Makalah Muah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

Mata Kuliah Pendidikan Islam Indonesia (PII)

Dosen Pembimbing : Widayani

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. Kiki Ade Ristanto NIM : 23030170194


2. Nisa Amelia NIM : 23030170173
3. Nur Gustaf Khoirul L NIM : 23030170195

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA 2017/2018


Kata Pengantar

Asalamualaikum WR.WB
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan
maha penyayang, kami panjatkan puj an puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang pendidikan islam
di Indonesia pada masa penjajahan belanda ini.Serta tak lupa
berterimakasih kepada teman teman yang sudah membantu dalam
pengerjaan makalah ini, sehingga apat selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini memuat tentang pendidikan islam yang lebih
spesifiknya pendidikan islam pada masa penjajahan belanda tentunya.
Semata-mata membagi pengetahuan bagaimana penidikan islam pada
masa itu. Memberi gambaran dan penjelasan tentang sistem, metode
,dan sarana pembelajaran pada masa tersebut.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun tetunya makalah ini memiliki
kelebihan dan kekuranga, maka kritik dan saran dari pembaca sangat
kami butuhkan.
terimakasih
Wasalamualaikum WR.WB
Salatiga, 5 September 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
i.1 Latar Belakang
Penidikan merupakan sesuatu hal yang sangat penting saat ini,
bahkan semua anak wajib bersekolah minimal 12 tahun, yaitu terhitung
dari Sekolah Dasar sampai SMA/SMK/MA/MAK.Pendidikan saat ini
sudah berkembang bagi semua agama terutama islam, semua kalangan
dapat mengenyam pendidikan dimanapun. Terdapat banyak sekolah dan
lembaga-lembaga tertentu, meski memang belum serta merta. Ada
beberapa golongan yang tidak dapat besekolah karena hambatan
ekonomi dan kemampuan barang kali.
Tapi taukah bagaimana pendidikan islam pada masa penjajahan belanda
? , dimana pendidikan yang minim dan hamper tidak ada pendidikan
islam pada masa itu ? . nah itu yang akan kita bahas pada makalah ini.
i.2 Perumusan Masalah
sejalan dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya
dalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan islam pada masa
penjajahan belanda ?
2. Bagaimana system pendidikan islam pada masa itu ?
3. Apakah pendidikan islam dapat berkembang pada masa itu ?
4. Adakah kendala umat islam dalam mewujudkan penddikan
tersebut ?
i.3 Tujuan Makalah
1. Mengetahui secara seksama bagaimana pendidikan islam paa
masa penjajahan belanda
2. Diharapkan dapat belajar dan menambah pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
Menyangkut dengan point yang berada pada Bab I tentang
perumusan masalah, ada 4 hal yang akan kita jabarkan, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan islam pada masa
penjajahan belanda
2. Bagaimana system pendidikan islam pada masa penjajahan
belanda
3. Apakah pendidikan islam dapat berkembang pada masa itu, dan
4. Adakah kendala umat muslim dalam mewujudkan pendidikan
tersebut
Langsung saja, mulai dari yang pertama Apakah yang dimaksud
dengan pendidikan islam pada masa penjajahan belanda ?. Menurut
pemikiran orang awam dan kami sendiri tentunya, itu merupakan
pendidikan islam yang berlangsung pada masa penjajahan belanda,
yang tentunya pendidikan tersebut masih ada campur tangan dari pihak
belanda itu sendiri.
Dalam artian yang lebih luas lagi, dahulu pendidikan islam sangat
minim. Sarana dan prasarana dibatasi oleh pihak belanda, sedangkan
mereka cenderung menyediakan sekolah dan penidikan bagi kaum non-
muslim. Sebelum kedatangan bangsa Eropa, termasuk Belanda,
pendidikan Islam sudah ada dan mulai berkembang ke seluruh pelosok
tanah air. Walaupun pelaksanaannya masih sangat sederhana
(tradisional) jika dibandingkan dengan perkembangan setelah
kedatangan bangsa Belanda. Pendidikan Islam berjalan dan berkembang
seiring dengan dakwah dan penyebaran Islam itu sendiri, baik di
kalangan masyarakat maupun istana raja-raja. Pendidikan Islam pada
saat itu mengambil bentuk halaqah, dan tatap muka perorangan di
mushalla, masjid, maupun pesantren. Namun ketika Belanda datang,
pendidikan Islam mulai mengalami hambatan. Rintangan dan tantangan
untuk berkembang lebih maju seiring dengan perkembangan dan
kemajuan zaman itu terjadi terutama ketika dihadapkan dengan
persaingan melawan Kristenisasi yang justru dilakukan oleh kaum
penjajah mulai dari bangsa Portugis hingga Belanda. Belanda membuat
berbagai peraturan dan kebijakan yang intinya menghambat dan
menghalangi perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Colonial
Belanda memperlakukan umat Islam sejajar dengan kaum pribumi.
Sekolah untuk mereka terbatas hanya sekolah desa dan Vervlog.
Padahal Islam agama mayoritas penduduk pribumi. Sedangkan
penduduk beragama selain Islam khususnya Kristen (Protestan-Katolik)
diperlakukan sama dengan bangsa Eropa. Keadaan ini membekas dalam
hati umat Islam. Selain itu kolonial Belanda selalu menempatkan Islam
sebagai musuh baik untuk kolonialisme maupun untuk usaha
menyebarkan agama Nasrani.
Tahun 1905 M munculah peraturan bahwa dalam melaksanakan
kegiatan keagaman/pengajaran mengaji harus ada izin kepada pihak
belanda, lalu peraturan diperketat pada tahun 1925 M , bahwa tidak
semua kyai boleh memberikan pengajaran mengaji. pada tahun 1932 M
keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah
dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tak
disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Luar (Wilde
School Ordonantie) peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya
gerakan nasionalisme-islamisme pada tahun 1928 M,berupa semua
pemuda. Selain dari pada itu untuk lingkungan kehidupan agama kristen
diindonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk
menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama disekolah umum
yang kebanyakan muridnya beragama islam, maka pemerintah
mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama. yakni bahwa
pemerintah bersikap tidak
memihak kepada salah satu agama sehingga sekolah pemerintah tidak
mengajarkan agama. dan pemerintah melindungi tempat peribadatan
agama ( Indiche Staat Regeling pasal 173-174).
Dengan adanya peraturan dan kebijakan tersebut dari belanda, maka
pendidikan islam terhambat. Bahkan jika kita sendiri hidup pada masa
itu kita akan takut melakukan segaka sesuatu yan berbau keislaman.
Maka karena itu pula, islam memiliki strategi tersendiri dalam
menyampaikan pendidikan keislaman yaitu dengan cara sembunyi-
sembunyi, dimana kegiatan belajar mengajar tetap berjalan tanpa
diketahui oleh belanda. Tokoh yang membawa strategi tersebut ialah
Ahmad Dahlan.
Lalu bagaimana mereka menerapkan system pendidikan pada
masa itu ? . banyak sekali system pada masa tu salah satunya
1. Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam
Sistem ini merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan
antara sistem pendidikan Hindu dengan Islam. Pada garis besarnya,
pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem, Yakni: (1)
sistem Keraton;dan (2) sistem Pertapa.
Sistem pendidikan keraton ini dilaksanakan dengan cara, guru
mendatangi murid-muridnya. yang menjadi murid-muridnya adalah
anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton. Sebaliknya, sistem
pertapa, para murid mendatangi guru ke tempat pertapaanya. adapun
murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan dan
kalangan keraton, tetapi juga termasuk rakyat jelata.
2. Sistem Pendidikan Surau
Surau merupakan istilah yang banyak digunakan di asia tenggara,
seperti Sumatera Selatan, Semenanjung Malaya, Patani (Thailand).
Namun yang paling banyak dipergunakan di Minangkabau. Secara
bahasa kata surau berarti tempat atau tempat penyembahan.
Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang
dibangun untuk menyambah arwah nenek moyang. Beberapa ahli
mengatakan bahwa surau berasal dari India yang merupakan tempat
yang digunakan sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan Hindu-
Budha.
Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan
Islam dimulai oleh Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan
menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau.
disurau ini anak laki-laki umumnya tinggal, sehingga memudahkan
Syeikh menyampaikan pengajarannya.
Dalam lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi formal,
sebagaimana yang dijumpai pada lembaga pendidikan modern. aturan
yang ada didalamnya sangat dipengaruhi oleh hubungan antar individu
yang terlibat. Secara kasat mata dapat dilihat dilembaga pendidikan
surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan yang telah
disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar
nasihat. Lembaga surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk
sosialisasi dan interaksi kultural dari hanya sekedar mendapatkan ilmu
pengetahuan saja. jadi, nampak jelas fungsi learning societi disurau
sangat menonjol.
Sistem pendikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas,
murid dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya, proses belajarnya
tidak kaku sama muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan untuk
memilih belajar pada kelompok mana yang ia kehendaki. dalam proses
pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan tulis, yang ada
hanya kitab kuning merupakan sumber utamnya dalam pembelajaran.
Metode utama dalam proses pembalajaran di surau dengan memakai
metode ceramah, membaca dan menghafal. materi pembelajaran yang
diberikan Syeikh kepada urang siak dilaksanakan sambil duduk di lantai
dalam bentuk setengah lingkaran. Syeikh membacakan materi
pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan mencatat
beberapa catatan penting disisi kitab yang dibahasnya atau dengan
menggunakan buku khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem
seperti ini terkenal dengan istilah halaqoh.[5]
3. Sistem Pendidikan Pesantren
a. Asal usul Pesantren
Secara garis besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang
mengutamakan tentang pandanganya tentang asal usul pesantren,
sebagai institusi pendidikan Islam.
Pertama pesantren adalah institusi pendidikan Islam, yang memang
berasal dari tradisi Islam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir
dari pola kehidupan tasawwuf, yang kemudian berkembang diwilayah
Islam, seperti Timur Tengah dan Afrika utara yang dikenal dengan
sebutan zawiyat.
Kedua, pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-Budha yang
sudah mengalami proses islamisasi. mereka melihat adanya hubungan
antara perkataan pesantren dengan kata Shastri dari bahasa sanskerta.
Pesantern adalah lembaag pendidikan tertua di indonesia. Pesantren
sudah menjadi milik umat Islam setelah melalui proses Islamisasi dalam
sejarah perkembangannya.
KH Saifuddin Zuhri mengatakan bahwa pesantren adalah pesantren.
Disana diajarkan norma-norma yang tidak mungkin dijumpai di tempat
tempat lain. Disana bukan sekedar dipelajari berbagai ilmu, dan
bukan pula sekedar melakukan ibadah saja, tetapi disana diajarkan nilai-
nilai yang paling mutlak harus dimiliki seseorang dalam mengarungi
kehidupan.
b. Metode yang digunakan
Metode sorogan, atau layanan individual
Yaitu bentuk belajar mengajar dimana Kiyai hanya menghadapi seorang
santri yang masih dalam tingkatan dasar atau sekelompok kecil santri
yang masih dalam tingkatan dasar. Tata caranya adalah seorang santri
menyodorkan sebuah kitab di hadapan kiyai, kemudian kiyai
membacakan beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri mengulangi
bacaan sampai santri benar-benar membaca dengan baik. bagi santri
yang telah menguasai materi lama, maka ia boleh menguasai meteri
baru lagi.
Metode wetonan dan bandongan, atau layanan kolektif
Ialah metode mengajar Dengan sistem ceramah. Kiyai membaaca kitab
di hadapan kelompok santri tingkat lanjutan dalam jumlah besar pada
waktu tertentu seperti sesudah shalat berjamaah Subuh atau Isya. di
daerah Jawa Barat metode ini lebih dikenal dengan istilah Bendongan.
Dalam metode ini Kiyai biasanya membacakan, menerjemahkan, lalu
menjelaskan kalimat-kalimat yang sulit dari suatu kitab dan para santri
menyimak baacaan Kiyai sambil membuat catatan penjelasan di penggir
kitabnya. Di daerah Jawa metode ini disebut (halaqoh) yakni murid
mengelilingi guru yang membahas kitab
Metode Musyawarah
Adalah belajar dalam bentuk seminar (diskusi) untuk membahas setiap
masalah yang berhubungan dengan materi pembelajaran-pelajaran
santri ditingkat tinggi. metode ini menekankan keaktifan pada pihak
santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji sendiri buku
yang telah ditentukan kiyainya. Kiyai harus menyerahkan dan memberi
bimbingan seperlunya. [6]
c. Kurikulum Pesantren
Menurut Karel A Steenbrink semenjak akhir abad ke-19 pengamatan
terhadap kurikulum pesantren sudah dilakukan misalnya oleh LWC Van
Den Berg (1886) seorang pakar pendidikan dari Belanda. berdasarkan
wawancaranya dengan para kiyai, dia mengkomplikasi suatu daftar
kitab-kitab kuning yang masa itu dipakai dipesantren-pesantren Jawa
dan umunya Madura. kitab-kitab tersebut sampai sekarang pada
umumnya masih dipakai sebagai buku pegangan dipesantren. Daftar
tersebut meliputikitab-kitab fikih, baik fikih secara umum maupun
fiikih ibadah, tata bahasa arab, ushuludin, tasawwuf dan tafsir.
Dari hasil penelitian Van De Berg tersebut, karel A. Steenbrink
menyimpulkan antara lain kitab-kitab yang dipakai dipesantren masa itu
hampir semuanya berasal dari zaman pertengahan dunia Islam.
pendekatan terhadap al-Quran dan tidak terjadi secara langsung
melainkan hanya melalui seleksi yang sudah dilakukan kitab-kitab lain
khususnya kitab fikih. Disamping itu, sekalipun yang masuk ke jawa
adalah Islam yang berbau sufi, namun kedudukan tasawuf menempati
kedudukan yang lemah sekali dalam daftar buku tersebut. kesimpulan
yang lebih utama adalah bahwa studi fikih dan tata bahasa arab
merupakan profil pesantren pada akhir abad ke-19 tersebut.
Pendidikan Islam pada masa ini bercirikan hal-hal sebagai berikut:
-Pelajaran diberikan satu demi satu;
-Pelajaran ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahwu;
-Buku pelajaran pada mulanya dikarang oleh ulama Indonesia dan
diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat;
-Kitab yang diguanakan umumnya ditulis tangan;
-Pelajaran suatu ilmu hanya diajarkan dalam satu macam buku saja;
-Toko buku belum ada, yang ada hanyalah menyalin buku dengan
tulisan tangan;
-Karena terbatasnya bacaan, materi ilmu agama sangat sedikit;
-Belum lahir aliran baru dalam Islam (M.Yunus, 1985:62).
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum tahun 1900 masih relatif
sedikit dan berlangsung secara sederhana. Setelah itu, dalam priode
yang disebut peralihan ini telah banyak berdiri tempat pendidikan Islam
terkenal di Sumatera, seperti Surau Parabek Bukit Tinggi (1908) yang
didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Parabek dan di Pulau Jawa seperti
Pesantren Tebuireng, namun sistem madrasah belum dikenal.
Adapun pelajaran agama Islam pada masa peralihan ini bercirikan hal-
hal sebagai berikut - Pendidikan dan Perkembangan Islam di Zaman
Penjajahan Belanda:
1. Pelajaran untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secara sekaligus
2. Pelajaran ilmu nahwu didahulukan atau disamakan dengan ilmu
sharaf;
3. Semua buku pelajaran merupakan karangan ulama Islam kuno dan
dalam bahasa Arab
4. Semua buku dicetak
5. Suatu ilmu diajarkan dari beberapa macam buku; rendah, menengah,
tinggi.
6. Telah ada toko buku yang memesan buku-buku dari Mesir atau
Mekah.
7. Ilmu agam telah berkembang luas berkat banyaknya buku bacaan.
8. Aliran baru dalam Islam seperti yang dibawa oleh majalah al-Manar
di Mesir mulai lahir.
Pada waktu itu kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap
pendidikan Islam Indonesia sangat ketat. Di samping itu, juga
pemerintah kolonial gencar mempropagandakan pendidikan yang
mereka kelola, yaitu pendidikan yang membedakan antara golongan
priyayi atau pejabat bahkan yang beragama Kristen.
Gaung isu nasionalisme merambah ke mana-mana. Ini berkat tampilnya
Budi Utomo pada tahun 1908, yang menyadarkan bangsa Indonesia,
bahwa perjuangan bangsa Indonesia yang selama ini hanya
mengandalkan kekuatan dan kedaerahan tanpa memperhatikan
persatuan, sulit untuk mencapai keberhasilan. Karena itulah, sejak tahun
1908 timbul kesadaran baru dari bangsa Indonesia untuk memperkuat
persatuan.

Lalu , apakah pendidikan islam pada masa itu dapat berkembang


?. tentu saja bisa, karena islam merupakan agama mayoritas dan bila
disadari mudah saja melawan belanda.
Pada zaman kolonial Belanda, pendidikan Islam sangat dipengaruhi
oleh faktor politik yang ditentukan oleh kebijakan penguasa, yaitu
Belanda baik sesama VOC maupun pemerintah Hindia Belanda.
Dengan demikian, politik pendidikan bukan hanya bagian dari politik
kolonial, akan tetapi merupakan inti politik kolonial. Jenis pendidikan
yang disediakan oleh pemerintah Belanda bagi anak-anak Indonesia
banyak ditentukan oleh tujuan-tujuan politik Belanda terutama
dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi.
Sebuah contoh yang tampak pada zaman pemerintahan Deandels, pihak
penjajah beranggapan bahwa hanya sekolah-sekolah pemerintah atau
staats onderways saja yang mendatangkan hasil bagi kepentingan
penjajah. Perbaikan Mohammedaans gods dienst onderways, yaitu
pondok pesantren, langgar, surau dan rangkang tidak perlu. Alasannya,
sekolah-sekolah itu hanya merupakan alat meninggikan akhlak rakyat
saja dan dianggap sumber semangat perjuangan rakyat. Oleh karena itu,
diadakan peraturan umum tentang persekolahan (Stbl 1818 N0.4), yaitu
mengatur tentang ketentuan-ketentuan pengawasan penyelenggaraan
pendidikan.

Menurut Harun Nasution, ciri politik dan praktik pendidikan kaum


kolonialis, khususnya belanda adalah sebagai berikut:
a. Gradualisme yang luar biasa dalam penyediaan pendidikan bagi
anak-anak Indonesia.
b. Dualisme dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan
yang tajam antara pendidikan Belanda dan pendidikan pribumi.
c. Konrol sentral yang kuat.
d. Keterbatasan tujuan sekolah pribumi dan peranan sekolah untuk
menghasilkan pegawai sebagai faktor penting dalam perkembangan
pendidikan.
e. Prinsip konkordansi yang menyebabkan sekolah di Indonesia
sama dengan di Negeri Belanda.
f. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis untuk
pendidikan anak peribumi.
Gradualisme yang diterapkan Belanda untuk masyarakat pribumi
memang dengan ekstrim. Yaitu dengan mengusahakan pendidikan
rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia dan
memperlambat lahirnya sekolah yang setaraf dengan ELS. Padahal
penjajah lain seperti di Spanyol telah mendirikan universitas di Filipina
pada permulaan abad ke-16 untuk masyarakat pribumi, Inggris
membuka universitas di India pada abad ke-17, sedangkan pemerintah
Belanda baru mendirikan sekolah tinggi pada dekade ke-2 abad ke-20.
Inipun terjadi atas tekanan keadaan darurat yang disebabkan oleh
perang dunia I.

Pemerintah Belanda juga menanamkan dualisme dalam pendidikan.


Dengan membedakan sekolah untuk anak Belanda dan untuk anak
pribumi. Selain itu, ada perbedaan sekolah untuk orang berada dan yang
tak berada, sekolah yang memberi kesempatan untuk melanjutkan
pelajaran dan yang tidak memberi kesempatan. Pendeknya pendidikan
hanya dijadikan alat untuk mempertahankan perbedaan sosial, bukan
untuk mobilitas sosial.
Belanda juga menerapkan pengawasan dan kontrol yang sangat ketat
dak kaku. Control yang sangat ketat ini dijadikan alat politik untuk
menghambat dan bahkan menghalang-halangi pelaksanaan pendidikan
Islam.
Pemerintah Belanda juga menerapkan prinsip konkordansi, yakni suatu
prinsip yang memaksa sekolah berorentasi Barat dan menghalangi
dalam penyesuaian pendidikan dengan konsdisi di Indonesia. Dengan
demikian setiap sekolah dipaksa menjadi agen kebudayaan Barat dan
didijadikan sebagai alat untuk misionaris Kristen.
Yang tak kalah memperihatinkan juga, mereka dijadikan pegawai
rendahan atau pegawai kasar sebagai tujuan utama pendidikan bagi
pribumi.
Prinsip dan pola ini mereka tempuh karena mereka tidak ingin
masyarakat pribumi menjadi pintar dan tidak ingin Islam menjadi maju.
Karena jika masyarakatnya pintar dan Islam maju, terancamlah
kekuasaan mereka, terancamlah keuntungan yang berlimpah dalam
bidang perdagangan mereka dan terancam pula misi mereka untuk
menyebarkan bahkan mengkristenkan seluruh Indonesia. Karena itu
Belanda tidak ingin Islam berkembang karena dikhawatirkan akan
mengancam kelangsungan kekuasaannya.
Dengan munculnya gerakan-gerakan itu keadaan pendidikan Islam
mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik dan maju, meskipun
Belanda tidak menghendakinya. Bahkan cenderung menghalangi
pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan ke arah yang lebih
baik dan maju itu, paling tidak bisa diukur, salah satunya dengan
semakin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
bermunculan sebagaimana disebutkan di atas.

- Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam Dimasa Kolonial Belanda

A. Jamiat Khair : Konsep Pendidikan Konvergensi

Jamiat Khair yang secara resmi disahkan pemerintah Belanda tanggal 17 Juli
1905. Organisasi pendidikan ini merupakan organisasi pendidikan pertama
yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang keseluruh kegiatannya
diselenggarakan berdasarkan sistem Barat.

Organisasi ini membangun sekolah bukan semata-mata bersifat agama, tetapi


sekolah dasar biasa dengan kurikulum agama, berhitung, sejarah, ilmu bumi
dan bahsa pengantar bahasa Melayu. Bahasa Inggris merupakan bahasa wajib,
pengganti bahasa Belanda. Sedangkan pelajaran bahasa Arab sangat
ditekankan sebagai alat untuk memahami sumber-sumber Islam. Dilihat dari
pelaksanaan program pendidikannya, Jamiat Khair telah melakukan beberapa
langkah pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pembaharuan
dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua pembaharuan dalam
aspek kurikulum dan metode mengajar.

Organisasi ini merupakan organisasi Islam yang mula-mula


menyelenggarakan sistem pendidikan konvergensi (gabungan) antara system
pendidikan madrasah (Islam) dengan pendidikan Barat (sekolah) di Indonesia.

B. Taman Siswa : Konsep Pendidikan Nasional

Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pada tanggal 3 Juli 1922 di
Yogyakarta.

Ki Hajar Dewantara menyusun konsep pendidikan Taman Siswa dengan


sebutan kembali kepada yang nasional, yang meliputi yaitu:

1) Sistem Among

Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cinta, dengan memberi
kebebasan anak asuh untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang
menurut bakat kemampuannya. Dalam pelaksanaan sistem among
menempatkan guru sebagai fungsi orang tua. Guru sebagai tukang pamong
dan sebagai pendidik. Karena itu tugas guru yang biasanya memberikan
perintah, paksaan dan hukuman kepada muridnya, tidak digunakan di Taman
Siswa. Tugas guru hanyalah memberikan bimbingan dan membantu anak
bertumbuh dan berkembang menurut kodrat bakatnya.
2) Teori Tri-Sentra

Tri sentra (tiga pusat) merupakan bagian dari sistem pendidikan Taman Siswa.
Teori ini mengacu kepada dasar pemikiran bahwa peguron (perguruan),
merupakan miniatur tiga alam, yakni asrama (keluarga), balai wijata (sekolah)
dan masyarakat, sebagai pusat pembentukan jiwa anak-anak. Para guru dan
murid-murid Taman Siswa menempati satu lembaga pendidikan yang terdiri
dari sekolah dan asrama, pamong dan siswa.

3) Kebudayan Nasional

Ki Hajar Dewantara Berpandangan, Menurutnya pengaruh bahasa Belanda


cenderung memalingkan perhatian mereka kepada bahasa asalnya. Untuk itu
Beliau memberikan gagasan untuk membangun sistem pendidikan yang
berwatak budaya Indonesia.

C. Indonesisch Nederland School

Indonesisch Nederland School (INS), didirikan oleh Muhammad Syafei, pada


tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, Sumatera Barat.

Pelaksanaan pendidikan di INS dilakukan secara berjenjang yang terdiri atas


empat tingkata ruang. Ruang rendah (SD), lama pendidikannya tujuh tahun;
ruang dewasa, lama pendidikannya empat tahun; dan terakhir ruang
masyarakat dengan lama pendidikan satu tahun.

Pendidikan dan Perkembangan Islam di Zaman Penjajahan Belanda - Sejarah


perkembangan Islam di Indonesia memberi gambaran kepada kita bahwa
kontak pertama antara pengembangan agama Islam dan berbagai jenis
kebudayaan dan masyarakat di Indonesia, menunjukkan adanya semacam
akomodasi kultural. Di samping melalui perbenturan dalam dunia dagang,
sejarah juga menunjukkan bahwa penyebaran Islam kadang-kadang terjadi
pula dalam suatu relasi intelektual, ketika ilmu-ilmu dipertentangkan atau
dipertemukan, ataupun ketika kepercayaan pada dunia lama mennurun.Oleh
karena itu, kedatangan kaum kolonial Belanda berhasil menancapkan kukunya
di bumi Nusantara dengan misi gandanya, (imperialisme dan Kristenisasi)
sangat merusak dan menjungkirbalikkan tatanan yang sudah ada. Memang
diakui bahwa Belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah (Islam) di
Indonesia. Cukup banyak peristiwa dan pengalaman yang dicatat Belanda
sejak awal kedatangannya di Indonesia, baik sebagai pedagang perseorangan,
ataupun ketika diorganisasikan dalam bentuk kongsi dagang yang bernama
VOC, atau juga sebagai aparat pemerintah yang berkuasa dan menjajah.

Terakhir yang akan kita bahas adalah kendala dalam mewujudkan pendidikan
islam tersebut. Sebenarnya semua sudah disampaikan diatas, pada stiap pembahasan
kendala sudah tampak jelas, seperti, dihambatnya proses belajar mengajar,
dikeluarkanya kebijakan yang menyulitkan pendidikan umat islam, minimnya sekolah
bagi umat islam, dan dilarangnya beberapa kegiatan belajar mengajar.
Dengan begitu banyaknya kendala tidak menyulitkan umat islam untuk tetap
mengembangkan ilmu keagamaan
BAB III
PENUTUP

i.2 Kesimpulan

dari apa yang sudah kita sampaikan banyak sekali hal yang dapat
disimpulkan, mulai dari awal pendidikan islam sampai bagaimana pendidikan itu
dapat berkembang. Yang paling utama ,dan yang paling pantas diteladani adalah
perjuangan umat muslim dalam menyejahterakan umatnya dan mengembangkan
pendidikan islam menjadi lebih pesat, tanpa adanya tindak kekerasan dan pemaksaan
sepeti yang sudah dilakukan oleh colonial belanda.

i.3 Saran

karena pendidikan saat ini sudah pesat dan tidak dibatasi oleh apapun,maka
kita sebagai generasi muda harus memiliki seangat juang yang sama dengan musim
jaman dulu, untuk menjadikan dunia pendidikan lebih baik kedepanya.

Begitulah makalah dan yang dapat kami sampaikan, sekali lagi kurang dan lebihnya
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya serta kritik dan saran sangat saya butuhkan.

Terimakasih

Wasalamualaikum Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai