Analisis Unsur Kompos PDF
Analisis Unsur Kompos PDF
Analisis Unsur Kompos PDF
Pupuk
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik,
bila
ditambahkan
ke
dalam
tanah
ataupun
tanaman
dapat
menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian
pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun
tanah liat ke dalam tanah. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda
pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan
tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang
efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlu diketahui sifat, macam, dan
jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang
diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai.
Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari
sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik
mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap
jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan
organik pupuk ini termasuk tinggi, sedangkan pupuk anorganik adalah jenis
pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia
sehingga memiliki kandungan persentasi yang tinggi. Contoh pupuk anorganik
adalah urea, TSP, dan Gandasil (Novizan, 2005).
Secara umum pupuk hanya memiliki dua bentuk, yaitu padat dan cair. Bila
diperinci pupuk padat dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk, seperti serbuk,
butiran, tablet, dan kapsul. Sementara pupuk cair hanya dibedakan atas kekentalan
atau konsentrasinya yang berkaitan dengan kadar unsur yang dikandungnya.
Pupuk organik menempati urutan pertama dalam rangkaian budidaya tanaman
karena jenis pupuk ini digunakan sebagai pupuk dasar sehingga aplikasinya
dilakukan paling awal serta dalam jumlah paling besar. Senyawa atau unsur-unsur
organik yang merupakan kandungan utama pupuk ini dapat dimanfaatkan oleh
tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah. Jadi, cara aplikasi
yang efektif pupuk organik adalah dengan dimasukkan ke dalam tanah, meskipun
akhir-akhir ini telah banyak bermunculan pupuk organik cair yang dapat
diaplikasikan melalui daun (Marsono dan Sigit, 2001).
Kompos
Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik
sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Sebenarnya kompos
bukanlah hal baru, nenek moyang kita sudah lama mengenalnya. Sejak berabadabad silam, para leluhur sudah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan
praktek pengomposan modern. Panen mereka berlimpah pada ladang yang baru
saja dibuka dari sebuah hutan primer dan amat subur. Bagian atasnya merupakan
tanah tumpukan humus yang terjadi dari daun-daun, rumput yang hancur, kotoran
burung dan hewan, serta aneka tanaman yang lain.
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Kualitas
kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan
banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang
telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Kompos yang
merupakan
pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur
hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan
(anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi
tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak (AgroMedia, 2007).
Kompos sebagai bagian pupuk organik mempunyai masa
depan yang
terbukti telah
gilirannya akan
juga terbukti
memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sebab berhasil mengikat unsur organik
dalam tanah yang umumnya tinggal sekitar 1 %. Dengan penggunaan pupuk
organik, perbaikan akan terus berlangsung. Untuk sementara ini, jika bisa menjadi
2 % saja, sudah berarti kemajuan yang luar biasa (Murbandono, 2009).
Prinsip Pengomposan
Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering
yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N.
Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, seperti serbuk gergaji atau
jerami, ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki
struktur tanah.
Bahan baku kompos harus memiliki karakteristik yang khas agar dapat
dibuat kompos. Idealnya, bahan baku kompos dipilih dan dicampur dalam
proporsi tepat untuk menghasilkan kompos yang berkualitas.
Tabel 1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik
Jenis Bahan Organik
Urine ternak
Kotoran ayam
Kotoran sapi
Kotoran babi
Kotoran manusia (tinja)
Darah
Tepung tulang
Urine manusia
Eceng gondok
Jerami gandum
Jerami padi
Ampas tebu
Jerami jagung
Sesbania sp.
Serbuk gergaji
Sisa sayuran
Kandungan C/N
0,8
5,6
15,8
11,4
6-10
3
8
0,8
17,6
80-130
80-130
110-120
50-60
17,9
500
11-27
begitu saja. Misalnya, penggunaan alat, pengadukan, dan pengeringan. Bagian ini
sering disebut dengan tata laksana sekunder. Karena hampir sama penting, bagian
sekunder dari proses pengomposan bisa menjadi sama pentingnya dengan bagian
primer.
Manfaat Pupuk Kompos
1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot
yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea
(pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat, dan asam.
Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan
strukturnya.
2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun
kandungan unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya,
bahkan dapat menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang
diperlukan.
3. Ramah lingkungan. Sesuai slogan Go Organic 2010 pemakaian kompos
dalam pertanian ataupun hobi bercocok tanam yang ramah lingkungan,
dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia, akan menjaga kelestarian
lingkungan.
4. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.
5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan
pupuk kimia.
6. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam,
sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanaman.
onggok, ampas tahu, serbuk gergaji, dan lain-lain. Rumput-rumputan juga dapat
dibuat kompos. Limbah organik yang sebaiknya tidak
dikomposkan antara
lain kayu keras, bambu, tulang, dan tanduk. Bahan-bahan tersebut memerlukan
waktu yang lama menjadi kompos, sehingga
terpisah dari bahan-bahan yang lunak
2009).
Salah satu hasil sampingan dari peternakan adalah kotoran ternak. kotoran ternak
juga memiliki nilai ekonomis karena dapat dijadikan pupuk kandang. Namun,
pupuk kandang perlu diuraikan terlebih dahulu agar unsur haranya siap untuk
diserap oleh tanaman. Pupuk kandang yang masih mentah akan mengakibatkan
tanaman mati, karena suhunya yang panas dapat membakar akar tanaman
(AgroMedia, 2007)
Semua
tempat
pengomposan. Bahan yang harus segera dikomposkan adalah kotoran ternak. Jika
dibiarkan selama beberapa hari, kotoran ini dapat menjadi padat, sehingga suasana
menjadi anaerobik. Selain itu kotoran ternak berpeluang menimbulkan bau dan
potensi kehilangan N akibat penguapan tinggi. Ada baiknya semua bahan baku
kompos disortir terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pengomposan
(Djaja, 2008).
Pembuatan Kompos Skala Besar
Pembuatan kompos skala besar terdiri dari beberapa langkah kerja. Setiap
langkah kerja memerlukan peralatan dan prosedur tersendiri. Hal utama yang
khusus diperhatikan dalam pembuatan kompos adalah menjaganya agar proses
berjalan dengan baik dan memperbaiki keadaan bila proses pengomposan
berlangsung tidak sesuai keinginan. Adapun proses pengomposannya mencakup
tujuh langkah kerja berikut:
1. Penanganan dan penyimpanan bahan baku
Bahan baku sebaiknya diletakkan dan disimpan ditempat yang teduh agar
tidak terkena air hujan, angin dan panas. Pasalnya tempat yang terbuka
memungkinkan zat hara bahan baku tercuci oleh air hujan atau menguap
karena terbawa angin atau panas. Namun, tempat yang sangat tertutup pun
tidak dianjurkan karena uap bahan baku dapat menumpuk, sehingga dapat
menimbulkan alergi, keracunan, dan kebakaran. Jadi, tempat penyimpanan
dan penimbunan bahan baku yang baik adalah tempat setengah terbuka dan
beratap.
2. Penghalusan ukuran partikel bahan baku
Agar proses pengomposan berjalan lebih cepat, sebaiknya bahan baku
kompos, terutama yang memiliki bentuk panjang dan kasar, dihaluskan
terlebih dahulu. Contohnya seperti rumput dan jerami, kedua bahan tersebut
sebaiknya dicacah sebelum dikomposkan.
3. Pembalikan
Sebelum membalikkan timbunan bahan kompos, sebaiknya dilakukan
pengukuran temperatur dan kelembaban timbunannya terlebih dahulu. Jika
timbunan terletak memanjang, pengukurannya dilakukan dibeberapa titik.
Temperatur dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur temperatur
(termometer) atau dengan tangan. Caranya, termometer dibenamkan kedalam
timbunan dan dibiarkan selama lima menit. Selanjutnya lihat ukuran skala
ketinggian suhu yang berada di termometer. Membacanya harus dilakukan
seakurat mungkin.
4. Pematangan, penyimpanan, dan penangan kompos
Proses ini dapat berlangsung sekaligus atau terpisah. Langkah bersamaan bisa
dilakukan dengan cara menyimpan kompos di pelataran beratap dalam bentuk
curah atau didalam kantong plastik yang terbuka. Sementara itu, perlakuan
terpisah dilakukan dengan cara mematangkan kompos terlebih dulu, baik
ditempat pemprosesan maupun ditempat lain. Setelah matang, kompos
dikeringkan dengan cara diayak terlebih dahulu, gumpalan besar kompos
yang telah jadi akan mengeras dan sukar dihaluskan.
5. Pengayakan hasil
Pengayakan dilakukan untuk memisahkan partikel kasar dari partikel halus.
Bentuk partikel kasar disebabkan oleh pertikel tersebut belum sepenuhnya
terfermentasi. Partikel kasar ini bisa digunakan kembali pada proses
pengomposan
selanjutnya
sehingga
benar-benar
hancur.
Selain
itu,
yang
sudah
matang,
dalam
arti
temperatur,
kelembaban
kantong
pengepakan
bisa
diberi
logo
perusahaan
dan
Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan
semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio
sehingga menjadi 12-20.
2. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.
3. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah
dengan kotoran hewan.
4. Jumlah Mikroorganisme
Dengan
semakin
pengomposan
banyaknya
diharapkan
akan
jumlah
semakin
mikroorganisme
cepat.
maka
proses
Dari sekian
banyak
mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam
keadaan dorman.
7. Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara
menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan
dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen)
seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004)
Tiga hal penting yang menyebabkan terjadinya proses pengomposan yaitu
zat hara, mikroba, dan keadaan lingkungan hidup mikroba. Pada dasarnya,
mikroba bekerja memanfaatkan zat hara bahan baku kompos di lingkungan yang
sesuai untuknya. Mikroba memegang peranan utama pada pengomposan,
walaupun cacing dan serangga ikut berperan setelah temperatur menurun.
Umumnya, tidak ada spesies mikroba yang mendominasi, karena keadaan dan
materi berbeda dan selalu berubah. Namun, kelompok utama yang berperan pada
proses pengomposan adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes yang mempunyai
spesies mesofilik dan termofilik (Djaja, 2008).
Mutu Pupuk Kompos
Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis
bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Ciri fisik kompos yang
baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan
pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan
mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun
demikian, dosis pemakaian pupuk organik tidak seketat pada pupuk buatan karena
kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman (Novizan, 2005).
Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan
Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini
termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik
atau kimiawi
berat. Untuk
terpenuhi maka
tersebut adalah
penting, terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi
salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual
benar-benar merupakan
kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia,
maupun lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Spesifikasi Kompos
Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut :
1. C/N rasio mempunyai nilai (10-20) : 1
2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah
3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4. Berbau tanah
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
No
Parameter
Satuan
Kadar Air
Temperatur
3
4
Warna
Bau
Ukuran
partikel
Kemampuan
ikat air
pH
6
7
Min
Maks
50
Mm
0,55
58
6,80
No Parameter Satuan
Min Maks
17
Cobal
mg/kg
34
Suhu air
tanah
Kehitaman
Berbau
tanah
18
Chromium
mg/kg
2210
19
20
mg/kg
mg/kg
100
0,8
25
21
Tembaga
Mercuri
(Hg)
Nikel (Ni)
mg/kg
62
Timbal
(Pb)
Selenium
(Se)
mg/kg
150
mg/kg
22
7,49
23
Bahan asing
Unsur Makro
9
Bahan
organik
10 Nitrogen
11
12
13
Karbon
Phosphor
(P205)
C/N rasio
14
Kalium
(K2O)
Unsur Mikro
15 Arsen
1,5
27
0,40
%
%
9,80
0,10
32
10
20
58
0,20
mg/kg
13
16 Cadmium
mg/kg
(Cd)
SNI : 19-7030-2004
24
Seng (Zn)
Unsur lain
25 Calsium
mg/kg
26 Magnesium
(Mg)
27
Besi (Fe)
28 Aluminium
(Al)
29 Mangan
(Mn)
3 Bakteri
0,60
%
%
2,0
2,20
0,10
30
31
500
1000
3
derajat
keasaman
yang
tinggi
dan
mendekati
netral
C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1
hingga 40:1. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N
terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga
dekomposisi lambat. Selama proses pengomposan itu, rasio C/N akan terus
menurun. Kompos yang telah matang memiliki rasio C/N nya kurang dari 20
(Isroi dan Yuliarti, 2009).
C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan pada tanah. Penambahan bahan
organik dengan nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan
imbangan C/N dengan cepat, karena mikroorganisme tanah menyerang sisa
pertanaman. C/N juga berfungsi untuk menyeimbangkan ketersediaan nitrogen
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke
tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman
akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah
(Sutanto, 2002)
Kandungan NPK
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N,
0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, seratus kilogram kompos setara
dengan 1,69 kg urea, 0,34 kg SP-36, dan 2,81 kg KCl. Misalnya untuk memupuk
tanaman padi kebutuhan unsur haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg
Sp-36/ha,
dan 37,5 kg KCl/ha, maka membutuhkan kompos kurang lebih sebanyak 22 ton
kompos/ha (Isroi dan Yuliarti, 2009).
kualitas
pengaruhnya
besar
atas
keberhasilan
pencapaian
sasaran
(Komaruddin, 1991).
Peningkatan kualitas adalah aktivitas teknik manajemen, melalui pengukuran
karakteristik kualitas dari produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil
tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara kinerja
aktual dengan standar (Gasperz, 1992).
Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat dilakukan dengan pengeringan,
penghalusan, penambahan bahan kaya hara, penambahan mikroba bermanfaat,
pembuatan granul, dan pengemasan (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu yang memandang suatu
masalah sebagai suatu sistem. Pendekatan sistem dalam manajemen dirancang
untuk memanfaatkan analisis ilmiah di dalam organisasi yang kompleks dengan
maksud untuk :
1.
2.
making)
(Simatupang, 1994).
Metode Pendekatan Sistem
Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan
yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah
kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari system
yang dianggap efektif. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal,
yaitu mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik
untuk menyelesaikan masalah, dan membuat suatu model kuantitatif untuk
membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem umumnya
memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen
cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah
menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu
diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun pemberian rekomendasi
(Eriyatno, 2003).
Melalui berpikir sistem dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat
permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur,
pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadiankejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang
langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat
mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab akibat yang ada dalam permasalahan
tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan
pemecahannya (Tunas, 2007).
Sistem Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan kompleks. Tidak saja mencakup
pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan atau
bagian dalam mencapai tujuan operasi tetapi juga mencakup kegiatan
teknis untuk menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi yang
diinginkan, dengan proses produksi yang efisien dan efektif serta mengantisipasi
perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen di masa depan. Oleh karena
itu, kegiatan produksi bertujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang
direncanakan (Herjanto, 1999).
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan
rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi
merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan
mentransformasi input produksi menjadi output produksi (Ginting, 2007).
Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal,
dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan
berupa sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.
Sub-sub sistem dari sistem produksi antara lain adalah perencanaan dan
pengendalian produksi, pengendalian kualitas, penentuan standar-standar operasi,
penentuan fasilitas produksi, perawatan fasilitas produksi, dan penentuan harga
pokok produksi (Ginting, 2007)
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan awal permulaan pengkajian dari suatu sistem.
Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang
ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhankebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi
antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap
jalannya sistem. Analis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang
ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya (Eriyatno, 2003).
Identifikasi Sistem
(1) peubah
input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur
sistem (Eriyatno, 2003).
Input lingkungan
Input terkendali
dari
sistem itu tidak diketahui sehingga perilaku dari sistem itu tidak dapat ditentukan
secara langsung, tetapi harus dilakukan melalui serangkaian percobaan-percobaan
(Gasperz, 1992).
INPUT SISTEM
A.1.
Input lingkungan
(Eksogeneus)
A.2.
B.
B.1.
OUTPUT SISTEM
Output yang dikehendaki
B.2.
Uraian
a) Mempengaruhi sistem, akan tetapi
tidak dipengaruhi sitem.
b) Tergantung pada jenis sistem yang
ditelaah
a) Merupakan peubah yang sangat perlu
bagi sistem untuk melaksanakan
fungsinya yang dikehendaki
b) Sebagai peubah untuk mengubah
kinerja
sistem
dalam
pengoperasiannya.
a) Dapat
bervariasi
selama
pengoperasian sistem untuk mencapai
kinerja yang dikehendaki atau untuk
menghasilkan
output
yang
dikehendaki.
b) Perannya sangat penting dalam
mengubah kinerja sistem selama
pengoperasian
c) Dapat meliputi aspek: manusia,
bahan, energi, modal, dan informasi.
a) Tidak cukup penting perannya dalam
mengubah kinerja sistem
b) Tetapi diperlukan agar sistem dapat
berfungsi
c) Bukan merupakan input lingkungan
(eksogenous) karena disiapkan oleh
perancang.
a) Merupakan respon dari sistem
terhadap kebutuhan yang telah
ditetapkan (dalam analis kebutuhan).
b) Merupakan peubah yang harus
dihasilkan
oleh
sistem
untuk
memuaskan
kebutuhan
yang
diidentifikasi.
a) Merupakan hasil sampingan yang
tidak dapat dihindari dari sistem yang
berfungsi
dalam
menghasilkan
keluaran yang dikehendaki.
b) Selalu diidentifikasikan dalam tahap
identifikasi sistem, teruatam semua
pengaruhnegatif yang potensial dapat
dihasilkan oleh sistem yang diuji.
c) Sering merupakan kebalikan dari
C.
PARAMETER
RANCANGAN SISTEM
D.
MANAJEMEN
PENGENDALI
bahwa
lebih
banyak
orang
yang
bekerja
dan
tingkat
peningkatan
produktifitas
tahunan.
Termasuk
didalamnya,