Catatan Lap. Pendahuluan
Catatan Lap. Pendahuluan
Catatan Lap. Pendahuluan
KATA PENGANTAR
Laporan Pendahuluan ini dibuat berdasarkan pada Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor :
PL.102/03/IV/SK-PPP/2018 tanggal 9 April 2018 antara Pejabat Pembuat Komitmen Satuan
Kerja Pembangunan Pelabuhan Patimban dengan PT. Yuchi Kaji Tama, dalam rangka
pelaksanaan Pekerjaan PENYUSUNAN SID DAN DED PEKERJAAN PENGURUKAN
DAN PEMATANGAN LAHAN UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN FASILITAS
PELABUHAN PATIMBAN, TAHUN ANGGARAN 2018.
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 GAMBARAN UMUM DAN KAJIAN STUDI TERDAHULU
BAB 3 KONDISI EKSISTING PELABUHAN PEATIMBAN
BAB 4 TANGGAPAN TERHADAP KAK
BAB 5 METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN
BAB 6 RENCANA KERJA PERENCANAAN PEMATANGAN LAHAN
Laporan ini akan digunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan pekerjaan ini sampai
dengan selesai. Untuk itu diperlukan tanggapan dan saran dari Tim Teknis / Pengawas
Pekerjaan, sehingga dapat diperoleh hasil pekerjaan yang sesuai dengan Kerangka Acuan
Kerja (KAK/TOR) serta dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh Pemberi Tugas.
Kami dari Tim Konsultan menyampaikan banyak terimakasih atas segala bantuan dari pihak
Pemberi Tugas dalam melaksanakan pekerjaan dan penyusunan laporan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. PDRB Provinsi Jawa Barat Tiap Sektor Berdasarkan Harga Konstan 2010 menurut
Lapangan Usaha Tahun 2014 – 2016........................................................................... 2–2
Tabel 3-1. Elevasi Penting Pasang Surut ............................................................................................. 3–4
Tabel 3-2. Tinggi Gelombang Rencana di Pelabuhan Patimban ............................................................ 3–5
Tabel 3-3. Fasilitas Eksisting Pelabuhan Patimban. ............................................................................. 3–5
Tabel 3-4. Tahapan dan Tahun Pengembangan Pelabuhan Patimban ..................................................... 3–1
Tabel 3-5. Rekapitulasi Pengembangan Fasilitas Darat Pelabuhan......................................................... 3–1
Tabel 3-6. Rekapitulasi Pengembangan Backup Area Pelabuhan Patimban. ........................................... 3–3
Tabel 5-1. Ukuran bukaan saringan.................................................................................................. 5–16
Tabel 5-2. Batas penurunan izin (US Army Corps of Engineer) .......................................................... 5–36
Tabel 5-3. Batas beda penurunan izin (US Army Corps of Engineer) ................................................... 5–36
Tabel 6-1. Rencana awal titik soil investigation................................................................................. 6–11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1. Peta Jaringan Transportasi Provinsi Jawa Barat ................................................................ 2–4
Gambar 2-2. Peta Struktur Ruang Provinsi Jawa Barat ......................................................................... 2–4
Gambar 2-3. Peta Pola Ruang Provinsi Jawa Barat .............................................................................. 2–6
Gambar 2-4. Lokasi Pelabuhan Patimban di Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Subang (2011-
2031) ..................................................................................................................... 2–10
Gambar 3-1. Sebaran Blok Pengadaan Lahan di Pelabuhan Patimban .................................................... 3–2
Gambar 3-2. Jalan Akses ke Pelabuhan Patimban dan Gambaran Kondisinya. ........................................ 3–2
Gambar 3-3. Grafik Elevasi Pasang Surut di Lokasi Pelabuhan Patimban .............................................. 3–3
Gambar 3-4. Windrose Pelabuhan Patimban (Data Angin Tahun 2004-2015) ......................................... 3–4
Gambar 3-5. Waverose di Pelabuhan Patimban ................................................................................... 3–5
Gambar 3-6. Peta Eksisting Pelabuhan Patimban ................................................................................ 3–7
Gambar 4-1. Peta Lokasi .................................................................................................................. 4–5
Gambar 5-1. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan ................................................................................. 5–8
Gambar 5-2. Ilustrasi Mekanisme Uji SPT ........................................................................................ 5–12
Gambar 5-3. Ilustrasi alat CPT Yang Digunakan ............................................................................... 5–13
Gambar 5-4. Ilustrasi Alat Cassagrande Dan Grafik Analisa Batas Cair LL .......................................... 5–15
Gambar 5-5. Ilustrasi Grafik Distribusi Ukuran Butir ......................................................................... 5–17
Gambar 5-6. Ilustrasi Grafik Beban VS Penurunan dan Akar Waktu VS Penurunan .............................. 5–18
Gambar 5-7. Ilustrasi alat Unconfined Compression dan grafik hasil pengujian .................................... 5–19
Gambar 5-8. Ilustrasi Grafik Mohr-Coulomb .................................................................................... 5–19
Gambar 5-9. Ilustrasi Alat Triaxial .................................................................................................. 5–20
Gambar 5-10. Ilustrasi grafik Mohr-Coulomb hasil uji Triaxial CU ..................................................... 5–20
Gambar 5-11. Ilustrasi Pengujian Permeabilitas Menggunakan Metode Constant Head Dan Falling
Head ...................................................................................................................... 5–22
Gambar 5-12. Ilustrasi Gaya-Gaya Pada Analisa Stabilitas Geser Dan Guling Pada Arah x dan y ........... 5–26
Gambar 5-13. Grafik hubungan Su dan Faktor Adhesi ....................................................................... 5–27
Gambar 5-14. Grafik hubungan Su dan faktor adhesi ......................................................................... 5–28
Gambar 5-15. Pemodelan Winkler untuk tanah dengan beban lateral ................................................... 5–31
Gambar 5-16. Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Tipe End Bearing ......................................... 5–32
Gambar 5-17. Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Granular ............................ 5–33
Gambar 5-18. Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Kohesif ............................. 5–33
Gambar 5-19. Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Kohesif ............................. 5–34
Gambar 5-20. Berbagai Jenis Keruntuahn Berdsaarkan Bidang Geraknya ............................................ 5–37
Gambar 5-21. Hubungan Tegangan – Regangan Pada Pemodelan PLAXIS .......................................... 5–41
Gambar 6-1. Dokumentasi survey Instansional.................................................................................... 6–6
Gambar 6-2. Rencana Pengembangan Backup Area............................................................................. 6–7
Gambar 6-3. Rekomendasi material galian menurut USCS soil classification ......................................... 6–8
Gambar 6.4. Lokasi Penyedia Material Timbunan ............................................................................... 6–9
BAB 1.
PENDAHULUAN
Salah satu pelabuhan yang menjadi proyek strategis pemerintah untuk mendukung
aksesibilitas kegiatan ekonomi adalah Pelabuhan Patimban. Pelabuhan Patimban terletak
di Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Tujuan dibangunnya Pelabuhan Patimban sebagai perwujudan dari Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 -2025 antara lain sebagai
berikut:
5. Menjamin keselamatan pelayaran dan area eksplorasi migas di kawasan lepas pantai
Utara Jawa Barat.
Penentuan lokasi kawasan patimban di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat sebagai
Proyek Strategis Nasional tertuang dalam kebijakan pemerintah pusat melalui Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016. Untuk target kapasitas kapal
maksimum yang dapat sandar di Pelabuhan Patimban adalah Ultra - Large Container Ships
(ULCS) seperti kapal Maersk E class bobot 165.000 DWT, 15.500 TEUs, panjang kapal 398
meter, kebutuhan kedalaman kolam perairan 17 meter, dan radius putar yaitu sekitar 4 km.
1. Area perairan pelabuhan untuk menampung kegiatan utama dan menjadi fasilitas pokok
lahan sisi darat yang meliputi : terminal petikemas, terminal kendaraan dan terminal
kapal RoRo dengan berbagai utilitas yang diperlukan untuk dapat mengakomodir kapal
ULCS. Area ini rencananya akan dibangun dengan cara mengurug lahan seluas 301
Ha;
2. Back up area untuk kegiatan penunjang pelabuhan, dibangun di atas lahan seluas 250
Ha dengan cara pembebasan lahan daratan yang peruntukannya saat ini berupa
tegalan, tambak ikan, dan sebagian kecil sebagai pemukiman penduduk;
3. Jalan akses di jalan pantai utara menuju Pelabuhan Patimban sepanjang 5 km. Lebar
lahan seluas 30 meter telah dibebaskan oleh Pemerintah Kabupaten Subang untuk
pengembangan pelabuhan lokal sebelum Pelabuhan Patimban diusulkan menjadi
Pelabuhan Internasional. Total rencana lahan sebagai jalan akses pelabuhan yaitu
±15,79 Ha;
1.2.1. Maksud
Pekerjaan Survei Investigasi dan Desain dimaksudkan untuk mengetahui potensi ekonomi
wilayah, profil dan sifat-sifat tanah di lokasi kajian dalam rangka pembuatan desain
konstruksi urugan dan pematangan lahan secara efisien sesuai persyaratan teknis dalam
suatu tata letak yang nantinya akan menunjang operasional pelayaran.
1.2.2. Tujuan
Tujuan dari pekerjaan ini adalah
2. Mengetahui struktur dan jenis tiap lapisan tanah di bawah permukaan sebagai dasar
perhitungan daya dukung tanah terhadap konstruksi yang akan dibangun di atasnya.
1.2.3. Hasil
Hasil pekerjaan survei pendahuluan dan penyusunan site plan backup area dilaporkan
secara tertulis kepada Pengguna Jasa dalam bentuk buku yang dijilid dengan baik dan
disusun secara sistematis beserta softcopy-nya dimasukkan dalam perangkat USB
Flashdrive:
c. Draft Laporan Akhir (Draft Final Report : Draft Final Desain dan Draft Final Survei)
• Persiapan perencanaan seperti mengumpulkan data dan informasi lapangan yang ada
termasuk melakukan pengukuran site plan;
• Jalan akses menuju lokasi pelabuhan atau kemungkinan pembangunan jalan akses di
masa mendatang;
• Survey quarry material untuk material timbunan yang akandigunakan, material batu
untuk revetment meliputi lokasi quarry, mutu material, perijinan untuk pengambilan
material. Informasi yang terhimpun harus dapat memberikan data antara lain :
➢ Kualitas material;
➢ Untuk quarry material yang berada di laut, harus memperlihatkan kedalaman dasar
laut dimana quarry berada.
• Analisa daya dukung (bearing capacity) untuk pondasi dangkal dan/atau pondasi
dalam;
Kegiatan yang dilakukan pada saat survei penyelidikan tanah antara lain :
• Boring darat : 15 titik (lokasi titik boring ditentukan dalam rapat evaluasi dan dapat
berubah sesuai dengan kondisi lapangan);
• Sondir darat : 20 titik (titik sondir dilakukan sesuai dengan rencana tata letak fasilitas
pelabuhan pada area darat yang memerlukan daya dukung tanah seperti :
• Urugan tanah
Urugan tanah adalah yang dipadatkan dan distabilisasi dengan talud pasangan batu
ataupun dengan metode retaining wall lainnya yang lebih tepat. Dalam perencanaan
urugan tanah, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :
➢ Desain elevasi urugan tanah harus sama dengan elevasi rencana dermaga;
➢ Konstruksi talud agar disesuaikan dengan kondisi tanah dan pasang surut;
➢ Urugan tanah agar dilengkapi dengan pipa drainase untuk sirkulasi air di dalam
urugan;
➢ Pada area rencana urugan, dilakukan penyelidikan tanah (sondir dan boring) untuk
mengetahui karakteristik tanah;
➢ Pada kondisi tanah yang lunak, konstruksi urugan agar diperkuat dengan anyaman
bambu dan cerucuk dolken dengan ukuran diameter cerucuk dan jarak antar
cerucuk yang disesuaikan dengan data penyilidakan tanah dan analisa
perhitungan kestabilan lereng. Ataupun menggunakan metode perbaikan tanah
yang dianggap lebih efektif dan efisien.
• Rencana konstruksi urugan tanah harus mengacu pada standar yang berlaku seperti
➢ Technical Standard and Commenteries for Port and Harbour Facilities in Japan,
The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2010;
➢ Metode pengujian CBR lapangan SNI 03-1738-1989;
➢ Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah, SNI DT-91-0006-2007;
➢ Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi, SNI DT-91-0007-2007.
Bab 1 : Pendahuluan
Berisikan : kondisi dan situasi pelabuhan Patimban baik sisi daratan maupun
sisi perairan, termasuk rencana pengembangan.
BAB 2.
GAMBARAN UMUM DAN KAJIAN STUDI
TERDAHULU
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 35.377,76 km2 dan garis
pantai sepanjang 755,829 km. Secara administratif, pada tahun 2016 Provinsi Jawa Barat
terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota, sedangkan jumlah kecamatan 627, daerah perkotaan
2.671 dan 3.291 perdesaan.
Jumlah penduduk pada tahun 2016 di Jawa Barat mencapai 47,38 juta jiwa, dengan rata-
rata per rumah tangga 4 anggota. Rata - rata penduduk di Jawa Barat lebih banyak laki laki
dibandingkan dengan perempuan, dengan sex ratio 102,75. Sex ratio tertinggi adalah
Kabupaten Indramayu 106,43; disusul oleh Kabupaten Cianjur sebesar 106,11. Diantara
Kabupaten / Kota se Jawa Barat kepadatan penduduk tertinggi adalah kota Bandung yaitu
sebesar 15.127 orang/km2 dan terendah di kabupaten Pangandaran 391 orang/km2.
Gambar 2-1.
Peta Jaringan Transportasi Provinsi Jawa Barat
Gambar 2-2.
Peta Struktur Ruang Provinsi Jawa Barat
(Sumber: Perda Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009-2029.)
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan peta struktur ruang Provinsi Jawa Barat berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009-2029. Pada Peta Pola Ruang Provinsi Jawa Barat diketahui bahwa
di daerah pesisir pantai Desa Patimban termasuk ke dalam area permukiman perdesaan.
Gambar 2-3.
Peta Pola Ruang Provinsi Jawa Barat
(Sumber: Perda Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009-2029.)
Dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Pelabuhan Patimban belum
terdapat dalam Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi Jawa Barat sebagai pelabuhan
internasional. Sesuai dengan surat Rekomendasi Gubernur Jawa Barat Nomor
550/5917/dishub tanggal 16 Desember 2016 perihal Rekomendasi untuk Penerbitan
Penetapan Lokasi Pelabuhan Patimban di Daerah Kabupaten Subang dan Rekomendasi
Kesesuaian Tata Ruang untuk Penetapan RIP Patimban, bahwa rencana pembangunan
Pelabuhan Patimban akan diintegrasikan dengan rencana Pembangunan Daerah dan akan
dicantumkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat melalui mekanisme
revisi Perda Provinsi Jawa barat No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Adapun batas-batas wilayah dengan Kabupaten yang berdekatan letaknya secara geografis
adalah sebagai berikut:
Sebagai bagian dari provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang memiliki karakteristik fisik dan
klimatologi yang serupa dengan Provinsi Jawa Barat. Luas Wilayah Kabupaten Subang
adalah 2.3051,76 km2 atau 6.34% dari luas Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2013 nampak ada upaya perbaikan permukaan jalan rigid/beton, sehingga jalan
dengan permukaan rigid/beton bertambah menjadi sebesar 8,34 persen, jalan dengan
permukaan diperkeras tetap 4,06 persen. Sedangkan jalan dengan kualitas aspal sebesar
86,64 persen dan sisanya merupakan jalan tanah.
Sesuai dengan Perda Kabupaten Subang maka diketahui bahwa Pelabuhan Patimban
masih direncanakan sebagai Pelabuhan Pengumpan. Sesuai dengan surat Rekomendasi
Gubernur Bupati Subang Nomor 551.43/1688/Bapp, tanggal 25 November 2016 perihal
Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan (RIP)
Patimban, bahwa saat ini terhadap Peraturan Daerah RTRW tersebut telah dilakukan
peninjauan kembali sebagai bagian dari tahapan revisi untuk merubah peruntukan kawasan
Pelabuhan Pengumpan menjadi Pelabuhan Utama.
Gambar 2-4.
Lokasi Pelabuhan Patimban di Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Subang (2011-2031)
(Sumber Gambar: Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2014 mengenai
Rencana Rata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Subang Tahun 2011 - 2031)
BAB 3.
KONDISI EKSISTING PELABUHAN PATIMBAN
Penyelenggara pelabuhan terdekat dari rencana Pelabuhan Utama Patimban adalah Unit
Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Pamanukan. Sesuai Peraturan Menteri
Perhubungan nomor PM 130 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III
Pamanukan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat mempunyai wilayah kerja sebagai
berikut ini:
1. Wilayah kerja Blanakan
2. Wilayah kerja Mayangan
3. Wilayah kerja Muara Ciasem
4. Wilayah kerja Patimban
5. Wilayah kerja Ciparage
6. Wilayah kerja Sungai Buntu
7. Wilayah kerja Muara Bendera
8. Wilayah kerja Muara Gembong
9. Wilayah kerja Muara Tawar
Jalan akses rencana ke Pelabuhan Patimban tidak akan melewati jalan eksisting. Lokasi
jalan rencana Pelabuhan Patimban dari jalan eksisting berada 1 (satu) kilometer di sebelah
barat jalan eksisting saat ini.
Berikut ini adalah besar tunggang pasang surut di lokasi Pelabuhan Patimban.
Tabel 3-1.
Elevasi Penting Pasang Surut
Elevasi Pasang Surut
Elevasi Penting Pasang Surut
pada LWS (cm)
Highest Water Spring (HWS) 148.37
Mean High Water Spring (MHWS) 127.61
Mean High Water Level (MHWL) 111.3
Mean Sea Level (MSL) 83.17
Mean Low Water Level (MLWL) 57.58
Mean Low Water Spring (MLWS) 25.8
Lowest Water Spring (LWS) 0
Tunggang Pasut 148.37
Sumber: Rencana Induk Pelabuhan Patimban, 2016
Kondisi gelombang pada lokasi dapat dilihat dengan menggunakan metode hindcasting.
Hasil hindcasting maka bisa dihasilkan waverose pada lokasi studi. Waverose ditunjukkan
pada gambar dibawah ini.
Gambar 3-5.
Waverose di Pelabuhan Patimban
Causeway 356 m x 8 m
Trestle 573 m x 8 m
Gambaran pelabuhan eksisting Patimban diperlihatkan pada Gambar 3.9. Layout eksisting
dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Tabel 3-4.
Tahapan dan Tahun Pengembangan Pelabuhan Patimban
Tahapan
Tahapan Konstruksi Tahun Pengembangan
Pengembangan
Tahap I Fase 1 2017 - 2019
Jangka Pendek
Tahap I Fase 2 2020 - 2021
Jangka Menengah Tahap II 2022 - 2026
Jangka Panjang Tahap III 2027 - 2036
Sumber: Rencana Induk Pelabuhan Patimban, 2016
Tabel 3-5.
Rekapitulasi Pengembangan Fasilitas Darat Pelabuhan
Jangka Jangka
Jangka Pendek
Menengah Panjang
Uraian
Tahap I-1 Tahap I-2 Tahap II Tahap III
(2017-2019) (2020-2021) (2022-2026) (2027-2036)
Terminal Peti Kemas
Dermaga No.1 840 m x 35 m
Dermaga No.2 300 m x 35 m 540 m x 35 m
Dermaga No.3 480 m x 35 m
Dermaga No.4 840 m x 35 m
Dermaga No.5 840 m x 35 m
Dermaga No.6 480 m x 35 m
Lapangan Penumpukan Peti kemas
No.1 40 Ha
Lapangan Penumpukan Peti kemas
No.2 13 Ha 27 Ha
Lapangan Penumpukan Peti kemas
No.3 40 Ha
Lapangan Penumpukan Peti kemas
No.4 40 Ha
Kapasitas lapangan peti kemas (TEUs) 250.000 3.388.704 6.122.500 7.500.000
Terminal Kendaraan
Dermaga No.7 250 m x 35 m 440 m x 35 m
Lapangan Penumpukaan Kendaraan 9 Ha 16 Ha
Jangka Jangka
Jangka Pendek
Menengah Panjang
Uraian
Tahap I-1 Tahap I-2 Tahap II Tahap III
(2017-2019) (2020-2021) (2022-2026) (2027-2036)
Kapasitas lapangan penumpukan
198.902
kendaraan (CBU) 600.000 600.000 600.000
Terminal Ro-Ro
Dermaga Ro-Ro 170 m x 50 m
Area Terminal Ro-Ro 5 Ha
Terminal Curah Cair
Jetty Curah Cair 210 m
Area Tangki Curah Cair dan Fasilitas
Pipa 5 Ha
Terminal Kapal Servis
Dermaga kapal servis No.1 350 m x 50 m
Dermaga kapal servis No.2 630 m x 50 m
Terminal kapal negara No. 1 2 Ha
Terminal kapal negara No. 2 3 Ha
Fasilitas Lainnya
Area tunggu truk 13 Ha
Area tunggu truk dan utilitas 30 Ha
Area Utilitas 17 Ha
Area Kantor Pelabuhan 5 Ha 1 Ha
Area pengelolaan limbah 2 Ha
Area kantor inspeksi 3 Ha
Area pipeline 4 Ha 5 Ha
Area bongkar muat kereta peti kemas 2 Ha 6 Ha
Jalur kereta api peti kemas 4000 m
Jembatan
Jembatan akses pelabuhan 20 m x 980 m
Jembatan jetty eksisting 8 m x 350 m
Jembatan penghubung 15 m x150 m
Struktur Pelindung Dermaga
Seawall 4,680 m
Breakwater 2,338 m
Revetmen 1,778 m
▪ Area pergudangan
▪ Area perkantoran
▪ Area penunjang
Berikut ini adalah rekapitulasi pembangunan fasilitas backup area di Pelabuhan Patimban
pada Tahap I fase 1 (2017-2019), Tahap I fase 2 (2020-2021), Tahap II (2022-2026), dan
Tahap III (2027-2036).
Tabel 3-6.
Rekapitulasi Pengembangan Backup Area Pelabuhan Patimban.
Jangka Jangka
Jangka Pendek
Menengah Panjang
Uraian
Tahap I-1 Tahap I-2 Tahap II Tahap III
(2017-2019) (2020-2021) (2022-2026) (2027-2036)
Pembangunan Backup Area
Area Fasum dan Fasos 7 Ha 84 Ha
Area Peti Kemas Kosong 33 Ha
Area pergudangan 14 Ha
Area perkantoran 6 Ha
Area pengolahan untuk distribusi 60 Ha
Area gudang kendaraan 16 Ha
Area utilitas 19 Ha
Area parkir 13 Ha
Ruang Terbuka Hijau (RTH) 5 Ha
Area pengembangan jangka
panjang 66 Ha
Pembangunan Jalan Raya
Pemindahan jalan lokal 4 m x 3500 m
Jalan akses ke pelabuhan 20 m x 6400 m
Jalan akses lingkar dalam
pelabuhan 20 m x 1700 m
Sumber: Rencana Induk Pelabuhan Patimban, 2016
Setelah membaca dan mempelajari Kerangka Acuan Kerja (KAK) dengan seksama, maka
kami menilai bahwa persyaratan teknis pekerjaan Penyusunan Studi Investigasi dan Desain
Pekerjaan pengurukan dan Pematangan Lahan untuk Keperluan Backup Area
Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Patimban yang diuraikan dalam KAK tersebut cukup
jelas.
Setelah mempelajari Kerangka Acuan Kerja yang diberikan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, konsultan berusaha mengemukakan
beberapa usulan baik yang berkaitan dengan kerangka acuan maupun teknis.
Ruang lingkup wilayah dalam pelaksanaan kegiatan ini sudah jelas membatasi lokasi
kegiatan pada Pelabuhan Patimban yang terletak di Desa Patimban, Kecamatan
Pusakanagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat., sebagaimana ditunjukan dalam
Gambar dibawah ini.
Gambar 4-1.
Peta Lokasi
Patimban adalah salah satu desa yang terletak di ujung utara Jawa Barat teridiri dari 5 dusun
disebelah selatan berbatasan dengan dusun Cemara sedangkan utara adalah laut lepas
timur diapit oleh sungai sewo yang berbatasan dengan kabupaten Indramayu sedangkan
sisi barat diapit oleh sungai Cipunegara.
Kabupaten Subang adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah Subang. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara,
Kabupaten Indramayu di timur, Kabupaten Sumedang di tenggara, Kabupaten Bandung
Barat di selatan, serta Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang di barat.
2. Ahli Geoteknik
3. Ahli Geodesi
1. Bor Master
3. CAD Operator
4. Tenaga Administrasi
5. Office Boy
BAB 5.
METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN
1) Persiapan
a) Mobilisasi dan pengadaan kantor.
b) Koordinasi dengan instansi terkait.
c) Penetapan struktur organisasi.
d) Pemeriksaan perencanaan teknik.
e) Pemahaman dokumen kontrak.
f) Pemeriksaan rencana kerja konsultan.
4) Jadwal Kegiatan
Seluruh kegiatan dalam pekerjaan ini akan dilaksanakan selama 90 (sembilan puluh)
hari kalender atau selama 3 bulan, dengan melibatkan dukungan dari tim Konsultan
yang akan mendukung kegiatan pengumpulan dan analisis data. Agar dapat memenuhi
tenggang waktu yang tersedia dengan tetap menjaga kualitas hasil pekerjaan maka
kegiatan-kegiatan diatas oleh Konsultan dijabarkan dalam tahapan-tahapan
pelaksanaan pekerjaan seperti yang dijelaskan dalam sub-bab berikut ini:
Gambar 5-1.
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
5) Survei Reconnaissance
▪ Luas area dan titik yang perlu dijadikan obyek survei penyelidikan tanah.
▪ Tinjauan kebijakan pemerintah setempat baik rencana tata ruang maupun tatanan
transportasi terkait dengan rencana pengurukan dan pematangan lahan dan
sarana transportasi lainnya;
▪ Kondisi lingkungan, menyangkut keberadaan daerah konservasi (daerah
perlindungan lingkungan lainnya) di daratan (hutan lindung, hutan bakau, dsb),
kondisi sosial masyarakat, dan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi
pekerjaan pematangan lahan di masa datang.
▪ Jalan akses menuju lokasi pelabuhan atau kemungkinan pembangunan jalan
akses di masa mendatang.
▪ Dokumentasi berupa foto dan video yang dilengkapi dengan foto/video udara
(aerial photo/video) yang telah di edit sehingga dapat menjelaskan kondisi perairan
hingga darat lokasi rencana pelabuhan.
Untuk reklamasi, timbunan batu, material beton seperti pasir dan batu split. Survei
material yang harus dilakukan meliputi : lokasi quarry, mutu material, perijinan untuk
pengambilan material. Survei Quarry material yang harus dilakukan meliputi :
Sampling bertujuan untuk mengambil contoh tanah yang kemudian akan digunakan
untuk pengujian di laboratorium.
a. Disturbed sample
Disturbed sample dapat diambil dari tabung SPT atau Auger boring. Disturbed
sample hanya dapat digunakan untuk uji klasifikasi tanah dan menentukan
parameter tanah remoulded (tanah yang terbentuk kembali). Sample kecil (0.5 kg)
biasa disimpan di tabung atau kantung polythene kecil, sementara sample yang
besar (5 – 50 kg) dapat ditaruh di kantung polythene yang besar. Digunakannya
kantung polythene adalah dengan maksud kadar air pada sample tidak berubah
banyak.
b. Undisturbed sample
D02 − D12
Ar = 100% 10%
D12
B. Bor Dalam
Pemboran yang dilakukan bertujuan untuk mengambil sample tanah (disturbed dan
undisturbed), juga untuk memasukkan instrumen-instrumen pengukuran lainnya ke
dalam lubang bor. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah metode bor basah (wash
boring) yang mana dilakukan dengan cara mengkombinasikan pemotongan dengan
penyemprotan air (jetting) ke dalam tanah. Hasil pemotongan tanah diangkat ke atas
dengan air bertekanan tinggi melalui casing. Pemboran basah dapat dilakukan dengan
atau tanpa casing. Casing hanya digunakan bila dijumpai tanah pasiran karena
umumnya runtuh ke dalam lubang bor tanpa adanya casing.
Alat uji SPT berupa sebuah tabung yang dapat dibelah (split spoon sampler) dan
mempunyai driving shoe sehingga tidak mudah rusak saat penetrasi. Bagian atasnya
dilengkapi coupling sehingga dapat disambungkan dengan batangan besi (drill rod) ke
permukaan tanah. Karena komponennya yang sederhana, mudah dibawa dan dipasang
maka uji SPT ini menjadi favorit utama bagi para konsultan tanah. Tujuan utama dari uji
SPT ini adalah untuk mengetahui kepadatan tanah dengan parameter ukuran berupa
nilai NSPT.
4. Catat berapa kali jumlah tumbukan sehingga alat terdorong masuk sampai 15 cm
dan ulangi sampai 3 kali hingga didapat nilai N0, N1, dan N2.
6. Split spoon sampler diangkat ke atas dan dibuka. Sample yang diperoleh pada
tabung SPT adalah berupa disturbed sample yang dimasukkan ke dalam kantung
plastik untuk diuji kemudian di lab.
7. Secara konvensional, kedalaman antara tiap titik uji SPT pada suatu lubang bor
adalah antara 1.5 – 3 meter.
Gambar 5-2.
Ilustrasi Mekanisme Uji SPT
CPT atau umumnya diketahui sebagai uji sondir telah menunjukkan manfaat untuk
pendugaan profil dan stratifikasi tanah karena perilaku tanah dapat diidentifikasi dari
kombinasi hasil pembacaan nilai tahanan ujung dan gesekan selimutnya.
2. Pengujian di lapangan pada tanah lunak dan pasir dimana sample tanah tidak
dapat diambil.
3. Pengujian awal dengan sondir dapat menjadi arahan untuk pemilihan jenis uji tanah
lainnya dan membantu menentukan posisi kedalaman pengujian (misalnya untuk
uji pressuremeter dan vane shear test, maupun untuk sampling).
4. Mengukur respon tekanan lateral tanah menggunakan sensor tambahan batu pori
dan stress cell (khusus pada sondir listrik).
5. Nilai tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs), dan rasio gesekan (Rf = fs / qc x
100%) yang didapat dari uji sondir dapat dijadikan referensi atau acuan untuk
menentukan parameter-parameter lain dengan menggunakan korelasi empiris.
Sondir standard memiliki luas penampang ujung konus sebesar 10 cm 2 dengan sudut
puncak 60, luas selimut 150 cm 2, dan kecepatan penetrasi 2 cm/detik. Pada sondir
mekanis, sementara penetrasi ujung konus dilakukan mendahului selimutnya, gaya
pada konus diukur, kemudian baru penetrasi ujung dan selimut dilakukan bersama-
sama sehingga tercatat perlawanan total. Selisih antara perlawanan total (qc + fs)
dengan penetrasi ujung (qc) menghasilkan gesekan selimut (fs). Interval pembacaan
dilakukan tiap 20 cm. Seperti pada SPT, penetrasi cone ke dalam tanah menggunakan
energi jatuh hammer.
Gambar 5-3.
Ilustrasi alat CPT Yang Digunakan
Siapkan sebuah ring pencetak, ukur volume ring pencetak dan timbang beratnya.
Masukkan ring pencetak ke dalam sample tanah sehingga ring terisi penuh oleh tanah,
pastikan tanah di dalam ring pencetak rata sesuai bentuk ring. Timbang kembali berat
ring pencetak + sample tanah di dalamnya. Masukkan ring pencetak + sample tanah ke
dalam oven pengering dengan temperatur 105 - 110 C selama 24 jam. Setelah
dikeringkan, timbang kembali sample tanah dan container untuk mendapatkan berat
keringnya.
m3 − m1
dry =
V
Dimana m1 = berat ring pencetak
m2 = berat ring pencetak + berat sample tanah asli
m3 = berat ring pencetak + berat sample tanah kering
V = volume ring pencetak
Masukkan sample tanah ke dalam container, timbang masing-masing berat tanah dan
container, dan masukkan ke dalam oven pengering dengan temperatur 105 - 110 C
selama 24 jam. Setelah dikeringkan, timbang kembali sample tanah dan container untuk
mendapatkan berat keringnya. Dari berat sample tanah asli dan berat tanah kering
didapatkan kadar air.
m 2 − m3
wn = x100%
m3 − m1
dimana :
m1 = berat container
Isi botol erlenmeyer dengan aquades yang bebas udara dengan cara
mendidihkannya selama 10 menit. Timbang dan ukur temperatur botol erlenmeyer
tersebut beberapa kali untuk mendapatkan beberapa data sehingga dapat
diplotkan pada kertas grafik untuk mendapatkan kurva temperatur kalibrasi.
m 4 − m1
GL =
V
Siapkan sample tanah dengan berat minimum 100 gr, kemudian masukkan ke
dalam botol dan tambahkan aquades sampai botol terisi ¾ nya. Panaskan dan
goncangkan botol tersebut selama 10 menit agar udara yang terperangkap di
dalamnya keluar. Dinginkan botol sampai mendekati temperatur kalibrasi
kemudian timbang dan ukur temperatur botol tersebut beberapa kali. Keluarkan
sample tanah dan masukkan ke dalam oven pengering dengan temperatur 105 -
110 C selama 24 jam untuk mendapatkan berat keringnya.
G L (m2 − m1 )
Gs =
(m4 − m1 ) − (m3 − m2 )
Kandungan kadar air dalam tanah sangat mempengaruhi sifat, bentuk, dan perilaku
tanah. Uji Batas Atterberg dimaksudkan untuk menentukan batas cair (LL), batas plastis
(PL), dan batas susut (SL) suatu contoh tanah, untuk kemudian digunakan untuk
menentukan klasifikasi tanah berdasarkan plastisitasnya.
Ambil contoh tanah sebanyak 100 gram, campur dengan aquades di atas pelat
kaca sampai homogen. Atur tinggi jatuh alat Cassagrande (1 cm). Tempatkan
sebagian tanah ke dalam mangkuk Cassagrande dan ratakan permukaannya
hingga kedalaman maksimum sekitar ½ inci. Buat alur dengan menggoreskan
grooving tool tegak lurus pada sample tanah. Putar alat Cassagrande dengan
kecepatan 2 ketuk per detik dan hitung jumlah ketukan yang dibutuhkan untuk
menutup alur sepanjang ½ inci tersebut. Ambil 10 gram sample tanah tersebut
untuk ditentukan kadar airnya. Kembalikan tanah ke dalam pelat kaca dan
tambahkan aquades, sehingga konsistensinya lebih rendah kurang lebih 5
ketukan. Ulangi prosedur di atas untuk mendapatkan minimum 5 buah data jumlah
ketukan dan kadar air. Plotkan data tersebut menjadi grafik jumlah ketukan vs
kadar air. Tarik garis pada ketukan ke 25 sampai menyentuh grafik dan baca data
kadar air di sumbu y. Nilai LL adalah kadar air pada saat ketukan ke 25.
Gambar 5-4.
Ilustrasi Alat Cassagrande Dan Grafik Analisa Batas Cair LL
kadar air w (%)
LL
25
Ambil kira-kira 2 gram tanah, buat menjadi bentuk ellips dan gulung dengan telapak
tangan menjadi batangan dengan diameter 3 mm. Dengan mengatur kandungan
kadar air pada sample tanah tersebut, dapatkan kondisi ketika batangan tanah
tersebut retak. Nilai PL adalah kandungan kadar air ketika tanah yang digulung
tersebut retak. Ulangi langkah di atas sampai terkumpul tanah sebanyak 6 gram
untuk ditentukan kadar airnya.
Plasticity Index (PI) adalah besarnya selisih antara batas cair LL dan batas plastis
PL dimana PI = LL – PL.
Fase padat pada elemen tanah terdiri dari partikel-partikel mineral dan batuan. Partikel-
partikel ini mempunyai ukuran yang berbeda-beda, dari butiran yang berdiameter kecil
(tanah butir halus) sehalus debu, sampai butiran berdiameter besar (tanah butir kasar)
seperti pasir, kerikil, dan batuan. Cara untuk membagi tanah sesuai ukuran butirnya
adalah dengan menggunakan pan penyaring yang mempunyai diameter saringan yang
berbeda-beda. Ukuran diameter saringan pan tersebut kemudian dijadikan standar
internasional dan digunakan secara meluas di seluruh dunia. Besarnya diameter
bukaan saringan yang telah distandarisasi ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5-1.
Ukuran bukaan saringan
Ukuran Ukuran
Sieve no. bukaan Sieve no. bukaan
(mm) (mm)
3 6.350 40 0.420
4 4.760 50 0.297
6 3.360 60 0.250
8 2.380 70 0.210
10 2.000 100 0.149
16 1.190 140 0.105
20 0.840 200 0.074
25 0.707 270 0.053
30 0.590
Berdasarkan data yang didapatkan dari analisa tapis dibuat grafik semi-log antara
diameter butir vs persen lolos.
Gambar 5-5.
Ilustrasi Grafik Distribusi Ukuran Butir
80 UNIFORM 80
60 60
WELL GRADED
GAP GRADED
40 40
20 20
0 0
0.0001 0.001 0.01 0.1 1 10 100
GRAIN DIAMETER (MM)
E. Oedometer Test
Konsolidasi adalah proses merapatnya partikel tanah selama satu satuan waktu
sebagai akibat pembebanan secara kontinu yang diterapkan pada tanah. Biasanya
disertai oleh terdisipasinya air tanah. Pengujian konsolidasi dilakukan dengan maksud
untuk mengetahui kondisi dan perilaku tanah jika dibebani. Berikut adalah prosedur
pengujian yang dilakukan menggunakan alat Oedometer test.
1. Persiapan
Masukkan sample tanah uji ke dalam ring konsolidasi yang dilapisi batu pori pada
bagian atas dan bawah sample. Rendam beberapa waktu sebelum memulai
pengujian. Persiapkan extensometer untuk pembacaan pemampatan tanah.
2. Loading
Pada jam yang direncanakan, pasang beban sebesar 0.1 kg / cm 2 pada contoh
tanah dan jalankan pencatat waktu. Mulai dengan pembacaan extensometer pada
interval waktu 10, 15, 30 detik, 1, 2, 4, 8, 15, 30 menit, 1, 2, 4, 8, dan 24 jam.
Setelah pembacaan pertama selesai, pembebanan kemudian dapat ditingkatkan
menjadi 0.25, 0.5, 1, 2, 4, dan 8 kg / cm 2 dengan interval waktu pembacaan yang
sama. Tanah akan segera menunjukkan penurunan begitu beban dipasang. Jika
ada tanda-tanda pergerakan ke atas (pengembangan volume) segera lakukan uji
pengembangan (swelling test).
3. Unloading
Pada proses unloading beban diangkat secara bertahap sebesar ½ berat beban
yang terpasang berturut-turut menjadi 4, 2, 1, 0.5, 0.25, 0.1 kg/cm 2. Waktu
pembacaan dilakukan persis seperti pada tahap loading (selama 24 jam). Hasil
pengujian berupa 2 buah grafik yaitu grafik beban vs penurunan dan grafik akar
waktu vs penurunan.
Gambar 5-6.
Ilustrasi Grafik Beban VS Penurunan dan Akar Waktu VS Penurunan
t1 4t1 t50 t100 Log Time
d U=0%
'o a A
c b
h
ad = ac
Compression
U = 50 %
'1
Deformation
Primary
Consolidation
Phase
D
U = 100%
Pressure (kg/cm2) Secondary Compression Phase C E
B
0.25 0.5 1 2 4 8 SEMI LOG
4. Interpretasi
▪ Mencari garis U = 0%
Metode ini hanya berlaku pada bagian kurva pra-kompresi (stage I). Ambil 2
buah titik pada kurva yang mempunyai perbandingan 1 : 4 (misal 30 detik dan
120 detik) dan plotkan sampai menyentuh grafik. Pada titik terendah (titik b)
tarik garis horizontal sampai ke titik kedua (titik c). Pada titik c tarik garis
vertikal sampai menyentuh kurva (titik a) dan ukur jaraknya. Kemudian dari
titik a tarik garis vertikal ke atas sejauh jarak titik a ke c sehingga didapat titik
d. Garis horizontal yang sejajar titik d merupakan garis konsolidasi U = 0%.
Tarik garis AB yang sejajar dengan bagian kurva yang lurus pada bagian kurva
konsolidasi primer, kemudian tarik garis DE yang sejajar dengan bagian kurva
yang lurus pada bagian kurva konsolidasi sekunder. Perpotongan garis AB
dan DE adalah titik C. Garis horizontal yang sejajar dengan titik C merupakan
garis konsolidasi U = 100%. Dengan mengetahui garis batas U = 0% dan
100% maka Cv dapat dihitung.
▪ Menentukan Cv
Pengujian ini digunakan untuk mengukur kuat geser undrained pada tanah butir halus
(lempung dan lanau). Letakkan sample tanah dalam tabung pada alat kompresi, angkat
pelat bagian bawah alat hingga sample tanah menempel pada pelat bagian atas alat
kompresi. Putar dongkrak pemberi tegangan sehingga pelat atas menekan sample
tanah. Catat pembacaan tegangan tiap 0.2 mm bacaan regangan. Pemberian tegangan
diteruskan sampai tanah mengalami failure.
Gambar 5-7.
Ilustrasi alat Unconfined Compression dan grafik hasil pengujian
200
LOAD RING DIAL GAUGE DIVISIONS
PEAK POINT
Proving ring
150
Strain
gauge
Soil sample 100
Dongkrak
50
0 10 20
STRAIN %
cu = 1/2 quu
0 quu
G. Triaxial CU Test
Sample tanah uji berupa tanah jenis lempung, lanau, atau batuan lunak dengan
diameter sekitar 38 – 40 mm dan tingginya dua kali diameter. Sample tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam membran karet dan dipasang pada tabung triaxial .
Pengujian dilakukan pada sample tanah dalam keadaan jenuh.
Air dialirkan ke dalam tabung triaxial sampai tabung bebas udara dan menekan sample
tanah. Tegangan yang dihasilkan oleh tekanan air ini disebut tegangan keliling.
Kemudian sample tanah diberi beban vertikal disebut sebagai tegangan deviator (Δ)
sebesar 2% regangan per menit. Pembacaan dilakukan setiap 0.5 mm sampai
mencapai 3 % dan kemudian tiap 1% sampai regangan mencapai 20% atau sampai
tegangan geser mencapai puncak dan menurun. Pada saat tegangan keliling diberikan,
maka tegangan pori naik dan kran B yang menghubungkan sample tanah dengan
sistem back pressure dengan u = 0 dalam posisi terbuka sehingga air dalam sample
tanah mengalir sampai tegangan pori dalam sample tanah menyamai tegangan pori
pada back pressure yang diatur sama dengan nol. Setelah proses konsolidasi selesai
kran B kembali ditutup dan tegangan deviator diberikan dengan perlahan-lahan agar
tegangan pori yang timbul dapat diobservasi.
Gambar 5-9.
Ilustrasi Alat Triaxial
Kran udara
Contoh tanah
Cincin karet
Membran karet
Batu berpori Kran B
Drainase
Pipa pemberi
tegangan sel Kran A Pengukur Kran C
teg air pori
Gambar 5-10.
Ilustrasi grafik Mohr-Coulomb hasil uji Triaxial CU
Total Stress
+ −
2
1 = h v
+ h v
+ 2
2 2
+ −
2
c 3 = h v
− h v
+ 2
2 2
H. Permeability Test
• Constant Head
Uji Constant Head cocok untuk tanah butir kasar yang bersifat lebih permeabel.
Sample tanah ditaruh dalam mold berbentuk silinder dan dimasukkan ke dalam bak
berisi air sampai terendam setengahnya. Kemudian pada sebelah atas mold
dipasang selang yang mengalirkan air ke dalam sample tanah. Rembesan air
tersebut melalui sample tanah dan masuk ke dalam bak sehingga muka air pada
bak naik dan airnya melimpas keluar melalui keran yang telah disediakan. Air yang
mengalir keluar ditampung dalam silinder ukur, dan waktu yang dibutuhkan air
untuk merembes dicatat. Dengan menggunakan hukum Darcy, diperoleh:
Q L
k=
h A t
L = tinggi specimen
• Falling Head
Uji Falling Head lebih cocok untuk tanah butir halus. Uji ini dilakukan dengan
menempatkan sample tanah ke dalam sebuah tube, kemudian pada permukaan
atas tube tersebut dipasang sebuah pipa yang diisi oleh air. Air pada pipa tersebut
kemudian perlahan-lahan merembes melalui sample tanah, dan waktu yang
dibutuhkan air untuk merembes hingga ketinggian muka air tertentu pada pipa
dicatat. Dari data-data percobaan tersebut didapat koefisien rembesan k dengan
menggunakan persamaan :
a L h
k = 2.303 log 1
A t h2
L = tinggi specimen
Gambar 5-11.
Ilustrasi Pengujian Permeabilitas Menggunakan Metode Constant Head Dan Falling Head
PIPA AIR
SUPLAI
AIR
BATU PORI
TUMPAHAN h1
BATU PORI
h2
h
TANAH MUKA AIR KONSTAN
L
L TANAH
TUMPAHAN AIR
YANG DIUKUR
BATU PORI
Tipe Pengujian
Jenis standard digunakan untuk pembuatan jalan dan bendungan tanah, sementara
jenis modified digunakan untuk landasan pesawat terbang dan jalan raya (highway).
Siapkan sample tanah sebanyak 25 kg yang sudah dibersihkan dari kotoran, akar, dll
dan dijemur sampai mencapai kering udara. Hancurkan gumpalan tanah dengan palu
karet dan saring dengan sieve no. 4, kemudian semprot dengan air sampai merata (
tanah bisa dikepal tapi masih mudah lepas / hancur). Masukkan tanah ke dalam mold
dengan ketinggian 1/3 mold untuk uji standard dan 1/5 tinggi mold untuk uji modified.
Tumbuk dengan hammer sebanyak 25 kali (Proctor) atau 55 kali (AASHTO) secara
merata pada tempat yang berlainan, masukkan lapisan kedua dan tumbuk lagi dan
seterusnya. Setelah pengujian selesai, tanah dalam mold dikeluarkan dengan bantuan
dongkrak, dan uji kadar airnya pada bagian atas, tengah, dan bawah. Dari hasil perata-
rataan didapatkan kadar airnya sementara dry dihitung dengan menggunakan
persamaan :
W
dry =
V (1 + w)
J. CBR Test
Pengujian CBR digunakan dalam menentukan daya dukung tanah dasar untuk
kebutuhan perencanaan tebal perkerasan jalan raya. Pengujian dilakukan dengan
menekan piston seluas 3 inci dengan kecepatan 0.05 inci / menit pada kedalaman
penetrasi yang telah ditentukan dan mengukur gaya yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kedalaman tersebut.
Measured. force
Nilai CBR adalah 100% dimana tegangan yang diukur merupakan
S tan dard. force
kualitas sample yang bersangkutan dibandingkan dengan tegangan standar yaitu
kualitas batu pecah yang mempunyai nilai CBR 100%.
Metode perhitungan daya dukung pondasi dangkal diadopsi dari Meyerhoff (1951),
dengan persamaan sebagai berikut :
Qu = c Nc sc dc + ’v Nq sq dq + ½ ’ B N s d
Dimana :
c’ = kohesi tanah untuk kondisi drained dan kuat geser undrained Su untuk kondisi
undrained
B
S q = S = 1 + 0.1 tan 2 45 + untuk > 10 dan Sq = Sg = 1 untuk 10
2 L
d c = 1 + 0.2 tan 2 45 +
D
2 B
d q = d = 1 + 0.1 tan 2 45 +
D untuk > 10 dan d = d = 1 untuk 10
q g
2 B
’v = tegangan vertikal efektif tanah = D dengan adalah berat jenis tanah dan D =
kedalaman dasar pondasi.
’ = berat jenis tanah efektif = - w dengan w adalah berat jenis air. Berat jenis tanah
efektif digunakan jika tanah pada dasar pondasi berada di bawah muka air tanah
(terendam). Jika dasar pondasi berada di atas muka air tanah maka digunakan berat
jenis tanah biasa.
B = lebar dasar pondasi (nilai yang terkecil dari ukuran panjang dan lebar)
Untuk mendapatkan daya dukung izin, maka daya dukung ultimit dibagi oleh suatu
faktor keamanan, dimana dalam bentuk persamaan menjadi :
Qa = Qu / FK
Stabilitas geser pada pondasi dangkal dinyatakan dalam suatu rasio perbandingan
antara gaya yang menahan Fr dan gaya yang mendorong pondasi Fs, dimana rasio
perbandingan kedua gaya tersebut harus lebih besar dari faktor keamanan minimum
geser sebesar 1.50. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis menjadi :
Fr
FK = 1.50
Fs
Demikian juga untuk stabilitas guling, dinyatakan dalam rasio perbandingan antara gaya
yang menahan Mr dan gaya yang mendorong pondasi Mo, dimana rasio
perbandingan kedua gaya tersebut harus lebih besar dari faktor keamanan minimum
guling sebesar 2.00.
Mr
FK = 2.00
Mo
Gaya-gaya yang diperhitungkan dalam analisa stabilitas geser dan guling selain gaya-
gaya yang ditransfer dari struktur atas adalah gaya tekanan tanah aktif Pa, gaya
tekanan tanah pasif Pp, gaya friksi pada dasar pondasi fr, serta berat sendiri pondasi
beserta pedestalnya Wf.
Gambar 5-12.
Ilustrasi Gaya-Gaya Pada Analisa Stabilitas Geser Dan Guling Pada Arah x dan y
My Mx
Hx Hy
V V
2 2
3 D 3 D
Pa Pp D Pa Pp D
Wf Wf
Fr Titik Fr Titik
Guling Guling
B L
Analisa daya dukung ultimit pada pondasi tiang bor tunggal dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana Su adalah undrained shear strength dan adalah faktor adhesi. Faktor adhesi
didapatkan berdasarkan nilai Su seperti pada grafik berikut yang diadopsi dari
Kulhalwy.
Gambar 5-13.
Grafik hubungan Su dan Faktor Adhesi
End bearing qp = 9 Su
Sleeves friction fs = Su
Dimana Su adalah undrained shear strength dan adalah faktor adhesi. Faktor adhesi
didapatkan berdasarkan nilai Su seperti pada grafik berikut yang diadopsi dari API.
Gambar 5-14.
Grafik hubungan Su dan faktor adhesi
Dimana Ap adalah luas dasar pondasi, As adalah luas selimut pondasi dan Wp adalah berat
tiang.
Nilai faktor keamanan untuk beban gravitasi umumnya adalah sebesar FK = 2.50.
Untuk beban gempa nominal, nilai FK dibagi 1.3 kalinya sehingga FK = 1.92.
Untuk beban gempa kuat, nilai FK dibagi 1.56 kalinya sehingga FK = 1.60.
5.2.3.6. Daya Dukung Izin Tekan dan Tarik Kelompok Tiang Pondasi
Saat tiang bekerja berkelompok, terjadi overlap tegangan pada daya dukung friksi atau daya
ukung ujung antar tiang. Besarnya overlap tegangan ini tergantung dari beban serta jarak
antar tiang. Jika nilainya cukup besar, maka tanah akan runtuh oleh gaya geser dan
penurunan akan besar. Untuk meminimalkan resiko tersebut, jarak antar tiang diberi batasan
minimum. Beberapa peraturan memberikan batasan sebagai berikut :
Lingkaran 2D 2D D
Lingkaran 2D 2D
BOCA juga mensyaratkan penambahan spacing 10 – 40% pada tiang friksi di pasir lepas.
Kapasitas tiang kelompok tidak selalu sama dengan kapasitas tiang tunggal dikalikan
jumlahnya. Ada yang disebut faktor efisiensi, yang tergantung pada :
• Model transfer beban, apakah dominan end bearing atau skin friction.
• Tipe tanah
Salah satu persamaan untuk efisiensi tiang kelompok adalah metode Los Angeles dengan
persamaan sebagai berikut.
E = 1−
D
sn1n2
n1 (n2 − 1) + n2 (n1 − 1) + 2 (n1 − 1)(n2 − 1)
Dimana :
D = diameter tiang,
Dengan demikian, besar daya dukung ultimit kelompok pondasi dapat dihitung sebagai
berikut :
5.2.3.7. Distribusi Beban Aksial dan Lateral Pada Pondasi Tiang Dalam
Kelompok
Beban yang bekerja pada kelompok pondasi umumnya terdiri dari gaya aksial, gaya lateral
dan gaya momen yang ditransfer dari beban struktur atas. Gaya-gaya tersebut kemudian
didistribusikan pada tiap pondasi dalam suatu kelompok pondasi berupa gaya aksial.
Besarnya gaya aksial pada tiap pondasi akibat gaya struktur atas dapat dihitung sebagai
berikut :
Fz M x yi M y xi
Pi = + +
yi xi
2 2
n
Dimana :
Sementara untuk beban lateral yang bekerja pada kelompok, maka distribusi beban lateral
pada masing-masing tiang dalam kelompok dapat dihitung sebagai berikut :
2 2
Fx Mzy i Fy Mzx i
Hi = + + +
n y i
2 n x i
2
Dimana :
Analisa daya dukung izin lateral dan deformasi lateral dilakukan menggunakan metode dari
Reese & Matlock yang menggunakan pendekatan reaksi subgrade antara tiang dengan
tanah, yang dikenal juga dengan metode p-y. Metode p-y pada intinya menggambarkan
hubungan non-linier antara reaksi tanah terhadap beban (p), dengan defleksi lateral yang
terjadi (y). Pemodelan dari Winkler mengasumsikan tanah sebagai pegas seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Gambar 5-15.
Pemodelan Winkler untuk tanah dengan beban lateral
Pada pemodelan Winkler, kekakuan pegas dijadikan faktor modulus reaksi subgrade
horizontal K, dimana K = p / y. Besarnya nilai modulus reaksi subgrade K tergantung dari
kekakuan dan jenis tanahnya, yang bisa dihubungkan menggunakan persamaan E = K x.
Analisis dilakukan menggunakan bantuan program software komputer seperti L-PILE untuk
analisis tiang tunggal dan GROUP untuk analisis kelompok tiang.
Pondasi tipe end bearing adalah pondasi yang daya dukungnya didominasi oleh daya
dukung ujung karena daya dukung selimutnya kecil (terletak pada lapisan tanah lunak).
Pada pondasi tipe ini seluruh beban ditransfer ke permukaan lapisan tanah yang keras.
Gambar 5-16.
Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Tipe End Bearing
Pondasi tipe friction adalah pondasi yang daya dukungnya didominasi oleh daya dukung
selimut. Jika tipe pondasi ini seluruhnya berada pada tanah granular maka distribusi
beban dianggap mulai bekerja kira-kira pada kedalaman 8/9 panjang pondasi.
Gambar 5-17.
Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Granular
Pondasi tipe friction adalah pondasi yang daya dukungnya didominasi oleh daya dukung
selimut. Jika tipe pondasi ini seluruhnya berada pada tanah kohesif maka distribusi
beban dianggap mulai bekerja kira-kira pada kedalaman 2/3 panjang pondasi.
Gambar 5-18.
Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Kohesif
Pondasi tipe end bearing + friction adalah tipe pondasi yang daya dukung ujung maupun
selimutnya memberikan kontribusi cukup besar terhadap daya dukung total. Pada
pondasi tipe ini maka distribusi beban dianggap mulai bekerja kira-kira pada kedalaman
2/3 panjang pondasi.
Gambar 5-19.
Mekanisme Transfer Beban Pada Pondasi Di Lapisan Tanah Kohesif
Dimana :
Si = penurunan elastis pada pondasi tiang tunggal
D = diameter pondasi
P = gaya aksial yang bekerja
L = panjang pondasi
Ap = luas dasar pondasi
Ep = modulus elastisitas pondasi
Sementara untuk penurunan elastik yang terjadi pada kelompok pondasi dihitung
menggunakan persamaan yang juga diadopsi dari Vesic (1977) yaitu :
b
Sg = Si
D
Dimana :
D = diameter pondasi
Dimana :
Sc = penurunan konsolidasi
eo = angka pori tanah
H = tebal lapisan yang terkonsolidasi
e = perubahan angka pori tanah akibat distribusi tegangan.
Besarnya e untuk tanah Heavy Overconsolidated Clay dengan ’vo + Δv ’c :
'vo + v
e = cr log
'vo
Besarnya e untuk tanah Light Overconsolidated Clay dengan ’vo < ’c < ’vo + Δv :
'c 'vo + v
e = cr log + cc log
'vo 'c
Dimana :
Cc = indeks kompresi
Cr = indeks rekompresi
’vo = tegangan vertikal efektif
v = pertambahan tegangan akibat distribusi beban
’c = tegangan prakonsolidasi
Tabel 5-2.
Batas penurunan izin (US Army Corps of Engineer)
Tabel 5-3.
Batas beda penurunan izin (US Army Corps of Engineer)
Pada tanah yang tidak rata terdapat dua permukaan tanah yang mempunyai beda
ketinggian, mengakibatkan gaya gravitasi menggerakkan massa tanah dari elevasi
yang tinggi ke elevasi yang lebih rendah, atau dengan kata lain ada gaya-gaya yang
mendorong tanah yang lebih tinggi kedudukannya untuk bergerak ke bawah. Gaya
pendorong tersebut terdiri dari berat sendiri tanah dan gempa, sedangkan gaya
penahan adalah kuat geser tanah. Permukaan yang menghubungkan tanah yang lebih
tinggi ke tanah yang lebih rendah disebut sebagai lereng.
Kelongsoran lereng (land sliding) terjadi jika kuat geser tanah terlampaui atau
perlawanan geser pada bidang gelincir tidak cukup besar untuk menahan gaya-gaya
yang bekerja pada bidang tersebut. Bidang gelincir adalah bidang dimana tanah
tersebut bergerak atau bergeser. Kelongsoran umumnya terjadi setelah hujan, dan bila
letaknya dekat dengan sungai, maka penyebabnya adalah peningkatan kadar air yang
mengurangi tekanan efektif sehingga kuat geser tanah berkurang.
Berbagai macam faktor seperti kondisi geologi, hidrologi, topografi, iklim dan pelapukan
merupakan penyebab utama terjadinya permulaan suatu longsoran atau kegagalan
lereng, dan penyebabnya jarang disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi umumnya
diakibatkan oleh kombinasi beberapa faktor.
Gambar 5-20.
Berbagai Jenis Keruntuahn Berdsaarkan Bidang Geraknya
Slip Surface
Slip Surface
Slip Surface
Faktor keamanan terhadap longsoran tergantung pada rasio antara kuat geser tanah S
dan tegangan geser yang bekerja yang dapat dinyatakan pada persamaan FK = S /
dimana jika FK > 1 maka lereng dalam keadaan stabil dan jika FK < 1 maka lereng
akan longsor.
Terzaghi (1950) membagi faktor pengaruh terhadap kestabilan lereng atas dua
kelompok utama yaitu:
1. Faktor pengaruh luar, terjadi karena meningkatnya tegangan geser yang bekerja
dalam tanah sehingga FK < 1 atau menurun.
2. Faktor pengaruh dalam, terjadi karena menurunnya tahanan geser yang bekerja
dalam tanah sehingga FK < 1 atau menurun.
Kriteria nilai faktor keamanan minimum untuk stabilitas lereng dapat ditetapkan sebagai
berikut.
Nilai Faktor Keamanan Minimum Untuk Galian Dengan Sistem Retaining Wall
No Kondisi Temporary Permanen Keterangan
1 Stabilitas secara umum 1.30 1.50
Parameter tanah
2 Terjadi sembulan pada level pondasi 1.30 1.50
ditentukan oleh ahli
3 Terjadi sembulan di atas level pondasi 1.50 1.50
geoteknik
4 Resiko piping 1.50 2.00
= BU e
u1
v1
xx u
2
dimana = yy , U = v2 ,
e
xy
u6
v6
dan B adalah matriks yang menghubungkan pergerakan titik nodal terhadap regangan.
Untuk memasukkan hubungan antara tegangan dan regangan dalam suatu model
konstitutif digunakan persamaan dalam bentuk matriks: = D
Matriks D adalah matriks kekakuan untuk kondisi plane strain dengan persamaan:
1− 0
E
D= 1− 0
(1 − 2 )(1 − ) 1 − 2
0 0
2
Untuk gaya-gaya luar yang bekerja pada titik nodal atau beban traksi yang bekerja pada
batang elemen dapat digeneralisasikan menjadi matrik beban P, dimana:
P1 X
P1Y
P
2X
P = P2Y
e
P6 X
P6Y
Persamaan yang menghubungkan matriks beban dengan pergerakan titik nodal dalam
bentuk matriks secara umum dapat ditulis menjadi : K eU e = P e
K e = BT DBdv
dengan dv adalah volume elemen. Integrasi ini meliputi seluruh luas elemen. Secara
global untuk keseluruhan mesh bentuk matriks kekakuan elemen berubah menjadi
matriks kekakuan global dimana:
KU = P
Perilaku elastis material didasarkan dari hukum Hooke dimana material dianggap
bersifat linier elastis. Parameter elastis yang digunakan untuk menspesifikasikan
material umumnya adalah parameter modulus elastisitas Young E, modulus geser G,
rasio Poisson , dan modulus bulk K. Hubungannya secara analitis dapat dituliskan
sebagai berikut:
E E
G= K=
2(1 + ) dan 3(1 − 2 )
Tanah dan batuan mempunyai kecenderungan perilaku yang non-linier dalam kondisi
pembebanan. Perilaku non-linier dalam hubungan tegangan – regangan ini dapat
dimodelkan menjadi beberapa tingkat keakuratan. Dalam kasus ini, pemodelan
menggunakan model Mohr-Coulomb. Model Mohr-Coulomb mengasumsikan perilaku
tanah bersifat plastis sempurna, dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas
dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input
parameter meliputi lima buah parameter yaitu modulus Young E, rasio Poisson , kohesi
c, sudut geser dan sudut dilatansi .
Gambar 5-21.
Hubungan Tegangan – Regangan Pada Pemodelan PLAXIS
Plastis
s
sti
E
Ela
2 c cos + [ 1 + 3] sin
1
vol vol
1
2 sin
1 - sin
(1 -2)
1
Tanah sering menunjukkan perilaku hubungan tegangan – regangan yang non linier
bahkan sejak awal pembebanan sehingga pemilihan nilai E harus disesuaikan dengan
jenis tanah atau jenis pembebanan. Untuk tanah yang memiliki rentang nilai elastisitas
linier yang besar digunakan E0 , untuk model pembebanan digunakan E50 , dan untuk
memodelkan penggalian digunakan E ur. Pada pemodelan Mohr-Coulomb umumnya
dianggap bahwa nilai E konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun
jika diinginkan adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input
tambahan dalam program PLAXIS.
Nilai rasio Poisson dalam pemodelan Mohr Coulomb didapat dari hubungannya
h
dengan koefisien tekanan Ko = dimana = h
v 1− v
Secara umum nilai bervariasi dari 0.3 sampai 0.4, namun untuk kasus-kasus
penggalian (unloading) nilai yang lebih kecil masih realistis. Nilai kohesi c dan sudut
geser dalam didapatkan dari uji geser seperti uji triaksial jika memungkinkan, atau
didapatkan dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan, sementara sudut
dilatansi digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastis yang bernilai
positif. Pada tanah lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilatansi ( = 0),
sementara pada tanah pasir dilatansi tergantung dari kerapatan dan sudut geser
dimana = - 30. Jika < 30 maka = 0.
Faktor keamanan pada stabilitas lereng dalam PLAXIS dihitung dengan menggunakan
metode phi –c' reduction, yaitu dengan mereduksi nilai ' dan c' yang diinputkan dalam
program sampai tanah mencapai kondisi kritis atau kondisi keruntuhan. Nilai ' dan c'
hasil input kemudian dibandingkan dengan nilai ' dan c' hasil reduksi untuk
mendapatkan nilai faktor keamanan.
Titik A mendapat tegangan vertikal akibat pembebanan surcharge load maupun overburden
pressure sehingga mengalami axial compression. Jika beban tersebut melebihi kapasitas
kuat gesernya maka butir tanah akan tergelincir dan bergeser ke samping, menyebabkan
tanah mendorong dinding ke arah kiri. Gaya dorong tersebut membuat dinding mengalami
rotasi, sehingga dinding bagian bawah menekan tanah ke arah kanan. Dengan demikian
Titik B mengalami apa yang disebut lateral extension, dimana tekanan lateral tanah yang
tadinya mendorong titik B hilang akibat dinding bagian bawah yang bergerak ke arah kanan,
sehingga B dapat mengembang ke arah lateral. Arah slip keruntuhan saat tegangan pada
titik A melebihi kapasitas kuat gesernya digambarkan sebagai active failure surface, dan
daerah yang mengalami kondisi tersebut dinamakan active zone. Sebaliknya arah slip
keruntuhan pada titik B karena kehilangan tegangan lateral sebagai akibat dinding yang
bergerak, digambarkan sebagai passive failure surface, dan daerah yang mengalami
kondisi tersebut dinamakan passive zone.
Garis slip failure memiliki sudut yang tajam terhadap arah tegangan yang menyebabkan
keruntuhan (baik pada compression maupun lateral).
cos 2 ( − − )
Ka =
sin ( + ) sin ( − − )
2
cos cos cos( + + )1 +
2
cos ( + + ) cos( − )
cos 2 ( + − )
Kp =
sin ( − ) sin ( + − )
2
cos cos cos( + − )1 −
2
cos ( + − ) cos( − )
Dimana :
= sudut antara garis permukaan tanah di belakang dinding dengan sumbu horizontal
= sudut resultan gaya gempa = 1/tan k atau 1/tan k’ (jika di bawah GWL)
k = koefisien kegempaan
'
k’ = koefisien kegempaan di bawah GWL = k
'−1
= sudut antara garis keruntuhan dengan sumbu horizontal
= gaya gesek tanah pada dinding , umumnya diambil sebesar 0.6 – 0.8 .
Pa 1
Pa2
Pp 1 Hwa
Hwp
Pp2 Pa3
u = w Hwp u = w Hwa
Pav
q Pah = Pa cos
Pav = Pa sin
Pa
Pah
Pp
qp = q. Kp qa = q. Ka
Pada tanah kohesif ada tahanan yang membantu tanah untuk berdiri tegak yaitu
kohesi. Karena itu dalam desain biasanya tegangan aktif dikurangi terhadap
tahanan kohesi yang bersangkutan.
ha = K a. v 2 c Ka ha - 2 c K a ha - 2 c K a
(T eoritis) (D esign)
a. Stabilitas guling
Overturning
Momentresistance
SF overturning = >2
Overturning force Momentoverturning
Pav
Mr = W1 l1 + W2 l2 + W3 l3 + Pav l4 +Pp l5
Pa Mo = Pah l6
Pah
W1
Pp
W3 W2
Overturning point
M = 0
b. Stabilitas geser
Sliding
Force resistance
SF sliding = > 1.5
Forcesliding
Sliding Force Pa v
F r = c B + (W 1 + W 2 + W 3 ) tan + P p
Pa Fs = P ah
Pa h NOTE :
W1 Jika SF sliding ingin ditingkatkan,
Pp tambahkan tumit pada dasar dinding
W3 W2 untuk meningkatkan Pp
B
Soil parameter at the base of the wall
c and
c. B e adaya
Stabilitas r in gdukung
C a p a c ity
E k se n trisita s b e b a n :
Mr - Mo
e = B /2 - < 1
6 B
W
T e g a n g a n p a d a d a sa r d in d in g
e < B /6 e = B /6 e > B /6
q m in = 0
W 6e
q m in = B (1 - B)
W 6e W 6e W 6e
q m ax = B (1 + B) q m ax = B (1 + B) q m ax = B (1 + B)
D aya dukung :
Qu = c Nc + q Nq +1 2 B N
S a fe ty F a c to r:
SF = Q u / q m ax > 2 - 3
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) set, dimana 5 (lima) set digunakan untuk
pembahasan dan 5 (lima) set adalah penyempurnaan dari hasil pembahasan. Isi
laporan meliputi:
• Kondisi sistem transportasi pada lokasi berupa jaringan transportasi eksisting, dan
kondisi jalan darat;
• Kondisi lapangan secara garis besar dan data-data teknis yang ada kaitannya
dengan rencana pelaksanaan survei;
• Rencana kerja, tahapan dan metode survei disesuaikan dengan kondisi lapangan;
• Hasil peninjauan terhadap quarry material, baik dari lokasi quarry, mutu material,
teknis perijinan untuk pengambilan material, dan estimasi cadangan material pada
quarry yang dimaksud;
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) set, dimana 5 (lima) set digunakan untuk
pembahasan dan 5 (lima) set adalah penyempurnaan dari hasil pembahasan.
Konsultan diharuskan menyampaikan laporan pekerjaan lapangan yang meliputi:
• Data meteorologi (curah hujan minimum 5 tahun terakhir dan data angin);
• Semua gambar harus dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan, nama dan tanda
tangan pelaksana, penggambar, dan penanggungjawab. Disarankan dibuat
dengan naskah;
• Semua Berita Acara dari semua tahapan dan penyelesaian pekerjaan lapangan
dan semua data hasil pengukuran dibundel tersendiri dan diserahkan/diperlihatkan
kepada pengguna jasa saat pembahasan laporan dengan Tim Evaluasi Teknis;
• Bor-log yang memperlihatkan hubungan antara kedalaman m-LWS dan SPT, soil
description berdasarkan contoh (sampel) yang diperoleh dari spon sampler,
sampel dan lain-lain dengan memasukkan hasil dan besaran dari percobaan
laboratorium;
− N (standardpenetration test);
− d (unit dry);
− Wn (water content);
− Cc (compression index);
− Analisa daya dukung tanah (bearing capacity untuk deep dan shallow
foindation);
Laporan dibuat sebanyak 5 (lima) buku yang berisi perbaikan/penyempurnaan dari Draft
Laporan Akhir
Dibuat sebanyak5 (lima) bukuukuran A4 dan 5 (lima) buku ukuran A3 yang meliputi
antara lain:
Seluruh data yang diperoleh dan laporan selama pelaksanaan pekerjaan dalam bentuk
softcopy beserta animasi 3 dimensi pekerjaan urugan dan pematangan lahan dihimpun
dalam 1 (satu) buah harddisk eksternal dan diserahkan kepada Pengguna Jasa pada
saat akhir pekerjaan bersama-sama dengan Laporan Akhir.
BAB 6.
RENCANA KERJA PERENCANAAN PEMATANGAN
LAHAN
2. Pekerjaan Reconnaissance
Selain dari pada itu juga akan menggunakan handy cam dan camera foto yang berguna
untuk menggambarkan kondisi perairan/daratan di daerah survey. Juga akan
melakukan wawancara dengan pejabat, pemuka dan masyarakat setempat. Setelah
data-data dan informasi diatas diperoleh, kemudian dievaluasi dan dianalisa, dan
selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan reconnaissance yang dilengkapi dengan
gambar skets lokasi, rekomendasi sementara lokasi/posisi pelabuhan/dermaga, dan
beberapa alternatif lokasi survey.
Personil yang terlibat dalam pekerjaan ini adalah : Team Leader dan Ahli Geoteknik
Data dan hasil dari penyelidikan tanah termasuk hasil laboratorium dan survey-survey
sebelumnya akan disajikan dalam draft final report/final report survey.
4. Laboratorium Test
Dari hasil survey Hidrografi dan Penyelidikan Tanah, maka sample yang dihasilkan
dilakukan Test Laboratorium untuk mendapatkan data-data tanah/air guna mendukung
perencanaan lebih mendetail dari Dermaga beserta fasilitasnya yang akan dibangun.
Sample yang diterima secara bertahap, akan langsung dibukukan dan diperiksa sesuai
dengan test-test yang dibutuhkan sehingga pekerjaan akan cepat selesai dan sample
tidak rusak yang mana dapat mengakibatkan contoh tanah menjadi disturb (terganggu).
Untuk contoh atau sample tanah hasil Pemboran inti (Undisturbed Sampling dan Core)
dilakukan di Laboratorium Konsultan, untuk menghindari ketergantungan prioritas
jadwal dan kelancaran test. Sedang pemeriksaan sample air dilakukan di laboratorium
Penyelidikan Masalah Air. Secara garis besar Test Laboratorium ini meliputi : Test Air
dan Test Tanah.
6. Pengolahan Data
a) Sket lokasi pelabuhan (perairan, back-up area, acces road), berupa gambar
informasi
d) Informasi quarry terdekat dari lokasi rencana pelabuhan (jarak, kondisi jalan,
kualitas, ketersediaan dll)
a) Bor Log
b) Grafik Sondir
d) Soil Profil
e) Klasifikasi Tanah
f) Grafik-grafik hubungan
7. Pekerjaan Perencanaan
1) Preliminary Design
c) Disain Kriteria
f) Desain elevasi urugan tanah harus sama dengan elevasi rencana dermaga;
h) Konstruksi talud agar disesuaikan dengan kondisi tanah dan pasang surut;
i) Urugan tanah agar dilengkapi dengan pipa drainase untuk sirkulasi air di dalam
urugan;
l) Pada area rencana urugan, dilakukan penyelidikan tanah (sondir dan boring)
untuk mengetahui karakteristik tanah;
m) Pada kondisi tanah yang lunak, konstruksi urugan agar diperkuat dengan
anyaman bambu dan cerucuk dolken dengan ukuran diameter cerucuk dan
jarak antar cerucuk yang disesuaikan dengan data penyilidakan tanah dan
analisa perhitungan kestabilan lereng. Ataupun menggunakan metode
perbaikan tanah yang dianggap lebih efektif dan efisien.
n) Sistim Pelaksanaan
Setelah dipilih sistim konstruksi dan perbaikan tanah yang sesuai dan dilakukan
perhitungannya, maka selanjutnya dilakukan penggambaran dari hasil
perencanaan detail tersebut. Dan selanjutnya dilakukan pembuatan dokumen
tender.
Personil yang terlibat dalam pekerjaan perencanaan ini antara lain adalah:
2) Ahli Geoteknik
3) Ahli Geodesi
4) CAD Operator
Gambar 6-1.
Dokumentasi survey Instansional
Berikut ini adalah fasilitas-fasilitas yang direncanakan akan dibangun di lahan backup area
dengan area seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
▪ Area pergudangan
▪ Area perkantoran
▪ Area penunjang
Gambar 6-2.
Rencana Pengembangan Backup Area
Dalam pematangan lahan, material timbunan harus memenuhi syarat tertentu untuk dapat
digunakan agar tidak menimbulkan masalah dari segi kekuatan, kestabilan, maupun
settlement. Dalam skala dan volume yang massive untuk pekerjaan pematangan lahan,
material timbunan direkomendasikan untuk memenuhi klasifikasi sebagai berikut:
Gambar 6-3.
Rekomendasi material galian menurut USCS soil classification
Material timbunan yang akan digunakan menggunakan standard dari AASHTO yaitu
spesifikasi timbunan biasa dengan tingkat kepadatan minimum setelah dikompaksi setara
dengan CBR = 6%. Material timbunan tidak boleh memiliki sifat plastisitas tinggi dimana nilai
PI harus berada di bawah 22%. Dengan demikian spesifikasi material timbunan setelah
dipadatkan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut.
Berdasarkan survey material timbunan, kita mendapatkan data dari dinas terkait bahwa
penyedia material yang memenuhi syarat diatas adalah sebagai berikut:
2. H. Endang Kuswan (Kp. Patrol Desa Pataruman, Kec. Cihampelas, Kab. Bandung
Barat)
3. PT. Tianti Nauli (Kp. Citaman RT 07 RW 03 Desa Taman Mekar, Kec. Pangkalan,
Kab. Karawang)
4. Terdapat penyedia material timbunan di Kabupaten Subang. Meskipun belum
memenuhi perizinan, namun diharapkan perizinan akan selesai sebelum
pelaksanaan konstruksi dilakukan.
Gambar 6.4.
Lokasi Penyedia Material Timbunan
Gambar 6-5.
Titik-titik Rencana Survey Penyelidikan Tanah
Peralatan survey yang digunakan untuk penyelidikan tanah adalah sebagai berikut :
Pada survey reconnaissance, telah dilaksanakan tinjau langsung ke rencana titik-titik soil
investigation. Terdapat beberapa titik yang perlu disesuaikan karena titik-titik tersebut
berada di tengah tambak produktif dan di tengah sawah dimana mobilisasi akan sangat sulit
dilakukan maka dilakukan penyesuaian titik-titik dengan tinjau langsung ke lapangan seperti
yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Dan dilakukan juga pendataan pemilik tanah
untuk keperluan perijinan pelaksanaan survey penyelidikan tanah.
Gambar 6-6.
Dokumentasi Tinjauan Titik-Titik Survey Lapangan
Tabel 6-1.
Rencana awal titik soil investigation
Universal Transverse Mecator Degress minutes seconds
No Titik TITIK BLOCK PEMILIK
X Y Latitude Longitude
818858.9028 9309810.498 BH dan SONDIR 1 -6° 14' 10.428" 107° 52' 52.514" B15-07, B15-08, B15-09 CARMIN, RANTA, H.USMAN
818762.4336 9309575.149 BH dan SONDIR 2 -6° 14' 18.099" 107° 52' 49.420" B15-21 HJ.ROMLAH
819313.5917 9309617.633 BH dan SONDIR 3 -6° 14' 16.620" 107° 53' 7.326" B15-62, B15-63, B15-64 H.TABRONI, H.SAM, HJ.KANAYAH
819220.8325 9309383.646 BH dan SONDIR 4 -6° 14' 24.246" 107° 53' 4.353" B15-67 ARIM
819254.5663 9309066.159 BH dan SONDIR 5 -6° 14' 34.567" 107° 53' 5.506" B17-34 MUPID
819788.6761 9309455.708 BH dan SONDIR 6 -6° 14' 21.801" 107° 53' 22.797" B17-13, B17-14 ALING, DASMI
819690.5452 9309199.91 BH dan SONDIR 7 -6° 14' 30.139" 107° 53' 19.653" B17-27 H. KARDI SUKARDI ALI AKBAR
820045.0181 9309352.459 BH dan SONDIR 8 -6° 14' 25.114" 107° 53' 31.147" B17-51, BH17-52, BH17-53 KARWINAH, H.SUKARA, SANATA
819977.4853 9309108.789 BH dan SONDIR 9 -6° 14' 33.051" 107° 53' 28.995" B17-65, B17-58 H.AMIR, H.HASYIM
819911.2268 9308808.409 BH dan SONDIR 10 -6° 14' 42.833" 107° 53' 26.895" B17-74, B17-75 H.THOLIB BIN H.MUSA, H.SARIMAH
820305.3666 9309624.524 BH dan SONDIR 11 -6° 14' 16.218" 107° 53' 39.560" B18-07, B18-08 SUKI, DARTA
820453.795 9309220.532 BH dan SONDIR 12 -6° 14' 29.332" 107° 53' 44.456" B19-22, B19-32, B19-33 PT. LAKSANA DINAMIKA, - , -
820332.8437 9308957.659 BH dan SONDIR 13 -6° 14' 37.903" 107° 53' 40.572" B19-36, B19-37 SATORI, AMINAH, ROFIAH
820596.0622 9308993.678 BH dan SONDIR 14 -6° 14' 36.685" 107° 53' 49.121" B19-22 PT. LAKSANA DINAMIKA
821058.0851 9309127.296 BH dan SONDIR 15 -6° 14' 32.256" 107° 54' 4.114" B19-30, B19-17 TASWAN, CUSNADI
820982.72 9308895.823 BH dan SONDIR 16 -6° 14' 39.798" 107° 54' 1.706" B19-25 RUSLIM
820849.9736 9308718.291 BH dan SONDIR 17 -6° 14' 45.596" 107° 53' 57.423" B19-22 PT. LAKSANA DINAMIKA
820674.7156 9308511.022 BH dan SONDIR 18 -6° 14' 52.369" 107° 53' 51.764" B19-61, B19-62 -, -
821861.3843 9308637.855 BH dan SONDIR 19 -6°14'48.06" 107°54'30.30" B20-04 YAKOB AGUNG
821481.5697 9308485.687 BH dan SONDIR 20 -6°14'53.07" 107°54'17.97" B20-08 H.KARDI SUKARDI ALI AKBAR