
Jika kamu menginginkan langit yang baru
Berjalanlah menuju jalan yang terang
Singkirkan gelapnya kehidupan
Cepat-cepat memakai baju baru
Jika kamu menginginkan kehidupan baru
Bongkar, buanglah kehidupan lamamu
Penuh dosa dan kemungkaran
Suka menindas orang yang kekurangan
Jalan menuju langit yang baru
Memberikan contoh kepada sesama
Suka memberikan kasih sayang
Setia dan patuh kepada Tuhan‟
Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada
kutipan “kebak dosa dur angkara murka”, „penuh dosa dan
kemungkaran, “seneng nindhes kang apes”, „suka menindas orang
yang kekurangan‟.
Kutipan di atas merupakan sindiran kepada seseorang
bahwa hidup di dunia ini hanya sementara nantinya seluruh umat di
dunia akan kembali pada yang Kuwasa. Semua orang
152
menginginkan kebahagian (surga lapis ke 7) karena surga tersebut
adalah surganya Tuhan yang paling indah. Jika menginginkan
kemuliaan sebisa mungkin jalani kehidupan tersebut ke jalan yang
benar dan terang. Jalan yang terang dengan cara membuang jauh-
jauh kehidupan yang menyesatkan penuh dosa. Kejahatan yang
berupa menindas orang yang kurang mampu. Perbaikilah tingkah
lakumu kemudian berikan contoh yang baik dan saling mengasihi
satu sama lain. Serta setia dan patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan segala perintahnya.
e) “Ing plataran wayah sore
Ana sawetara bocah padha dolanan
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra
Nyedak karo omong
“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng meneng”
“Beda karo manungsa
Sanadyan wis wareg, kanca lan sedulur tegel
diuntal
Wis turah bandha, isih wae srakah”
Rampung omong bocah mau lap, ilang
Lamat-lamat aku kelingan
Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen srakah”
(Pacelathon Wayah Sore, 33/16/1/2016)
153
Terjemahan:
„Di halaman ketika sore hari
Ada beberapa anak tengah bermain
Salah satu di antaranya bertanya
“Siapakah yang galak di dunia ini”
“Macan”, jawab temannya
“Singa, buaya, ikan hiu”, yang lain saling menyahut
Ikut menjawab
Tiba-tiba ada anak yang kurang sempurna
Mendekat sambil berbicara
“Ada yang lebih galak
Saya beri tahu, meskipun galak
Hewan tersebut jika sudah kenyang akan diam”
“Berbeda dengan manusia
Meskipun sudah kenyang, teman dan saudara tega
dimakan
Sudah berlimpah harta, masih saja serakah”
Selesainya bicara kemudian anak itu menghilang
Samar-samar saya teringat
Anak tersebut menjadi sengsara
Karena harta warisan orang tuanya
Dikuasai saudaranya yang serakah‟
Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan
“beda karo menungsa”, „berbeda dengan manusia‟, “sanadyan wis
wareg, kanca lan sedulur tegel diuntal”, „walaupun sudah kenyang,
teman, saudara tega di makan‟, “wis turah bandha isih wae srakah”,
„sudah berlimpah harta, masih saja serakah‟, “bocah mau dadi
sengsara”, „anak tadi menjadi sengsara‟, “amarga bandha
tinggalane wong tuwane”, „karena harta warisan dari orang tuanya‟,
“dikakahi sedulur sing pancen srakah”, „dikuasai oleh saudaranya
yang serakah‟.
Kutipan di atas merupakan sindiran kepada manusia yang
sangat berbeda dengan sifat binatang. Dimana jika binatang sedang
154
kelaparan mereka umumnya akan mencari mangsa, jika mangsanya
sudah didapatkan mereka akan menerkamnya. Apabila sudah
kenyang, mereka tidak akan memangsa hak temannya melainkan
akan diam. Berbeda dengan manusia, manusia merasa hidupnya
tidak pernahpuas walaupun hidupnya sudah dipenuhi harta. Namun
jika mengetahui harta warisan saudaranya yang telah tiada ia akan
bergegas merebut semua kekayaan tersebut walaupun itu bukan
haknya. Melainkan hak anak yang ditinggal pergi oleh orang
tuanya.
2. Makna Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015 –
2 April 2016
Dalam puisi atau geguritan kata-kata, frasa, dan kalimat
mengandung makna tambahan atau makna konotatif bahasa figuratif yang
digunakan menyebabkan makna-makna didalam baris-baris puisi
(geguritan) tersembunyi dan harus ditafsirkan. Dalam menafsirkan
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April
2016 penulis menafsirkannya dengan cara mencari arti kata-kata yang
terdapat dalam setiap geguritan dengan bantuan Kamus Jawa Kuna
(Kawi). Berikut penulis sajikan pembahasan data makna geguritan yang
terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April
2016.
1) “Mbok sliramu wis tuwa
Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng tangga
155
Temanana ing njogan, gelarna klasa
Cepakana segelas jarang putih lamba
Suguhana esem tulus saka jroning nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begjalan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing Kuwasa”
(Simbok, DL, 20/17/10/2015)
Terjemahan:
„Ibu sudah tua
Saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras
Jika ada tamu datang. .. sambutlah dengan ramah
Ibu tidak perlu repot-repot
Tidak perlu pinjam kursi tetangga
Dipersilahkan dilantai, beralaskan tikar
Berikan segelas air putih
Berilah senyum tulus dari dalam hati
Tamu tadi pasti merasa
Beruntung dan mulia dalam dada
Ibu mendapatkan berkah dari Sang Pencipta‟
Makna geguritan di atas adalah bahwa seorang ibu yang sudah
tua ditunjukkan pada kutipan “mbok sliramu wis tuwa”, waktunya
bagi seorang ibu untuk beristirahat dalam bekerja keras karena masa
tua adalah masa dimana menikmati kehidupan yang ditunjukkan pada
kutipan “lerena anggonmu seneng rekasa”, „apabila ada tamu
datang dianjurkan untuk menyambut sang tamu dengan senyum yang
tulus dari hati maka tamu akan merasa bahagia ditunjukkan pada
kutipan“yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita”, „sebaiknya ibu
tidak perlu repot-repot berikan saja apa yang sekarang dimiliki
ditunjukkan pada kutipan“simbok ora perlu neka-neka”, „tamu
tersebut juga mengerti dengan keadaan Tuan rumahnya‟, yang
ditunjukkan pada kutipan“rasah ndadak nyilih kursi neng tangga”,
156
“lebih baik tamu tadi ditemani dan dipersilahkan duduk di lantai
dengan beralaskan tikar”, ditunjukkan pada kutipan“temanana ing
njogan, gelarna klasa”, „suguhkan apa yang dimiliki sekarang ini,
tak perlu menjamu dengan mewah, cukup dengan memberikan
segelas air putih kepada tamu maka tamu tersebut akan merasa
senang‟ ditunjukkan pada kutipan “cepakana segelas jarang putih
lamba”, „senyuman tulus dari sang Tuan rumah kepada tamunya akan
membuatnya menjadi seorang yang beruntung ditunjukkan pada
kutipan “suguhana esem tulus saka jroning nala”, „kebahagiaan
yang dirasakan tamu karena sikap baik dari tuan rumah tersebut
ditunjukkan pada kutipan “tamu mau mesthi rumangsa”, „dan
nantinya Tuan rumah tersebut akan mendapatkan limpah rejeki karena
sudah menysukuri nikmat yang diberikan Tuhan‟, ditunjukkan pada
kutipan “begjalan mulya jroning dhada”,„sehingga ibu tersebut akan
diberikan balasan setimpah berupa keberkahan karena sudah
menerima hidup dengan apa adanya tak pernah berkeluh kesah
dengan keadaan yang ada, ditunjukkpan pada kutipan “simbok
linuberan berkah saka sing Kuwasa”.
2) “Sapa wonge tan nora susah lan sedhih
Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
Amung pitutur kang sejati
Bisa gawe padhanging ati”
(Pitutur Kang Sejati, DL, 26/28/10/2015)
157
Terjemahan:
„Siapa orang yang mau susah dan sedih
Merasakan gelapnya hati
Tanpa cahaya yang menerangi
Sinar bulan purnama tidak dapat menyinari hati
Banyaknya bintang di angkasa tidak bisa menghibur hati
Ketahuilah ucapan yang benar
Hanya nasehat yang sejati
Dapat menjadikan terangnya hati‟
Makna geguritan di atas adalah bahwa tidak ada manusia yang
mau hidup menderita ditunjukkan pada kutipan “sapa wonge tan
nora susah lan sedhih”, „karena hatinya dipenuhi dengan kegelapan
yang tidak pernah diisi dengan penerangan hati‟, ditunjukkan pada
kutipan “ngrasakake petenging ati”, „tak ada sedikit pun
penerangan yang akan menerangi hatinya yang penuh kegelisahan”,
ditnjukkan pada kutipan”tanpa pepadhang kang amemadhangi”,„
hal tersebut disebabkan karena manusia jauh dari Tuhan sehingga
dilingkupi kegelapan‟, ditunjukkan pada kutipan “padhanging
wulan ndadari tan bisa madhangi ati”, „walaupun pancaran dari
angkasa yang menerangi seluruh dunia namun hatinya tetap
merasakan kerisauan‟, ditunjukkan pada kutipan “gumebyaring
lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati”, „maka sebagai manusia
harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada
kutipan “kauningana kang sayekti”, „karena jika kita dekat Tuhan
maka Tuhan akan menunjukkan jalan yang terang‟, ditunjukkan pada
kutipan “amung pitutur kang sejati”, „dan Tuhan juga akan
memberikan kamu seorang penasihat yang dapat membuatmu
158
merasakan ketentraman yang abadi‟, ditunjukkan pada kutipan“bisa
gawe padhanging ati”.
3) Lemah wis padha mlekah
Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka
Dunya iki pancen wis tua
Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”
(Jaman Akhir, DL, 29,19/12/2015)
Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh
Dunia sudah tua
Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk
Tidak mudah menjalani kehidupan
Hidup yang menurut orang lain memang susah
Oleh karena itu jangan saling mengecewakan‟
Makna geguritan di atas adalah semakin bertambahnya usia
dunia maka bukan semakin lebih baik ditunjukkan pada kutipan
“lemah wis padha mlekah”, „namun kehidupan di dunia akan
berubah dengan berjalannya waktu”, ditunjukkan pada kutipan
“brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah”, „sehingga
bergantinya waktu dunia akan mengalami kerapuhan yang
disebabkan karena perbuatan manusia‟, “ditunjukkan pada
kutipan“dunya pamcen wis rengka”, „berjalannya waktu dunia
akan menjadi tua‟, ditunjukkan pada kutipan“dunya iki pancen
wis tua”, Tuhan memberi peringatan kepada manusia agar
159
senatiasa menjalani kehidupan dengan memperbanyak kebaikan
untuk dibawa menuju akhirat‟, ditunjukkan pada kutipan “mangsane
urip kanggo tata-tata”, serta mengurangi perbuatan buruk”,
ditunjukkan pada kutipan “aja seneng gawe bab ala”, „karena
menjalani kehidupan di dunia yang hanya sementara itu tidak
semudah yang dibayangkan‟, ditunjukkan pada kutipan “nora
gampang urip ing donya”, „kehidupan yang berliku-liku yang tidak
mudah dijalani menurut kebanyakan orang‟,ditunjukkan pada kutipan
“urip kang jare liyan pancen rekasa”, „maka jangan pernah saling
mengecewakan kepada sesama‟, ditunjukkan pada kutipan“mula
kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”.
4) “Adhem rinasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni jiwa
Suksma suci tan kendhat muji donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”
(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)
Terjemahan:
„Merasakan kedinginan
Seperti batin yang tersiram tetesan hujan
Menjaga keindahan yang utama
Disanding dengan kasih Tuhan
Terselimuti cinta yang tulus dari bidadari
Dijaga selamanya
160
Tidak tersentuh oleh sifat buruk
Menyatu tidak lepas hingga akhir jaman
Ketentraman yang didapatkan
Didalam hati yang mengikat jiwa
Jiwa yang suci tidak akan berhentiberdoa
Dijauhkan dari malapetaka
Segala marabahaya menyingkir
Dilindungi selamanya
Kasih Tuhan menjadi satu
Sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟
Makna geguritan di atas adalah seorang manusia yang hatinya
selalu merasakan ketentraman ditunjukkan pada kutipan “adhem
rinasa”, „setiap harinya yang ia rasakan hanya kesejukkan jiwa yang
melingkupinya‟, ditunjukkan pada kutipan “batin siniram tetesing
tirta akasa”, disebabkan karena dirinya patuh kepada Tuhan dan
tidak pernah melanggar ajaran Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan
“rinengga endahing sedya tama”, kepatuhannya tersebut kepada
Tuhan sehingga kasih sayang Tuhan menyatu kepadanya‟,
ditunjukkan pada kutipan “sinandhing sihing dewa”, „setiap
langkahnya selalu dijaga oleh sang bidadari‟, ditunjukkan pada
kutipan “kinemulan katresnan jati widadari”, „ia selalu dijaga oleh
Tuhan karena ia tidak pernah lepas dalam memanjatkan doa‟,
ditunjukkan pada kutipan “jinaga langgeng”, „selama hidupnya ia
tidak pernah tersentuh dari sifat buruk karena ia berdoa tulus pada
Tuhan dan enggan jauh dari Nya‟, ditunjukkan pada kutipan “tan
sinenggol watak candhala”, „kasih sayang Tuhan yang sudah
menyatu padanya tidak pernah sampai akhir hayat hidupnya‟,
ditunjukkan pada kutipan “manunggal tan uwal tumekeng puputing
161
jaman”, „yang ia dapatkan selama menjalano kehidupannya adalah
ketentraman yang abadi‟, ditunjukkan pada kutipan “ayem rinegem”,
„kasih sayang Tuhan kepada dirinya yang sudah mengikat jiwanya
menjadikan ia tidak mau jauh dari Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan
“sajeroning nala nggubet naleni jiwa”, „karena hanya jiwa yang suci
yang tidak pernah tergores sifat buruk sehingga lafal doa selalu
dilantunkan olehnya‟, ditunjukkan pada kutipan “suksma suci tan
kendhat muji donga”, „lafal doa yang ia panjatkan secara tanpa
berhenti maka ia dijauhkan dari marabahaya‟, kutipan tersebut
ditunjukkan “tinebihna sakehing sukerta”, „segala malapetakan yang
menghadangnya menyikir satu persatu‟, ditunjukkan pada kutipan
“pepalang godha rencana sumingkir”, „sehingga selama hidupnya
selalu dilindungi oleh Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “pinayungan
langgeng”, „disebabkan karena kasih sayang Tuhan yang sudah
menjadi satu pada dirinya maka ia juga diberikan limpahan rahmat
dari Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “sihing Gusti nyawiji
ngreksa”, „kasih Tuhan yang menyatu pada jiwanya menjadi cinta
sejati yang tidak pernah lepas‟, ditunjukkan pada kutipan
“manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”.
5) “O ngger anak-anakku ngertiya
Nalikane kowe isih padha bayi abang
Ndak rumat ndak emban ndak eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha Suci
Muga gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan nagari
O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah
162
Simbok mbudidaya ngulir budi wiwit
sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah
wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri
sesamaning titah
Eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan
Jebul ijasah dudu senjata peng-pengan
Mangka olehmu golek niba tangi kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu mung dadi tampikan
Ning yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek
gawean”
(Kekudangan Geseh Lan Kenyataan, DL, 29/19/12/2015)
Terjemahan:
„Putraku ketahuilah
Ketika kamu masih bayi merah
Dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-sayang
Dahulu ku didik dan ku harapkan
Ibu berdoa kepada Tuhan
Semoga kamu kelak menjadi anak berguna
Bagi nusa bangsa dan negara
Putraku ketika kamu memasuki massa sekolah
Ibu berusaha semaksimal mungkin dan mulai menabung
Agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang
Bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu
Semua aku lakukan dengan tulus tanpa berkeluh kesah
Satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia
tercukupi
Putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai
kenyataan
Ternyata ijasah bukan senjata yang utama
Padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh bangun
Dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan
Tetapi jawaban semua sama“tidak ada lowongan”
Ibu bingung dan banyak pertanyaan
Apa gunanya sekolah, ijasah, prihatin, dan kesusahan?
163
Jika semua lamaran hanya ditolak
Tetapi jika punya banyak uang, mencari pekerjaan adalah
hal yang mudah‟
Makna geguritan di atas adalah seorang yang menceritakan
masa lalu nya kepada anaknya ditunjukkan pada kutipan “ongger
anak-anakku ngertiya”, „ketika sang buah hatinya masih bayi
merah‟, ditunjukkan pada kutipan “nalikane kowe isih padha bayi
abang”, „dahulu ketika masih bayi merah ibunya memberikan seluruh
kasih sayangnya kepada anaknya yang masih bayi merah, ditunjukkan
pada kutipan “ndak rumat ndak emban ndak eman-eman”,„ibunya
sudah mendidik anaknya sejak masih di bayi dan berharap
kesuksesan melingkupinya‟, ditunjukkan pada kutipan “ndak
gulawenthah lan ndak kekudang”, „ibu berdoa secara tulus
mengharapkan ridhonya Tuhan‟, yang ditunjukkan pada
kutipan“simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha Suci”,
„semoga apa yang diharapkan ibunya selama ini agar anaknya
menjadi seorang yang berguna‟,“ditunjukkan pada kutipan “muga
gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani”, „berguna bagi nusa
bangsa dan negara‟, ditunjukkan pada kutipan “tumpraping nusa
bangsa lan nagari”, „ketika anaknya beranjak dewasa memasuki
dunia pendidikan”, yang ditunjukkan pada kutipan“o ngger nalika
kowe wiwit mlebu sekolah”, „ibu berusaha dengan cara bekerja keras
demit terckecupukannya tuntutan hidup dan untuk keberhasilan anak
sehingga sedikit demi sedikit ibu menyisihkan uang untuk biaya
pendidikan anaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “simbok mbudidaya
164
ngulir budi wiwit sesinggah”, „agar dapat tercukupi semua kebutuhan
hidup yang semakin banyak‟, ditunjukkan pada kutipan “murih bisa
cukup kanggo urip ing sadhengahwayah”, „ibu tidak pernah
mengeluh demi sang anak ibu rela mengorbankan seluruh tenaga
tanpa mengenal waktu‟, ditunjukkan pada kutipan“makarya lali
sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah”,„semua yang dilakukan oleh
ibunya dilakukan dengan ikhlas‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh
tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah”, „ibunya sangat
mengaharapkan anaknya agar sukses di masa depan‟, “sajuga esthi,
mbesuk kowe mulya ora keri sesamaning titah”, „ yang diharapkan
ibunya selama ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada‟, “eman
ngger kekudangan mleset lan kenyataan”, „walaupun anaknya
disekolahkan SMA namun tidak merubah nasib keluarga kecil
tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul ijasah dudu senjata peng-
pengan”, „mengejar pendidikan hingga SMA tidak ada artinya‟,
ditunjukkan pada kutipan “mangka olehmu golek niba tangi
kedhekukan”, „anak tadi sudah berusaha keras melamar pekerjaan
dimana-mana tapi tidak membuahkan hasil‟, kutipan tersebut
ditunjukkan pada “direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar
gawean”, „lamaran yang dimasukkan ke kantor-kantor ternyata tidak
membuka lowongan‟, kutipan tersebut ditunjukkan pada
“wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”, „ibunya
merasakan kegundahan, karena sudah susah payah mencarikan uang
demi anaknya agar mendapat pekerjaan‟, ditunjukkan pada kutipan
165
“simbok atine bingung kebak pitakonan”, „ternyata itu semua tidak
ada gunanya walaupaun mengenyam pendidikan setinggi mungkin
untuk mendapatkan ijasah dengan bersusah payah, ibu bertanya
dalam hati mungkin karena hidupnya serba pas-pas an sehingga tak
mampu memberikan uang kepada anaknya untuk menyogok
pekerjaan”, ditunjukkan pada kutipan “apa gunane sekolah, ijazah,
prihatin, lan kangelan?”, karena semua lamaran yang ia masukkan
hanya sebagai bahan penolakan saja‟, “ning yen duwe dhuwit
sagebok, bisa nglancarake golek gawean”, „karena ijasah bukan
senjata yang utama untuk melamar pekerjaan, karena yang dibutuh-
kan di dunia ini adalah uang. Hanya uang yang dapat memperlancar
semua masalah maupun pekerjaan‟, ditunjukkan pada kutipan “ning
yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek gawean”.
6) “Wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu
Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu
Sapa taberi lan tlaten
Ngetung wektu tanpa sayah
Sewu jangkah, saleksa pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta
Mung kang ngrungu osiking ati
Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”
(Ing Enteke Taun, DL, 30/26/12/2015)
166
Terjemahan:
„Waktu terus berjalan
Mengajak bercermin pada air jernih
Yang terlihat hanya bayangan bisu
Bayangan hidup yang samar-samar
Siapa yang rajin dan tekun
Menghitung waktu tanpa lelah
Seribu langkah, banyaknya keinginan
Tergambar jelas dalam sejuta khayalan
Hanya terdengar bisikan dalam hati
Dimalam yang sunyi
Menelusuri rasa ketentraman
Memenuhi rasa di dalam hati
Membawa keinginan dan harapan
Rasa nyaman dan tentram
Menginginkan hidup yang dilandasi rasa syukur
Dan rasa terimakasih
Kepada Pemberi Selamat
Yang diam-diam hadir
Di dalam hati dan kehidupan‟
Makna geguritan di atas adalah perjalanan waktu yang tak dapat
diputar kembali untuk melihat masa lalu ditunjukkan pada kutipan
“wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu”, „dimana seseorang
yang hidup di dunia ini harus lebih menyadari kesalahan atau
memperbaiki masa lalu yang suram untuk menjadi lebih baik‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngajak ngaca beninge banyu”, „akan
tetapi yang terlihat hanyalah masa suram saja‟, ditunjukkan pada
kutipan “sing metha wewayangan bisu”, „gambaran hidup yang
begitu samar-samar seperti tidak ada masa depan yang cerah‟,
ditunjukkan pada kutipan “metha urip mega klawu”, „akan tetapi jika
seseorang mau merubah dirinya untuk menjadi lebih baik dengan cara
berusaha keras‟ ditunjukkan pada kutipan “sapa taberi lan tlaten”,
167
„tanpa mengenal lelah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngetung wektu
tanpa sayah”, „serta keinginan yang kuat untuk menggapai cita-
citanya‟, ditunjukkan pada kutipan “sewu jangkah, saleksa
pengangkah”, „akan terlihat jelas jika kita berusaha semaksimal
mungkin‟, ditunjukkan pada kutipan “ginambar cetha ing angen
sayuta”, hanya hati kita sendiri yang tau bagaimana usaha keras yang
dilakukan sekarang ini‟, ditunjukkan pada kutipan “mung kang
ngrungu osiking ati”, „silih bergantinya waktu menuju malam hari‟,
ditunjukkan pada kutipan “nalika wengi tidhem”, usaha keras yang
dilakukan selama ini membuahkan rasa ketentraman‟, ditunjukkan
pada kutipan “sumusup rasa katentreman”, „ketentraman serta rasa
kenyamanan yang dirasakan sekarang ini melingkupi ke dalam hati‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngebaki rasa jroning nala”, „dari
ketentraman tersebut membawa banyak harapan agar dapat
terpenuhi‟, ditunjukkan pada kutipan “ nggawa pepenginan lan
pangarep-arep”, „keinginan tersebut berupa rasa ketentraman hidup‟,
ditunjukkan pada kutipan “rasa ayem lan tentrem”, „rasa ketentraman
tersebut mengajarkan seseorang untuk lebih banyak bersyukur kepada
sang Maha Pemberi‟, ditunjukkan pada kutipan “nggayuh urip
lelandhesan syukur”, „jika seseorang memperbanyak rasa syukur
kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat‟, ditunjukkan pada
kutipan “lan rasa matur nuwun”, „pasti Tuhan akan memberikan
keberkahan lebih pada umatnya‟, ditunjukkan pada kutipan “marang
168
Sang juru Slamet”, „karena Tuhan selalu disamping kita‟,
ditunjukkan pada kutipan “kang miyos sesidheman”, „dan selalu
mengawasi perjalanan kita sehari-hari‟, ditunjukkan pada kutipan “ing
ati lan panguripan”.
7) “Apa isih ana sing bisa diluru
Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal dahuru
Ing antarane mendhung-mendhung klawu
Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu
Rinakit tembung-tembung lungit
Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur illahi”
(Gurit Wektu, DL, 31,2/1/2016)
Terjemahan:
„Apa masih dapat dicari
Ketika hati penuh luka
Silih bergantinya waktu menambah perihnya luka
Karena rasa rinduku yang tertinggal
Di antara mendung kelabu
Kurangkai indahnya kata cinta
Ketika senyum palsu kembali bersamaan dengan
terbenamnya matahari
Tetapi kenapa senyummu membawa luka
Pada akhirnya membuat hati semakin terluka
Kurangkai kata-kata indah
Yang diceritakan di tepi langit
Bergantinya waktu yang menjadi saksi
Hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟
169
Makna geguritan di atas adalah sesorang yang merindukan
kehadiran cinta yang pernah dirasakan yang ditunjukkan pada kutipan
“apa isih ana sing bisa diluru”, „walaupun hatinya penuh dengan
luka namun ia masih ingin menantikan cinta yang pernah
bersemayam di hatinya‟,ditunjukkan pada kutipan “nalika ati kebak
tatu”, „semakin hari, waktu terus berjalan tak dapt memutar cinta
yang dulu yang dirasakan sekarang hanya meninggalkan bekas luka
yang mendalam‟, ditunjukkan pada kutipan “gilir gumantine wektu
tansaya nambah perihing tatu”, „karena rasa cintanya kepada mantan
kekasihnya melebihi apapun‟, ditunjukkan pada kutipan “marga rasa
kapangku kasingal dahuru”, „kini hatinya hanya dipenuhi rasa
gundah gulana‟, ditunjukkan pada kutipan “ing antarane mendhung-
mendhung klawu”, „yang ia harapkan saat ini hanya mengukir indah
cinta seperti yang dulu‟, ditunjukkan pada kutipan “dak rakit lungite
ukara tresna”, „akan tetapi sudah tidak ada harapan lagi karena
mantan kekasih yang ia rindukan serta ia sayangi memberikan sejuta
harapan palsu kepadanya‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika esemmu
bali pecah ing semburate mega jingga”, „senyum yang diberikan
kepadanya hanyalah senyum palsu agar dapat membuatnya terlihat
bahagian akan tetapi hanya menambah luka‟, ditunjukkan pada
kutipan “nanging kena apa esemmu nggawa wisa”, „semakin hari
harapan palsu tadi selalu membayangi hatinya sehingga menggores
hatinya‟, ditunjukkan pada kutipan “sing tembe mburine tansaya
170
gawe ati tansaya tatu”, „walaupun hatinya penuh luka namun ia tak
henti-hentinya mengukir rasa kasih sayangnya‟, ditunjukkan pada
kutipan “rinakit tembung-tembung lungit”, „kemudian ia termenung
menceritakan isi hatinya penuh rasa sakit‟, ditunjukkan pada kutipan
“kang karonce ing pinggire langit”, „dan hanyalah waktu yang
menemani hari-harinya dan menjadi saksi bisu‟, ditunjukkan pada
kutipan “gurit wektu wis dadi seksi”, „karena kecintaanya pada
seseorang membuatnya lupa dengan Tuhan yang selalu mencintainya
sampai akhir hayat‟, ditunjukkan pada kutipan “ati sing tansaya adoh
saka nur illahi”.
8) Papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji
Ning sliramu nggegi adeging sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati.
Aku bengok sora... ora bakal iki dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah bawa lan tata krami
Crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna
Djaka Lodang kebak saloka sanepa katutup warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah... kabeh ik openana
Yen sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah
kaca
Sing critane akehe mung kebak sandiwara
Numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa
salira
Sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa
daya”
(Patehan Tengah No. 29, DL, 32/9/1/2016)
Terjemahan:
„Tempatmu sepi tak berguna
Tapi kamu kukuh melestarikan sastra Jawa
171
Budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para leluhur
Sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa
akan sirna
Aku berteriak keras tidak akan terjadi
Masih banyak orang jawa yang hidup di bumi
Selalu menggunakan bahasa budaya dan jati diri
Menjaga sopan santun dan tata krama
Cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna
Djaka Lodang penuh peribahasa yang membandingkan
tertutup oleh penghalang
Isinya berupa pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan
Pemuda jangan malu... jangan malas.. semua ini jagalah
Jika dirimu hanya menghibur hati dibalik kaca
Banyaknya cerita hanya sandiwara
Bertumpuk kekayaaan kesenangan dan memuliakan
suasana sunyi menjaga perasaan
Dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa
tenaga‟
Makna geguritan di atas adalah sebuah pedesaan yang
menggambarkan pelestarian kebudayaan Jawa, ditunjukkan pada
kutipan “papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji”, dimana pada
suatu desa tersebut masih ada seseorang yang mempelajari atau
meneruskan kebudayaan Jawa‟, ditunjukkan pada kutipan “ning
sliramu nggegi adeging sastra Jawi”, „kebudayaan Jawa yang dari
jaman nenek moyang selalu dijunjung tinggi dan mempunyai nilai
luhur yang tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “budaya adiluhung
tilarane para suwargi”, akan tetapi kebudayaan nenek moyang tadi
mulai tergusur dan banyak orang memberikan opini bahwa
kebudayaan Jawa akan sirna‟, ditunjukkan pada kutipan “wis akeh
sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati‟, „namun sebagian besar
masyarakat Jawa khususnya yang masih mendalami kebudayaan Jawa
172
mengatakan bahwa itu tidak akan pernah terjadi‟, ditunjukkan pada
kutipan “aku bengok sora... ora bakal iki dumadi”, „karena di dunia
ini masih banyak orang Jawa asli yang menduduki daerah ini‟,
ditunjukkan pada kutipan “toh isih akeh wong Jawa sing urip ing
bumi iki”, „mereka masih menggunakan kebudayaan Jawa atau
bahasa Jawa untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Jawa‟,
ditunjukkan pada kutipan “sing tansah nggunakake basa budaya lan
jati diri”, „mereka masih menggunakan etika sopan santun dalam
bermasyarakat‟, ditunjukkan pada kutipan “memetri unggah-ungguh
.... solah bawa lan tata krami”, di dalam sebuah surat kabar yang
dimuat di majalah Djaka Lodang menggambarkan tentang cerita
pendek, lagu, dan puisi yang masih digunakan sebagai kebudayaan
peninggalan para leluhur‟, ditunjukkan pada kutipan “crita cekak,
macapatan, gurit ora bakal purna”, tidak hanya itu saja yang lainnya
seperti menggambarkan tata cara hidup sebagai orang Jawa‟,
ditunjukkan pada kutipan “djaka Lodang kebak saloka sanepa
katutup warana”, dalam surat kabar tersebut juga memuat banyak
pembelajaran yang dapat dipetik untuk direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari‟ ditunjukkan pada kutipan “sing ngemot
pitutur wewarah ajine ngluwihi brana”, „khususnya untuk para
pemuda sekarang bangkitlah, tinggalkan rasa malas lebih baik mulai
sekarang jagalah kebudayaan Jawa ini jangan sampai sirna‟,
ditunjukkan pada kutipan “para mudha aja isin... aja wegah... kabeh
173
ik openana”, „jika anak muda jaman sekarang merenungi nasibnya
dibalik kaca dan enggan mau berkarya bagaimana nasib masa depan
orang Jawa pada generasi berikutnya‟, ditunjukkan pada kutipan “yen
sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah kaca”, „apabila
sekarang enggan mau berkarnya dan tak mau mengubah nasib maka
dunia ini isinya hanya sandiwara semata‟, ditunjukkan pada kutipan
“sing critane akehe mung kebak sandiwara”, „mulai sekarang jangan
hanya menutup diri dibalik suasana sunyi‟, ditunjukkan pada kutipan
“numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa salira”, selagi
masih muda rubahlah hidupmu untuk berkarya akan tetapi jika hanya
menyendiri dengan merenungi nasib, maka kamu akan kehilangan
rasa semangat untuk mengubah masa depan‟, ditunjukkan pada
kutipan “sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa daya”.
9) “Jero jembaring samodra
Wis nate ndak langeni
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
Kang bisa dadi tekening jati
Jumangkah tumuju kamulyan swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira”
(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)
Terjemahan:
„Dalam luasnya samudra
174
Sudah pernah kuarungi
Hanya untuk mencari jati diri
Tapi tidak membuahkan hasil
Seribu tingginya gunung sudah pernah kudaki
Untuk menemukan cerminan diri
Tapi semua penuh duri
Dibalik kitab suci ini
Hati ini mendapat penerangan
Yang menjadi penuntun hati
Untuk menuju kesenangan surgawi
Untaian syair doa
Rasa rindu jiwa menemukan obatnya
Tanpa rasa sakit dan menderita
Semua menjadi bahagia‟
Makna geguritan di atas adalah mengajar kepada manusia untuk
selalu bersabar dalam menjalani kehidupan yang ditunjukkan pada
kutipan “jero jembaring samodra”, „berbagai macam usaha sudah ia
lakukan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis nate ndak langeni”, „demi
menemukan sosok jati dirinya yang belum ia ketahui‟, ditunjukkan
pada kutipan “mung kanggo ngudi jatining dhiri”, „namun usaha
keras yang ia lakukan tak kunjung membuahkan hasil‟, ditunjukkan
pada kutipan “nanging datan kasil nemoni”, „beribu macam cobaan
sudah ia lalui dengan penuh kesabaran‟, ditunjukkan pada kutipan
“sewu dhuwuring arga wis nate ndak pecaki”, „untuk menemukan
jati diri yang sesungguhnya‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo
nemokake pangiloning dhiri”, „perjalanan untuk menemukan jati diri
dilalui dengan penuh rintangan‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging
kabeh kebak eri”, „dibalik kesabarannya ia memasrahkan segala
usahanya kepada Tuhan, sehingga mendapatkan petunjuk melalui
kitab suci yang diturunkanNya‟, ditunjukkan pada kutipan “ing
175
suwaliking kitab suci iki”, „kemudian ia memahami serta
megamalkan inti sari kitab suci‟, ditunjukkan pada kutipan “ati kasil
nemu sabda peni”, „inti dari kitab suci yang dipelajari dapat membuat
hatinya menjadi lebih terang dan tenang‟, ditunjukkan pada kutipan
“kang bisa dadi tekening jati”, „setiap langkahnya dengan
mengamalkan inti sari kitab suci tersebut agar mendapatkan
kebahagaiaan di surga‟, ditunjukkan pada kutipan “jumangkah
tumuju kamulyan swargi”, „setiap hari ia memahami serta
melafalkan doa‟, ditunjukkan pada kutipan “ing rerangkening kidung
donga”, „setelah ia melafalkan doa tadi jiwanya merasakan
ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan “rasa kapanging jiwa nemu
tamba”, „hilanglah rasa sakit dan kepedihan yang melingkupinya
selama ini‟, ditunjukkan pada kutipan “datan ana rasa lara lan
nalangsa”, „yang ia dapatkan adalah kebahagiaan, karena ia telah
menjalankan semua perintahNya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh
sarwa suka gambira”.
10) “Sawetara aku tan bisa cedhak sliramu
Ngupadi wektu kadia
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio angrenggani
Makarya tansah kebak semangad
176
Pangajab kasil kanthi murwad”
(Kapangku Marang Sliramu, DL, 32/ 9/1/2016)
Terjemahan:
„Sementara aku tak bisa dekat denganmu
Menunggu waktu yang tepat
Mencari jarum ditengah jerami
Di bolak-balik sulit ditemukan
Sehingga rindu ini menyiksa hati
Rasa bahagia malam ini
Didapatkan setelah berdoa Tuhan
Tanggal dua di bulan November
Rindu takkan pernah terganti
Semoga rasa ini tak akan terganti
Semoga rasa ini ada selamanya
Terimakasih tiada tara
Rinduku telah terobati
Sehat lahir batin semoga menyertai
Bekerja penuh dengan semangat
Keinginan mendapatkan keberhasilan‟
Makna geguritan di atas adalah kerinduannya kepada kekasihnya
yang sementara ini belum dapat bertemu karena jarak yang
memisahkannya, yang ditunjukkan pada kutipan “sawetara aku tan
bisa cedhak sliramu”, „begitu sabar menunggu hingga waktu datang‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngupadi wektu kadia”, „berbagai cara ia
lakukan‟, “goleki jarum satengahing lamen”, „agar dapat
mempercepat waktu namun tak kunjung berganti‟, ditunjukkan pada
kutipan “dak olak-alik angel tinemu”, „sampai kerinduannya tak
dapat dibendung hingga menyakitkan hati‟, ditunjukkan pada kutipan
“nganti kangen iki nyiksa ati”, „waktu silih berganti menjadi malam
timbulah rasa bahagia‟, ditunjukkan pada kutipan “rasa bungah ing
dalu iki”, „setelah ia berdoa kepada Tuhan hatinya menjadi tenang‟,
177
ditunjukkan pada kutipan “tinemu wekdal sawuse dedonga marang
Gusti”, „waktu yang dinanti-nanti akhrinya tiba‟, ditunjukkan pada
kutipan “tabuh kalih ing wulan Nopember iki”, „rasa kerinduannya
yang terobati tak pernah berganti‟, ditunjukkan pada kutipan “kapang
dak sok kaya ora kepengin nguwali”, „ia mengharapkan
kerinduannya tetap menyatu selamanya‟, ditunjukkan pada kutipan
“mugi rasa iki tansah sambung salami”, „kebahagiaan yang ia
rasakan tak dapat diungkapkan‟, ditunjukkan pada kutipan “atur
panuwun tanpa upami”, „karena kerinduannya telah terobati‟,
ditunjukkan pada kutipan “kapangku bisa diobati”, „yang diharapkan
tidak hanya kerinduan saja yang terobati namun agar diberikan
kesehatan yang bermanfaat‟, ditunjukkan pada kutipan “kasarasan
lahir batin mugio angrenggani”, „agar dalam bekerja penuh dengan
rasa semangad tanpa ada halangan apapun‟, ditunjukkan pada kutipan
“makarya tansah kebak semangad”, „sehingga apa yang ia cita-
citakan dapat membuahkan hasil‟, ditunjukkan pada kutipan
“pangajab kasil kanthi murwad”.
11) “Ora sah kok enteni
Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega biru
Esemku ora bakal keplayu
Ora sah kok weling-welingake
Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
178
Setyaku kang tuhu nedya dakwujudake”
(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)
Terjemahan:
„Tak perlu ditunggu-tunggu
Ketika waktu silih berganti
Aku pasti pulang
Membawa kabar kebahagiaan
Tak perlu ditunggu-tunggu
Waktu yang dapat dicari
Tunggulah di bawah awan biru
Senyumku tidak akan hilang
Tak perlu diingatkan
Jika masih ada sinar matahari
Aku tak akan melupakan
Kesetiaanku yang tulus akan kuwujudkan‟
Makna geguritan di atas adalah menanti kesetiaan kekasihnya
yang diragukan, yang ditunjukkan pada kutipan “ora sah kok enteni”,
„wanita tersebut dengan penuh kesabaran dan kepercayaan ia
menunggu hingga waktu terus berlalu‟, ditunjukkan pada kutipan
“yen mangsa iki gumanti”, „ia memegang janji kekasihnya yang
pernah mengatakan meskipun jauh akan jika tiba waktunya akan
pulang demi pujaan hati‟, ditunjukkan pada kutipan “aku mesti bali”,
„ia tak akan pernah mengingkari janjinya, dan akan selalu membuat
pasangannya tetap bahagia‟, ditunjukkan pada kutipan “nggawa
kabar peni”, „namun wanita tersebut masih meragukan ucapan
kekasihnya. Kekasihnya yang selalu mengatakan tak perlu kamu
menungguku dengan gundah gulana seperti itu”, ditunjukkan pada
kutipan “ora sah kok antu-antu”, „karena waktu tak dapat dicari,
cukup peganglah janji ini karena tak pernah sedikit pun
179
mengkhianati‟, ditunjukkan pada kutipan “wektu kang bisa diluru”,
„lebih baik tunggulah, jika sudah tiba waktuya ia akan datang‟,
ditunjukkan pada kutipan “tunggunen ing sangisore mega biru”,
„karena senyum ini hanya untukmu seorang tidak akan mungkin
diberikan pada wanita lain‟, ditunjukkan pada kutipan “esemku ora
bakal keplayu”, „tak perlu kamu mengingatkan, karena ia tak akan
pernah lupa dengan janji yang penah dibuat‟, ditunjukkan pada
kutipan “ora sah kok weling-welingake”, „jika cahaya masih
menerangi hatimu‟, ditunjukkan pada kutipan “yen isih ana sunare
srengenge”, „maka ia akan tetap menjaga janji kesetiaannya, dan ia
tidak akan pernah melupakannya‟, ditunjukkan pada kutipan “aku
ora-orane nglalekake”, „jika suatu saat tiba maka ia akan hadir
dalam kehidupan wanita itu, ditunjukkan pada kutipan “setyaku kang
tuhu nedya dakwujudake”.
12) “Adoh sadurunge tumapak pensiun
Gawang-gawang pensiun katon endah
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun marambah
Nanging sawise tumapak lumebu pensiune
Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu dibaleake
Tundone, urip krasa kosong sepi
Peran kang wus nyawiji dhiri pribadi
Karucat saka pundhake mbaja siji
Yen mangkono banjur “apa gunane urip iki?”
Mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati
Sayekti kabeh iku mrosot mungguhing lahiriah
180
Nanging tumpraping batinlah malah tambah
Sapantase atur syukur marang Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa lumampah
Tugas tuntas rampung tekan “garis finish”
Tan kecer kandheg tengahing margi
Antuk slamet hayu basuki”
(Hikmah Jroning Mangsa Pengsiune, DL,41/12/3/2016)
Terjemahan:
„Jauh sebelum memasuki massa pensiun
Gambaran pensiun terlihat indah
Duduk santai di rumah
Uang pensiun semakin berkurang
Tetapi setelah memasuki massa pensiun
Ternyata banyak kendala
Uang pensiun semakin berkurang
Hanya sebagian dari gajinya
Semua tunjangan diberhentikan
Rumah dan mobil dinas harus dikembalikan
Hidupnya berakhir menderita
Jabatan yang pernah menyatu pada dirinya
Hilang dari bahunya satu persatu
Jika sudah begitu “apa manfaatnya hidup ini?”
Sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat
Ternyata semua itu hilang dari lahirnya
Tetapi batinnya semakin bertambah
Sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan
Karena perjalan karir dapat terselesaikan
Tugas selesai sampai pada massanya
Tak ada sedikitpun yang tertinggal
Yang didapatkan ketentraman‟
Makna geguritan di atas adalah gambaran pensiun yang masih
jauh dari masanya, ditunjukkan pada kutipan “adoh sadurunge
tumapak pensiun”, „seseorang yang sedang membayangkan masa
pensiun yang indah‟, ditunjukkan pada kutipan “gawang-gawang
pensiun katon endah”, „apabila sudah mendekati pensiun tidak
serumit pada saat masih bekerja, hanya bersantai-santai menikmati
181
masa pensiun‟, ditunjukkan pada kutipan “leha-leha lungguh neng
omah”, tak perlu bersusah payah memikirkan tanggung jawab, cukup
diam dan menikmati uang gajian pensiun‟, ditunjukkan pada kutipan
“dhuwit pensiun mudhun marambah”, „ternyata semua itu tak
seindah yang dibayangkan, setelah memasuki masa pensiun‟,
ditunjukkan pada kutipan “nanging sawise tumapak lumebu
pensiune”, „masa pensiun yang dibayangkan selama ini indah dengan
melepas semua tanggung jawab. Ternyata saat pensiun banyak
kendala yang dirasakan”, ditunjukkan pada kutipan “jebul akeh
sandhungane”, „mulai dari penerimaan uang gajian yang semakin
berkurang”, „ditunjukkan pada kutipan “dhuwit pensiune akeh
sudane”, „hanya sebagaian dari uang kerja penuh padahal kebutuhan
semakin tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “mung semene persen
saka bayare”, „semua fasilitas kantor yang dulu dipinjamkan sekarang
dikembalikan seperti semula‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh
tunjangan kaadhegake”, „fasilitas mewah berupa rumah dan mobil
dinas harus dikembalikan‟, ditunjukkan pada kutipan “omah lan
mobil dinas kudu dibaleake”, „ia merasakan kesusahan setelah
memasuki pensiun. Hidupnya berasa tak seperti dulu yang serba
kecukupan berubah menjadi kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan
“tundone, urip krasa kosong sepi”, „semua jabatan yang pernah ia
dapatkan‟, ditunjukkan pada kutipan “peran kang wus nyawiji dhiri
pribadi”, „satu persatu lepas dari dalam dirinya‟, ditunjukkan pada
182
kutipan “karucat saka pundhake mbaja siji”, „ia menyesali semua
kehidupan yang ada di dunia yang sifat kemewahan hanya
sementara‟, ditunjukkan pada kutipan “yen mangkono banjur “apa
gunane urip iki?”, „karena jabatan yang sudah tak dimilikinya
sehingga membuatnya frustasi, kehilangan rasa semangad untuk
bangkit‟, ditunjukkan pada kutipan “mula tuwuh frustasi, ilang
gregeting ati”, „ia sadar bahwa semua itu tak dapat dinikmati
selamanya. Sudah saatnya lepas satu persatu dan akan digantikan oleh
generasi berikutnya‟, ditunjukkan pada kutipan “sayekti kabeh iku
mrosot mungguhing lahiriah”, „akan tetapi dibalik itu semua dapat
diambil hikmahnya, karena yang ia rasakan sekarang batiniah yang
semakin bertambah‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging tumpraping
batinlah malah tambah”, „sudah saatnya masa tua untuk lebih
bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan yang
ada pada saat ini‟, ditunjukkan pada kutipan “sapantase atur syukur
marang Gusi Allah”, „karena tugasnya dapat teselesaikan tanpa
kendala‟, ditunjukkan pada kutipan “dene lakuning karier wus bisa
lumampah”, „tugas yang pernah ia laksanakan dapat terselesaikan
sampai batasnya‟, ditunjukkan pada kutipan “tugas tuntas rampung
tekan “garis finish”, „tak ada sedikit pun tugasnya yang tertinggal‟,
ditunjukkan pada kutipan “tan kecer kandheg tengahing margi”,
„maka yang ia dapatkan setelah masa pensiun adalah ketentraman‟,
ditunjukkan pada kutipan “antuk slamet hayu basuki”.
183
13) Ocehe manuk neng kurungan cinipta geguritan
tembang
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krangkeng swarane bablas
gumlanthang
Tangis atine krodha nanging wis tanpa tanja
Timbang nelangsa aluwung parisuka
Ora mergo mangan tan ngombe kang tansah ana
Nanging rumangsa yen urip mung saderma
Ora ana kang kumecap neng alam donya
Kang ngemohi apa kang den lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa premana
Endi kang bener kang pancen pener
Lan endi kang salah kang pancen bubrah
Yen kepengin urip merdika
Manuk neng kurungan uga rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar suwara
Utawa mbisu ing salawase urip
Ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing kongkon
Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi dagangan
Kebeh iku perjuangan lan pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling elingen
Kapan kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”
(Manuk Klangenan, DL, 42/19/3/2016)
Terjemahan:
„Kicauan burung di sangkar menciptakan puisi lagu
yang indah memberi perlambang
Meskipun di dalam sangkar suara tetap terdengar jelas
184
Tangisnya hati bergejolak tetapi sudah tanpa hasil
Daripada sengsara lebih baik bersuka hati
Bukan karena makan dan minum yang selalu tersedia
Tetapi (karena) merasa jika hidupnya hanya sementara
Tidak ada pengecualian di dunia
Yang menolak apa yang dilakukan
Kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan
menggulung
Perasaan dan tindakan yang penuh dengan perhitungan
Ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat
Mana yang benar yang memang benar
Dan mana yang salah yang memang bubar
Jika ingin hidup merdeka
Burung di sangkar juga merasakan yang sama
Itu hanya terbawa siapa yang mendengarnya
Jika ia dapat berbicara
Meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah malu
Jika pergi juga akan celaka
Lebih baik berkicau atau membisu selama hidupnya
Melakukan segala tindakan yang sudah diatur
Hidup sekali di dalam sangkar
Harus menurut jika menjadi barang dagangan
Semua itu perjuangan dan pengorbanan
Untuk menuruti kesenangan orang lain
Memang sudah kalah janji kamu menjadi manusia
Aku yang akan menjadi burung
Tetapi ingatlah
Kapan-kapan aku dan kamu
Suatu saat nanti derajatnya akan sama
Seperti waktu itu‟
Makna geguritan di atas adalah nasib wanita yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan ditunjukkan pada kutipan “ocehe manuk
neng kurungan cinipta geguritan tembang”, „di dalam tempat ia
bekerja yang dapat dilakukan hanya meratapi keadaan‟, ditunjukkan
pada kutipan “kang endah menehi pralambang”, „walaupun ia
berada di sebuah tempat pekerjaan namun jeritan hatinya sampai
185
keluar‟, ditunjukkan pada kutipan “sanajan neng njero krangkeng
swarane bablas gumlanthang”, „yang dapat ia lakukan sekarang
hanyalah menangis akan tetapi tangisannya tidak dapat merubah
nasibnya‟, ditunjukkan pada kutipan “tangis atine krodha nanging
wis tanpa tanja”, „sudah tak ada gunanya meratapi nasib, karena nasi
sudah menjadi bubur‟, ditunjukkan pada kutipan “timbang nelangsa
aluwung parisuka”, „wanita tersebut menderita bukan karena
makanan, minuman yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan “ora mergo
mangan tan ngombe kang tansah ana”, „akan tetapi hidup yang
hanya sementara dan tak dapat hidup seperti layak wanita pada
umumnya‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging rumangsa yen urip
mung saderma”, „tidak ada suatu pengecualian jika hidup di dunia‟,
ditunjukkan pada kutipan “ora ana kang kumecap neng alam
donya”, tidak dapat menolak pekerjaan yang dilakukan jika sudah
terlanjur masuk‟, ditunjukkan pada kutipan “kang ngemohi apa kang
den lakonana”, „kecuali hidup dimana orang dapat menarik atau
menggulung yang dapat mengubah nasibnya menjadi lebih baik‟,
ditunjukkan pada kutipan “kejaba uripe janma kang bisa nggelar
nggulung”, „semua pekerjaan yang ia lakukan dengan mengorbankan
harga dirinya itu penuh dengan perhitungan karena ia dijual oleh tuan
rumah‟, ditunjukkan pada kutipan “pangrasa tuwin lelakon kebak
petung‟, „yang dapat mengetahui penderitaan yang dialami wanita
tersebut hanya dirinya dan tuan rumah‟, ditunjukkan pada kutipan
186
“iya mung aku lan kowe kang bisa premana”, „dimana jika
menjalani kehidupan dengan jalan yang lurus akan berakhir dengan
kebenaran‟, ditunjukkan pada kutipan “endi kang bener kang pancen
pener”, „dan mana memilih jalan yang salah hidupnya selamanya
akan menderita seperti yang dirasakan wanita tersebut‟, ditunjukkan
pada kutipan “lan endi kang salah kang pancen bubrah”, „semua
orang juga menginginkan hidup yang tentram‟, ditunjukkan pada
kutipan “yen kepengin urip merdika”, „akan tetapi wanita tersebut
terjerat di sebuah tempat pekerjaan, ia juga menginginkan kehidupan
yang bebas‟, ditunjukkan pada kutipan “manuk neng kurungan uga
rinasa padha”, „keinginannya agar terbebas dari dunia perdagangan,
yang dapat mengerti keadaannya hanyalah sesama wanita yang
nasibnya sama‟, ditunjukkan pada kutipan “iku mung kagawa sapa
sing krungu”, „jika ia berusaha membantah keluar dari dunia tersebut
dengan mencari pekerjaan yang halal ‟, ditunjukkan pada kutipan
“yen dheweke bisa tata basa”, „akan tetapi iai takut jika keluar,
karena diluar dijaga oleh penjaga yang sangat seram, lebih baik ia
menangisi semua keadaan yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan
“sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya”, „jika
memaksakan untuk keluar pasti akan celaka atau sanksi yang lebih
pedih‟, ditunjukkan pada kutipan “upama lunga uga bakal cilaka”,
„lebih baik sekarang menerima nasib yang ada di depan mata‟,
ditunjukkan pada kutipan “aluwung ngoceh ngumbar suwara”, „atau
187
merenungi keadaan yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan “utawa
mbisu ing salawase urip”, „ia terpaksa melakukan semua tindakan
atau peraturan dalam sebuah pekerjaan yang tidak dapat di selak‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngayahi lelakon kang pancen wis ana
sing kongkon”, „hidup sementara yang harus terbelenggu dalam
sebuah perdagangan‟, ditunjukkan pada kutipan “urip pisan neng
kurungan”, „harus menuruti kesenangan orang lain karena
pekerjaannya adalah sebagai wanita pelacur‟, ditunjukkan pada
kutipan “kudu manut upama dadi dagangan”, „karena semua itu
adalah perjuangan hidup yang pahit dan mengorbankan semuanya‟,
ditunjukkan pada kutipan “kabeh iku perjuangan lan pengorbanan”,
„demi menuruti nafsu lelaki hidung belang‟, ditunjukkan pada
kutipan “kanggo nuruti kesenengane liyan”, „sudah kalah dengan
janji manusia‟, ditunjukkan pada kutipan “pancen wis kalah janji
kowe dadi manungsa”, „aku disini sebagai seorang pelacur yang
ibaratkan seperti burung di dalam sangkar‟, ditunjukkan pada kutipan
“aku dadi manuk”, „untuk kalian semua ingatlah‟, ditunjukkan pada
kutipan “nanging eling elingen”, „suatu saat nanti aku dan dirimu‟,
ditunjukkan pada kutipan “kapan kapan aku lan kowe”, „jika tiba
saatnya derajat kita akan menjadi sama seperti yang aku lakukan saat
ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tekan mangsane drajate padha”,
„seperti pada waktu itu, dengan pekerjaan yang aku lakukan sehari-
188
hari melayani semua lelaki‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya nalika
semana”.
14) Menawa seliramu ketemu
Pawongan mbuh sapa wae
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngarsane Gusti
Dheweke luwih mulya drajate tinimbang aku
Menawa seliramu kepethuk
Pawongan luwih enom utawa bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh dosane
Ora kaya aku kang wis kakean dosa
Muga Gusti paring pangapura
Menawa seliramu ketemu
Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale
Dheweke luwih dhisik manembah mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”
(Ngucapa Jroning Atimu, DL, 31/2/1/2016)
Terjemahan:
„Apabila kamu bertemu
Orang lain entah siapa saja
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin dirinya
Lebih baik ibadahnya di hadapan Tuhan
Dirinya lebih mulia derajatnya daripada aku
Apabila kamu bertemu
Orang yang lebih muda atau anak kecil
Ucapkanlah dalam hatimu
Pasti dia belum banyak dosanya
Tidak seperti aku yang penuh dosa
Semoga Tuhan memaafkan
Apabila kamu bertemu
Orang yang lebih tua
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin sudah banyak ilmu dan amalnya
189
Dirinya lebih awal bertirakat kepada Tuhan
Sudah pasti lebih terhormat daripada aku‟
Makna geguritan di atas adalah menjadi makhluk ciptaan Tuhan
jika bertemu dengan orang lain, yang ditunjukkan pada kutipan
“menawa seliramu ketemu”, „entah kamu kenal dengan dia atau
tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “pawongan mbuh sapa wae”,
„berbicaralah dalam hati dengan berprasangka baik‟, ditunjukkan pada
kutipan “ngucapa jroning atimu”, „mungkin saja dirinya lebih baik
dan tak banyak kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan “mbok
menawa dheweke”, „bisa saja dia dalam beribadah dia lebih sempurna
di hadapan Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “luwih becik ibadahe
ing ngarsane Gusti”, „karena jika kita merendah diri dan berprasangka
baik kepada semua orang, kemungkinan besar pengalaman agama
lebih tinggi dia daripada dirinya. Sehingga mendapatkan rahmat dari
Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke luwih mulya drajate
tinimbang aku”, „dan apabila kita bertemu dengan orang lain‟,
ditunjukkan pada kutipan “menawa seliramu kepethuk”, „namun
dirinya lebih muda dibandingkan dirinya‟, ditunjukkan pada kutipan
“pawongan luwih enom utawa bocah cilik”, „tetaplah berprasangkan
baik walaupun dia lebih muda dari kita‟, ditunjukkan pada kutipan
“ngucapa jroning atimu”, „biasannya anak-anak belum banyak dosa
atau masih dalam keadaan suci‟, ditunjukkan pada kutipan “wis
mesthi dheweke durung okeh dosane”, „dibandingkan kita yang sudah
banyak dosa yang pernah melanggar perintah Tuhan‟, ditunjukkan
190
pada kutipan “ora kaya aku kang wis kakean dosa”, „yang diharapkan
saat ini, jika masih diberi panjang umur hanya satu yaitu semoga
Tuhan memberikan maaf dan mengapus semua dosa yang pernah
diperbuat di dunia‟, ditunjukkan pada kutipan “muga Gusti paring
pangapura”, „jika bertemu dengan orang lain lagi‟, ditunjukkan pada
kutipan “menawa seliramu ketemu”, „tetapi ia lebih tua darinya‟,
“ditunjukkan pada kutipan “pawongan kang luwih tuwa”,
„berprasangka baiklah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngucapa jroning
atimu”, „mungkin saja dia dalam mengamalkan agama dan tauhid
lebih lama serta lebih mendalami‟, ditunjukkan pada kutipan “mbok
menawa wis akeh ilmu lan amale”, „karena dirinya yang lebih muda
mungkin belum lama dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan.
Berbeda dengannya yang lebih Tua lebih dahulu hidup di dunia serta
beribadah pada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke luwih
dhisik manembah mring Gusti”, „sudah pasti dia lebih mulia
derajatnya dihadapan Tuhan daripada dirinya yang masih banyak
kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis mesthi luwih mulya
tinimbang aku”.
15) Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung
Kula timpuh, mustaka konjem ing bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara
Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka
Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah gesang kula
191
Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula
Puji syukur tan kedhat ing lisan tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-aling
Hangrantu berkah gesang bagya mulya”
(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Oh Tuhan Yang Maha Agung
Aku bersimpuh, bersujud di bumi
Tak terasa bergelinang air mata
Tak banyak permintaan yang aku minta
Oh Tuhan Maha Pengampun
Aku bersimpuh penuh dosa
Kepala bersujud bergelinang air mata
Tidak banyak yang aku minta
Semoga Tuhan memberikan petunjuk hidupku
Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhanku
Ucapan syukur tidak lepas dari lisan dari dalam hati
Hilang seketika bayangan hitam dari dalam hati
Terang benderang tanpa penghalang
Semoga Tuhan memberikan hidup yang penuh berkah‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang mengakui
kesalahannya sehingga ia memohon-mohon pada Tuhan agar di
ampuni, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti Ingkang Maha
Agung”, „pada saat itu ia melaksanakan shalat Taubat. Kemudian
bersujud memohon ampunan kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada
kutipan “kula timpuh, mustaka konjem ing bantala”, „karena
perbuatannya yang jahat sehingga hidupnya dipenuhi banyak dosa.
Maka ia tak bisa menahan air mata penuh dengan penyesalan‟,
ditunjukkan pada kutipan “boten rinasa waspa tumetes”, „yang ia
inginkan hanya satu‟, ditunjukkan pada kutipan “jaja sesak gero-gero
192
tanpa ukara”, „ia terus berdoa kepada Tuhan yang Maha
Pengampun‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti Ingkang Hakarya
Loka”, „sebab dirinya tak luput dari dosa‟, ditunjukkan pada kutipan
“kula sujud kebak nistha”, „air mata tak henti-hentinya terus
mengalir‟, ditunjukkan pada kutipan “mustaka konjem ing bantala
banjir waspa”, „tak banyak yang ia minta ketika ia berdoa mohon
ampunan‟, ditunjukkan pada kutipan “sepi ing ukara kebak
panyuwun”, „hanya satu semoga Tuhan memberikan panjang umur
yang berkah‟, ditunjukkan pada kutipan “mugi paduka paring pitedah
gesang kula”, „oh Tuhanku‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti,
Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula”, „tak henti-hentinya mengucapkan
rasa syukur kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “puji syukur tan
kedhat ing lisan tulus ing sanubari”, „sehingga rasa ketakutan,
prasangka buruk dan bayang-bayangan dosa kemudian hilang setelah
berdoa‟, ditunjukkan pada kutipan “ilang sanalika pedhut ing qolbu
maya-maya”,„oleh karena itu hatinya mulai merasakan ketenangan,
serta pencerahan‟, ditunjukkan pada kutipan “padhang trawangan
tanpa aling-aling”, „dengan bertaubat secara tulus, yang diharapkan
saat ini semoga dalam menjalani kehidupan selalu diberi keberkahan‟,
ditunjukkan pada kutipan “hangrantu berkah gesang bagya mulya”.
16) “Sarumpun pari padha jejogedan ing tengah sawah
Disengguh sang angin sing sumilir silir
Yen sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi nglafalake zikir
193
Sagrombol jangkrik ngengkrik nganti enteking wengi
Pating pencolot ing sangisore suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake dening Gusti Kang Maha
Kuwasa
Ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat
Ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang
Maha Suci
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”
(Tahajud Ing Wengi Iki, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Serumpun padi bergoyang di tengah sawah
Diterpa oleh angin yang semilir
Jika kamu mau memperhatikan dengan hati
Tanaman-tanaman tadi sejatinya sedang melafalkan zikir
Segrombol jangkrik bernyanyi hingga habisnya malam
Saling melompat di bawah rerumputan
Jika kamu mau mendengarkan dengan telinga hati
Hewan-hewan mengungkapkan kebahagiaan menyanyikan
qosidahan
Atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
Berdiri pasrah berdoa menghadap kiblat
Ditengah malam ketika manusia sedang tidur
Menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci
Tahajudmu di malam ini
Tahajud dengan memasrahkan jiwa dan raga
Memohon dengan tulus kepada Tuhan Yang Maha
Pemberi
Meluluhkan Jiwa yang penuh amarah dan nafsu
194
Tahajud di malam ini
Tahajud mengharapkan dekat dengan Tuhan
Dekatnya melebihi aliran darah ke urat nadi
Tahajud malam ini, shalat berasa mau mati‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang di sepertiga
malam selalu berdzikir, yang ditunjukkan pada kutipan “sarumpun
pari padha jejogedan ing tengah sawah”, „di setiap malam yang sunyi
selalu ditemani angin yang semilir‟, ditunjukkan pada kutipan
“disengguh sang angin sing sumilir silir”, „perhatikan dengan
seksama bahwa ada seseorang‟, ditunjukkan pada kutipan “yen
sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa”, „yang bersama-sama
melafalkan zikir‟, ditunjukkan pada kutipan “wit-witan mau sejatine
lagi nglafalake zikir”,„melafakalkan zikir hingga larut malam‟,
ditunjukkan pada kutipan “sagrombol jangkrik ngengkrik nganti
enteking wengi”, „sunyi malam ketika sedang berdzikir hanya
ditemani suara jangkrik‟, ditunjukkan pada kutipan “pating pencolot
ing sangisore suketan”, „apabila kalian semua dapat mendengarkan
dengan kata hati‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu gelem
ngrungoake kanthi kupinge ati”, „maka mereka secara bersamaan
melafkalkan shalawat‟, ditunjukkan pada kutipan “kewan-kewan mau
padha nembang qosidahan mangayubagya”, „kemudian
mengucapakan rasa syukur karena telah diberikan rahmat oleh
Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “kanugrahan sing diparingake
dening Gusti Kang Maha Kuwasa”, „seseorang yang sedang
melaksanakan shalat tahajud dengan khusuk‟, ditunjukkan pada
195
kutipan “ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat”,
„walaupun orang lain sedang terlelapdi tempat tidurnya‟, ditunjukkan
pada kutipan “ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha
turu”,„ia menyempatkan untuk bermunajad dihadapan kiblat
menghadap Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “marak sowan
dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang Maha Suci”, „shalat tahajud di
sepertiga malam ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing
wengi iki”, „ia memasrahkan hidupnya‟, ditunjukkan pada kutipan
“tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga”, „dengan cara memohon
dengan tulus kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “ndremis
ngemis marang Gusti kang Maha Paring”, „kemudian melepaskan
semua sifat manusiawi seperti kemarahan, dan nafsu yang penuh dosa
yang pernah diperbuat semasa hidupnya‟, ditunjukkan pada kutipan
“ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu”, „shalat tahajud
di sepertiga malam ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing
wengi iki”, „shalat tahajud agar dekat dengan Tuhan‟, ditunjukkan
pada kutipan “tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti”, „dalam
melaksanakan shalat tahajud ia merasakan bahwa seakan-akan Tuhan
menyatu padanya‟, ditunjukkan pada kutipan “sing cedhake ngungkuli
tumempeling getih ing urat nadi”, „sepertinya shalat Tahajud di mala
mini hidupnya tidak lama lagi sehingga ia memohon dengan tulus
agar Tuhan memberikan maaf‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu
wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”.
196
17) Ing gisik samodra wayah esuk
Dheweke lungguh nyawang jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe binareng jumlegure
ombak
Luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa
Nanging, dheweke banjur eling
Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan panguat
Luh panalangsa gumanti esem katentreman
Sikil jumangkah miwiti urip anyar”
(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)
Terjemahan:
„Di tepi samudra pagi hari
Dia duduk melihat terbitnya matahari
Melamun membayangkan hari-hari lusa
Sorot cahaya di matamu, ternyata panas, membakar badan
Dan membawa luka dihati, seperti deburan ombak
Sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan
kekecewaan
Tetapi, dirinya mengingat
Masih ada matahari lain
Matahari yang matanya terasa edhum
Tampak wajah yang penuh kasih sayang
TanganNya di angkat memberikan berkah dan kekuatan
Air mata penuh senyum ketrentaman
Melangkahkan kaki menuju kehidupan baru‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang
melamun pada pagi hari, yang ditunjukkan pada kutipan”ing gisik
samodra wayah esuk”, „ia dengan santai duduk melihat terbitnya
matahari‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke lungguh nyawang
jumedhule srengenge”, „dengan duduk santai, akan tetapi terlihat
sorot matanya yang kosong sedang memikirkan sesuatu‟, ditunjukkan
197
pada kutipan “angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur”,
„karena ucapan kasar seseorang sehingga menyakiti hatinya‟,
ditunjukkan pada kutipan “srengenge ing mripatmu, jebul panas,
mbakar awak”, „apabila diingat-ingat hatinya tak kuasa menahan
luka, hanya karena dirinya kurang sempurna dibandingkan wanita
lain‟, ditunjukkan pada kutipan “lan nggawa ati lara, panggresahe
binareng jumlegure ombak”, „kejadian di masa lalu hanya
meninggalkan air mata dan kekecewaan yang tak diinginkan‟,
ditunjukkan pada kutipan “luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa”,
„setelah itu ia perlahan-lahan menghapus masa lalunya yang begitu
menderita. Ia mengingat bahwa pernah melalaikan Tuhan‟,
ditunjukkan pada kutipan “nanging, dheweke banjur eling”, „bahwa
Tuhan lah yang selalu bersamanya‟, ditunjukkan pada kutipan “isih
ana srengenge liya”, „yang tidak pernah membeda-bedaknnya
umatnya dan selalu memberikan rasa ketentraman jika dekat
denganNya‟, ditunjukkan pada kutipan “srengene ing socane krasa
edhum”, „dan hanya Tuhan yang selalu memberikan seluruh kasih
sayangnya kepada umatnya selalu mengingatNya‟, ditunjukkan pada
kutipan “ing angene, pasuryan wening kebak asih”, „Tuhan telah
memberikan banyak kenikmatan serta kekuatan‟, ditunjukkan pada
kutipan “astaNe kaangkat, paring berkah lan panguat”, „jika selalu
mengingat Tuhan dengan cara berdoa maka hidupnya selalu diberikan
ketentraman dan Tuhan juga akan mengingat dirinya, ditunjukkan
198
pada kutipan “luh panalangsa gumanti esem katentreman”, „mulai
dari sekarang lebih baik menghapus masalalu kenudian membuka
lembaran hidup baru yang lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “sikil
jumangkah miwiti urip anyar”.
18) “Apa sing mbokgoleki wong ayu
Kalane kangen kebacut mambu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
Keglandhang mangsa bedhidhing
Ninggal mingis-mingise lading
Kangen lan janji
Sapa kumawa miwir
Nyatane terus nggendong misteri”
(Serende Klawu, DL, 30, 26/12/2015)
Terjemahan:
„Apa yang kau cari gadis cantik
Saat dilanda rindu
Terpendam menyesakkan dada
Setiap hari hanya merasakan kecewa
Apa yang kau cari gadis cantik
Saat janji sudah dikhianati
Terbawa musim yang silih berganti
Meninggalkan luka yang dalam
Rindu dan janji
Siapa yang kuat menahan
Selamanya menyimpan teka-teki‟
Makna geguritan di atas adalah seorang wanita cantik yang
selalu balasa rindu dari kekasihnya, yang ditunjukkan pada kutipan
“apa sing mbokgoleki wong ayu”, „kerinduan yang selama ini
menyelimutinya‟, ditunjukkan pada kutipan “kalane kangen kebacut
mambu”, „kerinduan yang tak terbalaskan membuatnya menjadi rasa
199
sakit‟, ditunjukkan pada kutipan “diungkep mbesesege dhadha”,
setiap hari ia hanya merasakan kekecewaan bukan rasa kebahagiaan
yang didapatkan‟, ditunjukkan pada kutipan “saben dina mung
ketampeg rasa jubriya”, „semua yang ia lakukan sia-sia, ditunjukkan
pada kutipan “apa sing mbokgoleki, wong ayu”, „karena janji yang
pernah ia katakan hanyalah semu‟, ditunjukkan pada kutipan “kalane
janji kadhung lumayu”, „kepercayaan wanita tersebut telah
dikhianati‟, ditunjukkan pada kutipan “keglandhang mangsa
bedhidhing”, „yang tersisa sekarang ini hanya goresan luka yang tidak
akan pernah hilang hingga bergantinya waktu‟, ditunjukkan pada
kutipan “ninggal mingis-mingise lading”, „kerinduan serta janji yang
pernah ia katakan pada kekasihnya hanya menjadi sebuah omong
kosong‟, ditunjukkan pada kutipan “kangen lan janji”, „selamanya
akan membekas tak akan pernah dapat terobati‟, ditunjukkan pada
kutipan “sapa kumawa miwir”, „dan sampai kapan pun hanya
menjadi sebuah rahasia kehidupan‟, ditunjukkan pada kutipan
“sayatane terus nggendong misteri”.
19) Wis makaping kaping demonstrasi ginelar
Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa
Demonstrasi kanthi orasi
Swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
200
Saya entek kesabarane
Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping kiwa
Kabeh datan ana kawigaten
Se dalan-dalan lan papan panggonan
Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah
Tawuran sampyuh, buyar sanalika
Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”
(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)
Terjemahan:
„Sudah berkali-kali demonstrasi diadakan
Tidak muda tidak tua berkumpul
Ratusan hingga ribuan
Mulai dari buruh, guru, karyawan, dan kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi tidak ketinggalan
Dari mana saja asalnya
Menuntut keadilan pada penguasa
Demonstrasi berasal dari orasi
Menyerukan suara seperti petir
Mengumbar perkataan di depan wakil rakyat
Aparat sudah menjaga keamanan
Semakin hilang kesabarannya
Orasi hanya dianggap sebagai angin lalu
Masuk telinga kanan keluar telinga kiri
Menjadi pusat perhatian semua orang
Sepanjang jalan dan tempat
Semua terlihat saling tunjang menunjang
Lempar-lemparan bebatuan
Setelah merusak gedung tidak hanya satu dua yang terkena
pukulan
Badan hancur, babak belur semakin nekat tidak mau kalah
Tawuran berhenti seketika
Setelah terkena semprotan gas air mata
201
Peringatan tembakan ke atas
Menjadikan semua berlarian‟
Makna geguritan di atas adalah demonstrasi sudah berkali-kali
dilakukan setiap tahunnya, yang ditunjukkan pada kutipan “wis
makaping kaping demonstrasi ginelar”, „diikuti oleh anak muda
hingga orang tua‟, ditunjukkan pada kutipan “ora enom ora tuwa
saeka praya”, „pada umumnya demonstrasi dilakukan secara besar-
besar di jalanan yang pengikutnya berjumlah ribuan‟, ditunjukkan
pada kutipan “atusan tekan ewon cacahe”, „tidak hanya pelajar saja
yang mengikuti aksi tersebut namun buruh, guru, karyawan,dan kaum
elite juga tak mau ketinggalan‟, ditunjukkan pada kutipan “seka
buruh, guru, karyawan, kaum elite”, „serta diikuti oleh mahasiswa‟,
ditunjukkan pada kutipan “mahasiswa perguruan tinggi ora keri”,
„mereka tidak hanya berasal dari kalangan kalangan manapun yang
ikut menyerukan‟, ditunjukkan pada kutipan “ana ing endi wae papan
parane”, „mereka hanya menginginkan keadalian untuk rakyat kecil
agar hidupnya layak‟, ditunjukkan pada kutipan “nuntut keadilan
marang panguwasa”, „demostrasi memang berasal dari orasi‟,
ditunjukkan pada kutipan “demonstrasi kanthi orasi”, „suara mereka
yang menggemparkan‟, ditunjukkan pada kutipan “swara sora kaya
bledheg ngampar-ngampar”, „seluruh demonstrasi berteriak keras di
depan wakil rakyat, ditunjukkan pada kutipan “gembar-gembor
sangarape wakil rakyat”, „seluruh polisi dikerahkan untuk menjaga
aksi demo mereka agar tidak terjadi kericuhan‟, ditunjukkan pada
202
kutipan “aparat wis pacak njaga ketentreman”, „kesabaran para
demonstrasi semakin habis‟, ditunjukkan pada kutipan “saya entek
kesabarane”, „karena tuntutan keadilan tidak mendapat respon dari
wakil rakyat‟, ditunjukkan pada kutipan “orasi dianggep kaya dene
angin”, „orasi mereka tidak dihiraukan‟, ditunjukkan pada kutipan
“mlebu kuping tengen metu kuping kiwa”, „aksi demo tadi menjadi
pusat perhatian seluruh orang namun juga meresahkan warga
sekitarnya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh datan ana kawigaten”,
„sepanjang jalan dan dimana tempat berdemo‟, ditunjukkan pada
kutipan “se dalan-dalan lan papan panggonan”, „aksi mereka
semakin brutal dengan saling-tunjang- menunjang satu dengan yang
lain‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh katon sampyuh salang
tunjang”, „mereka melampiaskannya dengan lempar-lemparan
bebatuan di depan gedung wakil rakyat‟, ditunjukkan pada kutipan
“sawat-sawatan watu mbaka siji”, „akibatnya gedung tersebut rusak
karena lemparan bebatuan dari massa‟, ditunjukkan pada kutipan
“bareng arep nedya ngrusak gedung „sehingga pendemo tadi banyak
yang luka-luka akibat terkena pukulan benda tajam‟, ditunjukkan pada
kutipan “ora mung siji loro kena penthungan”, „membuat badan
menjadi babak belur, akan tetapi mereka tidak mau mengalah dengan
polisi‟, ditunjukkan pada kutipan “awak kojur, babak belur sajak
nekad emoh kalah”, „tawuran berhenti seketika‟, ditunjukkan pada
kutipan “tawuran sampyuh, buyar sanalika”, setelah polisi
203
menembakkan gas air mata kepada pendemo‟, ditunjukkan pada
kutipan “bareng kena semprotan gas air mata”, „peringatan
tembakan gas air mata tersebut mengarah kepada pendemo‟,
ditunjukkan pada kutipan “peringatan tembakan mendhuwur”,
„menjadikan seluruh pendemo berlarian menyelamatkan diri‟,
ditunjukkan pada kutipan “ndadekna kabeh padha kabur”.
20) “Sidhem premanem tan ana sabawa
Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari
Ngudhari sakehing reruwet
Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”
(Sidhem, DL,19/10/10/2015)
Terjemahan:
„Sunyi tanpa suara
Manisnya kuterima
Ketentraman yang bermanfaat
Masuk ke dalam hati
Menyingkirkan semua kegelisahan
Menumpas kejahatan
Menyingkirkan keburukan
Yang di temukan rasa suka
204
Inilah yang ditunggu-tunggu
Siang dan malam
Ketika datang
Sekuat tenaga yang diinginkan
Sampai badannya kurus
Seperti daun kering yang diterpa angin
Tanpa harga diri
Semoga lestari
Menjadi kenyataan
Menjadikan penerangan
Serta merasakan kebahagiaan‟
Makna geguritan di atas adalah hari-hari yang dijalani olehh
seseorang tersebut serasa sunyi, yang ditunjukkan pada kutipan
“sidhem premanem tan ana sabawa”, „setiap harinya ia
membayangkan impiannya yang begitu manis‟, ditunjukkan pada
kutipan “memanise ndak tampa”, „impian yang begitu indah di masa
depan menjadikan sebuah ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan
“ayem tentrem murakabi”, „ketentraman tersebut perlahan-lahan
masuk dalam hati‟, ditunjukkan pada kutipan “rumasuk ing
sanubari”, „sehingga kegelisahan yang menyelimutinya seketika
hilang tergantikan oleh ketenraman‟, ditunjukkan pada kutipan
“ngudhari sakehing reruwet”, „menghilangkan semua beban yang
menjadikan sebuah penghalang”, „ditunjukkan pada kutipan
“mbrastha dur angkara”, „serta menghilangkan keburukan yang
menghalangi impiannya‟, ditunjukkan pada kutipan “ngicali
memala”, „kemudian yang tersisa hanya rasa bahagia‟, ditunjukkan
pada kutipan “kang tinemu rasa suka”, „cita-cita yang dibayangkan
melalui angan-angan yang sangat diharapkan dapat terwujud‟,
205
ditunjukkan pada kutipan “yaiki kang dak antu-antu”, „silih
bergantinya siang menjadi malam‟, ditunjukkan pada kutipan “rinten
kalawan dalu”, „keinginan serta harapan semakin menggebu-
nggebu‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika tabuh”, „terus-menerus
membayangkan cita-cita yang ingin di raih‟, ditunjukkan pada kutipan
“nyengkakake kang ginayuh”, „seluruh tenaga dikerahkah agar cita-
citanya tercapai‟, ditunjukkan pada kutipan “prasasat tombok nyawa”,
„seluruh badannya yang menjadi taruhannya sehingga ia tampak tak
berdaya‟, ditunjukkan pada kutipan “badan aking tinemu gering”,
„sehingga ia tampak sakit-sakitan, ditunjukkan pada kutipan “kaya
klaras kasempyok angin”, „tidak hanya itu saja harga dirinya juga
ikut menjadi taruhannya‟, ditunjukkan pada kutipan “pating sliwir”,
„walaupun badannya tak berdaya namun ia tetap gigih dalam
mewujudkan cita-citanya‟, ditunjukkan pada kutipan “rontang-
ranting tanpa aji”, „usaha kerasnya lewat angan-angan semoga akan
selalu menyatu dengannya‟, ditunjukkan pada kutipan “muga
lestari”, „semoga impiannya dapat menjadi kenyataan, jangan sampai
hanya menjadi bayangan semu‟, ditunjukkan pada kutipan “dadi
pepajar”, „menjadikan masa depan yang indah‟, ditunjukkan pada
kutipan “lan dadi pepadhang”, „dan hasilnya dapat menjadikan
kebahagiaan yang tidak ternilai harganya‟, ditunjukkan pada kutipan
“sarta maneh kelegan”.
21) “Yen daksawang praupamu
Kadya cah ayu lagi gumuyu
206
Bunder seser amadhangi jagad
Celuk-celuk kancanana aku
Ayo konco padha dolanan
Ing plataran rame-rame gegojegan
Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah
Cobo sawangen, saya padhang saya wengi
Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”
(Rembulan, DL, 20/17/2015)
Terjemahan:
„Ketika kupandang wajahmu
Bagaikan wanita cantik sedang tersenyum
Bulat menerangi dunia
Memanggil-manggil temanilah aku
Teman-teman bermain bersama
Di halaman bercanda bersendau gurau
Menghilangkan kesusahan
Lihatlah, semakin terang semakin malam
Angin yang berhembus membuat hati tenang
Bagaikan tak ada yang kesusahan
Semua senang dan bahagia
Bulan bersinar bagaikan bintang
Terangnya bagaikan siang mengingatkan jangan tidur sore
Selagi luas tempatnya‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang
menggagumi wanita cantik, ditunjukkan pada kutipan “yen
daksawang praupamu”, „senyuman wanita cantik tersebut
mengalihkan dunia‟ ditunjukkan pada kutipan “kadya cah ayu lagi
gumuyu”, „karena kecantikannya sehingga dikagumi banyak orang‟,
207
ditunjukkan pada kutipan “bunder seser amadhangi jagad”, „seolah-
olah ia mengucapkan kepada semua orang untuk selalu menemani
dirinya‟, ditunjukkan pada kutipan “celuk-celuk kancanana aku”,
„pada sore hari anak-anak sedang bermain bersama‟ ditunjukkan pada
kutipan “ayo konco padha dolanan”, „bermain di halaman rumah
dengan bersendau gurau‟, ditunjukkan pada kutipan “ing plataran
rame-rame gegojegan”, „mereka terlihat bahagia‟, ditunjukkan pada
kutipan “suka parisuka bebarengan”, „tanpa ada rasa kesedihan‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngilangke rasa susah”, „namun waktu
semakin berlarut. Berlarutnya waktu menjelang malam terlihat cahaya
menerangi dunia‟, ditunjukkan pada kutipan “cobo sawangen, saya
padhang saya wengi”, „angin malam yang berhembus menusuk ke
hati sehingga membuat rasa ketentraman yang dirasakan‟,
ditunjukkan pada kutipan”angin sumilir gawe tentreme ati”,
„sehingga tidak yang merasakan kesusahan‟, ditunjukkan pada
kutipan “kaya datan ana kang lagi bunek”, „semua anak-anak
terlihat bahagia dan menikamati suasana‟, ditunjukkan pada kutipan
“kabeh pada bungah sumringah”, „bulan yang dianggap seperti
wanita cantik bersinar seperti bintang yang dikagumi banyak orang
sehingga tak ada kegelapan‟, ditunjukkan pada kutipan “rembulan
sumunar kadya lintangnya”, „terangnya bulan mengingatkan pada
seluruh orang jangan pernah tidur sore hari‟, ditunjukkan pada kutipan
“padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore”, „karena sore
208
hari masih bisa melakukan aktivitas bermain bersama‟, ditunjukkan
pada kutipan “mumpung jembar kelangane”.
22) “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca
Dakugemi dhawuh kang sinengker sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuh kitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
Pinayungan sihing Gusti sedyatama langgeng manjing ing
nala.
Kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge mendhung
Musna...sirna..sakehing sengkala,
Sawise kabengkas wingiting langit,
Kabungkem suwarane gludhug,
Kasumpet mripate bethari durga,
Kabentusake sirahe ing padhas ganas,
Rahayuning Gusti nyencang suksma suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”
(Dhawuh Sinengkar, DL, 20/17/11/2015)
Terjemahan:
„Kucari semua ucapan dari Tuhan
Kulaksanakan perintah yang dirahasiakan dalam cerita
Banyak niat kejahatan menyingkir
Rasa kesedihan hilang
Bersama aliran air dan hembusan angin
Melewati pintu jurang dan kawah
Pengajaran yang jelas diterima
Dibawah naungan Tuhan tujuan utama selamanya abadi di
dalam hati
“Mas, pada sepinya malam syair-syairmu menemani
Bagaikan lentera yang menerangi sakitnya hati
Walaupun selalu tertutup gelapnya awan”
Hilang semua bencana
Setelah itu mendapatkan rahmat dari Tuhan
Di tutup suara petir
Tertutupnya mata bethari durga
209
Dibenturkan kepalanya di batu cadhas
Rahmatnya Tuhan mengikat roh suci
Berjanji untuk bersatu‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang
mempelajari tauhid yang diperintahkan oleh Tuhan, yang ditunjukkan
pada kutipan “dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca”, „dan
ia terus menerus dengan ikhlas melaksanakan perintah Tuhan tanpa
melalaikannya‟, ditunjukkan pada kutipan “dakugemi dhawuh kang
sinengker sajroning ukara”, „walaupun marabahaya berdatangan
namun ia tetap berpegang teguh pada agamanya, sehingga
marabahaya menyingkir‟, ditunjukkan pada kutipan “sakehing niyat
candhala sirna”, „semua kegelapan, serta kesedihan yang
membayanginya hilang seketika‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh
kitaning rasa musna”, „kesedihan sedikit demi sedikit hilang „,
ditunjukkan pada kutipan “lumantar lakune banyu lan playune
angin”, „bersamaan dengan bergantinya waktu‟, ditunjukkan pada
kutipan “uga lewat lawange jurang lan kawah”, „pengamalan agama
yang ia pelajari dengan khidmat‟, ditunjukkan pada kutipan
“piwulang jelas gamblang tinampa”, „ia juga yakin bahwa Tuhan
akan selalu melindunginya, karena Tuhan menyatu dengan dirinya‟,
ditunjukkan pada kutipan “pinayungan sihing Gusti sedyatama
langgeng manjing ing nala”, „bergantinya waktu menjadi malam,
setiap hari ia hanya ditemani puisi indah‟, ditunjukkan pada kutipan
“kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani”, „ia tak pernah
210
merasakan kesepian karena hatinya selalu mendapat pencerahan dari
Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “kadya diyan sumunar madhangi
ati kingkin”, „walaupun cahaya tadi tertutup oleh mendung‟,
ditunjukkan pada kutipan “nadyan tansah katlikung petenge
mendhung”, „karena pencerahan dari Tuhan yang telah
menyingkirkan semua marabahaya”, „ditunjukkan pada kutipan
“musna...sirna..sakehing sengkala”, „yang ia dapatkan adalah rahmat
dari Tuhan yang sudah menyatu pada dirinya‟, ditunjukkan pada
kutipan “sawise kabengkas wingiting langit”, „semua marabahaya
tertutup oleh suara petir‟, „bethari durga tadi mendapatkan imbalan
yang kejam dari Tuhan sehingga matanya di tutup‟, ditunjukkan pada
kutipan “kasumpet mripate bethari durga”, „kemudian dibenturkan
di bebatuan‟, ditunjukkan pada kutipan “kabentusake sirahe ing
padhas ganas”, „rahmat Tuhan selalu menyatu pada jiwa seseorang
yang suci‟, ditunjukkan pada kutipan “rahayuning Gusti nyencang
suksma suci”, „selamannya akan terus bersama‟ ditunjukkan pada
kutipan “tetep nyawiji tumekaning janji”.
23) “Apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen
Selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha
Kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”
(Kangen, DL, 23/07/11/2015)
Terjemahan:
„Apakah kita masih pantas, menguri rindu
Selamanya akan selalu bergejolak dalam dada
Bagaikan drama satu babak
Meskipun sempat mengusik hati‟
211
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang
memendam rindu dengan mantan kekasihnya, ditunjukkan pada
kutipan “apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen”, „kerinduan
yang selamanya terus terpendam dalam hati seakan-akan tidak dapat
terobati sebelum bertemu dengan mantannya‟, ditunjukkan pada
kutipan “selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha”,
„kerinduannya seperti serial drama‟, ditunjukkan pada kutipan
“kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari”, „setiap harinya
kerinduannya hanya menjadi bayangan yang selalu mengusik hatinya
setiap saat‟, ditunjukkan pada kutipan “ketang kober nyendal-nyendal
ati”.
24) “Nadyan sinengkar ngrembuyung niyat angkara
Kinemulan mega peteng sadhuwure angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine bantala
Ora bakal mundur sejangkah nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata
Nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak
Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng
titiwanci
Nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan
Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”
(Dunung, DL, 26/28/11/2015)
212
Terjemahan:
„Meskipun bergejolak niat jahat
Terselimuti awan hitam di angkasa
Bagaikan bayangan raksasa mengejar angin
Banjir bandang menyapu isi dunia
Tidak akan mundur meski di hadang
Mencari janji suci yang dibawa untuk menentramkan
kehidupan
Meskipun Bethari Durga tertawa lepas
Merasa tak tertandingi paling kuwasa
Temannya balasrewu berhati jahat
Tidak akan mundur walupun di sumpah mati
Mengelabuhi keinginan luhur bersading sampai akhir
hayat
Meskipun temannnya berhati jahat memamerkan kekuatan
Apa yang diucapkan tidak akan mengingkari janji
Mengetahui sebelum peristiwa terjadi
Semua orang harus tunduk bagaikan brahmana
Tidak akan membatalkan tujuan utama
Meskipun dikerumuni banyak dukun
Sampai sucinya jiwa raga terselimuti ketentraman dari
Tuhan Yang Maha Agung‟
Makna geguritan di atas adalah ada seseorang yang berhati jahat,
yang ditunjukkan pada kutipan “nadyan sinengkar ngrembuyung niyat
angkar”, „ia merencanakan kejahatan dengan menghalangi niat baik
seseorang‟, ditunjukkan pada kutipan “kinemulan mega peteng
sadhuwure angkasa”, „segala upaya ia lakukan agar dapat
menggugurkan niat baiknya‟, ditunjukkan pada kutipan “kadya
regemenge reseksa ngoyak maruta”, „bencana mulai
menghadangnya‟, ditunjukkan pada kutipan “banjir bandhang
ngglandhang isine bantala”, „walaupun marabaya menghadangnya
namun ia tak lengah‟, ditunjukkan pada kutipan “ora bakal mundur
sejangkah nadyan jinegala”, „demi impiannya agar tercapai untuk
dibawa ke dalam kehidupan yang lebih tentram‟, ditunjukkan pada
213
kutipan “nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata”, „walaupun
sang Bethari Durga tertawa lepas,karena dirinya dapat mengacaukan
segala rencana niat baik seseorang tadi‟, ditunjukkan pada kutipan
“nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak”, „ia merasa paling hebat
di antara mereka‟, ditunjukkan pada kutipan “ngumbar suwara ngiteri
buwana”, „merasa kekuatannya tidak dapat tertandingi oleh siapa
pun‟, ditunjukkan pada kutipan “rumangsa tan tinandhing paling
kuwasa”, „kemudian temannya bernama balasrewu ia juga berhati
jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “mitrane balasrewu ati culika”,
„namun dirinya yang sendirian tidak takut meskipun dihadang dan di
sumpah mati‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging ora gawe gigrig
nadyan sinumpah pati”, „ia akan tetap memperjuangkan impiannya
sampai tetesan darah penghabisan‟, ditunjukkan pada kutipan
“nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng titiwanci”,
„walaupun ia mempunyai teman yang berhati jahat senang
memamerkan kekuatannya namun ia tidak tidak takut‟, ditunjukkan
pada kutipan “nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan”, „apa
yang selama ini sudah iya ucapkan tidak dapat ditarik lagi, karena ia
yakin bahwa Tuhan yang akan selalu melindunginya‟, ditunjukkan
pada kutipan “apa kang kinucap tan wani suwala”, „ia juga tau
bahwa nanti akan terjadi perang besar‟, ditunjukkan pada kutipan
“ngerti sadurunge winarah jare waskitha”, „semua masyarakat yang
ada disana harus tunduk dengan perintahnya namun dirinya enggan
214
menundukkan kepalanya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh
pawongan kudu sumujud kadya brahmana”, „walaupun sampai saat
ini ia dihadang banyak teman balasrewu namun ia tetap
memperjuangkan apa yang menjadi tujuan utamanya‟, ditunjukkan
pada kutipan “nanging ora bakal njugarake niyat luhur”, „meskipun
ia dihadang banyak dukun‟, ditunjukkan pada kutipan “nadyan
kinepung sewu dukun”, „ ia yakin bahwa jiwa, raganya akan
diselimuti kententraman abadi. Ia juga yakin akan diberikan kekuatan
untuk menumpas kejahatan‟, ditunjukkan pada kutipan “dunung
sucining jiwa raga kawahyon kinemulan”, „Tuhan sudah menyatu
dengan Jiwanya dan suatu saat akan ada keajaiban‟, ditunjukkan pada
kutipan “karahayon Sang Hyang Agung”.
25) “Kaya impen teka kabur
Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”
(Lebu, DL, 30/26/12/2015)
Terjemahan:
„Seperti mimpi datang pergi
Satu mimpi masuk di angan-angan
Universal angan kumpulan debu
Hingga saat ini‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang
memimpikan sesuatu, yang ditunjukkan pada kutipan “kaya impen
teka kabur”, „dari beberapa yang dimimpikan hanya datang dan
pergi‟, ditunjukkan pada kutipan “impen siji lebu ing panglocitan”,
„dari beberapa mimpi berubah menjadi kumpulan angan-angan tak
215
beralasan sebagai mimpi yang sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan
“universal angen kumpulane lebu‟, „sampai sekarang‟, ditunjukkan
pada kutipan “nganti saiki”.
26) “Kaya banyu sing mili gumilir
Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”
(Esuk, DL, 38/20/2/2016)
Terjemahan:
„Bagaikan air yang mengalir deras
Menyusuri sawah sunyi senyap
Bagaikan hembusan angin di musim kemarau
Perlahan menusuk hati‟
Makna geguritan di atas adalah perjalanan hidup seperti aliran
air, yang ditunjukkan pada kutipan “kaya banyu sing mili gumilir”,
„perjalanan hidup yang tak semulus yang dibayangkan. Banyak
rintangan yang harus dilalui‟, ditunjukkan pada kutipan “nyasak
pesawahan sepi nyenyet”, „perjalanan hidup penuh dengan
perumpamaan‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya tumiyupe angin
ketiga”, „mengharapkan ditengah kekecewaan tanpa ada putusnya
silih berganti yang selalu menusuk hati‟, ditunjukkan pada kutipan
“alon sumusup jroning nala”.
27) “Pasar esuk sega pincuk
Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk
Uripe kaya iline kalen
Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura
216
Pasar esuk gambar cetha
Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”
(Pasar Esuk, DL, 12/12/03/2016)
Terjemahan:
„Pasar pagi nasi pincuk
Berkecap-kecap duduk di jembatan
Lauk tempe dan benguk
Tiga ratus rupiah sudah nambah
Hidupnya bagaikan aliran sungai
Tanpa mengukur waktu
Sampai mana yang dituju
Sudah jelas titik temunya
Pasar pagi tergambar jelas
Menginginkan hidup tanpa beban
Hati pasrah menerima kenyataan
Walaupun bukan takdir yang menciptakan puisi
Ayam berkokok memberikan perlambang
Keinginan dan usaha harus sejalan
Beriringan tanpa ada putusnya‟
Makna geguritan di atas adalah kegiatan pagi hari dimana
banyaknya orang sebelum mengawali aktivitas, sarapan pagi terlebih
dahulu, yang ditunjukkan pada kutipan “pasar esuk sega pincuk”,
„mereka duduk berjajar-jajar‟, ditunjukkan pada kutipan “nyamuk-
nyamuk lungguh ebuk”, „sarapan pagi yang berlaukkan tempe, dan
benguk‟, „ditunjukkan pada kutipan “lawuh tempe karo benguk”,
„sarapan yang mereka beli dengan harga tiga ratus rupiah boleh
menambah‟, ditunjukkan pada kutipan “telung repis wes oleh
tanduk”, „perjalanan hidup dilalui dengan apa adanya‟, ditunjukkan
217
pada kutipan “uripe kaya iline kalen”, „tak perlu menginginkan hal
yang tak mungkin‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa sangga rugi
mecaki wektu”, „cukup dijalani saja sesuai dengan alurnya‟,
ditunjukkan pada kutipan “tekan endi sing dituju”, „sehingga nantiya
akan tiba ditempat tujuan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis cetha
panggonan tempur”, „pasar pagi yang tergambar jelas di dalam
kehidupan‟, ditunjukkan pada kutipan “pasar esuk gambar cetha”,
„semua orang juga menginginkan kehidupan yang layak tanpa
memikul beban‟, ditunjukkan pada kutipan “untabe urip tanpa
sangga runggi”, „namun nasib tersebut tidak memihaknya, karena
semua itu sudah menjadi takdir‟, ditunjukkan pada kutipan “ati
semeleh tanpa anane”, „walaupun itu semua sudah menjadi takdir
namun jika mau berusaha untuk merubahnya‟, ditunjukkan pada
kutipan “najan dudu takdir nyipta gurit”, „pagi hari ketika ayam
berkokok memberikan tanda kepada semua orang‟, ditunjukkan pada
kutipan “jago kluruk aweh sasmita”, „bahwa keinginan untuk
merubah nasib kehidupan menjadi lebih baik harus sejalan dengan
usaha keras. Selebihnya serahkan pada yang Kuasa‟, ditunjukkan
pada kutipan “gayuhan lan karep tansah sumandhing”, „kehidupan
yang seperti itu semua orang juga berharap demikian tanpa harus
memikul beban‟, ditunjukkan pada kutipan “reruntungan tanpa ana
pendhote”.
28) “Iba panase awan iki
Ngajab udan rendheng adoh parane
218
Banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan
Ngranti tekane udan gegrontolan
Awan ketiga iki
Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe
Iba adohe wektu diranti
Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”
(Awan Mangsa Ketiga, DL, 21/24/10/2015)
Terjemahan:
„Bersedih karena panas hari ini
Mengharapkan musim hujan masih jauh
Air sungai tinggal sedikit
Sampai datangnya musim hujan
Musim kemarau ini
Perkebunan kering yang memprihatinkan
Ditambah layunya pepohonan
Mengeluh kehausan
Jauh waktu yang ditunggu
Meminta menunda kekurangan
Siang semakin panas, air semakin sedikit
Tanpa mengelak
Terbakar panasnya matahari‟
Makna geguritan di atas adalah keluarga yang setiap harinya
mengeluh dengan keadaannya, yang ditunjukkan pada kutipan “ iba
panase awan iki”, „penantian musim hujan yang masih lama‟,
ditunjukkan pada kutipan “ngajab udan rendheng adoh parane”,
„sehingga tampungan air hanya sedikit‟, ditunjukkan pada kutipan
“banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan”, „menunggu dan terus
menunggu agar hujan turun‟, ditunjukkan pada kutipan “ngranti
219
tekane udan gegrontolan”, „musim kemarau masih panjang‟,
ditunjukkan pada kutipan “awan ketiga iki”, „musim kemarau yang
panjang menyebabkan perkebunan menjadi kering, sehingga keluarga
tadi tak dapat memanen hasil dari perkebunan‟, ditunjukkan pada
kutipan “tegalan garing sambat memelas”, „tidak hanya itu saja
tanaman-tanaman yang mulanya subur menjadi kering keruntang‟,
ditunjukkan pada kutipan “kagonjak aluming wit-witan”, „keluarga
tadi mengeluh dengan penuh harap agar diberikan hujan sehingga
tanaman-tanaman kembali subur‟, ditunjukkan pada kutipan “sambat
ngelak jaluk ngombe”, „keluarga yang hidupnya serba kekurangan
tidak pernah mensyukuri nikmat yang ada‟, ditunjukan pada kutipan
“iba adohe wektu diranti‟, „seorang keluarga tadi mengharapkan nasib
baik memihaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “ngajab sasmita ketele
mendhung”, „namun yang diharapkan selama ini agar dapat
mengubah nasibnya semakin kaya namun sama sekali takdir tidak
mengubah nasib keluarga tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “awan
saya panas, banyu saya langka”, „setiap hari mereka tidak pernah
merasakan ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa suwala”,
„apalagi kesejukan hati yang ada hanyalah kemiskinan hidupnya dan
kemiskinan untuk bersyukur dengan keadaan yang ada”, ditunjukkan
pada kutipan “kalagar panase Sang Surya”.
29) “Nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing
sisa
Ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin ngerti
220
Bisa wae badai tumeka ing sadengah waktu
Ayo nulis cerita keseksen dhewe-dhewe
Sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut
Wis dadi ginarise papesthan
Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut
Embuh piye carane takdir nggawa awake dhewe ing
pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah tumprap anak lan putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe layang pamit lan
wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”
(Sadurunge Pamitan, DL, 23,7/11/2015)
Terjemahan:
„Ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang
tersisa
Ada baiknya menghitung batas yang akan dituju
Nasib di keadaan yang sebenarnya tidak ada orang yang
tau
Mungkin saja badai datang sewaktu-waktu
Lebih baik menceritakan kehidupan masing-masing
Mungkin saja tidak panjang umur
Tidak ada yang dapat mencegah karena sudah garisnya
masing-masing
Berbagai cara dapat merenggut nyawa
Sudah menjadi takdir kehidupan
Siapa yang punya nyawa akan bertemu dengan maut
Tidak tau caranya takdir membawa kita di ujung kematian
Sudah jelas ditakdirkan, siapa yang punya nyawa pasti
mati
Oleh karena itu, tulislah cerita masing-masing
Mungkin saja dapat menjadi saksi sejarah pada anak dan
cucu
Jika tidak sempat setidaknya membuat surat perpisahan
Untuk anak dan cucu di massa yang akan datang
Agar hidup rukun dan tentram‟
221
Makna geguritan di atas adalah sebelum ajal menjemput,
ditunjukkan pada kutipan “nalika gelombang durung ngitung jarak
nafas sing sisa”, „lebih baik kita menghitung umur kita apakah umur
kita masih panjang atau tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “ana apike
ngitung batas layar sing bakal dituju”, „tidak ada satu pun orang
yang tau kapan ajalnya tiba‟, ditunjukkan pada kutipan “nasib ing
geladhag ora mungkin ngerti”, karena ajal sewaktu-waktu dapat
menjemput siapa saja‟, ditunjukkan pada kutipan “bisa wae badai
tumeka ing sadengah waktu”, „daripada menghitung kematian yang
tidak tau kapan datangnya lebih baik mulai saat ini benahi hidup
masing-masing‟, ditunjukkan pada kutipan “ayo nulis cerita keseksen
dhewe-dhewe”, „pergunakan sisa umur menuju ke jalan yang benar.
Mungkin saja diantara kalian tidak lama lagi ajal akan menjemput‟,
ditunjukkan pada kutipan “sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora
suwe”, „tidak ada satu pun orang yang dapat mencegah kematian‟,
ditunjukkan pada kutipan “ora ana sing bisa njegal yen pancen wis
titi wancine”, „segala cara dapat merenggut nyawa masing-masing,
sehingga tidak ada satu pun yang dapat menentang‟, ditunjukkan pada
kutipan “maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut”,
„semua itu sudah menjadi takdir kehidupan‟, ditunjukkan pada
kutipan “wis dadi ginarise papesthan”, „semua orang yang diberikan
nyawa akan berakhir dengan kematian‟, ditunjukkan pada kutipan
“sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut”, „tidak ada yang pernah
222
tau bagaimana ajal menjemput karena semua itu adalah rahasia
Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “embuh piye carane takdir nggawa
awake dhewe ing pinggiring nasib”, „semua itu adalah takdir
kehidupan yang abadi”, ditunjukkan pada kutipan “sing jelas ginaris,
sapa sing duwe nyawa bakal mati”, „lebih baik mulai sekarang
introspeksi diri masing-masing dan jangan lupa dituliskan di selembar
kertas‟, ditunjukkan pada kutipan “awit saka kui ayo padha nulis
dongenge dhewe-dhewe”, „sisa hidup yang tinggal sedikit lebik baik
berbuatlah kebaikan agar menjadi sejarah yang baik untuk anak dan
cucunya‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo anak putu tembe
besuke”, „apabila tidak sempat membuat cerita kehidupan yang
dijalani setidaknya sebelum ajal menjemput membuat surat
perpisahan‟, ditunjukkan pada kutipan “yen ora kober ya sak ora-
orane gawe layang pamit lan wasiyat”, „untuk anak cucunya di masa
yang mendatang‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo anak putu tembe
besuke”, „dengan cerita tersebut agar kehidupan anak serta cucunya
menjadi lebih rukun, dan diberikan ketentraman‟, ditunjukkan pada
kutipan “supaya urip rukun lan ayem tentrem”,
30) “Esemmu rembulan kang pait madu
Nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru
Lungite patembayan
Ora kena kagerba kanthi lamban
Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
223
Ninggal pangaji
Tanpa isi
Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”
(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)
Terjemahan:
„Senyum bulan yang manis
Melukiskan teka-teki dibalik awan
Rahasia kehidupan
Tidak dapat dihitung secara pasti
Rangkaian yang tak dapat ditentukan
Tak dapat dipastikan
Jika digosok secara sederhana
Untuk mengetahui akhir ceritanya
Hanya ucapan
Dapat menyayat kulit
Meninggalkan harga diri
Tanpa guna
Senyum bulan
Kutemukan huruf- Mu
Tampak sepi
tempatnya
tampak
kosong‟
Makna geguritan di atas adalah senyuman wanita yang cantik,
yang ditunjukkan pada kutipan “esemmu rembulan kang pait madu”,
„dibalik senyuman manis wanita tadi menyembunyikan sejuta
rahasia‟, ditunjukkan pada kutipan “nyugatake teka-teki sinandi
kurepe langit biru”, „rahasia kehidupan yang tidak ada seorang pun
yang tau ditunjukkan pada kutipan “lungite patembayan”, „tidak dapat
dipastikan karena hanya angan-angan kehidupan‟, ditunjukkan pada
224
kutipan “ora kena kagerba kanthi lamban”, „cita-cita yang diharapkan
selama ini entah menjadi kenyataan atau sebaliknya‟, ditunjukkan
pada kutipan “batangan-batangan carangan”, sehingga tidak dapat
dipastikan secara jelas‟, ditunjukkan pada kutipan “mung menthul-
menthul”, „jika secara terus menerus impian tersebut dikejar‟,
ditunjukkan pada kutipan “yen mung di asah kanthi ati wantah”,
„untuk mengetahui apakah harapan itu dapat menjadi kenyataan‟,
ditunjukkan pada kutipan “kangge mbencah sari patining crita awit”,
„namun usaha keras yang dilakukan tidak sejalan yang diharapkan‟,
ditunjukkan pada kutipan “lamising pangucap”, „hanya meninggalkan
luka‟, ditunjukkan pada kutipan “mung isa nyigar kulit”, „yang tak
bermanfaat‟, ditunjukkan pada kutipan “ninggal pangaji”, „dan harga
diri yang menjadi taruhan‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa isi”,
„senyum wanita cantik‟, ditunjukkan pada kutipan “esem rembulan”,
„ditemukan sebuah tempat‟, ditunjukkan pada kutipan “daktemu
huruf-Mu”, „yang tampak kosong seperti angan-angan‟, ditunjukkan
pada kutipan “samun suwung”, „dimana tempat tadi‟, ditunjukkan
pada kutipan “dumunung”, „seperti kehidupan‟, ditunjukkan pada
kutipan “ana ing”, „yang tak bermakna‟, ditunjukkan pada kutipan
“wang wung”.
31) “Wengi iki isih kaya wingi
Nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere wengi
225
Lan nalika kabeh titah padha lerem ing cangkange dhewe-
dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege payudara
Kang nuwuhake napsune para priya wuta
Yen wis kaya mangkene
Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama
Kang bakal njunjung drajate bangsa lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal nemoni bener kang sejati”
(Isih Kaya Wingi, DL, 24/14/11/2015)
Terjemahan :
„Malam ini masih seperti kemarin
Ketika aku melihat bercandanya bintang melawan mendung
Senyum yang diterbakan oleh bintang
Kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati
Tidak terasa malam semakin larut
Dan ketika semua orang terlelap di tempat masing-masing
Ternyata masih ada yang menyelinap
Di antara nyanyian malam yang penuh rahasia
Hanya hembusan angin mengarah globalisasi
Manusia mengumbar nasfu
Dengan meninggalkan tata krama dan tata susila
Manusia lebih suka tanpa memakai baju
Sehingga perawan cantik
Banyak yang memamerkan payudara
Menumbuhkan nafsu lelaki hidung belang
Jika sudah begitu
Kapan tumbuh generasi utama
Akan menjunjung derajat bangsa dan negara
Tetapi malam masih seperti kemarin
Malam masih menyimpan seribu rahasia
Hanya hati yang suci dapat menemukan kebenaran sejati‟
Makna geguritan di atas adalah malam yang masih saja seperti
biasanya tanpa ada perbedaaan yang baik yang dilakukan para
226
pemuda, yang ditunjukkan pada kutipan “wengi iki isih kaya wingi”,
„ada seseorang yang sedang menikmati indahnya malam‟,
ditunjukkan pada kutipan “nalika aku ijen nyawang gojege lintang
klawan mega”, „malam yang dipenuhi dengan bintang yang
berkelap-kelip‟, ditunjukkan pada kutipan “esem kang diumbar
dening lintang”, „tetap saja hatinya yang kekosongan tidak dapat
terobati‟, ditunjukkan pada kutipan “pranyata ora kumawa mbuwang
sepine ati”, „tak terasa malam semakin larut bersama hening dalam
lamunan‟, ditunjukkan pada kutipan “tan rinasa wengi wis ing
punjere wengi”, „dimana ditengah sunyinya malam, banyaknya
manusia tengah tertidur lelap‟, ditunjukkan pada kutipan “lan nalika
kabeh titah padha lerem ing cangkange dhewe-dhewe”, „ternyata
masih ada seseorang yang menyelinap di tengah malam yang sunyi‟,
ditunjukkan pada kutipan “jebul isih akeh kang padha singidan”,
„dimana para remaja melakukan kebiasaan buruk setiap malamnya‟,
ditunjukkan pada kutipan “ing antarane langgam wengi kang kebak
wewadi”, „dizaman era globalisasi setiap malamnya menghabiskan
waktu dengan hura-hura‟, ditunjukkan pada kutipan “apa mung
lakune angin kang aran globalisasi”, „baik perempuan maupun laki-
laki berkumpul bersama‟, ditunjukkan pada kutipan “manungsa
padha ngumbar napsu”, „mereka tidak menghiraukan tata karma,
maupun tata susila yang terpenting bagi mereka dapat berkumpul
berhura-hura‟, ditunjukkan pada kutipan “kanthi ninggalake tata
227
krama lan tata susila”, „banyaknya wanita kupu-kupu malam yang
senang memakai pakaian ketat‟, ditunjukkan pada kutipan “manungsa
luwih seneng nglegena tanpa busana”, „wanita-wanita cantik tadi‟,
ditunjukkan pada kutipan “saengga perawan sunthi”, „memamerkan
seluk-beluk tubuhnya‟, ditunjukkan pada kutipan “akeh kang padha
pamer wewege payudara”, „untuk memancing nafsu para lelaki‟,
ditunjukkan pada kutipan “kang nuwuhake napsune para priya wuta”,
„jika generasi muda yang sekarang hilang etikanya seperti saat ini‟,
ditunjukkan pada kutipan “yen wis kaya mangkene”, „maka apakah
masih ada generasi penerus yang mempunyai sifat terpuji, berakhlak
mulia‟, ditunjukkan pada kutipan “kapan bakal tuwuh wiji-wiji
utama”, „agar dapat memperbaiki bangsa dan negara menjadi lebih
baik‟, ditunjukkan pada kutipan “kang bakal njunjung drajate bangsa
lan negara”, „namun malam masih tampak seperti kemarin tanpa ada
perubahan yang lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging wengi
iki isih kaya wingi”, „malam yang menyimpan rahasia kehidupan
yang tidak dapat diketahui orang lain‟, ditunjukkan pada kutipan
“wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi”, „terkecuali hanya
seseorang yang mempunyai jiwa suci yang diberikan petunjuk pada
sang Illahi untuk menemukan kebenaran, sehingga dapat mengubah
generasi muda menjadi lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “lan
mung ati kang suci bakal nemoni bener kang sejati”.
32) “Semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa
Kumawa nyisipke rasa kangen
228
Marang gumebyare dawane dalan kuthamu
Ing isih tumanjem ana ing pangelingku
Nalika daksawang mawar ana plataran omahmu semplah
Tansaya negesake yen ana waspa kulah
Ing pungkasane mangsa
Kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu
Sanajan atiiki wis kebak maneka crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”
(Pungkasane Mangsa, DL, 26/28/11/2015)
Terjemahan:
„Samarnya senyum bulan di akhir musim
Dapat menyisipkan kerinduan
Kepada terangnya jalan kotamu
Yang masih melekat di ingatanku
Ketika kupandang mawar di halamanmu menyesali
Menegaskan air mata yang tumpah
Di akhir musim
Yang menyaksikan melawan samarnya senyum bulan
Yang berada di ujung gerbang masih kuharap kedatanganmu
Walaupun hati sudah penuh banyak cerita
Tetapi malam ini kusiapkan
Hatiku menerima tangismu‟
Makna geguritan di atas adalah senyuman wanita cantik, yang
ditunjukkan pada kutipan “semburat esem rembulan ing pungkasane
mangsa”, „ia sedang merindukkan sosok kekasihnya‟, ditunjukkan
pada kutipan “kumawa nyisipke rasa kangen”, „setiap hari ia selalu
mengharapkan kedatangan kekasihnya‟, ditunjukkan pada kutipan
“marang gumebyare dawane dalan kuthamu”, „sosok kekasihnya
yang selalu tersimpan dalam ingatannya”, ditunjukkan pada kutipan
“ing isih tumanjem ana ing pangelingku”, „akan tetapi kerinduan tadi
berubah menjadi penyesalan karena dulu pernah mencampakan
kekasihnya‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika daksawang mawar
229
ana plataran omahmu semplah”, „setiap harinya hanya meneteskan
air mata penyesalan karena perbuatan yang pernah ia lakukan‟,
ditunjukkan pada kutipan “tansaya negesake yen ana waspa kulah”,
„seiring dengan bergantinya musim‟, ditunjukkan pada kutipan “ing
pungkasane mangsa”, „ketika malam tiba dengan hati yang gundah
gulana melihat senyum bulan yang tak seperti biasanya‟, ditunjukkan
pada kutipan “kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan”,
„hingga malam semakin berlarut harapan serta doa untuk kekasihnya
selalu dipanjatkan agar kekasihnya datang‟, ditunjukkan pada kutipan
“kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu”, „walaupun
hatinya penuh dengan permasalahan yang sedang menderanya‟,
ditunjukkan pada kutipan “sanajan ati iki wis kebak maneka crita”,
„namun malam ini akan tetap menunggunya‟, ditunjukkan pada
kutipan “nanging wengi iki daksaguhke”, „walaupun dirinya pernah
mencampakannya, ia akan tetap memaafkannya, karena semua
manusia tak ada yang sempurna‟, ditunjukkan pada kutipan “atiku
nampa tangismu”.
33) “Lintang –lintang ing jembare langit
Padha cumlorot kanthi kebak pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
Wis suwe anggenku ngrantu
Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”
(Lintang, DL, 34/23/1/2016)
230
Terjemahan:
„Bintang-bintang di luasnya langit
Saling menyinari penuh dengan teka-teki
Bersama lahirnya puisi di tengah malam yang pahit
Dia memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh
Dan menjadi rasi bintang waluku
Bintang-bintang di matamu
Sudah lama aku menunggu
Karena dari bintang dimatamu
Akan kupilih mana yang menjadi penuntun hidup‟
Makna geguritan di atas adalah suasana di malam yang dipenuhi
dengan bintang-bintang, yang ditunjukkan pada kutipan “lintang-
lintang ing jembare langit”, „menyinari dunia dengan menyimpan
sejuta rahasia yang belum diketahui oleh manusia‟, ditunjukkan pada
kutipan “padha cumlorot kanthi kebak pangganggit”, „bersinar
bersama puisi malam yang menandakan bahwa menjalani kehidupan
lebih berhati-hati‟, ditunjukkan pada kutipan “mbarengi laire gurit
ing satengah wengi kang pahit”, „akan tetapi bintang tadi lebih
memilih melayang serta menyusuri bumi yang sudah tua‟,
ditunjukkan pada kutipan “dheweke pilih kumleyang lan ngambah
bumi ringkih”, „kemudian bintang tadi jatuh‟ ditunjukkan pada
kutipan “lan tumiba ing netramu kanggo njima”, „berubah menjadi
bintang waluku‟ ditunjukkan pada kutipan “dadi lintang waluku”,
„bintang tersebut menggabarkan seorang penasehat yang akan
memberikan pencerahan hidup‟, ditunjukkan pada kutipan “lintang-
lintang ing netramu”, „sudah sekian lama ia menunggu
kedatangannya, ditunjukkan pada kutipan “wis suwe anggenku
ngrantu”, „karena ia adalah seorang penasehat‟, ditunjukkan pada
231
kutipan “amarga saka lintang ing netramu”, „yang akan menuntun
hidup seseorang ke jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan
“bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”.
34) “Jakarta dadi pangewan-ewan
Dikilani dhadhane dening rendheng
kang nggendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan tinja
Sawetara cangkem dandang lan wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”
(Jakarta Mangsa Rendheng, DL, 34/23/1/2016)
Terjemahan :
„Jakarta menjadi pusat pembicaraan
Di hina, di ejek oleh musim penghujan
yang menggila
Berkuasa. Rumah-rumah tenggelam
Terselimuti oleh mendung
Sapi glonggongan dipenuhi air
Jakarta mendapat kiriman hujan dari Bogor
Tidak sesuai dengan kenyataan
Menjadi rawa menghiasi rumah-rumah tingkat
Anak-anak ramai berenang
Di air kubungan sampah dan kotoran
Sementara mulut dandang dan wajan
Di pos pengungsian kosong
Menanti bantuan dari orang lain
Menerima bantuan seadanya
Jakarta lumpuh total
232
Sepi dalam keramaian
Patung selamat datang kedinginan
Bunga yang ditangannya digenggam erat takut jika terbawa
arus
Tugu Monas
Mengarah ke langit‟
Makna geguritan di atas adalah Jakarta merupakan ibu kota yang
setiap tahunnya menjadi pusat pembicaraan publik, yang ditunjukkan
pada kutipan “jakarta dadi pangewan-ewan”, „yang setiap tahunnya
selalu mendapatkan guyuran hujan deras, ditunjukkan pada kutipan
“dikilani dhadhane dening rendheng”, „yang mengakibatkan banjir
bandhang‟, ditunjukkan pada kutipan “kang nggendheng”, „kedatangan
banjir bandang menenggelamkan rumah-rumah warga‟, ditunjukkan
pada kutipan “kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen”,
„diselimuti oleh mendung hitam‟, ditunjukkan pada kutipan “diungkep
tendha langit klawu”, „banjir bandang tadi juga menenggelamkan
hewan-hewan milik warga‟, ditunjukkan pada kutipan “pindha sapi
glonggongan”, „ibu kota Jakarta merupakan sebuah ibu kota
langganan banjir yang mendapat kirman dari kota Bogor‟, ditunjukan
pada kutipan “jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor”, „tidak
sesuai dengan namanya sebagai pusat ibu kota‟, ditunjukkan pada
kutipan “dumadak salah kedaden”, „kini Jakarta berubah menjadi
rawa yang menenggelamkan ratusan rumah warga‟, ditunjukkan pada
kutipan “dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong tundha”,
„akan tetapi anak-anak pada umumnya memanfaatkan banjir tersebut
untuk bermain‟, ditunjukkan pada kutipan “bocah-bocah gumyak
233
lelangen”, „banjir yang sudah tercampur oleh kotoran dan sampah
yang menggenang‟, ditunjukkan pada kutipan “ing banyu cem-ceman
uwuh lan tinja”, „korban banjir tidak dapat melakukan aktivitas
memasak‟, ditunjukkan pada kutipan “sawetara cangkem dandang
lan wajan”, „warga yang terkena banjir berlarian untuk mengungsi di
posko pengungsian ditunjukkan pada kutipan “ing pos pengungsian
ndlongop”, „seluruh warga yang terkena banjir mengharapkan
bantuan‟, ditunjukkan pada kutipan “ngrantu kumlawene tangan
asih”, „semua pengungsi menerima bantuan ala kadarnya‟,
ditunjukkan pada kutipan “wuwur bantuwan sakdhare”, „keadaaan
Jakarta yang sangat memprihatinkan‟, ditunjukkan pada kutipan
“Jakarta ngalumpruk”, „terlihat keadaannya yang lumpuh total‟,
ditunjukkan pada kutipan “kesemrawutan kale”ming kedhung
prihatin”, „gapura selamat datang juga terendam banjir‟, ditunjukkan
pada kutipan “reca selamat datang gigilen”, „warga sekitar
mengenggam barang bawaanya dengan erat‟, ditunjukkan pada
kutipan “kembang ing tangane tinekem kenceng”, „agar tidak terbawa
arus‟, ditunjukkan pada kutipan “sumelang ngregeli kali”, „hanya
Tugu Monas yang selamat dari banjir‟, ditunjukkan pada kutipan
“Tugu Monas”, „sehingga tampak megah mengarah ke langit‟,
ditunjukkan pada kutipan “nuding langit”.
35) “Ing puputing mangsa ketiga iki
Katon esemu kang edi
Kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali
Leledhang nyempyok kanan kering
234
Nyenggol watu-watu garing
Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
Kadya nunggu kancamu kang murca
Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa
Gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali
Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”
(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)
Terjemahan :
„Akhir musim kemarau
Terlihat senyummu yang indah
Kegemericiknya air di sepanjang sungai
Tidak biasanya datang menyentuh tanah kering
Menyentuh bebatuan kering
Mengapa jalanmu ragu-ragu
Bagaikan menunggu temanmu yang jahat
Menelusuri akar-akar tua
Bersembunyi di sela-sela tanah kering
Karena hujan tidak kunjung datang
Apa karena salah musim
Derasnya air di pinggir sungai
Menjadi saksi
Air mengalir sedikit tidak seperti kemarin
Ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai
Mengajak bercanda dan bermain
Semua diambil
Sampai larinya terbirit-birit
Daun, ranting pohon-pohon, sawah dan rumah
Diterjang banjir bandang
Semua hilang‟
235
Makna geguritan di atas adalah musim kemarau yang hampir
habis, yang ditunjukkan pada kutipan “ing puputing mangsa ketiga
iki”, „ketika memandangnya yang terlihat hanya senyuman yang
indah‟, “katon esemu kang edi”, „yang terdengar dari sisa akhir musim
kemarau gemericiknnya air disepanjang sungai‟, ditunjukkan pada
kutipan “kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali”, „keadaan
air yang mengalir disepanjang sungai tidak seperti biasanya. Air
sungai serayu datang secara tiba-tiba menyentuh tempat yang tidak
semestinya‟, ditunjukkan pada kutipan “leledhang nyempyok kanan
kering”, „sungai tadi mengaliri bebatuan‟, ditunjukkan pada kutipan
“nyenggol watu-watu garing”, „sungai tersebut mengaliri semuanya
yang ada „ditunjukkan pada kutipan “yagene lakumu marikelu”, „akan
tetapi aliran sungai mengalir tampak ragu-ragu seperti mau mengalir
tapi terlihat seperti tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “mandheg
mangu”, „aliran sungai terlihat sedang menunggu kawan-kawannya
yang berhati jahat untuk mengaliri sepanjang sungai yang ada‟,
ditunjukkan pada kutipan “kadya nunggu kancamu kang murca”,
„mengaliri akar-akar tua yang berada disampingnya‟, ditunjukkan
pada kutipan “sumusup ing oyot-oyot tuwa”, „air sungai menggenangi
tanah yang kering‟, ditunjukkan pada kutipan “ndhelik ana sela-
selaning lemah nela”, „karena menunggu hujan yang tidak turun‟,
ditunjukkan pada kutipan “awit udan ora teka-teka”, „apakah
memang salah musim‟, ditunjukkan pada kutipan “apa krana salah
236
mangsa”, „akan tetapi derasnya air sungai‟, ditunjukkan pada kutipan
“gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali”, „menjadi
saksi perubahan alam‟, ditunjukkan pada kutipan “dadi seksi”, „aliran
sungi mengalir dengan tenang‟, ditunjukkan pada kutipan “banyu
kang mili sepi ora kaya wingi”, „ketika hujan lebat turun terlihat arus
sungai melambai‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika udan gedhe
lakumu katon ngawe-awe”, „aliran sungai yang deras meminta untuk
bermain bersama‟, ditunjukkan pada kutipan “ngajak lelumban lan
gegojegan”, banjir bandang mengambil semua yang ada‟, ditunjukkan
pada kutipan “kepara apa wae kok ranggeh”, „banjir bandang yang
mengalir begitu deras‟, ditunjukkan pada kutipan “nganti playune
menggeh-menggeh”, „dedauan, ranting, pepohonan, sawah dan
rumah hanyut terbawa arus banjir bandang‟, ditunjukkan pada kutipan
“godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah”, „akibat musibah banjir
bandang mengakibatkan banyak kerugian besar„, ditunjukkan pada
kutipan “katrejang banjir bandhang”, „tidak ada satu pun yang
tersisa‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh ilang”.
36) “Gawang-gawang esemmu cah bagus
Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”
(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
237
Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang terbayang
senyuman lekaki tampan, yang ditunjukkan pada kutipan “gawang-
gawang esemmu cah bagus”, „mata yang dimiliki lelaki tampan
terlihat bahwa ia adalah seorang lelaki menyanyi wanita yang
dikasihi‟, ditunjukkan pada kutipan “netramu… nyumunurake sih
katresnan”, „serta tatapannya membuat hatinya semakin berdebar
seolah-olah tak ingin jauh darinya‟, ditunjukkan pada kutipan
“liringane gawe atiku trataban”, „namun‟, ditunjukkan pada
kutipan “eman…”, „senyum yang ia tebarkan‟, ditunjukkan pada
kutipan “esem kuwi”, „dan tatapan matanya‟, ditunjukkan pada
kutipan “netra kuwi”, „semua itu bukanlah untukku, karena aku
hanyalah seorang pengagum saja‟, ditunjukkan pada kutipan “dudu
kanggo aku”, „dan cintanya bukan untukku, walupun begitu ia
tetap menerima kenyatan yang seperti itu‟, ditunjukkan pada
kutipan “legawa atiku nyawang tan bisa duweni”.
37) “Sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing watu-
watu karanta
Tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa
ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih eman nguncalake
udan
238
Dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah
garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad
kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara kang siningit
Babaring kidang kang adigang
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjurbundhelaning wulangreh dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep puguh
reruntungan”
(Watu-Watu Karang, DL, 36/06/2/2016)
Terjemahan:
„Banyaknya burung di batu karang tetap berkicau
Bernyanyi dan membuat rindu yang tidak dapat hilang
Ketika badan tidak berdaya, langit masih mau memberikan
hujan
Kukerahkan semua tenagaku
Supaya tanah menjadi basah
Terlihat tenang dan tentram
Lihatlah. . .
Bintang bulan beriringan membacakan puisi
dengan jelas:
Kenyataanya perjalanan ini terselimuti awan hitam, batu
karang yang bertebaran
Benar dirimu
Ternyata kerasnya batu tersamar oleh bayang-bayang
Semakin lama semakin jelas
Nyanyian berasal dari hutan
Terang menerangi segala kesulitan hilang
Keras dan batu kejahatan yang dirahasiakan
Akhirnya kidang yang sakti
Gajah yang memamerkan keluhuran
239
kepintaran terbawa ular
setelah mati tak ada gunanya
Setelah itu kumpulan pengetahuan aku baca
Akhirnya bintang bulan saling beriringan‟
Makna geguritan di atas adalah banyaknya burung sedang
berkicau di bebatuan menyambut pagi hari, yang ditunjukkan pada
kutipan “sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing watu-
watu karang”, „mereka tetap berkicau dengan merdu sehingga
membuat orang tidak bisa menghilangkan kerinduannya‟, ditunjukkan
pada kutipan “tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa
ilang”, „walaupun banyaknya manusia yang tidak semangat menjalani
aktivitas, akan tetapi nikmat Tuhan yang begitu banyak selalu
menurunkan hujan‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika raga tanpa
daya, langit isih eman nguncalake udan”, „tetesan hujan sangat
berharga karena dapat membasahi tanah-tanah supaya subur sehingga
manusia dapat bercocok tanam‟, ditunjukkan pada kutipan
“dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah garing”,
„tidak hanya itu saja agar senantiasa manusia merasakan‟, ditunjukkan
pada kutipan “sinawang ayem tentrem”, „semua orang‟, ditunjukkan
pada kutipan “sawangen…”, „di malam yang begitu indah ini lihatlah
ke atas bahwa bintang dan bulan sedang membaca puisi‟, ditujukan
pada kutipan “lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad”,
„puisi tadi berisikan sangat jelas mengenai kehidupan seseorang‟,
ditunjukkan pada kutipan “kang cetha”, „bahwa perjalanan seseorang
dengan berusaha keras untuk mencapai kebahagiaan secara sabar dan
240
rendah hati walaupun banyak rintangan‟, ditunjukkan pada kutipan
“sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng”, „yang
menghalanginya‟, ditunjukkan pada kutipan “watu karang kang
sumebar”, „namun ia tidak pernah mengeluh karena usaha yang
dilalui dengan kejujuran akan memetik kebahagiaan‟, ditunjukkan
pada kutipan “dakkira beninge banyu”, „kebenaran tersebut telah
diakui banyak orang‟, ditunjukkan pada kutipan “bener sliramu”,
„karena jika seseorang yang menjalani usahanya dengan rendah hati
tanpa ada kesombongan maka rintangan pun akan menghilang satu-
persatu‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul atosing watu sinamar ing
amun-amun”, „hal tersebut semakin jelas‟, ditunjukkan pada kutipan
“sangsaya cetha”, „ketika suara nyanyian berasal dari hutan‟,
ditunjukkan pada kutipan “juntrunge uran-uran ing alas”, „segala
kesulitan yang ia hadapi selama ini hilang seketika‟, ditunjukkan pada
kutipan “padhang trawangan binabar keketing bundhetan”,
„sedangkan seseorang dalam menjalani kehidupan dengan berhati
jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “padhas lan watu-watu angkara
kang siningit”, „kemudian ia suka menyombongkan segalanya,
ditunjukkan pada kutipan “babaring kidang kang adigang”, „serta
suka memamerkan kelebihannya‟, ditunjukkan pada kutipan “gajah
kang adigung”, „akan tetapi jika semua itu di ambil oleh sang
Pencipta semua berakhir dengan sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan
“adiguna ginawa ula”, „kesombongannya berakhir dengan sebuah
241
kematian yang sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan “bareng mati
sampyuh tanpa guna”, „dari cerita perjalanan kehidupan dua ingsan
yang satu berhati baik, berbudi luhur sedangkan yang satunya berhati
jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “banjur bundhelaning wulangreh
dakwaca maneh”, „dapat dipetik hikmahnya bahwa kebahagian
seseorang tidak dapat diukur dengan kekayaan atau kekuatan yang
dimiliknya. Namun budi pekerti yang luhur yang akan membawa
seseorang ke dalam kebahagiaan yang abadi‟, ditunjukkan pada
kutipan “ing wusana lintang rembulan tetep puguh reruntungan”.
38) “Wayang kulit temancep ing debog
Jejer-jejer nedya mamerake kaprigelane
Jogede manut Ki Dhalang
Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta sungkawa
Sakehing iwak pijer ndedonga
Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan tepung
Emoh nyawang apa maneh nyinau
Luwih kapilut budaya manca kang mblasukake moral”
(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)
Terjemahan:
„Wayang kulit tertancap di simpingan
Berjajar-jajar memamerkan keuletan
Goyangnya mengikuti Dhalang
Bersama alunan gending yang indah
Kecewanya tidak banyak orang yang menyaksikan
Wayang kulit tersingkir jauh
Rumput teki setia menemani
Batu hitam ikut berbela sungkawa
242
Banyak ikan ikut berdoa
Lumut-lumut ikut menghibur
Sejatinya wayang kulit mengandung ajaran yang baik
Berguna untuk tujuan hidup
Sayangnya para pemuda sekarang tidak menghiraukan
Tidak mau melihat bahkan mempelajari
Lebih menyukai budaya manca Negara yang menjerumuskan
moral‟
Makna geguritan di atas adalah seorang dhalang yang sedang
memainkan sebuah pentas seni pewayangan, yang ditunjukkan pada
kutipan “wayang kulit temancep ing debog”, „wayang-wayang yang
dimainkan oleh dhalan. Ssejatinya wayang tersebut memamerkan
keuletannya di depan penonton‟, ditunjukkan pada kutipan “jejer-jejer
nedya mamerake kaprigelane”, „dan melihatkan kelincahannya dalam
bergoyang‟, ditunjukkan pada kutipan “jogede manut Ki Dhalang”,
„pentas pewayangan tersebut diiringi dengan alunan gending sehingga
terlihat sangat meriah‟, ditunjukkan pada kutipan “sinareng
antawacana kang becik”, „akan tetapi satu yang menjadi
permasalahannya. Bahwa peninggalan budaya Jawa yang salah
satunya pentas pewayangan, pada era modern seperti saat ini jarang
anak muda bahkan orang tua yang mau menyaksikan pementasan
wayang sehingga membuat dhalang merasa kecewa‟, ditunjukkan
pada kutipan “kuciwane datan akeh wong kang nyawang”, „wayang
kulit yang merupakan peninggalan leluhur „, „tergeser oleh kemajuan
teknologi yang pesat membuat pagelaran wayang menjadi terbaikan‟,
ditunjukkan pada kutipan “wayang kulit tersingkur sampai pinggir
kali”, „yang setia menemani hanyalah rerumputan‟, ditunjukkan pada
243
kutipan “suket teki setya ngancani”, „bebatuan ikut bersedih hati,
ditunjukkan pada kutipan “watu-watu item asung beta sungkawa”,
„seluruh ikan mendoakan yang terbaik agar pewayangan dapat
dihidupkan kembali‟, ditunjukkan pada kutipan “sakehing iwak pijer
ndedonga”, „sedangkan lumut memberikan hiburan agar wayang kulit
tidak bersedih hati‟, ditunjukkan pada kutipan “lumut-lumut asung
panglipur”, „sebenarnya wayang kulit memberikan ajaran tentang
budi pekerti, tentang perjalanan hidup, keagaman dan lain-lain‟,
ditunjukkan pada kutipan “sejatine wayang kulit ngemot pitutur
luhur”, „bertujuan sebagai ajaran kehidupan agar senantiasa selalu
diberikan rahmat, perjalanan hidup yang terang‟, ditunjukkan pada
kutipan “piguna kanggo pancase urip”, „di era modern ini khususnya
generasi muda tidak menghiraukan maupun meneruskan budayanya‟,
“eman pra mudha jaman saiki datan tepung”, „bahwa enggan
menyaksikan atau mempelajari budannya sendiri‟, ditunjukkan pada
kutipan “emoh nyawang apa maneh nyinau”, „mereka lebih antusias
dengan kebudayaan barat yang isinya tak bermanfaat sehingga dapat
menjadikan moral bangsa khususnya generasi muda menjadi rusak‟,
ditunjukkan pada kutipan “luwih kapilut budaya manca kang
mblasukake moral”.
39) “Kanthi esem rangu
Kowenehake swara fals
Ngiringi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
244
Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu clathumu
Cilikmu wis tumindhak diwasa
“Embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu saka ing arah jero
Disuk dening gumrenggenge penumpang kapal
Aku kelangan lacak
Amung uwuh ngawe-awe
Nyeggol mburitan
Mingka dolanan ombak”
(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)
Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kau berikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut
Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu
Kecilmu sudah bertindak dewasa
“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari dalam
Berdesakan dengan suara penumpang kapal
Aku kehilangan arah
Hanya sampah yang melambai-lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟
Makna geguritan di atas adalah seorang pengamen yang
berpura-pura bersikap ramah kepada orang lain untuk menambah
tali persaudaraan agar lebih erat, yang ditunjukkan pada kutipan
“kanthi esem rangu”, „ia menghibur penumpang kapal dengan
suara falsnya yang khas‟, ditunjukkan pada kutipan “kowenehake
245
swara fals”, „suara pengamen tadi mengiringi perjalanan para
penumpang‟, ditunjukkan pada kutipan “ngiringi lagu kulonan”,
„alunan suaranya menambah asamnya air laut‟, ditunjukkan pada
kutipan “sing nambahi asin banyu segara”, „setiap hari
kegiatannya hanya mengamen di kapal. Ia mengawali kegiataanya
dengan ucapan salam kepada seluruh kapal penumpang‟,
ditunjukkan pada kutipan “uluk salam”, „dengan berpakaian
compang-camping‟, ditunjukkan pada kutipan “tan klambimu sing
kumel”, „agar mendapatkan simpati‟, ditunjukkan pada kutipan
“ngrogoh saben ati”, „demi mendapatkan pundi-pundi rupiah‟,
ditunjukkan pada kutipan “satus repis rongatus repis”, „suaranya
yang khas untuk menyambung hidup‟, ditunjukkan pada kutipan
“kanggo nambahi dawane wektu clathumu”, „seorang
penumpamg bertanya kepada pengamen bahwa masa kecilmu
sudah berfikir dewasa „, ditunjukkan pada kutipan “cilikmu wis
tumindhak diwasa”, „suara bapak-bapak yang berasal dari dalam‟,
ditunjukkan pada kutipan “embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu
saka ing arah jero”, „saat itu juga berdesakan dengan penumpang
kapal‟, ditunjukkan pada kutipan “disuk dening gumrenggenge
penumpang kapal”, „sehingga ia kehilangan jejak untuk keluar dari
kapal tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “aku kelangan lacak”,
„yang terlihat hanya sampah‟, ditunjukkan pada kutipan “amung
uwuh ngawe-awe”, „yang menyentuh bagian belakang kapal‟,
246
ditunjukkan pada kutipan “nyeggol mburitan”, „yang bermain
dengan alunan ombak‟, ditunjukkan pada kutipan “mingka dolanan
ombak”.
40) “Padha dene luru saben wektu
Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
Kang padha disarujuki bebarengan
Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran
Kang den tuju
Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung turunan
Senadyan pungkasan bisa musna sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel panguwasa
Lali marang kawula lan Kang Kuwasa”
(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)
Terjemahan:
„Sama halnya mencari setiap waktu
Menggunakan segala cara
Kasar, halus, halal dan haram
Hanya menjadi kebohongan
Jauh dari perilaku sehari-hari
Walaupun sudah ada peraturan
Melanggar peraturan secara bersama
Akhirnya tidak ditaati
Secara diam-diam menyingkirkan peraturan
247
Yang dituju
Bagaimana supaya dapat memperoleh
Ketika sudah memperoleh
Sepertinya semua dapat diperoleh
Dari harta yang berharga
Mengumbar hawa nafsu kerakusan
Kemarahan dan meninggalkan kebaikan
Meninggalkan nafsu ketentraman juga kepercayaan
Yang kemarin ditangkap tetapi menyelak
Hanya sepintas saja
Uang jutaan, miliaran hingga triliunan
Yang sepertinya tinggal mengambil
Untuk kemakmuran anak tujuh turunan
Pada akhirnya akan habis
Jika sudah ketahuan dan terbukti di meja hijau
Membawa kemurkaan memakai baju penjara
Karena kekeliruan dalam mengambil kekuasaan
Lupa dengan saudaranya dan Tuhan‟
Makna geguritan di atas adalah seorang pejabat tinggi
yang mencari harta setiap saat sampai tak mengenal waktu, yang
ditunjukkan pada kutipan “padha dene luru saben wektu”,
„mencari harta dengan mengahalalkan semua cara‟, “nganggo
cara-cara apa wae”, „mulai dengan cara halus, halal, dan haram‟,
ditunjukkan pada kutipan “kasar alus halal haram”, „semua itu
hanyalah kebohongan untuk mendapatkan keinginan agar tercapai‟,
ditunjukkan pada kutipan “mung dadi lamise lambe”, „jauh
berbeda dengan tindak yang selama ini dilakukannya‟, ditunjukkan
pada kutipan “adoh saka kasunyatan laku”, „walaupun dalam suatu
pekerjaan sudah ada peraturan yang harus dipatuhi seluruh pejabat
tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “nadyan wus ana paugeran”,
„akan tetapi mereka tidak menghiraukan peraturan tersebut‟,
ditunjukkan pada kutipan “kang padha disarujuki bebarengan”,
248
„sehingga peraturan telah dibuat dilanggar secara bersama‟,
ditunjukkan pada kutipan “pungkasane ora dipaelu”, „secara
sembunyi-sembunyi melanggar semua peraturan‟, ditunjukkan
pada kutipan “selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran”,
„yang dituju‟, ditunjukkan pada kutipan “kang den tuju”, „mereka
melakukan segala tindakan agar kekuasaan yang mereka cari‟,
ditunjukkan pada kutipan “mung piye bisane”, „ jika kekuasaan
tersebut dapat diperoleh‟, ditunjukkan pada kutipan “merga yen
wus karengkuh”, „mereka dapat mengambil semua yang
diinginkan melalui harta‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya-kaya
apa wae bisa uga karengkuh”, „karena bagi mereka harta adalah
segala-galanya‟, ditunjukkan pada kutipan “saka bandha raja
brana”, „mereka juga mengahambur-hamburkan harta‟,
ditunjukkan pada kutipan “tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah”,
„senang mengumbar amarah kepada siapa saja dan tidak pernah
melakukan tindakan yang baik‟, ditunjukkan pada kutipan “amarah
sarta supiyah”, „mereka lupa bahwa ketentraman merupakan bekal
dalam menjalani kehidupan, serta kepercayaan yang diberikan
kepada mereka telah dilalaikan‟, ditunjukkan pada kutipan
“ninggalke nafsu mutmainah uga amanah”, „ternyata semua itu
hanya sementara, setelah mereka tertangkap basah namun masih
bisa mengelak‟, ditunjukkan pada kutipan “sing wingi jare saguh
dicekel puguh”, „semua yang sudah mereka peroleh hilang
249
seketika‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul kalepyan dening
gebyare”, „uang jutaan, miliaran hingga triliunan jumlahnya‟,
ditunjukkan pada kutipan “dhuwit yutan, milyaran tekane
triliyunan”, „yang cara mendapatkannya hanya seperti menggesek
uang‟, ditunjukkan pada kutipan “sing kaya-kaya kari nyaruk”,
„uang sebanyak itu untuk kesejahteraan anak cucunya kelak‟,
ditunjukkan pada kutipan “kanggo mulyane anak putu pitung
turunan”, „akan tetapi harta tidak selamanya menjadi miliknya‟,
ditunjukkan pada kutipan “senadyan pungkasan bisa musna
sagebyaran‟, „setelah terbukti menjadi tersangka penggelapan
uang, maka mereka di usut ke meja hijau dimintai
pertanggungjawaban‟, ditunjukkan pada kutipan “yen wis
konangan lan kabukten ana mejane pesakitan”, „membawa
kesalahan yang telah diperbuat dengan berpakaian penjara‟,
ditunjukkan pada kutipan “nggawa wirang nganggo klambi
pakunjaran”, „hal itu disebabkan karena kesalahan dalam
mengambil kekuasaan yang bukan menjadi haknya‟, ditunjukkan
pada kutipan “amarga padha klreu nggone cekel panguwasa”,
„karena uang serta kekuasaana menjadikannya lupa dengan saudara
dan Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “lali marang kawula lan
Kang Kuwasa”.
41) Wong urip ing donya
Mung siji panggayuhe yen ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
250
Yen sliramu kepingin langit anyar
Tumujua ing papan kang padhang
Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
Seneng andum katresnan
Setya tuhu ndherek Gusti”
(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)
Terjemahan:
„Orang hidup di dunia
Hanya satu keinginannya jika dipanggil Tuhan
Hidup di langit lapis ke tujuh
Tempat suci Tuhan Yang Maha Esa
Jika kamu menginginkan langit yang baru
Berjalanlah menuju jalan yang terang
Singkirkan gelapnya kehidupan
Cepat-cepat memakai baju baru
Jika kamu menginginkan kehidupan baru
Bongkar, buanglah kehidupan lamamu
Penuh dosa dan kemungkaran
Suka menindas orang yang kekurangan
Jalan menuju langit yang baru
Memberikan contoh kepada sesama
Suka memberikan kasih sayang
Setia dan patuh kepada Tuhan‟
Makna geguritan di atas adalah seseorang yang hidup di
dunia, yang ditunjukkan pada kutipan “wong urip ing donya”, „jika
suatu saat mereka harus menghadap kepada Tuhan yang diinginkan
hanya satu yaitu‟, ditunjukkan pada kutipan “mung siji panggayuhe
yen ketimbalan Gusti”, „mengharap agar diberikan tempat yang paling
indah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngudi urip ing langit tundha pitu”,
„merupakan surganya Tuhan ‟, ditunjukkan pada kutipan “papan suci
251
Sang Hyang Widhi”, „jika semua orang menginginkan tempat yang
indah‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu kepingin langit anyar”,
„jalani kehidupan yang di ridhoi Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan
“tumujua ing papan kang padhang”, „tinggalkan semua keburukan
yang menjadikan penghalang dalam hidupmu‟, ditunjukkan pada
kutipan “singkirna pepetenging urip”, „lebih baik berjalannlah ke
jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan “enggal-enggal nganggo
klambi anyar”, „apabila kamu menginginkan kehidupan yang
diberkahi Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu kepingin
langit anyar”, „mulai dari sekarang, hapuslah kehidupanmu yang
buruk penuh dosa‟, ditunjukkan pada kutipan “udharen, buwangen
urip lawas”, „ penuh dosa dan kejahatan yang pernah dilakukan
semasa hidup‟, ditunjukkan pada kutipan “kebak dosa dur angkara
murka”, „selama hidup hanya suka menindas orang miskin‟,
ditunjukkan pada kutipan “seneng nindhes kang apes”, „perjalanan
hidup untuk menggapai ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan
“dedalane nggayuh langit anyar”, „dimulai dari memberikan contoh
yang baik dengan saling mengingatkan kepada sesama untuk
beribadah di jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan “asing
tuladha mring pepadha”, „saling mengasihi satu sama lain tanpa
membedakan status sosial‟, ditunjukkan pada kutipan “seneng andum
katresnan”, „kemudian patuh menjalankan kewajiban dan menjauhi
laranganNya‟, ditunjukkan pada kutipan “setya tuhu ndherek Gusti”.
252
42) Ing plataran wayah sore
Ana sawetara bocah padha dolanan
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra
Nyedak karo omong
“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng meneng”
“Beda karo manungsa
Sanadyan wis wareg, kanca lan sedulur tegel
diuntal
Wis turah bandha, isih wae srakah”
Rampung omong bocah mau lap, ilang
Lamat-lamat aku kelingan
Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen srakah”
(Pacelathon Wayah Sore, 33/16/1/2016)
Terjemahan:
„Di halaman ketika sore hari
Ada beberapa anak tengah bermain
Salah satu di antaranya bertanya
“Siapakah yang galak di dunia ini”
“Macan”, jawab temannya
“Singa, buaya, ikan hiu”, yang lain saling menyahut
Ikut menjawab
Tiba-tiba ada anak yang kurang sempurna
Mendekat sambil berbicara
“Ada yang lebih galak
Saya beri tahu, meskipun galak
Hewan tersebut jika sudah kenyang akan diam”
“Berbeda dengan manusia
Meskipun sudah kenyang, teman dan saudara tega
dimakan
Sudah berlimpah harta, masih saja serakah”
253
Selesainya bicara kemudian anak itu menghilang
Samar-samar saya teringat
Anak tersebut menjadi sengsara
Karena harta warisan orang tuanya
Dikuasai saudaranya yang serakah‟
Makna geguritan di atas adalah di halaman rumah ketika sore
hari, yang ditunjukkan pada kutipan “ing plataran wayah sore‟,
„banyak anak-anak tengah bermain bersama‟, ditunjukkan pada
kutipan “ana sawetara bocah padha dolanan”, „diantara sekian
banyak anak, salah satunya bertanya kepada temannya‟,
ditunjukkan pada kutipan “salah sijine pitakon”,„siapa yang paling
galak di dunia ini‟, ditunjukkan pada kutipan “sapa sing galak
neng donya iki”, „kemudian temannya menjawab macan yang
galak‟, ditunjukkan pada kutipan “macan, “wangsulane kancane”,
„ada yang menjawab singa, buaya, ikan hiu, selebihnya ada yang
menjawab burung‟, ditunjukkan pada kutipan “singa, baya, iwak
hiu, “liyane saur manuk”, „ikut menjawab‟, ditunjukkan pada
kutipan “melu wangsulan”, „selang beberapa saat ternyata ada anak
yang kurang sempurna‟, ditunjukkan pada kutipan “dumadakan,
ana bocah ora pakra”, „ia berkata‟, ditunjukkan pada kutipan
“nyedak karo omong”, „bahwa di dunia ini ada yang lebih galak
sifatnya melebihi hewan‟, ditunjukkan pada kutipan “ana sing
luwih galak”, „hewan akan galak apabila diganggu oleh manusia
atau kelaparan‟, ditunjukkan pada kutipan “tak kandhani ya,
sandyan galak”, „hewan akan jinak apabila ia sudah mendapatkan
254
mangsanya‟, ditunjukkan pada kutipan “kewan yen wis wareg
anteng meneng”, „berbeda jauh dengan manusia‟, ditunjukkan pada
kutipan “beda karo manungsa”, „walaupun ia sudah merasa kenyang,
namun jika sedang marah semua orang yang berada disekitarnya akan
terkena pelampiasannya‟, ditunjukkan pada kutipan “sanadyan wis
wareg, kanca lan sedulur tegel diuntal”, „apalagi soal harta walaupu
dia sudah punya namun jika melihat harta orang lain ia juga akan
mengambil alih yang bukan haknya‟, ditunjukkan pada kutipan “wis
turah bandha, isih wae srakah”, „setelah ia selesai berbicara dengan
panjang lebar, kemudian anak tadi pergi‟, ditunjukkan pada kutipan
“rampung omong bocah mau lap, ilang”, „salah satu di antara anak-
anak tadi mengingat sesuatu hal‟, ditunjukkan pada kutipan “lamat-
lamat aku kelingan”, „ada anak sebayanya yang sengsara‟,
ditunjukkan pada kutipan “bocah mau dadi sengsara”, „karena harta
yang diwariskan untuk anaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “amarga
bandha tinggalane wong tuwane”, „di ambil oleh saudaranya yang
serakah tak mempunyai hati nurani‟, ditunjukkan pada kutipan
“dikakahi sedulur sing pancen srakah”.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dari pembahasan sebagaimana telah
diuraikan dalam pembahasan. Dapat disimpulkan bahwa analisis gaya bahasa
pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April
2016 adalah sebagai berikut:
1. Jenis-jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang
terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang 3 Oktober 2015 - 2
April 2016 adalah (a) gaya bahasa retoris meliputi: 12 indikator Asonansi,
3 indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 9
indikator simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April
2016 adalah gaya bahasa personifikasi.
2. Banyak makna yang dapat dipetik dari rubrik geguritan dalam majalah
Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 yang berhubungan
dengan masalah kehidupan sehari-hari seperti masalah percintaan,
ekonomi, dan nilai religius.
B. Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat
diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, sebaiknya jadilah pembaca yang cerdas khususnya saat
membaca sebuah karya sastra misalnya geguritan. Pembaca yang cerdas
255
256
yaitu pembaca yang dapat mengetahui makna yang tersirat dibalik kata-
kata yang diungkapkan oleh pengarang dan dapat mengambil hikmah dari
geguritan yang telah dibaca. Selain itu bagi pembaca yang ingin membuat
geguritan sebaiknya lebih banyak membaca geguritan dan membaca
kamus agar dalam membuat geguritan hasilnya indah.
2. Bagi peneliti, sebaiknya lebih banyak dalam mempelajari tentang sastra
agar dalam mengkaji geguritan khususnya gaya bahasa lebih mendalami,
dan timbul rasa cinta pada sastra khususnya geguritan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Ana, Iva Avri. 2012. Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Teratak karya Evi
Idawati. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Sastra Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamal M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Endraswara, Suwardi. 2008. Pengantar Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Sewon
Press.
___________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center
For Academic Publishing Service)
Fidiyani, Eka Nur. 2012 Analisis Pemajasan dalam kumpulan Geguritan Layang
Pangentasan karya Suryanto Sastroadmodjo. Universitas Negeri
Semarang.
Ginanjar, Nurhayati dkk. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta : Cakrawala
Media.
Handayani, Novita. 2012. Analisis Gaya Bahasa Perulangan dan Pemadatan Arti
pada Antologi Geguritan Garising Pepesthen karya R Bambang Nur
Singgih. Universitas Negeri Yogyakarta
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka.
___________. 2013. Pengajaran Sastra.Yogyakarta : Ombak
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Majalah Djaka Lodang No. 18 sampai dengan No. 44. Edisi 3 Oktober 2015
sampai dengan 2 April 2016.
Mardiwarsito, L. 1978. Kamus Jawa Kuna (Kawi) – Indonesia. Ende – Flores:
Nusa Indah.
257
258
Maysaroh, Rizky. 2010. Analisis Gaya bahasa dalam Cerbung Salindri Kenya
Kebak Wewadi karya Pakne Puri dalam majalah Panjebar Semangat.
Universitas Negeri Semarang.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
___________. 2010. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Pres.
___________. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Pres.
Nurhayati, 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta : Media Perkasa
Padmosoekotjo. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa. Jogjakarta: Hien Hoo
Sing
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Purwadi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta : Panji Pustaka.
___________. 2009. Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Estetika Sastra dan Budaya : Pustaka Pelajar
___________. 2015. Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ricoeur, Paul. 2012. Teori Interpretasi. Jogjakarta : IRCisoD
Setyowati, Eny. 2013. Analisis Gaya Bahasa Kias dalam Ketoprak Siswobudoyo
Sri Hunning Mustika Tuban. Universitas Negeri Yogyakarta
Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Duta
Wacana University Press.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
___________. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
259
Tarigan, Henry Guntur. 2015. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
___________. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa.
Teeuw A, 2015. Sastra dan Ilmu sastra. Bandung : PT Dunia Pustaka Jaya.
Waluyo, Herman. 2008. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga :Widya Sari
Press.
Wellek & Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Widayat, Afendy. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4