LAPORAN PENDAHULUAN Mayang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi periodic paralisis


Periodik paralisis merupakan kelainan pada otot rangka. Kelainan ini mempunyai
karakteristik serangan kelemahan otot yang berulang ; di antara serangan, otot biasanya
dapat bekerja dengan normal.

B. Etiologi
Hipokalemi:
1. Primer : Genetik / Familial
2. Sekunder : Tirotoksikosis, insulin increase, GE, drugs (amfoterisin B, loop diuretik,
dll), alcohol, eksresi urin berlebihan, renal tubular asidosis

Hiperkalemi :
1. Primer : Genetik / Familial
2. Sekunder : High intake, Addison disease , Gagal ginjal kronik , hypoaldosteronism

C. Patofisiologi

Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total


natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya mekanisme
pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal terhalang dengan adanya
sitem regulator ginjal.

Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior
dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan ekstra seluler
terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal. Hipokalemia berakibat kelemahan
otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan konsentrasi urin). Perubahan konduktifitas
elektrik pada miokard dan penurunan toleransi glukosa.
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membran otot
(yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer;
perubahan metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP, paralisis
flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP
sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok
penyakit ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang common traits. Kelemahan
biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot kranial dan pernapsan biasanya tidak terkena.
Reflek regang tidak ada atau berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada
hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa
tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya
PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait
autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensial aksi
(perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitas ion
channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung voltase ion channel terutama gradien
konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran
melalui voltage-gated ion channel. Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh
pergerakan klorida melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan
kalium.natrium, klorida dan kalsium channelopati ebagai sebuah grup, dihubungkan dengan
myotonia dan PP. Subunit fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog.
Natrium channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.

D. Manifestasi klinik

1. kelemahan pada otot


2. perasaan lelah
3. nyeri otot
4. 4.restlessnlegs syndrome
5. tekanan darah dapat meningat
6. gangguan metabolism protein
E. Pemeriksaan penunjang
1. Kadar K dalam serum
2. Kadar K, Na,Cl, dalam urin 24 jam
3. Kadar Mg dalamserum
4. Analisis gas darah
5. Elektrokardiografi

F. Komplikasi
1. Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide
2. Arrhythmia
3. Kelemahan otot progresif

G. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral Karen lebih mudah. Bila kadar
kalium dalam serum >3mEq/L, koreksi K cukup peroral. Pemberian 40-60 mEq dapat
menaikan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat
menaikan kadar kalium sebesar2,5-3,5 mEq/L
2. Pemberian K intravena dalambentuk larutan KCL disarkan melalui vena yang besar
dengan kecepatan 10-20 mEq/jam , kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot
pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl diberikan sebanyak20
mEq dalam 100 cc NaCl isotonic.
3. Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada
pemberian secara intravena
4. Pemberian acetazolamide untuk mencegah serangan dengan dosis 125-1500 mg/hari,
dichlorphenamide 50-150mg/hari juga telah menunjukkan keefektifan yang sama.
5. Pemberian triamterence (25-100 mh/hari ) atau spironolactone (25-100 mg/hari) apabila
acetazolamide tidak memberikan efekpada organ tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan hall. Kalium daalam cairan ekstraselular.EGC.2010.


Simadibrata M., dkk. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam. Pusat
informasi dan penerbitan bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia. 2011.
Sudoyo AW,dkk.buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 edisi IV. Fakultas kedokteran universitas
Indonesia.2012.

Anda mungkin juga menyukai