TQM and Benchmarking

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAJN

A. LATAR BELAKANG
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada
kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan
ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan
memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusianya) dan
masyarakat TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan
yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus
menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi.
Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan
harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi
untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan
kepada pelanggan (output). Total Quality Mangement sebagaimana diungkapkan
oleh Ishikawa, diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam
falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan. Definisi lainnya
diungkapkan oleh Santoso, ia menyatakan bahwa TQM merupakan sistem
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.
Benchmarking adalah suatu proses Studi Banding dan mengukur suatu
kegiatan perusahaan/organisasi terhadap proses operasi yang terbaik dikelasnya
sebagai inspirasi dalam meningkatkan kinerja (performance) perusahaan/organisasi
Selain itu benchmarking di sebut juga Patok Duga yang dapat mendorong
perusahaan/ organisasi untuk menyiapkan suatu dasar untuk membangun rencana
operasional praktek terbaik perusahaan dan menganjurkan meningkatkan perbaikan
bagi seluruh komponen lingkungan perusahaan/organisasi Benchmarking dapat
diartikan sebagai metode sistematis untuk mengidentifikasi, memahami, dan secara
kreatif mengembangkan proses, produk, layanan, untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Merurut Gregory H Watson, Benchmarking adalah pencarian secara
berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang
mengarah pada kinerja kompetitif unggul. Penerapan benchmarking mempunyai
tujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dengan memperbaiki kinerja

1
usaha, meningkatkan produktivitas, memperbaiki mutu produk dan pelayanan dan
sebagainya, dengan menggunakan kinerja pesaing utama atau perusahaan terkenal
lainnya sebagai pembanding.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan mengenai
rumusan masalah sebagai berikut:
 Bagaimana perkembangan singkat dari Total Quality Mangement?
 Bagaimana karakteristik dari Total Quality Mangement?
 Bagaimana perkembangan benchmarking?
 Bagaimana karakteristik dari benchmarking?

C. BATASAN MASALAH
Makalah ini hanya terbatas pada pembahasan Total Quality Mangement dan
Benchmarking

D. MANFAAT
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
manfaatnya adalah:
 Untuk mengetahui bagaimana perkermbangan singkat dari Total
Quality Mangement
 Untuk mengetahui karakteristik dari Total Quality Mangement
 Memaparkan perkembangan dari benchmarking di dunia pada
perusahaan
 Menjelaskan karakteristk dari benchmarking menurut para ahli

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian TQM (Total Quality Management)
TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas
dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan
ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan
memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusia) dan
masyarakat TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan
yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus
menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM
memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan),
mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang
atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).
Total Quality Management sebagaimana diungkapkan oleh Ishikawa,
diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah
holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan
pengertian serta kepuasan pelanggan. Definisi lain diungkapkan oleh Santoso, ia
menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi. Total Quality Management (TQM)
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus terhadap
produk jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungannya. Sebab, berdasarkan
TQM, tolok ukur keberhasilan usaha bertumpu pada kepuasan pelanggan atas
barang atau jasa yang diterimanya. Untuk memudahkan pemahaman, maka
pengertian TQM dapat dikemukakan sebagai berikut: "Total Quality Managemen
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.”

B. Sejarah Perkembangan TQM


Evolusi gerakan Total Quality Management (TQM) dimulai dari masa studi
waktu dan gerak oleh bapak manajemen ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920,

3
dengan mengangkat aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu
adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. TQM semula berasal dari
Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian
berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan
keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan
pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.
Soewarso Hardjosoedarmo mengungkapkan; hingga kini masih banyak
pembahasan tentang sejarah TQM yang hanya satu dimensional. Dalam hal ini
banyak pembahasan yang hanya mengungkapkan pengalaman di Jepang pada awal-
awal tahun sesudah PD II, di mana para guru bidang kualitas, Edwards Deming dan
Joseph Juran mengajarkan teorinya guna membangun kembali industri Jepang,
yang telah hancur. Ajaran tersebut disampaikan kepada perusahaan-perusahaan
manufaktur Jepang. Ajaran para guru kualitas tersebut dapat dipandang sebagai
landasan atau basic TQM.
Landasan TQM adalah Statistical Process Control (SPC) yang merupakan model
manajemen manufactur, yang pertama diperkenalkan oleh Edward Deming dan
Joseph Juran sesudah PD II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali
infrastruktur negaranya. Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga
kemudian dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa
TQM terus mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami
diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufactur, industri jasa, kesehatan, dan
dewasa ini juga di bidang pendidikan. Oleh karena itu mengikuti ajaran Deming,
Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan TQM memang perlu, tetapi
belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi, maka untuk menghayati
state of the art TQM perlu diketahui juga kontribusi bidang manajemen dan
organizational effectiveness dalam membangun TQM sebagai dimensi yang lain.
Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut
sebagai akar TQM, antara lain terdiri dari group dynamics, organization
development (OD), sosiotechnical system dan lain-lain. TQM yang dikenal
sekarang ini banyak berbeda tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang
pada tahun 1950-an dan yang pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun

4
1980-an. Penerapan TQM di berbagai bidang membutuhkan kerangka sendiri
dalam manajemen kualitas.

C. Karakteristik Total Quality Management


Berdasarkan definisi-definisi tentang TQM seperti di atas, Goetsch dan
Davis mengungkapkan sepuluh unsur karakteristik Total Quality Management,
sebagai berikut:
1. Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan
driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang
disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar
dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan
dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan
internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi
harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan
demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga
(benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu
dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen
jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar
penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja Sama Team (Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan
hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan
pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

5
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu
di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada
perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat
meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan
faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus
belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar,
setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan
keahlian profesionalnya.
8. Kebebasan Yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal
ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung
jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil,
karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang
timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang
terencana dan terlaksana dengan baik.
9. Kesatuan Tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki
kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan
yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau
kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi
kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi
juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.

D. Prinsip dan Unsur Pokok Dalam TQM

6
Total quality management merupakan suatu konsep yang berupaya
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler
dan Brunell, ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:
1. Kepuasan Pelanggan
Memberikan kepuasan kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dalam segala
aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena
itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para
pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value)
yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan.
Semakin tinggi nilai yang diberikan, semakin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang berkelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang unik. Dengan demikian,
karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu,
setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta, setiap keputusan didasarkan pada
data, dengan mengacu pada konsep prioritisasi (prioritization) dan variasi
(variation), dan bukan sekedar pada perasaan (feeling).
4. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis
dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini
adalah siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act), yang terdiri dari langkah-langkah
perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan
tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

E. Alat-Alat TQM
Ada beberapa alat yang digunakan untuk mencapai TQM, yaitu:
1. Curah pendapat (Sumbang Saran) –Brainstorming

7
Curah pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain
untuk menentukan sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau
merencanakan langkah- langkah suatu proyek.
2. Diagram alur (Bagan Arus Proses)
Bagan arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan,
antara lain untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan
analisis, diskusi, atau komunikasi dan menemukan wilayah-wilayah perbaikan
dalam proses.
3. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah dengan kerangka Strengths (kekuatan), Weaknesses
(kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman).
4. Ranking Preferensi
Alat ini merupakan suatu alat interpretasi yang dapat digunakan untuk memilih
gagasan dan pemecahan masalah di antara beberapa alternatif.
5. Analisis Tulang Ikan
Analisis tulang ikan (juga dikenal sebagai diagram sebab-akibat) merupakan
alat analisis, antara lain untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari
suatu masalah dan menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam suatu
proses.
6. Penilaian Kritis
Penilaian kritis adalah alat bantu analisis yang dapat digunakan untuk
memeriksa setiap proses manufaktur, perakitan, atau jasa. Alat ini membantu
kita untuk memikirkan apakah proses itu memang dibutuhkan, tepat, dan
apakah ada alternatif yang lebih baik.
7. Benchmarking
Benchmarking adalah proses pengumpulan dan analisis data dari organisasi kita
dan dibandingkan dengan keadaan di dalam organisasi lain. Hasil dari proses
ini akan menjadi patokan untuk memperbaiki organisasi kita secara terus
menerus. Tujuan benchmarking adalah bagaimana organisasi kita bisa
dikembangkan sehingga menjadi yang terbaik.

8
8. Diagram Analisa Medan Daya (bidang kekuatan)
Diagram medan daya merupakan suatu alat analisis yang dapat digunakan,
antara lain untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam mencapai suatu
sasaran dan mengidentifikasi berbagai.

F. Definisi Benchmarking
Beberapa sumber juga menyebutkan defenisi dari benchmarking itu adalah:
Benchmarking dipadankan dengan Patok Duga. Secara singkat ia dapat diartikan
sebagai “process that compares your business activities to similar
companies”(www.bhpinfosolutions.co.uk). Maksudnya, sebuah perusahaan akan
‘mematok’ perusahaan lain yang mereka anggap sebagai pesaing terberat, lalu bila
dibandingkan, ‘menduga’ perusahaan mereka berada pada posisi apa (Tjiptono &
Diana, 2003: 232). Istilah benchmarking selanjutnya dapat didefinisikan dengan
berbagai pengertian, seperti halnya:
Ensiklopedi Wikipedia mendefinisikannya dengan “The process of
comparing the cost, cycle time, productivity, or quality of a specific process
or method to another that is widely considered to be an industry standard
or best practice” (http://en.wikipedia.org/wiki/Benchmarking).
David Kearns (CEO dari Xerox) menyatakan bahwa benchmarking
adalah suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata
cara kita terhadap pesaing kita yang terkuat atau badan usaha lain yang
dikenal sebagai yang terbaik.
Goetsch dan Davis mendefinisikannya sebagai proses pembanding
dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka
yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri
(Tjiptono & Diana, 2003: 232-233; Yamit, 2002: 134).
Berbagai pengertian diatas jika dicermati memiliki banyak persamaan,
yakni bahwa tujuan utama patok duga adalah untuk menemukan kunci atau rahasia
sukses dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya agar dapat diterapkan
pada perusahan yang melaksanakan patok duga tersebut. Benchmarking merupakan
proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus menerus, dan terbuka.
Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan secara diam-diam,

9
kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam
dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan
mentah-mentah. Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling
hebat untuk membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini
dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling
menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan. Dari berbagai
definisi diatas menurut Tjiptono (2003: 234) juga dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
 Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagaimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lainnya.
 Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari
perusahan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk
dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik,
pemasaran, dan lain-lain.
 Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan
praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering,
analisis pesaing, dll.
Kegiatan patok duga perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman
dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis. Dalam melakukan patok
duga (Tjiptono & Diana, 2003: 234), terdapat 4 cara yang biasa digunakan, yakni:
 Riset in-house. Cara ini dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap
informasi perusahan sendiri maupun informasi yang ada di publik.
Perusahaan hanya mencari informasi mengenai hasil kinerja perusahaan lain
baik fungsi maupun prosesnya.
 Riset pihak ketiga. Cara yang ditempuh adalah dengan membiayai kegiatan
patok duga yang akan dilakukan perusahaan surveyor. Biasaya pihak ketiga
ini melakukan patok duga untuk informasi yang sulit di dapat dari pesaing
bisnis. Selain itu dapat pula diselenggarakan forum diskusi panel untuk

10
memeperoleh masukan yang luas dan banyak misalnya tentang keinginan
pelanggan.
 Pertukaran langsung. Pertukaran ini dilakukan untuk mengawali kunjungan
langsung, dan hal tersebut dilaksanakan melalui kuesioner, survey melalui
telepon, dan lainnya.
 Kunjungan langsung. Cara keempat berupa kunjungan ke lokasi mitra patok
duga. Cara yang dianggap paling efektif ini, dilakukan dengan wawancara
dan tukar informasi.

G. Sejarah Benchmarking
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking
berkembang di bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an, banyak pengusaha
Jepang mengunjungi beberapa perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka adalah berusaha mendapatkan dua masukan,
yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik baik. Masukan itu dikemas dalam
bentuk perjanjian kerja. Dari tahun 1952 hingga tahun 1984 tidak kurang dari
42.000 perjanjian kerja telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian itu berkisar
tentang alih teknologi terbaik dan “segala sesuatu” (know-how) yang dimiliki
negara barat. Jepang menggunakan proses “mengambil dan memanfaatkan” untuk
kemajuan industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah menyamai
industri- industri barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan teknologi barat
untuk melakukan benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri, merupakan bukti
reputasi mereka di dalam kancah perdagangan.
Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan
menjadi trend dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja
perusahaan pada tahun 1990-an. Bahkan pada tahun 1990 separuh dari perusahaan-
perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 menggunakan teknik benchmarking.
Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan
membandingkan produk barang dan jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya
terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang
dianggap unggul dalam bidang tersebut. Benchmarking sebagai tolak ukur dalam
suatu perusahaan. Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam

11
manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit atau bagian atau
organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau
kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal
maupun eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh
gambaran dalam (insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat
mengadopsi best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan
Hal yang sangat penting dan bernilai manfaat tinggi dalam benchmarking
adalah bahwa dengan aktivitas ini memungkinkan korporasi untuk melihat jauh ke
depan melampaui paradigma berfikir terkait dengan kinerja proses bisnis. Dengan
melakukan benchmark terhadap perusahaan lain, korporasi dapat secara nyata
meningkatkan kesesuaian solusi masa depan terhadap permasalahan saat ini.
Dengan proses benchmark, korporasi dapat melakukan loncatan kuantum dalam
kinerja dengan terjadinya penurunan waktu siklus belajar dan penetapan tujuan
manajemen yang baru berdasar pada pengalaman dan praktek baik yang ada pada
perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam bidangnya. Benchmarking adalah
alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi antar partner untuk berbagi
informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi praktek inovatif
dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan dapat ditemukan dan diterapkan
praktek terbaik yang mempercepat laju perbaikan dengan memberikan model nyata
dan merealisasikan perbaikan tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong
proses yang bersifat positif, proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan
operasi organisasi. Dengan benchmarking, korporasi melakukan pengukuran
produk, layanan, dan praktek bisnisnya dengan membandingkan terhadap pesaing
utama maupun korporasi yang diakui sebagai pemimpin dalam bisnisnya. Untuk
dapat meningkatkan kinerjanya, korporasi perlu secara terus menerus mencari ide
baru melalui metode, praktek, proses dengan mengadopsi fitur-fitur terbaik
korporasi lain untuk menjadi best of the best.

H. Metode Benchmarking
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang
paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang
diperkenalkan oleh Robert Camp, dalam bukunya The search for industry best

12
practices that lead to superior performance. Productivity Press .1989. Langkah
metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bisa
diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses,
fungsi, output dsb.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha
serupa. Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover
karyawan sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis
yang memiliki informasi turnover karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah
finansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang
dilakukan. Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk
mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang
diidentifikasi di langkah awal.
5. Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci
praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam
suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan
metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja
dan laksanakan program aksi untuk implementasinya.

I. Manfaat Benchmarking
 Memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis
 Memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan
 Menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik
 Mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah
membandingkan daya saing.
 Memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan
pembelajaran

13
Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan
menjadi (Ross, 1994 pp.239-240) :
 Perubahan Budaya, Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target
kinerja baru yang realisitis berperan menyakinkan setiap orang dalam
organisasi dan kredibilitas target.
 Perbaikan Kinerja Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap
tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki.
 Peningkatan kemampuan sumber daya manusia memberikan dasar bagi
pelatihan Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan
dengan apa yang dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Keterlibatan
karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan
mengalami peningkatan kemampuan dan keterampilan
Untuk dapat melakukan benchmarking yang berhasil, manajemen hendaknya
memahami terlebih dahulu proses-proses yang dimiliki. Beberapa hal yang penting
diperhatikan adalah:
 Manajemen melakukan pemetaan proses untuk mendefinisikan proses yang
ada, termasuk top-down flowcharts, wall maps, product process maps atau
value- added flow analysis,
 Mengidentifikasi harapan pelanggan terhadap proses yang dimiliki dengan
cara mereviu pengukuran kinerja proses yang ada dibandingkan dengan
harapan pelanggan,
 Mendefinisikan kinerja proses,
 Menggunakan teknik analisis tertentu untuk memahami sebab-sebab
inefisiensi dalam proses (beberapa teknik seperti cause-effect diagram,
pareto diagram, dan control charts,
 Mengidentifikasi target benchmark berbasis analisis kinerja pesaing, dan
harapan pelanggan.

J. Dasar Pemikiran Perlunya Benchmarking


Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan
“fisik” dan “mental” pelakunya. Secara “fisik” , karena dibutuhkan kesiapan

14
sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking
secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak manajemen
perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata
mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka
kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang
positif dan saling menguntungkan.
Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah
mengemukakan konsep benchmarking dalam bentuk “sederhana”. Konsep yang
diajukan dengan bahasa Jawa itu, adalah 3N, yaitu:
 Niteni ‘memperhatikan dengan seksama
 Niru ‘mencontoh/memanfaatkan
 Nambahi ‘mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar
memindahkan sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya
kreatif dan inovatif sesuai dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu,
institusi yang dijadikan acuan pembanding akan terdorong untuk melakukan
perbaikan, pengelolaan dan meningkatkan standar mutu Dalam rangka peningkatan
mutu secara berkelanjutan, suatu institusi perlu menetapkan standar baru yang lebih
tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan benchmarking sebagai inspirasi atau cita-cita.
Ada dua jenis benchmarking, yaitu benchmarking internal dan benchmarking
eksternal. Benchmarking internal upaya pembandingan standar antar
bagian/jurusan/fakultas/atau unit institusi. Benchmarking eksternal adalah upaya
pembandingan standar internal institusi terhadap standar eksternal institusi lain.
Selain itu, diperlukan masukan dari hasil monitoring, evaluasi diri, temuan audit
mutu akademik internal, permintaan tindakan koreksi (PTK), dan program
peningkatan mutu sebagai cermin kemampuan diri. Monitoring dilaksanakan untuk
mengamati pelaksanaan standar. Hasil monitoring menginformasikan tentang
pelaksanaan standar, yang mencakup waktu, substansi, dan tahap pelaksanaannya.
Monitoring bermanfaat untuk meluruskan sesegera mungkin bila terjadi
ketidakpatuhan pelaksanaan terhadap rencana atau standar serta mengingatkan bila
ada kelalaian.

15
Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah
proses. Evaluasi diri harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya
(reliability). Di atas dua prinsip di atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi
pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity) dan kejujuran (honesty).
Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi
(perusahan/PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta
peningkatannya pada masa berikutnya. Selain benchmarking dan masukan internal,
diperlukan juga masukan dari stakeholders agar ada relevansi produk dengan
stakeholders. Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh
faktor kepuasan stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan
seseorang/pengguna setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya,
membuat stakeholders mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang
lebih baik. Kepuasan pelanggan pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan
benchmarking pun juga harus dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan
tercapai continuous quality improvement (CQI).

K. Jenis-Jenis Benchmarking
Metode peningkatan kinerja yang dilakukan melalui Benchmark pada umumnya
meliputi pengukuran dan perbandingan kinerja terhadap: Bagaimana melakukan
perbandingannya, Pihak mana yang lebih baik, Mengapa pihak lain lebih baik,
Tindakan apa yang perlu ditingkatkan. Dalam praktek pengukurannya, ada 4 jenis
benchmarking yang dikenal selama ini, yaitu:
 Benchmarking Internal
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasi suatu bagian
dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, seperti kinerja setiap
departemen, divisi, dan cabang.
 Benchmarking kompetitif
Patok duga kompetitif dilakukan dengan mengadakan perbandingan dengan
berbagai pesaing. Faktor yang dibandigkan dapat berupa karakteristik
produk, kinerja, dan fungsi dari produk yang sama yang dihasilkan pesaing
dalam pasar yang sama.

16
 Benchmarking Fungsional
Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan fungsi atau
proses dari perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai industry, seperti
pemrosesan order nasabah
 Benchmarking Generik
Patok duga generik merupakan perbandingan pada proses bisnis
fundamental yang cenderung sama di setiap industri atau perusahaan,
seperti penerimaan pesanan, dan pengembangan strategi. Dalam hal-hal
tersebut dapat diadakan patok duga meskipun perusahaan itu berada di
bidang industry yang berbeda.
Benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk mengidentifikasi,
memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses, produk, layanan, untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Manfaat bagi perusahaan dengan
mengembangkan benchmarking, antara lain:
 Untuk menetapkan sasaran yang menantang dan realistis
 Untuk menentukan bagaimana sasaran dapat dicapai
 Perlunya adanya terobosan peningkatan dalam organisasi
 Perlunya memperoleh ide-ide baru

L. Evolusi Konsep Benchmarking


Menurut Watson, konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya
lima generasi, yaitu :
 Reverse Engineering Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik
produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing.
Tahap ini tidak melibatkan proses patok duga untuk bisnis, dan cenderung
berorientasi teknis, dengan pendekatan rekayasa produk termasuk
membedah karateristik produk
 Competitive Benchmarking Selain melakukan benchmarking terhadap
karakteristik produk, juga melakukan patok duga terhadap proses yang
memungkinkan produk yang dihasilkan adalah produk unggul. Generasi
kedua ini berlangsung sekitar tahun 1976-1986.

17
 Process Benchmarking Konsep ini tidak hanya membatasi lingkupnya pada
proses bisnis pesaing, tetapi memiliki cakupan yang lebih luas dengan
anggapan dasar bahwa beberapa proses bisnis perusahaan terkemuka yang
sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan
benchmarking.
 Strategic Benchmarking Merupakan suatu proses yang sistematis untuk
mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis dan memperbaiki
kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil
dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis.
Dalam konsep ini dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan arah
strategis jangka panjang.
 Global Benchmarking Generasi ini mencakup semua generasi yang
sebelumnya dengan tambahan bahwa cakupan geografisnya sudah
mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing
global.
Pengklasifikasian menjadi lima generasi tersebut menurut Tjiptono (2003: 237)
tidak berarti bahwa generasi-generasi terdahulu sudah tidak berlaku lagi. Pada
praktiknya, kelima konsep tersebut masih berlaku hingga saat ini.

M. Proses Benchmarking
Proses benchmarking di dalam bisnis harus didasarkan pada konsep 5W2H
yang dikembangkan oleh Alan Robinson. Konsep ini ditujukan untuk menjawab 7
pertanyaa. Lima pertanyaan ini diawali dengan huruf w, yaitu who, what, when,
where dan why) dan sisa kedua pertanyaan diawali dengan huruf h, yaitu how dan
how much. Konsep 5W2H merupakan langkah awal yang baik karena
memfokuskan para partisipan dalam proses benchmarking agar menjadi “mur dan
baut” atau pengintegrasi utama dalam pelaksanaannya. Jika perusahaan inisiator
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada 5W2H tersebut pada akhir
proses benchmarking, maka informasi akan membantu perusahaan, misalnya,
memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya terhadap kepuasaan konsumen. Dr.
Armand V. Feigenbaum dalam Harington dan Harington (1995) memfokuskan
perhatian pada 10 benchmarks yang langsung merupakan upaya perbaikan

18
(improvement effort). 10 benchmarks untuk keberhasilan kualitas (quality success),
adalah :
 Kualitas adalah suatu company-wide process.
 Kualitas adalah apa yang dikatakan oleh pelanggan.
 Kualitas dan biaya adalah suatu penjumlahan, bukan suatu perbedaan.
 Kualitas membutuhkan antusiasme bersama individu dan tim kerja.
 Kualitas adalah suatu way of management.
 Kualitas dan inovasi saling tergantung secara mutual (timbal balik).
 Kualitas adalah suatu etika.
 Kualitas membutuhkan perbaikan terus menerus (continous improvement).
Kualitas adalah paling efektif, least capital intencive route to produktivity.
 Kualitas diimplementasikan dengan suatu sistem total yang dikaitkan
dengan pelanggan (custumers) dan pemasok (suppliers).
Filosofi manajemen perbaikan total (total improvement management)
melalui upaya perbaikan benchmarks yang diajukan oleh Dr. Armand Feigenbaum
yang merupakan Bapak Pengendalian Kualitas Terpadu (father of total quality
control), didukung oleh Dr. Joseph M. Juran, pakar kualitas yang lain, percaya
bahwa suatu usaha perbaikan dikendalikan melalui many small, step by step
improvements, di mana masing-masing memberikan penghematan kepada
perusahaan.
Dr. Joseph M. Juran menggunakan analisis pareto untuk mendefinisikan
beberapa masalah kritis dan menugaskan tim kerja untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang ada dalam perusahaan. Juran mengemukakan apa yang disebut
sebagai the spiral of progress in quality, apa yang dikemukakan Joseph M. Juran
adalah serupa dengan yang dikemukakan oleh Dr. Edward Deming yang terkenal
dengan Roda Deming (Demings Wheel)
Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:
 Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking;
 Identifikasi mitra benchmarking;
 Pengumpulan informasi;
 Analisis; dan
 Implementasi

19
Kemudian oleh Goetsch dan Davis (1994, pp.416-423) diperinci menjadi 14
langkah, yaitu :
 Komiten manajemen
 Basis pada proses perusahaan itu sendiri
 Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses
perusahaan
 Pemilihan proses yang akan di benchmarking
 Pembentukan tim benchmarking
 Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya (best-in-class)
 Pemilihan calon mitra benchmarking best-in-class
 Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking
 Pengumpulan data
 Analisis data dan penentuan gap
 Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesejangan yang ada atau bahkan
mengunggulinya
 Implementasi perubahan
 Pemantauan
 Memperbarui benchmarking; melanjutkan siklus tersebut.
Secara umum tahap-tahap pelaksanaan dalam benchmarking dapat disampaikan
sebagai berikut :
 Merencanakan proses benchmarking dan karakterisasi target yang akan di-
benchmark
 Pengumpulan dan analisis data internal
 Pengumpulan dan analisis data eksternal
 Peningkatan kinerja target benchmarking
 Peningkatan secara berkelanjutan
Adapun tahap-tahap dalam proses transfer atau benchmark adalah:
 Inisiasi–meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai
perlunya untuk mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja
yang efektif dalam sebuah organisasi.

20
 Implementasi–aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber,
hubungan social terjalin, dan upaya-upaya untuk melakukan transfer sudah
lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark
 Ramp-up–dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang
diperoleh, dengan cara mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak
terduga, sehingga kinerja meningkat secara bertahap
 Integrasi–dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan
penggunaan pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses
institusionalisasi `pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh Proses
benchmark bukan menyontek, tetapi membandingkan keberadaan suatu
proses di satu pihak dengan pihak lain yang melakukan proses yang sama.

N. Prasyaratan Benchmarking
 Kemauan dan Komitmen
 Keterkaitan Tujuan Strategik
 Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan
 Keterbukaan Terhadap Ide-Ide
 Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada
 Proses Terdokumentasi, karena :
 Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses harus memiliki
pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan.
 Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran
peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking.
 Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu
organisasi.
 Ketrampilan Analisis Proses
 Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim
 Hambatan–Hambatan Terhadap Kesuksesan Benchmarking Fokus Internal
 Organisasi terlalu berfokus internal dan mengabaikan kenyatan bahwa
proses yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efisiensi yang jauh
lebih tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit.
 Tujuan Benchmarking Terlalu Luas

21
 Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifik dan berorientasi
pada bagaimana (proses), bukan pada apa (hasil)
 Skedul Yang tidak realistis.
 Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses
keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan skedul yang terlampau
lama juga tidak baik, karena mungkin ada yang salah dalam
pelaksanaannnya.
 Komposisi Tim Yang Kurang Tepat Perlu pelibatan terhadap orang-orang
yang berhubungan dan menjalankan proses organisasi sehari-hari dalam
pelaksanaan benchmarking
 Bersedia Menerima “OK-in-Class” Seringkali organisasi bersedia memilih
mitra yang bukan terbaik dalam kelasnya. Hal ini dikarenakan: Yang terbaik
di kelasnya tidak berminat untuk berpartisipasi, Riset mengidentifikasi
mitra yang keliru, Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya
memilih mitra yang lokasinya dekat.
 Penekanan Yang Tidak Tepat Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan
dan jumlah data. Padahal aspek yang paling penting adalah poses itu sendiri.
 Kekurangpekaan Terhadap Mitra Mitra Benchmarking memberikan akses
untuk mengamati prosesnya dan juga menyediakan waktu dan personilnya
kuncinya untuk membantu proses benchmaking kepada organisasi sehingga
mereka harus dihormati dan dihargai
 Dukungan Manajemen Puncak Yang Terbatas. Dukungan total dari
manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai benchmarking, membantu
tahap persiapan dan menjamin tercapainya manfaat yang dijanjikan

O. Kendala
Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung
memakan waktu (time consuming), maka kendala yang terutama dalam melakukan
benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis,
kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya
secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam
penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk

22
belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini
dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh
negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
 Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan
sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang
masing- masing unit.
 Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan
disbanding budaya membagi keahlian.
 Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu
organisasi. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk
melakukan knowledge sharing atau keterampilan
Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
 Kurangnya kepercayaan
 Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
 Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk
menampung ide-ide yang menunjang produktivitas
 Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark.
Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
 Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-
benchmark, atau sindrom “bukan hasil karya unit kami”
 Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan

23
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan “Fisik” dan
“Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan
secara “Mental” Adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila
setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan
yang cukup tinggi. Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh
perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa:
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lainnya.
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari
perusahaan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk
dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik,
pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-
menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang
terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan
praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering,
analisis pesaing, dll
4. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang
berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di-
benchmarking- kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra
yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan
dalam praktik bisnis

24
DAFTAR PUSTAKA

Goetsch, D.L dan Davis, S, 1994. Introduce to Total Quality, Quality,


Productivity, Competitiveness, Englewood Cliffs,NJ, Prentice Hall
International Inc.
Tjiptono, Fandy. 2003, Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset.
Tjiptono, Fandy. 1995, Total Management. Edisi kedua. Yogyakarta: Andi
Offset.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003, Total Quality Management.
Yogyakarta: Andi Offset.
Camp, Robert. 1989. The search for industry best practices that lead to superior
performance. Productivity Press.

25

Anda mungkin juga menyukai