Golongan 8B

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe-Ru-Os, Co-Rh-Ir, dan Ni-Pd-Pt, terletak
pada golongan VIII. Tiga logam kelompok pertama, kedua, dan ketiga masing-masing terletak
dalam golongan 8,9, dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC. Kesembilan unsur ini sering
dibicarakan menurut lajur horizontal oleh karena kemiripan sifatnya, khususnya untuk Fe-Co-Ni.
Keenam unsur yang lain dikenal sebagai kelompok logam-logam platina, yang terbagi dalam dua
set triad horizontal. Namun seiring dengan kemajuan penemuan senyawa-senyawa dari
kesembilan unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur golongan lebih tepat dibandingkan dengan
dengan pembahasan berdasarkan lajur horizontal.

Berbeda dengan golongan unsur-unsur yang lain, golongan VIII B dalam sistem periodik terdiri
atas unsur yang terbagi atas 3 sub golongan secara vertikal yang disebut triad transisi. Dalam
sistem periodik modern, ketiga triad transisi ini diberi masing-masing penggolongan baru yaitu
nomor 8, 9, dan 10. Namun kecenderungan sifat terutama sifat kimia mereka secara horizontal
lebih banyak memiliki kemiripan dibanding sifatnya secara vertikal. Sehingga sering
dikelompokan kembali dalam 3 kelompok mendatar yang masing-masing beranggotakan 3
unsur. Kelompok pertama pada periode keempat disebut triade besi (Fe, Co, Ni), triade platina
ringan (Ru, Rh, Pd) dan triade platina (Os, Ir,Pt).Pada makalah ini akan dibahas mengenai
golongan triade besi, yaitu besi (Fe), kobalt (Co), dan nikel (Ni). Logam besi terletak pada
golongan 8, kobalt golongan 9, dan nikel golongan 10.

Besi mempunyai kelimpahan terbesar ke empat di kulit bumi,setelah O,Si dan Al. Besi
menyusun 62.000 atau 6,2% dari berat kulit bumi. Dunia memproduksi biji besi 970 miliyar ton
di tahun 1988. Sumber terbesar adalah USSR 26%, China 17%, Brazil 15%, Australia 10%, USA
6%, India 5% dan Kanada 4%. Ini menghasilkan 538 miliyar ton besi cor ditahun 1988.Kobalt
merupakan logam yang jarang ditemukan, diperkirakan meliputi 20 ppm dalam kerak bumi.
Sedangkan nikel menduduki urutan ke-24 dalam jumlah kandungannya di kerak bumi. Ketiga
unsur logam ini dikelompokkan secara horizontal dalam golongan triade besi dikarenakan
kemiripan sifatnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
ketiga unsur ini, berkaitan dengan sumber dan kelimpahannya, sifat fisika dan kimia, cara isolasi,
reaksi-reaksi dan senyawaan, serta kegunaan unsur-unsur logam transisi golongan triade besi
(Fe, Co, Ni) atau golongan 8, 9, dan 10.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui sumber dan kelimpahan unsur Fe, Co, dan Ni.
2. Mengetahui sifat fisika dan kimia unsur Fe, Co, dan Ni.
3. Mengetahui cara pembuatan atau isolasi unsur Fe, Co, dan Ni.
4. Mengetahui reaksi dan senyawaan pada unsur Fe, Co, dan Ni.
5. Mengetahui kegunaan dari unsur Fe, Co, dan Ni.

BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia

2.2.1 Sifat Fisika

Untuk data sifat-sifat fisik logam-logam golongan tride besi (Fe, Co, Ni) ini dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Karakteristik 26Fe 27Co 28Ni

Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d6 4s2 [18Ar] 3d7 4s2 [18Ar] 3d8 4s2

Kelimpahan / ppm
62000 29 99
(dalam kerak bumi)

Densitas / g cm-3 (20ºC) 7,874 8,9 8,908

Titik leleh / ºC 1535 1495 1455

Titik didih / ºC 2750 3100 2920


Jari-jari atomik / pm
126 125 124
(bilangan koordinasi 12)
25* - Fe6+
53 - Co4+
4+
58,5 - Fe 48 - Ni4+
54,5 – Co3+ (ls)
Jari-jari ionik / pm 3+
55 - Fe (ls) 56 - Ni3+ (ls)
61 - Co3+ (hs)
(bilangan koordinasi 6 ; *
64,5 - Fe3+ (hs) 60 - Ni3+ (hs)
= bilangan koordinasi 4)
65 - Co2+ (ls)
2+
61 - Fe (ls) 69 - Ni2+
74,5 - Co2+ (hs)
2+
78 - Fe (hs)
Energi ionisasi (Kj / mol)

Pertama 762.5 760.4 737.1

Kedua 1561.9 1648 1753.0

Ketiga 2957 3232 3395

Elektronegativitas 1,8 1,8 1,8


Potensial reduksi standar
/V

(M2+ +2e →M)


−0.44 −0.28 −0.25
(M3+ + 3e → M)
−0.04
Bilangan oksidasi utama
+2, +3 +2, +3 +2, +3
(p)
Mengkilat
Putih keperakan Putih perak
Bentuk (warna logam) keperakan sedikit
dan berkilauan mengkilat
kebiru-biruan
Fase Padat Padat Padat
Warna ion M2+ Hijau muda Merah muda Hijau

Warna ion M3+ Kuning Biru -


Sifat kemagnetan Feromagnetik Feromagnetik Feromagnetik
α-besi = bcc fcc (face fcc (face centered
Struktur kristal
(body centered centered cube) cube)
cube) (25ºC)

ɣ-besi = fcc
(face centered
cube) (910ºC)

δ-besi = bcc
(body centered
cube) (1390ºC)

Golongan logam triade besi terdapat dalam fase padat. Densitas dari kiri ke kanan (dari Fe ke Ni)
semakin besar. Densitas atau rapatan massa merupakan perbandingan massa atom dengan
volume. Jika volume dianggap tetap, sedangkan massa atom dari Fe ke Ni semakin bertambah
maka menyebabkan densitasnya dari Fe ke Ni semakin besar.Jari-jari atom dari kiri ke kanan
(dari Fe ke Ni) semakin kecil, hal ini dikarenakan Dari kiri ke kanan, jumlah kulit tetap tetapi
muatan inti (nomor atom) dan jumlah elektron pada kulit bertambah. Hal tersebutmengakibatkan
gaya tarik-menarik antara inti dengan kulit elektron semakin besar sehingga jari-jari atom makin
kecil.

Bilangan oksidasi pada unsur-unsur triade besi beragam. Tetapi keberagaman bilangan oksidasi
ini tidak sebesar unsur-unsur transisi yang lain, seperti vanadium dan mangan. Bilangan oksidasi
+2 umunya ditemukan pada ketiga unsur. Untuk kobalt dan nikel bilangan oksidasi +2 paling
mantap, tetapi untuk besi, yang paling mantap adalah bilangan oksidasi +3.
Konfigurasi dimana elektron subkulit orbital d telah separuh terpenuhi, dimana seluruh elektron
tidak berpasangan, mempunyai kemantapan khusus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Fe(II)
dapat dioksidasi dengan mudah menjadi Fe(III).

Untuk Co(II) dan Ni(II) kehilangan sebuah elektron tambahan tidak menyebbkan terbentuknya
konfigurasi elektron dengan orbital d separuh terpenuhi.
Akibatnya perubahan Co(II) menjadi Co(III) dan Ni(II) menjadi Ni(III) tidak semudah pada besi.

Sifat kemagnetan pada unsur-unsur triade besi adalah feromagnetik. Feromagnetik, yaitu kondisi
yang sama dengan paramagnetikhanya saja dalam keadaan padat. Walaupun ion-ion Fe2+, Co2+,
dan Ni2+ semuanya memiliki elektron tidak berpasangan, sifat feromagnetisme bukan hanya
karena sifat paramagnetisme semata-mata.Feromagnetik memiliki momen magnetik permanen
tanpa adanya medan magnet yang diberikan dari luar. Magnetisasi maksimum atau magnetisasi
jenuh (saturation magnetization) Ms dari bahan feromagnetik mepresentasikan besarnya
magnetisasi yang dihasilkan oleh dwikutub magnetik yang secara keseluruhan sejajar dengan
medan dari luar serta akan berhubungan dengan besarnya kerapatan fluks (Bs).

2.2.2 Sifat Kimia

a) Besi (Fe)
1. Besi lebih reaktif daripada logam-logam lainnya di golongan VIIIB.
2. Besi bereaksi dengan asam nonoksidator maupun asam oksidator.
3. Unsur besi bersifat elektropositif (mudah melepaskan elektron) sehingga bilangan
oksidasinya bertanda positif.
4. Fe dapat memiliki biloks +2, +3, +4, dan +6. Hal ini disebabkan karena perbedaan energi
elektron pada subkulit 4s dan 3d cukup kecil, sehingga elektron pada subkulit 3d juga terlepas
ketika terjadi ionisasi selain electron pada subkulit 4s.
5. Logam murni besi sangat reaktif secara kimiawi dan mudah terkorosi, khususnya di udara
yang lembab atau ketika terdapat peningkatan suhu.
6. Memiliki bentuk allotroik ferit, yakni alfa, beta, gamma dan omega dengansuhu transisi
700, 928, dan 1530ºC. Bentuk alfa bersifat magnetik, beta, sifat tapi ketika berubah menjadi
magnetnya menghilang meski pola geometris molekul tidak berubah.
7. Mudah bereaksi dengan unsur-unsur non logam seperti halogen, sulfur, pospor, boron,
karbon dan silikon.
8. Larut dalam asam- asam mineral encer.
9. Oksidanya bersifat amfoter.

b) Kobalt (Co)
1. Mudah larut dalam asam-asam mineral encer.
2. Kurang reaktif.
3. Dapat membentuk senyawa kompleks.
4. Senyawanya umumnya berwarna.
5. Dalam larutan air, terdapat sebagai ion Co2+ yang berwarna merah.
6. Senyawa-senyawa Co(II) yang tak terhidrat atau tak terdisosiasi berwara biru.
7. Ion Co3+ tidak stabil, tetapi kompleks – kompleksnya stabil baik dalam bentuk larutan
maupun padatan.
8. Kobalt (II) dapat dioksidasi menjadi kobalt(III).
9. Bereaksi dengan hidogen sulfida membentuk endapan hitam.
10. Tahan korosi.

c) Nikel (Ni)
1. Pada suhu kamar, reaksi dengan udara lambat.
2. Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO.
3. Dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2).
4. Dengan steam H2O membentuk Oksida NiO.
5. Dengan HCl encer dan asam sulfat encer, reaksi berlangsung lambat.
6. Dengan asam nitrat dan aquaregia, Ni segera larut
Ni + HNO3 Ni(NO3)2 + NO + H2O
7. Tidak beraksi dengan basa alkali.

8. Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam dalam larutan akuatik Ni[H2O]62+.

2.3 Cara Pembuatan / Isolasi


2.3.1 Besi (Fe)
Dalam bentuk murni, besi adalah merupakan logam yanglunak dan hampir tidak mempunyai
kegunaan samasekali. Tetapi alloynya, khususnya baja, adalahmerupakan faktor yang sangat
penting dalam peradabanindustri. Besi diekstraksi dari bijih besi yang mengandung senyawa besi
seperti hematit (Fe2O3), limonit (2Fe2O3.3H2O), magnetit (Fe3O4), dan siderit (FeCO3). Proses
ekstraksi dilakukan dalam tungku yang disebut tanur tiup (blast furnace) dengan menggunakan
metode reduksi. Bahan mentah untuk preparasi besi adalah bijih besi yang telah dipekatkan,
kokas (C), dan batu kapur (CaCO3). Bijih besi yang digunakan biasanya mengandung SiO2dan
CaCO3 berperan sebagai fluks. Ketiga bahan mentah tadi dimasukkan kedalam tanur lewat
bagian atas tanur. Kemudian, udara panas ditiupkan dengan kuat (kecepatan ~350 mph) melalui
bagian bawah tanur. Udara panas yang ditiupkan bereaksi dengan kokas membentuk gas
CO2.Hembusan udara panas pada dasar tanur terjadi pada temperatur hingga 1300ºC.

C(S) + O2(g) CO2(g)

Gas CO2 yang terbentuk selanjutnya akan bergerak ke atas dan bereaksi lebih lanjut dengan
kokas (C) membentuk gas CO yang kemudian berperan sebagai agen pereduksi.

CO2(g) + C(s) 2 CO(g)

Reaksi ini bersifat endotermik, sehingga terjadi sedikit penurunan suhu proses.

Karbon monooksida yang terbentuk ini secara progressif mereduksi oksida-oksida besi ke bentuk
oksida-oksida yang lebih rendah dan akhirnya menjadi logam. Mula-mula uap air akan terdesak
ke luar, kemudian sebagian bijih mulai tereduksi ole karbon monoksida.

3 Fe2O3(s) + CO(g) 2 Fe3O4(s) + CO2(g)

Fe3O4(s) + CO(g) 3 FeO(s) + CO2(g)

FeO(s) + CO(g) Fe(l) + CO2(g)


Reaksi keseluruhannya dapat ditulis sebagai berikut:

Fe2O3(s) + 3 CO(g) 2 Fe(l) + 3 CO2(g)

Fe yang terbentuk akan mengalir dan berkumpul di bawah. Karena suhu di bawah tinggi sekitar
2000°C, Fe akan berada dalam bentuk lelehannya. Sementara itu, CaCO3 dalam tanur akan
diuraikan oleh panas dari tanur menjadi CaO.

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)


CaO yang terbentuk akan bereaksi dengan pengotor yang bersifat asam yang ada dalam bijih
besi, seperti pasir silika. Reaksi ini menghasilkan senyawa dengan titik didih rendah, yaitu kerak
kalsium silikat yang berupa liquid yang disebut terak (slag).

Lelehan terak kemudian akan mengalir ke bagian bawah tanur. Karena kerapatan lelehan terak
yang lebih rendah dibandingkan lelehan besi, maka lelehan terak berada di atas lelehan besi
sehingga keduanya dapat dikeluarkan secara terpisah. Secara tidak langsung, lelehan terak ini
melindungi lelehan besi dari teroksidasi kembali.

Besi yang dihasilkan dari tanur pembakaran disebut cast iron atau pig iron atau besi gubal, yang
mengandung pengotor sebagai berikut:
C=2,0 – 4,5 % , Si=0,7 – 3,0 %, S=0,1 – 0,3 %, P=0 - 3,0%, Mn=0,2 – 1,0 %. Akibat adanya
pengotor-pengotor ini, pig iron bersifat rapuh dan hanya cocok untuk memproduksi besi tuang
yang tidak tahan terhadap kejutan. Reduksi kandungan karbon menjadi 0,05 – 2,0 % dan
penghilangan hampir semua pengotor non-logam lainnya menghasilkan baja, yaitu alloy dengan
kualitas yang lebih diinginkan tentang fleksibilitas, kekerasan, kekuatan, dan ke-
dapattempaannya. Dan ini normalnya dapat dicapai dalam suatu tungku pembakaran, yang terdiri
dari kutub dangkal dari leburan besi yang dipanaskan oleh nyala gas di atas permukaan. Tungku
pembakaran dihubungkan dengan magnesium oksida atau campuran magnesium dengan oksida-
oksida kalsium. Oksida-oksida besi yang cukup ditambahkan untuk mengoksidasi belerang,
fosfor, dan sebagian besar karbon.

Proses reduksi pada ekstraksi besi ini bersifat dapat balik / reversibel, dan reduksi sempurna
hanya terjadi jika karbon dioksida yang terbentuk dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
penambahan kokas berlebihan yang akan mereduksi karbon dioksida menjadi karbon monoksida.

2.3.2 Kobalt (Co)


Produksi logam kobalt umumnya mengandalkan kepada fakta bahwa Co sering terdapat dalam
mineral-mineral logam-logam lainnya (misalnya, Ni, Cu, dan Ag) dan proses akhir meliputi
reduksi Co3O4 dengan Al atau C yang diikuti oleh electrolytic refining.

2.3.3 Nikel (Ni)


Ekstraksi logam Ni dapat dilakukan melalui proses Mond. Proses Mond yang kadang-kadang
dikenal sebagai proses karbonil adalah teknik yang diciptakan oleh Ludwig Mond pada tahun
1890 untuk mengekstrak dan memurnikan nikel. Proses ini digunakan secara komersial sebelum
akhir abad ke-19. Hal ini dilakukan dengan mengkonversi oksida nikel (nikel dikombinasikan
dengan oksigen) ke nikel murni.Proses Mond ini didasarkan pada fakta bahwa Ni membentuk
derivatif karbonil lebih cepat dibanding logam lainnya.Dalam proses ini mula-mula dilakukan
pembakaran mineral Ni di udara yang akan menghasilkan nikel oksidayang kemudian direduksi
dengan menggunakan karbon untuk menghasilkan logam Ni.Kemudian logam direfining secara
elektrolisis atau dengan cara pengubahan menjadi Ni(CO)4lalu diikuti oleh peruraian termal.

Tahapan reaksinya adalah sebagai berikut:


Logam nikel mentah bereaksi dengan karbon monoksida membentuk nikel tetrakarbonil:

Ni(s) + 4 CO(g) Ni(CO)4(g)


Senyawa atsiri ini dapat dipisahkan dengan mudah dari zat pengotor yang semula ada dalam
logam mentah. Pemanasan yang tinggi akhirnya menguraikan Ni(CO)4 dan diperoleh logam
nikel murni.

Ni(CO)4(g) Ni(s) + 4 CO(g)

2.4 Reaksi-reaksi dan Senyawaan

2.4.1 Reaksi-reaksi Unsur Fe, Co, Ni

A. Besi (Fe)

Besi yang murni adalah logam warna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur pada 1535 oC.
Jarang terdapat besi yang murni; biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida,
fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan
penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam klorida encer atau pekat
dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi (II) dan gas
hidrogen.

Fe + 2H+  Fe2+ + H2

Fe + 2HCl  Fe2+ + 2Cl- + H2

Asam sulfat pekat yang panas, menghasilkan ion-ion besi(III) dan belerang dioksida:

2Fe + 3H2SO4 +6H+  2Fe3+ + 3SO2 + 6H2O

Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi(II) dan amonia:

4Fe + 10H+ + NO3-  4Fe2+ + NH4+ + 3H2O

Asam nitrat pekat, dingin, membuat besi menjadi pasif; dalam keadaan ini, ia tak bereaksi
dengan asam nitrat encer dan tak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga.
Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk gas
nitrogen oksida dan ion besi(III):

Fe + HNO3 +3H+  Fe3+ + NO + 2H2O

Garam-garam besi(II) (atau ferro) diturunkan dari besi(II) oksida, FeO. Dalam larutan, garam-
garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion-ion gabungan dan kompleks-
kompleks sepit yang berwarna tua adalah juga umum. Ion besi(II) dapat mudah dioksidasikan
menjadi besi(III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu,
semakin nyatalah efek ini; dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan
mengoksidasikan ion besi(II). Maka larutan besi(II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk
waktu yang agak lama.

Garam-garam besi(III) (atau ferri) diturunkan dari oksida besi(III), Fe2O3. Mereka lebih stabil
daripada garam besi(II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning
muda; jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi
mengubah ion besi(III) menjadi besi(II).

1. Larutan natrium hidroksida

a. Besi(II)

Endapan putih besi(II) hidroksida, Fe(OH)2, bila tak terdapat udara sama sekali. Endapan ini tak
larut dalam reagensia berlebihan, tetapi larut dalam asam. Bila terkena udara, besi(II) hidroksida
dengan cepat dioksidasikan, yang pada akhirnya menghasilkan besi(III) hidroksida yang coklat-
kemerahan. Pada kondisi biasa, Fe(OH)2, nampak sebagai endapan hijau kotor; dengan
penambahan hidrogen peroksida, ia segera dioksidasikan menjadi besi(III) hidroksida:

Fe2+ + 2OH-  Fe(OH)2 

4Fe(OH)2 +2H2O +O2  4Fe(OH)3 

2Fe(OH)2 + H2O2  2Fe(OH)3 

b. Besi(III)

Endapan coklat kemerahan besi(III) hidroksida, yang tak larut dalam reagensia berlebihan:

Fe3+ + 3OH-  Fe(OH)3 

2. Larutan amonia

a. Besi(II)

Terjadi pengendapan besi(II) hidroksida. Tetapi jika ada ion amonium dalam jumlah yang lebih
banyak, disosiasi amonium hidroksida tertekan, dan konsentrasi ion hidroksil menjadi semakin
rendah, sampai sedemikian, sehingga hasil kali kelarutan besi(II) hidroksida, Fe(OH)2, tak
tercapai, dan pengendapan tak terjadi.

b. Besi(III)

Endapan coklat merah seperti gelatin dari besi(III) hidroksida, yang tak terlarut dalam reagensia
berlebihan, tetapi larut dalam asam.

Fe3+ + 3NH3 + 3H2O  Fe(OH)3  + 3NH4+


Hasil kali kelarutan besi(III) hidroksida begitu kecil(3,8x10-38), sehingga terjadi pengendapan
sempurna, bahkan dengan adanya garam-garam amonium.
Pengendapan tak terjadi jika ada serta asam-asam organik tertentu. Besi(III) hidroksida diubah
pada pemanasan yang kuat menjadi besi(III) oksida; oksida yang dipijarkan dapat larut dengan
sukar dalam larutan asam encer, tetapi melarut setelah dididihkan dengan keras bersama asam
klorida pekat.

2Fe(OH)3   Fe2O3 + 3H2O

Fe2O3 + 6H+  2Fe3+ + 3H2O


3. Hidrogen sulfida

a. Besi(II)

Tak terjadi pengendapan dalam larutan asam, karena konsentrasi ion sulfida, [S2-], tak cukup
untuk melampaui hasil kali kelarutan besi(II) sulfida. Jika konsentrasi ion hidrogen jadi
berkurang dan konsentrasi ion sulfida bertambah dengan sesuai, dengan penambahan larutan
natrium asetat, maka terjadi pengendapan sebagian besi(II) sulfida, FeS, yang hitam.

b. Besi(III)

Dalam larutan asam mereduksi ion-ion besi(III) menjadi besi(II) dan terbentuk belerang sebagai
endapan putih-susu:

2Fe3+ + H2S  2Fe2+ + 2H+ + S 

Jika suatu larutan netral besi(III) klorida ditambahkan pada larutan hidrogen sulfida jenuh yang
baru saja dibuat, timbul mula-mula pewarnaan kebiruan, diikuti dengan pengendapan belerang.
Warna biru ini disebabkan oleh larutan koloid belerang yang ukuran partikelnya sangat kecil.
Reaksi ini bisa dipakai untuk menguji baru atau tidaknya larutan-larutan hidrogen sulfida.

Belerang yang berbentuk halus itu tak dapat disaring dengan mudah dengan kertas saring biasa.
Dengan mendidihkan larutan bersama beberapa potong sobekan kertas saring, endapan
berkoagulasi dan bisa disaring.

4. Larutan amonium sulfida

a. Besi(II)

Endapan hitam besi(II) sulfida, FeS, yang larut dengan mudah dalam asam, dengan melepaskan
hidrogen sulfida. Endapan yang basah, akan menjadi coklat setelah terkena udara, karena
dioksidasikan menjadi besi(III) sulfat basa, Fe2O(SO4)2.

Fe2+ + S2-  FeS 


FeS  + 2H+  Fe2+ + H2S

4FeS  + 9O2  2Fe2O(SO4)2 

b. Besi(III)

Terbentuk endapan hitam, yang terdiri dari besi(II) sulfida dan belerang:

2Fe3+ + 3S2-  2FeS  + S 

Dalam asam klorida, endapan besi(II) sulfida hitam itu melarut dan warna putih dari belerang
menjadi nampak jelas:

FeS  + 2H+  H2S + Fe2+

Dari larutan basa, kita memperoleh besi(III) sulfida hitam:

2F3+ + 3S2-  Fe2S3 

Dengan diasamkan dengan asam klorida, ion besi(III) direduksi menjadi besi(II), dan terbentuk
belerang:

Fe2S3  + 4H+  2Fe2+ + 2H2S + S

Endapan besi(II) sulfida yang lembab, bila terkena udara, perlahan-lahan dioksidasikan menjadi
besi(III) hidroksida yang coklat:

4FeS  + 6H2O + 3O2  4Fe(OH)3  + 4S 

Reaksi ini eksotermal. Pada kondisi-kondisi tertentu, mungkin begitu banyak panas dilepaskan
sehingga endapan menjadi kering, dan kertas saring, dengan belerang yang halus di atasnya,
terbakar. Maka endapan-endapan sulfida tak boleh sekali-kali dibuang ke dalam tempat
sampah, tetapi lebih baik dihanyutkan dengan air mengalir; hanya kertas saringnya saja yang
boleh dibuang dengan melemparkan.

5. Larutan kalium sianida (RACUN)


a. Besi(II)
Endapan coklat kekuningan, besi(II) sianida, yang larut dalam reagensia berlebihan, berlebihan,
pada mana kita memperoleh larutan kuning muda dari ion heksasianoferat(II) (ferosianida)
[Fe(CN)6]4-:

Fe2+ + 2CN-  Fe(CN)2 

Fe(CN)2  + 4CN-  [Fe(CN)6]4-


Karena ion heksasianoferat(II) adalah ion kompleks, tidak memberi reaksi-reaksi besi yang khas.
Besi yang ada dalam larutan demikian, bisa dideteksi dengan menguraikan ion kompleks itu
dengan mendidihkan larutan dengan asam sulfat pekat dalam kamar asam yang mempunyai
ventilasi yang baik, pada mana terbentuk gas karbon monoksida(bersama-sama dengan hidrogen
sianida, jika kalium sianida terdapat berlebihan):

[Fe(CN)6]4- + 6H2SO4 + 6H2O  Fe2+ + 6CO + 6NH4+ + 6SO42-


Cuplikan kering yang mengandung alkali heksasianoferat(II), terurai sewaktu dipijarkan menjadi
besi karbida, alkali sianida, dan nitrogen.
b. Besi(III)
Bila ditambahkan perlahan-lahan, menghasilkan endapan coklat kemerahan besi(III) sianida:

Fe3+ + 3CN-  Fe(CN)3 


Dengan reagensia berlebihan, endapan melarut menghasilkan larutan kuning, pada mana
terbentuk ion heksasianoferat(III):

Fe(CN)3  + 3CN-  [Fe(CN)6]3-


Reaksi-reaksi ini harus dilaksanakan dalam kamar asam, karena asam bebas yang terdapat dalam
larutan besi(III) klorida membentuk gas hidrogen sianida dengan reagensia:

H+ + CN-  HCN
6. Larutan kalium heksasianoferat(II)
a. Besi(II)
Dalam keadaan tanpa udara sama sekali, terbentuk endapan putih kalium besi(II)
heksasianoferat:

Fe2+ + 2K+ + [Fe(CN)6]4- K2Fe[Fe(CN)6] 


Pada kondisi atmosfer biasa, diperoleh suatu endapan biru muda
b. Besi(III)
Endapan biru tua, besi(III) heksasianoferat (biru Prusia):

4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4-  Fe4[Fe(CN)6]3


Endapan tak larut dalam asam encer, tetapi terurai dalam asam klorida pekat. Reagensia yang
sangat berlebihan melarutkannya sebagian atau seluruhnya, pada mana diperoleh larutan yang
berwarna biru tua. Natrium hidroksida mengubah endapan menjadi merah, karena terbentuk
besi(III) oksida dan ion heksasianoferat(II):

Fe4[Fe(CN)6]3  + 12OH-  4Fe(OH)3  + 3[Fe(CN)6]4-


Asam oksalat yang juga melarutkan Biru Prusia, membentuk larutan biru; proses ini pernah
dipakai untuk membuat tinta tulis berwarna biru.
Jika besi(III) klorida ditambahkan pada kalium heksasianoferat(II) yang berlebihan, terbentuk
produk dengan komposisi Kfe[Fe(CN)6]. Zat ini cenderung membentuk larutan koloid (‘Biru
Prusia Yang Larut’) dan tak dapat disaring.
7. Larutan kalium heksasianoferat(III)
a. Besi(II)
Diperoleh endapan biru tua. Mula-mula ion heksasianoferat(III) mengoksidasikan besi(II)
menjadi besi(III), pada mana terbentuk heksasianoferat(II):

Fe2+ + [Fe(CN)6]3-  Fe3+ + [Fe(CN)6]4-


dan ion-ion ini bergabung menjadi endapan yang disebut Turnbull:

4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4-  Fe4[Fe(CN)6]3


Endapan ini diuraikan oleh larutan natrium atau kalium hidroksida, pada mana besi(III)
hidroksida mengendap.
b. Besi(III)
Dihasilkan pewarnaan coklat, oleh pembentukan kompleks yang tak terdisosiasi, yaitu besi(III)
heksasianoferat(III):

Fe3+ + [Fe(CN)6]3-  Fe[Fe(CN)6]


Dengan menambahkan hidrogen peroksida atau sedikit larutan timah(II) klorida, bagian
heksasianoferat(III) dari senyawa ini direduksi, dan mengendaplah biru Prusia.
8. Larutan amonium tiosianat
a. Besi(II)
Tak diperoleh pewarnaan denagn garam-garam besi(II) yang murni.
b. Besi(III)
Dalam larutan yang sedikit asam, dihasilkan pewarnaan merah-tua, yang disebabkan karena
pembentukan suatu kompleks besi(III) tiosianat yang tak terdisosiasi:

Fe3+ + 3SCN-  Fe(SCN)3


Molekul yang tak bermuatan ini dapat diekstraksi oleh eter atau amil alkohol. Selain ini,
terbentuk pula serangkaian ion-ion kompleks, seperti: [Fe(SCN)]2+, [Fe(SCN)2]+, [Fe(SCN)4]-,
[Fe(SCN)5]2-, dan [Fe(SCN)6]3-.

9. Larutan dinatrium hidrogen fosfat


a. Besi(III)

Terbentuk endapan putih kekuningan besi(III) fosfat:

Fe3+ + HPO42-  FePO4  + H+

Reaksi ini reversibel, karena terbentuk suatu asam kuat yang melarutkan endapan. Sebaiknya
tambahan sedikit natrium asetat, yang akan bertindak sebagai buffer tehadap asam kuat itu:

CH3COO- + H+ CH3COOH

Asam asetat, yang terbentuk dalam reaksi ini, tak melarutkan endapan. Reaksi keseluruhan,
dengan ada sertanya natrium asetat, dapat ditulis:

Fe3+ + HPO42- + CH3COO-  FePO4  + CH3COOH

10. Larutan natrium asetat

a. Besi(III)

Diperoleh pewarnaan coklat kemerahan, yang disebabkan oleh pembentukan ion kompleks
dengan komposisi [Fe(OH)2(CH3COO)6]+. Reaksi:

3Fe3+ + 6CH3COO- + 2H2O [Fe3(OH)2(CH3COO)6]+ +2H+

menuju ke kesetimbangan, karena terbentuk asam kuat, yang menguraikan kompleks tersebut.
Jika reagensia ditambahkan berlebihan, natrium asetat bertindak sebagai buffer, dan reaksi
berjalan sampai selesai.

Jika larutan diencerkan dan dididihkan, terbentuk endapan coklat-kemerahan, besi(III) asetat
basa:

[Fe3(OH)2(CH3COO)6]+ + 4H2O  3Fe(OH)2CH3COO  +

3CH3COOH + H+

11. Reduksi ion besi(III) menjadi besi(II)

Dalam larutan asam, ini bisa dicapai dalam berbagai zat. Logam zink atau kadmium, atau
amalgamnya (yakni aliase dengan merkurium) boleh dipakai:

2Fe3+ + Zn  Zn2+ + 2Fe2+

2Fe3+ + Cd  Cd2+ + 2Fe2+


Larutan akan mengandung masing-masing ion zink atau kadmium setelah reduksi. Dalam larutan
asam, logam-logam ini akan larut lebih lanjut dengan membebaskan hidrogen; karena itu logam-
logam ini harus dikeluarkan dari larutan setelah reduksi tercapai.

Timah(II) klorida, kalium iodida, hidroksilamina hidroklorida, hidrazina sulfat, atau asam
askorbat dapat juga dipakai:

2Fe3+ + Sn2+  2Fe2+ + Sn4+

2Fe3+ + I-  2Fe2+ + I2

4Fe3+ + 2NH2OH  4Fe2+ + N2O + H2O + 4H+

4Fe3+ + N2H4  4Fe2+ + N2 + 4H+

2Fe3+ + C6H8O6  2Fe2+ + C6H6O6 + 2H+

dimana produk reduksinya dengan asam askorbat adalah asam dehidroaskorbat.

Hidrogen sulfida dan gas belerang dioksida, juga mereduksi ion besi(III):

2Fe3+ + H2S  2Fe2+ + S  + 2H+

2Fe3+ + SO2 + 2H2O  2Fe2+ + SO42- + 4H+

12. Oksidasi ion besi(II) menjadi besi(III)

Oksidasi terjadi dengan lambat, ketika terkena udara. Oksidasi yang cepat dihasilkan oleh asam
nitrat pekat, hidrogen peroksida, asam klorida pekat dengan kalium klorat, air raja, kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat dalam larutan asam.

4Fe2+ + O2 + 4H+  4Fe3+ + 2H2O

3Fe2+ + HNO + 3H+  NO + 3Fe3+ + 2H2O

2Fe2+ + H2O2 + 2H+  2Fe3+ + 2H2O

6Fe2+ + ClO3- + 6H+  6Fe3+ + Cl- + 3H2O

2Fe2+ + HNO3 + 3HCl+  2Fe3+ + NOCl + 2Cl- + 2H2O

5Fe2+ + MnO4- + 8H+  5Fe3+ + Mn2 + 4H2O

Fe2+ + Ce4+  Fe3+ + Ce3+


B. Kobalt (Co)

Kobalt adalah logam berwarna abu-abu seperti baja, dan bersifat sedikit magnetis. Ia melebur
pada 1490oC. Logam ini mudah larut dalam asam-asam mineral encer:

Co + 2H+  Co2+ + H2

Pelarutan dalam asam nitrat disertai dengan pembentukan nitrogen oksida:

3Co + 2HNO3 + 6H+  3Co2+ + 2NO + 4H2O

Dalam larutan air, kobalt secara normal terdapat sebagai ion kobalt(II), Co2+; kadang-kadang,
khususnya dalam kompleks-kompleks, dijumpai ion kobalt(III), Co3+. Kedua ion ini masing-
masing diturunkan dari oksida CoO dan Co2O3. Oksida kobalt(II) – kobalt(III), Co3O4, juga
diketahui.

Dalam larutan air dari senyawa-senyawa kobalt(II), terdapat ion Co2+ yang merah. Senyawa-
senyawa kobalt(II) yang tak-terhidrat atau tak terdisosiasi, berwarna biru. Jika disosiasi dari
senyawa-senyawa kobalt ditekan, warna larutan berangsur-angsur berubah menjadi biru.

Ion kobalt(III), Co3+, tidak stabil, tetapi kompleks-kompleksnya stabil, baik dalam larutan
maupun dalam bentuk kering. Kompleks-kompleks kobalt(II) dapat dioksidasikan dengan mudah
menjadi kompleks-kompleks kobalt(III).

1. Larutan natrium hidroksida

Dalam keadaan dingin, mengendap suatu garam basa berwarna biru:

Co2+ + OH- + NO3- Co(OH)NO3 

Pada pemanasan dengan alkali berlebihan (atau kadang-kadang hanya dengan menambahkan
reagensia berlebihan), garam basa itu diubah menjadi endapan kobalt(II) hidroksida yang
berwarna merah jambu:

4Co(OH)NO3  + OH-  Co(OH)2  + NO3-

Tetapi, sedikit endapan melarut ke dalam larutan.

Hidroksida ini perlahan-lahan berubah manjadi kobalt(II) hidroksida yang hitam kecoklatan,
ketika terbuka terhadap udara:

4Co(OH)2  + O2 + 2H2O  4Co(OH)3 


Perubahan akan terjadi dengan lebih cepat jika ditambahkan suatu pengoksid seperti natrium
hipoklorit atau hidrogen peroksida:

2Co(OH)2  + H2O2  2Co(OH)3 

2Co(OH)2  + OCl- + H2O  2Co(OH)3  + Cl-


Endapan kobalt(II) hidroksida mudah larut dalam amonia atau larutan garam-garam amonium
pekat, asalkan cairan induk bersifat basa:

Co(OH)2  + 6NH3  [Co(NH3)6]2+ + 2OH-

Co(OH)2  + 6NH4+ 4OH-  [Co(NH3)6]2+ + 6H2O


Larutan ion heksaaminakobaltat(II) yang coklat-kekuningan perlahan-lahan berubah menjadi
merah-kecoklatan jika terkena udara; hidrogen peroksida lebih cepat mengoksidasikan ion
kompleks itu menjadi ion heksaaminakobaltat(III):

4[Co(NH3)6]2+ + O2 +2H2O  4[Co(NH3)6]3+ + 4OH-

2[Co(NH3)6]2+ + H2O2  2[Co(NH3)6]3+ + 2OH-


Bila ada serta garam-garam amonium, alkali hidroksida tidak mengendapkan kobalt(II)
hodroksida sama sekali. Demikian pula halnya jika larutan mengandung sitrat atau tatrat.
2. Larutan amonia

Jika terdapat garam-garam amonium, sedikit amonia akan mengendapkan garam basa seperti
dalam reaksi:

Co2+ + NH3 + H2O + NO3-  Co(OH)NO3  + NH4+

Kelebihan reagensia melarutkan endapan, pada mana ion-ion heksaaminakobaltat(II) terbentuk:

Co(OH)NO3  + 6NH3  [Co(NH3)6]2+ + NO3- + OH-

Pengendapan garam basa tak terjadi sama sekali jika ada serta ion amonium dalam jumlah yang
lebih banyak, melainkan, kompleks tersebut akan terbentuk dalam satu tahap. Pada kondisi-
kondisi demikian, kesetimbangan

Co2+ + 6NH4+ [Co(NH3)6]2+ + 6H+

bergeser ke arah kanan karena pengikatan ion hidrogen oleh amonia:

H+ + NH3  NH4+

3. Larutan amonium sulfida


Sulfida endapan hitam kobalt(II) sulfida dari larutan netral atau basa:

Co2+ + S2-  CoS 

Endapan tak larut dalam asam klorida encer atau asam asetat (meskipun tak akan terjadi
pengendapan dari larutan-larutan demikian). Asam nitrat pekat, panas, atau air raja, melarutkan
endapan, sementara belerang putih tetap tertinggal:

3CoS  + 2HNO3 +6H+  3Co2+ + 3S  + 2NO + 4H2O

CoS  + HNO3 + 3HCl  Co2+ + S  + NOCl + 2Cl- + 2H2O

Pada persamaan lebih lama, campuran menjadi jernih karena belerang teroksidasi menjadi sulfat:

S  + 2HNO3  SO42- + 2H+ + 2NO

S  + 3HNO3 + 9HCl  SO42- + 6Cl- + 3NOCl + 8H+ + 2H2O

4. Larutan kalium sianida

Endapan coklat-kemerahan kobalt(II) sianida:

Co2+ + 2CN-  Co(CN)2 

Endapan melarut dalam reagensia berlebihan; terbentuk larutan coklat heksasianokobaltat(II):

Co(CN)2  + 4CN-  [Co(CN)6]4-

Dengan mengasamkan dalam keadaan dingin dengan asam klorida encer, endapan muncul lagi:

[Co(CN)6]4- + 4H+  Co(CN)2  + 4HCN

Eksperimen ini harus dikerjakan dalam kamar asam dengan ventilasi yang baik.

Jika larutan coklat dididihkan lebih lama dalam udara, atau jika ditambahkan sedikit hidrogen
peroksida dan larutan dipanaskan, larutan akan berubah menjadi kuning karena terbentuk ion
heksasianokobaltat(III):

4[Co(CN)6]4- + O2 + 2H2O  4[Co(CN)6]3- + 4OH-

2[Co(CN)6]4- + H2O2  2[Co(CN)6]3- + 2OH-


5. Larutan kalium nitrit

Endapan kuning kalium heksanitritokobaltat(III), K3[Co(NO2)6].3H2O:


Co2+ + 7NO2- + 2H+ + 3K+  K3[Co(NO2)6]  + NO + H2O (a)

Reaksi ini berlangsung dalam dua tahap. Mula-mula, nitrit mengoksidasikan kobalt(II) menjadi
kobalt(III):

Co2+ + 7NO2- + 2H+  Co3+ + NO + H2O (b)

lalu ion kobalt(III) bereaksi dengan ion nitrit dan kalium:

Co3+ + 6NO2- + 3K+  K3[Co(NO2)6] (c)

Reaksi ini juga khas untuk ion-ion kalium dan nitrit. Ion nikel tak bereaksi jika ada serta asam
asetat.

6. Larutan amonium tiosianat:

Dengan menambahkan beberapa butir krital amonium tisoanat kepada larutan kobalt(II) yang
netral atau asam, muncul warna biru karena terbentuk ion tetratiosianattokobaltat(II):

Co2+ + 4SCN-  [Co(SCN)4]2-

C. Nikel (Ni)

Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan sangat kukuh.
Logam ini melebur pada 1445oC, dan bersifat sedikit magnetis.

Asam klorida encer (maupun pekat) dan asam sulfat encer, melarutkan nikel dengan membentuk
hidrogen:

Ni + 2H+  Ni2+ + H2

Ni + 2HCl  Ni2+ + 2Cl- + H2

Reaksi-reaksi ini dipercepat jika larutan dipanaskan. Asam sulfat, panas, melarutkan nikel
dengan membentuk belerang dioksida:

Ni + H2SO4 + 2H+  Ni2+ + SO2 + 2H2O

Asam nitrat encer dan pekat melarutkan nikel dengan mudah dalam keadaan dingin:

3Ni + 2HNO3 + 6H+  3Ni2+ + 2NO + 4H2O

Garam-garam nikel(II) yang stabil, diturunkan dari nikel(II) oksida, NiO, yang merupakan zat
berwarna hijau. Garam-garam nikel yang terlarut, berwarna hijau, disebabkan oleh warna dari
kompleks heksakuonikelat(II), [Ni(H2O)6]2+; tetapi untuk singkatnya, dianggap sebagai ion
nikel(II) Ni2+. Nikel(III) oksida, NiO3, yang hitam-kecoklatan, juga ada, tetapi zat ini melarut
dalam asam dengan membentuk ion nikel(II). Dengan asam klorida encer reaksi ini
menghasilkan gas klor:

Ni2O3 + 6H+ + 2Cl-  2Ni2+ + Cl2 + 3H2O

1. Larutan natrium hidroksida

Endapan hijau nikel(II) hidroksida:

Ni2+ + 2OH-  Ni(OH)2 

Endapan tak larut dalam reagensia berlebihan. Tak terjadi endapan jika ada serta tatrat atau sitrat,
karena terbentuk kompleks. Amonia melarutkan endapan; dengan adanya alkali hidroksida
berlebihan, garam-garam amonium akan juga melarutkan endapan:

Ni(OH)2  + 6NH3  [Ni(NH3)6]2+ + 2OH-

Ni(OH)2  + 6NH4+ + 4OH-  [Ni(NH3)6]2+ + 6H2O

Larutan ion heksamaminanikelat(II) ini berwarna biru tua; ion ini dapat dengan mudah disangka
sebagai ion tembaga(II) yang membentuk ion tetraaminakuprat(II) biru dalam suatu reaksi yanga
analog. Larutan tak teroksidasi pada pendidihan yang terbuka terhadap udara, atau pada
penambahan hidrogen peroksida.

Endapan nikel(II) hidroksida yang hijau, dapat dioksidasikan menjadi nikel(III) hidroksida hitam
dengan larutan natrium hipoklorit:

2Ni(OH)2 + ClO- + H2O  2Ni(OH)3  + Cl-

Namun larutan hidrogen peroksida tidak mengoksidasikan nikel(III) hidroksida, tetapi endapan
itu mengkatalis penguraian hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air

2H2O2 2H2O + O2

tanpa perubahan apa-apa lainnya yang nampak.

2. Larutan amonia

Endapan hijau nikel(II) hidroksida:

Ni2+ + 2NH3 + 2H2O  Ni(OH)2  + 2NH4+

yang larut dalam reagensia berlebihan:

Ni(OH)2  + 6NH3  [Ni(NH3)6]2+ + 2OH-


larutan berubah menjadi biru tua. Jika ada serta garam amonium, tak terjadi pengendapan, tetapi
kompleks tersebut langsung terbentuk dengan segera.

3. Larutan amonium sulfida

Endapan hitam nikel sulfida dari larutan netral atau sedikit basa:

Ni2+ + S2-  NiS 

Jika reagensia ditambahkan berlebihan, terbentuk larutan koloid coklat tua, yang akan mengalir
menembus kertas saring. Jika larutan koloid ini dididihkan atau jika ia dijadikan sedikit asam
asetat dan dididihkan, larutan koloid (hidrosol) itu akan berkoagulasi dan lalu bisa disaring.
Adanya amonium klorida dalam jumlah banyak biasanya mencegah terbentuknya sol. Nikel
sulfida praktis tak larut dalam asam klorida encer dingin dan dalam asam asetat, tetapi larut
dalam asam nitrat pekat panas dan dalam air raja disertai pemisahan belerang:

3NiS  + 2HNO3 + 6H+  3Ni2+ + 2NO + 3S  + 4H2O

NiS  + HNO3 + 3HCl  S  + NOCl + 2Cl- + 2H2O

Dengan memanaskan lebih lama, belerang melarut dan larutan menjadi jenuh:

S  + 2HNO3  SO42- + 2H+ + NO

S  + 3HNO3 + 9HCl  SO42- + 6Cl- + 3NOCl + 8H+ + 2H2O

4. Hidrogen sulfida (gas atau larutan air jenuh)

Hanya sebagian dari nikel mengendap perlahan-lahan sebagai nikel sulfida dari larutan netral;
tak terjadi endapan dari larutan yang mengandung asam mineral atau banyak asam asetat.
Namun, pengendapan sempurna terjadi dari larutan yang dijadikan basa dengan larutan amonia,
atau dari larutan yang mengandung asetat alkali berlebihan yang sedikit diasamkan dengan asam
asetat.

5. Larutan kalium sianida (RACUN)

Endapan hijau nikel(II) sianida

Ni2+ + 2CN-  Ni(CN2) 

Endapan mudah larut dalam reagensia berlebihan, pada mana timbul larutan berwarna kuning
yang disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks tetrasiaonikelat(II):

Ni(CN)2  + 2CN-  [Ni(CN)4]2-

Asam klorida encer menguraikan kompleks ini dan endapan muncul lagi:
[Ni(CN)4]2- + 2H+  Ni(CN)2  + 2HCN

Jika larutan tetrasianonikelat(II) dipanaskan dengan larutan natrium hipobromit (yang dibuat
ditempat (in situ) dengan menambahkan air brom pada larutan natrium hidroksida), kompleks itu
terurai dan terbentuk endapan nikel(III) hidroksida hitam:

2[Ni(CN)4]2- + OBr - + 4OH- + H2O  2Ni(OH)3  + 8CN- + Br –

Kalium sianida berlebihan dan/atau air brom berlebihan harus dihindarkan karena ini bereaksi
dengan membentuk sianogen bromida, yang beracun dan menyebabkan mata berair:

CN- + Br2  BrCN + Br -

6. Larutan kalium nitrit

Tak dihasilkan endapan dengan adanya asam asetat.

2.4.2 Senyawaan Unsur Fe, Co, dan Ni

A. Besi (Fe)

Besi membentuk 2 macam senyawa – yaitu senyawa ferro, yang mana valensinya dua; dan
senyawa ferri, yang mana valensi tiga. Larutan dari senyawa ini masing-masing menghasilkan
ion ferro (Fe2+) dan ion ferri (Fe3+). Senyawa ferri lebih stabil, karena pada umumnya senyawa
ferro mungkin dapat dengan mudah teroksidasi ke tingkat valensi yang lebih tinggi, seringkali
dilakukan oleh oksigen dari udara.

Penambahan larutan hidroksida ke larutan yang mengandung ion ferro berakhir pada
pembentukan endapan hijau pucat dari ferro hidroksida. Senyawa tersebut mudah teroksidasi
oleh oksigen dari udara dan segera setelah pengendapan (kecuali oksigen dikeluarkan) oksidasi
menjadi ferri oksida terhidrat terjadi. Ferri hidroksida terhidrat mengendap sebagai padatan
merah kecoklatan dari penambahan larutan dasar ke larutan yang mengandung ion ferri. Baik
ferro hidroksida maupun ferri hidroksida keduanya tidak bersifat amfoter, dan keduanya tidak
larut dalam kelebihan basis.

Senyawa besi dengan alkali sianida membentuk 2 jenis garam kompleks, ferrosianida, yang
menyediakan ion Fe(CN)64- dalam larutan; dan ferrisianida, yang menyediakan ion Fe(CN)63-.
Potassium ferrosianida [K4Fe(CN)6] dihasilkan dari pemanasan bersama bahan organik,
potassium karbon, dan potongan besi. Garam dihasilkan sebagai kristal kuning dari penguapan
larutan yang diperoleh dalam pelarutan campuran. Potassium ferrisianida diperoleh sebagai
kristal merah gelap dari oksidasi potassium ferro sianida dengan klorin. Kedua senyawa ini
penting dalam menguji kadar ion ferro dan ferri. Ion ferri bereaksi dengan ferrosianida untuk
membentuk endapan biru yang khas dari ferri ferrosianida, yang disebut Biru Prussia.

4Fe3+ + 3Fe(CN)64-  Fe4[Fe(CN)6]3


Ion ferro bereaksi dengan ion ferrisianida untuk membentuk ferro ferrisianida, senyawa larutan
biru yang disebut Biru Turnbull.

3Fe2+ + 2Fe(CN)6  Fe3[Fe(CN)6]2

Prussia dan Turnbull merupakan biru yang identik, dan terlihat sama bahwa kedua senyawa
tersebut mempunyai komposisi yang sama, karena penyusunan kembali intramolekul. Namun,
adanya ion ferro dan ferri mungkin dapat dideteksi dalam sampel bahkan di hadapan satu sama
lain. Pembentukan endapan biru dari penambahan ferrosianida ke dalam larutan harus
menunjukkan adanya ion ferri, dan pembentukan endapan biru dari penambahan ferrisianida
harus menunjukkan bahwa ion ferro ada. Tentu saja, pembentukan endapan biru dari
penambahan kedua ferrosianida dan ferrisianida dapat menunjukkan bahwa kedua ion ferro dan
ferri ada dalam sampel.

Jika besi melebur dalam asam sulfat encer dan larutan diuapkan sampai kering, kristal hijau
terang dari ferro sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O), kadang-kadang disebut asam belerang hijau
atau copperas, diperoleh. Garam ini adalah garam besi yang lebih banyak digunakan, dan paling
banyak diperoleh dari pengendapan “pengasinan” larutan, diperoleh sebagai produk dari
pembersihan ion dengan mencelupkan ke dalam asam sulfat sebelum galvanisasi.

1. Besi(III)

Ion besi(III) berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan 349 C mm-3 untuk low-spin dan 232
C mm-3 untuk high-spin, sehingga mempunyai daya mempolarisasi yang cukup untuk
menghasilkan ikatan berkarakter kovalen. Sebagai contoh, besi(III) kloridaberwarna merah-
hitam, berupa padatan dengan struktur jaringan kovalen. Pada pemanasan hingga fase gas
terbentuk spesies dimerik, Fe2Cl6. Besi(III) klorida dapt dibuat dari pemanasan langsung besi
dengan klorin menurut persamaan reaksi:

2Fe(s) + 3Cl2 (g) 3FeCl3 (s)


Besi(III) bromida mirip dengan besi(III) klorida, tetapi besi(III) iodida tidak dapat diisolasi sebab
ion iodida mereduksi besi(III) menjadi besi(II):

2Fe3+ (aq) + 2I- (aq) +  2Fe2+ (aq) + I2 (aq)


Besi(III) klorida anhidrat bereaksi dengan air menghasilkan gas HCl karena reaksinya bersifat
eksotermik, kontras dengan padatan kuning kekemasan garam heksahidrat, FeCl3.6H2O, yang
larut begitu saja dalam air menghasilkan ion heksahidrat, [Fe(H2O)6]3+:

FeCl3 (s) + 3H2O (l)  Fe(OH)3 (s) + 3HCl (g) + kalor


Ion heksaakuobesi(III), [Fe(H2O)6]3+, berwarna agak ungu pucat, seperti halnya warna besi(III)
nitrat nanohidrat. Warna kekuningan untuk senyawa kloridanya dapat dikaitkan dengan
terjadinya transfer muatan Fe3+ - C-  Fe2+ - Cl0 dalam ion [Fe(H2O)5Cl]2+.
Semua garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan asam. Rapatan muatan kation yang
relatif tinggi (232 C mm-3) mampu mempolarisasikan molekul air ligan dengan cukup kuat,
sehingga molekul air pelarut dapat berfungsi sebagai basa dan memisahkan proton dari air ligan
tersebut menurut persamaan reaksi:

[Fe(H2O)6]3+ (aq) + H2O (l) H3O+ (aq) + [Fe(H2O)5(OH)]2+ (aq)

[Fe(H2O)5(OH)]2+ (aq) + H2O (l) H3O+ (aq) + [Fe(H2O)4(OH)2]+ (aq)


Kesetimbangan reaksi tersebut sangat bergantung pada pH. Penambahan ion hidronium tentu
akan menggeser kesetimbangan kekiri, menghasilkan ion [Fe(H2O)6]3+ yang hampir tak
berwarna. Sebaliknya, penambahan ion hidroksida akan menggeser kesetimbangan kekanan,
menghasilkan larutan kuning dan lebih lanjut endapan gelatin besi(III) oksida hidroksida,
FeO(OH) yang berwarna karat.
Walaupun biasanya spesies besi(III) mengadopsi geometri oktahedron, tetapi ligan ion klorida
dapat menghasilkan geometri tetrahedron ion tetrakloroferat(III), [FeCl4]-. Ion kompleks ini
berwarna kuning dan dapat diisolasi dengan penambahan HCl pekat ke dalam larutan ion
heksaakuobesi(III) menurut persamaan reaksi:

[Fe(H2O)6]3+ (aq) + 4Cl- (aq) [FeCl4]- (aq) + 6H2O (l)


Uji terhadap adanya ion besi(III) dapat dilakukan dengan penambahan larutan ion
heksasianoferat(II), [Fe(CN)6]4-, yang menyebabkan terjadinya endapan biru Prusian besi(III)
heksasianoferat(II), Fe4[Fe(CN)6]3.

4Fe3+ (aq) + 3[Fe(CN)6]4- (aq)  Fe4[Fe(CN)6]3 (s).


Selain itu, uji paling sensitif adanya ion besi(III) adalah dengan penambahan larutan ion tiosianat
ke dalam larutan fe(III); terjadinya warna merah darah oleh karena terbentuk ion
pentaaquotiosianatobesi(III), sebagai indikasi adanya ion Fe3+ dalam larutan.

[Fe(H2O)6]3+ (aq) + SCN- (aq)  [Fe(H2O)5(SCN)]2+ (aq) + H2O (l)


2. Besi(II)

Besi(II) klorida anhidrat, FeCl2, dapat dibuat dengan mengalirkan gas HCl kering pada logam
besi panas. Karena gas H2 yang dihasilkan bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II) menjadi
besi(III) dapat dicegah:

Fe (s) + 2HCl (g)  FeCl2 (s) + H2 (g)

Besi(II) klorida anhidrat tak berwarna demikian juga tetrahidratnya, tetapi heksahidratnya
menjadi agak kehijauan. Baik besi(II) klorida anhidrat maupun terhidrat, keduanya adalh ionik.
Hal ini dapat diasosiasikan dengan rendahnya densitas muatan besi(II) (~ 98 C mm -3) yang jauh
berbeda dengan rendahnya densitas muatan besi(III) (~ 232 C mm-3). Semua garam besi(II)
terhidrat mengandung ion [Fe(H2O)6]2+ yang berwarna pucat kehijauan, jika sebagian teroksidasi
menjnadi besi(III) warna menjadi kuning kecokalatan. Kristal garam besi(II) sulfat heptahidrat,
FeSO4.7H2O, cenderung kehilangan beberapa molekul air (efleresense). Dalam fase padat, garam
rangkap amonium besi(II) sulfat heksahidrat, (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O, atau lebih tepatnya
amonium heksaakuobesi(II) sulfat, [(NH4)2Fe(H2O)6][SO4]2, atau disebut juga garam Mohr,
menunjukka stabilitas kisi yang paling tinggi. Garam ini di udara terbuka tidak mengalami
efluoresense dan juga tidak teroksidasi, sehingga sering dipakai sebagai larutan
standarkhususnya pada titrasi redoks.

Penambahan ion hiroksida ke dalam larutan ion besi(II) pada awalnya menghasilkan endapan
gelatin hijau besi(II) hidroksida. Tetapi, hadirnya oksidator misalnya dari udara, mengakibatkan
terjadi perubahan warna menjadi kuning-coklat dari besi(III) oksida terhidrat menurut persamaan
reaksi:

Fe2+ (aq) + 2OH- (aq)  Fe(OH)2 (s)

Sama seperti ion besi(III) yang dapat diidentifikasi dengan ion heksasianoferat(II), [Fe(CN)6]4-,
ion besi(II) juga dapat dideteksi dengan ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6]3-, dengan
menghasilkan produk yang sama dengan biru Prusian (yang pada mulanya disebut biru Turnbull
ketika diduga merupakan produk berbeda):

3Fe2+ (aq) + 2[Fe(CN)6]3- (aq)  Fe4[Fe(CN)6]3 (s) + 6CN- (aq)

3. Oksida Besi

Ada tiga macam oksida besi yang umum dikenal yaitu besi(II) oksida, FeO, besi(III) oksida,
Fe2O3, dan besi(II) besi(III) oksida, Fe3O4. Besi(II) oksida yang berwarna hitam sesungguhnya
merupakan senyawa nonstoikiometrik, selalu sedikit kekurangan ion besi(II). Besi(II) oksida
bersifat basa, larut dalam air menghasilkan ion Fe2+.

Besi(III) oksida hanya dapat terbentuk dalam oksigen atmosfer, maka atmosfer planet bumi
tentuylah sangat kaya akan oksigen oada waktu itu. Besi(III) oksida dapat dibuat di laboratorium
yaitu dengan memanaskan (~ 200oC) besi(III) oksida hidroksida, yang diperoleh dari
penambahan ion hidroksida pada ion Fe3+.

Proses pengaratan besi

Oksidasi logam besi secara perlahan oleh dioksigen udara dikenal sebagai proses pengaratan.
Dengan menggunakan indikator dapat ditunjukkan adanya kenaikan pH di sekitar permukaan
besi yang berkarat. Proses pengaratan besi merupakan pembentukan oksida terhidrat, Fe(OH)3
atau FeO(OH), secara elektrokimia dan ini hanya terjadi oleh karena hadirnya dioksigen, air dan
suatu elektrolit. Jika salah satu dari ketiga zat tersebut absen, proses pengaratan akan terhambat.
Di suatu titik permukaan besi yang mengandung konsentrasi dioksigen lebih besar terjadilah
proses reduksi menjadi ion hidroksida:

O2 (g) + 2H2O (l) + 4 e  4OH- (aq)


Batang besi bertindak seperti kawat (kabel) penghubung baterai yang mengangkut elektron dari
titik permukaan besi yang lain yang mempunyai konsentrasi dioksigen lebih rendah tempat
terjadinya proses oksidasi:

Fe (s)  Fe2+ (aq) + 2 e

Kedua ion tersebut terdifusi dan bertemu menghasilkan endapan besi(II) hidroksida, Fe(OH)2,
yang teroksidasi lebih lanjut dalam suasana basa menjadi besi(III) oksida hidroksida. Jadi, secara
ringkas persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:

Katode : O2 (g) + 2H2O (l) + 4e 4OH- (aq)


Anode : Fe (s) +
-
3OH (aq) FeO(OH) (s) + H2O (l) + 4 e
Redoks : Fe (s) + O2 (g) + H2O (l) FeO(OH) (s) + OH-(aq)

B. Kobalt (Co)

1. Senyawa Oksida

Beberapa oksida logam kobalt adalh kobalt(II), CoO, campuran Co(II) dan Co(III) – Co3O4.
Satu-satunya oksida logam divalen, CoO yang berupa serbuk hijau, dapat diperoleh dari
pemanasan logamnya dalam udara atau dengan uap air, atau pemanasan hidroksida, karbonat
atau nitrat dalam kondisi tanpa udara. CoO mempunyai struktur NaCl alam, dan stabil;
pemanasan 600 -700 oC mengakibatkan terbentuknya Co3O4-hitam. Oksidasi Co(OH)2 atau
penambahan larutan alkali ke dalam kompleks kobalt(III) diperoleh kobalt(III)
hidroksida,CoO(OH).

2. Kobalt(III)

Semua senyawa kompleks kobalt(III) mengadopsi geometri oktahedron, misalnya ion


heksaaminakobalt(III), [Co(NH3)6]3+, dan heksasianokobaltat(III), Co[CN]6]3-. Ion kompleks
heksanitrokobaltat(III), [Co(NO2)6]3-, yang berwarna kuning dan biasanya dibuat sebagai garam
natriumnya, menunjukkan sifat yang tak lazim. Seperti lazimnya garam-garam alkali,
Na3[Co(NO2)6] larut dalam air, tetapi garam kaliumnya sangat sukar larut dalam air, demikian
juga garam-garam rubidium maupun sesiumnya. Hal ini dikaitkan dengan ukuran ion relatif. Ion
kalium mempunyai ukuran relatif jauh lebih dekat dengan ukuran anion kompleksnya, sehingga
kristalnya memiliki energi kisi yang lebih tinggi dan kelarutan lebih rendah. Sifat ini merupakan
salah satu reaksi penunjuk kualitatif adanya ion kalium:

3K+ (aq) + [Co(NO2)6]3- (aq)  K3[Co(NO2)6] (s)

Kuning
3. Kobalt(II)

Gaeam kobalt(II) berwarna pink jika ion logam ini mengadopsi geometri oktahedral, misalnya
sebagai [Co(H2O)6]2+, tetapi berwarna biru jika mengadopsi geometri tetrahedral, misalnya
sebagai [CoCl4]2-. Kristal CoCl2.6H2O berwarna pink (demikian juga dalam larutan air), namun
pada penambahan HCl pekat akan diperoleh larutan biru karena terbentuk ion tetrahedral
[CoCl4]2- :

[Co(H2O)6]2+ (aq) + 4Cl- (aq) [CoCl4]2- (aq) + 6H2O (l)

Pink biru

Hasil yang sama juga dapat diperoleh pada proses pelarutan kristal pink CoCl2.6H2O di daalam
etanol absolut atau aseton; dalam hal ini, pelarut etanol/aseton berfungsi menarik ligan air dari
sekeliling ion pusat Co2+, sehingga posisi ligan digantikan oleh ion Cl- namun membentuk
geometri yang berbeda. Kondid keseimbangan warna antara pink – biru dapat dibuat “tepat”
dengan cara melarutkan kristal pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut, kemudian
menambahkan air secara tetes demi tetes sehingga larutan biru hampir tepat berubah menjadi
pink. Larutan dalam kondisi keseimbangan seperti ini sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur, yaitu jika larutan dipanaskan maka warna larutan menjadi biru, tetapi jika larutan
didinginkan (dalam air es) warna larutan menjadi pink.

Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion kobalt(II) menghasilkan endapan kobalt(II)
hidroksida yang berwarna biru pada awalnya, tetapi menjadi pink setelah dibiarkan beberapa
lama:

[Co(H2O)6]2+ + 2OH-  Ca(OH)2 + H2O

Secara perlahan, kobalt(II) hidroksida teroksidasi oleh oksigen udara menjadi kobalt(III) oksida
hidroksida, CoO(OH).

Kobalt(II) hidroksida barangkali daapat dianggap sebagai hidroksida amfoterik, sebaba


penambahan ion hidroksida pekat menghasilkan larutan biru ion tetrahidroksokobaltat(II):

Co(OH)2 + 2OH-  [Co(OH)4]2-

C. Nikel (Ni)

Sebagian besar senyawa kompleks nikel mengadopsi struktur geometri oktahedron, hanya sedikit
mengadopsi geomtrei tetrahedron dan bujursangkar. Ion heksaakuonikel(II) berwarna hijau;
penambahan amonia menghasilkan ion biru heksaaminanikel(II):

[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 6NH3 (aq)  [Ni(NH3)6]2+ (aq) + 6H2O(l)


hijau biru

Penambahan larutan ion hidroksida ke dalam larutan garam nikel(II) menghasilkan endapan
gelatin hijau nikel(II):

[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 2OH- (aq)  [Ni(OH)2] (s) + 6H2O (l)

Seperti halnya kobalt(II), kompleks yang lazim mengadopsi geometri tetrahedron adalah halida,
misalnya ion tetrakloronikelat(II) yang berwarna biru. Senyawa kompleks ini terbentuk dari
menambahan HCl pekat ke dalam larutan garam nikel(II) dalam air:

[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 4Cl- (aq)  [NiCl4]2- (aq) + 6H2O (l)

hijau biru

Senyawa kompleks nikel(II) bujursangkar yang umum dikenal adalah ion tetrasianonikelat(II),
[Ni(CN)4]2-, yang berwarna kuning, dan bis (dimetilglioksimaton) nikel(II), [Ni(C4N2O2H7)2]
yang berwarna merah pink. Warna yang karakteristik pada kompleks yang kedua ini sering
digunakan untuk reaksi uji terhadap ion nikel(II). Senyawa kompleks ini dapat diperoleh dari
penambahan larutan dimetilglioksim (C2N2O2H8 = DMGH) ke dalam larutan nikel(II) yang
dibuat tepat basa dengan penambahan amonia:

[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 2DMHG (aq) + 2 OH- (aq)  [Ni(DMG)2] (s) + 8H2O (l)

2.5 Kegunaan

A. Besi (Fe)

1. Digunakan sebagai campuran untuk membuat paduan logam, misalnya untuk membuat baja,
besi tempa, besi tuang, dan lain-lain yang banyak digunakan sebagai bahan bangunan, peralatan-
peralatan logam, rangka kendaraan dan lain-lain.

2. Digunakan untuk membuat lembaran logam seperti lembaran logam berlapis seng.

3. Besi(III)- digunakan sebagai polishing and grinding agent dan pada pembuatan ferrit.

4. Besi murni digunakan sebagai bahan elektromagnet.

5. Senyawa-senyawa besi digunakan dalam bidang kedokteran untuk pengobatan anemia.

6. Digunakan sebagai tonik.

7. Besi mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem biologi, misalnya, dalam
haemoglobin dan mioglobin (pembawa O2), ferredoksin dan sitokrom (proses redoks), ferritine
(penyimpanan zat besi), asam fosfatase (hidrolisis fosfat), superoksida dismutase (dismutase
O2), dan nitrogenase (fiksasi nitrogen). Kekurangan besi dalam tubuh menyebabkan anaemia
dan kelebihan besi menyebabkan haemochromatosis.

B. Kobalt (Co)

1. Kobalt-60 digunakan dalam industri dan terapi radioisotop.

2. Digunakan sebagai campuran paduan logam yang banyak dimanfaatkan dalam industri dan
turbin gas pada mesin pesawat terbang.

3. Baja-kobalt digunakan untuk membuat magnet permanen.

4. Dengan wolfram (tungsten) karbida digunakan untuk membuat bahan yang sangat keras.

5. Digunakan sebagai pengering keramik dan cat.

6. Digunakan sebagai katalis pada beberapa reaksi kimia.

7. Senyawa-senyawa kobalt secara luas digunakan sebagai pigment,misalnya, earna biru untuk
porselen, enamel, dan kaca, katalis, dan sebagai zat additif pada pakan ternak.

C. Nikel (Ni)

1. Digunakan sebagai pelapis logam tahan karat.

2. Digunakan untuk membuat aliasi logam seperti monel, nikrom, dan alniko.

3. Serbuk nikel digunakan sebagai katalis pada hidrogenasi lemak dalam pembuatan margarin.

4. Nikel(III) oksida digunakan pada sel Edison.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Logam-logam triade besi terdiri atas besi (Fe), kobalt (Co), dan Nikel (Ni).
2. Unsur besi sumber utamanya adalah mineral haematite, (α-Fe2O3), magnetite, (Fe3O4),
siderite, (FeCO3), goethite, (α-Fe(O)OH), lepidocrocite, (γ-Fe(O)OH), pyrite, (FeS2), dan
chalcopyrite, (CuFeS2), taconite, mengandung semua mineral-mineral besi lainnya, umumnya
berwarna hijau, dan unsur terbanyak keempat dengan kelimpahan dalam batuan kerak bumi
adalah ~62000 ppm.
3. Kobalt merupakan logam yang jarang ditemukan, diperkirakan meliputi 20 ppm dalam kerak
bumi. Kobalt ditemukan dalam cadangan yang mengumpul sehingga produksi tahunannya
mencapai jutaan pon. Di alam, kobalt terdapat pada lapisan-lapisan batuan sebagai smaltit
(CoAs2), kobalt sulfarsenid (CoAsS), kobaltit dan erithrit.
4. Nikel menduduki urutan ke-24 dalam jumlah kandungannya di kerak bumi. Bijih-bijih nikel
yang utama ialah sulfida, oksida, dan arsenida. Di alam, nikel terdapat dalam bentuk senyawa,
misalnya pentlandite (FeS.NiS), nickeliferous pyrrhotite dan lain-lain.
5. Besi dapat diekstraksi menggunakan tanur tiup; kobalt diperoleh melalui reduksi Co3O4
dengan Al atau C yang diikuti oleh electrolytic refining; dan nikel diperoleh dengan ekstraksi
melalui proses Mond.

Anda mungkin juga menyukai