Koefisien Partisi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PRINSIP DAN TUJUAN


1.1 Prinsip Percobaan
Menentukan kelarutan asam salisiat dalam fase kloroform dan air
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam
lemah dalamcampuran pelarut kloroform dan air

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori
Koefisien distribusi sering disebut juga dengan koefisien partisi.
Koefisiennya yakni angka dalam persamaan kimia yang menunjukkan
kuantitas relatif spesies yang terlihat dalam suatu reaksi. Tetapan
kesetimbangannya yang menjelaskan distribusi spesies zat terlarut
diantara dua pelarut yang tak campur. Dalam penggunaan notasi pH
memungkinkan semuua tingkat keasaman dan kebasaan yang banyak
dijumpai dalam bidang kimia dinyatakan dalam skala 0 sampai 14, sesuai
dengan konsentrasi ion H+ yang terdapat didalam larutan. Larutan dengan
pH <7 dinyatakan sebagai asam, larutan dengan pH >7 dinyatakan
sebagai basa, sementara larutan dengan pH=7 dinyatakan sebagai larutan
netral. Tingkat penetrasi sebuah substansi koefisien partisi senyawa yang
sama mudahnya larut dalam air yang mudah menerobos masuk kedalam.
Kebanyakan obat melewati membran sel dengan cara difusi pasif. Dalam
proses ini diperlukan energi, dan obat bergerak menembus membran sel
berdasarkan adanya suatu perbedaan kadar obat antara dua permukaan
membran, serta kelarutan obat dalam lipid bilayer yang membentuk
membran sel. Selain bergantung pada kelarutan obat dalam lipid,
kecepatan difusi juga dipengaruhi oleh koefisien partisi lipid-air dari obat
tersebut (Day dan Underwood, 2001)
Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit,
dapat digunakan senyawa-senyawa peningkat penetrasi. Fluks obat yang
melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati
stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa,
koefisien partisi antara obat dan stratum corneum dan tebal lapisan
membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan koefisien
difusi obat ke dalam stratum corneum dengan cara mengganggu sifat
penghalangan dari stratum corneum. Peningkat penetrasi dapat bekerja
melalui tiga mekanisme yaitu dengan cara mempengaruhi struktur

stratum

corneum,

berinteraksi

dengan

protein

interseluler

dan

memperbaiki partisi obat, coenhancer atau cosolvent ke dalam stratum


corneum (Sukmawati, 2010).
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya
tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan
ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan
berdistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi
jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak bercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut
tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan
konsentrasi tertentu (Marten, 2009).
Pada ekstraksi solven, pembagian solut antara dua cairan yang
tidak saling larut memberikan banyak kemungkinan yang menarik bagi
pemisahan-pemisahan secara analitik. Dari pelarut yang digunakan salah
satunya adalah air, oleh karena itu, koefisien partisi dalam hal ini secara
nyata dipengaruhi oleh sifat kimia pelarut kedua. Pelarut kedua yang
banyak digunakan adalah eter, kloroform dan hidrokarbon. Biasanya
senyawa dilarutkan dalam air, kemudian diekstraksi dengan pelarut
organik. Kelarutan merupakan fungsi dari kompetisi antara interaksi zt
terlarut zat terlarut, sedangkan koefisien distribusi/partisi dipengaruhi
oleh interaksi zat terlarut-pelarut. Keadaan ini akan menjadi lebih
kompleks karena tercampurnya secara parsial semua pelarut dan masingmasing fase akan jenuh oleh fase lainnya (Mirzayanti, 2000)
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil
reaksi. Proses reaksi ini ada yang berlangsung sangat cepat, cepat dan ada
yang berlangsung lambat maupun sangat lambat. Pembahasan tentang
kecepatan atau laju reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia
ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor yang
mempengaruhinya. Salah satu penentu laju reaksi adalah sifat
pereaksinya. Ada yang yang reaktif dan ada yang kurang reaktif. Pada
umumnya faktor yang berpengaruh adalah sifat pereaksi, konsentrasi,
suhu dan katalis. Jumlah yang terlibat dalam suatu reaksi disebut

kemolekulan reaksi. Jumlahnya ada yang satu, dua dan tiga, yang berturut
turut disebut unimolekuler, bimolekuler dan termolekuler. Sedangkan
menurut ordenya, ada reaksi berorde satu, dua, tiga atau pecahan
(Purwani, 2011).
Liberasi obat dari sediaan dipengaruhi oleh faktor kimia dan
fisika. Faktor kimia yang paling berpengaruh adalah koefisien partisi.
Kalium iodida memiliki koefisien partisi yang rendah yang dapat dilihat
dari kelarutannya yang sangat tinggi di dalam air. Koefisien partisi tidak
hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam
pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal
yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Terdapat dua tahapan kerja
obat topikal agar dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas
dari basis dan menuju ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi
melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya. Faktor-faktor
yang berpengaruh pada kedua tahapan tersebut adalah kondisi kulit, sifat
fisikokimia obat sepert kelarutan obat dalam basis, koefisien partisi,
koefisien difusi dan sifat fisikokimia basis gel seperti ukuran partikel.
viskositas basis, pH basis dan sebagainya (Tahir, 2001)

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Cara Kerja
1. Asm salisilat + NaOH+Air
pH 3

pH 4

Diambil 15ml

+10ml kloroform

pH 5

Diambil 15ml

+10ml kloroform

pH bebas

Diambil 15ml

+10mlkloroform

Diambil 15ml

+10ml kloroform

2. Kemudian larutan pada Erlenmeyer diinkubasi dengan suhu 37


3. Pada menit ke 15, 30 dan 45 ambil campuran pada tiap pH kemudian
titrasi dengan NaOH 0,1N dan hitung konsentrasinya
3.2 Alat dan Bahan
Alat- alat :
a. Erlenmeyer
b. Gelas kimia
c. Botol semprot
d. Pipet tetes
e. Buret
f. Statif

Bahan :
a. Larutan dapar
b. kloroform
c. aquadest
d. asam salisiat
e. NaOH 0,1N

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Menit
0
15
30
45

4.2 Pembahasan

pH 3

pH 4

pH 5

pH bebas

0,05
0,04
0,22

0,04
0,024
0,38

0,04
0,022
0,5

0,05
0,026
0,27

BAB V
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Marten. dkk. 2009. Farmasi Fisik edisi 3 Jilid 1. Jakarta ; Universitas Indonesia
Press
Mirzayanti, Y., W., 2000. Pemurnian Gliserol dari Proses Transesterifikasi
Minyak
Jarak dengan Katalis Sodium Hidroksida. Vol.11 No.5.
Purwani, MV., dan Suryanti, 2011, Kinetika Pelarutan Itrium Hidroksida dalam
HCl,
Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, Vol.14, No.1. Hal. 28 38.
R.A. Day, JR., A.L. Underwood, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam,
Jakarta: Erlangga.
Sukmawati, A., dan Suprapto, 2010, Efek Berbagai Peningkat Penetrasi Terhadap
Penetrasi Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara In Vitro, Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No.2. Hal. 117 125.
Tahir, 2001. Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai Senyawa Obat
Dengan Metoda Hancsh-Leo, Metoda Rekker Dan Penggunaan Program
Clogp. Pusat Kimia Komputasi Indonesia-Austria Jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai