MODUL 1
Hakikat, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Kewrganegaraan di SD
PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu muatan kurikulum pendidikan dasar dan
menengah sebagaimana dirumuskan dalam pasal 37 Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Modul 1 ini membahas tentang ciri-ciri pokok atau karakteristik dari mata pelajaran
PKn di SD.
Tujuan mempelajari modul ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu menjelaskan hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di SD
2. Mampu menjelaskan ruang lingkup PKn di SD
3. Mampu menjelaskan tuntutan pedagogis PKn di SD
Untuk mampu mencapai semua kemampuan tersebut maka diuraikan materi pokok sebagai
berikut :
1. Hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di SD
2. Ruang Lingkup PKn di SD
3. Tuntutan Pedagogis PKn di SD
KEGIATAN BELAJAR 1
Hakikat, Fungsi, dan tujuan PKn di SD
A. HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dalam Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, dan Kurikulum1961 tidak dikenal adanya mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dalam kurikulum 1946 dan 1957 materi tersebut itu dikemas
dalam mata pelajaran Pengetahuan Umum di SD atau Tata Negara di SMP dan SMA. Baru dalam
Kurikulum SD tahun 1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Menurut
kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewarga Negara mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics
yang diartikan sebagai pengetahuan Kewargaan Negara. Dalam Kurikulum SMP 1968 PKN tersebut
mencakup materi sejarah Indonesia dan Tata Negara, sedang dalam kurikulum SMA 1968 PKN lebih
banyak berisikan materi UUD 1945. Sementara itu, menurut kurikulum SPG 1969 PKN mencakup
sejarah Indonesia, UUD, kemasyarakatan, dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Kurikulum Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)) 1973 terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
(PKN) dan Pengetahuan Kewargaan Negara. Sedikit berbeda, menurut kurikulum PPSP (Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan) 1973 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan
Negara/Studi Sosial untuk SD 8 tahun yang berisikan integrasi materi ilmu pengetahuan social.
Sedangkan di Sekolah Menengah di tahun selain Studi Sosial terpadu, juga terdapat mata pelajaran
PKN sebagai program inti dari Civics dan Hukum sebagai program utama pada jurusan social.
Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang perlu dibedakan, yaitu
kewargaan negara
dan kewarganegaraan.
Seperti
dibahas
oleh Somantri (1967) istilah
Kewargaannegara merupakan terjemahan dari Civics yang merupakan mata pelajaran sosial yang
bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik (good
citizen). Warga Negara yang baik adalah warga negara yang tahu, mau, dan mampu berbuat baik
(Somantri 1970) atau secara umum yang mengetahui, menyadarim dan melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara (Winataputra 1978). Di lain pihak, istilah kewarganegaraan
digunakan dalam perundangan mengenai status formal warga Negara dalam suatu Negara, misalnya
sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1949 dan peraturan tentang diri dan kewarganegaraan
serta peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga Negara Indonesia bagi
orang-orang atau warga Negara asing. Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk
kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual diadopsi dari konsep
citizenship, yang secara umum diartikan sebagai hal-hal yang terkait pada status hukum (legal
standing) dan karakter warga Negara, sebagaimana digunakan dalam perundang-undangan
kewarganegaraan untuk status hokum warga Negara, dan pendidikan kewarganegaraan untuk program
pengembangan karakter warga Negara secara kurikuler.
B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sekolah sebagai wahana pengembangan
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab secara kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan
harus menjadi wahana psikologis-pedagogis yang utama. Ketentuan perundang-undangan yang
mengandung amanat-amanat tersebut sebagai berikut :
1. Pembukaan UUD 1945 dan Perubahannya , khususnya alinea ke-4
2. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas khususnya :
a. Pasal 3
b. Pasal 4 mengatakan sebagai berikut :
1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa
2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka
dan multimakna
3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat
6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layan pendidikan.
c. Pasal 37 ayat (1)
d. Pasal 38
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa Kurikulum terdiri dari :
a. Kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan, dan kepribadian
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
4. Pasal 6 ayat (4)
5. Pasal 7 ayat (2)
Mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga
Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Karakter utama warga Negara yang cerdas
dan baik adalah dimilikinya komitmen untuk secara konsisten atau ajek, mau dan mampu memelihara,
dan mengembangkan cita-cita dan secara efektif dan langsung menangani dan mengelola krisis yang
selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia sebagai bagian integral dari masyarakat
global yang damai dan sejahtera.
Pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah
pendidikan
demokrasi
yang
bersifat
multidimensional
atau
bersisi
jamak.
Sifat
multidimensionalitasnya itu antara lain terletak pada :
(1) Pandangannya yang pluralistic-uniter (bermacam-macam, tetapi menyatu dalam pegertian
Bhinneka Tunggal Ika
(2) Sikapnya dalam menempatkan individu, Negara, dan masyarakat global secara harmonis
(3) Tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, emosional, dan
social), dan
(4) Konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel atau luwes,
dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.
Untuk mewujudkan program pendidikan demokrasi diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada pengembangan
pengertian tentang hakikat dan karakteristik aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang
berkembang di Indonesia
2. Mengembangkan kurikulum dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa
agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan ke dalam
kelembagaan dan praktik di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu
3. Tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah
demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan
demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih
4. Tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan
demokrasi di Negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan
system demokrasi dalam berbagai konteks
Dengan demikian siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi yang demokratis dan membangun
kehidupan yang lebih demokratis. Itulah makna dari konsep learning democracy, in democracy, and
for democracy-belajar tentang demokrasi, dalam situasi yang demokratis, dan untuk membangun
kehidupan demokratis dengan PKn sebagai wahana kurikuler yang utama.
KEGIATAN BELAJAR 2
Ruang Lingkup PKn di SD
Struktur Kurikulum SD/MI
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri seperti pada
Tabel 1.1
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas
IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per
minggu secara keseluruhan
e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit
f. Minggu efektif dalam satu tahun [elajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Tabel 1. Struktur Kurikulum SD/MI
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
II III
IV, V, dan VI
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mata Pelajaran
Pendidikan Agama
Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa Indonesia
Matematika
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Sosial
Seni Budaya dan Keterampilan
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan
B. Muatan Lokal
C. Pengembangan Diri
Jumlah
1
2
5
5
4
3
4
4
26
27
28
2
2*)
32
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa
b. Norma, hokum dan peraturan
c. Hak asasi manusia
d. Kebutuhan warga Negara
e. Konstitusi Negara
f. Kekuasaan dan Politik
g. Pancasila
h. Globalisasi
KEGIATAN BELAJAR 3
Tuntutan Pedagogis PKn di SD
Istilah Pedagogis diserap dari bahasa Inggris paedagogical. Akar kata dari paes dan ago (bahasa
latin), artinya Saya Membimbing. Kemudian muncul istilah paedagogy yang artinya ilmu mendidik
atau Ilmu Pendidikan (Purbakawatja 1956) . tututan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai
pengalaman belajar (learning experiences) yang bagaimana diperlakukan untuk mencapai tujuan
Pindidikan Kewarganegaraan , dalam pengertian ketuntasan penguasaan kompetensi penguasaan
kompetesi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup dan kompetensi dasar.
Semua kompetensi dasar untuk setiap kelas menuntut prilaku nyata (overt behavior). Hal ini
berarti bahwa konsep dan nilai kewarganegaraan diajarkan tidak boleh berhenti pada pemikiran
semata, tetapi harus terwujudkan dalam perbuatan nyata.
Dengan kata lain PKn menuntut terwujudnya pengalaman belajar yang bersifat utuh memuat
belajar kognitf, belajar nilai dan sikap, dan belajar prilaku. PKn seharusnya tidak lagi memisahmisahkan domain-domain prilaku dalam belajar.
Proses pendidikan yang menjadi kepedulian PKn adalah proses pendidikan yang terpadu utuh,
yang juga disebut sebagai bentuk confluent educatin (Mc, Neil, 1981), tuntutan pedagogis ini
memerlukan persiapan mental, professionalitas, sossial guru-Murid ysng kohesif.
Guru siap memberi contoh dan menjadi contoh. Ingatlah pada postulat bahwa Value is neither
tough now cought, it is learned (Herman 1966). Nilai tidak bisa diajarkan ataupun ditangkap sendiri,
tetapi dicerna melalui proses belajar. Oleh karena itu, nilai harus termuat dalam mater Pelaajaran PKn.
PKn mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi yang bersifat
multidimensional. Ia merupakan pendidikan demokrasi, pendidikan moral , pendidikan sosial, dan
masalah pendidikan politik.
PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi Pendidikan Nilai dan Moral, dengan alasan
sebagai berikut:
1. Materi PKn adalah Konsep- konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika
perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia.
2. Sasaran akhir belajar PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam prilaku nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajaran menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari peserta didik
dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati
(bersifat objektif) dan dilaksanakan (bersifat prilaku).
Sebagai pengayaan teoritik, pendidikan nilai dan moral sebagaimana dicakup dalam PKn tersebut,
dalam pandangan Lickona (1992) disebut Educating for character atau pendidkan watak Lickona
mengartikan watak atau karakter sesuai dengan pandangan filosof Michael Novak (Lickona 1992 : 5051). Yakni compatible mix of all thoese virtues identified sense down traditions , litersry, stories, the
sages, and persons of common sense down through history. Artinya suatu perpaduan yang harmomis
dari berbagai kebijakan yang tertuang dalam keAgamaaan, Sastra, pandangan kaum,cerdik-pandai dan
manusia pada mumnya sepanjang zaman. Liickona (1992,51) memamdang karakter atau watak itu
memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yakni: moral knowing, moral feeling, and moral behavior
(Konsep moral, sikap moral, Prilaku moral)