0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
130 tayangan12 halaman

Iud Pasca Plasenta

Anda di halaman 1/ 12

TUGAS MATA KULIAH KONTRASEPSI

ARTIKEL ILMIAH POPULER


“ IUD PASCA PLASENTA”

Dosen Pengampu :

dr. Sutrisno, Sp.OG(K)

Oleh :

Irma Hamdayani Pasaribu

(156070400111014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016

1
IUD PASCA PLASENTA

Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia merupakan masalah


besar yang belum teratasi hingga saat ini. Menurut WHO (Badan Kesehatan
Dunia), Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian ibu selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah persalinan (nifas), yang disebabkan karena
kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau
cedera. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah berhasil diturunkan dari angka 307 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002/2003 menjadi 270 pada tahun 2004, 262
pada tahun 2005, dan 248 pada tahun 2007. Akan tetapi bila dilihat dari angka
target Millennium Development Goals (MDG’s) 2015 yakni 102 per 100.000
kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih belum memenuhi target atau perlu
diturunkan lagi. MDG’s adalah sasaran pembangunan secara menyeluruh untuk
kesejahteraan rakyat dan pembangunan pada tahun 2015. Bila dibandingkan
dengan AKI di negara-negara ASEAN, AKI di Indonesia 3-6 kali lipat jumlahnya.
Sedangkan bila dibandingkan dengan AKI di Negara maju, jumlah AKI di
Indonesia 50 kali lipatnya (Depkes RI, 2009 ).
Oleh karena itu upaya penurunan AKI serta peningkatan kesehatan ibu
merupakan salah satu yang utama dalam penanganan bidang kesehatan.
Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis
(Renstra) jangka panjang dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan
kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan untuk
meningkatan kesehatan ibu dan bayi, yang dikenal dengan nama "Making
Pregnancy Safer (MPS)". MPS adalah sektor kesehatan yang bertujuan untuk
menekan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Strategi MPS ini
mengacu pada 3 hal pokok yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga bidan
terlatih, 2) Setiap komplikasi obstetrik neonatal mendapat pelayanan yang
memadai/memenuhi syarat. Komplikasi obstetri dan neonatal adalah kesakitan
pada ibu hamil, ibu nifas dan janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak

2
langsung, termasuk penyakit menular maupun tidak menular yang dapat
mengancam nyawa ibu dan janin yang tidak disebabkan oleh luka berat atau
kecelakaan. 3) Setiap wanita usia subur mendapat kesempatan memperoleh
pelayananan pencegahan kehamilan serta informasi aborsi yang tidak aman.
(Depkes RI, 2009 ).
Salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan menekan angka
pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB).
Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan
dengan sasaran utama adalah pasangan yang berusia antara 20-45 tahun , dimana
pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal
terutama organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Sesuai dengan
tuntutan perkembangan program, maka program KB telah berkembang menjadi
gerakan Keluarga Berencana Nasional yang mencakup gerakan masyarakat.
Gerakan Keluarga Berencana Nasional disiapkan untuk membangun keluarga
sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang baik. Salah satu
rencana pelaksanaan program KB seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah meningkatnya penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterin Device)/
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). IUD adalah suatu alat atau benda yang
dimasukkan ke dalam rahim yang efeknya sangat baik, dapat kembali subur
seperti semula dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan yang
keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45
tahun, implant (susuk) dan alat KB yang dipasang dengan cara operasi dan tidak
dapat kembali kekeadaan semula, (Saifudin, 2006).
IUD merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang tidak mengandung
hormon dan termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya
menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian IUD yakni hanya memerlukan
satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang murah,
aman karena tidak mempunyai pengaruh pada tubuh secara umum, tidak
mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD dilepas
(BKKBN, 2009 )

3
Berbagai usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok
pembangunan keluarga sejahtera telah di lakukan baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan mensosialisasikan metode
kontrasepsi IUD Post Placenta oleh BKKBN. IUD Post Placenta adalah IUD
yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan
melalui jalan lahir yaitu vagina (Engender Health, 2008).
Metode IUD Post Placenta mempunyai keuntungan tersendiri, selain
pemasanganya lebih efektif karena dilakukan setelah plasenta lahir sekaligus
mengurangi angka kesakitan Ibu.
Pemasangan IUD/AKDR berdasarkan waktu pemasangan dapat dibagi menjadi 3
1. Immediate postplacental insertion (IPP) yaitu dipasang dalam waktu 10
menit setelah plasenta dilahirkan.
2. Early postpartum insertion (EP) yaitu dipasang antara 10 menit sampai
dengan 72 jam setelah persalinan.
3. Interval insertion (INT) yaitu dipasang setelah 6 minggu setelah persalinan.
Pemasangan IUD Post Placenta dalam 10 menit setelah plasenta lahir
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Dipasang dengan tangan secara langsung
Setelah plasenta dilahirkan dan sebelum tindakan operasi untuk penanganan
keadaan dimana uterus turun atau bergeser dari tempat semula atau menonjol
keluar dari vagina. Pemasang memegang IUD dengan jari telunjuk dan jari
tengah kemudian dipasang secara perlahan-lahan melalui vagina dan leher
rahim (servik) sementara itu tangan yang lain melakukan penekanan pada
perut bagian bawah dan mencengkeram rahim untuk memastikan IUD
dipasang di tengah-tengah yaitu di bagian puncak rahim. Tangan pemasang
dikeluarkan perlahan-lahan dari vagina. Jika IUD ikut tertarik keluar saat
tangan pemasang dikeluarkan dari vagina atau IUD belum terpasang di
tempat yang seharusnya, segera dilakukan perbaikan posisi IUD.
2. Dipasang dengan ring forceps
Prosedur pemasangan dengan AKDR menggunakan ring forceps hampir
sama dengan pemasangan dengan menggunakan tangan secara langsung akan

4
tetapi AKDR diposisikan dengan menggunakan ring forceps, bukan dengan
tangan (Handayani, 2010).

Cara pemasangan IUD :


1. Dilakukan pemeriksaan dengan memasukkan tangan ke vagina terlebih
dahulu untuk memeriksa apakah ada yang tidak normal pada organ panggul
(terutama adanya kehamilan dan infeksi pada panggul) dan untuk menentukan
posisi rahim. IUD dapat di pasang dalam rahim pada berbagai posisi, tetapi
luka pada rahim biasa terjadi pada rahim dengan posisi retroverted.
2. Masukkan alat speculum, kemudian bersihkan bagian leher rahim dengan
menggunakan cairan antiseptik seeprti betadine.
3. Pegang bibir bagian depan leher rahim dengan menggunakan alat tenakulum
dan tentukan arah rahim dan kedalaman. Untuk membuat pemasangan lebih
nyaman, dapat disuntikkan 1 ml lidokain 1% (Xylocaine) kedalam leher
rahim sebelum menggunakan tenakulum dan 5 ml kedalam paraservikal pada
arah jam 4 dan jam 8.
4. Kemudian memasukkan IUD kedalam introduser dalam kondisi steril.
5. Dengan daya tarik dari tenakulum, masukkan introduser IUD melalui leher
rahim kedalam rahim.
6. Kemudian lepaskan benang IUD dari introduser dan tarik alat pemasuknya,
sehingga IUD tetap berada di rahim.
7. Potong benangnya sekitar 1 inci.

Gambar 1. Pemasangan IUD

5
Ada 2 jenis IUD yang biasa digunakan yaitu:
1. IUD dengan tembaga Copper T 380 A.
IUD jenis Copper T 380 A sangat banyak tersedia dan pada program pilihan
KB setelah persalinan, jenis IUD Copper T 380 A ini paling banyak
digunakan karena selain bentuknya yang bagus, harganya juga lebih
terjangkau dibanding dengan jenis IUD yang lain.
Alat ini memiliki panjang 36 mm dan diameter 32 mm dengan bola pastik
pada bagian bawah tangkai vertikal untuk mencegah terjadinya ketegangan
pada leher rahim. Sebuah lubang kecil terdapat pada tangkai vertikalnya dekat
pertemuan dengan kedua lengan horizontalnya yang bertindak sebagai
jangkar untuk kawat tembaga. IUD memiliki kerah tembaga pada kedua
tangan horizontal. Setiap kerah tersebut memiliki permukaan 35mm. Kawat
tembaga dengan permukaan 310 mm berikatan disekitar tangkai vertikal dan
mengandung 380 mm2 tembaga. Dua benang monofilamen melekat pada
tangan vertikal. IUD T 380 A dapat bertahan hingga 10 tahun, bahkan ada
sumber yang mengatakan hingga 12 tahun.

Gambar 2. IUD Copper T 380 A

2. IUD dengan silinder yang mengandung progesteron, seperti levonorgestrel


Belum terlalu banyak tersedia dan jika tersedia harganya mahal, dan IUD
jenis ini biasanya tidak disarankan sebagai IUD setelah melahirkan
Levonorgestrel-releasing intrauterine device atau LNG-20 IUD memiliki
bentuk seperti T dengan tabung di tangan vertikalnya yang mengeluarkan
progestin levonorgestrel tiap harinya. Dua benang monofilamen melekat pada
tangan vertikalnya. Perbedaan IUD ini dengan T 380 A adalah LNG-20 IUD
dapat bertahan hingga 5 tahun. Mekanisme primernya adalah membuat mucus

6
servikal menjadi tebal yang mengganggu aktifitas dari sperma dan mengubah
cairan uterotubal sehingga mengganggu migrasi sperma. IUD ini
menyebabkan anovulasi sekitar 10-15% siklus dan mengganggu karakteristik
dari endometrium untuk menurunkan implantasi. Angka kehamilan sekitar
0,1 kehamilan per 100 wanita pada tahun pertama dan angka kumulatif
kehamilan menjadi 0,7 kehamilan per 100 wanita setelah 5 tahun.

Gambar 3. IUD Levonorgestrel

Mekanisme pastinya IUD ini masih belum diketahui, meskipun beberapa


teori mengatakan bahwa kandungan bagan kimianya mampu membunuh sperma,
mengganggu perkembangan sel telur, dan aktivitas pada lapisan terdalam pada
rahim yang menyebabkan terjadinya penolakan pada sperma dan mengganggu
pergerakan sperma. Angka kegagalan IUD ini sekitar 0,6 kehamilan per 100
wanita pertahun.
IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan berfungsi
seperti IUD yang dipasang saat menstruasi. Pada pemasangan IUD setelah
plasenta lahir, umumnya digunakan jenis IUD yang mempunyai lilitan tembaga
yang menyebabkan terjadinya perubahan kimia di rahim sehingga sperma tidak
dapat membuahi sel telur.
IUD Post Plasenta memiliki efektivitas yang sangat tinggi. Tiap tahunnya
3-8 wanita mengalami kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan IUD jenis
Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada pasca pemasangan
IUD setelah plasenta lahir sebanyak 2.0 - 2.8 per 100 yang menggunakan IUD
setelah plasenta lahir pada 24 bulan setelah pemasangan. Setelah 1 tahun,
penelitian menemukan angka kegagalan IUD setelah plasenta lahir 0.8 %,

7
dibandingkan dengan pemasangan setelahnya. Sesuai dengan kesepakatan WHO,
IUD dapat dipakai selama 10 tahun walaupun pada kemasan tercantum
efektifitasnya hanya 4 tahun (Manuaba,2010).
Keuntungan pemasangan IUD setelah plasenta lahir
1. Langsung bisa dipasang pada ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan
2. Efektif dan tidak berefek pada produksi menyusui
3. Aman untuk wanita yang menderita HIV
4. Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
5. Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
6. Kejadian terjadinya luka di daerah leher rahim sangat rendah yaitu sekitar 1
kejadian dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita
7. Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural
8. Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di waktu menstruasi
Kerugian pemasangan IUD setelah plasenta lahir adalah angka
keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang
memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit
setelah keluarnya plasenta memungkinkan angka kegagalannya lebih kecil
ditambah dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan)
dan teknik pemasangan sampai ke bagian puncak rahim juga dapat memperkecil
kegagalan pemasangan.
IUD dapat menyebabkan beberapa efek samping dan komplikasi, efek
samping dan komplikasi dari IUD antara lain:
1. Gangguan Menstruasi
Efek IUD berefek pada gangguan hormon pada lapisan dinding rahim bagian
terdalam yang menyebabkan perdarahan menstruasi dan nyeri haid.
Perdarahan dapat menjadi lebih berat dan lebih lama selama 3 hingga 6 bulan
penggunaan IUD. Pada suatu percobaan 15 % wanita tidak melanjutkan
penggunaan IUD karena alasan ini. Tingkat kesakitan dan perdarahan pada
wanita yang menggunakan IUD tembaga dan hormonal adalah sama.

8
2. Nyeri Haid
Adanya IUD didalam uterus berhubungan dengan tingginya insidensi nyeri
haid. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan IUD hormonal
lebih sedikit menderita nyeri haid dibanding IUD tembaga.
3. Kehamilan di luar kandungan
Pada sebuah penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan terjadinya
kehamilan diliar kandungan pada pengguna IUD. Resiko untuk kemungkinan
hamilan sangat rendah pada pengguna IUD dan angka kehamilan di luar
kandungan berkisar 0,02 per 100 wanita pertahun dibandingkan dengan
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi sekitar 0,3-0,5 per 100 wanita.
4. Infeksi Panggul
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa resiko terjadinya infeksi panggul telah
menurun setengah sejak tahun 1980. Infeksi biasa terjadi pada 20 hari
pertama setelah pemasangan. Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan
teknik mencegah masuknya bakteri/kuman ke dalam tubuh pada saat
pemasangan dan dengan mencegah wanita untuk memiliki banyak pasangan.
Pemeriksaan untuk mengetahui infeksi menular seksual dianjurkan pada
daerah dimana banyak yang menderita infeksi menular seksual dan diantara
wanita yang memiliki resiko (termasuk wanita dibawah umur 25 tahun).
Infeksi panggul jarang terjadi berhubungan dengan penggunaan IUD.
Actinomyscosis-like organisms (ALOs) kadang terlihat pada apusan tetapi
jika pasien tidak menunjukkan gejala, hal itu dapat dibiarkan dan apusan
dapat dilakukan ulang setelah 6-12 bulan kemudian. Jika ada gejala, maka
IUD harus dilepas. Hal itu dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari
vagina dan setelah itu dilakukan kultur.
5. Ekspulsi
Resiko terlepasnya IUD setelah pemasangan berkisar antara 1 hingga 20. Hal
ini sering terjadi dalam 3 bulan pertama penggunaan IUD dan biasanya terjadi
selama menstruasi. Resiko lepasnya IUD adalah pada wanita usia muda,
wanita yang belum pernah hamil, dan perdarahan berat. Banyak tenaga
kesehatan berpendapat bahwa pengguna IUD sebaiknya datang secara regular
untuk mengecek IUD nya.

9
6. Luka berat di rahim
Luka berat di rahim dapat terjadi pada saat pemasangan IUD meskipun hal ini
jarang disadari. Pada percobaan yang besar didapatkan 1,3 setiap 1000
pemasangan. pemeriksaan rutin dilakukan 6 minggu setelah pemasangan.
Panjang rongga rahim harus diukur untuk dan dengan menggunakan alat
tenakulum saat pemasangan untuk mengurangi resiko terjadinya luka berat
pada rahim (Manuaba, 2010)

Yang tidak dianjurkan menggunakan IUD


Ada beberapa wanita yang tidak dianjurkan untuk dilakukan pemasangan
IUD tembaga. Seperti adanya riwayat penyakit keganasan, kanker rahim atau TB
panggul dan wanita yang sedang menderita infeksi menular seksual merupakan 4
kondisi berdasarkan WHO. Wanita dengan resiko terkena infeksi menular seksual
dan wanita dengan HIV atau AIDS dapat menggunakan IUD tembaga tetapi harus
berhati-hati dan konsul tentang keamanan seks dan pemakaian kondom sebaiknya
dipromosikan. Perdarahan vaginal yang tidak jelas harus diselidiki sebelum
pemasangan IUD.

Wanita yang tidak boleh Wanita yang boleh mengginakan IUD


menggunakan IUD
Aktif atau adanya riwayat infeksi Penyakit gannguan hati/liver (jika IUD
panggul hormonal)
Diduga hamil Adanya resiko terjadi infeksi panggul,
Kondisi dimana leiomyomata, polip seperti terkena penyakit infeksi
endometrium, atau uterus menular seksual, meliputi infeksi
bikornuatum. setelah abortus sebelumnya atau
Perdarahan vaginal abnormal yang infeksi rahim, pasangan seksual yang
tidak terdiagnosa, diduga ada berganti-ganti, tidak ada perbaikan
keganasan genital. respon terhadap infeksi seperti
mengidap HIV.

10
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) setelah plasenta lahir
merupakan waktu yang ideal karena adanya motivasi yang tinggi terhadap
kontrasepsi serta memudahkan ibu dan tenaga medis, selain itu IUD tidak
mempengaruhi proses menyusui. Pemasangan IUD setelah plasenta lahir menjadi
penting di negara berkembang karena banyak wanita yang tidak memeriksakan
diri ke tenaga medis sampai persalinan selanjutnya. Masalah yang dihadapi adalah
masih rendahnya angka pemasangan IUD setelah plasenta lahir serta tehnik
pemasangannya serta masih ada ketakutan tentang masalah luka berat pada rahim,
lepasnya IUD dari tempat pemasanga, infeksi, nyeri dan perdarahan setelah
pemasangan (Saifudin, 2006).

11
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia


BKKBN, 2009. Rumusan Rapat Kerja Program KB Nasional Tahun 2009
Handayani, 2010, Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana, Pustaka Rihama:
Yogyakarta
Pendit, Bram U, 2000. Ragam metode Kontrasepsi, EGC: Jakarta
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC: Jakarta
Saifudin BA, dkk.2006. Buku panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiharjdjo : Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai