Acacia Fauntleroyi (MAIDEN) MAIDEN AND BLAKELY: Pengaruh Variasi Ukuran Biji Terhadap Perkecambahan
Acacia Fauntleroyi (MAIDEN) MAIDEN AND BLAKELY: Pengaruh Variasi Ukuran Biji Terhadap Perkecambahan
Acacia Fauntleroyi (MAIDEN) MAIDEN AND BLAKELY: Pengaruh Variasi Ukuran Biji Terhadap Perkecambahan
ABSTRACT
The aim of this study was to investigate to what extent are germination of A. fauntleroyi affected by seed size. Does pre-treatment
improve germination? Under what temperature regime does most seed germinate? Three seed size classes (small, medium and large)
were chosen. Seeds were pre-treatments either at ambient, 50��°��������
�������
C, 75��°�����������
����������
C or 100��°�����������������������
����������������������
C and incubated at 15�° C or 30�° C. Then, number
of seed that germinate and speed of germination were measure. Five seeds representing each of small, medium and large seed sizes
were also selected and the seed coat thickness measured. Seed size, pre-treatment temperature and incubation temperature all affected
the number of seed that germinated. Pre-treatment temperature affected germination more than incubation temperature. Incubation
temperature affected germination more than seed size. The interaction of seed size and pre-treatment temperature was stronger than
that between seed size and incubation temperature. Small seeds produce less germination than medium or large seeds, however small
seed germinated sooner. Seed coat thickness varied among seed sizes. Thinner seed coats occur in smaller than larger seeds.
Bahwa biji yang besar berkecambah lebih cepat dan air steril. Biji tersebut kemudian dibagi dalam 3 cawan
lebih banyak berkecambah dibanding dengan biji yang petri masing-masing 20 biji/cawan. Biji ditempatkan dalam
kecil telah ditemukan pada banyak spesies. Misalnya cawan petri plastik (diameter 11 cm) di atas dua filter paper
pada Radiata pine, Pinus taeda, Virola surinamensis, (9 dan 11 cm) Whatman No. 3. Cawan Petri sebagian diisi
Lithospermum caroliniensis dan Lobelia inflata (Griffin, dengan vermikulat (sekitar 0,5 cm). Vermikulat dan filter
1972; Dunlop dan Barnett, 1983; Howe dan Richter, paper kemudian diberi fungisida previcure untuk mencegah
1982; Weller, 1985; Tripathi dan Khan, 1990; Simons dan pertumbuhan jamur dan air steril untuk memelihara
Johnston, 2000). Kandungan protein dan karbohidrat pada kelembapan. Untuk setiap perlakuan, masing-masing
biji telah dihubungkan dengan perbedaan perkecambahan 3 cawan petri ditempatkan dalam kabinet pada kondisi gelap
pada ukuran biji yang berbeda tersebut. pada suhu 15° C dan 30° C.
Pada penelitian ini, kemungkinan pengaruh ukuran Biji diamati setiap hari dan munculnya radikula
biji terhadap perkecambahan biji A. fauntleroyi diteliti (∼2 mm) merupakan kriteria bahwa biji telah berkecambah.
untuk mengetahui mekanisme regenerasi (rekuitmen) Setiap anakan dihitung dan pindahkan, perhitungan biji
spesies tersebut. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah yang berkecambah dilakukan sampai tidak ada lagi biji yang
sejauhmana perkecambahan biji dipengaruhi oleh ukuran berkecambah selama 14 hari berturut-turut. Parameter yang
biji? Apakah perlakuan temperatur pendedahan dan inkubasi dihitung adalah jumlah biji berkecambah dan kecepatan biji
meningkatkan perkecambahan? Pada kisaran temperatur berkecambah (jumlah hari ke perkecambahan pertama dan
berapa sebagian besar biji berkecambah? Apakah biji ke 50% perkecambahan akhir). Jumlah biji berkecambah
yang berbeda ukurannya mempunyai ketebalan kulit biji dan kecepatan biji berkecambah dianalisis dengan analisis
yang berbeda dan sejauhmana ketebalan kulit biji tersebut varians dan General Linear Model (GLM) untuk menguji
memengaruhi perkecambahan biji? efek interaksi di antara perlakuan. Uji Tukey digunakan
untuk mendeteksi perbedaan di antara perlakuan.
BAHAN DAN CARA KERJA Pengaruh Ukuran Biji terhadap Ketebalan Kulit Biji
Penelitian dilakukan di Laboratorium Environmental Lima biji mewakili biji berukuran kecil, sedang dan
Biology Curtin University of Technology W. Australia. besar (5, 8 and 11 mg) dipilih. Biji tersebut kemudian
Polong matang dikumpulkan dari Sandford Rock Nature dilapisi dengan 2,5% glutamate dalam 0,05 M PO 4,
Reserve pada bulan Desember 1999. Biji tanaman tersebut buffer pH 6,8 (4 hari). Biji kemudian dibersihkan dalam
dikeluarkan dari polong dan disortir untuk memisahkan biji 0,05 M PO4, buffer pH 6,8 selama 2 jam (2 kali), kemudian
yang baik dari biji yang aborsi dan terinfeksi. Biji yang baik didehidrasi dengan 50% ethanol (2 jam), tertiary-butyl
kemudian ditimbang satu per satu dengan menggunakan alcohol (TBA) 1, TBA 2, TBA3, TBA 4, TBA 5 (selama
timbangan elektronik (AND, ER-180A) dan dikelompokkan 2 jam tiap perlakuan) dan TBA murni (dua kali, masing-
menurut ukurannya. masing 1 jam). Pada perlakuan TBA murni kedua, biji
dipindahkan ke oven (60° C) sampai tidak ada gelembung
Pengaruh Ukuran Biji, Temperatur Pendedahan, dan muncul dari biji. Kemudian, biji dilapisi dengan paraffin
Temperatur Inkubasi terhadap Perkecambahan wax.
Eksperimen terdiri atas 3 kelas ukuran biji yaitu Biji kemudian dilembutkan dengan cara merendam biji
biji berukuran kecil (4–5,5 mg) sedang (7–8,5 mg) dan dalam “Bakers softening solution” (distilled water, 95%
besar (10–11.5 mg); 4 perlakuan temperatur pendedahan ethanol, glycerol) selama 2 jam. Jaringan biji dalam paraffin
(ambient, 50° C, 75° C atau 100° C), dan 2 perlakuan block kemudian dipotong (12 µm) dengan menggunakan
temperatur inkubasi (15° C atau 30° C). Setiap perlakuan mikrotom. Potongan dihilangkan lapisan lilinnya melalui
diwakili oleh 3 ulangan dan setiap ulangan diwakili oleh dehidrasi dan rehidrasi alkohol. Potongan kemudian
20 biji. Kelompok 60 biji pada setiap perlakuan tersebut diwarnai dengan alcoholic safranine (1% dalam 50%
kemudian direndam dalam 30 ml air dalam beaker ukuran ethanol) selama 4 menit dan fast green (0,2% dalam 95%
50 ml pada temperatur 50° C, 75° C atau 100° C, kemudian ethanol) masing-masing 40 detik. Karena ketebalan kulit
dibiarkan dingin pada suhu ambient. Sampel biji juga biji di sekeliling biji berbeda, ketebalan kulit biji diukur
direndam dalam air pada suhu ambient (∼20° C) sebagai 2 kali (menggunakan mikroskop cahaya, pembesaran 1.000
kontrol. Setelah perlakuan, semua biji disterilisasi dengan kali). Pengukuran pertama pada area yang paling tebal dan
sodium hypochlorite (3%), kemudian dibersihkan dengan pengukuran kedua pada area yang paling tipis. Ketebalan
Gaol, Fox 155
20 40 60
Sumber variasi/hari
F P F P F P
Ukuran biji (S) 50,58 <0,001 15,03 <0,001 7,52 0,001
Pendedahan (P) 186,11 <0,001 125,76 <0,001 174,39 <0,001
Inkubasi (I) 91,14 <0,001 30,12 <0,001 17,39 <0,001
SXP 34,68 <0,001 19,65 <0,001 30,06 <0,001
SXI 10,46 <0,001 6,79 0,003 13,00 <0,001
PXI 3,93 0,014 8,4 <0,001 11,85 <0,001
SXPXI 7,64 <0,001 7,27 <0,001 6,73 <0,001
Tabel 2. Rata-rata jumlah biji berkecambah menurut ukuran biji (n = 24 ulangan), temperatur pendedahan (n = 18 ulangan) dan
temperatur inkubasi (n = 36 ulangan)
Ukuran biji Hari 20 Hari 40 Hari 60 TP Hari 20 Hari 40 Hari 60 Inkubasi Hari 20 Hari 40 Hari 60
Kecil 11,54a 12,67a 13,17 Ambient 3,44c 4,94c 7,00c 15° C 7,75b 11,11b 12,17
Sedang 9,38ab 12,75a 13,91 50° C 5,39c 9,44c 10,83b 30° C 11,42a 13,11a 13,97
Besar 7,83bc 10,92b 12,21 75° C 13,72b 17,78a 18,47a F 91,14 30,12 1,67
F 50,58 15,03 0,49 100° C 15,78a 16,28b 16,33a P <0,001 <0,001 0,200
P <0,001 <0,001 0,616 F 186,11 125,76 32,48
P <0,001 <0,001 <0,001
Catatan: Huruf yang berbeda dalam kolom menunjukkan perbedaan yang nyata antarrata-rata dengan uji Tukey. Tidak ada huruf =
analisis tidak berbeda nyata. TP = Temperatur pendedahan.
Tabel 3. Rata-rata jumlah biji berkecambah pada hari ke-20, 40 dan 60 menurut ukuran biji dan temperatur pendedahan (n = 6
ulangan)
Tabel 4. Rata-rata jumlah biji berkecambah pada hari ke-20, 40 dan 60 menurut ukuran biji dan temperatur inkubasi (n = 12
ulangan)
Hari/ 20 40 60
Ukuran Biji 15° C 30° C 15° C 30° C 15° C 30° C
Kecil 10,67 12,42 12,75 12,58 13,75 12,58
Sedang 6,92 11,83 11,25 14,25 12,42 15,75
Besar 5,67 10,00 9,33 12,50 10,83 13,58
F 1,62 0,44 0,62 0,40 0,50 1,72
P 0,213 0,646 0,542 0,675 0,611 0,194
156 Pengaruh Variasi Ukuran Biji terhadap Perkecambahan
Gambar 1. Kecepatan biji berkecambah menurut: a. Ukuran biji; b. Temperatur pendedahan; c. Temperatur inkubasi. T1 = hari ke
perkecambahan pertama; T50 = hari ke 50% perkecambahan akhir. Nilai diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata antar rata-rata
menurut uji Tukey. Tidak
���������������������������������������������������������������������������������
ada huruf = analisis tidak berbeda nyata. Bar menunjukkan standart deviasi.
Gambar 2. Pengaruh ukuran biji, temperatur pendedahan dan temperatur inkubasi terhadap jumlah biji berkecambah. a. Biji kecil.
b. Biji sedang. c. Biji besar. AMB = temperatur ambient. Setiap baris diwakili oleh rata-rata perkecambahan biji dari 3 cawan petri
(n =3).
Gaol, Fox 157
Pengaruh Ukuran Biji terhadap Ketebalan Kulit temperatur pendedahan diperoleh bahwa temperatur
Biji optimum pada perkecambahan biji adalah 75° C, yaitu lebih
dari 90% biji berkecambah. Pada temperatur ambient dan
Tabel 5. Ketebalan kulit biji lapisan sel malpighian + mesofil (µm)
50° C, perkecambahan relatif rendah dan pada temperatur
menurut ukuran biji
100° C perkecambahan sedikit berkurang. Dari perlakuan
Malpighian + temperatur inkubasi diperoleh bahwa temperatur 30° C
Ukuran Biji N Malpighian Mesofil
Mesofil
menghasilkan perkecambahan lebih tinggi dan lebih cepat
Kecil (5 mg) 44 33,98c 136,14b 170,12b
dibanding dengan temperatur 15° C.
Sedang (8 mg) 52 38,65b 202,55a 241,20a
Dari interaksi antara ukuran biji dengan temperatur
Besar (11 mg) 74 47,26a 185,54a 232,80a
F 55,88 35,46 38,76 pendedahan (Tabel 3) diperoleh bahwa pada perlakuan
P <0,001 <0,001 <0,001 temperatur ambient, biji kecil lebih banyak berkecambah
Catatan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti oleh
dibanding dengan biji besar. Proporsi biji lembut (soft
huruf yang sama tidak berbeda nyata antar rata-rata seed) nampaknya berkaitan dengan ukuran biji. Pada
menurut uji Tukey. Tidak ada huruf = analisis tidak perlakuan temperatur 50° C, pada hari ke-20 lebih banyak
berbeda nyata. perkecambahan pada biji kecil. Namun, setelah 40 hari, biji
kecil dan sedang memperoleh level perkecambahan yang
hampir sama, lebih tinggi daripada biji besar. Jadi, pendedahan
pada temperatur 50° C ditambah dengan lamanya biji dalam
kondisi lembap menyebabkan perkecambahan biji berukuran
sedang meningkat. Pada pendedahan 75° C, semua biji
berkecambah lebih banyak. Salah satu yang menarik adalah
bahwa biji kecil mencapai puncak lebih cepat, yaitu sebagian
besar berkecambah kurang dari 20 hari. Pada hari ke-20, lebih
dari 65% biji sedang berkecambah sedangkan biji besar persis
50%. Setelah 40 hari, biji kecil dan sedang mencapai level
perkecambahan yang sama, sedikit lebih tinggi daripada biji
besar sehingga dapat disimpulkan semakin besar ukuran biji
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah.
Gambar 3. Diagram potongan melintang kulit biji A. fauntleroyi Pada perlakuan 100° C, lebih banyak biji besar dan sedang
diamati di bawah mikroskop (pembesaran 100×). a. Kutikula berkecambah dibanding dengan biji kecil. Perlakuan
(Cc); b. Lapisan palisade/sel malpighian (Mp); c. Osteosclereids 100° C kemungkinan bersifat letal terhadap ~50% biji
collenchyma (Oc); d. Sel parenchyma (Pc). d. Satu lapis sel
parenchyma dekat kotiledon (Pcc). kecil. Hal ini merupakan kebalikan dari perlakuan
ambient di mana ~50% biji berkecambah tanpa perlakuan
PEMBAHASAN panas.
Pada biji kecil, perlakuan terbaik adalah didedah pada
Pengaruh Ukuran Biji, Temperatur Pendedahan dan 75° C yaitu biji lembut dan keras berkecambah sama baik.
Temperatur Inkubasi terhadap Perkecambahan Pada biji sedang dan besar, di mana sebagian besar biji
Dari 1.440 biji dikecambahkan, 1.014 berkecambah adalah biji keras, perlakuan terbaik adalah didedah pada
(70,42%); yaitu biji kecil 318 (66%), sedang 361 (75%) 75° C dan 100° C. Pada biji berukuran sedang dan besar, biji
dan biji besar 335 (70%). Secara umum, biji berukuran berkecambah lebih cepat pada perlakuan 100° C dibanding
kecil lebih sedikit berkecambah dibanding dengan biji 75° C. Pada perlakuan 100° C, sekitar 95% biji sedang
sedang dan besar. Hasil analisis GLM terhadap jumlah biji berkecambah pada hari ke-20. Level ini diperoleh pada
berkecambah menunjukkan bahwa ukuran biji, temperatur hari ke-45 pada perlakuan 75° C. Pada perlakuan 100° C,
pendedahan dan temperatur inkubasi serta interaksinya sekitar 94% biji besar berkecambah pada hari ke-20 dan
semuanya memengaruhi jumlah biji berkecambah 50 hari dibutuhkan untuk level yang sama pada perlakuan
(Tabel 1). 75° C. Jadi, diperlukan inkubasi lebih lama jika temperatur
Pada hari ke-60, semua kelas ukuran biji menghasilkan pendedahan kurang tinggi.
level perkecambahan yang hampir sama. Namun, biji Dari interaksi antara ukuran biji dengan temperatur
kecil berkecambah lebih cepat (Tabel 2). Dari perlakuan inkubasi diperoleh bahwa pada biji berukuran kecil
158 Pengaruh Variasi Ukuran Biji terhadap Perkecambahan
perlakuan inkubasi 30° C menghasilkan perkecambahan biji besar. Diduga, pada spesies Acacia, banyaknya biji
akhir sedikit lebih rendah dibanding dengan perlakuan berkecambah berkaitan dengan kandungan makanan dalam
15° C sedang untuk biji sedang dan besar lebih banyak biji namun kecepatan biji berkecambah berkaitan dengan
perkecambahan pada inkubasi 30° C dibanding dengan ketebalan kulit biji. Biji yang besar dengan kulit biji yang
15° C (Tabel 4). Namun demikian, pada semua kelas lebih tebal membutuhkan waktu lebih lama mengimbibisi
ukuran biji, perkecambahan lebih cepat pada inkubasi air dan berkecambah dibanding dengan biji kecil. Fenomena
30° C dibanding dengan 15° C. Pada inkubasi 15° C, ini juga ditemukan pada spesies gulma Alliaria petiolata,
setelah 60 hari perkecambahan, walau tidak nyata berbeda, Brassicaceae (Susko dan Lavett-Doust, 2000).
biji kecil sedikit lebih banyak berkecambah dibanding Secara umum, peningkatan temperatur pendedahan
dengan biji sedang dan besar. Sedang pada inkubasi dari ambient sampai dengan 100° C meningkatkan
30° C, perkecambahan sedikit lebih tinggi pada biji besar dan perkecambahan biji A. fauntleroyi. Namun, pada biji kecil,
sedang dibanding dengan biji kecil. Biji besar nampaknya perlakuan 100° C mengurangi perkecambahan. Diduga,
membutuhkan waktu lebih lama untuk berkecambah dan pada biji kecil dengan kulit biji yang lebih tipis, temperatur
membutuhkan temperatur inkubasi lebih tinggi. 100° C dapat mengakses embrio sehingga mengakibatkan
Dari interaksi antara temperatur pendedahan dan kematian. Pada beberapa spesies Acacia, pendedahan
temperatur inkubasi diperoleh bahwa biji yang didedah pada pada temperatur 120° C selama 5 menit menyebabkan
temperatur tinggi (75° C dan 100° C) tidak membutuhkan kematian biji (Auld dan O’Connell 1991). Pendedahan pada
temperatur inkubasi tinggi untuk meningkatkan temperatur 70° C umumnya efektif untuk sebagian besar
perkecambahan. Biji yang didedah pada temperatur rendah Acacia Australia (Herranz et al., 1998).
(ambient dan 50° C) memerlukan temperatur inkubasi Peningkatan temperatur pendedahan mendorong
tinggi untuk meningkatkan perkecambahan. Kecepatan perkecambahan biji spesies legume telah luas dilaporkan
biji berkecambah (hari ke perkecambahan pertama dan (Doran et al., 1983; Cox et al., 1993; Danthu et al.,
ke-50% perkecambahan) menurut ukuran biji (Gambar 2002). Pendedahan biji dalam air panas meningkatkan
1a), temperatur pendedahan (Gambar 1b) dan temperatur perkecambahan juga ditemukan pada banyak spesies Acacia
inkubasi (Gambar 1c) berbeda (semua P < 0,001). (Preece, 1971; Shea et al., 1979; Glossop, 1980). Perlunya
Dari interaksi antara ukuran biji, temperatur pendedahan perlakuan panas sebelum biji legum berkecambah diduga
dan inkubasi terhadap jumlah biji berkecambah diperoleh merupakan sifat adaftasi tumbuhan tersebut terhadap
bahwa perlakuan terbaik untuk biji kecil adalah didedah pada terjadinya kebakaran (Gill, 1975). Temperatur yang tinggi
75° C-inkubasi 15° C (Gambar 2a), yaitu lebih dari 90% biji akibat kebakaran menstimulasi perkecambahan akibat
berkecambah. Pada biji sedang dan besar, kombinasi terbaik pecahnya kulit biji. Itu sebabnya, umum ditemukan cukup
adalah didedah pada 75° C-inkubasi 30° C atau didedah banyak Acacia berkecambah setelah terjadi kebakaran.
pada 100° C-inkubasi 15 atau 30° C. Pada semua kombinasi Biji yang berbeda ukurannya mempunyai respons yang
ini, lebih dari 90% biji berkecambah (Gambar 2b dan c). berbeda terhadap temperatur inkubasi. Pada temperatur
Untuk biji berukuran sedang dan besar, berhubung kulit 15° C, perkecambahan lebih banyak dan lebih cepat pada biji
bijinya diduga lebih tebal, pendedahan atau inkubasi pada kecil dibanding dengan biji besar. Namun, pada temperatur
temperatur yang lebih tinggi diperlukan. Untuk biji sedang 30° C, perkecambahan lebih banyak pada biji besar. Biji
dan besar, pendedahan pada 75° C-inkubasi 15° C juga besar nampaknya memberi respons yang lebih baik pada
menghasilkan perkecambahan yang tinggi (> 90%), namun temperatur inkubasi yang tinggi. Namun, temperatur
memerlukan waktu lebih lama untuk berkecambah. inkubasi yang tinggi sedikit bersifat detrimental terhadap biji
Perkecambahan biji merupakan peristiwa penting kecil. Perbedaan kebutuhan temperatur untuk berkecambah
dalam siklus hidup tumbuhan. Dua ciri biji yang penting di antara biji yang berbeda ukurannya tersebut menunjukkan
adalah ukuran biji dan waktu yang diperlukan untuk bahwa biji yang berbeda ukurannya dapat menghasilkan
berkecambah. Pada A. fauntleroyi, biji besar umumnya lebih anakan pada waktu atau musim yang berbeda, tergantung
banyak berkecambah dibanding dengan biji kecil. Diduga pada temperatur lingkungan saat itu dan karakteristik ini
beberapa biji kecil (~5%) tidak berkembang penuh sehingga dapat dianggap sebagai suatu strategi adaptasi.
lebih sedikit berkecambah. Namun demikian, biji besar P en g ar u h temp er atu r p en d ed ah an ter h ad ap
lebih lambat berkecambah dibanding dengan biji kecil. Biji perkecambahan lebih besar daripada pengaruh temperatur
kecil berkecambah sekitar dua kali lebih cepat daripada biji inkubasi. Pengaruh interaksi antara ukuran biji dengan
sedang dan biji sedang sekitar dua kali lebih cepat daripada temperatur pendedahan lebih kuat daripada pengaruh ukuran
Gaol, Fox 159
biji dengan temperatur inkubasi. Hal ini menunjukkan selama dehidrasi waktu penyiapan potongan kulit biji. Tiga
bahwa penghalang utama biji A. fauntleroyi berkecambah lapisan kulit biji di bawah kutikula yang dapat dibedakan
adalah dormansi biji. Kulit biji A. fauntleroyi yang keras berdasarkan struktur selnya dan diduga memberi kontribusi
menghalangi biji berkecambah. Pada biji yang kecil, pada dormansi biji adalah lapisan palisade sclereids atau
pengaruh interaksi antara temperatur pendedahan dengan macrosclereids (sel Malpighian) dengan dinding tebal;
temperatur inkubasi terhadap perkecambahan lebih rendah lapisan sub-epidermal (osteosclereids) collenkim dengan
daripada yang terjadi pada biji sedang dan besar. Hal ini dinding sel sangat tebal dan mengalami suberisasi dan
terutama disebabkan biji kecil kulit bijinya lebih tipis, lebih lapisan parenchim dimana dinding selnya juga mengalami
mudah rusak dan berkecambah. Kulit biji yang tebal pada suberisasi tebal. Lapisan paling dalam terdiri atas satu lapisan
biji sedang dan besar membutuhkan temperatur pendedahan sel kecil parenckim dekat dengan kotiledon (Gambar 3).
dan inkubasi yang lebih tinggi untuk dapat berkecambah. Dari penelitian ini diperoleh bahwa biji yang berbeda
Ukuran biji dapat dihubungkan dengan kualitas biji. ukurannya berbeda ketebalan kulit bijinya. Perbedaan
Biji yang besar dapat mempunyai identitas genetik yang ketebalan kulit biji ini diduga memengaruhi permeabilitas
lebih baik dibanding dengan biji kecil. Hadirnya kebakaran kulit biji dan kecepatan serta probabilitas biji untuk
untuk recruitment A. fauntleroyi penting untuk memberi berkecambah dan hal ini dapat menerangkan perbedaan
kemungkinan yang lebih besar pada biji besar untuk kuantitas dan kecepatan biji berkecambah di antara biji
berkecambah. Jika api tidak hadir untuk jangka waktu yang berbeda ukurannya yang diperoleh pada penelitian
yang panjang, recruitment dapat lebih banyak tergantung terdahulu.
pada biji yang kecil. Perbedaan kebutuhan temperatur Pada A. fauntleroyi, sel parenkim juga nampaknya
untuk berkecambah di antara biji yang berbeda ukurannya memberi kontribusi pada dormansi biji sebab dinding selnya
akan menyebabkan bervariasinya pola perkecambahan juga mengalami suberisasi tebal. Oleh sebab itu, diduga
dan cenderung mengurangi kompetisi di antara anakan semua lapisan sel yang membangun kulit biji memberi
sebab menyebabkan pola pertumbuhan anakan berbeda. kontribusi pada dormansi biji. Biji perlu dilubangi sampai
Jika kebutuhan temperatur seragam dapat menyebabkan di bawah lapisan Malpighian agar imbibisi terjadi. Pada
perkecambahan biji simultan dan menyebabkan kompetisi A. fauntleroyi, sel pada bagian luar dinding sel lebih tebal
di antara anakan. dibanding dengan bagian dalam. Oleh sebab itu, pembatas
Variasi proporsi biji yang keras di antara biji yang utama penetrasi air adalah sel palisade atau sel Malpighian.
berbeda ukurannya kemungkinan merefleksikan strategi Doran et al. (1983) mengatakan bahwa sekitar 36% dari
Acacia untuk berkecambah. Beberapa biji akan distimulasi total ketebalan kulit biji (testa) adalah sel Malpighian
siap berkecambah, khususnya biji yang lembut dan kecil sedang pada A. fauntleroyi adalah sekitar 20%. Mereka juga
namun kemudian dapat gagal akibat hujan tidak cukup. Biji mengatakan bahwa zone Malpighian berbeda ketebalannya
lainnya, yaitu biji yang besar dan keras akan berkecambah dalam spesies maupun antarspesies. Penghalang kedua
dalam waktu yang panjang saat kelembapan dan penetrasi adalah sel osteosclereid di bawah sel Malpighian dan
oksigen ke dalam testa biji cukup. Biji yang keras akan pembatas ketiga adalah sel parenkim yang dinding selnya
cenderung tetap dorman untuk beberapa waktu sampai lebih tipis.
skarifikasi untuk memecahkan kulit biji cukup. Sifat kulit Kulit biji spesies legum yang keras telah dinyatakan
biji yang keras ini menyebabkan spesies Acacia dapat mempunyai banyak manfaat yaitu memberi kontribusi pada
menggunakan sejumlah kesempatan untuk menumbuhkan akumulasi bank biji tanah persistent dan memelihara biji
anakan dan meyakinkan hadirnya bank biji yang persistent viable dalam tanah pada periode waktu yang panjang. Bank
(Letnic et al., 2000). biji yang persistent menyebarkan perkecambahan dalam
waktu yang panjang, meningkatkan kemungkinan beberapa
Pengaruh Ukuran Biji terhadap Ketebalan Kulit biji akan berkecambah, tumbuh dan menyelesaikan siklus
Biji hidup dengan baik (Bewley dan Black, 1994). Kerasnya kulit
Tidak ada perbedaan yang nyata bentuk sel penyusun biji ini dapat juga dipandang sebagai adaptasi menyebabkan
lapisan kulit biji pada biji yang berbeda ukurannya. tumbuhan dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang
Namun, ketebalan kulit biji berbeda pada biji yang berbeda tidak menguntungkan seperti panas yang disebabkan
ukurannya. Kulit biji lebih tipis pada biji kecil dibanding kebakaran, gigi keras dari hewan penyebar biji, kekeringan
dengan biji besar (Tabel 5). dan kerusakan mekanik. Pada kondisi lingkungan yang
Bagian terluar dari kulit biji A. fauntleroyi adalah sulit diprediksi seperti pada daerah beriklim kering,
kutikula. Lapisan kutikula ini hilang saat biji dipanasi perkecambahan sering merupakan peristiwa yang berisiko
160 Pengaruh Variasi Ukuran Biji terhadap Perkecambahan
tinggi dan mempunyai kulit biji yang keras akan mengurangi Griffin AR, 1972. The effect of seed size, germination time and
risiko perkecambahan tersebut. growing density on seedling development in radiata pine.
Australian Forest Research 5: 25–60.
Herranz JM, Ferrandis P, and Martinez-Sanchez JJ, 1998. Influence
UCAPAN TERIMA KASIH
of heat on seed germination of seven Mediterranean
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Christina Leguminosae species. Plant Ecology 136: 95–103.
Cox (Mulga Research Centre Curtin University) atas saran- Howe HF, and Richter WM, 1982. Effect of seed size on seedling
sarannya selama penelitian dilakukan. Ucapan terima size in Virola surinamensis: a within and between tree
analysis. Ecologia 53: 347–51.
kasih juga disampaikan kepada Peter Mioduszewski, Ian
Letnic M, Dickman CR, and McNaught G, 2000. Bet-hedging
Ambercombie dan Lydia Kupsky (teknisi Lab Environmental
and germination in the Australian arid zone shrub Acacia
Biology Curtin University of Technology W. Australia) atas ligulata. Austral Ecology 25: 368–74.
bantuannya dalam mempersiapkan alat dan bahan selama Preece PB, 1971. Contributions to the biology of Mulga. II.
penelitian dilakukan. Germination. Australian Journal of Botany 19: 39–49.
Seiwa K, 2000. Effects of seed size and emergence time on
KEPUSTAKAAN tree seedling establishment: importance of development
constraints. Oecologia 123: 208–15.
Auld TD, and O’Connell MA, 1991. Predicting patterns of Shea SR, McCormick J, and Portlock CC, 1979. The effect of
post-fire germination in 35 eastern Australian Fabaceae. fires on regeneration of leguminous species in the Northern
Australian Journal of Ecology 16: 53–70. Jarrah (Eucalyptus marginata Sm.) forest of Western
Bewley JD, and Black M, 1994. Seeds: Physiology of Australia. Australian Journal of Ecology 4: 195–205.
Development and Germination. New York: Plenum Press. Simons AM, and Johnston MO, 2000. Variation in seed traits
Bonfil C, 1998. The effect of seed size, cotyledon reserves, and of Lobelia inflata (Campanulaceae): Sources and fitness
herbivory on seedling survival and growth in Quercus consequences. American Journal of Botany 87: 124–32.
rugosa and Q. laurina (Fagaceae). American Journal of Susko DJ, and Lavett-Doust LL, 2000. Pattern of seed mass
Botany 85: 79–87. variation and their effects on seedling traits in Alliaria
Cox JR, Alba-Avila A, Rice RW, and Cox JN, 1993. Biological petiolata (Brassicaceae). The American Journal of Botany
and physical factors influencing Acacia constricta and 87: 56–66.
Prosopis volutina establishment in the Sonoran Dessert. Tripathi RS, and Khan MC, 1990. Effect of seed weight and
Journal Range Management 46: 43–8. microcyte characteristics on germination and seedling
Danthu P, Ndongo M, Diaou M, Thiam O, Sarr A, Dedhiou B, fitness in two species of Quercus in subtropical wet hill
and Vall AOM, 2002. Impact of bush fire on germination forest. Oikos 57: 289–96.
of some West African acacias. Forest Ecology and Vaughton G, and Ramsey M, 2001. Relationship between seed
Management 5862: 1–10. mass, seed nutrients, and seedling growth in Banksia
Doran JC, Turnbull JW, Boland DJ, and Gun BV, 1983. Hand cunninghamii (Proteaceae). International Journal of Plant
book on seeds of dry-zone acacias. FAO. Rome. Science 162: 599–606.
Dunlop JR, and Barnett JP, 1983. Influence of seed size on Weller SG, 1985. Establishment of Lithospermum caroliniensis
germination and early development of loblolly pine on sand dunes: The role of nutlets mass. Ecology
(Pinus taeda L) germination. Canadian Journal of Forest 66: 1893–901.
Research 13: 40–4. Westoby M, Jurado E, and Leisman M, 1992. Comparative
Gill AM, 1975. Fire and the Australian flora: A Review. evolutionary ecology of seed size. Trends in Ecology and
Australian Forestry 38: 4–25. Evolution 7: 368–72.
Glossop BL, 1980. Germination responses of thirteen Wulff RD, 1986. Seed size variation in Desmodium
legume species to boiling. Alcoa of Australia Limited paniculatum. 1. Factors affecting seed size. Journal of
Environmental Research Bulletin. No. 5: 1–8. Ecology 74: 87–91.