1) Konsep Dasar Organologam
1) Konsep Dasar Organologam
1) Konsep Dasar Organologam
KIMIA ORGANOLOGAM
Dosen Pengampu
Nur A. Limatahu, S.Pd., M.Si
Oleh
Nama : Auliasari Marjan
NPM : 03291411064
Kelas :A
Semester : VI
b. Sejarah Organologam
Ada beberapa pendapat dan perdebatan tentang pembuatan senyawa organologam
pertama kali, ada pendapat yang menyatakan bahwa cadet, sebagian mengatakan bahwa
seize yang pertama.
Uap dari Cairan Cadet 1760
Zeise menemukan senyawa organometal pertama yang memang disengaja. Setelah itu,
Birnbaum mengkorfimasi adanya ligand H2C=CH2 pada1868 yang mendukung penemuan
Zeise. Sedangkan pada 1975, struktur sempurna dari garam zeise terkarakterisasi sehingga
membuktikan serangkaian penemuan dari terdahulunya.
Ziegler/Natta polymerization
Pada 1955 Ziegler dan Natta mengembangkan polimerisasi olefin pada tekanan
rendah menggunakan campuran katalis logam (transition metal halide / AlR3).
Giulio Natta bekerja pada penelitian bersama Ziegler menerapkan a-olefin yang lain
seperti propylene dan styrene pada reaksi polimerisasi. menghasilkan polypropylene
dibuat menjadi 2 fraksi: amorphous (atactic) dan crystalline (tactic).pada 1963 Nobel
prize untuk Karl Ziegler dan Giulio Natta pada katalis Ziegler-Natta yang nantinya
digunakan secara komersil dalam pembuatan plastik.
Kompleks Vaska
Pada tahun 1962 Kompleks Vaska dilaporkan oleh Lauri Vaska , senyawa ini memiliki
kemampuan adisi oksidasi dan dapat mengikat O2 secara reversibel.
Fe (II) : 6 e-
5
-C5H5 : 6 e-
2(CO) : 4 e-
Cl- : 2 e-
Total eletron : 18 elektron
b. Logam Transisi
Bagi logam transisi, alkil atau aril yang terikat -hanya stabil dalam lingkungan yang
khusus. Spesies yang tidak stabil atau labil dengan ikatan pada karbon sangat penting,
khususnya dalam reaksi latalitik akena dan alkana yang diinduksi oleh logam transisi atau
kompleks logam.
Sifat yang khas orbital d memungkinkan pengikatan pada atom logam dari hidrokarbon
tidak jenuh dan molekul lain. Ikatannya adalah non-klasik dan kompleks logam dari
alkena, alkuna dan sejenisnya tidak mempunyai kaitan di mana pun dalam kimia.
Senyawa [(CH3)3Pt]4 yang mempunyai suatu struktur didasarkan atas kubus dengan
atom-atom Pt dan I pada sudut yang berselang-seling dan setiap Pt terikat pada tiga gugus
CH3, dibuat dalam tahun 1909 oleh Pope dan Peachy usaha untuk membuat senyawa
seperti (C2H5)3Fe dengan reaksi pereaksi Grignard dengan halida logam telah gagal.
Meskipun bukti menunjukkan bahwa alkil berada dalam larutan pada suhu rendah, terjadi
dekomposisi yang rumit dan reaksi kopling pada suhu seperti sekelilingnya.
Senyawa alkil dapat diisolasi salah satu contoh adalah CH 3Mn(CO)5. Sekarang tampak
bahwa alasan utama bagi kestabilan senyawa ini adalah letak koordinasi yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya reaksi dekomposisi dihalangi. Alasan utama bagi ketidakstabilan
kebanyakan alkil atau aril biner adalah bahwa mereka terkoordinasi tidak jenuh, dan
senyawa mudah melalui tahapan-tahapan agar dapat terjadi reaksi dekomposisi yang
mungkin secara termodinamika. Tahapan reaksi dekomposisi meliputi homolisis ikatan M
C yang melepaskan radikal bebas, demikian juga pemindahan atom hidrogen dari karbon
ke logam. Suatu reaksi umum yang khusus adalah pemindahan dari karbon - rantai alkil
yang dihasilkan dalam eliminasi olefin dan pembentukan suatu ikatan M H. Kebalikan
reaksi ini yaitu, pembentukan alkil dengan penambahan olifin pada ikatan M H sangat
penting dalam reaksi katalitik. Sekali hidrogen dipindahkan ke logam, reaksi berikutnya
dapat terjadi menghasilkan logam dan hidrogen, atau hidrogen dapat dipindahkan ke
alkena membentuk alkana. Jadi telah diperlihatkan bahwa alkil tembaga,
(Bu3P)CuCH2C(Me)2Ph, terdekomposisi secara besar-besaran oleh suatu tahapan radikal
bebas, namun bahwa alkil yang sama (Bu3P)CuCh2CH2CH2CH3, terdekomposisi dengan
suatu tahapan nonradikal yang melibatkan pembentukan ikatan Cu H. Perbedaannya
adalah bahwa yang belakangan, namun bukan yang sebelumnya, mempunyai sebuah atom
hidrogen pada atom karbon kedua.
Ada sejumlah alkil stabil yang secara termal memang pantas tidak dapat melakukan
pemindahan hidrida , yakni reakksi eliminasi alkena. Ini mempunyai gugus-gugus
seperti CH2C6H5, -CH2SiMe3, -CH2CMe3, -CH2PMe3, dan 1-norbonil.
2. Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah adalah senyawa organometalik yang disusun oleh satu atau lebih
ikatan antara atom timah dengan atom karbon (Sn-C). Senyawa ini umumnya adalah
senyawa antropogenik, kecuali metiltin yang mungkin dihasilkan melalui biometilasi di
lingkungan. Atom Sn dalam senyawa organotimah umumnya berada dalam tingkat
oksidasi +4. Rumus struktur senyawa organotimah adalah RnSnX4-n (n=1-4), dengan R
adalah gugus alkil atau aril (seperti: metil, butil, fenil, oktil), sedangkan X adalah spesies
anionik (seperti: klorida, oksida, hidroksida, merkaptoester, karboksilat, dan sulfida).
Bertambahnya bilangan koordinasi bagi timah dimungkinkan terjadi, karena atomnya
memiliki orbital d (Sudaryanto, 2001). Tetraorganotimah dan triorganotimah klorida
umumnya digunakan sebagai intermediet pada preparasi senyawaan organotimah lainnya.
Tetrafeniltimah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Senyawaan
organotimah cenderung memiliki karakter satu atau lebih ikatan kovalen antara timah dan
karbon.
3. Logam Pt (Garam Zeise)
Senyawa organologam pertama kali dilaporkan pada tahun 1827, dimana saat itu telah
disintesis suatu senyawa yang berbentuk seperti Kristal yang menyerupai jarum berwarna
kuning. Kristal ini terbentuk setelah direfluk dari campuran senyawa PtCl 4 dan PtCl2
dengan pelaruth etanol. Kemudian diikuti dengan penambahan larutan KCl. Kristal jarum
kuning ini kemudian diberi nama garam Zeise, nama dari sang penemu yaitu Zeise.
Garam Zeise teridentifikasi sebagai senyawa pertama yang disebut dengan senyawa
organologam, sebab senyawa ini mengandung molekul organic yang terikat ke logam (Pt)
dengan menggunakan elektron phi (). Bentuk dari senyawa ini adalah datar atu square
plane, dengan 3 ligan kloro (Cl) yang menduduki pojok masing-masing bidang datarnya
dan ligan etilen pada pojok bidang lainnya dengan posisi tegak lurus bidang. Kimia
organologam logam transisi masih relatif baru. Walaupun kompleks etilena platina yang
disebut dengan garam Zeise, K[PtCl3(C2H4)], tetrakarbonilnikel, Ni(CO)4, dan
pentakarboniliron, Fe(CO)5, yang kini diklasifikasikan senyawa organologam, telah
dipreparasi di abad ke-19, ikatan dan strukturnya waktu itu belum dikeahui. Riset W.
Hieber dkk pada senyawa karbonil logam merupakan penanda penting di tahun 1930-an,
tetapi hasil-hasil studi ini sangat terbatas karena analisis struktur yang belum berkembang
pada waktu itu.
4. Besi (Ferosen, Fe(C5H5)2)
Penemuan ferosen, Fe(C5H5)2, di tahun 1951 merupakan fenomena penting dalam kimia
organologam. Modus ikatan yang sangat unik dalam senyawa ini menjadi sangat jelas
terlihat dengan hasil analisis struktural kristal tunggal sinar-X, spektrum NMR, spektrum
IR, dan sebagainya. Penemuan besar bahwa ferosen menunjukkan kestabilan termal yang
tinggi walaupun ada anggapan umum ikatan logam transisi karbon akan sangat tidak
stabil. Namun dengan jelas ditunjukkan bahwa senyawa ini memiliki struktur berlapis
dengan lima atom karbon gugus siklopentadienil terikat secara simultan pada atom besi.
Walaupun berbagai modus ikatan ligan hidrokarbon akhirnya ditemukan satu demi satu,
aplikasi industri senyawa organologam logam transisi meningkat dengan penemuan katalis
polimerisasi olefin (katalis Ziegler), katalis hidrogenasi homogen (katalis Wilkinson), dan
katalis sintetik asimetrik. Hadiah Nobel dianugerahkan pada Ziegler dan Natta (1963), E.
O.Fischer, dan G. Wilkinson (1973) sebagai penghargaan atas pentingnya penemuan-
penemuan ini.
5. REAKSI-REAKSI ORGANOLOGAM
Pada dasarnya Organologam prinsipnya yaitu atom-atom Karbon dari gugus organik
terikat kepada atom logam. Konsep ini yang mendasari Organologam, sehingga banyak cara
untuk menghasilkan ikatan-ikatan logam pada Carbon yang berguna bagi kedua logam
transisi dan non-transisi. Beberapa yang lebih penting adalah sebagai berikut:
1. Insertion Reaction
Reaksi penyisipan merupakan suatu reaksi yang menyisipkan suatu molekul kedalam
suatu senyawa organologam. Molekul yang menyisip kedalam senyawa organologam ini
dapat bertindak sebagai 1,1 insertion dan 1,2 insertion, kedua hal ini merupakan suatu acuan
bagaimana molekul ini menyisipkan dirinya diantara logam dan ligan senyawa organologam
yaitu apakah menggunakan satu atom untuk mengikat logam dan ligan (1,1 insertion) atau
molekul tersebut mempunyai dua atom yang satu mengikat logam sedangkan atom lain
mengikat ligan (1,2 insertion). Contoh reaksi insertion dapat ditunjukan dari siklus reaksi
dibawah ini (reaksi penyisipan di dalam kotak).
Pada reaksi diatas dapat dijelaskan bahwa senyawa HNi(CO)2Cl direaksikan dengan
senyawa RCH=CH2 maka senyawa RCH=CH2 akan menyisip diantara logam dengan atom H.
Reaksi ini merupakan 1,2 insertion, dimana ada dua atom C pada senyawa ini, satu atom C
mengikat logam Ni dan atom C yang lain mengikat H, akibatnya ikatan rangkap pada
molekul RCH=CH2 berubah menjadi tunggal karena elektronnya dipakai untuk mengikat
logam dan atom H.
2. Carbonyl Insertion (Alkyl Migration)
Reaksi penyisipan karbonil pada dasarnya sama seperti penyisipan biasanya (1,1
insertion dan 1,2 insertion), tetapi yang membedakan disini adalah yang masuk diantara
logam dan ligan adalah molekul karbonil (CO). Mekanisme reaksi dari penyisipan karbonil
diusulkan ada tiga, yaitu penyisipan secara langsung, migrasi karbonil, dan migrasi alkil. Dari
ketiga usulan mekanisme reaksi ini, dilakukan pengujian melalui eksperimental. Hasilnya
mekanisme penyisipan karbonil yang diterima atau sesuai hasil pengujian adalah migrasi
alkil. Jadi alkil bermigrasi dan terikat pada karbonil, tempat yang ditinggalkan alkil tadi
ditempati karbonil dari luar. Contoh dari penyisipan karbonil diberikan pada siklus reaksi
dibawah ini (dalam kotak):
Dari kedua gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa reaksi penyisipan karbonil seperti
dijelaskan pada pengantar singkat reaksi penyisipan karbonil diatas, mekanisme reaksinya
adalah migrasi alkil. Pada gambar diatas ditunjukkan bahwa CH 2CH2R bermigrasi ke CO,
tempat kosong pada logam yang ditinggalkan alkil tersebut selanjutnya diisi oleh CO dari
luar.
3. Hydride Elimination
Reaksi eliminasi hidrida ini yang sering ditemui adalah reaksi -elimination yang
merupakan suatu reaksi transfer atom H pada suatu ligan alkil (pada ligan posisi terhadap
logam) ke logam. Reaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya bilangan oksidasi dan
bilangan koordinasi dari logam. Proses transfer atom H pada alkil posisi ini terjadi apabila
posisi logam, carbon , karbon , dan hidrida koplanar. Contoh reaksi ini adalah pada siklus
Wacker. Pada siklus ini terdapat reaksi -hibrid-eliminasi (dalam kotak).
Pada reaksi diatas dinamakan reaksi -hidrid-eliminasi karena pada molekul A, atom H
yang terikat pada atom O (pada gugus OH posisi terhadap logam), ditransfer menuju ke
logam Pd. Pada contoh reaksi ini ternyata reaksi -hidrid-eliminasi tidak hanya atom H milik
alkil posisi , tetapi dapat juga dari atom H dari gugus hidroksil (OH) pada posisi . Atom H
yang ditransfer ke logam Pd menyebabkan bilangan koordinasi logam Pd bertambah dari dua
menjadi tiga. Hasil akhir dari reaksi ini adalah terbentuknya molekul B.
4. Abstraction Reaction
Reaksi abstraksi merupakan suatu reaksi eliminasi ligan yang tidak akan merubah bilangan
koordinasi logam. Reaksi ini berkaitan dengan pembuangan substituent pada ligan dengan
posisi karbon dan terhadap logam. Pembuangan substituent pada ligan ini dapat terjadi
karena pengaruh suatu reagen eksternal. Contoh dari reaksi ini adalah:
Pada reaksi diatas (dalam kotak) disebut sebagai reaksi abstraksi dikarenakan terjadi
pembuangan substituent yaitu atom H pada ligan 4-5-exo-RC5H5 (tetrahapto) yang
disebabkan oleh reagen Ph3CPF6. Dari hasil pembuangan atom H ini, maka ligan 4-5-exo-
RC5H5 berubah menjadi 5-RC5H4. Bilangan koordinasi logam pada reaksi ini tidak berubah,
tetapi bilangan oksidasi logam Fe berubah dari Fe(0) menjadi Fe(II).
6. APLIKASI ORGANOLOGAM
1) Senyawa organologam banyak digunakan sebagai katalis, aplikasi senyawa
organologam dalam katalisis memang menjadi faktor meningkatnya minat peneliti
terhadap organologam. Melihat sejarah industrinya, katalis organologam memiliki
sejarah panjang dalam produksi senyawa organik dan polimer. Aplikasi penyulingan
Nikel pada awal 1880-an contohnya, Ludwig Moond mampu menunjukkan bagaimana
Ni mentah dapat dimurnikan dengan CO untuk menguapkan Ni dalam bentuk Ni(CO) 4
sebagai uap kemudian dapat dipanaskan untuk memperoleh Ni murni.
2) Senyawa organologam juga mengambil peran dalam bidang kesehatan, banyak sekali
aplikasi pemanfaatan senyawa organologam di bidang kesehatan salah satunya adalah
Haemoglobin. Haemoglobin (Hb) merupakan senyawa metalloprotein yang berperan
mengantarkan Oksigen ke seluruh tubuh, Haemoglobin juga berperan dalam proses
transportasi gas lain seperti karbondioksida. Secara susunan kimia Haemoglobin
merupakan senyawa yang memiliki unsur logam (Fe) dan senyawa organik (Protein).
Unsur Besi yang mengikat protein juga mampu mengikat ligan lain, diantaranya
Oksigen dan Karbon dioksida dengan Fe sebagai logam. Senyawa tersebut dalam ikatan
haemoglobin membentuk ikatan kordinasi sehingga membentuk senyawa kompleks
organologam. Elvis Nyarko et.al (2003) melakukan penelitian dalam menemukan
material dalam aplikasi antikanker menggunakan paramaeter spektrum Fluorescence
dan Phosphorescence dengan DNA pada suhu kamar. Senyawa yang dimanfaatkan
adalah doping metallo porfirin dari Au(III), Pt(II) dan Pd(II). Pada penelitian ini
disebutkan spektra dari senyawa organologam tersebut dapat digunakan untuk
mendeteksi sifat dari biomolekul seperti DNA. Penelitian menyebutkan meningkatnya
jumlah DNA menyebabkan meningkatnya intensitas Flouresensi.
3) Selain pemanfaatan aplikasi untuk kimia organik dalam dunia industri, senyawa
organologam juga mengambil peran dalam bidang lain salah satunya Organic Light-
Emitting Diode (OLED) sebagai material baru yang diperkenalkan dalam tampilan
ponsel, OLED merupakan senyawa Iridium organologam. Dalam bentuk solid-state
senyawa ini berperan sebagai pemancar cahaya sel elektrokimia (LEC). Pada tahun
2008 dibuat layar OLED yang menggunakan kompleks Ir cyclometallated sebagai
emitor merah. Kompleks Cyclometallated Ru memungkinkan memiliki potensi sebagai
fotosensitizer untuk sel surya. Fotosensitizer dengan logam Ru mengantarkan Michale
Grtzel menemukan DSSC (dye sensitized solar cells) yang merupakan sel surya
dengan zat warna (dye) sebagai sensitizer sel surya, yang tujuannya untuk
meningkatkan efisiensi konversi energi pada sel surya. Dengan adanya zat warna terjadi
peningkatan energi orbital molekul pada sel surya dimana perubahan terjadi akibat
adanya Orbital LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) baru yang lebih rendah
dibandingkan dengan LUMO sebelumnya sehingga menghasilkan eksitasi yang lebih
mudah terjadi. Penemuan ini mengantarkan Grtzel meraih beberapa penghargaan
dunia diantaranya Harvey Prize di 2007, Balzan Prize di 2009, Millenium Technology
Prize di 2010, Albert Einstein World Award of Sciences di 2012, Marcel Benoist Prize
dan King Faisal International Prize di 2013 serta Kandidat Nobel Prize 2010.
4) Kompleks rutenium yang dikembangkan Grtzel sebagai sensitizer sel surya membuat
para peneliti tertarik dalam mengembangkan DSSC jenis lainnya. Wang et.al. (2005)
menggunakan zat warna alami yaitu klorofil a dan karotenoid panjang terkonjugasi
untuk membuat DSSC. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa ikatan terkonjugasi
pada senyawa karotenoin tersebut sangat mempengaruhi efisiensi konversi energi pada
DSSC tersebut. Penambahan karotenoid pada DSSC yang tersensitasi oleh klorofil a
bisa meningkat efisiensinya hampir 1%. Klorofil merupakan kompleks antara Mg
dengan porfirin atau lebih dikenal dengan senyawa metaloporfirin. Amao et.al. (2004)
menggunakan senyawa Chlorine-e6 sebagai zat warna untuk menghasilkan DSSC.
Penelitian mereka menunjukkan adanya serapan pada daerah tampak. Ini dibuktikan
dengan hasil spektroskopi dengan serapan pada panjang gelombang 400, 511 dan 661
nm. Adanya serapan pada panjang gelombang tersebut membuktikan bahwa senyawa
Chlorine-e6 telah berhasil mensensitasi. Ekanayake et.al. (2013) dalam penelitiannya
menggunakan spesies Canarium odontophyllum (COP) untuk aplikasi DSSC
menunjukkan bahwa Konstituen aktif COP secara eksperimental dan teoritis berpotensi
dalam membuat DSSC. Tiga pigmen flavonoid utama (cyanidin, pelargonidin dan
maritim) terdeteksi di COP menunjukkan efisiensi konversi foto-energi sebesar 1,43%,
0,87% dan 0,60%, masing-masing. Disimpulkan dari gabungan data eksperimen dan
perhitungan semua konstituen dari COP berpotensi sebagai sensitizer dalam aplikasi
pembuatan DSSC. Penemuan Sensitizer Sel Surya menjadi topik penelitian yang
banyak menarik minat peneliti, sensitizer yang berasal dari senyawa organik (zat
warna) menjadikan penelitian terkait sebagai penelitian berbasis green chemistry yang
dikenal ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA