0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
173 tayangan18 halaman

Nanosains

Dokumen tersebut membahas tentang nanosains dan aplikasinya. Nanosains adalah ilmu yang mempelajari materi pada skala nanometer (kurang dari 100 nm) yang memiliki sifat berbeda dari materi pada skala lebih besar. Nanopartikel adalah partikel dengan ukuran di bawah 100 nm yang dapat berupa satu bahan atau campuran bahan. Nanosains memiliki berbagai aplikasi seperti di bidang elektronik, kedokter

Diunggah oleh

gusti ayu
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
173 tayangan18 halaman

Nanosains

Dokumen tersebut membahas tentang nanosains dan aplikasinya. Nanosains adalah ilmu yang mempelajari materi pada skala nanometer (kurang dari 100 nm) yang memiliki sifat berbeda dari materi pada skala lebih besar. Nanopartikel adalah partikel dengan ukuran di bawah 100 nm yang dapat berupa satu bahan atau campuran bahan. Nanosains memiliki berbagai aplikasi seperti di bidang elektronik, kedokter

Diunggah oleh

gusti ayu
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang sangat pesat menghasilakn teknologi yang
semakin tinggi. Para ahli fisika, biologi, kimia dan lainnya berlomba-lomba
untuk menciptakan teknologi yang semakin tinggi, tepat guna dan bebas polusi.
Dengan ditemukannya teknologi nano tanpa disadari kita sudah berada di depan
revolusi iptek yang akan membawa dampak yang sangat berpengaruh dalam
segala aspek kehidupan manusia.
Sains dan teknologi telah terbukti dapat meningkatkan daya saing suatu
bangsa secara signifikan, sehingga memasukkan sains dan teknologi sebagai
elemen kunci dalam pengembangan bangsa menjadi suatu keharusan. Setiap
bangsa terus meningkatkan penguasaan terhadap sains dan teknologi mereka
untuk memenangkan persaingan di era global. Memasuki abad ke-21 terjadi
penemuan penting mengenai sifat-sifat dan kinerja material pada skala nanometer
(10-9 m), yang ternyata memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan material
pada skala meter atau bahkan mikro meter (10-6 m) yang dikenal dengan sains
dan nanoteknologi. Nanoscience adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
segala sesuatu yang berkaitan dengan materi yang berukuran 0,1 nm sampai 100
nm. Sedangkan nanoteknologi merupakan teknologi yang berusaha
mengembangan dan memanfaatkan semua yang sudah dipelajarai dalam
nanoscience. Nanoteknologi dapat mengubah suatu bahan material yang
tidak berguna dengan menyusun kembali susunan unsur-unsurnya.
Nanoteknologi telah mengubah paradigma cara pandang terhadap teknologi;
material didesain dan disusun dalam orde atom-per-atom atau molekul-
permolekul, sehingga diperoleh suatu bahan yang memiliki sifat istimewa, jauh
mengungguli material yang ada saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah nano partikel itu?
2. Apakah nanosains itu?
3. Bagaimana aplikasi nanosains dalam kehidupan?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui nanopartikel
2. Untuk mengetahui nanosains
3. Untuk mengetahui aplikasi nanosains dalam kehidupan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definis Nanopartikel


Nanomaterial merupakan suatu pondasi nanosains dan nanoteknologi yang
memiliki potensi untuk merevolusi cara di mana bahan dan produk yang
berdampak komersial yang signifikan dimasa mendatang dalam dunia teknologi
seperti elektronik, kedokteran dan bidang lainya (Alagarasi, 2011).
Pengembangan metoda sintesis nanopartikel merupakan salah satu bidang yang
menarik minat peneliti dalam pembuatan nanopartikel dengan ukuran yang kurang
dari 100 nm yang memiliki sifat kimia dan fisika yang lebih baik dibandingkan
dengan material sejenis yang memiliki ukuran lebih besar (Hosokawa et al, 2007).
Material yang dapat menghasilkan berstruktur nano merupakan partikel-
partikel penyusunya harus diatur sedemikian rupa sehingga partikel-partikel
tersebut bergabung menjadi material yang berukuran besar dan sifat materialnya
dapat dipertahankan. Sifat material berstruktur nano sangat bergantung pada
ukuran maupun distribusi ukuran, komponen kimiawi unsur-unsur penyusun
material tersebut, keadaan dipermukaan dan interaksi antar atom penyusun
material nanostruktur. Keterkaitan sifat parameter-parameter memungkinkan sifat
material memiliki sifat stabilitas termal yang sangat tinggi (Nabok, 2000; Enggrit,
2011).
Nanopartikel dapat terdiri dari bahan konstituen tunggal atau menjadi
gabungan dari beberapa bahan. Nanopartikel di alam sering ditemukan dengan
bahan aglomerasi dengan berbagai komposisi, sedangkan komposisi bahan murni
tunggal dapat dengan mudah disintesis dengan berbagai metode. Berdasarkan sifat
kimia dan elektromagnetik, nanopartikel dapat tersebar seperti aerosol,
suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal. Sebagai contoh, nanopartikel
magnetik cenderung mengelompok, membentuk sebuah aglomerat, kecuali
permukaan mereka dilapisi dengan bahan non-magnetik, dan dalam keadaan
menggumpal, nanopartikel dapat berperilaku sebagai partikel yang lebih besar,
tergantung pada ukuran aglomerat tersebut (Buzea, et al., 2007).

3
Saat ini para ilmuwan sepakat bahwa yang dapat dikelompokkan dalam
skala nanometer adalah ukuran yang lebih kecil dari 100 nm. Orang menyebut
nanopartikel jika diameter partikel tersebut kurang dari 100 nanometer. Dimensi
ini digunakan untuk membedakan dengan ukuran micrometer (ribuan nanometer)
dan submicrometer (ratusan nanometer) yang telah lebih dulu digunakan. Namun
riset nanoteknologi tidak hanya terbatas pada nanopartikel, tetapi lebih luas ke
material nanostruktur. Material nanostruktur adalah material yang tersusun atas
bagian-bagian kecil, di mana tiap-tiap bagian berukuran kurang dari 100
nanometer, walupun ukuran material secara keseluruhan cukup besar dan sifat
bagian-bagian kecil tersebut tetap dipertahankan. Menurut Nabok (2000) contoh
material nanostruktur adalah:
1. Nanopartikel, yaitu partikel dengan diameter kurang dari 100 nm.
Nanopartikel disebut juga nanodot (titik nano) atau quantum dot (titik
kuantum).
2. Nanorod, yaitu semacam kawat atau silinder yang memiliki diameter
kurang dari 100 nm, berapa pun panjangnya. Nanorod kadang disebut juga
nanowire. Orang elah berhasil membuat nanowire dengan panjang
beberapa ratus micrometer. Contohnya, pembuatan carbide nanorods (TiC,
NbC, Fe3C, SiC, dan BCx) dengan diameter antara 2 sampai 30 nm dan
panjang hingga 20 μm telah dilaporkan oleh Dai dkk.
3. Nanoribbon, adalah material berbentuk pita dengan ketebalan kurang dari
100 nm.
4. Nanosheet, adalah material berbentuk lembaran dengan ketebalan kurang
dari 100 nm. Perbedaan nanosheet dan nanoribbon terletak pada dimensi
lebarnya. Pada nanoribbon, lebar material tidak terlalu besar (beberapa
ratus nanometer) dan panjangnya jauh lebih besar daripada lebar.
Sedangkan nanosheet memiliki panjang yang hampir sama dengan lebar
dan ukurannya ratusan nm hingga beberapa micrometer.
5. Nanotube, adalah material berbentuk silinder dengan ketebalan kulit
silinder kurang dari 100 nm. Contoh yang terkenal adalah carbon nanotube
di mana kulit silinder berupa satu atau beberapa lapis atom karbon.

4
6. Nanotube lain yang berhasil dibuat adalah boron nitride (BN) nanotube
yang kulitnya terdiri dari beberapa atom boron dan nitrogen.
7. Nanoporous, adalah material yang mengandung sejumlah poros dan
ukuran tiap poros kurang dari 100 nm. Contoh material ini adalah zeolite
dan MCM-41 (silikon dioksida yang mengandung poros yang tersusun
secara heksagonal).
2.2 Nanosains
Nanosains didefinisikan sebagai studi tentang fenomena dan manipulasi
bahan pada skala molekuler dan makromolekulaer, dimana sifatnya berbeda
secara signifikan dari bahan yang berada di skala yang lebih besar. Nanoteknologi
didefinisikan sebagai desain, karakterisasi, produksi dan penerapan struktur,
perangkat dan sistem dengan mengontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer
(Haryo, 2010).
Nanosains adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur
fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Dalam terminologi ilmiah,
nano berarti satu per satu milyar (0,000000001). Satu nanometer adalah seper
seribu mikrometer, atau seper satu juta milimeter, atau seper satu milyar meter.
Jika panjang pulau jawa dianggap satu meter, maka diameter sebuah kelereng
kira-kira sama dengan 10 nanometer (Arikawati, 2015).

Gambar 1. Ukuran suatu obyek dari skala millimeter menuju nanometer

5
Yang dapat dikelompokkan dalam skala nanometer adalah ukuran yang
lebih kecil dari 100 nm. Orang menyebut nanopartikel jika diameter partikel
tersebut kurang dari 100 nanometer. Namun, riset nanosains tidak hanya terbatas
pada nanopartikel, tetapi lebih luas ke material nanostruktur. Material
nanostruktur adalah material yang tersusun atas bagian-bagian kecil, di mana tiap-
tiap bagian berukuran kurang dari 100 nanometer, walaupun ukuran material
secara keseluruhan cukup besar. tetapi dalam ukuran tersebut sifat bagian-bagian
kecil harus tetap dipertahankan (Hosokawa et al, 2007).
Awalan kata 'nano' berasal dari bahasa Yunani nano, yang artinya 'kerdil'.
Satu nanometer sama dengan satu seper satu miliar meter. Istilah nanoteknologi
dan nanosains merupakan istilah yang saling terkait, namun kadang
membingungkan apa sebenarnya yang membedakan keduanya. Nanosains khusus
mengacu pada studi tentang benda-benda yang sangat kecil dan berada di kisaran
sepuluh sampai ratusan nanometer. Sedangkan Nanoteknologi merupakan
penerapan atau aplikasi dari teknologi untuk membuat bahan atau benda
berukuran nanometer yang diterapkan pada teknologi yang sudah ada dengan
harapan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada menggunakan teknologi atau
bahan yang ukurannya lebih besar (Enggrit, 2011).
Skala nano (nanoscale) merupakan skala yang digunakan pada hal-hal
yang dipelajari atau digunakan dalam materi yang berkaitan dengan nanoteknologi
dan nanosains. Untuk mempelajari benda-benda yang ukurannya sangat kecil
(berukuran), maka kita tidak bisa menggunakan mata telanjang. Oleh sebab itu,
dibutuhkan teknologi tambahan. Mungkin agak sulit dibayangkan betapa kecilnya
benda yang berukuran nanometer. Banyangkan saja, pada umumnya, ketebalan
sehelai kertas yaitu 0.009906 cm, ukuran tersebut sekitar 100.000 nanometer
(Hosokawa et al, 2007).

6
Gambar 2. Rekayasa jaringan berukuran nanometer untuk mendapatkan hasil yang
optimal
Ketika benda diubah ke dalam bentuk nano, maka warna dan sifat-sifat
dari benda tersebut tentuk akan juga berubah. Dalam hal ini, nanosains berperan
dalam proses perubahan sifat-sifat benda-benda tersebut. Perlu diketahui bahwa
nanoteknologi dan nanosains adalah bidang interdisipliner yang menggabungkan
fisika, kimia, dan biologi (Hosokawa et al, 2007).
Salah satu ilmu pengetahuan yang sedang berkembang dengan pesat saat
ini adalah nanosains. Sesuai dengan namanya, nanosains adalah ilmu dimana
manusia berusaha untuk mempelajari berbagai gejala-gejala alam yang berukuran
nanometer. Perlu diketahui bahwa 1 nanometer sama dengan 10-9 meter. Sebagai
ilustrasi ukuran nanometer ini, jika dianggap bahwa jari-jari bumi ini adalah 1
meter, maka jari-jari sepakbola adalah sekitar 1 nanometer. Berbagai contoh
gejala maupun obyek alam yang berada pada ukuran nanometer, di antaranya
adalah protein sintesis [gambar 1(a)], partikel virus [gambar 1(b)], partikel
titanium dioksida/platinum [gambar 1(c)], dan carbon nanotube [gambar 1(d)]
(Hosokawa et al, 2007).

Gambar 3. Berbagai gejala dan obyek alam yang memiliki ukuran dalam orde
nanometer. (a) proteinsintesis [1,2], (b) partikel virus dalam formasi
icosahedral, (c) partikel platinum [tanda panah] yang berada pada

7
lapisan titanium dioksida, (d) carbon nanotube dengan dinding
tunggal.
Berbagai gejala dan obyek fisis dalam orde nanometer di atas tidak dapat
diamati tanpa adanya alat bantu pengamatan. Dengan demikian, dunia yang
ditempati oleh gejala dan obyek fisis tersebut berada dalam dunia
submikroskopik. Lebih lanjut lagi, perilaku fisis dan kimiawi dalam dunia
submikroskopik berbeda dengan perilaku dalam dunia makroskopik. Jika dunia
makroskopik dapat dibahas melalui hukum Newton dan teori relativistik, dunia
mikroskopik tidak lagi sesuai dengan hukun Newton. Oleh karena itu, diperlukan
sebuah konsep yang dapat menangani gejala alam yang berada dalam ukuran
submikroskopik. Konsep yang dapat digunakan tidak lain adalah mekanika
kuantum. Dengan demikian, secara konseptual, nanosains dan nanoteknologi tidak
terlepas dari mekanika kuantum (Haryo, 2010).
Dalam dunia mikroskopis, sifat fisika, kimia, dan bahkan biologi berubah
drastik. Selain itu,sifat magnetik, listrik, dan optis material menjadi unik. Dalam
dunia mikroskopis ini pulalah terjadi berbagai mekanisme biologis yang penting.
Selain itu, akan menjadi menarik untuk mengkonstruksi suatu alat mekanis pada
ukuran mikroskopis. Dengan demikian, terdapat suatu skala panjang kritis dimana
terjadi perubahan sifat yang drastik pada skala mikroskopis (Haryo, 2010).

Gambar 4. Sifat mekanis yang bergantung pada ukuran partikel.

8
Gambar 4. di atas menunjukkan sifat mekanik yang diinginkan dari suatu
material atau bahan yang bergantung pada ukuran partikel bahan atau material
tersebut. Dapat diamati dari Gambar 2 bahwa sifat-sifat mekanis yang paling
besar (maksimum) terjadi ketika ukuran paritkel adaladah sangat halus, mendekati
ukaran nanometer. Semakin besar ukuran partikel, yakni pada skala micrometer
ke atas, sifat-sifat mekanis yang diinginkan justru berkuang (Enggrit, 2011).
Sedangkan, ukuran partikel yang lebih kecil daripada skala nanometer,
justru menghasilkan bahan amorphous. Sifat fisis lainnya yang menarik adalah
sifat optis material nano. Sifat optis ini bergantung pada ukuran partikelnya.
Sifat magnetik bahan nano dapat digunakan untuk teknologi kedokteran
masa depan. Ukuran partikel nano yang lebih kecil daripada pembuluh darah
dapat dimanfaatkan untuk memandu obat-obatan tertentu agar sampai sasaran di
dalam tubuh. Pertama, partikel nano disuntikkan ke dalam partikel-partikel obat.
Selanjutnya, menggunakan kendali medan magnet di luar tubuh, partikel obat ini
dapat dikendalikan sampai ke jaringan penyakit. Hal ini dapat diamati pada
Gambar 4. Lebih daripada itu, partikel nano ini dapat digunakan sebagai terapi
untuk mematikan sel-sel penyakit dengan cara menyusupkan material nano ke
dalam sel penyakit dan kemudian menerapkan medan magnet yang berubah-ubah
pada bahan nano tersebut (Enggrit, 2011).

Gambar 5. Material nano yang dimasukkan ke dalam material obat.

9
Sifat magnetic partikel nano digunakan untuk mengarahkan obat ke
jaringan tertentu. Sejak tahun 2000, riset material skala nanometer memasuki
babak yang paling progresif. Penemuan baru dalam bidang ini muncul hampir
dalam tiap minggu dan aplikasi-aplikasi baru mulai tampak dalam berbagai
bidang, seperti bidang elektronik (pengembangan divais ukuran nanometer),
energi (pembuatan sel surya yang lebih efisien), kimia (pengembangan katalis
yang lebih efisien, baterei yang kualitasnya lebih baik), kedokteran
(pengembangan peralatan baru pendeksi sel-sel kanker berdasarkan pada interaksi
antar sel kanker dengan partikel berukuran nanometer), kesehatan (pengembangan
obat-obat dengan ukuran butir beberapa nanometer sehingga dapat melarut dalam
cepat dalam tubuh sehingga bereaksi lebih cepat dan pengembangan obat “smart”
yang bisa mencari sel-sel tumor dalam tubuh langsung mematikan sel tersebut
tanpa mengganggu sel-sel normal), lingkungan (penggunaan partikel skala
nanometer untuk menghancurkan polutan organic di air sungai dan udara), dan
sebagainya (Haryo, 2010).
Di alam sebenarnya sudah ada sejumlah entitas yang berdimensi
nanometer. Kita mengenal double helix DNA yang memiliki diameter sekitar 2
nm dan ribosom yang memiliki diameter sekitar 25 nm. Atom-atom memiliki
diameter sekitar 0,1 sampai 0,4 nm sehingga material yang berukuran nanometer
hanya mengandung puluhan hingga ribuan atom. Sebagai perbandingan, rambut
manusia memiliki diameter 50.000 hingga 100.000 nm sehingga satu nanometer
kira-kira sama dengan sehelai rambut yang dibelah seratus ribu (Arikawati, 2015).
2.3 Aplikasi Nanosains
Memasuki tahun 2000, riset material skala nanometer memasuki babak
paling progresif. Penemuan baru dalam bidang ini muncul hampir tiap minggu
dan aplikasi-aplikasi baru mulai tampak dalam berbagai bidang, seperti:
a) Elektronik: pengembangan piranti (device) ukuran nanometer,
b) Energi: pembuatan sel surya yang lebih efisien,
c) Kimia: pengembangan katalis yang lebih efisien, baterai yang kualitasnya
lebih baik,

10
d) Kedokteran: pengembangan peralatan baru pendeteksi sel kanker dengan
partikel berukuran nanometer,
e) Kesehatan: pengembangan obat-obat dengan ukuran bulir beberapa
nanometer sehingga dapat melarut dengan cepat dalam tubuh dan bereaksi
lebih cepat, serta pengembangan obat pintar yang bisa mencari sel-sel
tumor dalam tubuh dan langsung mematikan sel tersebut tanpa
mengganggu sel-sel normal,
f) Lingkungan: penggunaan partikal skala nanometer untuk menghancurkan
polutan organik di air dan udara
Perguruan Tinggi, perusahaan, dan pemerintah yang mempelajari bidang
ini beranggapan bahwa aplikasi atau penerapan dari sistem nano dapat mengubah
berbagai aspek kehidupan. Hal ini diyakini bahwa kehidupan manusia akan
semakin simpel dan canggih. Sehingga banyak Perguruan Tinggi di luar negeri
yang menawarkan gelar sarjana dalam bidang nanosains.
Kemajuan dalam nanoteknologi dan nanosains bisa menghasilkan metode
yang lebih efektif. Misalnya, meminimalisir efek samping dari obat, metode baru
untuk memurnikan udara, atau metode baru dalam memperbaiki jaringan tubuh
yang rusak. Nanosains juga sangat bermanfaat untuk penyimpanan dan
pengawetan makanan. Misalnya, lapisan berukuran nano yang dibuat dengan
tanah liat yang diletakkan dalam plastik dapat membuat kondisi kedap udara
sehingga makanan akan lebih awet. Contoh lain lagi, partikel perak berukuran
nano yang dicampurkan dalam pembuatan plastik akan menghambat pertumbuhan
bakteri dalam wadah penyimpanan (Arikawati, 2015).
1. Tablet Nanopartikel
Kebanyakan obat-obatan yang ada sekarang berbentuk partikel dalam
dosis yang tertentu. Isu-isu penting dalam dunia farmasi seperti stabilitas
kimia, fisika, terapi, dan klinik sering dikaitkan dengan sifat-sifat partikel
penyusuan obat tersebut. Diantara sifat tersebut adalah ukuran dan sifat
permukaan partikel. Pada kebanyakan obat yang ada sekarang, ukuran
partikel adalah beberapa micrometer. Ukuran yang besar menimbulkan
reaksi yang lambat pada obat tersetut masuk ke dalam tubuh. Dengan ukuran

11
yang besar, maka diperlukan waktu yang lama untuk melarutkan partikel obat
menjadi senyawa-senyawa aktif (Arikawati, 2015).
Untuk mempercepat rekasi obat, maka reduksi partikel obat ke dalam
orde beberapa nanometer merupakan pendekatan yang sangat menjanjikan.
Ukuran partikel yang kecil serta luas permukaan yang besar memungkinkan
partikel-partikel obat dapat segera melarut begitu memasuki tubuh. Reaksi
obat menjadi sangat cepat. Nanopartikel tersebut kemudian dicampur dengan
polimer yang sesuai sebagai bahan perekat kemudian dipress untuk
membentuk tablet (Arikawati, 2015).
2. Pengkapsulan nanoparticles
Pengkapsulan partikel dengan polimer dapat meningkatkan
kompatibilitas obat dengan bahan organik dalam tubuh serta dapat
melindungi permukaan partikel dari oksidasi. Akibatnya, pengkapsulan dapat
meningkatkan dispersibilitas maupun stabilitas kimiawi dan mereduksi
toksitas (efek keracunan) (Arikawati, 2015).
Pengkapsulan adalah pengepakan material tertentu (bisa padatan atau
cairan) dengan material lain (umumnya material yang tidak reaktif) dalam
bentuk kapsul. Berdasarkan ukuran hasilnya, kita dapat menggolongkan tiga
skala pengkapsulan, yaitu nanoencapsulation jika ukuran hasil antara 1 nm -
1 μm, microencapsulation jika ukuran hasil antara 1 μm – 1 mm, dan
macroencapsulation jika ukuran hasil lebih besar dari 1 mm. Diantara tujuan
pengkapsulan adalah untuk memungkinkan pelepasan material obat pada
posisi tertentu dalam tubuh, memungkinkan penanganan (handling) material
aktif lebih mudah dan aman, memungkinkan penampungan sistem yang
terdiri dari bermacam-macam komponen dalam satu kontainer, melindungi
material sensitif dari pengaruh lingkungan, dan mengubah cairan ke bentuk
bubuk atau padatan. Saat ini kita menjumpai beberapa aplikasi komersial dari
pengkapsulan pada fertilizer, pestisida, pasta gigi, shampoo, kertas yang tidak
mengandung karbon, detergen, penampung debu vacuum cleaner, zat anti api,
dan tisu wajah (Arikawati, 2015).

12
Dalam dunia farmasi, ada kecenderungan mengkasulkan partikel obat
yang berukuran nanometer. Kapsul akan terbuka ketika sampai di lokasi
tertentu dalam tubuh dan melepaskan nanopartikel di lokasi tersebut. Ini
memungkinkan obat dilepaskan pada tempat yang tepat dalam tubuh
sehingga hanya bereaksi dengan sel-sel tubuh yang memang membutuhkan
zat aktif pada obat tersebut. Sel-sel tubuh yang lain yang tidak membutuhkan
zat aktif dari obat tidak diganggu. Pendekatan ini dilakukan dengan
menggunakan material pembukus yang bisa mengenal penyakit dalam sel,
sehingga pembukus hanya terbuka saat berada di lingkungan sel yang dikenai
penyakit tertentu (Arikawati, 2015).
3. Inhaler
Pressurized metered dose inhaler (pMDI) telah diperkenalkan tahun
1956 untuk memasukkan furmula obat ke dalam tubuh melalui penghirupan.
Formula tersebut berwujud suspensi dengan ukuran partikel beberapa
micrometer. Namun, cara ini kurang efisien karena hanya sekitar 10%-15%
yang dapat mencapai paru-paru dan sebagian besar tertahan di oropharynx.
Pendekatan tradisonal dalam perancangan formula untuk pMDI adalah
menggunakan partikel berukuran micrometer dengan kerapatan 1,0 – 1,5
g/cm3. Akan tetapi, partikel yang berukuran micrometer bisaanya memiliki
sebaran ukuran yang lebar dan kurang bebas dalam pengontrolan kerapatan
maupun energi permukaan (Arikawati, 2015).
Saat ini dikaji secara intensif pengembangan metode baru untuk
memasukkan protein ke dalam tubuh yang sulit dimasukkan lewat mulut.
Pemasukan obat melalui saluran pernapasan merupakan alternatif yang
sangat potensial untuk menggantikan teknik jarum suntik. Penelitian tentang
penggunaan partikel berukuran nanometer sebagai obat yang dimasukkan
lewat pernapasan mulai intensif dilakukan. Partikel dengan diameter kurang
dari beberapa ratus nanometer dapat bertahan lebih lama dalam paru-paru.
Ketika terdeposisi dalam paru-paru, partikel tersebut dapat bertahan dalam
waktu yang cukup lama dalam kelenjar paru-paru sampai seluruhnya terlarut.
Lebih lanjut beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel-sel kanker dan

13
epitelum dapat menyerap nanopartikel. Studi in vivo juga mengamati
pengumpulan nanopartikel di sekitar tumor. Sifat ini menjadikan nanopartikel
sebagai kandidat obat penyembyt kanker (Arikawati, 2015).
Namun, masalah serius yang masih dihadapi adalah penggunaan
nanopartikel sebagai obat yang dimasukkan lewat sistem pernapasan
terkendala oleh inersianya yang kecil. Diameter aerodinamik massa (mass
median aerodynamic diameter, MMAD) nanopartikel tidak terlalu cocok
untuk dimasukkan ke tubuh lewat sistem pernapasan. Nanopartikel tersebut
dengan segera dikeluarkan kembali saat pernapasan (melepaskan
pernapasan). Akibatnya, hanya sedikit partikel yang benar-benar dapat
mencapai paru-paru. Lebih lanjut, ukurannya yang kecil memudahkan
partikel bergumpal (agglomerasi) sehingga penanganan (handling) partikel
tersebut sedikit lebih sulit (Arikawati, 2015).
Deposisi maksimum partikel ke dalam tracheo-bronchial dan daerah
alveoli dalam untuk pernapasan normal dapat dicapai jika ukuran partikel
sekitar beberapa micrometer. Penetrasi jauh ke dalam dapat dicapai jika
ukuran partikel 1-5 μm . Untuk mencapai kondisi ini Finlay dkk
menggabungkan nanopartikel tersebut ke dalam partikel yang berukuran
besar. Ukuran partikel hasil gabungan diatur sehingga mencapai sifat
aerodinamik yang memungkinkan partikel tersebut mencapai bagian dalam
paru-paru. Pendekatan lain adalah pembuatan partikel dengan poros besar
(large porous particles, LPP). Partikel ini memiliki ukuran lebih besar dari 5
μm dan rapat massa kurang dari 0,1 g/cm3. Partikel ini akan dideposisi pada
paru-paru dengan efisiensi yang tinggi. Di samping pengeluaran kembali
udara pernapasan hanya sedikit berpengaruh pada LPP sehingga akan banyak
partikel yang dapat mencapai paru-paru (Arikawati, 2015).
4. Kosmetik
Bedak kosmetik tersusun atas partikel-partikel yang sangat halus.
Kosemetik memanfaatkan prinsip hamburan cahaya. Jika ukuran partikel
lebih besar daripada panjang gelombang cahaya maka partikel kosmetik akan
menghmaburkan cahaya yang jatuh padanya sehingga menghasilkan efek

14
warna putih (whitening). Kosemetik dengan ukuran partikel yang besar
digunakan pada krim penghasil warna putih pada kulit. Sebaliknya, jika
ukuran partikel jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya, maka
tidak terjadi hamburan cahaya. Cahaya dapat lolos melewati partikel-partikel
kosmetik hingga mengenai kulit. Tetapi jika partikel tersebut memiliki celah
pita energi yang bersesuaian dengan panjang gelombang ultraviolet, maka
meskipun partikel kosmetik tersebut dapat dilewati oleh cahaya tampak,
namun partikel tersebut menyerap sinar ultraviolet. Kombinasi dua sifat ini
menjadikan partikel-partikel tersebut digunakan pada lotion sunscreen
(menyerap sinar ultraviolet dan meloloskan cahaya tampak) (Arikawati,
2015).
Kosmetik yang berbasis nanopartikel mulai dikaji secara intensif
karena memanfaatkan beberapa sifat khas nanopartikel. Persoalan yang
sering timbul adalah handling nanopartikel sering kali lebih sulit daripada
handling partikel berukuran besar. Untuk memecahkan masalah ini, maka
salah satu metode yang dapat dipakai adalah membentuk agregat nanopartikel
dalam ukuran yang lebih besar. Pembentukan agregat ini tetap
mempertahankan sifat nanopartikel, namun ukuran partikel secara
keseluruhan cukup besar sehingga memudahkan handling (Arikawati, 2015).
Nano-titanium dioksida dan zinc oksida dapat menyerap dan
merefleksikan sinar UV, dan juga transparan terhadap cahaya tampak. Hal ini
sudah digunakan dalam berbagai krim tabir surya. Industri kosmetik telah
berinvestasi pada nanoteknologi. Produk baru mengklaim dapat melakukan
penetrasi lebih dalam pada kulit dan juga keuntungan lainnya. Sebagai
contoh, kosmetik yang memberi asupan vitamin pada tubuh sedang
dikembangkan (Arikawati, 2015).
Perusahan-perusahaan kosmetik besar mecoba mengembangan
kosmetik berbasis pada nanopartikel luminisens. Hal ini memungkinkan
pengembagna kosmetik dengan warna yang sangat kaya, sekaya warna yang
dimiliki diplai yang ada sekarang. Bubuk kosmetik tersebut terdiri dari
nanopartikel yang memancarkan luminisens biru, hijau, dan merah. Kosmetik

15
dengan warna tertentu dibuat dengan mencampur material tersebut dengan
perbandingan volum yang sesuai (Arikawati, 2015).
5. Aplikasi Militer
Berbagai jenis nanopolimer baru sedang dikembangkan. Nanopolimer
ini disemprotkan ke badan prajurit untuk membuat sebuah pakaian tanpa
adanya teknik jahit-menjahit. Material ini direncanakan mengandung enzim
yang dapat mendeteksi dan mengurai agen-agen biologis dan kimiawi yang
bertentangan, memiliki berbagai macam biosensor untuk memonitor
kesehatan dan silikon karbida sebagai proteksi fisik. 'Baju perang' ini sedang
dikembangkan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai
soldier nanotechnologies (Arikawati, 2015).
6. Aplikasi Lingkungan
Terdapat begitu banyak kekhawatiran akan pengaruh nanopartikel
terhadap lingkungan, namun nanopartikel juga dapat berguna dalam
melindungi lingkungan. Jenis aplikasi yang digunakan ialah kolom-kolom
yang mengandung nanopartikel yang dapat mengikat partikel kontaminan
tertentu. Ketika air melewati rongga ini, partikel kontaminan tertentu akan
diserap oleh nanopartikel yang ada di dalam rongga. Nanopartikel ini
kemudian dapat dikeluarkan dari rongga (misalnya dengan magnetisasi) lalu
partikel kontaminan tadi dapat terbuang dengan sendirinya (Arikawati, 2015).
7. Emisi Elektron
Salah satu elemen penting dalam displai adalah katoda pemancar
elektron. Elektron yang dipancarkan menumbuk material fosfor pada layar
displai sehingga memancarkan cahaya luminisens dengan intensitas yang
sesuai. Salah satu kecenderungan pengembangan displai adalah membuat
pemancar elektron yang dapat bekerja pada medan listrik rendah. Pemancar
elektron jenis ini sangat potensial bagi pengembangan field emission display
(FED) dan divais mikroelektronika vakum lainnya. Umumnya pemancar
elektron yang digunakan pada displai yang ada sekarang berbentuk jarum
yang sangat runcing (tip). Penggunaan pemancar elektron medan rendah
dapat menghindari kompleksitas dan mahalnya biaya proses pembuatan tip

16
yang sangat tajam untuk memudahkan pelepasan elektron yang dilakukan
selama ini.
Intan dikenal memiliki afinitas elektron permukaan yang negatif
sehingga menjadi kandidat material pemancar elektron pada medan listik
rendah. Lebih lanjut, intan juga memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan
stabilitas kimiawi yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pemancar
elektron yang berumur panjang meskipun berada dalam kondisi yang sangat
ekstrim.
Namun, masalahnya adalah intan merupakan insulator. Meskipun
elektron dapat dipancarkan dengan mudah dari permukaan intan, tetapi tidak
ada mekanisme yang dapat membawa elektron ke permukaan intan. Elektron
hanya dapat dibawa sampai ke permukaan intan jika permukaan intan atau
keseluruhan bagian intan itu sendiri bersifat konduktif. Kondisi ini tidak
dapat dicapai pada intan yang dikenal saat ini. Zhu dkk menemukan bahwa
dengan mereduksi ukuran intan hingga beberapa nanometer, elektron dapat
ditransport melalui intan, sekaligus dipancarkan dari permukaan intan dengan
batuan mendal listrik rendah. Ini adalah terobosan yang menarik bagi
pengembangan field emission displai generasi baru. Tampak di sini bahwa,
betapa reduksi ukuran partikel ke dalam beberapa nanometer menghasilkan
sifat-sifat baru yang sama sekali tidak diamati pada material ukuran besar
(Arikawati, 2015).
Belum ada penjelasan teroretik yang mapan untuk menjelaskan
mengapa fenomena ini dapat terjadi. Fenomena ini berlawanan dengan
feno,ena yang umumnya dijumpai bahwa jika ukuran parikel direduksi maka
partikel tersebut makin tidak konduktif. Namun untuk intan justru terjadi
sebaliknya. Intan yang semula insulator, berubah menjadi konduktif ketika
ukurannya direduksi menjadi beberapa nanometer (Arikawati, 2015).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nanosains didefinisikan sebagai studi tentang fenomena dan manipulasi
bahan pada skala molekuler dan makromolekulaer, dimana sifatnya berbeda
secara signifikan dari bahan yang berada di skala yang lebih besar. Nanosains
adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun
piranti dalam skala nanometer. Memasuki tahun 2000, riset material skala
nanometer memasuki babak paling progresif. Penemuan baru dalam bidang ini
muncul hampir tiap minggu dan aplikasi-aplikasi baru mulai tampak dalam
berbagai bidang, seperti elektronik, energi, kimia, kedokteran, kesehatan dan
lingkungan.

18

Anda mungkin juga menyukai