Hipertensi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu kontributor yang menyebabkan penyakit

jantung dan stroke, yang kemudian menjadi penyebab kematian prematur dan

kecacatan di dunia. Hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 juta kematian di seluruh

dunia setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena

penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit stroke (Kementrian

Kesehatan RI, 2014). Hipertensi umumnya terjadi tanpa gejala, sehingga dapat

dikatakan sebagai pembunuh diam-diam atau silent killer. Hal ini dapat

berlangsung bertahun-tahun, sampai akhirnya penderita jatuh ke dalam kondisi

darurat, dan bahkan terkena penyakit jantung, stroke atau rusak ginjalnya (WHO,

2013).

Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah

yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan

komplikasi. Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah di

pembuluh darah meningkat secara kronis (Rhosifanni, 2016). Hipertensi yang

tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, pada jantung dapat

terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif, pada otak dapat

terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila mengenai ginjal terjadi gagal

ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensif.

Selain berbagai komplikasi yang mungkin timbul, hipertensi dapat berdampak

terhadap psikologis penderita yang disebabkan kualitas hidup yang rendah

(Nuraini, 2015).

1
2

Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2011, satu

milyar orang di dunia menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi akan terus

mengalami peningkatan secara tajam. Pada tahun 2025, diprediksi 29%

penduduk di dunia akan menderita hipertensi, dengan estimasi sekitar 1,56 milyar

orang dewasa (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Dari 927 juta penderita

hipertensi di dunia, sebanyak 333 juta penderita berada di negara maju dan 639

juta penderita sisanya terdapat di negara berkembang (Firmansyah, Lukman, &

Mambangsari, 2017). Di Asia Tenggara, prevalensi hipertensi secara umum

mencapai 36%. Indonesia merupakan negara peringkat kelima untuk kasus

kejadian hipertensi (Darnindro & Sarwono, 2017).

Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskular merupakan salah satu

masalah kesehatan di Indonesia, terutama hipertensi. Berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk

usia ≥18 tahun di Indonesia sebesar 25,8%. Penderita hipertensi yang

terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau memiliki riwayat minum obat hanya

sebesar 9,5%, Hal ini menunjukkan sekitar 16,3% kasus hipertensi di Indonesia

belum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan kesehatan (Kementrian

Kesehatan RI, 2014). Pada tahun 2016, kasus hipertensi di Indonesia mengalami

peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan

Nasional (Sirkesnas) tahun 2016, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran

tekanan darah mencapai 30,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2017).

Hasil Riskesdan tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai urutan

ketiga dengan jumlah kasus hipertensi di Indonseia berdasarkan diagnosis dan

atau riwayat minum obat, yaitu sebesar 12,9%. Jika dibandingkan dengan hasil

riskesdas pada tahun 2007, yaitu dengan jumlah kasus hipertensi sebesar 8,6%,
3

pada tahun 2013 terjadi peningkatan kasus hipertensi (Kementrian Kesehatan RI,

2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta pada tahun 2015,

jumlah kasus hipertensi pada penduduk yang berusia ≥ 18 tahun di Kabupaten

Sleman sebanyak 33,22%, Kulonprogo 23,29%, Bantul 22,73%, Kota

Yogyakarta 18,49%, dan Gunung Kidul 13,24%. Daerah yang menempati

peringkat pertama kasus hipertensi tertinggi adalah Kabupaten Sleman (Dinas

Kesehatan DIY, 2016).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sleman pada tahun 2013, jumlah

kasus hipertensi di Kabupaten Sleman mencapai 63.377 kasus. Hipertensi

menduduki peringkat kedua dalam 10 besar pola penyakit di Kabupaten Sleman

(Dinas Kesehatan Sleman, 2013). Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik

Kabupaten Sleman yang bersumber dari data Dinas Kesehatan Sleman, pada

tahun 2016 terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah kasus hipertensi.

Jumlah kasus hipertensi di Kabupaten Sleman pada semua golongan umur

mencapai 83.412, dengan rincian 7.693 kasus hipertensi usia 20-44 tahun, 18.823

kasus hipertensi usia 45-54 tahun, 13.530 kasus hipertensi usia 55-59 tahun,

24.574 kasus hipertensi usia 60-69 tahun, dan 18.515 kasus hipertensi usi >70

tahun (BPS Kabupaten Sleman, 2017).

Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi, komplikasi dapat terjadi

jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat (Yanti, 2016). Kebijakan pemerintah

Indonesia yaitu dengan memberikan perhatian serius dalam pencegahan dan

penanggulangan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan

penyakit jantung dan pembuluh darah (Zurrahman, Wati, & Sari, 2014). Badan
4

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga mengadakan Program Pengelolaan

Penyakit Kronis (Prolanis). Program ini dilaksanakan secara terintegrasi dalam

rangka pemeliharaan kesehatan bagi penderita hipertensi (BPJS Kesehatan,

2015). Meskipun sudah dibentuknya badan tersebut, angka penderita hipertensi

Indonesia masih mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tjekyan, 2014)

Pandangan masyarakat terhadap penyakit hipertensi justru dianggap

sebagai suatu penyakit biasa. Banyak persepsi yang salah dari masyarakat

mengenai penyakit hipertensi, yaitu penyakit hipertensi tidak perlu penangan

serius, hipertensi mudah sembuh, hipertensi identik dengan pemarah, terlalu

sering makan obat hipertensi akan mengakibatkan sakit ginjal, tidak perlu

mengatur diet dan semakin tua semakin tinggi batas tekanan darah normalnya.

Anggapan tersebut membuat penyakit hipertensi sering diabaikan dan tidak perlu

serius dalam mengobatinya (Hermawan, 2014).

Salah satu faktor risiko yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka

kejadian hipertensi merupakan ketidakpatuhan pasien dalam melaksanakan

program terapi yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Ketidakpatuhan pada

program terapi merupakan masalah yang besar pada pasien hipertensi (Triguna,

2013). Program terapi untuk pasien hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan

non farmakologis (Harwandy, 2017). Obat hipertensi terbukti dapat mengontrol

tekanan darah penderita hipertensi. Sehingga, tingkat keberhasilan pengobatan

pasien hipertensi yang ditandai dengan terkontrolnya tekanan darah dipengaruhi

oleh kepatuhan pasien dalam minum obat hipertensi (Noorhidayah, 2016). Hal ini

sesuai dengan penelitian yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan

darah terkontrol (Hairunisa, 2014).


5

Kepatuhan minum obat pasien hipertensi merupakan hal yang harus

diperhatikan karena hipertensi merupakan penyakit harus selalu dikontrol

(Puspita, 2017). Pada penderita yang tidak terkontrol tekanan darahnya, 50%

diantaranya dikarenakan memiliki masalah kepatuhan terhadap minum obat

(Harijianto, 2015). Tidak terkontrolnya tekanan darah dalam waktu yang lama

bisa menyebabkan komplikasi penyakit hipertensi seperti stroke dan penyakit

jantung. Pasien hipertensi yang berhenti minum obat kemungkinan 5 kali lebih

besar terkena stroke (Harwandy, 2017).

Terjadinya ketidakpatuhan dikarenakan keadaan pasien yang merasa

bosan harus minum obat setiap hari dan juga harus menerapkan perilaku hidup

sehat setiap hari (Utami, 2016). Selain dari hal tersebut, ketidakpatuhan pada

minum obat hipertensi mencapai 30-50%, juga disebabkan oleh beberapa faktor

seperti pemilihan obat, biaya pengobatan, kurangnya dukungan keluarga dan

sosial, dan kondisi sosio-ekonomi (Darnindro & Sarwono, 2017). Penelitian yang

dilakukan oleh Puspita menunjukkan bahwa faktor tingkat pendidikan terakhir,

lama menderita hipertensi, tingkat pengetahuan tentang hipertensi, dukungan

keluarga, peran petugas kesehatan, motivasi berobat, memiliki hubungan dengan

kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi (Puspita, 2017).

Penderita hipertensi membutuhkan orang lain untuk memberikan

dukungan guna memperoleh kenyamanannya. Pasien hipertensi dengan tingkat

dukungan keluarga yang tinggi akan meningkatkan tingkat kepatuhan pasien

(Susanto, 2015). Berdasarkan hasil penelitian dari Sumantra (2017), terdapat

hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada lansia

hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ahda (2016), dukungan keluarga

responden berhubungan secara signifikan, positif dan kuat terhadap tingkat


6

kepatuhan minum obat pasien hipertensi. semakin tinggi dukungan keluarga

pasien maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat

hipertensi.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat

diabaikan begitu saja, karena dukungan keluarga merupakan salah satu dari

faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat

yang mempengaruhi kepatuhan pasien (Zainuri, 2015). Dukungan keluarga

dalam hal ini mendorong penderita untuk patuh meminum obatnya, menunjukkan

simpati dan kepedulian. Dalam memberikan dukungan terhadap salah satu

anggota yang menderita penyakit, dukungan dari seluruh anggota keluarga sangat

penting untuk proses penyembuhan dan pemulihan penderita (Irnawati, 2016).

Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan, pemeliharaan dan

pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di rumah. Selain itu, keluarga juga

dapat memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan yang

dilakukan oleh penderita hipertensi (Imran, 2017).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

14-16 Maret 2018 di Puskesmas Seyegan, hipertensi menduduki peringkat satu

dari 10 besar penyakit di Puskesmas Seyegan pada tahun 2016 dengan angka

kejadian hipertensi 5179. Melihat angka kejadian di tahun 2016, jika

dibandingkan dengan angka kejadian hipertensi di tahun 2017 mengalami

penurunan. Angka kejadian pasien hipertensi di tahun 2017 yaitu 4628. Tetapi,

hipertensi masih menduduki peringkat nomor 1 dalam 10 besar penyakit di

Puskesmas Seyegan (Puskesmas Seyegan, 2017).


7

Berdasarkah hasil wawancara kepada 10 pasien hipertensi yang

melakukan kunjungan, 6 (enam) diantaranya mengatakan tidak teratur minum

obat karena lupa saat berpergian tidak membawa obat, merasa kondisi tubuh

membaik, tidak nyaman dengan efek samping obat, dan keluarga ada yang

mengingatkan untuk minum obat, tapi ada yang tidak mengingatkan. Sedangkan

4 (empat) diantaranya mengatakan minum obat secara teratur, karena keluarga

mengingatkan untuk minum obat. Serta dari pihak petugas Puskesmas

mengatakan belum menggali secara khusus mengenai tingkat kepatuhan pasien

dalam minum obatnya setiap harinya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien hipertensi di Puskesmas Seyegan Sleman

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah

“Adakah Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien

Hipertensi di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien hipertensi di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya dukungan keluarga pasien hipertensi di Puskesmas Seyegan

Sleman Yogyakarta.

b. Diketahuinya kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Puskesmas

Seyegan Sleman Yogyakarta.


8

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan serta

menambah wawasan khususnya mengenai kepatuhan minum obat

hipertensi dan dukungan keluarga.

2. Praktis

a. Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran pentingnya dukungan

keluarga dalam kepatuhan minum obat bagi responden, karena kepatuhan

minum obat berguna agar pengobatan dapat tercapai.

b. Puskesmas Seyegan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat komunitas di

Puskesmas Seyegan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan

program promosi kesehatan yang lebih efektif guna meningkatkan

kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi.

c. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat

pasien hipertensi.

d. Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah

kepustakaan serta wacana baru tentang hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat hipertensi di Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta.
9

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Materi

Lingkup materi penelitian ini adalah ilmu keperawatan khususnya

keperawatan komunitas.

2. Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan penderita hipertensi yang

mengikuti Program Pengendalian Penyakit Kronis (Prolanis) di Puskesmas

Seyegan Sleman Yogyakarta.

3. Tempat

Penelitian dilakukan di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta karena kasus

hipertensi merupakan kasus tertinggi di Puskesmas Seyegan, dengan angka

kasus hipertensi sebesar 25%.

4. Waktu

Waktu penelitian mulai dari Februari 2018 – Agustus 2018, yang dimulai dari

penyusunan proposal sampai dengan ujian hasil.

F. Keaslian Penelitian

1. Sumantra (2017) meneliti tentang Hubungan Dukungan Informatif dan

Emosional Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Lansia Hipertensi

di Puskesmas Ranomuut Kota Manado, desain penelitian Analitik

Observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian

ini yaitu lansia hipertensi yang melakukan kunjungan dalam 1 bulan terakhir

di Puskesmas Ranomuut Kota Manado. Teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik pusposive sampling, dengan jumlah sampel 40

responden. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, variabel bebas pada

penelitian ini yaitu dukungan informatif dan emosional keluarga, dan variabel
10

terikat yaitu kepatuhan minum obat. Instrumen yang digunakan pada

penelitan ini yaitu berupa kuesioner dukungan keluarga dengan menggunakan

10 item pernyataan yang dimodifikasi oleh peneliti terkait dukungan keluarga

secara informatif dan emosional. Kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner

pengukuran kepatuhan minum obat yang terdiri dari 10 item pernyataan.

Analisis data yang digunakan yaitu uji chi square dengan tingkat kemaknaan

(α) 0,05. Hasil penelitian didapatkan dukungan informatif dengan kepatuhan

didapatkan nilai p = 0,011 dan dukungan emosional dengan kepatuhan

didapatkan nilai p = 0,034. Dengan kesimpulan terdapat hubungan antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada lansia hipertensi.

Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel terikat, teknik

sampling dan pendekatan penelitian. Perbedaan penelitian saya dengan

penelitian ini terletak pada variabel bebas, karena pada penelitian saya

variabel bebas secara keseluruhan dukungan keluarga, desain penelitian,

responden, tempat penelitian, waktu penelitian, jumlah sampel, jumlah

populasi dan analisis data.

2. Nisfiani (2014) meneliti tentang Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Diit Hipertensi Pada Lanjut Usia di Desa Begajah Kecamatan

Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Jenis penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif, metode penelitian adalah deskriptif korelasional, dengan

pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah lanjut usia yang menderita hipertensi yang berjumlah 250. Besar

sampel 71 lansia, pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode proporsional random sampling. Terdapat dua variabel dalam

penelitian ini, variabel bebas pada penelitian ini merupakan dukungan


11

keluarga, dan variabel terikat pada penelitian ini yaitu kepatuhan diit

hipertensi. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dukungan keluarga

dan kepatuhan diit hipertensi yang telah diuji validitas dan reliabilitas.

Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian diketahui 25

responden (35,2%) dengan dukungan keluarga baik, 46 responden (64,8%)

kurang mendapat dukungan keluarga. Sebanyak 21 responden (29,6%) sudah

baik dalam kepatuhan diit hipertensi, sementara 50 responden (70,4%)

kurang patuh dalam diit hipertensi. Hasil uji hipotesis diketahui nilai nilai χ2

= 6.287 dengan p = 0,012. Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan diit hipertensi pada lanjut usia di Desa

Begajah Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo.

Persamaan dalam penelitian ini adalah desain penelitian, variabel

bebas. Perbedaan penelitian ini adalah variabel terikat, tempat penelitian,

teknik sampling, responden, waktu penelitian, jumlah populasi, jumlah

sampel dan anilisis data.

3. Noorhidayah (2016) meneliti tentang Hubungan Kepatuhan Minum Obat

Antihipertensi Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Desa

Salamrejo. Penelitian ini bersifat korelasional dengan rancangan cross

sectional. Sampel sebanyak 104 responden yang merupakan pasien yang

sudah tercatat di Puskesmas Sentolo II yang tinggal di Desa Salamrejo

dengan teknik total sampling. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu

kepatuhan minum obat, dan variabel terikat pada penelitian ini yaitu tekanan

darah. Instrumen kepatuhan minum obat memodifikasi dari Morisky

Medication Adherence Scale (MMAS-8) kuesioner dari Journal of

Management and Pharmacy Practice. Analisis hipotesis korelasi


12

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan hasil tidak terdistribusi

normal selanjutnya mengunakan uji Spearman (rho). Hasil penelitian ini

didapatkan mayoritas penduduk Desa Salamrejo yang menderita hipertensi

patuh minum obat antihipertensi yaitu 82 responden (78,8%). Tekanan darah

sistolik dalam rentan 120 – 139 mmHg yaitu 55 responden (52,9%). Tekanan

darah diastolik dalam rentan 90 – 99 mmHg yaitu 37 responden (35,6%).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

kepatuhan minum obat antihipertensi dengan tekanan darah sistolik pada

pasien hipertensi dengan p= 0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-

0,432). Tedapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat

antihipertensi dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi dengan

p=0,001 (<0,05) dengan keeratan korelasi sedang (-0,507). Kesimpulannya

terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap

tekanan darah pasien hipertensi baik tekanan darah sistolik maupun diastolik.

Persamaan dalam penelitian ini adalah desain penelitian. Perbedaan

dengan penelitian saya yaitu, pada penelitian saya kepatuhan minum obat

merupakan variabel terikat, tetapi pada penelitian ini merupakan variabel

bebas, variabel terikat, analisis data, teknik sampling, waktu penelitian,

jumlah populasi dan jumlah sampel.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kepatuhan Minum Obat

a. Pengertian

Kepatuhan merupakan suatu perubahan dari perilaku yang tidak

mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo,

2012). Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai tingkat perilaku individu

(misal minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya

hidup) sesuai anjuran terapi kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai

dari tidak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua

rencana terapi (Kozier, Erb, Berman, & Synder, 2010).

Kepatuhan minum obat atau medication adherence adalah

mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis

yang tepat karena pengobatan hanya akan efektif apabila penderita

mematuhi aturan dalam penggunaan obat, yang sebelumnya terdapat

proses konsultasi antara pasien dan atau keluarga dengan petugas

kesehatan (Pardede, Keliat, & Yulia, 2015).

b. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat

Menurut Harwandy (2017), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan seseorang yaitu jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keterkjangkauan akses pelayanan

kesehatan, keikutsertaan asuransi kesehatan, dukungan keluarga, dan

peran petugas kesehatan.

13
14

1) Jenis kelamin

Jenis kelamin berkaitan dengan peran dalam kehidupan dan perilaku

yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Dalam

hal memperhatikan kesehatah, perempuan lebih memperhatikan

kesehatan dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih sering

mengobatkan diri atau memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan

dibandingkan laki-laki (Puspita, 2016)

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan menuntut manusia berbuat dan mengisi kehidupannya

yang dapat digunakan untuk mendapat informasi sehingga

meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang,

maka akan memudahkan seseorang menerima informasi sehingga

meningkatkan kualitas hidup dan menambah luas pengetahuan

(Puspita, 2016).

3) Pekerjaan

Pekerjaan memiliki hubungan yang berarti dalam menjalani

pengobatan. Dimana pada pasien yang bekerja, cenderung tidak patuh

dalam menjalani pengobatan dibanding mereka yang tidak bekerja.

Karena pasien yang bekerja memiliki sedikit waktu untuk

memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan (Cho & Kim,

2014).

4) Pengetahuan

Pasien yang memiliki pengetahuan rendah terhadap kesehatan

memiliki kecenderungan untuk mengabaikan instruksi dari petugas

kesehatan. Sedangkan pasien yang memiliki tingkat pengetahuan yang


15

baik memiliki kesadaran untuk berobat ke pelayanan kesehatan

(Pujasari, 2015).

5) Keterjangkauan akses pelayanan kesehatan

Akses pelayanan kesehatan merupakan tersedianya sarana kesehatan

seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas serta tersedianya tenaga

kesehatan, dan tersedianya obat. Pelayanan yang baik adalah

pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat,

dengan penilaian dari segi jarak, waktu tempuh serta kemudahan

transportasi (Departemen Kesehatan RI, 2013)

6) Keikutsertaan asuransi kesehatan

Keikutsertaan asuransi kesehatan berperan sebagai faktor kepatuhan

pasien, karena memberikan kemudahan dari segi pembiayaan,

sehingga lebih patuh dibandingkan dengan yang tidak memiliki

asuransi kesehatan (Puspita, 2016)

7) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan wilayah sosial paling dekat dengan

individu/penderita yang tidak dapat terpisahkan. Apabila

mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga, individu atau

penderita akan merasa senang dan tentram, karena dengan dukungan

tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi

ataupun mengelola penyakitnya dengan lebih baik. Serta individu mau

menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga sebagai penunjang

pengelolaan penyakitnya (Niven, 2013). Dukungan sosial dari

keluarga akan meningkatkan kesadaran untuk menggunakan

pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu komponen penting


16

kepatuhan. Artinya semakin tinggi dukungan keluarga maka akan

semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien (Yeni, Husna, &

Dachriyanus, 2016).

8) Peran petugas kesehatan

Peran serta dukungan yang diberikan petugas kesehatan sangat besar.

Petugas kesehatan sebagai pengelola pasien yaitu yang paling sering

berinteraksi dengan pasien, sehingga pemahaman terhadap kondisi

fisik maupun psikis akan menjadi lebih baik dan dapat mempengaruhi

rasa percaya dan menerima kehadiran petugas kesehatan dapat

ditumbuhkan dalam diri penderita dengan baik (Novian, 2013).

c. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Ketidakpatuhan Minum Obat

Menurut Niven (2013), faktor-faktor yang menyebabkan

ketidakpatuhan dalam minum obat adalah sebagai berikut:

1) Pemahaman tentang instruksi

Sebagian besar pasien tidak memahami instruksi yang diberikan,

karena kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi

yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan banyaknya

instruksi yang harus diingat oleh pasien.

2) Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan

bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan. keterampilan

interpersonal yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan

menunjukkan pentingnya sensitifitas dokter terhadap komunikasi

verbal dan nonverbal pasien serta empati terhadap perasaan pasien

yang kemudian akan menghasilkan suatu kepatuhan.


17

3) Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai

perawatan dari anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang

terisolasi dari pendampingan orang lain, secara negatif berhubungan

dengan kepatuhan.

4) Keyakinan, sikap dan kepribadian

Ciri-ciri kepribadian seperti mengalami depresi, ansietas, memiliki

kekuatan ego yang lemah dan memusatkan perhatian kepada dirinya

sendiri menyebabkan seseorang cenderung tidak patuh dari program

pengobatannya.

d. Cara Meningkatkan Kepatuhan

Sejumlah strategi telah dikembangkan untuk mengurangi

ketidakpatuhan minum obat. Berikut adalah lima titik rencana yang telah

diusulkan oleh Dinicola dan DiMatteo (1984) dalam Niven (2013):

1) Untuk menumbuhkan kepatuhan syaratnya adalah mengembangkan

tujuan kepatuhan tersebut. Seseorang akan dengan senang hati

mengemukakan tujuannya mengikuti anjuran minum obat jika ia

memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap program pengobatan.

2) Perilaku sehat yang baru perlu dipertahankan. Sikap pengontrolan diri

membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan

penghargaan terhadap perilaku baru tersebut.


18

3) Faktor kognitif diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Penderita

perlu mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan

percaya kepada diri sendiri agar tidak menimbulkan pernyataan

negatif dari dalam dirinya yang dapat merusak program

pengobatannya.

4) Dukungan sosial, baik dalam bentuk dukungan emosional dari

anggota keluarga, teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting

dalam kepatuhan terhadap program medis. Keluarga dan teman dapat

membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit,

menghilangkan godaan pada ketidaktaatan serta menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan.

5) Dukungan dari professional kesehatan merupakan faktor lain yang

mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan tersebut mempengaruhi

perilaku penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka

terhadap suatu tindakan tertentu dari penderita dan terus-menerus

memberikan penghargaan kepada penderita yang mampu beradaptasi

dengan program pengobatannya.

e. Dampak Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting

karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol

tekanan darah penderita hipertensi (Noorhidayah, 2016). Dampak dari

ketidakpatuhan minum obat dapat menyebabkan tekanan darah tidak

terkontrol dan komplikasi seperti kerusakan organ meliputi otak, karena

hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko stroke

kemudian kerusakan pada jantung, hipertensi meningkatkan beban kerja


19

jantung yang akan menyebabkan pembesaran jantung sehingga

meningkatkan risiko gagal jantung dan serangan jantung. Selain

kerusakan otak dan jantung karena kondisi hipertensi yang memburuk,

gagal ginjal juga merupakan risiko yang harus ditanggung pasien

hipertensi. Ditambah lagi kerusakan pada pembuluh darah di retina yang

berakibat pada gangguan penglihatan bahkan bisa mengalami kebutaan

(Lianamasari, 2015).

2. Dukungan Keluarga

a. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan suatu sistem sosial, sebuah kelompok kecil

yang terdiri dari individu-individu yang memiliki hubungan erat satu

sama lain, saling tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal

dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Friedman, Bowden, & Jones,

2010). Menurut Johnson’s (1992), keluarga merupakan kumpulan dua

orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak,

yang terlibat dalam kehidupan terus menerus, yang tinggal dalam satu

atap, mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban anatara

satu orang dengan lainnya (Padila, 2012).

b. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga

mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan.

Menurut Freeman (1981) dalam Setiadi (2008) membagi tugas keluarga

dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil

apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi


20

perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari

adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan

apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka

segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat

dikurangi atau bahkan teratasi.

3) Memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu

muda. Perawatan ini dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau

pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar

masalah yang lebih parah tidak terjadi.

4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

c. Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi

individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga

seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai dan mencintai. Dalam semua tahap, dukungan keluarga


21

menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan

akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adapatasi mereka dalam

kehidupan (Setiadi, 2008).

Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu

individu menyelesaikan suatu masalah. Apabila ada dukungan, maka rasa

percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah

yang akan terjadi akan meningkat (Tamher & Noorkasiani, 2009).

d. Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau

diadakan untuk keluarga. Dukungan keluarga dapat datang dari dukungan

sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami, istri, anak atau

dukungan dari saudara kandung. Dukungan sosial dari keluarga eksternal

yang berasal dari teman, tetangga, keluarga besar dan kelompok sosial

(Friedman, Bowden, & Jones, 2010).

e. Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010) terdapat empat bentuk

dukungan keluarga, yaitu:

1) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai penyebar dan kolektor informasi yang

meliputi pemberian saran, informasi yang bisa digunakan untuk

mengungkapkan sebuah masalah. Dukungan ini dapat menekan

munculnya suatu stressor, karena informasi yang diberikan dapat

menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Informasi

yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam


22

menanggulangi persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat,

pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan

informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin

menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.

2) Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber validator

identitas keluarga, diantaranya menerima keterbatasan yang dialami

salah satu anggota keluarga, memberikan support, penghargaan dan

perhatian. Bentuk penghargaan yang diberikan oleh keluarga kepada

anggota keluarga berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.

Dukungan dan perhatian yang diberikan keluarga merupakan bentuk

penghargaan positif yang diberikan pada individu.

3) Dukungan instrumental

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau

bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan

tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau

melayani dan mendengarkan anggota keluarga menyampaikan

perasaannya. Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan

konkrit, diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan

makanan dan minuman, istirahat dan terhindarnya penderita dari

kelelahan, menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi

penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.


23

4) Dukungan emosional

Keluarga merupakan tempat yang aman dan damai untuk pemulihan

serta pengendalian emosional seseorang. Setiap orang membutuhkan

bantuan afeksi dari orang lain. Dukungan emosional merupakan

bentuk dukungan yang memberikan simpatik dan empati, cinta,

kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian orang yang

menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban

sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau

mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap

persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan

masalah yang dihadapinya.

f. Manfaat Dukungan Keluarga

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan

berfungsi bersamaan. Keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Pengaruh positif dari

dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian

dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

3. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali

pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor

risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan

tekanan darah secara abnormal (Wijaya & Putri, 2013). Menurut World
24

Health Organization (WHO) seseorang dikatakan hipertensi apabila

tekanan darah sistolik sama dengan atau 140 mmHg dan atau tekanan

diastolik sama dengan atau 90 mmHg (WHO, 2013).

Hipertensi adalah proses degeneratif sistem sirkulasi yang dimulai

dari gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut

dengan kekakuan pembuluh darah yang menyebabkan beban jantung

bertambah berat sehingga terjadi peningkatan upaya pemompaan jantung

yang berdampak pada peningkatan tekanan darah (Bustan, 2015).

b. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis, yaitu:

1) Hipertensi essensial atau hipertensi primer

Hipertensi essensial merupakan hipertensi yang belum diketahui

penyebabnya. Sebanyak 90-95 % kasus hipertensi yang terjadi

merupakan hipertensi essensial. Beberapa faktor yang diduga

mempengaruhi yaitu genetik atau riwayat keluarga penderita

hipertensi, stress, lingkungan, obesitas, konsumsi alkohol, merokok,

dan kelainan metabolisme intraseluler (Adib, 2009). Peningkatan

tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi

primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada

organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung (Wijaya & Putri,

2013).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh

gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit


25

pembuluh darah, atau berhubungan dengan kehamilan,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat kontrasepsi oral dan

kortikosteroid (Pudiastuti, 2011). Kasus hipertensi sekunder sebanyak

5-10% dari kasus hipertensi (Syamsudin, 2011). Pada sekitar 1-2%

penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu

(Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia > 18 tahun

menurut Joint National Committee VII (JNC VII) on prevention,

detection, evaluation, and treatment of high blood pressure adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC VII 2003


(Kementrian Kesehatan RI, 2014)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 ≥160 atau ≥100

c. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), menjelaskan bahwa

faktor risiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi adalah sebagai

berikut:

1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Seiring bertambahnya usia memungkinkan seseorang menderita

penyakit hipertensi. Hilangnya elastisitas jaringan dan

arterosklerosis serta pelebaran pembuluh darah merupakan faktor

terjadinya hipetensi pada usia tua. Pada usia 45 tahun ke atas


26

beresiko terjadi hipertensi tetapi tidak menuntut kemungkinan

hipertensi dapat terjadi pada usia muda (Salman, Anwar, &

Muhaimin, 2015). Berdasarkan penelitian Siringoringo (2013)

persentase penderita hipertensi pada usia 45-59 tahun sebanyak

54,72% usia 60-74 tahun 74,57%, dan usia 75-90 tahun adalah

64,29%.

b) Genetik

Riwayat keluarga yang menderita hipertensi juga meningkatkan

risiko hipertensi, terutama hipertensi primer. Jika kedua orang

tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke

anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya menderita

hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anaknya (Kementrian

Kesehatan RI, 2013)

c) Jenis Kelamin

Pria mempunyai risiko sekitar 2-3 kali lebih banyak mengalami

peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan

perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan

meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor

hormonal (Prasetyaningrum, 2014).


27

2) Faktor risiko yang dapat diubah

a) Obesitas

Obestitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi, prevalensi

hipertensi pada obesitas jauh lebih besar (Bustan, 2015). Risiko

relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang badannya normal.

Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki

berat badan lebih (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

b) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak

lapisan endotel pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan

proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok pada

penderita hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan

pembuluh darah arteri (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

c) Kurang aktivitas fisik

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah

dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan (Kementrian

Kesehatan RI, 2013). Seseorang yang kurang melakukan aktivitas

dan olahraga maka akan menyebabkan pembuluh darah dalam

tubuh menjadi kurang elastis dan akan mengalami penyumbatan.

Kurangnya gerakan tubuh dalam sehari-hari akan semakin mudah

terjadinya hipertensi (Bustan, 2015).


28

d) Konsumsi garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga

meningkatkan tekanan darah (Salman, Anwar, & Muhaimin,

2015). Masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gr atau kurang,

ditemukan tekanan darah dengan rerata yang rendah, sedangkan

yang asupan garam sekitar 7-9 gr tekanan darah dengan rerata

tinggi (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

e) Kolesterol

Kolesterol menyebabkan arterosklerosis, sehingga mengakibatkan

peningkatan tahanan perifer pembuluh darah, maka terjadi

peningkatan tekanan darah (Siringoringo, 2013).

f) Konsumsi alkohol berlebih

Peningkatan kadar kortisol diduga menyebabkan peningkatan

volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan darah

berperan menaikkan tekanan darah (Kementrian Kesehatan RI,

2013).

g) Stres

Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami

tekanan fisik serta psikis yang tidak menyenangkan. Stres akan

merangsang kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon

adrenalin serta memacu jantung berdenyut lebih cepat hingga

kuat, dan tekanan darah menjadi meningkat. Mengalami stres

yang berkepanjangan dan disertai tidak patuhnya penderita dalam


29

mengkonsumsi obat akan menambah keparahan penyakit

hipertensi (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

d. Tanda dan Gejala

Sebagian penderita hipertensi tidak mengeluhkan gejala yang

timbul. Penderita hipertensi biasanya mengeluh dengan gejala ringan,

seperti pusing. Namun, jika gejala hipertensi tidak diobati sampai

bertahun-tahun akan timbul gejala khusus, seperti : sakit kepala, pusing,

lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah,

kelemahan otot, pandangan kabur, epitaksis bahkan ada yang mengalami

perubahan mental (Ode, 2012). Seseorang yang menderita hipertensi

terkadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun, hingga

muncul adanya komplikasi pada organ-organ vital lain dalam tubuh

(Aspiani, 2015).

e. Komplikasi

Hipertensi yang tidak tertangani dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri dan organ yang mendapatkan suplai darah

dari arteri tersebut. Menurut Wijaya dan Putri (2013), komplikasi

hipertensi dapat terjadi pada organ- organ sebagai berikut:

1) Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung

dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja

jantung akan meningkat , otot jantung akan mengendor dan berkurang

elastisitasnya yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak

mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan diparu


30

maupun jaringan tubuh lainnya yang dapat menyebabkan sesak napas

atau edema.

2) Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan risiko stroke.

Orang yang mengalami hipertensi apabila tidak terkontrol memiliki

risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3) Ginjal

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem

penyaringan di dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak

mampu membuang zat- zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk

melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

4) Mata

Pada mata, hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati

hipertensi sehingga dapat menimbulkan kebutaan.

f. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pengobatan yaitu untuk mengurangi terjadinya

morbiditas atau mortalitas pada kardiovaskular akibat dari tidak

terkontrolnya tekanan darah tinggi (Yulanda, 2017). Tata laksana

pengobatan hipertensi bisa dilakukan secara farmakologi dan

nonfarmakologi (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014), yaitu

sebagai berikut:

1) Farmakologi (Obat anti hipertensi)

Tujuan terapi obat adalah penggunaan obat secara tunggal untuk

mengembalikan tekanan darah ke level normal dengan efek samping

sekecil mungkin. Dengan mempertimbangkan khasiat, keamanan


31

terhadap kualitas hidup, kepatuhan, kemudahan pemberian obat, dan

biaya (Syamsudin, 2011). Menurut Syamsudin (2011), jenis obat yang

digunakan pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut:

a) Diuretik

Diuretik digunakan untuk membuang kelebihan cairan (air dan

natrium) dari sistem peredaran darah melalui buang air kecil yang

sering, agar beban kerja jantung dapat dikurangi sehingga

menurunkan tekanan darah. Obat yang banyak digunakan adalah

furosemide.

b) Beta Blocker

Beta blocker berfungsi untuk mengurangi denyut jantung dan

keluaran total darah dari jantung, bekerja untuk menurunkan

impuls saraf di jantung dan aliran darah sehingga kerja jantung

menjadi lebih lambat dan sedikit tenaga yang diperlukannya, serta

untuk mengatasi kecemasan. Beberapa obat yang termasuk

kedalam kelompok ini adalah propranolol, HCl (Farmadral,

Inderal), nadolol (Farmagard), metoprolol asetat (Cardiosel,

Lopresordan dan Seloken).

c) Vasodilator

Vasodilator untuk melebarkan pembuluh darah agar darah dapat

mengalir dengan lebih lancar. Obat ini bekerja menghambat kerja

enzim angiotensin dan dikenal juga sebagai ACE Inhibitor.

Beberapa jenis obat vasodilator yaitu captopril, lisinopen dihidrap,

dan enalaptil maleat.


32

d) Inhibitor Saraf Simpatik

Golongan obat jenis ini digunakan untuk mencegah pengerutan

atau penyempitan pembuluh darah dengan menghambat kalsium

memasuki sel otot pembuluh darah. Aliran darah menjadi terbuka

dan darah dapat mengalir lebih lancar untuk menurunkan tekanan

darah kembali ke kondisi normal. Yang termasuk dalam kelompok

ini adalah diltiazem, nifedipine, dan verapamil HCl.

e) Alpha Blocker

Alpha blocker bekerja dengan menghambat produksi adrenalin

(penyebab naiknya hipertensi) sehingga dapat menurunkan

kembali tekanan darah. Termasuk dalam kelompok ini adalah

doksazosin dan prazosin HCl.

2) Nonfarmakologi (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014)

a) Penurunan berat badan. Target indeks masa tubuh dalam rentang

normal (18,5-22,9 Kg/m2).

b) Diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH). DASH

mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk

susu rendah lemak jenuh/lemak total.

c) Penurunan asupan garam. Konsumsi NaCl yang disarankan adalah

<6 gr/hari

d) Aktifitas fisik. Target aktifitas fisik yang disarankan minimal 30

menit/hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu.

e) Pembatasan konsumsi alkohol.


33

4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan

program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberikan

dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan kepada anggota

keluarga yang sakit (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Seseorang yang

tidak mendapatkan pendampingan dari orang lain, mengalami isolasi sosial,

akan berpengaruh terhadap kepatuhan (Niven, 2013). Keluarga dapat menjadi

faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai

kesehatan bagi individu serta memainkan peran penting dalam program

perawatan dan pengobatan. Pengaruh normatif pada keluarga dapat

memudahkan atau menghambat perilaku kepatuhan penderita hipertensi

(Zainuri, 2015). Berdasarkan penelitian Ahda (2016), dukungan keluarga

berhubungan secara signifikan, positif dan kuat terhadap tingkat kepatuhan

minum obat pasien hipertensi. semakin tinggi dukungan keluarga pasien

maka semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat hipertensi.

5. Tinjauan Islami

Semua penyakit yang menimpa manusia maka Allah akan turunkan

obatnya. Ada orang yang mampu menemukan obatnya, ada pula orang yang

belum bisa menemukannya. Namun, pada hakikatnya semua yang diciptakan

Allah SWT di alam semesta ini pasti memiliki manfaat, termasuk obat-

obatan.

Ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW lalu berkata “Saudaraku

merasa perutnya mual-mual”. Rasulullah SAW bersabda :”Minumkanlah

madu!”. Setelah orang itu memberi madu kepada saudaranya, dia datang
34

kembali kepada Nabi SAW dan berkata “Aku telah meminumkannya madu

tetapi dia malah bertambah mulas”. Kejadian ini berulang sampai tiga kali.

Pada kali yang keempat Rasulullah SAW tetap bersabda “Minumkanlah

madu!”. Orang itu pun tetap saja berkata “Aku benar-benar telah

meminumkannya madu tetapi dia malah bertambah mulas”. Maka Rasulullah

SAW bersabda :”Maha benar Allah (dalam firman-Nya, Surat Yunus ayat 57)

Sesungguhnya telah datang kepadamu Tuhanmu dan penyembuh bagi

penyakit-penyakit. Dan akhirnya Rasulullah Saw sendiri yang meminumkan

madu itu dan saudara orang itu pun sembuh (Shahih Muslim No 4107).

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari


Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus :
57)”
Menurut Tafsif Quraish Shihab bahwa wahai umat manusia, telah

datang kepada kalian kitab Allah yang disampaikan melalui rasul-Nya,

Muhammad. Di dalamnya terdapat peringatan untuk taat dan beriman serta

nasihat untuk melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Di dalamnya

juga terdapat kisah-kisah orang sebelum kalian agar dapat dijadikan bahan

renungan dan juga terdapat anjuran untuk melakukan pengamatan terhadap

rahasia- rahasia alam raya, sehingga kalian dapat menyadari keagungan

ciptaan-Nya. Selain itu, kitab ini pun mengandung terapi penyakit hati,

semisal kemusyrikan dan kemunafikan. Kitab yang diturunkan ini (al-Qur'ân)

merupakan pedoman untuk mendapatkan jalan kebenaran. Semua itu adalah

rahmat bagi orang-orang Mukmin yang menerimanya dengan baik.


35

Oleh karena itu, seseorang harus terus bersabar dan terus berusaha

mencari obat ketika sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫ْب دَ َوا ُء الد َِّاء َب َرأ َ ِبإ ِ ْذ ِن للا‬ ِ ُ ‫ فَإِذَا أ‬,‫ِل ُك ِل دَاءٍ دَ َوا ٌء‬
َ ‫صي‬

“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat dari suatu penyakit itu tepat, ia akan
sembuh dengan izin Allah SWT” (HR. Muslim).

‫ما َ أ َ ْنزَ َل للاُ دَاء إِلَّ أ َ ْنزَ َل لَهُ ِشفَاء‬

“Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan pasti menurunkan obatnya”


(HR Al Bukhari no. 5678 dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu).

Seorang muslim, bila ditimpa penyakit, ia wajib berikhtiar mencari obatnya

dengan berusaha secara maksimal. Dalam usaha mengobati penyakit yang

dideritanya, maka wajib memperhatikan :

a. Bahwa obat dan dokter hanya sarana kesembuhan. Adapun yang benar-

benar menyembuhkan penyakit hanyalah Allah

b. Dalam berikhtiar atau berusaha mencari obat tersebut, tidak boleh

dilakukan dengan cara-cara yang haram dan syirik.

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan

peran penting dalam program perawatan dan pengobatan.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan


janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-
orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
36

Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan


ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imron :
103)”

Tafsir dari Jalalayn mengatakan bahwa (Berpegang teguhlah kamu dengan

tali Allah) maksudnya agama-Nya (kesemuanya dan janganlah kamu

berpecah-belah) setelah menganut Islam (serta ingatlah nikmat Allah) yakni

karunia-Nya (kepadamu) hai golongan Aus dan Khazraj (ketika kamu) yakni

sebelum Islam (bermusuh-musuhan, maka dirukunkan-Nya) artinya

dihimpun-Nya (di antara hatimu) melalui Islam (lalu jadilah kamu berkat

nikmat-Nya bersaudara) dalam agama dan pemerintahan (padahal kamu telah

berada dipinggir jurang neraka) sehingga tak ada lagi pilihan lain bagi kamu

kecuali terjerumus ke dalamnya dan mati dalam kekafiran (lalu diselamatkan-

Nya kamu daripadanya) melalui iman kalian. (Demikianlah) sebagaimana

telah disebutkan-Nya tadi (Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya supaya kamu

beroleh petunjuk).

Surat diatas menerangkan bahwa janganlah kita bercerai berai dan

bermusuhan, hendaknya sebagai makhluk ciptaan Allah kita harus saling

menyayangi dan tetap berpegang teguh kepada agama Allah untuk

mendapatkan petunjuk.
37

B. Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang Patuh


mempengaruhi Tekanan darah
kepatuhan: terkontrol
1. Dukungan Kepatuhan
Keluarga Minum Obat
Tidak Patuh
2. Jenis Kelamin
Tekanan darah
3. Tingkat tidak terkontrol
Pendidikan Komplikasi
4. Pekerjaan
5. Pengetahuan
6. Keterjangkauan
akses pelayanan
kesehatan
7. Keikutsertaaan
asuransi
8. Peran petugas
kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Keterangan:
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: arah variabel yang diteliti
: arah variabel yang tidak diteliti
Pada penelitian ini faktor yang diteliti merupakan dukungan keluarga.

Apabila dukungan keluarga baik, maka kepatuhan pasien minum obat akan baik

atau patuh, sehingga hipertensi akan terkontrol. Sedangkan, apabila dukungan

keluarga buruk, maka kepatuhan pasien minum obat akan buruk atau tidak patuh

sehingga hipertensi tidak terkontrol dan dapat menimbulkan komplikasi

C. Hipotesis

Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

hipertensi di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta tahun 2018.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental, yang merupakan

penelitian kuantitatif dengan desain korelasi yaitu penelitian yang

menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya, dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel

terikat (Swarjana, 2015). Rancangan pada penelitian ini menggunakan

pendekatan waktu cross sectional, yaitu peneliti hanya melakukan observasi dan

pengukuran variabel bebas dan variabel terikat pada satu saat tertentu, setiap

subyek hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan pengulangan

pengukuran (Notoatmodjo, 2012).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas merupakan variabel penyebab atau risiko yang

mempengaruhi variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas

merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2016). Variabel

bebas pada penelitian ini adalah dukungan keluarga.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel terikat atau variabel

tergantung merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(Swarjana, 2015). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kepatuhan

minum obat.

38
39

3. Variabel penganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang dikendalikan sehingga

hubungan variabel independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi

oleh faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2016). Variabel pengganggu

pada penelitian ini adalah :

a. Jenis kelamin, faktor ini tidak dikendalikan karena peneliti ingin

mengetahui perbedaan kepatuhan pada laki-laki dan perempuan.

b. Pendidikan, faktor ini dikendalikan dengan responden minimal lulusan

SD.

c. Pekerjaan, faktor ini tidak dikendalikan karena setiap responden memiliki

pekerjaan yang berbeda.

d. Pengetahuan, faktor ini tidak dikendalikan karena tingkat pengetahuan

responden berbeda-beda.

e. Akses pelayanan kesehatan, faktor ini dikendalikan dengan memilih

responden dalam wilayah kerja Puskesmas Seyegan Sleman.

f. Keikutsertaan asuransi, faktor ini dikendalikan dengan memilih

responden yang menggunakan jaminan kesehatan BPJS.

g. Peran petugas kesehatan, faktor ini dikendalikan karena peran petugas

kesehatan ke setiap pasien sama yaitu sebagai pengelola atau pemberi

asuhan kepada semua pasien.


40

C. Hubungan Antar Variabel

Variabel bebas Variabel terikat


Dukungan Kepatuhan
Keluarga Minum Obat
Variabel Pengganggu
1. Jenis Kelamin
2. Tingkat Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pengetahuan
5. Keterjangkauan
akses pelayanan
kesehatan
6. Keikutsertaaan
asuransi
7. Peran petugas
kesehatan

Gambar 3.1 Hubungan antar variabel

Keterangan :
: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

: mempengaruhi

Penelitian ini memiliki variabel bebas yaitu dukungan keluarga dan

variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat pasien hipertensi dipengaruhi oleh

variabel pengganggu yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,

pengetahuan, keterjangkauan akses pelayanan kesehatan, keikutsertaan asuransi

dan dukungan petugas kesehatan. Penelitian ini hanya meneliti mengenai

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi,

sedangkan variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak diteliti.

D. Definisi Operasional

1. Dukungan Keluarga

Bentuk tindakan dukungan yang diberikan oleh keluarga kepada responden

dalam pengobatan. Data diperoleh dengan meminta responden mengisi


41

kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini mengadopsi dari penelitian Imran

(2017) tanpa modifikasi dengan kuesioner terdiri dari 14 item pertanyaan

yang meliputi berbagai komponen yaitu, dukungan emosional, penilaian,

instrumental, dan informasional. Dengan nilai tertinggi yaitu 56 dan nilai

terendah 14. Skala data yang digunakan yaitu skala ordinal karena

dikategorikan secara bertingkat, dengan kategori:

a. Baik, apabila skor jawaban responden 43-56

b. Cukup, apabila skor jawaban responden 29-42

c. Kurang, apabila skor jawaban responden 14-28

2. Kepatuhan Minum Obat

Perilaku responden dalam penggunaan obat secara teratur atau tidak yang

sesuai dengan anjuran tenaga medis. Data diperoleh dengan meminta

responden mengisi kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) berbahasa

Indonesia dengan kuesioner terdiri dari 8 item pertanyaan. Skala data yang

digunakan yaitu skala ordinal karena dikategorikan secara bertingkat, dengan

kategori:

a. Tinggi, apabila skor jawaban responden 8

b. Sedang, apabila skor jawaban responden 6-7

c. Rendah, apabila skor jawaban responden ≤ 5

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penderita hipertensi yang


42

mengikuti Prolanis di Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta, sebanyak 143

orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 97 perempuan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Menurut (Saryono & Anggraeni, 2013), bila populasi sudah

di ketahui, menentukan besar sampel dapat menggunakan rumus slovin,

yaitu:

𝑁
n=
1 + 𝑁(𝑑)2
Keterangan :

n : ukuran sampel

N : populasi

d : tingkat ketepatan (presisi) 10% (0,1)

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

143
n= = 58,88 = 59
1 + 143(0,1)2

Berdasarkan perhitungan besar sampel dengan rumus slovin, maka besar

sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 59 responden.

Pada penelitian ini teknik yang digunakan non probability sampling

yaitu teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Pertimbangan tertentu merupakan

pertimbangan yang dibuat oleh peneliti dimana ditentukan terlebih dahulu

kriteria inklusi dan eksklusi dari populasi tersebut setelah itu dilakukan

pemilihan sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi

1) Responden dengan hipertensi

2) Responden yang mampu baca tulis dan komunikasi dengan baik


43

3) Tinggal bersama keluarga

4) Responden yang berusia 45-64 tahun

5) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden

F. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian, peneliti harus

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-

prinsip etika penelitian. Etika penelitian perlu diperhatikan karena subjek

penelitian ini adalah manusia. Menurut Sugiyono (2016), etika penelitian

meliputi:

1. Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

Pernyataan bahwa kegiatan penelitian telah dilakukan kajian dan telah

memenuhi kaidah etik sehingga layak dilaksanakan. Kelayanan etik

memegang prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati

privasi dan kerahasiaan subyek penelitian, menghormati keadilan dan

keterbukaan serta memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.

Surat Kelayakan Etik dibuat di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta di bagian

Komisi Etik dengan ketentuan yang berlaku.

2. Lembar persetujuan (Informed consent)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dan responden, dengan

memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan diberikan sebelum

penelitian dilaksanakan. Tujuan dari lembar persetujuan adalah agar

responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, jika responden bersedia


44

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, dan jika partisipan

tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

3. Tanpa nama (Anonimity)

Merupakan etika dalam penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode atau inisial pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

4. Kerahasiaan informasi (Confidentialy)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua data dari

responden yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

G. Alat dan Metode Pengambilan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat atau instrument data pada penelitian ini adalah kuesioner

tertutup. Kuesioner tertutup yaitu pertanyaan yang sudah disediakan

jawabannya sehingga responden tinggal memilih sesuai pengetahuannya

(Notoatmodjo, 2012).

a. Dukungan keluarga

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulakan data dukungan keluarga

diadopsi dari penelitian Imran (2017), yaitu dukungan dalam bentuk

informatif, emosional, instrumental dan penilaian. Kuesioner tidak

dimodifikasi oleh peneliti, karena sudah sesuai dengan kriteria. Kuesioner

bersifat tertutup dengan 14 item pernyataan. Kuesioner berbentuk

pernyataan yang dijawab dengan mencentang (√) jawaban yang sesuai.


45

Penyataan terdiri dari penyataan favorable. Untuk pernyataan favorable

interpretasi penilaian yang diberikan “selalu” nilai 4, “sering” nilai 3,

“jarang” nilai 2, “tidak pernah” nilai 1. Sedangkan pernyataan

unfavourable interpretasi penilaian yang diberikan “selalu” nilai 1,

“sering” nilai 2, “jarang” nilai 3, “tidak pernah” nilai 4.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Dukungan Keluarga

Item Pernyataan Jumlah


No Sub Topik
Favourable Unfavourable
1 Dukungan emosional 1,2,3 4 4
2 Dukungan informative 5 6,7,8 4
3 Dukungan instrumental 10,11 9 3
4 Dukungan penilaian 12 13, 14 3
Total 7 7 14

b. Kepatuhan Minum Obat

Kuesioner untuk menilai kepatuhan minum obat menggunakan kuesioner

yang sudah baku dan tidak dimodifikasi yaitu kuesioner MMAS (Morisky

Medication Adherence Scale) (Rani, 2017). Kuesioner bersifat tertutup

dengan 8 item pertanyaan. Kuesioner berbentuk pertanyaaan yang

dijawab dengan mencentang (√) jawaban yang sesuai. Pertanyaan terdiri

dari pertanyaan favorable dan unfavorable. Untuk pertanyaan favourable

jawaban “Ya” nilai 1 dan jawaban “Tidak” nilai 0, sedangkan pertanyaan

unfavourable jawaban “Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1, untuk pertanyaan

no 8 jawaban “Tidak pernah lupa” nilai 1, dan jawaban “Hampir tidak

pernah, kadang-kadang, biasanya, atau selalu lupa” nilai 0.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Kepatuhan Minum Obat

Item Pertanyaan
No Sub Topik Jumlah
Favourable Unfavourable
1 Kepatuhan Minum 5 1,2,3,4,6,7,8 8
Obat
Total 1 7 8
46

2. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunakan

kuesioner. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan

karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh

oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Kuesioner yang

digunakan dalam hal ini adalah kuesioner tertutup yakni pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada responden sudah ada jawaban (Arikunto,

2013).

Peneliti menemui responden, sebelum mengisi kuesioner, responden

akan diberi informasi mengenai maksud, tujuan dan manfaat penelitian.

Kemudian, responden di berikan informed consent dan peneliti menjelaskan

gambaran isi kuesioner. Peneliti memberikan kuesioner untuk diisi oleh

responden, responden diberikan waktu untuk mengisi selama 15-20 menit.

Apabila dalam pengisian responden mengalami kesulitan dalam memahami,

responden akan dibantu oleh peneliti untuk memahami isi kuesioner dan

responden yang menjawabnya. Setelah kuesioner terisi, peneliti mengambil

kuesioner tersebut dari responden dan mengecek kelengkapan pengisian

kuesioner.

3. Uji Validitas dan Reabilitas

a. Uji Validitas

Validitas adalah alat ukur atau instrument penelitian yang mampu

mengukur apa yang seharusnya diukur (Swarjana, 2015). Namun, jika

menggunakan instrumen yang telah teruji validitas, otomatis hasil data

penelitian menjadi valid (Sugiyono, 2016). Uji validitas dalam penelitian


47

ini dilakukan pada 20 responden di Puskesmas Mlati II karena angka

kejadian hipertensi di puskesmas tersebut hampir sama dengan angka

kejadian di Puskesmas Seyegan. Kuesioner kepatuhan minum obat

MMAS (Morisky Medication Adherence Scale) versi bahasa Indonesia,

kuesioner telah terstandar dan terbukti valid. Rani (2017) menyatakan

bahwa kuesioner kepatuhan minum obat memiliki memiliki validitas yang

baik dengan hasil uji validitas yaitu r = 0,883. Kuesioner dukungan

keluarga dari penelitian Imran (2017) memiliki validitas yang cukup

tinggi dengan hasil hasil uji validitas r = 0,544-0,820 maka butir soal

dinyatakan valid. Peneliti akan melakukan uji validitas ulang untuk

menguji kevaliditasannya. Untuk melakukan uji validitas dengan

menggunakan program komputer dengan rumus product moment. Jika r

hitung > r tabel maka butir instrumen dikatakan valid. Begitu sebaliknya,

jika r hitung < r tabel maka butir instrumen dinyatakan tidak valid.

b. Uji Realibilitas

Realibilitas adalah alat ukur atau intrumen yang apabila digunakan

mampu menghasilkan hasil pengukuran yang sama, walaupun dilakukan

secara berulang pada waktu dan kondisi yang sama (Swarjana, 2015).

Namun, jika menggunakan instrumen yang telah teruji realibilitas,

otomatis hasil data penelitian menjadi reliabel (Sugiyono, 2016). Uji

reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach.

Dengan ketentuan jika harga alpha positif dan lebih besar dari r tabel,

makan dinyatakan reliabel, dan demikian sebaliknya jika lebih kecil dari r

tabel maka dinyatakan tidak reliabel. Kuesioner kepatuhan minum obat

merupakan kuesioner baku Morisky Medication Adherence Scale versi


48

bahasa Indonesia telah terstandar dan terbukti reliabel. Rani (2017)

menyatakan bahwa kuesioner ini memiliki hasil reliabilitas yang tinggi

(r=0,824). Kuesioner dukungan keluarga dari Imran (2017) menyatakan

kuesioner ini memiliki reliabilitas yang tinggi (r=0,759). Peneliti akan

menguji reliabilitas ulang untuk mendapatkan kereliabilis tetap konstan.

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data adalah pengolahan data mentah menjadi data yang

lebih bermakna (Arikunto, 2013). Langkah-langkah pengolahan data

(Notoatmodjo, 2012), adalah sebagai berikut:

a. Editing

Editing adalah proses pengecekan atau memeriksa data yang telah

berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena kemungkinan data yang telah

masuk tidak memenuhi syarat atau tidak dibutuhkan. Tujuannya untuk

mengoreksi kesalahan-kesalahan dan kekurangan data yang terdapat pada

catatan dilapangan.

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data

termasuk kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam

bentuk angka-angka atau huruf untuk membedakan antara data atau

identitas data yang dianalisis. Data dukungan keluarga diberi simbul DK

dan kepatuhan minum obat diberi simbol KO. Pada penelitian ini

diklasifikasikan jawaban responden kedalam kategori. Pada kuesioner

dukungan keluarga dengan kategori “baik” kodenya 3, “cukup” kodenya

2, “kurang” kodenya 1. Pada kuesioner kepatuhan minum obat dengan


49

kategori “tinggi” kodenya 3, “sedang” kodenya 2, dan “rendah” kodenya

1.

c. Tabulating

Tabulating adalah proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang

telah diberi kode sesuai dengan kebutuhan analisis.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada penelitian

ini analsis univariat hanya dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Variabel

univariat yang dianalisis adalah karakteristik responden (jenis kelamin,

usia, pekerjaan, pendidikan, tinggal bersama), dukungan keluarga dan

kepatuhan minum obat. Rumus yang digunakan untuk analisis univariat

yaitu :

𝑓
P= × 100%
𝑁

Keterangan :

P : Presentase yang dicari

f : frekuensi responden dengan kategori tertentu

N : jumlah total responden

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisa ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat di Puskesmas Seyegan dengan menggunakan uji


50

statistik non parameteric koefisien korelasi kendall tau. Uji kendall tau

digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri dari dua

atau lebih kelas dengan skala ordinal (Sugiyono, 2016).

Data yang diperoleh kemudian dianaliaisi dengan teknik

komputerisasi dengan uji kendall tau yang digunakan untuk mencari

hubungan dan menguji hipotesa antara dua variabel dengan skala data

ordinal, dengan melihat nilai p value dengan kriteria :

1) p value < 0,05, maka Ha diterima, Ho ditolak. Berarti terdapat

korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

2) p value > 0,05, maka Ho diterima, Ha ditolak. Berarti tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

I. Rencana Jalannya Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini untuk mengetahui dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi melalui beberapa tahap:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dilakukan mulai dari bulan Februari 2018 dengan tahapan

yang dilalui sebagai berikut :

a. Menetapkan tema dan judul penelitian dengan melakukan konsultasi

dengan dosen pembimbing.

b. Melakukan pencarian informasi untuk mencari fenomena yang terkait

dengan judul penelitian

c. Menyusun proposal penelitian

d. Mengurus perijinan terkait studi pendahuluan


51

e. Melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Seyegan untuk mengetahui

fenomena dan mendapatkan informasi serta data secara umum yang

dibutuhkan untuk menyusun proposal penelitian.

f. Menyusun proposal penelitian dan mendapatkan ijin untuk mengikuti

ujian proposal penelitian.

g. Mengikuti ujian proposal penelitian dan revisi proposal.

h. Mengurus ethical clearance.

i. Melakukan uji validitas dan reliabilitas di Puskesmas Mlati II.

j. Melakukan bimbingan hasil uji validitas dan reliabilitas kepada

pembimbing.

k. Mengurus perijinan untuk melakukan penelitian dengan pihak terkait

l. Peneliti mempersiapkan asisten peneliti yang memiliki kemampuan sama

dibidang kesehatan sehingga mengerti tentang ilmu kesehatan.

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan pengambilan data dengan kuesioner di Wilayah

Kerja Puskesmas Seyegan Yogyakarta. Langkah-langkah pengambilan data

dalam penelitian adalah sebagai berikut :

a. Melakukan identifikasi responden yang akan diteliti setelah meminta data

identitas responden ke Puskesmas Seyegan.

b. Melakukan persamaan persepsi antara peneliti dengan 5 asisten peneliti

sehingga sebelum membantu peneliti dalam pengambilan data dengan

menggunakan kuesioner, maka peneliti terlebih dahulu menjelaskan

prosedur yang akan dijalankan selama pengambilan data dan memberikan

penjelasan berkaitan dengan kuesioner yang akan diisi oleh responden.

Tugas asisten penelitia yaitu membantu mengumpulkan data,


52

menjelaskan, dan membantu memahami gambaran isi kuesioner jika

responden kurang memahami kuesioner.

c. Meminta bantuan kepada tokoh masyarakat untuk mengetahui letak

rumah responden.

d. Peneliti dan asisten peneliti mendatangi rumah responden dan tidak

mengumpulkan responden pada satu tempat karna wilayah kerja yang

cukup luas. Kemudian memberikan informed consent kepada responden,

setelah responden setuju kemudian peneliti memberikan lembar kuesioner

pada responden. Sebelum responden menjawab kuesioner peneliti atau

asisten peneliti menjelaskan tata cara menjawab dan mengisi kuesioner.

Kemudian responden mengisi kuesioner diberikan waktu 15-20 menit.

e. Peneliti dan asisten peneliti mendampingi responden dalam mengisi

kesioner dan membantu apabila ada kata-kata yang kurang dipahami.

f. Mengecek kelengkapan jawaban yang diisi oleh responden. Peneliti

memberikan kompensiasi kepada responden yaitu saputangan berbordir

unisa.

3. Tahap akhir

a. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan metode pengolahan

data meliputi, editing, coding dan tabulasi data serta dilakukan pengujian

hipotesis dengan uji Kendall Tau.

b. Menyusun laporan hasil penelitian serta konsultasi dengan dosen

pembimbing.

c. Seminar hasil penelitian setelah disetujui oleh dosen pembimbing.

d. Melakukan revisi dari seminar hasil serta konsultasi dengan dosen

penguji dan dosen pembimbing.


53

e. Melakukan penjilidan setelah semua disetujui oleh dosen penguji dan

pembimbing dan mengumpulkan hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi, Jantung,


dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Ahda, M. H. (2016). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Dukungan Keluarga


Terhadap Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi di RSUD
Kajen Kab. Pekalongan. Skripsi.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.

BPJS Kesehatan. (2015). Panduan Praktis PROLANIS (Program Pengelolaan


Penyakit Kronis). Jakarta: BPJS Kesehatan.

BPS Kabupaten Sleman. (2017). Kabupaten Sleman Dalam Angka 2017. Sleman:
CV. Lunar Media Sejahtera.

Bustan, M. N. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:


Rineka Cipta.

Cho, S.-J., & Kim, J. (2014). Factors Associated With Nonadherence to


Antihypertensive Medication. Nursing and Health Science, 461-467.

Darnindro, N., & Sarwono, J. (2017). Prevalensi Ketidakpatuhan Kunjungan Kontrol


pada Pasien Hipertensi yang Berobat di Rumah Sakit Rujukan Primer dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 4(3),
123-127.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana


Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular.

Dinas Kesehatan DIY. (2016). Profil Kesehatan Tahun 2016 Kota Yogyakarta.
Yogyakarta: Dinkes DIY.

Dinas Kesehatan Sleman. (2013). Profil Kesehatan Sleman Tahun 2013. Sleman:
Dinas Kesehatan Sleman.

Firmansyah, R. S., Lukman, M., & Mambangsari, C. W. (2017). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Primer
Hipertensi. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(2), 197-213.

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga : Riset, Teori, & Praktik. Jakarta: EGC.

54
Hairunisa. (2014). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Diet dengan
Tekanan Darah Terkontrol Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Mahasiswa
PSPD FK Universitas Tanjungpura, 1(1).

Harijianto, W. (2015). Pengaruh Konseling Motivational Interviewing terhadap


Kepatuhan Minum Obat Penderita. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(4), 345-
353.

Harwandy. (2017). Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Pada Pasien


Hipertensi di Puskesmas Kasihan Bantul.

Hermawan, F. (2014). Hubungan Tingkat Stress dengan Tekanan Darah pada Lansia
Hipertensi di Puskesmas Gamping. Naskah Publikasi.

Imran, A. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pengendalian


Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pandak 1 Bantul. Skripsi.

Irnawati, N. M. (2016). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum


Obat Pada Penderita Tuberkulosis Di Puskesmas Motoboi Kecil Kota
Kotamobagu. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, IV(1), 59-64.

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana


Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI


Pusat Data dan Informasi.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi.

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kozier, B., Erb, Berman, A., & Synder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Lianamasari, R. (2015). Peran Keluarga Dalam Memantau Kepatuhan Minum Obat


Dengan Anggota Keluarga Yang Menderita Hipertensi Di Poli Jantung
RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Skripsi.

Nisfiani, A. D. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diit


Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Desa Begajah Kecamatan Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo.

Niven, N. (2013). Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC.

55
Noorhidayah, S. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Terhadap
Tekanan darah Pada Pasien Hipertensi di Desa Salamrejo.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Novian, A. (2013). Kepatuhan Diit Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan Masyarakat


Volume 9 No. 1, 100-105.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors Of Hypertension. J MAJORITY, 4(5), 10-19.

Ode, S. L. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandarkan Nanda, NIC, dan


NOC Dilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment
Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.

Prasetyaningrum, Y. I. (2014). Hipertensi Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: FMedia.

Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pujasari, A. (2015). Faktor-Faktor Internal Ketidakpatuhan Pengobatan Hipertensi Di


Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal) Volume 3, Nomor 3.

Puskesmas Seyegan. (2017). Profil UPT Puskesmas Seyegan. Sleman: Puskesmas


Seyegan.

Puspita, E. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita


Hipertensi Dalam Menjalani Pengobatan. Skripsi.

Puspita, E. (2017). Peran Keluarga dan Petugas Kesehatan Dalam Kepatuhan


Pengobatan Penderita Hipertensi di Puskesmas Gunungpati Kabupaten
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 26.

Rani, D. A. (2017). Validasi 8-Item Morisky Medication Adherence Scale Versi


Indonesia Pada Pasien Hipertensi Dewasa Di Puskesmas Kabupaten Sleman
Dan Kota Yogyakarta. Thesis.

Rhosifanni, S. (2016). Risiko Hipertensi Pada Orang Dengan Pola Tidur Buruk.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), 408–419.

Salman, Y., Anwar, R., & Muhaimin, A. (2015). Pola Konsumsi Natrium dan Lemak
sebagai Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Hipertensi di Wilayah Kerja
56
Puskesmas Kandangan Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai
Selatan. Jurkessia, 5(2), 1-7.

Saryono, & Anggraeni, M. D. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan


Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Siringoringo, M. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada


Lansia Di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun 2013. Jurnal
Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi, 2(6).

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sumantra, I. G. (2017). Hubungan Dukungan Informatif Dan Emosional Keluarga


Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Lansia Hipertensi Di Puskesmas
Ranomuut Kota Manado.

Susanto, Y. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat


Pasien Hipertensi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Cuka
Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Imliah Manuntung, 63.

Swarjana, I. K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta:


Salemba Medika.

Tamher, S., & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta Pusat: Media Aesculapius.

Tjekyan, R. S. (2014). Angka Kejadian Dan Faktor Risiko Hipertensi Di Kota


Palembang. MKS(1), 1-14.

Triguna, I. B. (2013). Gambaran Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Pada Pasien


Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II. Universitas Udayana, 3-4.

Utami, R. S. (2016). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan


Berobat Penderita Hipertensi di Puskesmas Tualang. Jurnal Psikologi, 12(2),
91-98.

WHO. (2013). A global brief on Hypertension : Silent killer, global public health
crisis. Switzerland: WHO Press.

57
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yanti, N. D. (2016). Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Timur. Jurnal
Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah, 2(4), 1-10.

Yeni, F., Husna, M., & Dachriyanus. (2016). Dukungan Keluarga Mempengaruhi
Kepatuhan Pasien Hipertensi. Jurnal Keperawatan Indonesi, Volume 19
No.3, 137-144.

Yulanda, G. (2017). Penatalaksanaan Hipertensi Primer. Majority, 6(1), 25-33.

Zainuri, I. (2015). Hubungan Pendampingan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum


Obat Anti Hipertensi Pada Penderita Hipertensi di Desa Watukosek.

Zurrahman, Wati, L., & Sari, K. (2014). Pengaruh Rebusan Belimbing Wuluh
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Posyandu
Lansia Camar Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang. Jurnal Keperawatan
Stikes Hang Tuah Tanjungpinang, 4(1), 450-466.

58

Anda mungkin juga menyukai