0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
369 tayangan12 halaman

Perencanaan Kota

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi
pola kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota yang merupakan sentra
dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat membawa pengaruh
bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota itu sendiri maupun dari luar wilayah
kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi. Urbanisasi telah menyebabkan
ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah satu implikasinya adalah
terjadinya penggumpalan tenaga kerja di kota-kota besar di Indonesia. Dampak lain dari
tingginya arus urbanisasi kota adalah dalam hal permukiman kota. Namun urbanisasi yang
terkonsentrasi seperti diuraikan di atas, disamping merugikan juga mempunyai keuntungan.
Perlengkapan infrastruktur bagi modernisasi ongkosnya menjadi murah. Perkembangan
ekonomi lebih cepat.
Tingginya jumlah penduduk di pusat kota mengharuskan terpenuhinya kebutuhan
akan permukiman yang layak huni, khususnya untuk menampung kaum urbanis yang
pekerjaannya terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa di kawasan komersial yang
ada di pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap di pusat kota ini
menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk bermukim di kawasan tersebut. Mereka
membutuhkan tempat hunian lebih banyak berada di sekitar kawasan komersial kota, hal ini
dimungkinkan juga karena mereka mendekati pusat perdagangan untuk membuka usaha
dengan memanfaatkan keramaian dan padatnya pengunjung yang berdatangan ke pusat-pusat
perbelanjaan di kota. Selain itu alasan lain bagi masyarakat tertarik untuk bertempat tinggal
di sekitar kawasan pusat kota karena lebih memudahkan jangkauan tempat kerja 2 bagi
mereka yang bekerja di pusat kota, serta memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat
yang banyak bekerja di kawasan CBD kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap
di pusat kota juga menjadi daya tarik masyarakat untuk tinggal di kawasan tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa keterkaitan pengembangan permukiman dengan isdustri di perbatasan Surabaya
dengan Mojokerto?
2. Apa dampak pengembangan permukiman di tengah kawasan industry di perbatasan
Surabaya dengan Mojokerto?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui keterkaitan pengembangan permukiman dengan isdustri di perbatasan
Surabaya dengan Mojokerto.
2. Mengetahui dampak pengembangan permukiman di tengah kawasan industry di
perbatasan Surabaya dengan Mojokerto

1.4 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup yang dibahas dalam laporan ini meliputi perbatasan antara Surabaya
dengan Mojokerto.
1.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan yaitu urutan pembahasan dari Bab I hingga Bab III diantaranya
sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I Pendahuluan berisi mengenai latar belakang dari jurnal “Kajian Tentang
Konsep Keberlanjutan Pada Beberapa Kota Baru Dan Permukiman Berskala Besar” rumusan
masalah, tujuan dari penulisan laporan, ruang lingkup dan sistematika pembahasan penulisan
laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjuan Pustaka berisi mengenai teori – teori yang akan digunakan untuk
mengidentifikasi yang berhubungan dengan indikator dan prinsip yang berkaitan dengan
jurnal.

BAB III PEMBAHASAN

Pada BAB III Pembahasan berisi mengenai ulasan – ulasan atau penjelasan dari jurnal
“Kajian Tentang Konsep Keberlanjutan Pada Beberapa Kota Baru Dan Permukiman
Berskala Besar”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI KOTA
Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan-
bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan tanah,
instalasi-instalasi di bawah tanah dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan “kosong” di
angkasa. Bangunan merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan bagi manusia
untuk dapat bertahan hidup. Oleh karenanya, bangunan merupakan unsur pertama yang
dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia. Kategori utama penggunaan bangunan –
yang terdiri atas: permukiman, komersial, industri, pemerintahan, transportasi – merupakan
unsur unsur pembentuk “pola penggunaan tanah” kota. Selain tersusun atas bangunan seperti
kategori di atas, kota juga berisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan berupa
bangunan gedung, yaitu: jembatan, gardu-gardu listrik, pengilangan minyak, dan berbagai
instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena struktur bangunan tersebut
tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada dibawahnya.
Struktur-struktur yang bukan berupa bangunan juga memiliki fungsi yang penting bagi
sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Kota juga tersusun atas jaringan
utilitas yang berada di bawah permukaan tanah. Bangunan gedung di atas baik yang
digunakan untuk permukiman, komersil, industri, pemerintahan maupun transportasi akan
terhubung dengan jaringan utilitas umum yang ada di bawah tanah seperti jaringan air bersih,
kabel telepon, saluran pengolahan limbah, bak-bak penampungan, gorong-gorong, saluran
irigasi dan pengendali banjir (Branch, 1996).
Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan pada awalnya
untuk meningkatkan produktivitas, melalui konsentrasi dan spesialiasi tenaga kerja dan
memungkinkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-
kota. Suatu wilayah disebut sebagai kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan
kebutuhan/pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut.

2.2 MASALAH PERMUKIMAN


Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik
dan teknis saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari para penghuninya. Tidak
hanya menyangkut kuantitas melainkan juga kualitas. Selama ini kawasan pemukiman baru
lebih ditekankan pada aspek fisik bangunannya saja. Sedangkan permukiman lama yang
sudah ada tumbuh dan berkembang dengan
pesat tanpa terkendali karena kurang adanya tertib dan pengawasan pembangunan. Kedua hal
di atas tersebut mengakibatkan semakin menurunnya kualitas permukiman dalam arti
(Marbun, 1994):
1. Kepadatan bangunan yang terlalu tinggi.
2. Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka.
3. Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.
4. Berkurangnya tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat
pertemuan dan olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
5. Hilangnya ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman
tertentu
Agar suatu permukiman dapat dikatakan baik, maka suatu permukiman harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain (Departemen Pekerjaan Umum dalam Nasoetion,
1997):
1. Lokasi kawasan yang baik, seperti tidak terganggu polusi, tidak berada di bawah
permukaan
air setempat, mempunyai kemiringan rata-rata, memberikan kemungkinan untuk
perkembangan selanjutnya, ada keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang
mewadahinya.
2. Kualitas hunian yang baik, seperti kualitas bahan bangunan yang memenuhi
syarat, ventilasi yang cukup, kepadatan bangunan, perbandingan antara luas
bangunan dengan kepadatan penghuni, tersedianya penampungan dan
pembuangan kotoran manusia.
Ada prasarana lingkungan yang baik, seperti jalan, air bersih, saluran air minum,
saluran air limbah, salurran air hujan, pembuangan sampah, dan tersedianya jaringan listrik.

2.3 PENGERTIAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan
adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip
“memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan
adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara
pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa
mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan dating untuk menikmati dan
memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan
yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi
pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan
yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Sedangkan definisi kota yang berkelanjutan adalah kota yang dalam perkembangan dan
pembangunannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi
dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan tanpa mengabaikan
kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka (dalam Kota
Berkelanjutan, hal.27)

2.4 INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan


berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi,
ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut,
Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future: Menggagas Warisan Peradaban bagi
Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam
pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Keberlanjutan Ekologis
2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi
3. Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4. Keberlanjutan Politik
5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan
BAB III
PEMBAHASAN

Pembangunan Berkelanjutan menurut Johan Silas merupakan pembangunan yang bisa


memenuhi kebutuhan untuk saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Menurut Eko Budiharjo hakikat pengertian
pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah : Pembangunan yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan
sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam
keseimbangan dan secara sinergi saling memperkuat potensi masa kini maupun masa
mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.
Permukiman yang berkelanjutan mesti memiliki ekonomi yang kuat, lingkungan yang
serasi, tingkat sosial yang relatif setara penuh keadilan, kadar peran serta masyarakat yang
tinggi, dan konservasi energi yang terkendali dengan baik. Kemampuan berkembangnya
komponen ekonomi komunitas didasarkan atas preservasi dan pengembangan dari :
 Lingkungan atau sumberdaya alam
 Rakyat atau sumberdaya manusia
 Keuangan atau sumberdaya finansial
 Infrastruktur, fasilitas produktif atau sumberdaya buatan
 Institusi atau sumberdaya kelembagaan.

3.1 KETERKAITAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DENGAN INDUSTRI


A. PEMBANGUNAN KUALITAS DAN KUANTITAS PERMUKIMAN
Keberadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial akan membantu terciptanya
lingkungan tempat tinggal dan akan lebih mendorong tanggung jawab dan
toleransi masyarakat serta menunjang kegiatan. Untuk menunjang kegiatan itu
maka diperlukan penyediaan minimal tiga kebutuhan utama dari masyarakat,
yakni :
 Tempat untuk hidup yang dapat melindungi gangguan alam sekitarnya
 Tempat untuk melakukan kegiatan bekerja
 Tempat yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari lainnya.

Kebutuhan akan perumahan bagi pekerja industri akhirnya menyebabkan


berkembangnya permukiman dengan pola dan kualitas lingkungannya dipengaruhi
oleh keberadaan industri. Hal ini diungkapkan oleh Mira P.Gunawan, bahwa:
Kegiatan industri akan menarik para pekerja untuk menetap disekitarnya dan
pertumbuhan penduduk tersebut akan menciptakan berkembangnya permukiman
yang pola dan kualitas lingkungannya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
industri tersebut.
B. PEMBANGUNAN EKONOMI PERMUKIMAN
Industri mempengaruhi pada pemanfaatan lahan yaitu berubahnya fungsi lahan
pertanian ke fungsi lain misalnya perumahan dan industri. Penggunaan lahan
permukiman dikelompokkan dalam 2 bagian untuk pengadaannya yaitu oleh
pengembang swasta dan individu/masyarakat. Penggunaan lahan untuk industri
dengan jenis industri mulai dari industri rumah tangga, industri menengah hingga
industri berat.
Rumah dapat sebagai sumberdaya dalam sektor ekonomi yang
memanfaatkannya sebagai rumah produktif atau disebut sebagai HBEs (Home
based Enterprised). Tipe HBEs menurut Johan Silas terdiri atas yaitu:
1. Manufacture/memproduksi barang
2. service jasa
3. distribution penjualan
4. farming terkait dengan pertanian atau peternakan.
5. lain-lain yang merupakan kombinasi.
Sebanyak 43,92 % merupakan rumah produktif yaitu rumah selain sebagai
tempat tinggal juga berfungsi pula sebagai tempat usaha, 56,08 % berfungsi hanya
sebagai rumah tinggal saja. Rumah produktif lebih banyak dijumpai pada
permukiman non formal. Berkembangnya industri di sekitar permukiman
membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat mengalami peningkatan.

C. DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI TERHADAP PERMUKIMAN


1. Dampak Positif
Secara langsung keberadaan pabrik dapat meningkatkan kesempatan
kerja di sektor perdagangan dan jasa.
 Pada sektor jasa yang utama adalah masyarakat setempat yang semula
bekerja sebagai petani beralih menjadi pekerja industri, usaha
pemodokan yang semakin lama semakin banyak. Penduduk yang
memiliki rumah berjarak relatif dekat dengan pabrik mempunyai
kesempatan usaha di bidang ini.
 Sedangkan pada sektor perdagangan adalah munculnya usaha warung
makanan, toko/peracangan serta lainnya yang mendukung
keberadaankeberadaan industri-industri tersebut.
2. Dampak Negatif
Pada kawasan amatan terdapat permukiman formal dan non formal,
kondisi fisik permukiman non formal beragam ada yang permanen, semi
permanen dan non permanen. Masih banyak permukiman yang kondisinya
kumuh, padat sehingga mutu lingkungan yang terlihat sangat minim, antara
lain sistem drainase yang hanya berupa tanah yang digali tanpa adanya
penyelesaian lanjut. Pada jalan yang telah diberi perkerasan berupa paving
atau dengan kerikil umumnya saluran drainasenya lebih baik, tetapi
kebanyakan tidak memiliki akhiran berupa saluran yang lebih besar.
Akibatnya di beberapa tempat terjadi banjir bila hujan tiba, selain disebabkan
karena sistem drainase yang kurang baik juga disebabkan karena pada masa
lalu daerah resapan air masih ada tetapi saat ini dengan berdirinya industri
maka lahan untuk resapan menjadi berkurang, juga industri tersebut sebagian
besar meninggikan elevasi permukaan tanah jauh lebih tinggi dari perumahan
di sekitarnya.
Permukiman kumuh yang dijumpai di lokasi permukiman non formal
kebanyakan merupakan pondokan pekerja pabrik. Mereka memiliki adaptasi
yang besar untuk menetap pada permukiman yang memiliki fasilitas terbatas.
Bangunan seringkali berupa petak-petak kamar yang terdiri dari satu ruang
dan dihuni oleh satu keluarga atau sekelompok pekerja dengan prasarana yang
sangat terbatas. Kesadaran penghuni pada lingkungan huniannya sangat
minim, hal ini disebabkan karena mereka tidak merasa memiliki hunian dan
lingkungannya.

D. STRATEGI UMUM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan wilayah harus didasarkan
keseimbangan ekologis yang dititik beratkan pada kelestarian tanah dan air yang
menyangkut water resource management, nilai-nilai estetika daerah-daerah fisik
kritis. Pencemaran yang terjadi sangat kompleks mulai dari air, udara dan
kebisingan serta tanah yang produktif menjadi tidak subur. Untuk menjaga
kelestarian tanah dan air harus ditentukan secara tegas yaitu :
 Daerah-daerah yang sama sekali tidak boleh didirikan bangunan (jalur
hijau)
 Daerah-daerah yang boleh dibangun pada permukiman dengan
kepadatan rendah.
Strategi umum yang ditempuh perlu memperhatikan pertumbuhan ekonomi,
perkembangan yang terlihat dari kualitas fisik bangunan maupun kuantitasnya
baik permukiman formal maupun non formal. Serta terjadi perubahan fungsi dari
rumah tinggal penduduk, aktivitas pembangunan di wilayah Gerbangkertosusila
dan ciri khas dari kota Surabaya. Strategi pada sektor industri yang dapat
ditempuh adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kegiatan industri skala besar pada lokasi–lokasi strategi
dan secara bertahap mengurangi industri skala besar di kawasan
permukiman dan perumahan .
b. Mengembangkan industri yang capital oriented maupun yang
berorientasi high tech.
c. Mengembangkan industri yang dikelolah dalam bentuk industrial
estate maupun berikat .
d. Mengembangkan industri kecil dikawasan permukiman dengan disertai
pembinaan yang mengarah pada terjadinya keselarasan kegiatan
bermukim.
e. Dengan memperhatikan Surabaya dengan perannya yang selalu
memperhatikan lingkungan hidup, maka semua bentuk industri harus
menanggulangi pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
PERENCANAAN KOTA
“PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA PERMUKIMAN DI KAWASAN
INDUSTRI
studi kasus : daerah perbatasan Surabaya – Mojokerto”

Dosen : Dr. Ir. Surjono, MTP

Disusun oleh:

FRANDI SAHABAT (145060601111016)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Malang

2015
PERENCANAAN KOTA
“PERMUKIMAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN TINJAUAN”

Dosen : Dr. Ir. Surjono, MTP

Disusun oleh:

NINDITARARI SALSABILA WITJAKSONO (145060607111031)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Malang

2015
PERENCANAAN KOTA
“KAMPUNG KOTA SEBAGAI SEBUAH TITIK TOLAK DALAM MEMBENTUK
URBANITAS DAN RUANG KOTA BERKELANJUTAN”

Dosen : Dr. Ir. Surjono, MTP

Disusun oleh:

MUHAMMAD HAFIL EGYANSYAH (145060601111015)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Malang

2015

Anda mungkin juga menyukai