Deskripsi Proses

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kerja Praktek

Program Studi Teknik Kimia


Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

2.3. Proses Produksi

2.3.1. ZA I/III

Proses yang digunakan adalah netralisasi (De Nora) dengan prinsip “uap amoniak
(NH3) dimasukkan ke dalam saturator yang berisi mother liquor dan ditambahkan air
kondensat sebagai penyerap panas hasil reaksi dengan bantuan udara sebagai pengaduk”.

Tahapan prosesnya adalah sebagai berikut:

1. Reaksi Netralisasi dan Kristalisasi


Reaksi netralisasi dan kristalisasi ini dilakukan di dalam reactor, yaitu
saturator R-301 ABCD, reaksi netralisasi yang berlangsung antara basa (amoniak,
NH3) dan asam (asam sulfat, H2SO4). Amonium sulfat diperoleh dari hasil netralisasi
antara NH3 (amoniak) dan H2SO4 (asam sulfat). Amoniak dan asam sulfat
dimasukkan ke dalam reaktor (saturator) secara kontinu dengan bantuan udara
sebagai pengaduk dan air sebagai penyerap panas. Namun, sebelumnya saturator
telah diisi dengan mother liquor yang mengandung ZA sekitar 50%. Hal ini
dilakukan karena jika menggunakan air biasa proses yang berlangsung
membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar 8 jam atau lebih, dengan adanya
mother liquor, proses start up akan berlangsung lebih cepat yaitu sekitar 4 jam.

Untuk memproduksi produk ZA III reactor (saturator) yang dibutuhkan lebih


besar dibandingan untuk produksi ZA I, namun reaksi yang berlangsung adalah sama.
Saturator adalah alat utama pada proses kristalisasi yang berfungsi untuk
mereaksikan amoniak dengan asam sulfat dan memekatkan amonium sulfat yang
terbentuk. Saturator ini reaksinya bersifat over jenuh. Asam sulfat dimasukkan
terlebih dahulu supaya saat penambahan amoniak dapat lebih mudah terserap. Jika
amoniak yang dimasukkan terlebih dahulu, akan menyebabkan terjadinya losses
ammonia dan akan menimbulkan bau amoniak. Reaksi pembentukan amonium sulfat
dalam saturator:


2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 + Q (kalori)

13
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.1. Proses Neutralization – Crystallization (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan


ZA I/III PT. Petrokimia Gresik)

Pada diagram ini, air proses dari tangki TK-301 dialirkan ke dalam saturator
ke dalam saturator R-301 ABCD dengan menggunakan pompa P-302, setelah
ketinggian air ± 4,0 m, uap amoniak dengan konsentrasi 99,5% berat dialirkan ke
dalam saturator R-301 ABCD dengan kondisi suhu 70oC dan tekanan 3,5-5,5
kg/cm2g. Asam sulfat dari tangki TK-200 dengan konsentrasi 98,5% dipopakan ke
dalam saturator R-301 ABCD pada kondisi 32oC dengan menggunakan pompa
P305/P202. Udara pengaduk yang digunakan diambil dari udara luar yang ditekan
oleh kompresor, lalu dibersihkan dengan separator oil sebelum dimasukkan ke
dalam saturator. Reaksi pembentukan amonium sulfat adalah reaksi eksotermis,
yang menghasilkan panas ± 109,72 kkal/mol dengan penambahan uap amoniak dan
asam sulfat secara terus-menerus maka konsentrasi amonium sulfat yang terbentuk
akan semakin meningkat dan panas yang dihasilkan juga akan semakin besar. Desain
operasi saturator R-301 ABCD adalah pada 105oC dan tekanan 1 atm, sedangkan
reaksi selalu melepas panas ± 109,72 kkal/mol.

Dengan tujuan menjaga suhu larutan amonium sulfat agar konstan ± 105 oC
maka air proses (kondensat) dari tangki TK-301 perlu ditambahkan secara terus-

14
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

menerus ke dalam saturator. Temperatur dalam saturator dapat bertahan hampir


konstan (105o-113oC) pada kondisi normal operasi. Sebagian kecil panas ini hilang
melalui dinding saturator, sebagian besar akan menguapkan air dari larutan dan
dimasukkan kembali ke dalam saturator untuk menjaga temperatur konstan. Kadar
impuritis di dalam larutan induk (mother liquor) harus diamati, dengan batasan F
maksimum 10 ppm. Untuk mengikat Fe maka diinjeksikan asam fosfat. Pada suhu
105oC dan tekanan 1 atm air proses akan berubah fasa menjadi uap sehingga larutan
amonium sulfat dalam saturator akan menjadi jenuh dan kemudian membentuk
kristal amonium sulfat.

Uap air proses yang terbentuk segera dialirkan keluar saturator R-301 untuk
menjaga kondisi tekanan dalam saturator konstan 1 atm. Uap air ini dikondensasikan
lagi di kondensor E-301 ABCD kemudian air kondensat yang dihasilkan, dialirkan
ke dalam tangki TK-301. Tipe kondensor E-301 ABCD adalah shell and tube dengan
media air pendingin dari unit utilitas I dengan temperatur 30oC, air pendingin yang
keluar dari kondensor harus dijaga temperaturnya tidak boleh lebih dari 50oC. Kristal
amonium sulfat yang terbentuk mempunyai kecenderungan mengendap di dasar
saturator, hal ini dapat mengganggu jalan keluar slurry amonium itu sendiri. Dengan
tujuan untuk mengatasi hal tersebut maka udara murni bertekanan 1 kg/cm2 dan
temperatur 70oC dihembuskan ke dalam saturator R-301 ABCD.

Setelah ketinggian slurry dalam saturator 3,5-4,5 m kandungan kristal amonium


sulfat dalam saturator sudah mencapai 50% berat, slurry amonium sulfat dapat
dialirkan keluar saturator melalui produk outlet berupa kristal yang kemudian
dibawa ke unit pengeringan selanjutnya ke unit pengantongan. Larutan amonium
sulfat jenuh (larutan unduk) dari tangki D-301 AB dengan konsentrasi ±50% dan
temperatur 70oC juga dipompakan ke dalam saturator R-301 ABCD dengan tujuan
mempercepat terbentuknya kristal amonium sulfat. Untuk memperoleh konversi
yang tinggi asam sulfat dimasukkan melalui line yang selalu terendam di bagian atas
saturator dengan flow sebesar ± 5,2 ton/jam dan uap amoniak dilewatkan melalui
sparger di bagian bawah saturator dengan flow sebesar ± 1/3 dari flow asam sulfat.

15
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Keasaman harus dijaga dengan mengatur jumlah pemasukan NH3 vapor. Jika
acidity (keasaman) naik, maka pemasukan NH3 harus ditambah. Sedangkan jika
acidity turun, pemasukan NH3 vapor harus dikurangi. Untuk flow acid (asam sulfat),
jumlahnya konstan.

2. Pemisahan Kristal
Pada proses ini, larutan amonium sulfat dalam tangki mother liquor harus dijaga
suhunya pada 70oC dan dilakukan pengadukan secara kuntinyu sebelum dialirkan ke
saturator R-301 ABCD dengan menggunakan pompa P-301. Produk dari saturator
R-301 ABCD yang terdiri dari kristal amonium sulfat 50% berat dan sisanya larutan
ammonium sulfat akan dipisahkan di centrifuge (M 301 AB). Centrifuge merupakan
suatu alat pemisah antara padatan dan cairan dengan menggunakan screen yang
berputar secara kontinyu.

Hasil produk slurry amonium sulfat yang berasal dari saturator R-301 ABCD
dilewatkan melalui Hopper D 302 AB untuk diumpankan ke centrifuge M 301 AB
secara kontinyu. Kristal amonium sulfat akan tertahan pada dinding screem dan
terkumpul di silinder screen. Secara kontinyu pusher bergerak maju mundur untuk
mendorong kristal amonium sulfat yang terkumpul di screen ke solid discharge.
Produk kristal keluar dari centrifuge M 301 AB mempunyai kandungan air sekitar
2% berat maksimum dikirim ke rotary dryer M 302 melalui belt conveyor M 303
secara kontinyu. Larutan amonium sulfat yang tertampung di dalam tangki mother
liquid D 301 AB dianalisis kadar kation-kation bebasnya. Kation-kation tersebut
biasanya adalah Fe3+ yang dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi bentuk kristal
yang akan dihasilkan.

Kristal amonium sulfat yang banyak mengandung ion logam tersebut


biasanya berbentuk panjang seperti jarum. Kandungan kation bebas dalam larutan
induk dibatasi maksimum 10 ppm. Apabila melebihi ambang batas yang ditetapkan
maka ke dalam tangki mother liquor D 301 AB ditambahkan asam fosfat sehingga
akan terbentuk endapan putih yang mudah dipisahkan.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

16
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Fe +PO4 FePO4
3+ 3-

Butiran kristal amonium sulfat yang dihasilkan akan diteruskan menuju belt
conveyor dan screw conveyor untuk selanjutnya dibawa ke rotary dryer untuk
dilakukan proses pengeringan. Sedangkan larutan induk akan dialirkan kembali ke
mother liquor tank untuk dilakukan recycle ke saturator.

3. Pengeringan Produk

Gambar 2.2. Proses Purifikasi Produk (Sumber : Powerpoint Proses


Pembuatan ZA I/III PT. Petrokimia Gresik)

Pada proses tahap ini bertujuan untuk mengurangi kadar air kristal amonium
sulfat hingga 1,0% berat maksimal. Proses pengeringan kristal ZA di PT. Petrokimia
Gresik menggunakan rotary dryer. Alat ini terdiri dari shell berbentuk silinder
horizontal yang dipasang pada suatu roll, sehingga silinder dapat berputar dan
kedudukannya sedikit membentuk sudut kemiringan. Pada bagian dalam silinder
terdapat sekat-sekat yang arahnya mebujur sejajar sumbu silinder. Sekat ini disebut
“shovel” berfungsi sebagai pengangkut butiran bahan yang akan dikeringkan pada
saat silinder berputar.

Pada bagian akhir belt conveyor sebelum jatuh ke screw conveyor M 307, pada
permukaan kristal amonium sulfat ditambahkan larutan anti-cacking dan pewarnaan
17
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

untuk produk subsidi, pada ujung akhir screw conveyor dihubungkan langsung
dengan bagian masuk ke rotary dryer M 302. Kristal amonium sulfat masuk ke
bagian ujung yang lebih tinggi dari rotary dryer M 302 dengan kadar air maksimum
1% berat pada temperatur 70oC keluar melalui bagian ujung yang lebih rendah karena
adanya gaya gravitasi.

Yang digunakan sebagai media pemanas pada proses ini adalah udara yang
dipanaskan dengan heater yang sudah terangkai dalam rotary dryer tersebut. Udara
pemanas akan mengalir searah dengan kristal amonium sulfat, suhu udara pemanas
masuk adalah untuk ZA I sebesar 115oC dan ZA III sebesar 104oC. Kristal amonium
sulfat akan mengalir keluar sebagai produk kering dengan kadar air maksimum 1%
berat denan temperatur 55oC pada bagian ujung yang lebih rendah.

Gerakan aliran dari kristal amonium sulfat ini disebabkan adanya putaran
silinder dan kemiringan silinder. Media pemanas dalam heater adalah Low Pressure
Steam dari unit utilitas I, udara dari atmosfer akan memasuki rotary dryer disebabkan
adanya hisapan atau tarikan dari Fan C 302. Udara keluar dari rotary dryer M 302
pada temperatur 60-65oC, udara tersebut diperkirakan mengandung debu amonium
sulfat yang beterbangan sebagai indicator bahwa produk ZA sudah kering.

Udara keluar dari rotary dryer M 302 dilewatkan wet cyclone D 303/309 untuk
menangkap debu amonium sulfat yang terbawa dalam udara pemanas. Udara
pemanas yang masuk ke wet cyclone D 303/309 dispray dengan air proses, kemudian
air proses dan debu amonium sulfat yang tertangkap akan mengalir ke tangki larutan
ZA dan D 307. Larutan ini akan dialirkan ke tangki P301 sebagai mother liquor
sedangkan udara pemanas setelah melewati wet cyclone D 303/309 dilepaskan ke
atmosfer.

4. Penampungan dan Pengemasan Produk


Tahap penampungan produk ini bertujuan untuk menyimpan sementara kristal
ZA sebelum dikemas. Krital amonium sulfat kering dengan bantuan vibrating feeder
M 308 diumpankan ke bucket elevator M 306. Kemudian diangkut setinggi 16,6 m.
Kristal amonium sulfat dari bucket elevator diteruskan ke belt conveyor M 309 dan
18
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

dilewatkan melalui hopper D 306 dan dilewatkan kembali dalam belt conveyor M
662 AB, akhirnya ditampung dalam sebuah bin. Dari bin ini selanjutnya kristal akan
masuk ke proses pengantongan. Kristal amonium sulfat dikemas dalam karung
plastik dengan berat bersih 50 kg tiap karung.

Proses yang digunakan adalah netralisasi (De Nora) dengan prinsip adalah uap
NH3 dimasukkan ke dalam saturator yang berisi mother liquor dan ditambah
kondensat (sebagai penyerap panas hasil reaksi) dengan bantuan udara sebagai
pengaduk. Tahapan prosesnya adalah reaksi netralisasi dan kristalisasi, pemisahan
kristal, pengeringan produk, dan penampungan dan pengemasan produk

Gambar 2.3. Diagram Proses Produksi Pupuk ZA (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT
Petrokimia Gresik)

2.3.2. Amonia

Amonia diproduksi dari gas H2 dan N2 melalui reaksi dengan bantuan katalis
dengan kondisi tekanan dan temperatur tinggi.

Secara umum, proses produksi amoniak PT. Petrokimia Gresik dibagi menjadi
beberapa proses, antara lain:

1. Penyediaan gas synthesa


2. Pemurnian gas synthesa
3. Synthesa amoniak
4. Refrigerasi

19
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

5. Recovery Purge Gas, yaitu Purge Gas Recovery Unit (PGRU) & Hydrogen
Recovery Unit (HRU)

Gambar 2.4. Diagram Proses Produksi Amonia (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT
Petrokimia Gresik)
 Proses Produksi Amonia :

1. Tahap Penyediaan Gas Synthesa
a. Desulfurisasi Bahan Baku
Sebelum masuk ke proses desulfurisasi gas mengalami beberapa perlakuan,
yaitu:

 Pemisahan Pengotor
Gas alam digunakan sebagai bahan baku pembuatan amoniak, masih
mengandung pengotor yang harus dipisahkan kandungan cairan dan
padatannya menggunakan KO drum 144 F, alat ini terdiri dari distributor
gas inlet, demister pada nozzle gas outlet dan pemecah vortex diatas
nozzle cairan. Cairan yang telah dipisahkan dimasukkan ke tangki flash
kondesat proses. Gas keluar 144 F dibagi menjadi dua aliran, yaitu untuk
umpan unit sintesis gas amoniak dan bahan bakar.

20
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

 Kompresi dan Pemanasan Awal


Proses ini berfungsi untuk menaikkan tekanan gas alam dari 18,3
kg/cm2 menjadi 45,7 kg/cm2. Komponen utama yang digunakan adalah
101 B gas preheat coil yang terletak dalam zona konveksi 101 B panas
gas diumpankan dari 103oC ke 350 – 399oC dengan pertukaran panas
dengan gas buang existing.

Desulfurisasi merupakan langkah penghilangan senyawa belerang (S)


yang terkandung di dalam gas alam. Sulfur merupakan racun katalis
yang akan menghambat proses sintesis amoniak. Langkah penghilangan
senyawa belerang (S) yang tekandung di dalam gas alam pada tekanan
44,3 kg/cm2 dengan suhu 399oC. Terdapat dua macam unsur sulfur
dalam gas alam, yaitu:

 Senyawa sulfur reaktif yang dapat ditangkap dengan mudah oleh katalis
ZnO = 70,8 m3
 Senyawa sulfur non reaktif, diperlukan katalis Cobalt Molybdate (Co-
Mo) = 8,5 m3, dengan menambahkan gas H2 dari Syn loop.
Dengan menambahkan gas H2 dari syn loop, maka semua senyawa S
organik baik reaktif maupun non-reaktif akan dihidrogenasi oleh katalis Co-Mo
menjadi H2S sehingga kandungan sulfur dalam gas alam dikurangi sampai batas
0,01 ppm di dalam desulfurizer. Katalis yang digunakan dalam proses
desulfurisasi ada dua macam yaitu Co-Mo dan ZnO dengan life time 4 tahun.

Bila daerah yang kandungan gasnya tinggi, kualitas Co-Mo dan ZnO
dimungkinkan life time 2 tahun.

Reaksi yang tejadi:

 Pada Katalis Co-Mo

 Pada Katalis Zn

21
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

b. Primary Reformer
Pada proses primary reformer digunakan komponen utama, diantaranya
adalah sebagai berikut:

 Reformer 101-B yang terdiri dari furnace, tube berisi katalis, riser, dan
zona konveksi.
 Tube radian. Terdapat 224 tube radian berisi katalis yang terdapat pada
101-B. Tube tersebut diisi dengan katalis nikel oksida dengan ukuran 5/8
x 5/8 x 5/16 inchi raschig ring diatas separuh pada setiap tube reformer
dan 5/8 x 5/8 x 5/16 inchi raschig ring yang diletakan separuh pada
bagian bawah setiap tube. Total katalis 26,16 m3.
 Katalis nikel oksida diperlukan untuk reaksi di primary reformer.
Proses primary reformer berfungsi untuk mengubah gas alam menjadi H2,
CO, dan CO2. Reaksi berlangsung pada temperatur ±800oC dan tekanan 39,8
kg/cm2. Reaksi ini merupakan reaksi endotermik yang mengambil panas dari
reaksi pembakaran sebagian gas alam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

CH4 + H2O CO + 3H2 H = +206,11 kJ/mol (Endotermis)

CO + H2O CO2 + H2 H = -41,22 kJ/mol (Eksotermis)

Ketika suhu dinaikkan maka konversi CH4 semakin besar (ke arah
endotermis) juga ketika tekanan diturunkan, konversi CH4 semakin besar (ke
arah mol besar). Pada Primary Reformer menghasilkan gas yang mengandung
Methane (CH4) ±10-12%.

c. Secondary Reformer

Proses ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nitrogen pada sintesis


amoniak. Oksigen yang ditambahkan direaksikan dengan hidrogen pada gas
proses akan menghasilkan panas yang diperlukan pada reaksi reformer. Panas
gas keluaran dimanfaatkan untuk membangkitkan uap tekanan tinggi WHB
(Waste Heat Boiler). Komponen utama:

14
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

 Vessel 103-D: bejana tekan yang dilapisi dengan batu tahan api,
dilengkapi dengan jaket air dan berisi katalis nikel yang diperlukan
untuk reaksi di secondary reformer.
 Katalis: katalis bed terdiri dari 34,8 m3 katalis nikel. Katalis ini
diletakan ditas bed bola alumina yang berdiameter 25 mm dan
dibawahnya alumina berdiameter 50 mm. Bola alumina dan katalis
didukung dengan archid brick. WHB 101-C merupakan penukar panas
tipe shell and tube, bagian dalam sel dilengkapi dengan batu tahan api
dan bagian luar dengan jaket air. Gas proses mengalir melewati shell
memberikan panas ke air boiler dalam tube.
 Super heater 102-C: penukar panas tipe shell and tube, bagian dalam sel
dilengkapi dengan batu tahan api dan bagian luar dengan jaket air.
Gas proses mengalir melewati shell memberikan panas steam dalam
tube, menghasilkan uap tekanan tinggi (superheated)

Gas dari Primary Reformer direaksikan lebih lanjut untuk mencapai CH4
±0,3% dilakukan pada bejana tekan dilapisi batu tahan api. Panas yang
diperlukan diperoleh dari pembakaran gas dengan udara luar yang sekaligus
menghasilkan N2 untuk sintesis NH3.

15
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

16
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.5. Diagram Proses Primary dan Secondary Reformer (Sumber : Powerpoint Proses
Pembuatan Amoniak PT. Petrokimia Gresik)

Reaksi yang terjadi di secondary reformer:

2H2 + O2 2H2O H = -483,6 kJ/mol (eksotermis)

CH4 + H2O CO + 3H2 H = +206,14 kJ/mol (endotermis)

CO + H2O CO2 + H2 H = -41,22 kJ/mol (eksotermis)

c. CO Shift Conversion

17
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.6. Diagram Proses CO shift Converter (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan
Amoniak PT. Petrokimia Gresik)

Shift Conversion berfungsi untuk mengubah hampir semua CO menjadi CO2


dan H2. Gas CO yang merupakan salah satu produksi gas dari reformer, tidak
dikehendaki pada proses pembuatan amoniak. Komponen utama:

 HTSC 104-D1 berisi katalis besi-krom dengan volume 79,5 m3.


 LTSC 104-D1 berisi katali yang terdiri dari alumina, tembaga dan
seng. Fungsi dari katalis bagian atas adalah sebagai pelindung terhadap
adanya senyawa sulfur, menyerap sebagian kecil H2S yang lolos dari
HTSC.

 HTS effluent WHB 103-C1/C2: gas proses meninggalkan 104-D1


didinginkan di exchanger 103-C1/C2. Gas proses [ada sisi shell dan
BFW melwati tube kemudian gas masuk ke LTS.

18
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Salah satu produk gas hasil dari proses reformer adalah CO. Namun, gas CO
tidak dikehendaki pada proses pembuatan amoniak. Reaksi shift conversion adalah
sebagai berikut:

CO + H2O => CO2 + H2H = -41,22 kJ/mol (eksotermis)

Reaksi yang terjadi pada:

 HTS untuk mereaksikan sebagian besar CO pada suhu tinggi (425oC) dengan
menggunakan katalis besi oksida (Fe2O3) pada tekanan 34,8 kg/cm2g.
 LTS untuk mereaksikan sisa CO sehingga menghasilkan kadar CO yang rendah

yang bisa diterima di proses metanasi. Reaksi terjadi pada suhu 225oC dengan

katalis tembaga.
2. Tahap Pemurnian Gas
Produk gas yang keluar dari LTS masih mengandung CO2 yang cukup
tinggi dan sedikit gas CO. Sehingga gas tersebut harus dibuang karena
dapat meracuni katalis dalam proses sintesis amoniak.

a. CO2 Removal
Penghilangan gas CO2 dilakukan dengan cara absorbsi gas CO2
oleh media K2CO3 pada:

Tekanan tinggi ± 28 – 32 kg/cm2.


Temperatur ± 70oC
Media penyerap:
- K2CO3 dengan konsentrasi: 25 – 30%
- DEA (Diethanol Amine) sebagai aktivator

19
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

- KNO2 (Kalium Nitrit): mengontrol keadaan oksidasi dari


vanadium.
- V+4 + KNO2 => V+5 + N2 + NO

V2O5 sebagai Corrosion Inhibitor


- Membentuk lapisan pelindung pada dinding dalam absorber
- Menurunkan korosi pada pipa, vessel, dan pompa
Reaksi absorbsi:

K2CO3 + H2O + CO2 => 2KHCO3 + Panas

DEA akan menyerap sisa CO2, mengatur target operasi 0,06% CO2
pada proses gas keluar. Pemberian inhibitor Vanadium berfungsi untuk
menurunkan korosi pada pipa, vessel, dan pompa. Pelepasan CO2 dari KHCO3
dilakukan dengan cara Stripping pada tekanan rendah, yaitu 0,5 – 1 kg/cm2 pada
suhu 100 – 130 oC (pada suhu jenuh). Reaksi yang terjadi:

2KHCO3 => K2CO3 + H2O + CO2

20
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.7. Diagram Proses CO2 Removal (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan Amoniak PT.
Petrokimia Gresik)
CO2 + 4H2 => CH4 + 2H2O H = -164,89 kJ/mol (eksotermis)

Komponen utama yang terdapat pada proses metanasi adalah sebagai berikut :

 Methanator 106-D: suatu bejana vertikal terdiri dari sebuah distributor gas
inlet, berisi katalis nikel 26,7 m3 dengan ukuran 5/16 x 5 x 16 inchi.
 Methanator feed, effluent exchanger 114-C penukar panas tipe shell and
tube dengan umpan methanator berada pada shell dan effluent melalui tube.
 Methanator effluent cooler 115-C penukar panas tipe shell and tube dengan
effluent methanator.

21
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.8. Diagram Proses Metanas (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan Amoniak
PT. Petrokimia Gresik)

3. Sintesis amoniak
a. Synthesis Gas Compressor

Proses ini bertujuan untuk mengkompresi gas sintesis pada tekanan operasi
masuk 30,5 kg/cm2 dengan suhu masuk 37oC dan tekanan operasi keluar 179,5
kg/cm2 dengan suhu keluar 42oC

b. Ammonia Converter
Pada tahap ini dilakukan proses dengan mereaksikan N2 dan H2 menjadi NH3 pada
tekanan 179 kg/cm2 dengan suhu 500 – 550 oC serta menggunakan katalis besi
oksida (Fe2O5) = 77m3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
N2 + 3H2  2NH3 H = -92,4 kJ/mol (eksotermis reversibel) Keluaran kadar NH3
Converter sebesar 17,2% sedangkan sisa gas yang tidak bereaksi, di recycle. Selain
gas CO dan CO2, H2O juga bersifat racun terhadap katalis. Sehingga H2O juga harus
dihilangkan, untuk menghilangkan H2O sebelum masuk Syn Loop dipasang
Molecular Sieve Dryer yang berfungsi sekaligus untuk menyerap sias CO2 yang
masih ada.
Komponen untama yang ada:

 Komponen amoniak 105-D: konverter berbentuk bejana horizontal, berisi


keranjang katalis yang dapat ditambahkan. Konversi NH3 terjadi di bejana.
 Seal Oil Separator 111-L: bejana vertikal yang di rancang untuk
menghilangkan umpan oil dari gas sintesis, oil ini dikeringkan secara manual.

22
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

 Compressor kick-back cooler 134-C: shell dan tube exchanger, mendinginkan


gas keluaran 103-J, air pendingin berada di tube sedangkan gas sintesis berada
di shell.
 Konverter feed / effluent exchanger 121-C: konverter umpan di tube
dipanaskan dengan effluent converter di shell.
 Konverter intercharge 121-C: umpan dari 121-C dipanaskan oleh gas sintesis
dari bed katalis utama.
 Start up heater 120-B: terletak di dekat 105-D, heater merupakan sebuah
furnace vertikal yang dinyalakan oleh gas dengan bottom fiiring burner dan
dilengkapi dengan draft damper manual.
4. Refrigerasi
Tahap Refrigerasi dilakukan dengan menggunakan media amoniak yang
digunakan untuk :

 Kondensasi NH3 yang terkandung dalam syn loop


 Kondensasi secondary NH3 dari vent gas dan pure gas
 Recovery amoniak dari purge dan flash
 Mendinginkan make up gas sebelum masuk dryer
 Menurunkan jumlah H2O dari gas sintesis.
Tahap refrigerasi ini terdiri atas empat tingkat sistem refrigerasi NH3 yang
menyediakan refrigerasi untuk mengkondensasi NH3 di Syn Loop, secondary NH3 dari
vent gas dan purge gas akan mendinginkan MUG untuk menurunkan sejumlah H2O dari
gas sintesis. Sistem ini beroperasi pada 4 macam level suhu yang berbeda, yaitu 13oC, -
1oC, -12oC, dan -33oC serta terdiri dari kompresor, refrigerant condenser, evaporator,
dan flash drum.

Beberapa pengendalian proses yang dapat mempengaruhi kerja sistem refrigerasi


diantaranya adalah:

23
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

- Tekanan sistem terlalu tinggi yang disebabkan oleh beban kompresor yang
rendah, dikendalikan dengan menaikkan bebannya.
- Tekanan sistem terlalu tinggi yang disebabkan oleh akumulasi gas inert,
dikendalikan dengan menambah pembuangan gas inert pada 109-F.
- Tekanan sistem terlalu tinggi yang disebabkan oleh kurangnya pendinginan
dikondenser amoniak, dikendalikan dengan mengatur flow dan temperature
inlet pendingin.
- Kondensasi amoniak kurang sempurna yang disebabkan oleh sistem
pendingin yang kurang sempurna atau terjadinya akumulasi gas inert.
- Tekanan dan kecepatan kompresor hunting yang dapat diindikasikan
terjadinya surging. Kadar NH3 dalam recycle = 1,34%.

Gambar 2.9. Diagram Proses NH3 Converter & Refrigeration (Sumber : Powerpoint Proses
Pembuatan Amoniak PT. Petrokimia Gresik)

24
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

5. Purge Gas Recovery Unit (PGRU) & Hydrogen Recovery Unit (HRU).
Pada tahap ini, gas inert (CH4, He, Ar) harus dijaga di syn loop, sejumlah kecil
syn gas dikeluarkan dari sistem. Purge gas setelah direcover kandungan NH3 dan H2-
nya, kemudian inert-nya dipakai sebagai fuel gas di primary reformer. Untuk
memisahkan H2 dan NH3, terdiri dari Purge Gas Recovery Unit (PGRU) fungsinya
recover NH3 dan Hydrogen Recovery Unit (HRU) mengkonversi H2 untuk dikembalikan
ke Syn Loop pada tekanan 157 kg/cm2 dan suhu 45oC. Gas-gas yang berasal dari HP
purge gas dikirim ke HP Purge Gas Scrubber sedangkan flash gas dari NH3 receiver
dan sebagainya dikirim ke LP purge gas scrubber. Di dalam kedua scrubber tersebut,
NH3 diserap dengan air.

Dari HP absorber, gas dari puncak dikirim ke separator diamana sebagian besar
H2 dan N2 dapat direcover dan digunakan kembali sebagai make up gas ke syn loop. Gas
dari puncak LP absorber dan sisa off gas dari Hidrogen Recovery Unit (HRU) direcover
dan digunakan kembali sebagai bahan bakar di Primary Reformer. Gabungan larutan
dari scrubber dibawa ke stripper di bagian bawah reflux NH3. Reflux NH3 diperoleh dari

sistem refrigerasi. Sebagai media stripping dipakai MPS. Uap NH3 yang dihasilkan di

puncak stripper dialirkan ke refrigeration condenser dan diembunkan serta direcover


sebagai produk.

25
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.10. Diagram Proses Purge Gas Recovery Unit (Sumber : Powerpoint Proses
Pembuatan Amoniak PT. Petrokimia Gresik)

2.3.3. Urea

Urea mengandung 46,65% nitrogen. Pupuk urea merupakan pupuk nitrogen terbesar diantara
semua jenis pupuk yang berbentuk padat. Pupuk urea dapat digunakan dalam bentuk kristal, bulir,
butir, atau larutan 0,5-6%. Urea yang diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik berbentuk prill karena
bentuk prill lebih mudah digunakan bagi petani dengan cara ditabur atau disebar dibandingkan
dengan bentuk granulla yang harus ditanam. Proses yang digunakan dalam produksi urea adalah
ACES Process (Advanced Cost and Energy Saving Process) dari TEC Tokyo, Jepang dengan
kapasitas produksi sebesar 1400 ton/hari urea butiran (prilling urea)dan frekuensi operasi 330
hari/tahun. Berikut merupakan diagram proses pembuatan urea yang ada di PT Petrokimia
Gresik

26
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.11. Diagram Proses Produksi Urea (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan Urea
PT. Petrokimia Gresik)

 Tahapan Proses:
Secara umum proses pembuatan urea dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut

1. Unit Sintesis
2. Unit Purifikasi
3. Unit Konsentrasi
4. Unit Prilling
5. Unit Recovery
6. Unit Pengolahan Proses Kondensat
7. Unit Pengolahan Air
 Uraian Proses:
1. Unit Sintesis
Pada unit ini, urea sintesis dibuat dengan reaksi antara amoniak cair dan gas CO2

dari pabrik amoniak , dan recycle larutan carbamat dari unit recovery. Peralatan utama pada
seksi sintesis adalah reaktor (DC-101), Stripper (DA-101), Scrubber (DA-102) dan Carbamate
Condenser (EA-101 dan EA-102). Reaksi di dalam reaktor terjadi secara seri, seperti berikut:

(a) Pembentukan amonium karbamat

2NH3 + CO2 NH4COONH2 + Q

(b) Dehidrasi amonium karbamat menjadi urea

NH4COONH2 NH2CONH2 + H2O – Q

Kedua reaksi di atas bersifat reversible, dan reaksi:

(a) Bersifat eksotermis dengan panas yang dihasilkan 38.000 kkal tiap mol carbamate.

27
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

(b) Bersifat endotermis dengan membutuhkan panas 5.000 kkal tiap mol urea yang
dihasilkan. Di bawah ini merupakan diagram proses pada unit sintesis.

Gambar 2.12. Diagram Proses Sintesis (Sumber : Powerpoint Proses Pembuatan Urea PT.
Petrokimia Gresik)

Berikut adalah penjelasan mengenai masing masing alat:

a. Reaktor (DC-101)

Reaktor DC-101 adalah menara vertikal dengan 9 interval baffle plate dan

28
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

dinding bagian dalam yang dilapisi dengan stainless steel 316 L Urea Grade sebagai
anti korosi dari zat – zat pereaksi dengan produk. Baffle plate didalamnya digunakan
untuk menghindari back mixing.

Di dalam reaktor terjadi pengontakkan NH3 cair dan larutan karbamat. NH3 cair
dengan tekanan 20 kg/cm2. g dan temperatur 30⁰C dialirkan ke pabrik urea dan
ditampung ke dalam amonia reservoir (FA105), kemudian dipompa menggunakan
NH3 boost-up pump (GA 103 A,B) hingga tekanan 25 kg/cm2g, selanjutnya
dipompakan menggunakan amonia feed pump (GA-101A/B) hingga tekanannya 180
kg/cm2g.

Tipe pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal. Aliran yang dipompakan
akan dialirkan menuju amonia preheater (EA-103) untuk dipanaskan menggunakan
panas dari steam condensate dan dilanjutkan menuju reactor (DC 101). Larutan
karbamat berasal dari carbamat condenser. Dengan pengontakkan ini terjadi reaksi
pembentukan karbamat dan urea. Kedua reaksi merupakan reaksi kesetimbangan,
sehingga untuk mencapai konversi yang diinginkan diperlukan kontrol terhadap
temperatur, tekanan, waktu reaksi dan perbandingan molar NH3/CO2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Operasi Reaktor. 

 Pengaruh Suhu

Reaksi konversi urea merupakan reaksi endotermis dan untuk mencapai konversi
yang tinggi diperlukan temperatur reaksi tinggi. Temperatur terlalu tinggi akan
menurunkan pembentukan urea, karena terjadi penambahan volume gas.
Pertambahan volume gas dengan sendirinya akan menambah laju alir gas ke
scrubber. Selain itu, suhu tinggi juga berpengaruh terhadap korosi material reaktor
serta naiknya tekanan keseimbangan. Temperatur rendah juga akan menurunkan
konversi urea, karena reaksi pembentukan urea adalah reaksi endotermis. Reaktor

29
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

beroperasi pada temperatur 186-187 0C untuk reaktor bagian atas dan 174-175 0C

untuk reaktor bagian bawah. Hal ini tergantung pada jumlah produksi. Temperatur
dalam reaktor diatur dengan menaikkan atau menurunkan steam pemanas pada
amoniak preheater, mengatur ekses NH3 dan laju larutan recycle.

 Pengaruh Tekanan

Konversi amonium karbamat menjadi urea hanya berlangsung pada fasa cairan,
jadi diperlukan tekanan yang tinggi. Tekanan operasi yang terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding reaktor apabila melebihi tekanan desain.
Tekanan yang rendah akan menurunkan pembentukan urea karena larutan yang

menguap bertambah. Reaktor beroperasi pada tekanan 167-175 kg/cm2.Tekanan

keseimbangan di dalam reaktor ditentukan oleh temperatur operasi dan molar ratio
N/C. Apabila reaktor dioperasikan di atas tekanan keseimbangan, maka rasio
konversi akan naik. Tekanan operasi yang tinggi akan mengakibatkan temperatur
operasi di stripper tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai dekomposisi yang
cukup terhadap bahan yang keluar dari reaktor belum terkonversi. Sementara itu
kondisi yang demikian akan mengakibatkan hidrolisa urea dan pembentukan biuret
di stripper bertambah.

 Pengaruh Waktu Tinggal

Untuk mencapai konversi urea yang tinggi, diperlukan waktu reaksi yang cukup.
Waktu reaksi diatur atau dikendalikan dengan ketinggian level cairan dalam
reaktor. Level tinggi menyebabkan adanya larutan yang terbawa ke scrubber. Level
yang rendah akan mengurangi waktu reaksi sehingga konversi yang diinginkan
tidak tercapai. Level operasi berkisar 51-53%. Ketinggian level diatur dengan
bukaan valve pada bagian keluaran reaktor. Untuk meminimalkan waktu tinggal, di

30
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

dalam reaktor dipasang baffle plate. Hal ini digunakan untuk menghindari
pencampuran balik dari larutan sintesis.

 Perbandingan Molar NH3/CO2


Untuk mencapai homogenitas reaksi diperlukan reaktan dengan konsentras
tinggi. Di antara kedua reaktan (NH3 dan CO2), NH3 lebih mudah dipisahkan dari
aliran gas daripada CO2. Untuk memisahkan NH3 dari aliran gas dapat dilakukan
dengan absorpsi menggunakan air. Untuk ekses reaktan digunakan ekses NH3.
Perbandingan NH3/CO2 desain alat adalah 4:1. Perbandingan ini berfungsi untuk
menjaga konversi. Perbandingan rendah akan menurunkan laju pembentukan urea
dan menambah beban pada stripper. Perbandingan tinggi akan menambah laju gas
menuju scrubber. Perbandingan molar dikendalikan dengan megatur laju NH3.
Larutan urea yang terbentuk di dalam reaktor keluar melalui down pipe dan masuk
ke stripper secara gravitasi dan gas yang terbentuk mengalir ke scrubber.

b. Stripper (DA-101)
Stripper berfungsi untuk menguraikan larutan karbamat yang tidak terkonversi
dan memisahkan NH3 dan CO2 dari laurtan urea. Ekses NH3 dipisahkan dari aliran
dengan menggunakan tray-tray pada bagian atas stripper. Reaksi penguraian yang
terjadi:
NH2COONH4 →2NH3 + CO2 – Q

Kalor untuk reaksi penguraian diperoleh dari steam yang dialirkan pada falling
type heater. Pada stripper dialirkan gas CO2, dengan adanya aliran ini akan
meningkatkan tekanan parsial CO2 yang mengakibatkan larutan karbamat terurai. Gas
CO2 terlebih dahulu dikompresi dengan CO2 compressor (GB-101) dan diinjeksikan
udara lewat interstage CO2 compressor. Penginjeksian udara berfungsi untuk anti
korosi atau pasivasi pada logam-logam peralatan proses. Tray dipasang di bagian atas
dari stripper untuk memisahkan amoniak dan mengatur molar rasio N/C larutan pada

31
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

komposisi yang tepat untuk operasi stripping. Supaya proses pada stripper sesuai
dengan kebutuhannya diperlukan kontrol terhadap temperatur, level, aliran CO2,
tekanan steam, tekanan operasi, dan komposisi larutan sintesa urea.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Operasi Stripper

• Temperatur
Reaksi penguraian merupakan endotermis, untuk memenuhi kebutuhan kalor
reaksi diperlukan temperatur yang tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan korosi pada dinding stripper. Temperatur rendah akan
menurunkan laju penguraian. Stripper beroperasi pada temperatur bagian bawah
175-177⁰C dan 191,5-193⁰C untuk bagian atas.

• Level
Agar sebagian besar karbamat dapat diuraikan diperlukan waktu kontak antara
larutan dengan pemanas yang mencukupi. Kontrol level digunakan untuk mengatur
waktu kontak antara larutan dengan steam dan gas CO2. Level yang terlalu rendah
akan menyebabkan banyak gas CO2 yang terbawa ke HP decomposer. Level yang
tinggi akan meningkatkann reaksi pembentukan biuret dan hidrolisa urea:
NH2COONH2 + H2O →2NH3 + CO2 – Q
2NH2CONH2 →NH2COONH4 (biuret) + NH3 – Q
Level dijaga pada rentang 30-38%. Pengendalian level dilakukan dengan
mengatur bukaan valve pada bagian keluaran. Pada umumnya, level di bagian
stripper dibuat serendah mungkin. Level yang tinggi akan menambah waktu
tinggal di bagian bawah stripper sehingga meningkatkan reaksi dan
pembentukan biuret.

• Aliran CO2
Selain dengan menggunakan pemanas, penguraian karbamat dapat dilakukan
dengan meningkatkan tekanan parsial CO2. Aliran CO2 rendah akan menurunkan

32
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

penguraian karbamat, sedangkan aliran CO2 yang tinggi akan menurunkan


perbandingan molar NH3/CO2 pada reaktor. Laju alir CO2 tergantung pada jumlah
produksi.
• Tekanan Steam
Steam berfungsi sebagai pemanas, apabila tekanan steam meningkat dengan
terjadinya pembentukkan biuret dan hidrolisa urea. Tekanan steam rendah, kalor
yang dibutuhkan untuk menguraikan karbamat tidak mencukupi sehingga efisiensi
stripper menurun. Larutan urea keluaran stripper diekspansi hingga tekanan

menjadi 18-19 kg/cm2 dan temperatur 135-136oC. Larutan urea selanjutnya

dipanaskan pada bagian shell EA-102. Tekanan steam dalam shell diatur untuk
mengatur efisiensi stripping.

• Pengaruh Tekanan Operasi


Tekanan operasi yang tinggi akan menaikkan sisa amoniak yang terkandung di
dalam outlet stripper. Temperatur operasi juga dinaikkan untuk mencapai

dekomposisi yang cukup. Tekanan operasi stripper pada 167-175 kg/cm2.

• Pengaruh Komposisi pada Larutan Sintesis Urea


Efisiensi stripping dipengaruhi oleh komposisi larutan sintesis. Konversi CO2
yang tinggi pada larutan sintesis dapat dicapai dengan efisiensi stripping yang
tinggi, yang dilihat dengan rendahnya jumlah steam yang dibutuhkan pabrik urea.

c. Scrubber (DA-102)
Scrubber berfungsi untuk mengabsorp gas-gas dari reaktor dengan
menggunkan larutan karbamat recycle. Absorpsi terjadi dengan adanya reaksi
pembentukan karbamat dari gas-gas tersebut.

2NH3 + CO2 NH4COONH2 + Q

33
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Larutan dialirkan ke carbamate condenser (EA-101). Gas-gas yang tidak


terabsorp dikirim ke HPA (EA-401) untuk diabsorp lebih lanjut.

• Carbamate Condenser (EA-101 dan EA-102)


Didalam EA-101 dan EA-102 gas dari DA-101 dikondensasikan dan
diabsorbsi oleh larutan karbamat recycle dari tahap recovery. Kedua condenser

dioperasikan tekanan 163-170 kg/cm2 dan temperatur 173,5- 175oC. Sebagian

besar larutan karbamat terbentuk pada bagian ini.

2NH3 + CO2 →NH4COONH2 + Q

EA-101 berfungsi mengabsorp gas menggunakan larutan karbamat dari scrubber


dan memanfaatkan panas reaksi untuk menghasilkan steam. Larutan karbamat
yang terbentuk dialirkan ke reaktor. Apabila temperatur EA-101 tinggi maka
temperatur pada reaktor meningkat dan sebaliknya. Steam yang dihasilkan
diperlukan kontrol terhadap tekanannya.

Peningkatan tekanan steam akan menurunkan kalor yang diserap dari EA-101,
dan hal ini akan mengakibatkan peningkatan pada temperatur bawah reaktor. EA-
102 berfungsi mengabsorp gas menggunakan larutan karbamat recycle dan panas
reaksi dimanfaatkan untuk memanaskan larutan urea sebelum masuk ke HP
decomposer. Larutan karbamat yang terbentuk diproses lebih lanjut pada reaktor
membentuk urea. Larutan urea dipanaskan pada bagian shell, dengan pemanasan
ini karbamat yang tersisa akan terurai menjadi amoniak dan CO2. Temperatur
reaksi perlu dikontrol, karena proses ini mempengaruhi kondisi proses pada
reaktor dan HP decomposer. Apabila temperatur rendah maka temperatur reaktor
dan HP decomposer turun. Penurunan temperatur pada HP decomposer akan
menambah beban pada tahap purifikasi. Larutan urea yang dipanaskan pada bagian
shell EA-102 dialirkan ke tahap purifikasi.

34
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Carbamate Condenser 

• Pembangkit Steam di Carbamate Condenser No.1 (EA 101)


Apabila temperatur EA-101 tinggi maka temperatur pada reaktor meningkat dan
sebaliknya.Steam yang dihasilkan diperlukan kontrol terhadap tekananya.Tekanan
steam yang dihasilkan carbamate condenser diukur dari suhu puncak reaktor.
Peningkatan tekanan steamakan menurunkan kalor yang diserap dari EA-101, dan
hal ini akan mengakibatkan peningkatan pada temperatur bawah reaktor. Tekanan
steam yang dibangkitkan adalah 5-6 kg/cm2.

• Suhu keluar dari Shell di Carbamate Condenser No.2 (EA 102)


Temperatur reaksi perlu dikontrol, karena proses ini mempengaruhi kondisi
proses pada reaktor dan HPdecomposer. Suhu ini dikontrol sebesar 155⁰C
dengan mengontrol flow rate gas yang masuk. Apabila temperatur rendah maka
temperatur reaktor dan HP decomposer turun.Penurunan temperatur pada HP
decomposer akan menambah beban pada tahap purifikasi.

2. Unit Purifikasi

35
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Ammonium carbamat yang tidak terkonversi didalam Unit sinthesis dan excess
amonia , diuraikan dan dipisahkan dari larutan urea dengan pemanasan dan penurunan
tekanan dalam 2 (dua) tingkat decomposer dan dikirim ke Unit recovery. Larutan urea
yang telah dimurnikan dikirim ke Unit concentrator. Larutan urea sintesis yang
diproduksi pada unit sintesis dimasukkan ke unit purifikasi, dimana ammonium
karbamat dan excess amonia yang terkandung dalam larutan urea diuraikan dan
dipisahkan sebagai gas dari larutan urea dengan penurunan tekanan dan pemanasan
dalam HP decomposer dan LP decomposer.

Gambar 2.13. Diagram Proses Unit Purifikasi dan Recovery (Sumber: Materi Departemen Produksi I
PT Petrokimia Gresik)
Peralatan utama pada unit purifikasi adalah HP decomposerdan LP decomposer adalah
sebagai berikut:

a. HP Decomposer (DA-201)
Di dalam DA-201 karbamat yang masih diuraikan menggunakan pemanas
menggunakan steam condensate di dalam falling film type internal heat exchanger.
Untuk mencegah korosi pada vessel dimasukkan gas keluaran DA-102, karena gas

36
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

mengandung oksigen. Dalam proses dekomposisi dan pemisahan diperlukan


control terhadap temperatur, tekanan dan level.

Faktor yang mempengaruhi operasi dari HP Decomposer:

• Pengaruh Suhu
Temperatur dalam bagian ini dikontrol dengan tujuan untuk meminimalisir
terjadinya korosi pada peralatan dan meminimalisir terjadinya pembentukan
biuret serta hidrolisa urea. Suhu operasi dari HP decomposer dijaga pada suhu
158⁰C dengan mengontrol aliran steam condensate ke Falling Film Heater.
Temperatur operasi menunjukkan jumlah kalor yang tersedia. Temperatur rendah
akan menurunkan jumlah dekomposisi karbamat sehingga menambah beban LP
decomposer (DA-202). Temperatur tinggi dapat menyebabkan korosi pada
peralatan dan pembentukanbiuret serta hidrolisa air:

NH2CONH2 + H2O 2NH3 + CO2 - Q

2NH2CONH2 NH2COONH4 (biuret) + NH3 - Q

DA- 201 beroperasi pada temperatur 158-159⁰C.

• Pengaruh Tekanan
Laju dekomposisi meningkat dengan penurunan tekanan operasi dan
sebaliknya. Tetapi tekanan yang terlalu rendah akan menurunkan temperatur
operasi. DA-201 beroperasi pada tekanan 17-17,5 kg/cm2.Pada bagian ini
diharapkan jumlah NH3 dan CO2 di dalam larutan sekecil mungkin untuk
mengurangi beban peralatan tersebut. Jika jumlah NH3 dan CO2 dalam liquid
bertambah, maka suhu kesetimbangan pada LP absorber akan turun dan air yang
diumpankan ke larutan recovery harus ditambah. Tekanan operasi ditentukan
dengan mempertimbangkan faktor tersebut.

37
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

• Level
Level menunjukkan lamanya larutan di dalam DA-201. Level yang tinggi
dapat menyebabkan terjadi reaksi samping berupa pembentukan biuret. Level
rendah akan menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran pada alat kontrol
temperatur. Bila ini terus berlanjut akan menyebabkan tekanan larutan menuju
DA-202 melebihi tekanan desain. Level pada DA-201 dijaga pada 31-33%.
Larutan urea dari DA-201 dialirkan ke DA-202.

b. LP Decomposer (DA-202)
Larutan urea dari DA-201 yang masih mengandung NH3, CO2 dan karbamat
dimurnikan lebih lanjut. Proses pemurnian dilakukan dengan penurunan tekanan
menjadi 2,5-2,6 kg/cm2, pemanasan dengan steam condensate dan CO2 stripping.
Agar proses pemurnian berjalan dengan baik perlu dikontrol temperatur, tekanan
dan aliran CO2.

Faktor yang mempengaruhi operasi dari LP Decomposer:

• Pengaruh Suhu
Peningkatan temperatur akan mempermudah pelepasan gas dari larutan, tetapi
apabila temperatur terlalu tinggi akan terjadi pembentukan biuret dan hidrolisa urea.
Temperatur operasi DA-202 adalah 123-125⁰C.Suhu dikontrol oleh Falling Film
Heater.

• Pengaruh Tekanan
Penurunan tekanan akan meningkatkan laju dekomposisi dan pelepasan gas
dari larutan. Tekanan pada bagian ini dijaga serendah mungkin agar NH3 dan CO2
dalam fase liquid di dalam LP decomposer dapat dikurangi sebanyak mungkin.Tekanan
terlalu rendah dapat membuat larutan menjadi pekat dan sulit untuk dialirkan. Tekanan

38
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

operasi dijaga sekitar 2,5-2,6 kg/cm2. Pengaruh level sama dengan pengaruh pada DA-
201.

• Aliran Gas CO2


Penambahan gas CO2 pada DA-202 berfungsi untuk mempercepat proses
dekomposisi karbamat dan pemisahan gas-gas yang terlarut. Aliran gas CO2 rendah akan
menurunkan kemampuan dari decomposer. Tetapi laju CO2 terlalu tinggi akan
meningkatkan kadar CO2 dan titik leleh larutan meningkat. Penurunan titik leleh akan
menyebabkan pembentukan kristal urea dalam aliran dan sulit untuk dialirkan.

Laju alir CO2 dijaga pada laju 100-160 Nm3/jam. Penggunaan CO2 Stripping
dalam LP decomposer mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah memiliki
efisiensi dan kesempurnaan dalam pemisahan residual amonia dan CO2 dari larutan
urea tanpa pemanasan lanjut. Serta mengurangi supply air sebagai absorben ke
Absorber dan Condenser, penggunaan CO2 untuk stripping dapat dapat bereaksi
dengan NH3 membentuk karbamat yang menurunkan tekanan parsial. Larutan urea
selanjutnya dikirim flash separator (FA-205) untuk memisahkan gas- gas yang masih
tersisa. Larutan urea diekspansi menjadi tekanan atmosfer dan gas-gas yang terlarut
akan terlepas. Gas yang terbentuk dipisahkan dalam FA-205 dan dikirim ke tahap
recovery. Larutan urea dialirkan ke urea solution tank (FA-201).

3. Unit Recovery
Unit ini terdiri dari LP absorber (EA 402), HP absorber (EA 401 A, B), Washing
column (DA 401), HP absorber pump (GA 402 A, B) dan Carbamat boost up pump
(GA 401 A, B). Gas NH3 dan CO2 yang terlepas dari tahap purifikasi diabsorpsi
dalam tahap recovery menggunakan kondensat proses sebagai absorben. Gas NH3
dan CO2 diabsorpsi membentuk karbamat dan aqua amoniak:

2NH3 + CO2 →NH4COONH2 + Q


NH3 + H2O →NH4OH + Q

39
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Absorpsi gas dilaksanakan dalam tiga alat diantaranya adalah HP Absorber (EA-
401A/B), LPAbsorber (EA-402), dan Washing Column (DA-401). Berikut adalah
uraian lengkapnya:

a. HP Absorber (EA-401A/B)
Gas CO2 dan NH3 keluaran HP Decomposer (DA-201) dikontakkan

absorben berupa larutan karbamat dari EA-402. Aliran gas dimasukkan pada bagian
bawah dan didistribusikan melalui nozzle dan absorben dialirkan dari bagian atas.
Pengontakkan menghasilkan reaksi pembentukan karbamat dan aquaamonia, kedua
senyawa ini terlarut di dalam absorben. Proses absorpsi menghasilkan panas dan
dimanfaatkan untuk pemanasan larutan ureadan produksi air panas. Gas yang tidak
terabsorp dialirkan ke washing column (DA-401) untuk diabsorp lebih lanjut. Agar proses
absorpsi berlangsung dengan efisien hal yang perlu dikontrol adalah level, konsentrasi,
tekanan dan temperatur.

Beberapa faktor yang mempengaruhi HP Absorber:

• Pengaruh Level
Level larutan dalam EA-401 menentukkan waktu kontak antara absorben dan
gas. Level rendah akan menghasilkan proses absorpsi yang tidak efisien. Level tinggi
akan menyebabkan sebagian absorben terbawa aliran gas. Level operasi 65-75%.

• Pengaruh Tekanan dan Temperatur


Tekanan operasi sistem HP Absorber ditentukan sebesar 17,3 kg/cm2.g oleh kondisi

operasi HP Decomposer. Proses absorpsi bersifat eksotermis, sehingga temperature tinggi


akan menurunkan efisiensi absorpsi dan aliran gas ke DA-401 meningkat. Dengan adanya
pembentukan karbamat dalam absorben, temperatur absorben harus dijaga agar tidak
terjadi pembentukan kristal karbamat. Pembentukan kristal terjadi temperatur rendah dan
ini akan menyumbat aliran

40
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

larutan karbamat. Temperatur operasi dijaga pada 58-98⁰C.Larutan karbamat dipompa


dengan carbamate pump menuju scrubber (DA-102) dan carbamate condenser (EA-
102).

• Pengaruh Konsentrasi

NH3 dan CO2 gas dari HP Decomposer diumpankan ke dalam HP Absorber bagian

bawah dengan konsentrasi sekitar 70% campuran gas terabsorpsi dan sisa NH3 dan CO2

diabsorbsi di bagian absorber.

b. LP Absorber (EA-402)
Gas NH3 dan CO2 keluaran LP decomposer diabsorp dengan larutan
absorben dari DA-401 kolom atas. Proses absorpsi sama dengan proses di HP
absorber. Temperatur operasi dijaga di atas 40⁰C. Pada temperatur ini akan terjadi
pembentukan padatan karbamat. Untuk menjaga efisiensi absorpsi diperlukan
waktu kontak yang mencukupi. Level operasi 64-85%, pada level ini waktu kontak
untuk absorpsi mencukupi. Gas yang tidak terabsorp dialirkan final absorber (DA-
503) untuk diabsorp lebih lanjut. Larutan absorben dialirkan ke DA-401 kolom
bawah. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi LP Absorber adalah Kondisi
operasi pada LP absorber ditentukan oleh gas NH3 dan CO2 dari LP Decomposer
yang secara sempurna diabsorbsi oleh larutan yang berasal dari bagian atas Washing
Column. Gas CO2 dimasukkan untuk menaikkan kapasitas absorbsi, karena CO2
bereaksi dengan NH3 untuk membentuk ammonium carbamate yang menurunkan
tekanan uap parsial amonia. Akibat dari injeksi CO2, kandungan air yang sedikit di
dalam larutan recycle carbamate ke reaktor akan tercapai. Suhu optimum 40⁰C
dipilih dengan mempertimbangkan suhu pemadatan.

c. Washing Column(DA-401)

41
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Washing column berfungsi mengabsorp gas-gas yang tidak terabsorp di EA-


401 . DA-401 terbagi atas dua kolom. Kolom bawah berfungsi mengabsorp gas
keluaran EA- 401B dengan menggunakan absorben dari EA-402 dan kolom atas
berfungsi mengabsorp gas dari kolom bawah menggunakan kondensat proses. Gas-
gas yang tidak terabsorb dibuang ke atmosfer. Dalam proses absorpsi yang perlu
dikontrol adalah temperatur dan tekanan.

Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi operasi Washing Column:

• Temperatur
Temperatur atas yang terlalu tinggi akan menyebabkan gas yang keluar
mengandung banyak NH3 dan CO2. Washing column meliputi bagian atas dan
bagian bawah.Suhu operasi bagian atas dan bagian bawah masing – masing
sebesar 49⁰C dan 65⁰C.

• Tekanan
Tekanan operasi rendah akan menyebabkan gasifikasi larutan karbamat.

4. Unit Pengolahan Proses Kondensat

42
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tahap ini berfungsi untuk mengambil urea, gas NH3 dan CO2 yang terikut

dalam uap air yang terdapat pada tahap pemekatan.

Gambar 2.14. Diagram Proses Pengolahan Kondensat (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT
Petrokimia Gresik)

Tahap ini terdiri atas dua bagian yakni Final Absorber (DA-503) dan Process
Condensate Stripper (DA-501) dan Urea Hydrolizer (DA-502). Berikut adalah uraian
lengkapnya:

a. Final Absorber (DA-503)


Uap air yang terbentuk di tahap evaporasi ditarik oleh steam ejector (EE-
201, 501/3) dan dikondensasikan di surface condenser (EA-501/2/3). Uap air yang
terkondensasi ditampung di dalam process condensate tank (FA-501). Uap yang
tidak terkondensasi ditarik oleh second ejector (EE-502) dan dimasukkan ke dalam
final absorber (DA-503). Di dalam absorber, gas dikontakkan dengan kondensat
proses dari FA-501. Dengan pengontakkan ini uap air akan terkondensasi dan NH3

43
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

dan CO2 terkonversi menjadi karbamat dan aqua amonia, dengan reaksi sebagai
berikut:

2NH3 + CO2 NH4COONH2 + Q

NH3 + H2O NH4OH + Q

Gas-gas yang tidak terabsorb diventing ke atmosfer. Kondensat ditampung dalam


FA-501.

b. Process Condensate Stripper (DA-501) dan Urea Hydrolizer (DA-502)


Di dalam kondensat proses terdapat karbamat, urea dan aqua amonia.
Sebelum dikirim ke utilitas, senyawa-senyawa ini harus dipisahkan. Kondensat
proses dari process condensate tank (FA-501) dipompakan ke kolom atas. Pada
kolom atas larutan distripping menggunakan gas keluaran urea hydrolizer (DA-
502) dan pemanasan dengan steam. Karbamat dan aqua amonia akan terurai
menjadi NH3, CO2 dan H2O.

NH4COONH2 2NH3 + CO2 - Q

NH4OH NH3 + H2O - Q

Gas yang terbentuk dari proses stripping dikirim ke LP Decomposer (DA-


202). Kondensat keluaran kolom atas dimasukkan ke bagian bawah kolom urea
hydrolizer (DA- 502). Di dalam kolom kondensat tersebut dikontakkan dengan
steam dan urea yang terkandung di dalamnya akan terhidrolisis:

NH2CONH2 + H2O 2NH3 + CO2 -Q

Gas dari proses dialirkan ke kolom atas process condensate stripper (DA- 501) dan
kondensat dialirkan ke preheater for ureahydrolizer (EA-505) untuk memanaskan
kondensat masukkan urea hydrolizer (DA-502). Kondensat selanjutnya dialirkan ke
kolom bawah process condensate stripper (DA-501) dan kontak dengan steam untuk

44
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

menguraikan dan memisahkan sisa-sisa urea, aqua amonia dan karbamat.Kondensat


keluar melalui bagian bawah kolom dan didinginkan pada preheater for process
condensate stripper (EA-504) menggunakan kondensat masukkan process condensate
stripper (DA-501).

Kondensat yang bersih adalah kondensat yang mengandung kurang dari 5 ppm
urea dan 5 ppm amonia.Aliran kondensat yang sudah diambil panasnya kemudian
ditampung di bagian pembutiran. Air dari kondensat sebagian dipompakan
menggunakan water pump for prilling tower dari (FA-305) menuju prilling toweryang
digunakan sebagai scrubber di prilling tower dan sebagian lagi dialirkan ke FB-801.

5. Unit Konsentrasi
Unit ini berfungsi untuk memekatkan larutan urea dari 70% sampai dengan
99,7% dengan penguapan secara vacuum. Tahap ini terdiri atas dua alat utama
diantaranya adalah Vacum Concentrator (FA-202A/B) dan Final Separator (FA-203).

45
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Gambar 2.15. Diagram Proses Konsentrasi dan Pembutiran(Sumber: Materi Departemen


Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Berikut adalah uraian dari peralatan yang digunakan pada unit konsentrasi:

a. Vacum Concentrator (FA-202A/B)


Larutan urea dari FA-201 dipompakan ke dalam FA-202A. Larutan urea
divakumkan menggunakan steam ejector hingga kevakuman 125-185 mmHg
(kondisi desain 150 mmHg) Dengan pemvakuman akan menurunkan titik didih air.
Panas untuk penguapan diperoleh dari panas reaksi pada HP absorber (EA-401B).
Untuk proses penguapan air dapat berjalan dengan baik diperlukan kontrol terhadap
temperatur dan kevakuman. Pada tekanan vakum 150 mmHg air memiliki titik didih
80⁰C.

Dengan penurunan titik didih air akan mempermudah pemisahan air dari
larutan. Temperatur operasi dijaga di atas titik didih air. Temperatur operasi pada
81-81⁰C.

Kondisi vakum mempengaruhi densitas kristal. Tingkat kevakuman rendah


akan meningkatkan temperatur dan densitas kristal menurun. Tingkat kevakuman
tinggi menurunkan titik didih air sehingga banyak air yang menguap dan densitas
kristal meningkat. Peningkatan kristal terlalu tinggi dan menyebabkan
penyumbatan pada pipa. Larutan dari FA-202B dengan kepekatan sekitar 84%
berat selanjutnya dipanaskan pada heater for FA-202 (EA-201) menggunakan
steam tekanan rendah hingga temperatur 133- 134⁰C.

Tingkat kevakuman operasi sama dengan FA-202B. Tingkat kevakuman


yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi urea, tetapi apabila terlalu tinggi
dapat menyebabkan choking pada pipa aliran. Tingkat kevakuman rendah akan
menurunkan konsentrasi urea dan menambah beban pada final separator (FA-
203). Larutan selanjutnya dimasukkan ke dalam vacuum concentrator upper

46
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

(FA-202A). Di dalam alat ini larutan urea dipekatkan lebih lanjut hingga
mencapai konsentrasi 97,7% berat. Temperatur operasi berkisar 133-134⁰C.
Temperatur terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya choking (penyumbatan
pada pipa karena pembentukan kristal urea). Temperatur terlalu tinggi akan
mendorong terbentuknya biuret.

Faktor- faktor yang mempengaruhi operasi vacuum concentration bagian


bawah (FA- 202B) adalah:

• Pengaruh Kelarutan Urea


Kelarutan berubah terhadap suhu, biasanya kelarutan yang tinggi terjadi
pada suhu yang tinggi pula. Jadi, kristal dapat terbentuk dengan pendinginan
larutan jenuh.

• Pengaruh Suhu dan Tekanan


Selama operasi panas ditambahkan ke sistem untuk menguapkan air
dengan menaikkan konsentrasi urea, disamping menjaga suhu air tetap konstan.
Tekanan dijaga di bawah kondisi vacuum untuk membantu penguapaan air pada
penurunan temperatur. Selain itu, perubahan tekanan juga berpengaruh terhadap
operasi, terutama terhadap densitas kristal. Kenaikan vacuum mengakibatkan
penurunan temperatur pada slurry. Dengan demikian secara tidak langsung juga
akan menaikkan densitas kristal dan sebaliknya. Suhu dan tekanan pada vacuum
concentration bagian bawah dijaga masing – masing sekitar 75 – 80⁰C dan 140
– 180 mmHg.

Sedangkan faktor - faktor yang mempengaruhi operasi vacuum


concentration bagian atas (FA- 202A) dan heater (FA-202) adalah:

• Pengaruh Tekanan
Tekanan operasi normal adalah 140 – 180 mmHg abs. Pada tahap ini
sebagian besar air yang ada dalam larutan dari vacuum concentration bagian bawah

47
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

diuapkan. Jika tekanan melebihi 300 mmHg abs maka air yang teruapkan sangat
sedikit dan ini mengakibatkan konsentrasi inlet Final concentrator akan lebih kecil
dari 95% dan menyebabkan over load. Apabila tekanan pada tingkat pertama terlalu
rendah maka akan terlalu banyak air yang diuapkan sehingga konsentrasi larutan
akan menjadi sangat tinggi dan memungkinkan pipa akan buntu akibat kristalisasi.

• Pengaruh Suhu
Range suhu operasi sebesar 130 – 135⁰C. Jika suhu terlalu rendah
memungkinkan tekanan steam terlalu rendah atau juga terlalu banyak produk
steam yang dilewatkan melalui heater, sehingga mengakibatkan penguapan
kurang efektif. Namun, jika suhu operasi terlalu tinggi ( > 135⁰C) maka jumlah
kandungan biuret akan besar.

b. Final Separator (FA-203)


Pada bagian ini larutan urea dipekatkan hingga konsentrasi 99,7% dengan
tekanan 25 mmHg. Pemekatan dilakukan dengan cara pemanasan pada Final
Concentration (EA- 202) dan pemvakuman di final separator (FA-203). Waktu
pemekatan dalam FA-203 diatur dengan ketinggian level bawah vessel. Level
operasi pada 70-86% dan ini tergantung pada kapasitas produksi. Level yang terlalu
tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukan biuret. Larutan urea dikirim
ke tahap pembutiran. Setelah dari final separator, larutan dipompa ke prilling tower
dengan pompa molten urea, uap air yang dipisahkan dalam final separator diolah
pada unit proses pengolahan kondensat.

Berikut adalah faktor yang mempengaruhi operasi Final Concentrator:

• Tekanan
Tekanan operasi FA-203 adalah sekitar 36 – 47 mmHg.

• Tingkat kevakuman

48
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tingkat kevakuman yang rendah akan menyebabkan kadar uap air dalam
prill meningkat.

• Suhu
Larutan urea dari FA-202A dipanaskan pada EA-202 menggunakan steam
tekanan rendah hingga temperatur 138,5-140⁰C. Apabila temperatur rendah dari
rentang ini akan menyebabkan pembentukan padatan/kristal urea pada pipa dan
vessel, karena titik leleh urea pada tekanan desain alat adalah 138⁰C dan titik
pemadatan urea adalah sekitar 132,6⁰C. Jika suhu terlalu rendah, kristalisasi urea
akan terjadi,dan mengakibatkan penyumbatan pada line urea prill. Tetapi
temperatur terlalu tinggi akan meningkatkan pembentukan biuret.

6. Unit Pembutiran (Prilling)


Larutan urea dengan konsentrasi 99,7% berat dilairkan ke dalam prilling tower.
Di dalam prilling tower larutan urea dispray, didinginkan dan dipadatkan untuk
memperoleh urea prill. Dalam tahap ini terdiri atas beberapa bagian diantaranya
adalah Head Tank (FA-301) dan Distributor (FJ-301A-I), Fluidizing Cooler (FD-
302) dan Dust Chamber (FC-302). Berikut adalah penjelasan dari masing bagian:

a. Head Tank (FA-301) dan Distributor (FJ-301A-I)


Larutan urea dari FA-203 dipompakan ke Head tank (FA-301). Pada FA-301

Larutan dialirkan ke distributor (FJ-301A-I) yang berupa acoustic granulator. Pada

acoustic granulator larutan urea dispray dalam bentuk tetesan-tetesan. Untuk

menghasilkan butiran perlu dijaga temperatur dari larutan urea. Temperatur operasi

dijaga pad suhu 139-140⁰C. Temperatur di bawah rentang ini akan menyebabkan

choking, karena larutan urea akan membentuk kristal/padatan. Temperatur lebih tinggi

akan meningkatkan pembentukan biuret. Larutan urea dialirkan dari FA-301 ke FJ-310

49
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

A-I secara gravitasi, maka perlu dijaga level pada FA-301. Level tangki dijaga pada

level 50-70%. Jika lebih rendah akan menghasilkan aliran larutan urea yang lebih kecil

sehingga kualitas produk menurun. Level tinggi meningkatkan pembentukan biuret.

b. Fluidizing Cooler (FD-302)

Tetesan urea dari accoustic granulator didinginkan pada fluidizing cooler (FD-302)
menggunakan udara dari blower (GB-302) yang terlebih dahulu dipanaskan air heater
(EC-301) menggunakan steam. Temperatur adalah variabel yang perlu dikendalikan.
Temperatur operasi rendah akan menghasilkan produk urea prill dibawah temperatur
lingkungan. Ketika produk keluar dari proses pembutiran akan kontak dengan lingkungan,
temperatur produk akan naik mencapai temperatur lingkungan.

Peningkatan temperatur diikuti dengan absorpsi uap air dari udara. Temperatur
tinggi pendinginan tidak merata pada urea prill dan terbentuk aglomerasi. Butiran urea
akan disaring menggunakan bar screen, butiran dengan ukuran diameter lebih besar
dari 1,7 mm akan dilarutkan kembali di FA-302 dicampur dengan larutan pencuci dari
dust chamber (FD-301). Urea prill yang memenuhi spesifikasi dispray dengan ureasoft
untuk mencegah pengumpalan sebelum dikirim ke pengantongan.

c. Dust Chamber (FC-302)


Debu urea dari proses pembutiran akan direcover pada dedusting system. Dedusting
system terdiri dari Dust Chamber (FD-301) untuk menangkap debu, circulation pump
(GB-301) dan induce fan untuk menghisap udara panas. Debu urea yang terbawa oleh
udara pendingin ditangkap pada FD-301, debu yang tertangkap dicuci dengan
menggunakan larutan pencuci dengan cara dispray. Pada bagian atas terdapat demister
yang berfungsi untuk menahan debu dan cairan yang tidak terabsorp pada packed bed.
Untuk membersihkan demister digunakan kondensat dari DA-501 yang dispraykan ke
demister.Kedua larutan pencuci ditampung dalam tangki FD-301. Sebagian larutan

50
Laporan Kerja Praktek
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

dikirim ke urea solution tank (FA-201) dan sebagian lagi dikirim ke FA-302 untuk
dicampur dengan off spec urea dan disirkulasi untuk pencucian dust chamber dan
demister.
7. Unit Pengantongan dan Penyimpanan Urea
Urea yang telah terbentuk di prilling tower kemudian dipindahkan menggunakan
belt conveyor. Urea yang terbentuk dibawa ke gudang curah dan unit pengantongan. Di
gudang curah, urea yang terbentuk dijatuhkan sehingga membentuk gundukan-gundukan
urea yang nantinya akan dibawa langsung untuk didistribusikan menggunakan truk.
Sedangkan untuk urea yang dibawa ke unit pengantongan, dikemas dalam kantong dengan
kemasan 50 kg. Kapasitas gudang untuk penyimpanan urea di Pabrik I PT Petrokimia
Gresik sebesar 15.000 ton. Urea yang diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik terdiri dari
dua macam, yaitu urea subsidi dan urea non-subsidi. Perbedaan fisik yang dapat dibedakan
dari kedua macam pupuk urea ini adalah dari warna. Urea subsidi diberi warna merah
muda, sedangkan untuk urea non-subsidi tetap berwarna putih. Distribusi dari kedua
macam pupuk urea ini pun berbeda. Urea subsidi didistribusikan ke sektor pertanian, yang
biasa digunakan para petani dalam negeri. Untuk distribusi urea non-subsidi adalah
ditujukan untuk sektor perkebunan dan perindustrian. Harga yang dipasarkan untuk pupuk
urea adalah sebesar Rp.1.800/kg untuk urea subsidi dan Rp. 4.500/kg untuk urea non-
subsidi.

51

Anda mungkin juga menyukai