LP Ppok-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA


PASIEN Tn.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS PPOK/COPD

(CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)

EKSASERBASI AKUT

DI RUANG GARDENIA RSUD WATES

Oleh :
NADHEA NUR HAZILLA
2720162844

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada pasien Tn.A dengan Gangguan Sistem Pernapasan di
Ruang Gardenia RSUD Wates. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
individu/kelompok Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah pada semester IV,
pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : Bangsal Gardenia, RSUD Wates

Praktikan,

(Nadhea Nur Hazilla)

NIM.2720162844

Mengetahui,

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(Winarto, AMK) (Maria Putri Sari Utami, M.Kep)

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Pernapasan Pada Pasien Tn.A Dengan Diagnosa Medis Ppok/COPD (Cronic
Obstruction Pulmonary Disease) Eksaserbasi Akut Di Ruang Gardenia RSUD
Wates”

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mengalami beberapa hambatan-


hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak
dan pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Giri Susilo Adi,S.Kep.Ns.M.Kep selaku Direktur Akademi Keperawatan
Notokusumo atas pengarahan dan bimbingan yang diberikan.
2. Ibu Maria Putri Sari Utami,S,Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Pembimbing
3. Bapak H Rusdi AMK selaku Kepala Ruang/Bangsal atas pengarahan dan
bimbingan yang diberikan
4. Bapak Winarto AMK selaku CI Ruang/Bangsal atas pengarahan dan bimbingan
yang diberikan
5. Seluruh teman-teman dari Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi
pembaca.

Yogyakarta, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................... 2
1. Tujuan Umum ................................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus .................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................. 4
KONSEP DASAR .............................................................................................................. 4
A. Definisi ................................................................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................................................... 4
C. Manifestasi Klinik ................................................................................................. 5
D. Patofisiologi ........................................................................................................... 5
E. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 8
F. Komplikasi ............................................................................................................. 9
G. Penatalaksanaan .................................................................................................. 10
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................... 13
A. PENGKAJIAN .......................................................................................................... 13
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................................. 16
C. RENCANA KEPERAWATAN ................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah masalah kesehatan
secara global yang sejak tahun 2001 merupakan masalah utama dalam
kesehatan masyarakat. PPOK diperkirakan menempati peringkat kelima di
seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat ketiga dalam kematian
pada tahun 2020 (Vestbo et al., 2013). Menurut WHO pada tahun 2010
PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian
peringkat empat di Indonesia (PDPI, 2016). PPOK merupakan salah satu
dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia. Masalah ini tidak hanya bagi negara maju
namun juga bagi negara berkembang seperti Indonesia (Depkes, 2009).
Sesak nafas atau dyspnea merupakan masalah yang umum dijumpai
pada penderita PPOK (Ambrosino et al, 2010). Penderita PPOK sering
mengalami penurunan ventilasi alveolus yang membawa dampak terjadinya
hipoksemia, hipoksia dan hiperkapnia sehingga dapat menyebabkan
terjadinya asidosis respiratorik yang meningkatkan proses pernafasan dan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Smeltzer et al. 2010). Hipoksia
yang terjadi di dalam tubuh 1 akan menyebabkan hipoksia terhadap otot
juga, sehingga akan terjadi metabolisme anaerob yang dapat menghasilkan
asam laktat yang menyebabkan kelelahan otot. Kelelahan otot yang terjadi
di saluran pernafasan dapat menurunkan proses pernafasan (Guyton et al,
2010). Keadaan tersebut mengakibatkan pasien PPOK memiliki
ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal
selama pernapasan terutama ketika ekspirasi (Price et al, 2011).
Ketidakmampuan dalam mencapai udara normal akibat adanya obstruksi
pernapasan dapat mengakibatkan paru-paru mudah mengempis, sehingga
terjadi penurunan aliran puncak ekspirasi (Guyton et al, 2010)
Berdasarkan hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jendaral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di 5 rumah sakit

1
provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Sumatra
Selatan) pada tahun 2004, menunjukan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), asma bronkial (33%), kanker paru
(30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data rekam medis
Rumah sakit Asy-Syaafi kabupaten Pamekasan tahun 2014 didapatkan data
10 penyakit terbanyak pada tahun 2013 pada unit rawat jalan adalah 577
pasien bronchitis dan 504 pasien PPOK. Data pada unit rawat inap jumlah
pasien PPOK mencapai 352 pasien yang menjadi jumlah terbanyak kedua
setelah tuberculosis yaitu 623 pasien. Rata-rata jumlah kunjungan pasien
PPOK selama 3 bulan terakhir yaitu pada bulan Maret, April dan Mei tahun
2016 mencapai 80 pasien (Karina, 2016).
Salah satu bentuk intervensi yang dapat diberikan pada pasien PPOK
adalah memberikan program edukasi dan rehabilitasi dengan melaksanakan
latihan pernafasan. Latihan pernafasan ini terdiri dari latihan dan praktik
pernafasan yang dimanfaatkan untuk mencapai ventilasi yang lebih
terkontrol, efisien dan mengurangi kerja pernafasan (Smetlzer et al., 2013).
Menurut Kusumawati (2013) pemberian tindakan rehabilitasi nafas pada
penderita PPOK dapat memperbaiki ventilasi dan memperbaiki kapasitas
fungsional pernafasan. Latihan rehabilitasi nafas yang dilakukan dengan
teratur dan berkelanjutan dapat menurunkan angka eksaserbasi dan
meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Latihan pernafasan yang dapat
diterapkan pada pasien dengan PPOK salah satunya adalah pursed lips
breathing exercise (PDPI, 2016).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan ini yaitu untuk mendapatkan gambaran nyata
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn.A dengan
PPOK di Ruang Gardenia RSUD WATES.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu untuk melakukan pengkajian pada Tn.A mengenai
gangguan sistem Pernapasan.

2
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.A mengenai
gangguan sistem Pernapasan.
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn.A
mengenai gangguan sistem Pernapasan.
d. Mampu melakukan implementasi pada Tn.A mengenai gangguan
sistem Pernapasan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
sebelumnya.
e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn.A mengenai gangguan sistem
Pernapasan.

3
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara
saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan
berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru
terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2010).
PPOK/ COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY
DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2010).

B. Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari
jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya.
Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
- perokok aktif
- perokok pasif
2. Polusi udara
- polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
- polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
- infeksi saluran nafas bawah berulang

4
C. Manifestasi Klinik
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada
pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul
lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung
lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang
sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1. Batuk bertambah berat


2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak nafas bertambah berat
5. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7. Penurunan kesadaran

D. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas
antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi
darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan

5
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering
dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa
detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/ KVP) .
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada
PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi
makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,
yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan

6
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan
pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas,
edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2009).

PATHWAY

7
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologi

a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis


yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary


oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul


sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-

8
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

F. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada
tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang


muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi


mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),


harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.

9
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma


bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada


fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/ presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih kontroversial.

10
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/ menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret


bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok,
infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.250.56/hari atau eritromisin 4×0.56/ hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis
yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.

11
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/ hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas
fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang
mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa
(55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi.

12
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :

• Keletihan, kelelahan, malaise,


• Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
• Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispnea
pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda :

• Keletihan
• Gelisah, insomnia
• Kelemahan umum/ kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas
bawah Tanda :

• Peningkatan tekanan darah


• Peningkatan frekuensi jantung
• Distensi vena leher
• Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
• Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAPdada)
• Warna kulit/membrane mukosa : normal/ abu-abu/ sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer

• Pucat dapat menunjukkan anemia.


3. Integritas Ego
Gejala :

• Peningkatan factor resiko Perubahan pola hidup Tanda :

• Ansietas, ketakutan, peka rangsang


4. Makanan/ cairan Gejala :
• Mual/ muntah
• Nafsu makan buruk/ anoreksia (emfisema)
• ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan

13
• penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis) Tanda :

• Turgor kulit buruk


• Edema dependen
• Berkeringat
5. Hygiene
Gejala :

• Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan melakukan


aktivitassehari-hari Tanda :

• Kebersihan buruk, bau badan


6. Pernafasan Gejala :
• Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit
nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma)

• Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi
sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)

• Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun
dapat menjadi produktif (emfisema)

• Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan


pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/ asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji

• Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

• Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi


memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)

• Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan


hidung.
• Dada: gerakan diafragma minimal.

14
• Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tidak adanya bunyi nafas (asma)

• Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema);


bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)

• Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.


• Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema
sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.

• Tabuh pada jari-jari (emfisema)


7. Keamanan
Gejala :

• Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ faktor lingkungan


• Adanya/ berulang infeksi
• Kemerahan/ berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :

• penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :

• Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung


• Kegagalan dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang dekat Penyakit lama
atau ketidakmampuan membaik Tanda :

• Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress


pernafasan
• Keterbatasan mobilitas fisik
• Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

15
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual
muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

16
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak NOC : v Respiratory 1. Beri pasien 6


efektif b.d bronkokontriksi, status : Ventilation v sampai 8 gelas cairan/hari
peningkatan produksi sputum, kecuali terdapat kor
Respiratory status :
batuk tidak efektif, pulmonal.
Airway patency v
kelelahan/berkurangnya tenaga 2. Ajarkan dan berikan
Aspiration Control
dan infeksi bronkopulmonal. dorongan penggunaan
Kriteria Hasil : teknik pernapasan
v Mendemonstrasikan batuk diafragmatik dan batuk.
efektif dan suara nafas yang 3. Bantu dalam
bersih, tidak ada sianosis dan pemberian tindakan
dyspneu (mampu nebuliser, inhaler dosis
mengeluarkan sputum, mampu terukur
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips) v
4. Lakukan drainage
postural dengan perkusi dan
Menunjukkan jalan nafas yang
vibrasi pada pagi hari dan
paten (klien tidak merasa
malam hari sesuai yang
tercekik, irama nafas, diharuskan.
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada 5. Instruksikan pasien
suara nafas abnormal) v untuk menghindari iritan
Mampu seperti asap rokok, aerosol,
mengidentifikasikan dan suhu yang ekstrim, dan asap.
mencegah factor yang dapat 6. Ajarkan tentang
menghambat jalan nafas tanda-tanda dini infeksi
yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera:
peningkatan sputum,
perubahan warna sputum,
kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
7. Berikan antibiotik
sesuai yang diharuskan.
8. Berikan dorongan
pada pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan
streptococcus pneumoniae.

17
2. Pola napas tidak NOC : v Respiratory 1. Ajarkan klien latihan
efektifberhubungan dengan status : Ventilation bernapas diafragmatik dan
napas pendek, mukus, pernapasan bibir dirapatkan.
NOC
bronkokontriksi dan iritan jalan 2. Berikan dorongan
napas v Respiratory status :
untuk menyelingi aktivitas
Airway patency v dengan periode istirahat.
Vital sign Status 3. Biarkan pasien
Kriteria Hasil : membuat keputusan tentang
v Mendemonstrasikan batuk perawatannya berdasarkan
efektif dan suara nafas yang tingkat toleransi pasien.
bersih, tidak ada sianosis 4. Berikan dorongan
dan dyspneu (mampu penggunaan latihan otototot
mengeluarkan sputum, pernapasan jika diharuskan.
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips) v Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal) v
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole 70-
90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan
(1824x/menit))

18
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status : 1. Deteksi
gasberhubungan dengan Ventilation Kriteria bronkospasme saatauskultasi .
ketidaksamaan ventilasi perfusi Hasil : 2. Pantau klien terhadap
v Frkuensi nafas normal dispnea dan hipoksia.
(16-24x/menit) v Itmia v 3. Berikan obat-obatan
Tidak terdapat disritmia v bronkodialtor dan
Melaporkan penurunan kortikosteroid dengan tepat
dispnea v Menunjukkan dan waspada kemungkinan
perbaikan dalam laju aliran efek sampingnya.
ekspirasi 4. Berikan terapi aerosol
sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi
paru mengalami perbaikan.
5. Pantau pemberian
oksigen

19
4. Intoleransi NOC : NIC
aktivitasberhubungan dengan v Energy conservation 1. Kaji respon individu
ketidakseimbangan antara terhadap aktivitas; nadi,
v Self Care : ADLs
suplai dengan kebutuhan tekanan darah, pernapasan
oksigen Kriteria Hasil :
2. Ukur tanda-tanda
v Berpartisipasi dalam vital segera setelah aktivitas,
aktivitas fisik tanpa istirahatkan klien selama 3
disertai peningkatan menit kemudian ukur lagi
tekanan darah, nadi dan tandatanda vital.
RR v Mampu melakukan
3. Dukung pasien dalam
aktivitas sehari hari menegakkan latihan teratur
(ADLs) secara mandiri dengan menggunakan
treadmill dan exercycle,
berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti berjalan
perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi
pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status
fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi fisik untuk
menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan pasien.
6. Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien yang
sedang atau tirah baring lama
mulai melakukan rentang
gerak sedikitnya 2 kali sehari.
8. Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan
mendorong klien melakukan
aktivitas lebih

20
lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang
lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
9. Secara bertahap
tingkatkan toleransi latihan
dengan meningkatkan waktu
diluar tempat tidur sampai 15
menit tiap hari sebanyak 3
kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurang dari NOC : v Nutritional 1. Kaji kebiasaan diet,


kebutuhan tubuhberhubungan Status : food and Fluid masukan makanan saat ini.
dengan dispnea, kelamahan, Intake Kriteria Hasil : Catat derajat kesulitan makan.
efek samping obat, produksi Evaluasi berat badan dan
v Adanya peningkatan berat
sputum dan anoreksia, mual ukuran tubuh. 2.
badan sesuai dengan tujuan
muntah. Auskultasi bunyi usus
v Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan v 3. Berikan perawatan
oral sering, buang sekret.
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi v Tidak 4. Dorong periode
ada tanda tanda malnutrisi istirahat I jam sebelum dan
sesudah makan.
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti 5. Pesankan diet lunak,
porsi kecil sering, tidak perlu
dikunyah lama.
6. Hindari makanan
yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
7. Timbang berat badan
tiap hari sesuai indikasi.

21
6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan
diriberhubungan dengan v Self care : Activity of mengkoordinasikan
keletihan sekunder akibat pernapasan diafragmatik
Daily Living (ADLs)
peningkatan upaya pernapasan dengan aktivitas seperti
Kriteria Hasil : berjalan, mandi,
dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi v Klien terbebas dari bau membungkuk, atau menaiki
badan v Menyatakan tangga
kenyamanan terhadap 2. Dorong klien untuk
kemampuan untuk mandi, berpakaian, dan
melakukan ADLs v Dapat berjalan dalam jarak dekat,
melakukan ADLS dengan istirahat sesuai kebutuhan
bantuan untuk menghindari keletihan
dan dispnea berlebihan. Bahas
tindakan penghematan energi.

3. Ajarkan tentang postural


drainage bila memungkinkan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi: 12 Jakarta : EGC
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC \

GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease). 2009. Executive
summary global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease update 2009

Hariman. 2010. Efek latihan pernafasan terhadap faal paru, derajat sesak nafas dan
kapasitas fungsionla penderita penyakit paru obstruksi kronik stabil. Thesis. Kota:
Medan. Universitas Sumatra utara.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Kamangar, N., 2010. iChronic Obstructive Pulmonary Disease. Avaiable from


http://emedicine.medscape.com/article/2976646 (Diakses tanggal 04 April 2018)

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Price, Sylvia. 2010. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

PDPI. 2016. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
Vestbo, J. et al. (2013). Global Strattegi For The diagnosis management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med Vol 187, Iss,
4, pp 347-365, Feb 15, 2013

23

Anda mungkin juga menyukai