Tafsir Ahkam Selasa
Tafsir Ahkam Selasa
Tafsir Ahkam Selasa
Dosen pembimbing :
Disusun oleh :
FAKULTAS SYARI’AH
Puji syukur selalu terlimpah kehadirat Allah ‘Azza Wa Jalla, karena berkah dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Tafsir Ayat-Ayat
Tentang Kiblat”. Makalah ini dibuat sehubung dengan tugas mata kuliah Tafsir Ahkam
yang diberikan dosen untuk memenuhi nilai mata kuliah Tafsir ahkam.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................18
3.2 Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:` Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya?`Katakanlah:` Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. `(QS. 2:142)
5
ِ [ }إِلَ ٰيىke jalan yang lurus] yang akan menghantarkan hamba kepada
ٍ ص َيراطٍ ُمسْيت َ ِق
{يم
Dzat Allah di tempat, arah, dan waktu yang manapun karena Allah Maha Meliputi
segala sesuatu.
Ayat ini diturunkan di Madinah berkenaan dengan pemindahan kiblat kaum muslimin
dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke Baitullah (Masjidil Haram). Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wassalam. serta kaum muslimin ketika masih berada di
Mekkah shalat menghadap Baitul Maqdis sebagaimana yang dilakukan oleh nabi-nabi
sebelumnya, akan tetapi beliau mempunyai keinginan dan harapan agar kiblat tersebut pindah
ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram di Mekah. Sebab itu, beliau berusaha menghimpun
kedua kiblat itu dengan cara menghadap ke Ka’bah dan Baitul Maqdis sekaligus, dengan
mengerjakan shalat di sebelah selatan Ka’bah menghadap ke utara, karena Baitul Maqdis
juga terletak di utara.
Setelah beliau berhijrah ke Madinah tentulah tidak mungkin lagi untuk berbuat
demikian karena Ka’bah tidak terletak di utara kota Madinah, tidak lagi dalam satu arah
dengan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau setelah berada di Madinah hanyalah
menghadap Baitul Maqdis saja ketika shalat hal itu berlangsung selama 16atau 17 bulan, dan
beliau berdoa agar Allah menetapkan Ka’bah menjadi kiblat sebagai pengganti Baitul
Maqdis. Beliau menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu dari Alah swt. dengan
penuh harapan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai salah seorang hamba Allah
yang berbudi luhur dan berserah diri kepada Allah subhanahu wata’alaa. Tidak lama
kemudian, turunlah ayat ini yang memerintahkan perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke
Ka’bah. Dan ayat ini diturunkan pada bulan Rajab tahun kedua hijriah. Ayat ini sekaligus
merupakan jawaban terhadap ejekan kaum musyrikin dan terhadap keingkaran orang-orang
Yahudi, dan kaum munafikin atas kepindahan kiblat tersebut.
Orang-orang yang mengingkari dan mengejek perpindahan kiblat tersebut, oleh ayat
ini dinamakan sebagai "orang-orang yang kurang akal" karena tidak mengetahui persoalan-
persoalan yang pokok dalam masalah perpindahan kiblat itu namun mereka telah
mencelanya. Mereka tidak menyadari bahwa arah yang empat, yaitu timur, barat, utara dan
selatan semuanya adalah kepunyaan Allah subhanahuwata’ala. tidak ada keistimewaan yang
satu terhadap yang lain. Dengan demikian, apabila Allah memerintahkan hamba-Nya
menghadap ke salah satu arah dalam shalat, maka hal ini bukanlah disebabkan karena arah
tersebut lebih mulia dari yang lain, melainkan semata-mata untuk menguji kepatuhan mereka
kepada perintah dan peraturan Allah.
Pada akhir ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menegaskan bahwa Allah memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Maka siapa saja
yang patuh dan mentaati perintah Allah tentulah akan beroleh petunjuk-Nya untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang-orang yang ingkar dan kufur
terhadap agama-Nya tentulah tidak akan memperoleh petunjuk dan hidayah-Nya.
Allah Swt mengabarkan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa orang-orang yang
bodoh atau kurang akalnya dari orang-orang Yahudi akan menentang perpindahan
kiblat sebelum peristiwa tersebut terjadi. Hal ini menunjukkan mukjizat Nabi
Muhammad Saw tentang kebenaran risalah yang beliau bawa, karena mengabarkan
suatu perkara yang ghaib. Sebagaimana jawaban yang pasti, dan tidak dapat ditentang
lagi oleh penentangnya.
Dengan demikian ayat yang dimaksud ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Ayat ini
tidak menyebutkan secara tegas nama mereka, bertujuan memberi sifat al-sufaha
terhadap orang-orang Yahudi di sini, atau boleh jadi untuk memasukkan semua orang
yang tidak menerima Ka’bah sebagai kiblat, atau yang mencemooh Ka’bah dan
mencemooh umat Islam yng mengarah dan thawafdisana.
7
Al-Qur’an membantah tuduhan orang-orang bodoh dari Yahudi, kaum musyrik dan
munafik dalam firman Allah Swt,
ِ َيَ ْهدِى َم ْنيَشَآ ُءإِل، ُ}قُ ِِل ِللَّ ِه ْال َم ْش ِرقُ َو ْال َم ْغ ِرب
قاَّلللهتعالى:{ ىص َراطٍ ُّم ْستَ ِقي ٍْم
Yang menegaskan bahwa segala arah hanyalah milik Allah Swt, tidak diutamakan
arah yang satu dengan yang lainnya, dan tidak berhak salah satu arah tersebut
menyebut dirinya kiblat kecuali Allah Swtlah yang mengkhususkannya sebagai kiblat.
Maka bukanlah sebuah penentangan untuk berganti-ganti kiblat dari arah satu ke arah
yang lainnya. Karena Ibrahnya adalah menghadap kepada Allah Swt dengan hati dan
mengikuti segala perintahNya.
Menghadap ke kiblat bertujuan mengarahkan umat Islam ke satu arah yang sama dan
jelas. Namun demikian Dia berwenang menetapkan apa yang dikehendakiNya
menjadi arah bagi manusia untuk menghadap kepada-Nya. Dia mengetahui hikmah
dan rahasia di balik penetapan itu, lalu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendakiNya ke jalan yang lurus. PetunjukNya untuk umat Islam adalah mengarah
ke Ka’bah.
Allah tidak menjelaskan mengapa Dia mengalihkan arah tersebut sehingga pada akhirnya
arah yang harus dituju dalam shalat adalah Ka’bah. Apa yang dikutip di atas dari pendapat al-
Thabari belum tentu benar. Boleh jadi pengalihan kiblat pertama kali dari Mekah ke Bait al-
Maqdis, karena ketika Nabi berhijrah, Ka’bah masih dipenuhi berhala dan kaum musyrik
Arab mengagungkan Ka’bah bersama berhala-berhala yang mereka tempatkan disana. Disisi
lain, tidak disebutkannya sebab pengalihan itu dalam jawaban yang diperintahkan Allah ini,
untuk memberi isyarat bahwa perintah-perintah Allah khususnya yang berkaitan dengan
ibadah mahdhah (murni) tidak harus dikaitkan dengan pengetahuan manusia tentang
sebabnya. Ia harus dipercaya dan di amalkan. Walaupun pasti ada sebab atau hikmah dibalik
itu. Setiap muslim diperintah untuk melaksanakannya, namun ia tidak dilarang untuk
bertanya atau berpikir guna menemukan jawabannya.
8
ش ِهيدًاۚ َو َما َج َع ْلنَا ْال ِق ْبلَةَ الَّتِي َ علَ ْي ُك ْم
َ سو ُل َّ َاس َو َي ُكون
ُ الر ِ َّعلَى الن َ ش َهدَا َء ُ طا ِلت َ ُكونُوا ً س َ َو َك ٰذَلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو
علَى الَّذِينَ َهدَى َ يرة ً إِ ََّّل
َ َِت لَ َكب َ علَ ٰى
ْ ع ِقبَ ْي ِهۚ َوإِ ْن َكان َ ب ُ سو َل ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِل َّ علَ ْي َها إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع
ُ الر َ َُك ْنت
اس لَ َر ُءوف َر ِحيم ِ َّّللاَ بِالن َّ ُضي َع إِي َمانَ ُك ْمۚإِ َّن ِ ّللاُ ِلي َّ َّللاُۚ َو َما َكان َّ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS.
2:143)
{ َ[ } َو َكي ٰذَلِكDan seperti] halnya jalan lurus yang menghantarkan pada Dzat Kami yang
paling tegak dan pertengahan di antara semua jalan yang lain
Maka {طا ً سي َ [ } َج َع ْلنَيا ُك ْم أ ُ َّمةً َوKami (juga) menjadikan kalian umat “pertengahan"] yang
lurus dan layak menerima tanggung jawab khilafah dan niyâbah, termasuk tugas
mengurus semua masalah di tengah hamba-hamba Allah
Yakni {ش َهدَا َء ُ [ } ِلت َ ُكونُواagar kalian menjadi saksi] yang adil
{اس ِ َّعلَى الن َ } [atas manusia] yang lalai bertawajuh kepada Kami.
{[ } َوDan] juga kami utus seorang rasul kepada kalian dari kalangan kalian sendiri
Agar { }يكون الرسول عليكم شيهيداRasul (itu) menjadi saksi atas kalian] dan menjaga kalian
dari jalan ifrath (berlebihan) dan tafrith (berkurang) yang kalian lakukan dalam
berbagai hal. Maka kalian harus selalu melaksanakan apa yang dibawa oleh rasul
kalian dari Rabb kalian itu agar kalian mendapat petunjuk kepada-Nya berupa jalan
yang lurus.
{جعَ ْلنَا َ [ } َو َماDan Kami tidak menetapkan], wahai Rasul yang paling sempurna
{عل ْي َهياَ َ َ[ } ْال ِق ْبلَيةَ الَّتِيي ُك ْنيتkiblat yang menjadi kiblatmu (dulu itu)] sebelum engkau
beralih darinya
{ [ } إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َمmelainkan agar Kami mengetahui] dan memisahkan
{ين ْ سييو َل َمي َّ [ } يَتَّبِي ُعsiapa yang mengikuti Rasul] yang menyampaikan petunjuk
ُ الر
menujuk tauhid adz-dzât (Tauhid Dzat Allah
{ب ُ [ } ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِلdan siapa yang berbalik] kembali
{ع ِقبَ ْي ِه َ علَ ٰى َ } [ke belakang] sebelum sampai pada tauhid dzat Allah
{َت ْ [ } َو ِإ ْن َكانDan pada dasarnya] untuk mencapai tauhid adz-dzât itu
{ً يرة َ [ } لَ َك ِبamatlah berat] dan sulit
{ُّللاَّ علَيى الَّيذِينَ هَيدَى َ [ } إِ ََّّلkecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah] menuju Dzat-Nya dengan melimpahkan taufik kepada mereka sehingga
beriman kepada orang yang membimbing mereka ke arah-Nya
9
َّ َ[ } َو َما َكانDan Allah (yang menampakkan berbagai hal untuk kalian) tidak akan],
{ُّللا
{ُضيييي َع إِي َميييانَ ُك ْم
ِ [ } ِليmenyia-nyiakan menyia-nyiakan iman kalian] setelah kalian
menerima taufik dari-Nya
{ياس ِ َّّللاَ بِالن
َّ [ } إِ َّنSesungguhnya Allah, terhadap manusia] yang beriman kepada Rasul
yang membimbing mereka menuju tauhid adz-dzât dan meyakini yang beliau bawa
dari Rabbnya
{[ } لَ َر ُءوفMaha Pengasih], Maha Penyantun
{[ } َر ِحييمMaha Penyayang] sehingga Dia selalu mengantar mereka kepada penciptaan
mereka dengan segala anugerah dan karunia-Nya
Umat Islam adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala
sehingga mereka menjadi umat yang adil dan pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran
orang-orang yang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran
serta membela yang haq dan melenyapkan yang bathil.
Mereka dalam segala aspek persoalan hidup berada di tengah-tengah antara orang-orang
yang mementingkan kebendaan dalam penghidupannya seperti orang-orang
Yahudi, Musyrikin serta orang-orang yang tidak beragama, dan orang-orang yang hanya
mementingkan kerohanian saja seperti orang-orang Nasrani, Sabi'in dan orang-orang Hindu.
Dengan demikian maka umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas keterlaluan
orang-orang yang bersandar pada kebendaan itu, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan
cenderung kepada memuaskan hawa nafsu dan jadi saksi pula terhadap orang-orang yang
berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskannya dari segala kenikmatan jasmani
dengan menyiksa diri dan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Maka umat Islam
menjadi saksi atas mereka semuanya karena sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam
melaksanakan hidupnya sehari-hari.
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam. menjadi saksi bagi umatnya bahwa
umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia
dengan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian Allah menjelaskan bahwa perubahan kiblat
dari Baitul Maqdis ke Ka’bah itu adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang
benar-benar beriman dan mengikuti perintah Rasul dan siapa pula yang lemah imannya
serta berbelok dari jalan yang lurus. Memang pemindahan kiblat itu dirasakan sangat berat
oleh orang yang fanatik kepada kiblat yang pertama, karena manusia pada umumnya sulit
untuk merubah dan meninggalkan kebiasaannya. Tetapi orang-orang yang mendapat petunjuk
dari Allah dengan mengetahui hukum-hukum agamanya dan rahasia syariatnya,
10
mereka sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan menghadap kiblat itu adalah semata-mata
karena perintah Allah.
“Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada
kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro` bin 'Azib
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada
kakek-kakeknya ('Azib) atau paman-pamannya dari Kaum Anshar, dan saat itu Beliau
shallallahu 'alaihi wasallamshalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau
tujuh belas bulan, dan Beliau sangat senang sekali kalau shalat menghadap Baitullah
(Ka'bah). Shalat yang dilakukan
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat
'ashar dan orang-orang juga ikut shalat bersama Beliau. Pada suatu hari sahabat yang ikut
shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi melewati orang-orang di Masjid lain
saat mereka sedang ruku', maka dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut
shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Makkah, maka orang-
orang yang sedang (ruku') tersebut berputar menghadap Baitullah dan orang-orang Yahudi
dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallamshalat
menghadap Baitul Maqdis. Ketika melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan
wajahnya ke Baitullah mereka mengingkari hal ini. Berkata Zuhair Telah menceritakan
kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro`, dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum)
seseorang yang meninggal dunia pada saat arah qiblat belum dialihkan dan juga banyak
orang-orang yang terbunuh pada masa itu?, kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi
11
tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya: "Dan Allah tidaklah
akan menyia-nyiakan iman kalian". (QS. Al Baqoroh: 143)”
Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS. 2:144)
{[ } قَ ي ْدن ََرىSungguh Kami telah melihat], Kami telah mengetahui ketika engkau
menyingkap (kasyf) Dzat Kami
Saat {اء ِ سي َم َ ُّ[ } تَقَلtengadah wajahmu ke langit] untuk menunggu wahyu
َّ يب َوجْ ِهيكَ فِيى ٱل
yang berisi perintah untuk mengarahkan tawajjuh shüri
{ َ[ } فَلَنُ َو ِليَنَّيكmaka sungguh Kami akan memalingkanmu] setelah engkau mengalami
penyingkapan batiniah (al-inkisyaf al-ma'nawiy) itu
{ً([ } ِق ْبلَةkepada) kiblat] simbolik
{ض ٰى َها َ ([ } ت َْرyang) kau sukai], yang sesuai dengan kiblat maknawi
Jadi, { َ[ } فَي َيو ِل َوجْ َهييكpalingkanlah wajah] jismanimu, wahai Rasul yang paling
sempurna
{ح َر ِام َ ْيجد ِْٱل
ِ َط َر ْٱل َمس
ْ [ } شke arah Masjidil Haram] yang di dalamnya diharamkan tawajuh
kepada selain Dzat Allsh secara murni dengan mengenyahkan semua yang selain Dia
{}و َ [Dan] kemuliaan ini tidak hanya khusus untukmu saja, tetapi juga mengalir dari
dirimu kepada semua Mukmin yang menjadi pengikutmu
{ح ْيث ُ َما ُكنت ُ ْمَ } [di mana saja kalian berada], dan di tingkatan wujud yang manapun
Maka {جيو َه ُك ْم ُ [ }فَ َولُّيوا ُوpalingkanlah wajah (yang kalian terima sebagai anugerah dari
Rabb) kalian], wahai orang-orang Mukmin
ْ [ }شke arahnya] agar kalian termasuk orang-orang yang mampu mencapai kasyf
{َُيط َره
(penyingkapan) terhadap Allah dan mendapatkan petunjuk menuju Dzat-Nya
{يبَ َ [ } َو ِإ َّن ٱلَّيذِينَ أُوتُيوا ْٱل ِك ٰتDan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab (Taurat
dan Injil)] yaitu kaum Yahudi dan Nasrani
12
{ َ[ }لَيَ ْعلَ ُمونmengetahui] dengan yakin berkat kesaksian dari kitab-kitab dan rasul-rasul
mereka
{ُ[ }أَنَّيهbahwa (penyingkapan (kasyf) dan keteguhanmu dalam Tauhid Dzat, at-tauhid
adz-dzátiy) itu]
{ق ْ [(adalah) benar] yang pasti dan diturunkan
ُّ }ٱل َح
{[ } ِمين َّربِ ِهي ْمdari Tuhan mereka] yang telah memelihara mereka dengan memberi akal
sehingga mampu membedakan antara yang haq dan yang batil, serta membedakan
antara yang membenarkan dan yang menyalahkan. Tapi, meski demikian, mereka
tetap bersikap ingkar dan membangkang
َ ياٱّلِلُ بِ ٰغَ ِفي ٍل
{ َع َّميا يَ ْع َملُيون َّ [ } َو َمdan Allah, sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan] yaitu tindakan mereka yang menyembunyikan dan menutupi kebenaran
setelah datangnya kejelasan dan kasyf (penyingkapan)
Jadi tidak diwajibkan menghadap ke Ka’bah itu sendiri, kecuali orang-orang yang dapat
melihatnya. Dengan demikian maka seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru bumi wajib
menghadap "ke arah Ka’bah" dalam shalat.
Pemindahan kiblat ke Ka’bah itu adalah ketetapan yang benar dari Allah, tetapi mereka
itu membantah kebenaran ini, bahkan mereka menimbulkan fitnah dan menyebarkan keragu-
raguan di antara orang-orang Islam yang lemah imannya.
Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu
Ishak dan Barra, katanya, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukan shalat ke
arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah.' Maka Allah pun
13
menurunkan firman-Nya “Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka
palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram!” (Q.S. Al-Baqarah 144).
ْ علَ ٰى ُك ِل ش
َىءٍ قَدِير ِ ْ تۚ أَيْنَ َمات َ ُكونُوا يَأ
َّ ت ِب ُك ُم
َّ ٱّلِلُ َج ِميعًاۚ إِ َّن
َ َٱّلِل ِ َو ِل ُك ٍل ِوجْ َهة ُه َو ُم َو ِلي َهاۚ فَٱ ْست َ ِبقُوا ْٱل َخي ٰ َْر
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (QS. 2:148)
14
dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan supaya kaum
muslimin menghadap ke Ka’bah dalam shalat, fitnahan dan cemoohan dari orang-orang yang
ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum muslimin bekerja dengan giat, beramal,
bertaubat dan berlomba-lomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun sekalian
manusia untuk menghitung dan membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu; tidak ada yang melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia
pada hari pembalasan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian “tiap-tiap
umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya” ialah semua pemeluk agama.
Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat
yang diridhai Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai Kiblatnya sendiri yang
mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang
mereka menhghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat
Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi
hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul
Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.35)
ََط َرهُۥ ِلئ ََِّل َي ُكونْ ْث َما ُكنت ُ ْم فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش ُ َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل َح َر ِامۚ َو َحي ْ ْث خ ََرجْ تَ فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش ُ َو ِم ْن َحي
َ ٱخش َْونِى َو ِِلُتِ َّم نِ ْع َمتِى
علَ ْي ُك ْم َولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْهتَد ُون َ َعلَ ْي ُك ْم ُح َّجة إِ ََّّل ٱلَّذِين
ْ ظلَ ُموا ِم ْن ُه ْم فَ َِلت َْخش َْو ُه ْم َو ِ َِّللن
َ اس
Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak
ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan
nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,(QS. 2:150)
15
{ح َر ِام َ َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل
ْ [ }فَ َو ِل َوجْ َهكَ شmaka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram]
yang menyatukan semua mazhhar
{ْث َما ُكنت ُ ْم ُ }و َحي َ [Dan dimana saja kalian berada], wahai orang-orang Mukmin
ْ
{شييط َرهُۥ َ [ }فَ َولُّييوا ُو ُجييو َهك ْمmaka palingkanlah wajah kalian ke arahnya] mengikuti
ُ
tuntunan Rasul kalian
{اس ِ َّ[ } ِلئ ََِّل يَ ُكونَ ِللنagar tidak ada bagi manusia] yang menentang
{علَي ْي ُك ْم ُح َّجية َ } [hujah (kemenangan) atas kalian] yang telah memahami at-tauhid adz-
dzátiy dan beberapa mazhhar yang kalian tampakkan
{ظلَ ُميوا َ َ[ }إِ ََّّل ٱلَّيذِينkecuali orang-orang yang zalim di antara mereka] yang menafikan
dzat dan sifat-sifat Allah. Mereka adalah golongan Ad-Dahriyyůn yang menyatakan
bahwa sesuatu itu ada dengan sendirinya tanpa ada penciptanya. Mereka tidak pernah
diam dan tidak pernah mengharuskan adanya penciptaan seperti itu
{[ }فَ َِلت َْخش َْيو ُه ْمMaka janganlah kalian takut kepada mereka), janganlahkalian takut
kepada mereka dalam bertawajuh ke arah Ka'bah Hakiki (al-Ka’bah al-Haqiqiyyah)
{ٱخش َْيونِى ْ }و َ [dan takutlah kepada-Ku] jika kalian tidak mau bertawajuh kepada-Ku,
sehingga kalian tidak terhalang dari beberapa sifat Allah
{[ } َو ِِل ُ ِتي َّم ِن ْع َم ِتيىdan agar Kusempurnakan nikmat-Ku] yang mengantarkan pada tauhid
Dzat sesuai dengan sifat-sifat dan asma-Ku
{ َعلَي ْي ُك ْم َولَ َعلَّ ُكي ْم ت َ ْهتَيدُون
َ } [atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk] kepada
Dzat-Ku dengan seperti itu. Maka janganlah kalian takut kepada mereka nikmat-Ku
sebagai sebabnya
Perintah untuk menghadap ke arah Masjidil Haram diulangi dalam ayat ini untuk
menjelaskan, bahwa perintah itu bersifat umum untuk seluruh umat, masa dan tempat dan
karena sangat penting serta karena ada hikmah yang terkandung di dalamnya yaitu agar tidak
ada lagi alasan bagi ahli kitab, kaum musyrikin dan munafikin untuk menentang Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam persoalan pemindahan kiblat. Begitu pula kaum
musyrikin berpendapat bahwa nabi dari keturunan Ibrahim itu akan datang menghidupkan
agamanya sehingga tidaklah pantas apabila berkiblat kepada selain Ka’bah yang telah
didirikan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Dengan demikian maka batallah alasan-alasan para ahli kitab dan kaum musyrikin itu.
Orang-orang zalim di antara mereka yang melontarkan cemoohan dan bantahan-bantahan
tanpa alasan yang berdasarkan akal sehat dan keterangan dari wahyu tidak perlu
dipikirkan dan dihiraukan. Adapun cemoohan mereka itu adalah sebagai berikut:
o Orang-orang Yahudi berkata, "Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke
Ka’bah, melainkan karena kecenderungan kepada agama kaumnya dan kecintaan
kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap
berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya."
16
o lOrang-orang musyrikin berkata, "Ia telah kembali kepada kiblat kita dan akan
kembali kepada agama kita."
Dan orang-orang munafikin berkata, "Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan
bahwa Muhammad dalam keragu-raguan dan tidak berpendirian."
o Demikianlah alasan-alasan yang dibuat-buat oleh penentang-penentang agama
Islam di waktu itu.
Dan diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Sadiy dengan isnad-isnadnya berkata, "Tatkala
kiblat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dipalingkan ke Ka’bah setelah sebelumnya
menghadap ke Baitul Maqdis, orang-orang musyrik warga Mekah berkata, 'Agamanya telah
membingungkan Muhammad, hingga sekarang ia berkiblat ke arahmu dan menyadari
bahwalangkahmu lebih memperoleh petunjuk dari pada langkahnya, bahkan ia telah hampir
masuk ke dalam agamamu.' Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Agar tak ada alasan
bagi manusia untuk menyalahkanmu ...." (Q.S. Al-Baqarah 150).
17
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
18
DAFTAR PUSTAKA:
Isma’il, Abul Fida Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2002. Tafsir ibnu katsir. Sinar Baru algensindo
http://ammaghfur.blogspot.com
http://c.1asphost.com
19