34 322 1 PB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62.

Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

AQUAWARMAN
JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman

Kelimpahan Bakteri Heterotrof pada Akuakultur Sistem


Tumpang Sari
Abundance of Heterotrophic Bacteria in Cage-Cum-Pond Aquaculture System

Devi Mismindari1), Asfie Maidie2) dan Sumoharjo3)

1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman
2), 3)
Staf pengajar Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman

Abstract

The purpose of this research was to know the abundance heterotrophic bacteria in Cage-
cum-pond aquaculture system, that are feeding with pellet contained 18 % Protein, 32 %
protein, and no feeding with pellet but given by plankton that rised by chicken manure. In
the pellet feeding treatments, the water was added with palm sugar to add Carbon
availablity in order to trigger the bio-floc. The result of the tratment showed that there was
no significantly different between bacterial abundance in according to the protein level in
feed or in manure fertilizing teratment. In the 18 % protein in pellet treatment show a
degree of 7,48 log CFU/mL of bacterial abundance cultured in TSA medium, and 7,37 log
CFU/mL in 1/20 PYBG medium. While in 32 % protein in pellet was shown in 7,89 log
CFU/mL in TSA, and 7,51 log CFU/mL in 1/20 PYBG. The manure treatment showed bacterial
abundance of 7,46 log CFU/mL (TSA), and 7,62 log CFU/mL (1/20 PYBG).

Keywords: Bio-floc, Cum-cage-pond, abundance of heterotrophic bacteria

1. Latar Belakang terbentuk dimanfaatkan olah ikan betok


sebagai pakan. Hal ini sesuai dengan
Media budidaya bioflok agar lebih pendapat Suryaningrum (2014) yang
optimal kegunaanya diterapkan bersama mengatakan bahwa, sisa pakan dan kotoran
dengan tekonologi wadah budidaya sistem (feces) ikan nila akan menjadi bahan organik
tumpang sari yaitu antara ikan nila terlarut dalam air yang dapat memicu
(Oreochromis niloticus) dengan ikan betok berkembangnya bakteri. Oleh karena itu,
(Anabas testudineus). Tumpang sari perpaduan antara media bioflok dan wadah
merupakan istilah yang biasanya digunakan di budidaya sistem tumpang sari dapat
bidang pertanian yang berarti, upaya untuk meningkatkan kemampuan sistem akuakultur
memanfaatkan lahan semaksimal mungkin dalam mengurangi beban limbah budidaya
dengan menanam dua atau lebih jenis ikan, dilain pihak akan menghasilkan biomasa
tanaman pada suatu lahan (Haryanto et al., ikan dari ikan pemakan flok. Sebagai nilai
2007). Harapan perpaduan tersebut adalah tambah bioflok juga dapat dimanfaatkan ikan
agar sisa pakan dan feses dari ikan nila yang sebagai makanan alami. Menurut Crab et al
terbuang dapat termanfaatkan oleh mikroba (2007), bioflok kaya akan protein dan dapat
pembentuk bioflok, kemudian bioflok yang

54
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

berfungsi sebagai pakan bagi organisme 3. Menganalisis keterkaitan Dinamika


akuatik. amonia dengan pertumbuhan bakteri
Bakteri heterotrof akan tumbuh heterotrof dalam wadah akuakultur.
maksimal melalui peningkatan rasio C/N
dengan menambahkan sumber karbon 2. Metode Penelitian
organik secara kontinu seperti molase, Penelitian ini dilaksanakan selama dua
tepung terigu dan tepung tapioka bulan yaitu dari bulan Februari hingga April
(Avnimelech, 1999 dan Ebeling et al., 2006). 2016 yang meliputi persiapan dan
Rosenberry (2006) menyatakan bahwa teknik pelaksanaan penelitian di Laboratorium
menumbuhkan bakteri heterotrof dalam Pengembangan Ikan, Jurusan Budidaya
kolam budidaya dengan tujuan untuk Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
memanfaatkan limbah nitrogen menjadi Kelautan, Universitas Mulawarman
pakan yang berprotein tinggi dengan Samarinda
menambahkan sumber karbon untuk Alat dan bahan yag digunakan dalam
meningkatkan rasio C/N disebut teknologi pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah
bioflok (BFT). Beberapa jenis ikan dan udang sebagai berikut :
pada budidaya intensif dapat memanfaatkan a. Alat:
bioflok sebagai pakan yang mengandung Alat-alat yang digunakan selama
protein tinggi (Avnimelech, 2007; Crab et al., kegiatan penelitian dilaksanakan yaitu :
2007; Ekasari, 2008). Bak Terpal Ukuran 3x3 m sebanyak 3
buah, Hapa ukuran 40x40x40 cm dengan
Sistem bioflok (heterotrophic system)
ukuran mata jaring 1 mm, Blower merk
dalam budidaya perairan menekankan pada
yasunaga, Thermometer, pH Meter,
penumbuhan bakteri heterotrof untuk
Erlenmayer, Pipet ukur, Botol winkler,
menggantikan komunitas autotrofik yang
Timbangan analitik, Penggaris, Autoclave,
didominasi oleh fitoplankton (McIntosh,
Tabung inhoff, Incubator, Alat pres, Petridis,
2000). Secara teoritis Ebeling et al. (2006)
Mikropipet (1000 µL), Sendok kecil, Kertas
dan Mara (2004) menyatakan bahwa bakteri
minyak, Mikrotube, Bunsen, Hot
heterotrof merupakan mikroba yang
plate, Stik penyebar, Pipet ukur (10 ml), Gelas
mempunyai laju pertumbuhan 40 kali lebih
ukur, Pulpen dan buku catatan
cepat dari pada mikroba dari bakteri
nitrifikasi. Peningkatan Jumlah bakteri
b. Bahan:
heterotrof dapat menurunkan ammonia -
Bahan-bahan yang digunakan selama
nitrogen total, nitrit dan nitrat dalam media,
pelakasanan penelitian ini adalah sebagai-
baik pada skala laboratorium maupun skala
berikut :
lapang (Ekasari, 2008; Hari et al. 2004; De
Ikan betok sebanyak 120 ekor dengan
Schryver dan Verstraete 2009). Berdasarkan
ukuran panjang rata-rata 1,87 cm dan berat
latar belakang ini perlu dilakukan penelitian
rata rata 0.15 g, Ikan nila sebanyak 480 ekor
mengenai kelimpahan bakteri heterotrof
dengan ukuran panjang rata-rata 7,84 cm dan
pada akuakultur sistem tumpang sari.
berat rata-rata 8,27 g, Sari gula lontar dengan
Tujuan dari penelitian ini adalah konsentrasi 500 g/l air, Pakan apung dengan
kadar protein 32 % , kadar protein 18 % dan
1. Untuk mengetahui kelimpahan pupuk kandang, Media Trypton Soy Agar
bakteri heterotrof pada akuakultur (Phytone pepton 3 gr, NaCl 1 gr, Agar 3 gr,
sistem tumpang sari secara umum. Aquades 200 ml dan pH 7,3), Media 1/20
2. Untuk menganalisis kemampuan PYBG (Trypticase pepton 0,1 gr, Phytone 0,05
tumbuh bakteri pada media TSA gr, Ekstrak Beef 0,02 gr, Ekstrak Yeast 0,02 gr,
(kaya hara) dan pada media 1/20 Glukosa 0.02gr, Agar 3 gr, Aquades 200 ml,
PYBG (miskin hara).

55
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

pH 7,5), Alkohol 70%, Kapas, Bahan titrasi 7,50


untuk DO, alkalinitas, CO2, amonia dan fosfat.

Kelimpahan Bakteri
7,48
Desain percobaan yang digunakan

(log CFU/ml)
7,46
pada penelitian ini adalah uji-t dengan 7,48
membandingkan tiga perlakuan sehingga 7,44 7,46
perlakuan yang digunakan yaitu, P1 = Pakan 7,42
protein 18% dan P2 = Pakan protein 32% dan P1 (18 %) P3 (Pupuk kandang)
P3 = Pupuk Kandang Perlakuan
Gambar 3. Rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof
3. Hasil dan Pembahasan P1 dan P3 pada TSA selama penelitian

A. Kelimpahan bakteri heterotrof pada media Hasil analisis menunjukkan bahwa


TSA tidak ada perbedaan yang nyata antara
1. Perlakuan P1 dan P2 pemberian pakan dengan kandungan protein
Data hasil pengamatan dan 18 % (P1) dengan pemberian pupuk kandang
perhitungan menunjukkan rata-rata (P3) terhadap kelimpahan bakteri heterotrof,
kelimpahan bakteri heterotrof pada P1 dan karena nilai t-hitung 0,0045< t tabel2,2622
P2 selama 30 hari, dapat dilihat pada gambar (lampiran 1 tabel 2).
berikut: Hasil analisis uji-t dengan tingkat c. Perlakuan P2 dan P3
kepercayaan 5% menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang nyata antara pemberian Data hasil pengamatan
pakan dengan kandungan protein 18 % (P1) menunjukkan rata-rata kelimpahan bakteri
dan pemberian pakan dengan kandungan heterotrof pada P1 dan P2 dengan masa
protein 32 % (P2) terhadap kelimpahan pemeliharaan selama 30 hari, dapa tdilihat
bakteri heterotrof karena nilai t-hitung pada gambar berikut :
0,0917< t-tabel 2,2622 (Lampiran tabel 1). 8,50
Kelimpahan Bakteri

8,00
(log CFU/ml)

b. Perlakuan P1 dan P3
7,50
Data hasil pengamatan dan 7,89
perhitungan menunjukkan rata-rata 7,00 7,46
kelimpahan bakteri heterotrof pada P1 dan 6,50
P3 selama 30 hari, dapat dilihat pada gambar P2 (32 %) P3 (Pupuk kandang)
berikut : Perlakuan
Gambar 4. Grafik kelimpahan bakteri heterotrof P2
8,20 dan P3 pada TSA selama penelitian
Kelimpahan Bakteri

8,00
(log CFU/ml)

7,80 Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak


7,60
7,89
ada perbedaan yang nyata antara pemberian
7,40
7,48 pakan dengan kandungan protein 18 % (P1)
7,20
7,00
dengan pemberian pakan dengan kandungan
protein 32 % (P2) terhadap kelimpahan
P1 (18 %) P2 (32 %)
Perlakuan bakteri heterotrof karena nilai t-hitung-
Gambar 2. Rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof
0,0363< t-tabel 2,2622, (lampiran 1 tabel 3).
P1 dan P2 pada TSA selama penelitian
1. Kelimpahan bakteri heterotrof (1/20
PYBG)
a. Perlakuan P1 dan P2
Data hasil pengamatan menunjukkan
rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof pada

56
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

perlakuan P1 dan p2 dengan masa 7,80

kelimpahan bakteri
pemeliharaan selama 30 hari, dapat dilihat 7,60

(log CFU/ml)
pada gambar berikut : 7,40 7,62
7,20 7,37
7,00
7,60
7,55 P1 (18 %) P3 (Pupuk
7,50 Kandang)
kelimpahan bakteri

7,45
(log CFU/ml)

7,40 Perlakuan
7,35
7,51

7,30
7,25 7,37 Gambar 5. Rata-rata kelimpahan bakteri
7,20 heterotrof P1 dan P3 pada 1/20 PYBG selama
7,15 penelitian.
P1 (18 %) P2 (32 %)

Perlakuan c. Perlakuan P2 dan P3


Berdasarkan hasil pengamatan dan
perhitungan diperoleh data yang menunjukan
Gambar 5. Rata-rata kelimpahan bakteri
rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof pada
heterotrof P1 dan P2 pada 1/20
P2 dan P3 selama 30 hari, seperti disajikan
PYBG selama penelitian.
dalam gambar berikut :
Hasil analisis menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang nyata antara 7,70
pemberian pakan dengan kandungan protein 7,65
kelimpahan bakteri

7,60
18 % (P1) dengan pemberian pakan dengan
(log CFU/ml)

7,55
kandungan protein 32 % (P2) terhadap 7,50
kelimpahan bakteri heterotrof karena nilai t- 7,45 7,62
hitung 0,0206< t-tabel 2,2622. 7,40 7,51
7,35
b. Perlakuan P1 dan P3 7,30
Berdasarkan hasil pengamatan dan P2 (32 %) P3 (Pupuk
perhitungan diperoleh data yang menunjukan Perlakuan Kandang)
rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof pada Gambar 7. Rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof
P1 dan P3 selama 30 hari, seperti disajikan P2 dan P3 pada 1/20 PYBG selama
dalam gambar berikut :Hasil analisis uji-t penelitian
terhadap kelimpahan bakteri heterotof pada
perlakuan P1 diberi pakan dengan kadar Hasil yang diperoleh menunjukan
protein 18% sedangkan pada perlakuan P3 bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
menggunakan pupuk kandang selama 30 hari antara perlakuan P2 dan P3 terhadap
dapat dilihat pada lampiran 1 tabel 5. Hasil kelimpahan bakteri heterotrof, karena nilai t
yang diperoleh menunjukan bahwa tidak ada hitung = 0,0189 terletak diantara nilai t tabel
perbedaan yang nyata antara perlakuan P1 = 2,262 dan 2,262.
dan P3 terhadap kelimpahan bakteri
heterotrof, karena nilai t hitung = -0,443
terletak diantara nilai t tabel = -2,262 dan 4. PEMBAHASAN
2,262.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
terdapat fluktuasi kelimpahan bakteri pada
masing-masing perlakuan. Setiap perlakuan
menunjukan bahwa kelimpahan populasi
bakteri tertinggi terjadi pada hari ke-21,
seperti yang terlihat pada grafik berikut.

57
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

15,00 perairan mengakibatkan laju perkembangan


kepadatan bakteri (log CFU/ml) bakteri semakin tinggi pula. Bahan organik
merupakan salah satu faktor yang memberi
10,00
konstribusi nutrisi terhadap bakteri. Hal ini
sesuai pendapat Sunarto (2003) bahwa bahan
5,00 organik terlarut dibutuhkan oleh bakteri
untuk hidup. Bahan organik mengandung
karbon, nitrat, fosfat, sulfur, amonia, dan
0,00
beberapa mineral yang merupakan nutrien
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
bagi pertumbuhan bakteri (Sidharta, 2000)
Hari Pengamatan
TSA P1 TSA P2
TSA P3 1/20 PYBG P1 Berdasarkan hasil Penelitian Buford, et al
(2014) dalam Juniarti 2016 memperoleh total
Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Bakteri heterotrof pada bakteri di tambak dari air berkisar 7,56 - 7,7
Akuakultur Sistem Tumpang Sari. log CFU/ml dan 27 – 51% dari bakteri akan
berasosiasi menjadi flok, kelimpahan bakteri
Kelimpahan bakteri yang tertinggi yang di peroleh dari hasil penelitian lebih
pada pengamatan hari ke -21 ini dikarenakan tinggi dibandingkan hasil penelitian yang
banyak bahan organik yang terdapat dalam dilakukan pada tambak, pada P1 rata-rata
air, berbeda dengan hari selanjutnya kelimpahan bakteri mencapai 7,48 log
dikerenakan bahan organik yang sudah CFU/ml ( TSA) dan 7,37 log CFU/ml (1/20
berkurang. Pada P3 yang tidak diberi sari gula PYBG), pada P2 rata-rata kelimpahan bakteri
lontar terdapat kelimpahan bakteri yang mencapai 7,89 log CFU/ml ( TSA) dan 7,51 log
diduga karena bakteri mampu hidup pada CFU/ml (1/20 PYBG), sedangkan pada P3 rata-
kondisi nutrisi rendah. rata kelimpahan bateri heterotrof mencapai
Berdasarkan grafik terlihat 7,46 log CFU/ml (TSA) dan 7,62 log CFU/ml
kelimpahan bakteri semakin menurun setelah (1/20 PYBG). Rata-rata kelimpahan bakteri
hari ke-21 karena diduga bakteri yang tertinggi yang diperoleh pada P2 (TSA) dan P3
tersuspensi dalam air membentuk flok-flok (1/20 PYBG) tersebut kemungkinan karena
bakteri, sehingga kelimpahan bakteri yang bahan organik dari perlakuan lebih tinggi
terukur dari air mengalami penurunan. Flok dibandingkan penelitian tersebut, sehingga
bakteri yang semakin banyak inilah yang diperoleh kelimpahan bakteri yang lebih
mengakibatkan bakteri berkonsorsium tinggi pada perlakuan dengan menggunakan
dengan partikel bahan organik mengendap budidaya sistem tumpang sari. Perolehan
sehingga tidak terambil ketika dilakukan kelimpahan bakteri yang diperoleh dari
pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan budidaya
sistem tumpang sari sudah dapat memicu
Sampai pada hari ke-21 terlihat kelimpahan pertumbuhan bakteri heterotrof,
kelimpahan bakteri terus meningkat, kondisi sehingga kelimpahan bakteri yang lebih tinggi
tersebut dipengaruhi oleh akumulasi bahan pada hasil penelitian dapat dianggap bahwa
organik maka akan semakin besar pula total kelimpahan bakteri dari perlakuan pemberian
bakteri (Putra et al., 2014). Sehingga pakan protein 18%, pakan Protein 32% dan
kelimpahan bakteri yang tinggi diduga karena pemberian pupuk serta air sari gula lontar
masih banyak terdapat bahan organik dari air sudah dapat memenuhi untuk terbentuknya
sari gula lontar yang masi tersuspensi dalam bioflok dan tumbuhnya bakteri heterotrof.
air untuk mengurai bahan organik tersebut.
2. Dinamika Total Amonia Nitrogen (TAN) dan
Kelimpahan bakteri relatif tinggi Kelimpahan Bakteri Heterotrof
didukung oleh tingginya bahan organik,
tingginya kandungan bahan organik dalam

58
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

Data hasil pengukuran TAN dan Berdasarkan grafik terlihat


dinamika kelimpahan bakteri heterotrof kelimpahan bakteri semakin menurun setelah
selama 30 hari pada masing-masing hari ke-21 karena diduga bakteri yang
perlakuan dapat dilihat pada grafik berikut: tersuspensi dalam air membentuk flok-flok
bakteri, sehingga kelimpahan bakteri yang
1 terukur dari air mengalami penurunan. Flok
kosentrasi TAN (mgL)

0,8 bakteri yang semakin banyak inilah yang


mengakibatkan bakteri berkonsorsium
0,6 dengan partikel bahan organik mengendap
P1
0,4 sehingga tidak terambil ketika dilakukan
P2 pengambilan sampel
0,2
p3
0 Sampai pada hari ke-21 terlihat
0 6 12 18 24 30 kelimpahan bakteri terus meningkat, kondisi
tersebut dipengaruhi oleh akumulasi bahan
Hari ke
organik maka akan semakin besar pula total
bakteri (Putra et al., 2014). Sehingga
Gambar 9. Konsentrasi TAN di air selama penelitian
kelimpahan bakteri yang tinggi diduga karena
15,00 masih banyak terdapat bahan organik dari air
sari gula lontar yang masi tersuspensi dalam
10,00 air untuk mengurai bahan organik tersebut.
5,00
Kelimpahan bakteri relatif tinggi
0,00 didukung oleh tingginya bahan organik,
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 tingginya kandungan bahan organik dalam
perairan mengakibatkan laju perkembangan
TSA P1 TSA P2 TSA P3 bakteri semakin tinggi pula. Bahan organik
Gambar 10. Kelimpahan bakteri pada media TSA
merupakan salah satu faktor yang memberi
konstribusi nutrisi terhadap bakteri. Hal ini
15,00 sesuai pendapat Sunarto (2003) bahwa bahan
organik terlarut dibutuhkan oleh bakteri
10,00 untuk hidup. Bahan organik mengandung
5,00 karbon, nitrat, fosfat, sulfur, amonia, dan
beberapa mineral yang merupakan nutrien
0,00 bagi pertumbuhan bakteri (Sidharta, 2000)
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Berdasarkan hasil Penelitian Buford, et al
1/20 PYBG P1 1/20 PYBG P2 (2014) dalam Juniarti 2016 memperoleh total
1/20 PYBG P3 bakteri di tambak dari air berkisar 7,56 - 7,7
log CFU/ml dan 27 – 51% dari bakteri akan
Gambar 11. Kelimpahan bakteri pada media TSA
berasosiasi menjadi flok, kelimpahan bakteri
Kelimpahan bakteri yang tertinggi yang di peroleh dari hasil penelitian lebih
pada pengamatan hari ke -21 ini dikarenakan tinggi dibandingkan hasil penelitian yang
banyak bahan organik yang terdapat dalam dilakukan pada tambak, pada P1 rata-rata
air, berbeda dengan hari selanjutnya kelimpahan bakteri mencapai 7,48 log
dikerenakan bahan organik yang sudah CFU/ml ( TSA) dan 7,37 log CFU/ml (1/20
berkurang. Pada P3 yang tidak diberi sari gula PYBG), pada P2 rata-rata kelimpahan bakteri
lontar terdapat kelimpahan bakteri yang mencapai 7,89 log CFU/ml ( TSA) dan 7,51 log
diduga karena bakteri mampu hidup pada CFU/ml (1/20 PYBG), sedangkan pada P3 rata-
kondisi nutrisi rendah. rata kelimpahan bateri heterotrof mencapai

59
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

7,46 log CFU/ml (TSA) dan 7,62 log CFU/ml penelitian ini, sampel hanya dicuplik pada air
(1/20 PYBG). Rata-rata kelimpahan bakteri wadah akuakultur.
tertinggi yang diperoleh pada P2 (TSA) dan P3
(1/20 PYBG) tersebut kemungkinan karena DAFTAR PUSTAKA
bahan organik dari perlakuan lebih tinggi
dibandingkan penelitian tersebut, sehingga Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit
diperoleh kelimpahan bakteri yang lebih Andi Jogjakarta. 171 hal.
tinggi pada perlakuan dengan menggunakan Anonim, 2013. Budidaya Ikan Lele Tekbologi
budidaya sistem tumpang sari. Perolehan Bioflok : Efisiensi Pakan. Direktorat Usaha
kelimpahan bakteri yang diperoleh dari Budidaya Direktorat Jenderal Perikanan
penelitian dengan menggunakan budidaya Budidaya. 4 hal.
sistem tumpang sari sudah dapat memicu
APHA. 1998. Standar Methods for the
kelimpahan pertumbuhan bakteri heterotrof,
Examination of water and wastewater
sehingga kelimpahan bakteri yang lebih tinggi
American Public Health association,
pada hasil penelitian dapat dianggap bahwa
Washington.-hlm.
kelimpahan bakteri dari perlakuan pemberian
pakan protein 18%, pakan Protein 32% dan Asaduzzaman, M., Shah, M. K., Begum, A.,
pemberian pupuk serta air sari gula lontar Wahab, M. A., dan Yi, Y., 2006. Integrated
sudah dapat memenuhi untuk terbentuknya cage-cum-pond culture systems with high-
bioflok dan tumbuhnya bakteri heterotrof. valued climbing perch (Anabas
testudineus) in cages and low-valued carps
4. KESIMPULAN DAN SARAN in open ponds. Depanmen t of Fisheries
Management, Bangladesh Agricultural
a. Kesimpulan University, Mymensingh 2202,
Bangladesh. Caritas Fisheries Program,
1. Sistem akuakultur tumpang sari yang Prokalpa Bhaban, Mirpur 12, Dhaka,
diberi pakan protein 18%, pakan protein Bangladesh. Aquaculture and Aquatic
32% dan pemberian pupuk kandang Resources Management, Asian Institute of
memiliki kelimpahan bakteri heterotrof Technology, Pathumthani, Thailand. 10
yang tidak berbeda secara nyata. hal.
2. Rata-rata kelimpahan bakteri heterotrof Avnimelech, Y., 2007 Feeding with Mikrobial
yang tertinggi dari semua perlakuan Flocs by Tilapia in Minimal Discharge Bio-
adalah 7, 89 log CFU/mL (media TSA) Flocs Technology Ponds. Aquaculture, 264,
terdapat pada perlakuan bak ikan yang 140-147.
diberi pakan 32% sedangkan untuk media
Boyd CE. 1982. Water quality managemen for
1/20 PYBG, Kelimpahan bakteri tertinggi
pond fish culture. Elsevier Scientific Publ.
(7, 62 log CFU/mL) terdapat pada
Co. Amsterdam. 319 hal.
perlakuan dengan pemberian pupuk
kandang Buford, M., A Thompson, P., Mclntosh, R., P.
3. Kelimpahan populasi bakteri berbanding Bauman, R., H. Pearson, D., C. 2014 The
lurus sebelum hari ke-21 dengan contribution of flocculated material to
akumulasi total amonia nitrogen dalam shrimp (Litopenaeus vannamei) nutrition
wadah akuakultur pada semua perlakuan, in a high-intensity, zero exchange system
kemudian berbanding terbalik setelah Aquaculture vol 232.
hari ke-21 Colt, J. 2006 Water Qulity Requiremetns for
reuse Systems Aquaculture Engineering
A. Saran 34:143-156.
Perlu pengamatan kelimpahan bakteri Crab, R., Avnimelech Y, Defordt T, Bossier P,
heterotrof pada suspensi bioflok, karena pada Verstraete W. 2007. Nitrogen removal

60
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

technisques in Aquaculture for a Husain, N., Putri, B., dan Supono, 2014.
sustainable production Aquaculture 270, Perbandingan Karbon dan Nitrogen pada
1-14. sistem bioflok terhadap pertumbuhan nila
Effendie, M. I., 1997. Metode Biologi merah (Oreochromis niloticus). e-Jurnal
Perikanan, Yayasan Dwi Sri, Bogor. 112 hal. Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairan, Volume III No 1 Oktober 2014
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air. Bagi
ISSN: 2302-3600. 8 hal.
pengelolaan sumberdaya dan lingkungan
perairan. Gramedia. Jakarta. 257 hal. Imron, A., Sudaryono, A., dan Harwanto, D.,
2014. Pengaruh Rasio C/N Berbeda
Ekasari, J. 2008. Bio-flocs Technology : The
Terhadap Rasio Konversi Pakan dan
effect of different csrbon source, salinity
Pertumbuhan Benih Lele (Clarias sp.)
and the addition of probiotik on the
dalam Media Bioflok. Program Studi
primari nutrirtional value of the bio-flocs
Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan,
(Thesis). Gent : Fculaty of Bioscince
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Enginerring, Ghent University. Garbutt J.
Universitas Diponegoro, Semarang. 9 hal.
1997. Essentials of Food Mikrobiology.
London: Arnold. Kawai, S., H Sugita dan Y.Dequchi. 1988.
Metode Penelitian Lingkungan Perairan
Forteath N., L. Wee, and M. Frith. 1993.
(dalam Baleri Jepang). Koscisha Koscikalum
Water Quality. In: P. Hart and D. O’
Kyoto.
sullivan (eds.). Recirculation systems:
Design, Construction and Launceston, Losordo, T. M., and A. O. Hobbs. 2000. Using
Australia. Management. University of Computer Spreadsheets for Water Flow
Tasmania at and Biofilter Sizing in Recirculating
Aquaculture Systems. Aquaculture
Gunadi, B., Harris, E., Supriyini, E., Sukenda,
Engineering 23:59-102.
Budiardi, T., 2013. Ketercernaan protein
dan ekskresi amonia pada pemeliharaan Masser MP, James R and Thomas ML. 1999.
ikan lele (Clarias gariepinus). Balai Recirculating Aquaculture Tank Production
Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, Systems, Management of Recirculating
Subang. Departemen Budidaya Perairan, Systems. Southern Regional Aquaculture
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Center. No. 452.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mondal, M. N., Shahin, J., Wahab, M. A.,
Gunarto dan Suwoyo, H. S., 2011. Produksi Asaduzzaman, M., dan Yang, Y., 2010.
Bioflok dan Nilai Nutrisinya dalam Skala Comparison between cage and pond
Laboratorium. Balai Riset Perikanan production of Thai Climbing Perch (Anabas
Budidaya Air Payau, Maros. 10 hal. testudineus) and Tilapia (Oreochromis
niloticus) under three management
Hargareaves, J. A,. 2013. Biofloc Production
systems. Department of Fisheries
Systems for Aquaculture. Shouthern
Management, Bangladesh Agricultural
Regonal aqoaculture Center Publication
University, Mymensingh-2202,
no. 4503
Bangladesh. Aquaculture and Aquatic
Haryadi, S., Suryodiputro, I. N. N., dan B. Resources Management, Asian Institute of
Widigdo, 1992. Limnologi. Penuntun Technology, Pathumthani, Thailand. 10
Praktikum dan metode analisa air. Institut hal.
Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan, 57
Musdalifah, 2013. Distribusi Dan Kelimpahan
hlm.
Bakteri Enterococcus Spp. Di Perairan
Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial fish Terumbu Karang Kepulauan Spermonde
farming: with special reference to fish Makassar. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan.
culture in Israel. John Wiley and Son. New Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.
York. 216 hal. Universitas Hasanuddin. Makassar

61
J. Aquawarman. Vol. 3 (2) : 54- 62. Oktober 2017 ISSN : 2460-9226

Najamuddin, M., 2008. Pengaruh Yi, Y. and Lin, C. K., 2001. Integrated
Penambahan Dosis Karbon yang Berbeda Aquaculture Systems Recycle Wastes.
Terhadap Produksi Benih Ikan Patin Aquaculture and Aquatic Resources
(Pengasius sp.) pada Sistem Pendederan Management School of Environment,
Intensif. Program Studi Teknologi Resources and Development Asian
Manajemen Akuakultur, Departemen Institute of Technology, Klong Luang,
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Thailand. 2 hal
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 65 hal
N.B. Buller, Bacteria from Fish and other
aquatik Animals : a Praktical Identifikasi
manual. CABI Publishing
Odum EP. 1971. Fundamental of ecology 3rd
ed. W.B Saunders. Philadelphia.574 hal.
Popma TJ, and Lovshin LL. 1996. World
prospect for commercial production of
tilapia. Research and Development Series
No. 41. International Center for
Aquaculture and Aquatic Environmens.
Departement of Fisheries And Allied
Aquaculrures Auburn University. Alabama.
23 hal.
Prasetia, I. N. D., Yudasmara, G. A., Wisnawa,
I. G. Y., dan Windari, R. A., 2014. Budidaya
Lele dengan Teknologi Bioflok. Jurusan
Budidaya Kelautan, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Pendidikan Ganesha. 26 hal.
Putra, S.J. W., Nitisupardjo. M., and
Widyorini. N,. 2014. Analisis Hubungan
Bahan Organik Dengan Total Bakteri Pada
Tambak Udang Intensif Sistem Semibioflok
di BBPBAP Jepara. Diponegoro Journal Of
Maquares Volume 3. Hal 121-129.
Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem
Sumberdaya Hayati, Di Wilayah Pesisir dan
Laut Tropis. Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
Suryaningrum, F. M., 2014. Aplikasi Teknologi
Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Program
Pascasarjana Universitas Terbuka. 11 hal
Setyati dan Subagiyo. 2008. Seleksi Potensial
Bakteri Laut dari Perairan Pulau Panjang
Sebagai Agen Pengendali Hayati Penyakit
Vibriosis pada Budidaya ikan dan Udang.
Indonesian Journal of Marine Science Vol.
13(1): 57-60. ISSN 0853-7291.

62

Anda mungkin juga menyukai