Akuntansi Manajemen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

AKUNTANSI MANAJEMEN

STRATEGIC COST MANAGEMENT

OLEH :

IDA AYU LAKSMI DEWI


(1506305037/19)

REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
I. CARA MENCIPTAKAN DAN MEMPERTAHANKAN COMPETITIVE
ADVANTAGES
Pengertian Competitive Advantages

Perusahaan-perusahaan yang ada dalam lingkungan yang sama pasti ingin lebih
unggul dari para pesaingnya. Keunggulan bersaing (competitive advantage) memiliki
dua arti yang berbeda tetapi saling berhubungan. Pertama, menekankan pada
keunggulan atau superior dalam hal sumber daya dan kedua yaitu keahlian yang
dimiliki perusahaan.

Menurut Groge dan Vickery, sebuah perusahaan yang memiliki kompetensi


dalam bidang pemasaran, manufakturing, dan inovasi dapat menjadikannya sebagai
sumber-sumber untuk mencapai keunggulan bersaing. Melalui ketiga factor tersebut
akan dapat menghasilkan produk-produk yang akan dapat laku di pasaran. Pengertian
kedua menekankan pada keunggulan dalam pencapaian kinerjanya terkait dengan
posisi perusahaan dibandingkan dengan para pesaingnya. Perusahaan yang selalu
memperhatikan kinerjanya akan memiliki posisi yang lebih baik dari para pesaingnya.

Bharadwaj et Al berpendapat bahwa keunggulan bersaing adalah hasil dari


implementasi strategi yang memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Keahlian dan asset yang unik dipandang sebagai sumber dari keunggulan
bersaing. Keahlian unik adalah kemampuan perusahaan untuk menjadikan para
karyawannya sebagai bagian penting dalam mencapai keunggulan bersaing. Sedangkan
asset atau sumber daya unik merupakan sumber daya nyata yang diperlukan perusahaan
untuk menjalankan strategi bersaingnya. Kedua sumber daya ini harus diarahkan guna
mendukung penciptaan kinerja perusahaan yang berbiaya rendah dan memiliki
perbedaan (diferensiasi) dengan perusahaan lain.

Porter menjelaskan bahwa keunggulan bersaing (competitive advantage)


merupakan jantung kinerja pemasaran untuk menghadapi persaingan. Keunggulan
bersaing dapat diartikan sebagai strategi benefit dari perusahaan yang melakukan
kerjasama untuk menciptakan keunggulan bersaing yang lebih efektif dalam pasarnya.
Strategi ini harus didesain untuk mewujudkan keunggulan bersaing yang terus menerus
sehingga perusahaan dapat mendominasi baik di pasar lama maupun pasar baru.
Keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai-nilai atau manfaat yang
diciptakan oleh perusahaan bagi para pembelinya. Pelanggan umumnya akan lebih
memilih membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang diinginkan atau
diharapkannya.

Sebuah keunggulan kompetitif ada ketika suatu perusahaan mampu


memberikan manfaat yang sama sebagai kompetitor namun dengan biaya yang paling
rendah (keunggulan biaya), atau memberikan manfaat yang melebihi persaingan
produk (keunggulan diferensiasi). Keunggulan kompetitif adalah teori yang berusaha
untuk mengatasi beberapa kritik keunggulan komparatif. Teori keunggulan kompetitif
menunjukkan bahwa negara-negara dan bisnis harus mengejar kebijakan yang
menciptakan barang yang berkualitas tinggi dan menjual dengan harga tinggi di pasar.

Tanpa adanya keunggulan kompetitif, perusahaan hanya akan mampu


menikmati return normal, yaitu tingkat keuntungan yang dapat diharapkan dari
investasi lain yang memiliki tingkat risiko yang sama. Selain itu, perusahaan yang
mampu menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan tidak hanya
tergantung pada satu kekuatan yang dimiliki perusahaan saja, namun juga berusaha
keras untuk merancang strategi yang mencakup semua aspek.

Cara Menciptakan Competitive Advantages


Michael Porter dalam Generic Strategies telah merumuskan cara untuk
meciptakan competitive advantages yang meliputi: overall low cost, differentiation, dan
focus.
a) Overall LowCost Leadership
Dengan strategi low cost maka perusahaan berusaha menjadikan dirinya produsen
dengan tingkat efisiensi paling tinggi dan memiliki tingkat biaya paling rendah
diantara para pesaingnya. Strategi low cost memiliki beberapa strategi antara lain:
(1) pembangunan fasilitas berskala efisien secara agresif; (2) berusaha melakukan
pengurangan biaya berdasarkan pengalaman sebelumnya; (3) biaya ketat dan
pengendalian terhadap biaya overhead; (4) menghindari pembebanan atas
pelanggan manajerial; dan (5) minimalisasi biaya dalam semua aktivitas yang ada
dalam rantai nilai perusahaan seperti R&D, jasa, penjualan dan pengiklanan.
Keunggulan Kelemahan
Perusahaan dapat mencapai return Terlalu banyak berfokus pada satu
di atas rata-rata atau beberapa aktivitas dalam rantai
Melindungi dari kompetisi oleh nilai
pesaing Semua pesaing memiliki input atau
Melindungi perusahaan dari bahan mentah yang sama
pembeli yang berdaya beli tinggi Strategi terlalu mudah ditiru

Lebih fleksibel dalam mengatasi Kurangnya parity of differentiation

permintaan supplier atas kenaikan Terkikisnya keunggulan biaya jika

harga input produksi informasi biaya yang tersedia untuk

Memberikan suatu entry barrier pelanggan meningkat

melalui skala ekonomi dan


keunggulan biaya
Posisi perusahaan yang
menguntungkan atas produk
subsitusi yang dikenalkan oleh
pesaing yang sudah ada maupun
pesaing baru

b) Differentiation
Perusahaan yang menerapkan strategi diferensiasi tidak berusaha untuk tampil
sebagai produsen dengan biaya paling rendah, melainkan menghasilkan suatu
produk yang memiliki keunikan sehingga mudah dibedakan dari produk sejenis di
pasar. Karakteristik strategi differensiasi ini antara lain: (1) prestige dan brand
image; (2) teknologi; (3) inovasi; (4) fitur; (5) layanan pelanggan; dan (6) jaringan
dealer.
Keunggulan Kelemahan
Melindungi dari persaingan Keunikan yang tidak
melalui customer loyalty berharga/bermanfaat
Menghindari kebutuhan terhadap Terlalu banyak diferensiasi
low cost position melalui Terlalu tingginya harga premium
peningkatan marjin Diferensiasi yang mudah ditiru
Memberikan marjin lebih tinggi Dilusi pengindentifikasian brand
sehingga memungkinkan melalui perluasan lini produk
perusahaan mengatasi supplier Perbedaan persepsi diferensiasi
power dan mengurangi buyer antara penjual dan pembeli
power
Perusahaan menikmati customer
loyalty yang tinggi dan lebih
sedikit ancaman dari pesaing
c) Focus
Perusahaan yang memiliki strategi fokus akan memilih suatu segmen atau
kelompok segmen serta menyesuaikan strategi untuk melayani segmen tersebut.
Keunggulan kompetitif dicapai dengan berkonsentrasi secara khusus pada segmen
tersebut. Inti dari fokus adalah eksploitasi terhadap ceruk pasar tertentu yang
berbeda dari industri lainnya.
Keunggulan Kelemahan
Dapat mencapai return di atas Pengikisan keunggulan biaya
ratarata dalam segmen yang sempit
Memberi perlindungan terhadap Penawaran produk dan jasa yang
tekanan persaingan sangat terfokus merupakan sasaran
Focus dapat digunakan untuk persaingan oleh pendatang baru
memilih ceruk dimana pesaing dan peniruan
paling lemah Perusahaan dapat menjadi terlalu
Menghasilkan entry barrier terfokus pada usaha memuaskan
Mengurangi pengaruh supplier kebutuhan pelanggan
power
Dalam beberapa penelitian empiris ditemukan bahwa unit bisnis yang
memiliki kinerja tertinggi adalah bisnis yang memadukan keunggulan strategi
biaya dan diferensiasi, sedangkan unit bisnis yang memiliki kinerja terendah
menggunakan salah satu strategi umum yang ada, atau mereka yang dianggap
stuck in the middle.

Mempertahankan Competitive Advantages

Dalam buku "Competitive Strategy" yang ditulis oleh Michael Porter


disebutkan bahwa terdapat 5 kekuatan strateri bisnis yang merupakan kerangka analisis
industri dan pengembangan strategi bisnis yang pernah dikembangkan oleh Michael E
Porter di Harvard Business School pada tahun 1979. Penerapan kelima kekuatan
strategi bisnis tersebut bertujuan untuk menguntungkan perusahaan dengan cara
mempengaruhi atau mengubah situasi dengan konsep-konsep pengembangan karena
kelima hal tersebut diatas merupakan penentu intensitas persaingan sekaligus sebagai
daya tarik pasar sehingga akan dapat mempertahankan competitive advantages atau
keunggulan bersaing dari sebuah perusahaan.

a. Ancaman Pendatang Baru (threat of new entrants)


Kehadiran pendatang baru pada industri sejenis dapat membawa masalah
tersendiri bagi perusahaan-perusahaan terdahulu, dengan bertambahnya jumlah
perusahaan sejenis, dipastikan bahwa perusahaan baru akan lebih siap bersaing di pasar
dengan melihat peluang yang belum dipenuhi oleh perusahaan yang terdahulu dengan
cara inovasi produk dan penetapan harga sehingga hal ini dapat mempengaruhi
perubahan kebijakan perusahaan terdahulu untuk dapat bersaing dengan pendatang
baru.
b. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok (bargaining power of supplier)
Hubungan baik dengan pemasok harus dapat dijalankan jika suatu perusahaan
ingin menekan harga produksi karena tidak dapat dipungkiri bahwa semakin baik
hubungan dengan beberapa pemasok maka perusahaan akan mendapatkan harga bahan
baku terbaik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki integritas dengan
pemasok.
c. Ancaman Produk Pengganti (threat of substitute products)
Sebuah produk yang dihasilnya harus memiliki nilai atau kegunaan utama dari
produk sendiri dengan biaya yang sebanding dengan nilai tersebut karena konsumen
akan beralih ke produk pengganti jika nilai yang ditawarkan tidak terlalu berbeda
sedangkan produsen produk pengganti memberikan harga yang lebih rendah.
d. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (bargaining power of buyers)
Informasi dan teknologi telah meruba pola pikir para konsumen menjadi lebih
selektif dan pintar dalam memilih dan membandingkan produk. Strategi promosi
hendaknya bukan hanya sekedar promosi tapi harus memberikan informasi dan edukasi
sehingga dapat meyakinkan para konsumen untuk memilih produk kita.
e. Persaingan Kompetitif Diantara Anggota Industri (rivalry among competitive firms)
Jika pada poin 2 dikatakan bahwa hubungan baik antara pemasok, sebenarnya
hubungan itu harus dijalin baik dengan pembeli,pemasok,pendatang baru ataupun
pesaing. Hal ini bertujuan untuk memantau sejauh mana perkembangan pesaing dan
yang terpenting adalah, bagaimana pesaing tersebut tidak mengambil segmen pasar
perusahaan kita. Dengan adanya kerjasama antar pesaing maka akan timbul kesadaran
untuk berbagi pangsa pasar.

II. VALUE CHAIN ANALYSIS


Pengertian Value Chain Analysis
Porter (1985) menjelaskan, Analisis Value-Chain merupakan alat analisis
stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan
kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau
penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan
pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Value Chain
mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan.
Tujuan dari analisis value-chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap
value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk
menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (Value added)
dapat membuat perusahaan lebih kompetitif. Penurunan biaya atau peningkatan biaya
tersebut bisa dilakukan dengan menekankan pada harga jual yang lebih rendah
dibandingkan kompetitor untuk menarik konsumen atau menekankan pada keunikan
produk.
Peningkatan nilai tambah (Value added) atau penurunan biaya dapat dicapai
dengan cara mencari prestasi yang lebih baik yang berkaitan dengan supplier, dengan
mempermudah distribusi produk, outsourcing (yaitu mencari komponen atau jasa yang
disediakan oleh perusahaan lain), dan dengan cara mengidentifikasi bidang-bidang
dimana perusahaan tidak kompetitif.
Analisis value-chain berfokus pada total value chain dari suatu produk, mulai
dari desain produk, sampai dengan pemanufakturan produk bahkan jasa setelah
penjualan. Konsep-konsep yang mendasari analisis tersebut adalah bahwa setiap
perusahaan menempati bagian tertentu atau beberapa bagian dari keseluruhan value
chain. Oleh karena itu setiap perusahaan mengembangkan sendiri satu atau lebih dari
bagian-bagian dalam value chain, berdasarkan analisis stratejik terhadap keunggulan
kompetitifnya.

Tahapan Value Chain Analysis

a. Mengidentifikasi aktivitas Value Chain


Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh
perusahaan dalam proses desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada
pelanggan. Beberapa perusahaan mungkin terlibat dalam aktiviatas tunggal atau
sebagian dari aktivitas total. Pengembangan value chain berbeda-beda tergantung
pada jenis industri.
b. Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan factor yang mengubah Jumlah biaya total. Tujuan pada
tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan mempunyai
keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial. Misalnya agen
asuransi mungkin menemukan bahwa Cost Driver yang penting adalah biaya
pecatatan berdasarkan pelanggan. Informasi Cost Driver stratejik dapat
mengarahkan agen asuransi tersebut pada pencarian cara untuk mengurangi biaya
atau menghilangkan biaya ini, mungkin dengan cara menggunakan jasa perusahaan
lain yang bergerak dibidang pelayanan komputer (computer service) untuk
menangani tugastugas pemrosesan data, sehingga dapat menurunkan biaya dan
mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif
c. Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah
nilai.
Pada tahap ini perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan
saat ini dengan mempelajari aktivitas nilai dan cost driver yang diidentifikasikan
diatas. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan harus melakukan hal-hal berikut
yaitu: (1) Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau
diferensiasi); (2) Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah; (3) Mengidentifikasi
peluang untuk mengurangi biaya.
Singkatnya analisis value chain mendukung keunggulan kompetitif stratejik
pada perusahaan dengan membantu menemukan peluang untuk menambah nilai
bagi pelanggan dengan cara menurunkan biaya produk atau jasa. Lebih lanjut,
analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada titik-titik mana
dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan nilai tambah
(value added).
III. JUST-IN-TIME MANUFACTURING AND PURCHASING SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN BIAYA

Definisi Just-In-Time Manufacturing

Menurut Hansen & Mowen (2001:591), Just In Time (JIT) merupakan suatu
pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari
seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem
dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan.

Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem
manajemen persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang
dibutuhkan serta digunakan pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher,
dkk., 2002:113)

Manufaktur Just-In-Time dapat diartikan menjadi suatu system berdasarkan


tarikan permintaan yang membutuhkan barang untuk ditarik melalui system oleh
permintaan yang ada bukan di dorong ke dalam system pada waktu tertentu berdasarkan
permintaan yang diantisipasi.

Tujuan Just-In-Time Manufacturing

Menurut Hansen & Mowen (2005:478), Just In Time (JIT) memiliki dua tujuan
strategis, yaitu untuk meningkatkan laba dan untuk memperbaiki posisi bersaing
perusahaan. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan mengendalikan biaya (yang
memungkinkan persaingan harga yang lebih baik dan peningkatan laba), memperbaiki
kinerja pengiriman dan meningkatkan kualitas.

Prinsip Dasar Just-In-Time

Untuk menghasilkan metode Just In Time (JIT) maka harus ada delapan prinsip
yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi
produksi, yaitu (Jaelani, 2009):

a) Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk


Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu
setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan
utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah
yang ingin dikonsumsikan saja.
b) Produksi dalam jumlah kecil
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil untuk menghindari
perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah
besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut
memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi
terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
c) Mengurangi pemborosan (eliminate waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua
pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan
lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai
target produksi.
d) Perbaikan aliran produk secara terus-menerus (continuous product flow
improvement)
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak produktif yang
bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
e) Penyempurnaan kualitas produk (product quality perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time (JIT) dalam sistem
produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi Zero Defect dengan
cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada.
f) Respek terhadap semua orang / karyawan (respect to people)
Dengan metode Just In Time (JIT) dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi
kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah
suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya
masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
g) Mengurangi segala bentuk ketidak-pastian
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang
berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi
waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam
jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam
aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak
dimanfaatkan pada waktunya.
h) Perhatian dalam jangka panjang
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time (JIT) dalam sistem produksi di atas
bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu
pendek. Melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen
semua pihak dalam jangka panjang.

Karakteristik Dasar Just-In-Time

Hansen & Mowen (2005:479) menyatakan ada beberapa karakteristik dasar Just
In Time (JIT):

a) Tata letak pabrik


Just In Time (JIT) mengganti tata letak pabrik tradisional ini dengan suatu pola sel
manufaktur. Sel manufaktur terdiri dari mesin-mesin yang dikelompokkan dalam
kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga
mereka dapat digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara berurutan
b) Pengelompokkan dan pemberdayaan karyawan
Pelatihan pekerja sel untuk melakukan tugas-tugas ganda juga memiliki pengaruh
pada relokasi dukungan pelayanan pada sel. Sebagai tambahan dari pekerjaan
produksi langsung, para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan,
memindahkan barang setengah jadi dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan
perawatan pencegahan dan perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan
melakukan tugas pembersihan. Kemampuan multitugas ini secara langsung
berhubungan pada pendekatan tarikan melalui produksi.
c) Total quality control
Just In Time (JIT) perlu memberikan tekanan yang lebih kuat pada pengelolaan
kualitas. Total quality control pada intinya adalah suatu pengerjaan tanpa henti
untuk suatu kualitas sempurna, usaha untuk mendapatkan suatu desain produk dan
proses manufaktur tanpa cacat.
d) Ketelusuran biaya overhead
Suatu sistem pembiayaan menggunakan tiga metode untuk membebankan biaya
pada produk individual: penelusuran langsung, penelusuran penggerak, dan alokasi.
Dari ketiga metode, penelusuran langsung adalah yang paling akurat dan, sehingga,
lebih disukai daripada dua metode lainnya.
e) Pengaruh persediaan
Just In Time (JIT) umumnya menurunkan persediaan hingga tingkat yang sangat
rendah. Just In Time (JIT) menolak untuk menggunakan persediaan sebagai solusi
dari masalah-masalah yang ada. Bahkan, persediaan tidak hanya dipandang sebagai
pemborosan namun sebagai sesuatu yang langsung berhubungan dengan
kemampuan perusahaan untuk bersaing

Definisi Just-In-Time Purchasing


Menurut Hansen & Mowen (2005:477), konsep pembelian JIT (Just In Time
Purchasing) yang mensyaratkan para pemasok untuk mengirimkan suku cadang dan
bahan baku tepat pada waktunya untuk produksi. Sistem pembelian Just In Time (JIT)
merupakan bagian yang sangat kritis dalam keseluruhan sistem Just In Time (JIT)
karena melibatkan pihak luar, yaitu pemasok.
Pembelian Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang
berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi jumlah pemasok, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-
sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pemasok.
b. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak jangka
panjang dengan pemasok, menyangkut persyaratan pembelian, kualitas bahan dan
harga yang wajar.
c. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan.
d. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi
produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari
gudang ke pabrik
e. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas.

Tujuan Just In Time (JIT) Purchasing

Sistem pembelian Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang
behubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001):
a. Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-
sumber yang dicurahkan dalam negosiasi melalui dengan supplier.
b. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja
jangka panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga
yang wajar.
c. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan.
Rencana pembelin yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan
informasi bagi supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan
dengan tenggang waktu tertentu sesuai rencana produksi.
d. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi
produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari
gudang ke pabrik.
e. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier
yang dapat menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat
mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.
Manfaat Just In Time (JIT) Purchasing
No Deskripsi Manfaat
1 Ongkos Ongkos penyimpanan persediaan menjadi
murah.
Penurunan ongkos material karena
manfaat dari pengalaman belajar jangka
panjang dalam menggunakan pemasok
yang terbatas.
Ongkos rework berkurang, karena telah
dapat dideteksi sejak awal
2 Kualitas Deteksi kecacatan lebih cepat, karena
frekuensi penyerahan material lebih
sering.
Tindakan korektif pada kecacatan lebih
cepat, karena set up dari pemasok dengan
ukuran lot lebih kecil.
Kebutuhan untuk inspeksi lebih sedikit,
karena pemasok didorong menggunakan
pengendalian proses.
Kualitas dari material yang dibeli lebih
tinggi, karena pemasok bertanggungjawab
untuk memenuhi kebutuhan kualitas.
3 Desain Respon terhadap perubahan rekayasa lebih
cepat.
Menimbulkan inovasi dalam desain,
karena pemasok memiliki kebebasan tanpa
terikat pada desain yang ketat dari
pembeli.
4 Pemasok Rework berkurang, karena menggunakan
material berkualitas tinggi.
Inspeksi material berkurang.
Mengurangi keterlambatan produksi,
karena penyerahan material tepat waktu
dengan kualitas yang baik.
Meningkatkan efisiensi pembelian,
pegendalian produksi, pengendalian
persediaan, karena pemasok ikut
bertanggungjawab menyerahkan material
berkualitas tinggi pada waktu yang tepat.
Pemasok didorong untuk mengembangkan
Just In Time dalam aktivitas pembelian ke
pemasok mereka.

Prinsip-prinsip Just In Time (JIT) Purchasing


Dalam menerapkan metode Just In Time Purchasing, ada enam prinsip, yaitu
(Schniederjans, 1999:26; dalam Soewarno, 2005):
a. Mengurangi ukuran lot dan meningkatkan frekuensi pemesanan.
b. Mengurangi persediaan pengaman.
c. Mengurangi biaya pembelian.
d. Improve material handling.
e. Mengusahakan zero inventory.
f. Mengusahakan pemasok yang dapat diandalkan.
Karakteristik Just In Time (JIT) Purchasing
Gazperz (2001:49; dalam Kuszatmono, 2008) menjelaskan karakteristik Just In
Time Purchasing dalam tabel sebagai berikut:
No Deskripsi Karakteristik
1 Kualitas Spesifikasi minimum.
Pemasok membantu untuk memenuhi
kebutuhan kualitas.
Membina hubungan yang erat antara pembeli
dan pemasok melalui tim kerjasama
pengendalian kualitas.
Pemasok didorong untuk menggunakan
pengendalian proses daripada mengandalkan
inspeksi.
2 Kuantitas Tingkat kualitas yang stabil sesuai dengan yang
diinginkan.
Penyerahan dalam ukuran lot kecil dengan
frekuensi lebih sering.
Kontrak jangka panjang.
Kuantitas penyerahan dapat bervariasi, tetapi
tetap untuk bentuk kontrak secara keseluruhan.
Pemasok didorong untuk melakukan
pengepakan dalam kuantitas yang tepat.
Pemasok didorong untuk mengurangi ukuran
lot produksi mereka.
3 Pengiriman Pengiriman terjadwal dengan menggunakan
tipe transportasi yang telah dikontrak dalam
jangka panjang.
4 Pemasok Membina hubungan dengan lebih sedikit
pemasok (pemasok tunggal) dalam letak
geografis yang dekat.
Aktif dalam menggunakan analisis nilai untuk
meperoleh pemasok yang diinginkan, serta
bertahan pada harga yang kompetitif.
Melakukan pengelompokkan pemasok.
Menjalin hubungan bisnis berulang dengan
pemasok yang sama.
Pemasok didorong untuk mengembangkan Just
In Time dalam aktivitas pembelian ke pemasok
mereka.

Pengaruh Just-In-Time Manufacturing dan Purchasing terhadap Sistem


Manajemen Biaya
Adapun pengaruh Just-In-Time Manufacturing dan Purchasing terhadap Sistem
Manajemen Biaya adalah sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan cost pools yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak
biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli
secara individual
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA

Hansen Don R, Maryanne M. Mowen, 2000 Akuntansi Manajemen, Buku 2 Edisi 8,


Terjemahan:A. Hermawan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Soewarno, N., 2005, Just In Time (JIT) sebagai Upaya untuk Meningkatkan Competitive
Advantage, Majalah Ekonomi, No. 3A, Desember: 425-440.

Agus Widarsono.2004. STRATEGIC VALUE CHAIN ANALYSIS (Analisi Stratejik Rantai


Nilai): Suatu pendekatan Manajemen Biaya.Bandung:Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Liana Mangifera.2015. ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN) PADA PRODUK


BATIK TULIS DI SURAKARTA.Surakarta: Jurnal Manajemen dan Bisnis Volume 19,
Nomor 1,Juni 2015:24-33

Anda mungkin juga menyukai