Interaksi Obat
Interaksi Obat
Disusun Oleh :
Nia Khana Kallista Alimi ( 14330007)
FAKULTAS FARMASI
JURUSAN FARMASI
2017
Kata Penghantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun mendapatkan isi berdasarkan
beberapa referensi. Selain itu dalam menyusun makalah ini pun penyusun
mendapatkan berbagai bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak
kekurangannya untuk itu penulis mengharapkan tegur, perbaikan yang akan
datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
Daftar isi..............................................................................................................
Kata Penghantar................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................
Latar Belakang...................................................................................................
Perumusan Masalah...........................................................................................
Kesimpulan..........................................................................................................
Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
atau mengurangi efeksivitas obat yang berinteraksi. Mekanisme interaksi obat diantaranya
yaitu inkompibilitas ini terjadi di luar tubuh ( sebelum obat di berikan ) obat yang tidak
tercampurkan ( inkompatibel ). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
interaksi secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukkan
endapan, perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan lain-lain , atau mungkin juga
tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.
Perumusan Masalah
Karena kebanyakkan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki , umumnya
interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga
interaksi yang sengaja dibuat, pada makalah ini di bahas interaksi fisiko-kimia yang terjadi
pada saat obat di formulasikkan / di siapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Interaksi obat adalah kejadian di aman suatu zat yang mempengaruhi aktivitas obat.
Efek- efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru
yang tidak di miliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara suatu obat
dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan
herbal , obat dengan mikronutrien dan obat injeksi dengan kandungan infus.
Karena kebanyakkan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya
interaksi obat di hindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga
interaksi yang sengaja di buat, misalnya pemberian probenesid dan penisilin sebelum
penisilin di buat dalam jumlah besar.
Interaksi obat bisa di timbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut , seperti Absorbsi, Distribusi , Metabolisme dan Eliminasi
(ADME )obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat –sifat
farmkodinamik antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
Obat Presipitan
Obat Presipitan adalah obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi efek obat lain.
Ciri - ciri dari obat presipitan adalah sebagai berikut:
Obat - obat dengan ikatan protein yang kuat sehingga akan menggusur obat dengan ikatan
protein yang lemah. Dengan demikian obat-obat yang tergusur kadarnya akan bebas dalam
darah dan meningkat sehingga menimbulkan efek toksik.
Obat-obat yang dapat mempengaruhi atau merubah fungsi ginjal sehinga eliminasi obat-obat
lain dapat dimodifikasi.
Obat Objek
Obat objek adalah obat yang hasil atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat
lain. Cirinya adalah :
a. Faktor penderita
Umur (yang paling peka adalah bayi, balita dan orang lanjut usia)
Sifat keturunan
b. Faktor obat
Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan /disiapkan
sebelum obat di gunakan oleh penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV
yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.
Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi kimia atau
terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll.
Bentuk interaksi:
a.Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b.Interaksi secara kimia
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses
pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
2. Interaksi Farmakokinetika
Mekanisme yang dapat mengubah kecepatan absorbsi obat dalam GI tract dipengaruhi
banyak factor antara lain, berubahnya: kecepatan aliran darah GI, motilitas GI, pH GI,
kelarutan obat, Metabolisme GI, Flora GI, atau Mucosa GI, terbentuknya komplek yang tidak
larut.
-Distribusi
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme obat. Satu
sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang mengandung
cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin
dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%.
Karena ini merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa
meninggikan kadar metadon secara bermakna. Sistem ini dapat dipengaruhi oleh induksi
maupun inhibisi enzim, sebagaimana dibahas dalam contoh berikut
Induksi enzim - obat A menginduksi tubuh untuk menghasilkan lebih banyak obat
yang memetabolisme obat B. Hasilnya adalah kadar efektif dari obat B akan berkurang,
sementara efektivitas obat A tidak berubah.
-Ekskresi
Yang disebabkan karena obat/senyawa lain. Hal ini umumnya diukur dari perubahan
pada satu atau lebih parameter farmakokinetika, seperti konsentrasi serum maksimum, luas
area dibawah kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine,
dsb.
3. Interaksi Farmakodinamika
Adalah obat yang menyebabkan perubahan pada respon pasien disebabkan karena
berubahnya farmakokinetika dari obat tersebut karena obat lain yang terlihat sebagai
perubahan aksi obat tanpa menglami perubahan konsentrasi plasma.
Misalnya naiknya toksisitas dari digoksin yang disebabkan karena pemberian secara
bersamaan dengan diuretic boros kalium misalnya furosemid.
Tipe interaksi ini kemungkinan besar dapat mengubah parameter farmakokinetik dari
obat terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat.
Contoh: MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin (keju, daging, anggur
merah) akan menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin memacu pelepasan norepinefrin
sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal (Grahame-Smith dan Arronson, 1992),
makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin, (Shim dan Mason, 1993).
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai
kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko,
pengobatan penyakit tertentu kurang secara jelas mempertimbangkan manfaat terhadap
pasiennya (Shimp dan Mason, 1993). Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang
dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang diderita oleh pasien. Misalnya pada kelainan
fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun ibu yang sedang menyusui
Contohnya pada wanita hamil terutama pada trimester pertama jangan diberikan obat
golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik yang berupa
phocomelia Juga pada pemberian NSAID pada Px riwayat tukak lambung.
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi diagnostik tes
sehingga dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi
kimiawi. Misalnya pada pemakaian laksativ golongan antraquinon dapat menyebabkan tes
urin pada uribilinogen tidak akurat (Stockley, 1999), atau dengan perubahan zat yang dapat
diukur contohnya perubahan tes tiroid yang disesuaikan dengan terapi estrogen (Shimp dan
Mason, 1993)
Interaksi Obat di Luar Tubuh
Interaksi obat selain terjadi di dalam tubuh atau terjadi setealh obat diberikan kepada
pasien, namun dapat terjadi sebelum diberikan kepada pasien atau dengan kata lain interaksi
obat terjadi di luar tubuh. Interaksi obat di luar tubuh manusia disebut juga interaksi
inkompabilitas , karena interaksi ini terjadi sebelum obat di berikan antara obat yang tidak
dapat di campur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
interaksi langsung secara fisika atau kimia , yang hasilnya mungkin terlihat sebagai
pembentukan endapan , perubahan warna dan lain –lain. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktivasi obat.
Hal yang paling penting untuk diketahui oleh dokter maupun apoteker sebagai tenaga
kesehatan adalah interaksi obat di luar tubuh yaitu interaksi antara obat suntik dengan cairan
infus, dimana banyak sekali obat-obat suntuk yang inkompatibilitas dengan cairan infus .
Selain itu interaksi obat dapat terjadi pada saat formulasi atau di siapkan sebelum digunakan
oleh pasien.
Aspirin
Contoh – contoh yang berinteraksi di luar tubuh manusia
Inkompatibilitas obat IV
Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak
dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin,
midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV. Ada obat
injeksi yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium
bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat.
KOMPOSISI :
INDIKASI :
Sulbacef diindikasikan untuk :
- Monoterapi
Untuk pengobatan infeksi berikut ini yang disebabkan oleh organisme yang sensitif : Infeksi
saluran pernafasan (atas dan bawah); infeksi saluran kemih (atas dan bawah); peritonitis,
kolesistitis, kolangitis dan infeksi intra-abdomen yang lain; infeksi kulit dan jaringan
penyangga kulit.
- Terapi kombinasi
Dapat dikombinasikan dengan antibiotik lain apabila memang ada indikasi.
DOSIS :
Dosis Sulbacef :
- Dewasa : Dosis sehari yang dianjurkan 2-4 g. Dosis harus diberikan setiap 12 jam dalam
dosis terbagi. Pada infeksi yang berat atau sukar disembuhkan, dosis sehari dapat
ditingkatkan sampai 8 g.
- Anak-anak : Dosis sehari yang dianjurkan 40 - 80 mg/kg/hari. Dosis harus diberikan setiap
6-12 jam dalam dosis terbagi. Pada infeksi serius atau sukar disembuhkan, dosis dapat
ditingkatkan sampai 160 mg/kg/hari.
- Usia lanjut : Modifikasi dosis mungkin diperlukan dan dosis disesuaikan sesuai
kebutuhan.
- Pada gangguan fungsi hati : Dosis Sefoperazon tidak boleh lebih dari 2 g/hari.
Klirens kreatinin 15-30 ml/menit : Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah
1 g (Dosis maksimal Sulbaktam sehari adalah 2 g).
Klirens kreatinin <15 ml/menit : Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah
500 mg (Dosis maksimum Sulbaktam sehari adalah 1 g).
Pemberian Sulbacef :
- Pemberian IV
Infus berkala :
1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4 ml Dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua
pro Injeksi, kemudian dilarutkan dalam 20 ml cairan infus, diberikan dalam 15 sampai 60
menit.
Injeksi IV :
1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4 ml dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua
pro Injeksi dan diberikan minimum dalam 3 menit.
- Pemberian IM
Volume pelarut adalah 3,4 ml untuk 1 g Sulbacef.
Kompatibilitas :
Sulbacef dapat digunakan dengan Air Steril untuk Injeksi, Dekstrosa 5%, Normal Saline,
Dekstrosa 5% dalam 0,225% Saline, dan Dekstrosa 5% dalam Normal Saline.
Inkompatibilitas: :
Sulbacef tidak dapat dicampur secara langsung dengan Aminoglikosida, Larutan Ringer
Laktat atau 2% larutan Lidokain HCl.
Larutan Sulbacef dan Aminoglikosida tidak dapat dicampur secara langsung, karena ada
inkompatibilitas fisik diantara keduanya. Bila kombinasi kedua obat ini diperlukan, maka
obat-obat ini dapat diberikan melalui infus intravena berkala secara berurutan dan terpisah
dimana saluran infus harus dibilas dengan pelarut terlebih dahulu pada saat pergantian obat.
Rekonstitusi awal dengan larutan Ringer’s Laktat atau larutan Lidokain 2% harus dihindari
karena campuran ini inkompatibel. Sehingga harus dilakukan dua langkah pelarutan, yaitu
pada awalnya dicampur dengan air untuk injeksi dimana akan menghasilkan larutan yang
kompatibel, kemudian dilarutkan dengan larutan Ringer’s Laktat atau larutan Lidokain 2%.
Di samping kompatibilitas obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa masalah
bisa timbul bila menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus. Plasticized polyvinyl
Klorida (PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan secara luas di bidang kedokteran
dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang lentur digunakan untuk kantong
penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis, pipa endotrakea, infuse set, serta kemasan
obat. Ester asam ftalat, terutama di-(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), merupakan pelentur
yang paling disukai di bidang kedokteran. Karena zat aditif ini tidak berikatan kovalen
dengan polimerm ada kemungkinan memisah dari matriks. Lepasnya DEHP dari kantong
PVC ke dalam larutan sudah bertahun-tahun menimbulkan kekhawatiran. Toksisitas DEHP
dan PVC telah mencetuskan pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan.
Pemisahan DEHP dari PVC disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat seperti
paclitaxel atau tamoxifen diberikan dalam kantong PVC. Kekhawatiran lain dari penggunaan
kantong PVC adalah penyerapan atau “hilang”nya obat dari kantong PVC:
1. Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46 obat suntik dengan kantong infus Viaflex
(PVC). Kajian memperlihatkan bahwa derajat penyerapan obat berbanding lurus dengan
konsentrasi obat.
2. Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa mengarah ke penurunan kadar obat di bawah
kadar terapi dari insulin, vit A, asetat, diazepam dan nitrogliserin.
Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan gula pereduksi.
Biasanya reaksi memerlukan panas. Seperti halnya karamelisasi, ini merupakan bentuk
diskolorasi coklat yang bersifat non-enzimatik. Gugus karbonil yang reaktif dari gula
bereaksi dengan gugus amino nukleofilik dari asam amino, untuk membentuk berbagai
molekul yang menimbulkan berbagai warna dan aroma.Reaksi Maillard terjadi bila asam
amino dan glukosa dikandung dalam satu wadah. Karena asam amino dan glukosa intravena
perlu diberikan sekaligus, dilakukan pemisahan di mana glukosa dan asam amino dipisah.
Asam amino dan glukosa dicampur dulu sebelum diberikan ke pasien.
Kadar serum dari elektrolit, mikromineral dan vitamin bisa berubah oleh obat-obat
tertentu dan dokter harus mewaspadai hal ini bila ada kelainan.
Lampiran 1 Obat yang Menyebabkan Kelainan mikronutrien
H2 receptor antagonists Ca, Asam folat, Iron, Vitamin B12 & D, Zink
Acetaminophen Glutathione
Bisacodyl K, Na
Chlorpromazine Vitamine B2
Clonidine Zink
Cyclosporine Mg, K
Gemfibrozil Vitamin E
Hydralazine Vitamin B6
Levodopa K
Methyldopa Zink
Thioridazine Vitamin B2
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-
efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Mekanisme interaksi obat diantaranya
yaitu inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak
tercampurkan (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
menyebebkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan
lain – lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.
III.2 Saran
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya
interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga
interaksi yang sengaja dibuat, sebaiknya dalam penggunaan obat yang akan dikombinasikan
dokter harus lebih memahami reaksi kimia atau inkompatibilitas dari pada obat yang akan
diberikan, terutama untuk obat injeksi dan infus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug
Interaction Studies - Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing and
Labeling. 1999
2. Brazier NC, Levine MA. Drug-herb interaction among commonly used conventional
medicines: a compendium for health care professionalsAmerican Journal of Therapeutics
2003; 10(3): 163-169
3. Soo An Choi. The role of pharmacist in NST. Proceedings of 11th PENSA Congress. pp256-
258.
4. Kowaluk EA, Roberts MS, Blackburn HD, Polack AE. Interactions between drugs and
polyvinyl chloride infusion bags. Am J Hosp Pharm.1981;38(9):1308-14
5. Larry K. Fry and Lewis D. Stegink Formation of Maillard Reaction Products in Parenteral
Alimentation Solutions J. Nutr. 1982 112: 1631-1637
6. Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy PA, Robert MC, Riediker S. Acrylamide
from Maillard reaction products. Nature. 2002 Oct 3;419(6906):449-50.
7. Fakultas Kedoteran UI.1995 ”Farmakologi dan Terapi Ed-4 hal 545-559”. UI-Press. Jakarta
8. http://www.untukku.com/artikel-untukku/interaksi-obat-apa-yang-patut-anda-ketahui-
untukku.html
9. http://www.drugs.com/drug_interaction.html
10. http://www.drugs.com/drug_information.html