Pertemuan 4
Pertemuan 4
Pertemuan 4
PERTANYAAN:
JAWABAN
1. Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.
Prestasi adalah objek perikatan. Supaya objek itu dapat dicapai, dalam arti dipenuhi oleh debitur,
maka perlu diketahui sifat-sifatnya sebagaimana tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata ayat
(3), yaitu:
a. Barang atau perbuatannya harus sudah ditentukan
b. Harus mungkin, artinya prestasi itu mungkin dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya
c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak bertentangan dengan agama dan undang-undang
d. Harus ada manfaat bagi debitur, artinya debitur dapat menggunakan dan memanfaatkannya
3. dapat memberikan manfaat bagi debitur artinya debitur dapat menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya Contohnya Si A mengajukan kredit sepeda motor ke pihak pembiayaan
kredit sepeda motor dimana pemanfaatannya untuk di gunakan dalam bekerja sebegai ojeg online
Pertanyaan :
1. Pada overmacht Agar rintangan/halangan itu memadai atau memenuhi maksud overmacht
rintangan tersebut haruslah rintangan yang langsung terhadap “prestasi” itu sendiri. Bukan
rintangan atau diri pribadi si debitur. Jelaskan lebih jauh maksud dari pernyataan tersebut!
2. Rintangan seperti apakah yang dimaksud sebagai rintangan diri pribadi si debitur? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud dengan resiko dalam hukum perikatan?
4. Bedakan antara Resiko dalam perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik!
Jawaban
1. Overmacht (keadaan memaksa) adalah suatu keadaan dimana debitor tidak dapat melakukan
prestasinya kepada kreditor setelah di buatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk
memenuhi prestasinya,dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung
resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat yang disebabkan adanya
kejadiaan yang berbeda di luar kuasanya. Seperti gempa bumi, banjir dan kecelakaan. Dalam
KUHPerdata Overmacht atau keadaan memaksa diatur dalam Buku III pasal 1244 dan 1245.
Pasal 1244
Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.
Pasal 1245
Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga. Bila karena keadaan memaksa atau karena hal
yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
2 Biasanya rintangan diri pribadi sidebitur yaitu adanya itikad tidak baik seperti unsur kesalahan
maupun kesengajaan si debitur yang secara sepihak mencari keuntungan sendiri untuk tidak
memenuhi prestasinya.
3. Resiko adalah kewajiban untuk menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat dari suatu
peristiwa atau kejadian di luar kesalahan para pihak yang menimpa objek perjanjian.Resiko
berpangkal pada suatu kejadian, yang dalam hukum perjanjian disebut overmacht atau keadaan
memaksa.
Contoh :
Jika seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda, dan kuda ini sebelum diserahkan mati
karena disambar petir, maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang harus menyerahkan kuda
bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tak usah memberikan sesuatu kerugian dan
akhirnya yang menderita kerugian ini adalah orang yang akan menerima kuda tersebut
4. Perbedaan Resiko dalam perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik
a. Resiko pada Perjanjian sepihak
Resiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.
Menurut pasal 1245 BW resiko dalam perjanjian itu ditanggung oleh kreditur atau dengan
kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya, sedangkan menurut pasal 1444 BW
masih memberikan perlunakan5. Menurut Pasal 1445 BW menentukan, bahwa apa yang
diperoleh debitur sebagai penggantian daripada barang yang musnah harus diserahkan kepada
kreditur (asuransi).
Contoh :
A menghadiahkan rumah kepada B dan jika rumah tersebut musnah karena gempa bumi,
maka B tidak akan mendapatkan rumah tersebut dan juga tidak dapat menuntut ganti rugi.
Jadi dalam hal ini seakan-akan tidak pernah terjadi persetujuan hibah
b. Resiko pada Perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena
overmacht maka seolah–oleh perjanjian itu tidak pernah ada.
Menurut pitlo berdasarkan pasal 1444 BW dengan membaca “hapusnya sebagaihapusnya
komplek perikatan” .dalam hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1445 BW, oleh karena itu
tidak logis jika pembentuk UU memberikan hak atas tuntutan terhadap penggantian barang
yang hilang atau musnah pada kreditur,
sedangkan debitur dari barang yang musnah karena perikatan-perikatannya telah hapus tidak
memperoleh apa-apa. Pitlo mengemukakan bahwa menurut kepantasan, jika debitur tidak lagi
berkewajiban maka piahk lainnya pun bebas dari kewajibannya.
Contoh :
“A harus menyerahkan kuda kepada B dan B menyerahkan sapinya kepada A. Jika kuda A
mati disambar petir maka B tetap menguasai sapinya. Jadi seolah- olah tidak pernah terjadi
persetujuan antara A dan B”
Selain berdasarkan alasan tersebut, pendapat pitlo6 didukung oleh ketentuan UU, yaitu antara
lain pasal 1246, 1545 dan 1563 BW.
Ketentuan-ketentuan tersebut membebankan kerugian dalam hal terjadinya keadaan memaksa
kepada debitur pada siapa barang yang musnah. Kecuali yang diatur dalam pasal 1460 BW.
Yang menentukan bahwa jual beli barang tertentu
resikonya dibebankan kepada pembeli.