Revisi Makalah Pendidikan Dan Pranata Sosial
Revisi Makalah Pendidikan Dan Pranata Sosial
Revisi Makalah Pendidikan Dan Pranata Sosial
A. Pendahuluan
Sesungguhnya pendidikan adalah masalah besar dan sangat penting yang aktual sepanjang
zaman, karena pendidikan orang dapat menjadi maju, dengan bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi manusia mampu mengolah alam yang di karuniai oleh sang pencipta yaitu Allah
SWT… kepada insan di dunia, setiap insan dianjurkan untuk terus belajar dari ayunan hingga
ke liang lahad.
Berbicara mengenai pendidikan (Islam) tentulah sangat luas yaitu baik pendidikan dari
ruang maupun waktu, adapun pendidikan yang di peroleh di dunia ini melalui pendidikan
formal, informal dan non formal. Bertitik tolak dari itu seperti yang kita ketahui
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang penuh dengan sekelumit persoalan dalam
keberadaan di kancah persaingan globalisasi yang semakin pesat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma)
untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat.
Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat.
Sehingga diperlukan sebuah sistem untuk mengatur tindakan-tindakan individu-individu
tersebut.
Pendidikan Islam adalah termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya
tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada, lembaga sosial adalah suatu bentuk
organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, Pranata sosial memberikan
pedoman kepada anggota masyarakat dalam hal bertingkah laku dan bersikap dalam
menghadapi masalah kemasyarakatan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pranata sosial dan pendidikan, hubungan
antara keduanya serta pendidikan masyarakat sebagai pranata sosial.
1
B. Pembahasan
A. Pendidikan dan Pranata Sosial
1. Madrasah sebagai lembaga Pendidikan
Pada awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum
terselenggara. Pendidikan yang berlangsung umumnya bersifat informal. Tetapi ketika
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Proses
pendidikan dilakukan dalam halaqah-halaqah, lingkaran belajar. Pendidikan formal Islam baru
muncul pada masa lebih belakangan, yakni dengan kebangkitan Madrasah, seperti Madrasah
yang pertama didirikan oleh Wazir Nizham Al Mulk pada tahun 1064 M yang dikenal dengan
Madrasah Nizham Al Mulk.
Sejalan dengan Undang-undang pendidikan tahun 1989, pada dasarnya Madrasah
sepadan dengan sekolah umum, yang menyebabkan Madrasah berbeda ialah penekanan
khususnya pada mata pelajaran agama Islam, inilah yang membuat Madrasah lebih Islami dari
pada sekolah lainnya, seperti sekolah-sekolah umum lainnya. Madrasah sebagai institusi
pendidikan juga terdiri dari tiga tingkat pendidikan : Madrasah Ibtidaiyah (Dasar, 6 tahun),
Madrasah Tsanawiyah (Menengah Pertama, 3 tahun), dan Madrasah Aliyah (Menengah Atas,
3 tahun).
2. Pengertian Pendidikan
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai perbuatan
mendidik, pemeliharaan, latihan dan lain sebagainya.1 Rupert C. Lodge dalam Philosophy of
education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh
pengalaman. Sedangkan dalam pengertian yang sempit pendidikan adalah pendidikan di
sekolah; jadi pendidikan adalah pendidikan formal.2
Berkaitan dengan pengertian pendidikan, Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
ruhani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 3 Sedangkan Zuhairini
mendefinisikan bahwa pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh
1. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), cet.ke-IX, hlm.250
2. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-10,
hlm.5-6
3. Ibid, hlm.6
2
aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak
hanya berlangsung didalam kelas, tetapi berlangsung pula diluar kelas. Pendidikan bukan
bersifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal.4
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
sebuah usaha dalam membimbing perkembangan jasmani dan rohani anak didik dengan
mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya menuju terbentuknya kepribadian yang utama
baik dilakukan dengan pendidikan formal maupun norformal.
Untuk memahami esensi pendidikan yang integral dan menyeluruh, diperlukan uraian
mengenai komponen-komponen pendidikan. Dalam komponen pendidikan tersebut dijelaskan
mengenai hal-hal yang substansial dalam pendidikan sehingga dapat diketahui makna
pendidikan secara komprehensif.
2. Komponen Pendidikan
Sebagai sebuah sistem, pendidikan tidak terlepas dari komponen-komponen yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Menurut Zuhairini, komponen-komponen dalam
pendidikan itu meliputi: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat/media pendidikan dan
lingkungan pendidikan.5
a. Tujuan Pendidikan
Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan harus memiliki kejelasan tujuan yang
ingin dicapai. Sulit dibayangkan jika dalam suatu kegiatan tanpa memiliki kejelasan tujuan.
Ahmad D. Marimba, menyebutkan ada empat fungsi tujuan pendidikan. Pertama, tujuan
berfungsi mengakhiri usaha. Sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah
mempunyai arti apa-apa. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya antisipasi
(pandangan kedepan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan kegiatan yang
dilakukantidak akan berjalan secara efesien. Ketiga, tujuan berfungsi sebagai titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan
dari tujuan pertama. Keempat, fungsi dari tujuan adalah memberi nilai (sifat) pada usaha itu.
Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih luhur, lebih mulia, lebih luas dari usaha-usaha lainnya.
4. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet.ke-5, hlm. 149
5 . Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, tt.), hlm.28
3
Hal ini menunjukan bahwa dalam rumusan setiap tujuan selalu disertai dengan nilai-nilai yang
hendak diusahakan perwujudannya. 6
Banyak pakar yang merumuskan tentang tujuan pendidikan, diantaranya tujuan
pendidikan yang dikemukakan Muhammad Noor Syam dalam bentuk taksonomi (sistem
klasifikasi) yang meliputi:
1) Pembinaan kepribadian (nilai formil).
- Sikap (attitude).
- Daya pikir praktis rasional.
- Obyektifitas.
- Loyalitas kepada bangsa dan ideologi.
- Sadar nilai-nilai moral dan agama.
2) Pembinaan aspek pengetahuan (nilai materiil) yaitu materi ilmu itu sendiri.
3) Pembinaan aspek kecakapan, keterampilan (skill) nilai-nilai praktis.
4) Pembinaan jasmani yang sehat.7
Selanjutnya Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany merumuskan perubahan-
perubahan yang diinginkan sebagai hasil pendidikan meliputi tiga bidang asasi, yaitu:
1) Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning)
dan dengan pribadi-pribadi mereka dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut
pada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktifitas dan pencapaiannya, dan ada
pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan yang dimestikan kepada
mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
2) Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan
tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini
tentang perubahan yang diingini, dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan
yang diinginkan.
3) Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas diantara aktifitas-aktifitas
masyarakat.8
6 . Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), cet. Ke-IV Hlm.45-46
8. Ibid, hlm.161-162
4
b. Pendidik
Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi
kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Didalam
literatur kependidikan Islam, pendidik biasa disebut sebagai berikut:
1) Ustadz yaitu seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu berusaha
memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan
zaman.
2) Mu’allim, berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Ini
mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut untuk mampu menjelaskan
hakekat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
3) Murabbiy berasal dari kata dasar “rabb”, Tuhan sebagai rabb al-‘alamin dan rabb al-Nas
yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Dilihat
dari pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
4) Mursyid yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi)
akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya.
5) Mudarris berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wadurusan wadirosatan yang berarti
terhapus, hilang berkasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya guru adalah orang
yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau
memberantas kebodohan serta melatih keterampilan peserta didiknya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
6) Muaddib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan adab. Artinya guru adalah
orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban
(civilization) yang berkualitas dimasa depan. Di Indonesia pendidik disebut guru (orang yang
diguru dan ditiru).9
c. Peserta Didik
Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsinsten menuju ke arah titik optimal kemampuan
fitrahnya.10 Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai
obyek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan diatas, melainkan juga harus
9 . Ramayulis, Metodologi dan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet. Ke-5, hlm.49-50
10 . M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), cet.ke-1, hlm.144
5
diperlakukan sebagai subyek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara
melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. 11
Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukan pada anak
didik kita. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiah berarti orang yang
menginginkan atau membutuhkan sesuatu: tilmidz (jamaknya) talamidz yang berarti murid,
dan thalib al-ilm yang menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Ketiga istilah tersebut
seluruhnya mengacu kepada seorang yang tengah menempuh pendidikan. Perbedaannya
terletak pada penggunaannya. Pada sekolah yang tingkatannya rendah seperti Sekolah Dasar
digunakan istilah murid dan tilmidz, sedangkan pada sekolah yang tingkatannya lebih tinggi
seperti SLTP dan SLTA dan perguruan tinggi digunakan istilah thalib al-‘ilm.12
d. Alat/Media Pendidikan
Dari beberapa literatur tidak terdapat perbedaan pengertian alat dan media pendidikan,
Zakiah Daradjat menyebutkan pengertian alat pendidikan sama dengan media pendidikan,
sarana pendidikan. Sedangkan dalam kepustakaan asing sementara ahli menggunakan istilah
audio visual aids (AVA), teaching material, intructional material.
Gegne mengemukakan pengertian media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Senada dengan pendapat Gagne
adalah pendapat Briggs, yang mendifinisikan segala bentuk alat fisik yang dapat menyajikan
pesan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari dua definisi ini tampak pengertian
media mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda untuk membantu proses
penyampaian pesan.13
e. Lingkungan Pendidikan
Zakiah Darajat menyatakan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan
terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Lingkungan merupakan salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan pribadi anak selain dari faktor
hereditas.14
13. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke-3, Hlm.180-181
14. Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm.63
6
Adapun lingkungan pendidikan secara umum dapat dibagi kepada tiga bagian sesuai
dengan institusi yang ada dalam pendidikan itu sendiri yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Zakiah Darajat mengungkapkan bahwa lingkungan dalam pendidikan terbagi
kedalam tiga bagian:
1) Lingkungan keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulannya diantara
anggotanya bersifat khas. Dan keluarga adalah terbentuk karena adanya ikatan perkawinan
yang kemudian mengahasilkan keturunan dan keturunannya itulah anak harus dibina dan
dididik agar semua potensi yang dimilikinya berkembang kearah yang dicita-citakan oleh
Islam.
2) Lingkungan sekolah adalah tempat dimana seorang anak dapat belajar dan bermain
dibawah kontrol gurunya. Disekolah anak-anak dapat bermain dan belajar dengan teman-
temannya. Suasana sekolah berbeda dengan suasana keluarga, karena keluarga sebagai
institusi pendidikan informal merupakan tempat dimana anak dapat berkomunikasi dan
berinteraksi dengan anggota keluarganya terutama dengan orang tua. Interaksi dalam keluarga
ini berlangsung dalam waktu yang lama, sedangkan disekolah waktunya terbatas.
3) Lingkungan masyarakat merupakan kumpulan orang-orang yang menempati suatu
daerah tertentu. Lingkungan masyarakat adalah tempat untuk berkomunikasi dan berinteraksi
bagi anak dan dengan orang lain disekitarnya. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan
nilai-nilai religius anak diperlukan lingkungan masyarakat kondusif dan referesentatif.15
16. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), cet.ke-21,
hlm.217
Institusi sebagai badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas pranata sosial, dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Institusi Formal
Institusi formal adalah suatu institusi yang dibentuk oleh pemerintah atau oleh swasta yang
mendapat pengukuhan secara resmi serta mempunyai aturan-aturan tertulis/resmi. Institusi
formal dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
- Institusi pemerintah
19. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hlm.165
20. Ibid.
8
Institusi pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan suatu
kebutuhan yang karena tugasnya berdasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan
melakukan kegiatan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan taraf
kehidupan kebahagiaan kesejahteraan masyarakat. Institusi pemerintah dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
a. Lembaga pemerintah yang dipimpin oleh seorang menteri
b. Lembaga pemerintah yang tidak dipimpin oleh seorang menteri, dan bertanggung
jawab langsung kepada presiden (disebut lembaga pemerintah non-departemen). Contoh :
Lembaga Administrasi Negara dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
- Institusi Swasta
Institusi swasta adalah institusi yang dibentuk oleh swasta (organisasi swasta) karena
adanya motivasi atau dorongan tertentu yang didasarkan atas suatu peraturan perundang-
undangan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Institusi atau lembaga ini secara sadar
dan ikhlas melakukan kegiatan untuk ikut serta memberikan pelayanan masyarakat dalam
bidang tertentu sebagai upaya meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh: Yayasan Penderita Anak Cacat, Lembaga Konsumen, Lembaga Bantuan Hukum dan
Partai Politik.
2) Institusi Non Formal
Institusi non formal adalah suatu institusi yang tumbuh dimasyarakat karena
masyarakat membutuhkannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka. Ciri-ciri
institusi non formal antara lain:
a. Tumbuh didalam masyarakat karena masyarakat membentuknya, sebagai wadah untuk
menampung aspirasi mereka.
b. Lingkup kerjanya, baik wilayah maupun kegiatannya sangat terbatas.
c. Lebih bersifat sosial karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota.
d. Pada umumnya tidak mempunyai aturan-aturan formal (tanpa anggaran
dasar/anggaran rumah tangga).21
10
Pranata sosial merupakan hasil pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku dari
sekelompok orang atau anggota masyarakat, mengenai apa yang baik dan apa yang
seharusnya dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian pranata sosial
terdiri atas adat istiadat, tradisi atau kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lain yang secara
langsung maupun tidak langsung bergabung dalam suatu fungsi, sehingga pranata sosial
tersebut mempunyai makna atau nilai di dalam masyarakat tersebut. Contoh tradisi dan
kebiasaan dalam pranata keluarga adalah sikap menghormati atau sikap sopan santun terhadap
orang yang lebih tua.
5) Memiliki Usia Lebih Lama (Tingkat Kekekalan Tertentu)
Pranata sosial pada umumnya memiliki umur lebih lama daripada umur manusia.
Pranata sosial pada umumnya tidak mudah berganti atau berubah. Hal tersebut terbukti
dengan banyaknya pranata sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pranata sosial
yang telah diterima akan melembaga pada setiap diri anggota masyarakat dalam jangka waktu
relatif lama sehingga dapat ditentukan memiliki tingkat kekekalan tertentu. Contohnya tradisi
silaturahmi pada waktu hari raya lebaran, merupakan tradisi turun temurun dari dulu hingga
sekarang.
6) Memiliki Alat Kelengkapan
Pranata sosial dan memiliki sarana dan prasarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan. Misalnya mesin produksi pada sebuah pabrik merupakan sarana dalam pranata
ekonomi untuk menghasilkan barang.23
Dari uraian diatas, peran suatu lembaga bukan hanya melahirkan suatu pola aktifitas
kehidupan social, tetapi pola organisasi dalam melaksanakannya.
23. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Raja Grafindo Persada: 2011) hal 166
11
1) Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan, yaitu sering
disebut kinship atau domestic institutions. Contoh: perkawinan, tolong menolong antar-
kerabat, pengasuhan anak-anak, sopan santun pergaulan antar-kerabat, sistem istilah
kekerabatan dan sebagainya.
2) Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata
pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan, mendistribusi hasil produksi dan
harta adalah economic institutions. Contoh : pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme,
industri, barter, koperasi penjualan, penggudangan, perbankan dan sebagainya.
3) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan
manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna adalah educational institusions.
Contoh: pengasuhan kanak-kanak, pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan
tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keamanan, pers, perpustakaan umum dan
sebagainya.
4) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia, menyelami alam
semesta sekelilingnya, adalah scientific institutions. Contoh : metodologi ilmiah, penelitian,
pendidikan ilmiah, dan sebagainya.
5) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa
keindahannya dan untuk rekreasi adalah aesthetic and recreational institutions. Contoh : seni
rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesusastraan, olah raga, dan sebagainya.
6) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan
dengan dan berbakti kepada Tuhan atau dengan alam ghaib, adalah religious institutions.
Contoh : do’a, kenduri, upacara, semadi, bertapa, penyiaran agama, pantangan, ilmu gaib,
ilmu dukun, dan sebagainya.
7) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan
mengelola keimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat, adalah political institutions.
Contoh: pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan dan
sebagainya.
8) Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan hidup
manusia adalah somatic institutions. Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan
kesehatan, kedokteran dan sebagainya.24
5. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan /Pranata Sosial
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan, dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut.
Menurut Gillin dan Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
13
cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya
lembaga industrialisasi. Yang kedua, bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata-
kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu cotoh adalah lembaga-
lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.25
14
Tiap masyarakat mempunyai sesuatu yang khas, lain dari pada yang lain, walaupun
tampaknya sama dari luar misalnya mengenai hal-hal fisik seperti bentuk rumah, pakaian,
bentuk rekreasi dan sebagainya. Yang memberi kekhasan pada suatu masyarakat adalah
hubungan sosialnya. Hubungan sosial ini antara lain dipengaruhi oleh besarnya masyarakat
itu. Dimasyarakat kecil orang saling berkenalan seperti dalam suatu keluarga dan hubungan
sosial bersifat primer seperti dalam Gemeinschaft.26 Dalam masyarakat yang luas seperti di
kota terdapat kebanyakan hubungan sekunder bercorak Gesellschaft.27
Untuk memahami suatu masyarakat, hal-hal yang perlu diselidiki ialah sistem nilai
dan struktur kekuasaannya.
1) Sistem Nilai Dalam Masyarakat
Tiap masyarakat mempunyai sistem nilainya sendiri yang coraknya berbeda dengan
masyarakat lain. Dalam sistem nilai itu senantiasa terjalin nilai-nilai kebudayaan nasional
dengan nilai-nilai lokal yang unik. Dalam nilai-nilai itu terdapat jenjang prioritas, ada nilai
yang dianggap lebih tinggi daripada yang lain yang dapat berbeda menurut pendirian
individual.
Dalam masyarakat kota yang mempunyai universitas dan penduduk yang intelektual
sikap orang lebih liberal, lebih terbuka bagi modernisasi dan pendirian atau bentuk kelakuan
yang baru, yang lain daripada yang lain, baik tentang buah pikiran, moral, maupun tentang
pakaian, pergaulan, dan sebagainya. Sebaliknya dalam masyarakat pedesaan yang mempunyai
tradisi yang kuat dan yang sangat taat kepada agama, sikap dan pikiran orang lebih homogen.
Penyimpangan dari yang lazim segera akan mendapat kecaman dan kelakuan setiap orang
diawasi dan diatur oleh orang sekitarnya.
2) Sistem Kekuasaan Dalam Masyarakat
Dalam tiap masyarakat terdapat tokoh atau kelompok yang berkuasa mengambil
keputusan dan melaksanakannya berdasarkan otoritas yang ada padanya. Kekuasaan seorang
26. Gemeinschaft adalah pola masyarakat yang ditandai dengan hubungan anggota-anggotanya bersifat pribadi,
sehingga menimbulkan ikatan yang sangat mendalam dan batiniah, misalnya pola kehidupan masyarakat
pertanian umumnya bersifat komunal yang ditandai dengan ciri-ciri masyarakat yang homogen, hubungan
sosioalnya bersifat personal, saling mengenal, serta adanya kedekatan hubungan yang lebih intim.
27. Gesselschaft, yaitu masyarakat yang kehidupan anggotanya lebih mengutamakan kepentingan pribadi,
kelompok, atau golongan, serta memperhitungkan untung rugi.
15
atau kelompok nyata dari kemampuan untuk mengendalikan orang lain dan memaksanya
untuk melaksanakan apa yang ditugaskan. Kekuasaan serupa ini diperlukan dalam tiap
masyarakat agar terdapat ketertiban dan pengawasan atas tindakan orang.
Tentu saja kekuasaan itu dapat digunakan baik untuk kepentingan umum dan dapat pula
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Ada kemungkinan kekuasaan jatuh
ke tangan orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab yang tentu sangat merugikan
masyarakat.
Suatu masyarakat tidak dapat dipahami tanpa mengetahui sumber-sumber kekuasaan
di situ. Kekuasaan itu dapat dipegang oleh pemerintah, bank, industri, pengusaha, universitas,
keluarga kaya, golongan agama, ketua adat, dan sebagainya. Di samping kekuasaan resmi
terdapat kekuasaan tak resmi yang harus diperhitungkan dan tak dapat diabaikan begitu saja.
Untuk memajukan pendidikan perlu diusahakan bantuan dari mereka yang memegang
kekuasaan dalam masyarakat.28
3. Pendidikan Di Masyarakat
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang
bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai
tujuan tertentu. Bila dilihat dalam konteks pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak
orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada
yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang ketiga setelah lingkungan
pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan sekolah. Di dalam suatu masyarakat mudah
sekali dijumpai keanekaragaman suku, agama, ras, agama, adat istiadat, dan budaya.
Keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, di mana dalam Islam
keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah.
Hubungan baik dengan masyarakat diperlukan karena tidak ada seorangpun yang
dapat hidup tanpa bantuan masyarakat. Lagi pula, hidup bermasyarakat sudah merupakan
fitrah manusia. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan,
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak
sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal
tersebut dikarenakan masyarakat merupakan suatu entitas yang sangat kompleks dan beraneka
ragam.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, yang terpenting adalah bahwa
masyarakat itu sendiri harus menyadari, siapapun kita (bagian dari masyarakat) harus
mengajak orang untuk kebaikkan dan mencegah kemunkaran. Jadi kewajiban kitalah sebagai
pembimbing agar anak-anak terhindar dari berbagai penyimpangan perilaku serta
mengenalkan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
29 . Ibid, hlm.154-155
17
Masyarakat juga harus berfungsi sebagai sarana membina, apabila menghadapi orang
yang membiasakan berbuat buruk, dan kalaupun harus diberi hukuman, maka harus dipilih
kiat-kiat yang menjadikan hukuman tersebut efektif. Masyarakat sangat berkepentingan
mendidik dan membina kaum muda dengan memperkenalkan mereka pada berbagai strategi
yang dapat mencegah mereka dari perbuatan yang sia-sia.
Disinilah pentingnya sinergisitas dalam lingkungan pendidikan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dalam keluarga anak dikenalkan mengenai norma-norma kesopanan dan etika
dalam berperilaku. Di sekolah anak mendapatkan pengetahuan yang mendasari norma dan
etika tersebut, yang selanjutnya lingkungan masyarakat mengawasi dan mengarahkan anak
untuk senantiasa berperilaku sesuai norma dan etika.
Dengan demikian, pendidikan dimasyarakat sebagai upaya agar anak pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya dapat terhindar dari penyimpangan perilaku serta dapat
memenuhi norma-norma yang berlaku di masyarakat, merupakan pranata sosial yang dapat
memberikan pedoman kepada anggota masyarakat dalam hal bertingkah laku dan bersikap
dalam menghadapi masalah kemasyarakatan.
D. Kesimpulan
Pranata sosial merupakan sistem yang mengarahkan masyarakat agar dapat
berinteraksi sesuai dengan norma. Keberadaannya memberikan pedoman bagi anggota
masyarakat dalam hal tingkah laku dan sikap, sehingga masyarakat berperilaku sesuai dengan
apa yang dikehendaki dalam masyarakat.
Pranata sosial dapat disosialisasikan dengan baik melalui pendidikan baik
dilingkungan keluarga atau lingkungan sekolah, utamanya dalam lingkungan masyarakat.
Dilingkungan masyarakat inilah, upaya-upaya yang dilakukan untuk mengawasi dan
mengarahkan anak untuk senantiasa menaati norma dan etika merupakan bentuk pendidikan
sekaligus pranata sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
18
Pendidikan sebagai pranata social sesungguhnya sebagai salah satu upaya dan strategi
dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Tujuan nasional yang mengharapkan
terciptanya generasi masa depan yang paripurna( beriman, berakhlak, berilmu, kreatif,
mandiri, dll). Tujuan pembangunan nasional tersebut akan terwujud apabila pendidikan
sebagai pranata social dapat berfungsi dengan normal dan efektif dalam menciptakan SDM
yang berkualitas, berilmu pengetahuan yang relevan dengan perkembangan zaman dan
mampu hidup di era globalisasi dengan menjaga identitas pribadi, agama, dan bangsa.
Daftar Pustaka
19
Nasution. 1995. Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara
Nata, Abuddin. 2001. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Poerwadarminta, W.J.S. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Soekanto, Soerjono. 1995. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Tafsir, Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Zuhairini. tt. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional
Rujukan internet:
- http://www.crayonpedia.org/mw/BAB12._BENTUK-
BENTUK_HUBUNGAN_SOSIAL_DAN_PRANATA_SOSIAL_DALAM_KEHIDUPAN_MASYARAKAT#B.
_Pranata_Sosial
- http://id.wikipedia.org/wiki/Gemeinschaft_dan_Gesellschaft
- http://www.wapedia.mobi/id/pranata
20