0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
591 tayangan24 halaman

Ligan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 24

Ligan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Ligan adalah molekul sederhana yang dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor
pasangan elektron (basa Lewis). ligan akan memberikan pasangan elektronnya kepada atom
pusat yang menyediakan orbital kosong. interaksi antara ligan dan atom pusat menghasilkan
ikatan koordinasi. jenis-jenis ligan ialah monodentat, bidentat dan polidentat.
ikatan kovalen polar dan nonpolar VS molekul polar dan nonpolar
1 KomentarPosted by Emel Seran pada 10 Juni 2011

Pasangan elektron yang digunakan secara bersama pada


pembentukan ikatan kovalen yang terletak diantara dua inti atom
akan ditarik oleh kedua inti atom yang berikatan. Akibatnya akan
mempengaruhi distribusi elektron di antara kedua inti yang
berikatan. Kemampuan menarik elektron kearah dirinya
tergantung pada keelektronegatifan masing-masing unsur yang
berikatan.
Untuk molekul unsur, seperti H2, Cl2 dan N2 ikatan kovalen yang
terbentuk seratus persen bersifat kovalen. Hal ini disebabkan
kedua inti atom memiliki kemampuan yang sama untuk menarik
elektron ke arah dirinya, sehingga elektron ikatan akan
terdistribusi secara merata di antara kedua inti, seperti yang
ditunjukan pada Gambar.Ikatan yang terbentuk dengan
kemampuan menarik pasangan elektron yang sama kuat disebut
ikatan kovalen nonpolar.

Gambar gambar Penyebaran elektron pada ikatan kovalen


nonpolar Cl-Cl

Apabila kedua atom yang berikatan berbeda misalnya pada HF,


HCl dan HI, maka ikatan yang terbentuk tidak sepenuhnya

bersifat kovalen. Hal ini yang dinamakan ikatan kovalen polar.


Dikatakan ikatan kovalen polar karena kedua atom yang berikatan
terdapat gaya elektrostatik.

Gambar Ikatan kovalen polar C-Cl

Berdasarkan perbedaan kelektronegatifan, suatu ikatan


kovalen dikatakan ikatan kovalen polar apabila
suatu atom mampu menarik elektron ikatan ke arah
dirinya tanpa melakukan perpindahan secara sempurna.
Semakin besar perbedaan keelektronegatifan unsur-unsur yang
berikatan, semakin polar ikatan yang terbentuk bahkan
mendekati sifat ionik. HX (X = Cl, Br, I, F), H2O, CO2, CCl4, BeCl2,
BeCl3 dan NH3 merupakan beberapa contoh senyawa dengan
ikatan kovalen polar. Misalnya HCl, meskipun atom H dan Cl
sama-sama menarik pasangan elektron ikatan, tetapi
keelektronegatifan Cl lebih besar dari atom H sehingga distribusi
elektron ikatan lebih terkonsentrasi pada Cl.

Gambar ikatan kovalen polar H-Cl

Molekul Polar dan Nonpolar


Suatu senyawa yang memiliki ikatan kovalen polar, belum tentu
molekul yang dimiliki bersifat polar. Demikian juga untuk ikatan
kovalen nonpolar, molekul yang dimiliki belum tentu bersifat
nonpolar. Kepolaran suatu molekul dinyatakan menggunakan
suatu besaran yang disebut momen dipol (). Besarnya momen
dipol suatu molekul ditentukan menggunakan persamaan berikut.
= Q x r 1 D = 3,33 x 10-30 C.m (coulombmeter)
= 0 molekul nonpolar
> 0 atau 0 molekul polar
keterangan:
= momen dipol (D, debye)
Q = selisih muatan (Coulomb)
r = jarak antara muatan positif dengan muatan negatif (m)
Semakin besar harga momen dipol, semakin polar senyawa yang
bersangkutan bahkan mendekati ke sifat ionik. Harga momen
dipol beberapa molekul seperti yang tertera pada Tabel.

molekul

Momen dipol
(D)

molekul

Momen dipol
(D)

NO

0,159

CO

0,112

NH3

0,23

CO2

HF

1,78

CHCl3

1,09

HCl

1,078

CH4

HBr

0,82

CCl4

HI

0,44

BF3

H2O

1,85

BF2

Momen dipol merupakan suatu besaran vektor yang digambarkan


menggunakanmoment ikatan. Jika jumlah vektor momenmomen ikatan lebih besar dari nol, maka molekul tersebut
bersifat polar, sebaliknya jika jumlah vektor momen-momen
ikatan sama dengan nol, maka maka molekul tersebut bersifat
nonpolar.
Momen ikatan terbentuk jika dua atom yang berikatan dalam
suatu senyawa memiliki perbedaan keelektronegatifan. Elektron
yang yang ditarik oleh atom yang lebih elektronegatif
menunjukan arah momen ikatan dan ditunjukan menggunakan
tanda dari atom yang kurang elektronegatif menuju atom yang
lebih elektronegatif.
Akibat tarikan elektron yang terjadi, terbentuk semacam kutub
negatif pada atom yang lebih elektronegatif, sedangkan pada
atom yang kurang elektronegatif akan terbentuk semacam kutub
positif.
Kutub positif atau negatif yang terbentuk
disebut muatan parsial, yang digambarkan menggunakan
simbol delta (). Muatan parsial negatif () diberikan
pada unsur yang lebih elektronegatif dan muatan parsial
positif (+) diberikan pada unsur yang kurang
elektronegatif (lebih elektropositif).
Berikut contoh menggambar muatan parsial pada molekul HCl.

Dari contoh di atas terlihat bahwa terdapat muatan positif dan


negatif pada tanda yang digunakan. Tanda tersebut tidak sama
dengan +1 atau -1 seperti pada simbol ion, tetapi tanda ini hanya

menggambarkan elektron ikatan tidak sepenuhnya dipindahkan


ke atom Cl.
Untuk senyawa diatom yang disusun oleh unsur yang
sejenis, molekul yang dimiliki selalu bersifat nonpolar
kecuali ozon yang bersifa polar. Hal ini disebabkan dua atom
penyusun senyawa memiliki keelektronegatifan sama sehingga
tidak terbentuk momen ikatan. Sedangkan untuk senyawa diatom
yang disusun oleh dua atom yang berbeda molekul yang dimiliki
selalu bersifat polar karena adanya perbedaan keeltronegatifan.
Tetapi untuk senyawa-senyawa yang tersusun lebih dari dua
atom, kepolaran molekul tidak dapat ditentukan jika
hanya didasarkan pada perbedaan keelektronegatifan. Hal
ini disebabkan senyawa-senyawa tertentu walaupun memiliki
ikatan kovalen polar tetapi molekulnya bersifat nonpolar. Misalnya
CCl4, CO2 dan BeCl2 merupakan beberapa senyawa dengan ikatan
kovalen polar tetapi memiliki molekul yang nonpolar.
Pada molekul CCl4, yang mempunyai bentuk molekul tetrahedaral
dengan C sebagai atom pusat dan dikelilingi oleh 4 atom Cl
seperti pada Gambar.

Perbedaan keelektronegatifan C dan Cl adalah sebesar 3-2,5 =


0,5. Jadi ikatan CCl termasuk ikatan kovalen (tepatnya ikatan
kovalen polar) karena perbedaan keeltronegatifan lebih kecil 1,7.
Walaupun ikatan CCl berupa ikatan kovalen polar tetapi
molekulnya bersifat nonpolar.
Hal ini disebabkan, bentuk tetrahedral dari molekul CCl 4 dapat
dikatakan simetrism karena memiliki pusat simetri pada atom C
ditengah, sehingga jumlah momen ikatan yang sama dengan nol.
Atau dapat dikatan tarikan elektron akibat adanya perbedaan
keelektronegatifan saling meniadakan atau saling menguatkan
(perhatikan tanda panah pada strutur). Hal ini dapat diandaikan,

suatu benda yang berada di tengah-tengah ditarik dari empat


sudut dengan kekuatan sama, maka benda tersebut tidak akan
bergerak. Karena hal inilah molekul CCl4 bersifat nonpolar.
Jika CCl4 salah satu atom Cl diganti oleh atom lain misalnya H,
maka sifat molekul yang awalnya nonpolar berubah menjadi
polar. Hal ini disebabkan kepolaran ikatan C-H berbeda dengan
kepolaran ikatan C-Cl, sehingga momen dipol yang terbentuk
tidak saling meniadakan. Tetapi apabila semua atom C diganti
oleh atom H maka molekulnya bersifat nonpolar karena kepolaran
semua ikatan CH sama besar sehingga mpmen ikatan yang
terbentuk saling meniadakan.
Pada molekul BCl2 dan CO2 mempunyai bentuk molekul linear
dengan B dan C sebagai atom pusat.

Atom Cl dan atom O lebih elektronegatif dibanding atom B dan C


yang bertindak sebagai atom pusat (pada gambar yang berwarna
hitam), sehingga elektron ikatan lebih tertarik kearah atom Cl dan
O. Namun, atom B dan C masing-masing mengikat 2 atom yang
sejenis maka momen ikatan yang terbentuk tertarik ke arah yang
berlawanan dengan kekuatan yang sama, sehingga molekulnya
bersifat nonpolar.
Molekul H2O walaupun rumus molekulnya mirip dengan CO2 dan
BCl2 tetapi bersifat polar.

Hal ini disebabkan, pada molekul H2O, atom O sebagai atom pusat
masih memiliki pasangan elektron bebas. Hal ini menyebabkan
molekul H2O tidak berbentuk linear seperti molekul CO2 dan BCl2,

sehingga momen ikatan yang terbentuk tidak saling menguatkan


atau tidak saling meniadakan.
MOMEN DIPOL
Posted by lischer on August 22, 2009 4 Comments

21 Votes

Sebuah molekul diatom polar seperti HF adalah suatu dipol, yakni suatu benda yang memiliki dua muatan berlawanan pada
titiknya. Adanya dua muatan yang berlawanan ini dapat dibuktikan dengan medan listrik. Dimana ketika medan listrik
dinyalakan molekul HF akan engarahkan ujung negatifnya ke kutub positif dan ujung positifnya ke kutub negatif Untuk
molekul semacam ini dapat ditentukan sebuah momen dipol, yaitu suatu ukuran terhadap derajat kepolaran. Secara
kuantitatif, momen dipol () merupakan hasil kali muatan Q dan jarak antar muatan r.
= Q x r (1)
Untuk mempertahankan kenetralan listrik, muatan pada kedua ujung molekul diatomik yang bermuatan listrik netral haruslah
sama besar dan berlawanan arah. Namun, pada persamaan (1), Q hanya merujuk pada besar muatan dan tidak ada tandanya,
sehingga nilai Q selalu positif. Momen dipol dinyatakan dalam satuan debye (D), dari nama seorang kimiawan Peter Debye.
Faktor konversinya adalah
1 D = 3,336 x 10-30 C m
Di mana C dalam Coulumb dan m dalam meter.
Molekul diatomik yang mengandung atom-atom dari unsur yang berbeda biasanya berupa molekul polar dan memiliki momen
dipol, sedangkan molekul diatomik yang mengandung atom-atom dari unsur yang sama tidak memiliki momen dipol dan
berupa molekul non-polar.

GAYA ANTAMOLEKUL
Tinggalkan komentarPosted by Emel Seran pada 10 Juni 2011

Istilah molekul hanya ditujukan pada atom-atom yang berikatan secara kovalen.
Ikatan kovalen disebut gaya intramolekul (intramoleculer force) yang mengikat
atom-atom menjadi satu kesatuan.

Gaya intramolekul menstabilkan molekul secara individual. Satu molekul dengan


molekul lain yang sejenis atau berbeda dapat mengadakan interaksi atau tarik
menarik. Gaya tarik menarik antarmolekul-molekul ini disebut gaya
antarmolekul atau gaya intermolekul (intermoleculer force).
Gaya antar molekul pada umumnya lebih lemah dibandingkan dengan ikatan
kovalen. Misalnya untuk memutuskan gaya tarik antara molekul HCl dengan
molekul HCl lain, hanya diperlukan energi sebesar 16 kJ/mol, sedangkan untuk
memutuskan ikatan kovalen antara atom H dan Cl pada molekul HCl dibutuhkan
energi sebesar 431 kJ/mol. Ikatan kovalen dan gaya antarmolekul pada molekul
HCl seperti tertera pada Gambar.

Gambar ikatan kovalen (gaya intramolekul) dan gaya antarmolekul dalam molekulmolekul HCl

Secara garis besar terdapat tiga jenis gaya tarik antarmolekul, yaitu
1. Gaya antar molekul nonpolar yaitu gaya dipol sesaat dengan dipol terimbas
2. Gaya antamolekul polar yaitu gaya dipol-dipol
3. Ikatan hidrogen disebut juga gaya dipol-dipol karena molekul yang memiliki
ikatan hidrogen selalu berupa molekul polar.

Semua gaya antarmolekul disebut gaya Van Der Waals. Namun terkadang ikatan
hidrogen tidak disebut sebagai gaya Van der Waals, walaupun molekul yang
memiliki ikatan hidrogen selalu bersifat polar.

Hal ini disebabkan molekul-molekul yang memiliki hidrogen menunjukan sifat


yang berbeda dengan molekul lain yang memiliki gaya antarmolekul lain yang
massa molekul relatifnya (Mr) sama atau hampir sama.

Gaya Antar Molekul Nonpolar


Gaya tarik antarmolekul nonpolar pertama kali diuraikan oleh ilmuwan fisika,
berasal dari Jerman, Fritz London, pada tahun 1930-an sehingga sering disebut
gaya London, dan sering pula disebut gaya dispersi.
Molekul nonpolar penyebaran elektron dapat dianggap merata, sehingga molekul
nonpolar digambarkan berbentuk bola dengan muatan positif dan negatif berimpit
pada pusat bola seperti yang ditunjukan pada Gambar.

Seperti yang diketahui elektron dalam molekul selalu dalam keadaan bergerak dan
posisinya tidak dapat ditentukan secara pasti akibat berlakunya azas ketidakpastian
heisenberg.
Gerakan elektron menyebabkan pada saat-saat tertentu dalam waktu yang sangat
singkat penyebaran elektron yang awalnya merata menjadi tidak merata sehingga
molekul yang awalnya tidak memiliki dipol menjadi menjadi memiliki dipol atau
menyebabkan muatan positif dan negatif yang awalnya berimpit dipusat bola
menjadi memisah. Dipol yang timbul dalam waktu yang sangat singkat kemudian
kembali lagi ke keadaan awal atau hilang. Karena hal inilah dipol yang timbul
disebut dipol sesaat.
Dipol sesaat yang timbul pada satu molekul, tentu saja akan mempengaruhi
molekul tetangganya. Oleh sebab itu jika satu molekul mengalami dipol sesaat,
maka akan mempengaruhi molekul yang paling dekat dengan dirinya sehingga
timbul dipol juga atau muatan positif dan negatif yang awalnya berimpit menjadi
memisah juga.
Atau dapat dikatakan molekul yang mengalami dipol sesaat akan mengimbas atau
menginduksi molekul-molekul yang berada di dekatnya. Karena hal inilah maka
gaya antar molekul nonpolar disebut sebagai gaya dipol sesaat-gaya dipol
terimbas atau terinduksi.

Proses pembentukan dipol sesaat dan dipol induksian pada atom Ne yang memiliki
dua elektron ditunjukan pada Gambar.

Keterangan angka-angka pada molekul

Nomor 1 molekul dengan dua elektron yang selalu dalam


keadaan bergerak
Nomor 2 molekul yang telah mengalami dipol sesaat
Nomor 3 molekul yang telah mengalami dipl sesaat karena
diimbas diinduksi oleh molekul nomor 2.

Gaya tarik antara molekul yang memiliki dipol sesaat dengan molekul yang
memiliki dipol imbasan inilah yang disebut gaya London.
Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat ditunjukan dengan
kebolehpolarran. Makin banyak elektron molekul memiliki kebolehpolaran yang
besar atau makin mudah mengalami dipol sesaat. Jumlah elektron berbanding lurus
dengan massa atom dan massa molekul relatif.
Oleh sebab itu dapat dapat disimpulkan bahwa makin tinggi massa molekul relatif
atau massa atom relatif suatu molekul maka makin mudah mengalami dipol sesaat
atau gaya london yang terjadi makin kuat.
Adanya gaya London antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu
peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah energi untuk memperbesar jarak
antara molekul-molekul nonpolar. semakin kuat gaya London antara molekulmolekul semakin besar pula energi yang diperlukan untuk terjadinya peleburan dan
pendidihan.

Gaya Antarmolekul Polar


Gaya tarik antar molekul polar disebut gaya tarik dipol-dipol. Hal ini disebabkan
molekul polar memiliki penyebabran elektron yang tidak merata sehingga memiliki

dipol yang tetap, tidak seperti pada molekul nonpolar yang dipolnya muncul pada
saat-saat tertentu saja.
Molekul-molekul polar yang memiliki fasa cair jika berada pada satu tempat, maka
molekul-molekul yang ada akan menyusun diri sehingga dipol positif (muatan
positif) dekat dengan dipol negatif, begitupun sebaliknya dipol negatif akan
menyusun diri agar lebih dekat dengan dipol positif dari molekul tetangganya,
seperti yang ditunjukan pada Gambar.

Gambar Gaya tarik dan gaya tolak antara molekul-molekul polar

Dengan posisi seperti ini gayaa tarik yang terjadi lebih kuat dibanding tolaknya.
Karena dalam fasa cair molekul-molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu
dengan yang lain, maka posisi molekul-molekul selalu berubah namun pusat
muatan positif dari satu molekul selalu berdekatan dengan pusat muatan negatif
molekul-molekul yang lain, begitupun sebaliknya.
Kenaikan energi termal (kenaikan suhu) menyebabkan tumbukan antarmolekul
sering terjadidan susunan molekul-molekul menjadi semakin acak (random).
Kekuatan gaya tarik antara molekul-molekul semakin berkurang sedangkan
kekuatan gaya tolaknya bertambah, akan tetapi kekuatan gaya tarik masih lebih
dominan daripada gaya tolak.
Pada waktu temperatur mencapai titik didih cairan maka kekuatan antara gaya tarik
dan gaya tolak adalah seimbang, cairan mulai mendidih. Titik didih berkaitan
dengan energi yang diperlukan untuk memutuskan gaya antarmolekul bukan

memutuskan ikatan antaratom. Semakin kuat gaya antarmolekul, semakin besar


energi yang diperlukan untuk memutuskannya.
Dalam fasa padat susunan molekul-molekul polar lebih teratur dibanding dalam
fasa cair seperti yang ditunjukan pada Gambar berikut.

Gambar Susunan molekul polar dalam fasa padat

Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya antar molekul polar yang paling kuat dibanding
dua gaya lainnya. Ikatan hidrogen hanya terbentuk jika hidrogen di ikat oleh dua
atom (selama ini hanya dua) yang berkeelektronegatifan tinggi, seperti yang
ditunjukan pada gambar.

Atom-atom yang berkeelektronegatifan tinggi tersebut yaitu N, O dan F. Jadi dapat


disimpulkan bahwa ikatan hidrogen hanya terbentuk bila molekul tersebut
memiliki ikatan
NH, OH dan OF.
Pada gambar di atas jika A adalah N maka B dapat berupa N, O atau F selain
ketiga atom tersebut maka ikatan yang terbentuk bukan merupakan ikatan
hidrogen. Dilihat dari panjang ikatan, ikatan hidrogen selalu lebih panjang
daripada ikatan kovalen.

Contoh senyawa yang memiliki ikatan hidrogen yaitu molekul H 2O, HF dan NH3.
Dalam fasa cair H2O dengan dua atom hidrogen dan 2 PEB mampu membentuk 4
atom hidrogen antarmolekul dengan 4 molekul H 2O lain yang ada di dekatnya
seperti yang ditunjukan pada Gambar.

Gambar ikatan hidrogen antar molekul H2O

Pada molekul HF dengan satu atom hidrogen dan 3 PEB (pasangan elektron bebas)
dan NH3 dengan 3 atom hidrogen dan 1 PEB hanya mampu membentuk 2 ikatan
hidrogen dengan 2 molekul sejenis yang ada di dekatnya.

Gambar Ikatan hidrogen molekul HF yang berbentuk zig-zag

Berdasarkan perbedaan keelktronegatifan atom N, O dan F diketahui bahwa


kelektronegatifan F > O > N maka ikatan hidrogen yang dibentuk
H- F > O- -H > N H

(keterangan : = ikatan hidrogen)

Walaupun demikian diperoleh bahwa titik didih H 2O > HF > NH3. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk. Ikatan hidrogen

molekul air lebih banyak dibanding ikatan hidrogen HF dan NH 3. Sedangkan titik
didih HF > NH3karena F lebih elektronegatif dibanding N sehingga ikatan
hidrogennya antar molekul lebih kuat.
Dalam fasa padat H2O tetap membentuk 4 ikatan hidrogen, demikian juga untuk
HF dan NH3 tetap membentuk 2 ikatan hidrogen dengan dua molekul lain yang ada
di dekatnya. Walaupun demikian pada keadaan padat titik lebur H 2O > NH3 > HF.
Hal ini terjadi dimungkinkan karena kemasan molekul-molekul tersebut dalam
kristalnya.
Ikatan hidrogen pada air cair inilah yang menyebabkan air mendidih pada suhu
100C walaupun massa molekul relatif air hanya 18. Sebagai perbandingan
perhatikan titik didih beberapa senyawa berikut.

Senyawa

Massa molekul
relatif (Mr)

Titik didih
(C)

H2O

18

100

H2S

34

-65

H2Se

81

-45

H2Te

130

-15

Ikatan hidrogen digolongkan menjadi dua jenis yaitu


1. Ikatan hidrogen intermolecule atau antarmolekul. Ikatan hidrogen yang
terbentuk dari satu molekul dengan molekul tetangganya. Contohnya ikatan
hidrpgen pada molekul H2O, HF dan NH3 yang telah dijelaskan di atas.
2. Ikatan hidrogen intramolekul atau ikatan hidrogen dalam satu molekul. Contoh
ikatan hidrogen pada molekul asam benzoat seperti yang ditunjukan pada gambar
berikut.

Ikatan hidrogen antarmolekul dalam fasa cair dipengaruhi oleh konsentrasi artinya
semakin besar konsentrasi semakin semakin kuat ikatan hidrogen yang terbentuk,
sedangkan ikatan hidrogen intramolekul tidak dipengaruhi oleh jonsentrasi zat.

Gaya Antar Molekul Polar atau Molekul Nonpolar dengan Ion


Bila suatu ion dilarutkan dalam suatu pelarut polar, maka ion positif (kation) akan
didekati oleh dipol negatif dari molekul polar, begitupun sebaliknya ion negatif
(anion) akan didekati oleh dipol positif dari molekul polar, seperti yang ditunjukan
pada Gambar.

Gambar Gaya tarik antara molekul polar dengan kation dan anion

Jika ion dimasukan ke dalam suatu molekul nonpolar, maka pembentukan dipol
sesaat dan dipol induksian dapat terjadi dengan karena:
1. gerakan elektron dalam molekul itu sendiri
2. diinduksi oleh molekul yang telah mengalami dipol sesaat atau disebabkan oleh
dipol sesaat dari molekul pada nomor 1.
3. Karena diinduksi oleh ion baik anion maupun kation

4. Molekul nomor 3 dapat menginduksi molekul lain yang ada di dekatnya


sehingga mengalami dipol induksian, demikian seterusnya.

Susunan molekul yang mengalmi dipol sesaat dan dipol terimbas sama seperti pada
molekul polar yaitu dipol sesaat atau dipol induksi yang bermuatan positif (ujung
positif) lebih mengarah ke anion dan begitupun sebaliknya dipol sesaat atau dipol
terimbas yang bermuatan negatif (ujung negatif) lebih dekat ke arah kation.
Walaupun demikian gaya yang terjadi antar molekul nonpolar dengan suatu sangat
lemah. Hal inilah yang menyebabkan molekul polar cenderung melarutkan zat-zat
yang bersifat ion, karena gaya molekul polar dengan ion lebih kuat dibanding
molekul nonpolar. Sedangkan molekul nonpolar cenderung melarutkan molekul
atau zat yang bersifat nonpolar.

Pengaruh Gaya Antarmolekul terhadap Sifat Fisis dan kimia zat


Gaya yang terjadi antarmolekul terutama gaya tarik apat mempengaruhi sifat dan
kimia zat. Sifat fisika zat yang dipengaruhi gaya antarmolekul antara lain, titik
didih, titik lebur, kalor penguapan viskositas. Sedangkan sifat kimia yang
dipengaruhi oleh gaya antarmolekul terutama adalah sifat asam basa zat.
Titik didih, titik lebur, kalor penguapan makin besar atau makin tinggi bila gaya
antarmolekul makin kuat, begitupun sebaliknya.
Viskositas atau kekentalan merupakan kemudahan suatu zat untuk mengalir.
Semakin besar viskositas, maka zat tersebut semakin sukar mengalir, begitupun
sebaliknya suatu zat akan semakin mudah mengalir bila viskositasnya kecil atau
rendah. Contohnya air lebih mudah mengalir dibanding oli sehingga air memiliki
viskositas yang lebih kecil atau lebih rendah dibanding oli.
Viskositas zat berkaitan dengan gaya antarmolekulnya. Bila gaya antarmolekul
kuat zat memiliki viskositas tinggi begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, viskositas
dipengaruhi oleh suhu, suhu makin tinggi viskositas zat akan menurun sehingga
lebih mudah mengalir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks


Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009
Pengetahuan tentang nilai-nilai tetapan kestabilan mempunyai arti yang sangat penting dalam ilmu kimia
analisis, karena ini dapat memberi informasi tentang konsentrasi dari berbagai kompleks yang terbentuk oleh

suatu logam dalam campuran kesetimbangan tertentu; ini tak ternilai dalam pengkajian kompleksometri, dan
tentang berbagai prosedur pemisahan analisis seperti ekstrasi pelarut, pertukaran ion, dan kromatografi.
Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks. Kestabilan suatu kompleks akan berhubungan
dengan :
1. Kemampuan mengkompleks logam-logam.
Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan denganb baik menurutklarifikasi
Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam Lewis
(penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicurikan oleh larutran afinitas (dalam
larutan air) terhadap halogen F- >Cl- > Br- > I-, dan membentuk kompleks terstabilnya dengan anggota
pertama (dari) grup Tabel Berkala (dari) atom penyumbang (yakni, nitrogen, oksigen dan fluor). Logam kelas B
jauh lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan F- dalam larutan air, dan membentuk kompleks
terstabilnya dengan atom penyumbang kedua (atau yang lebih berat) dari masing-masing grup itu (yakni P, S,
Cl). Klasifikasi Scwarzenbach, mendefinisikan ketiga kategori ion logam penerima (pasanag elektron).
a.

Kation dengan konfigurasi gas mulia. Logam-logam alkali, alkali tanah, dan alumunium termasuk

dalam grup ini, yang memperlihatkan sifat-sifat penerima kelas A. Gaya elektrostatik dominan dalam
pembentukan kompleks itu, sehingga interaksi antara ion-ion kecil yang bermuatan tinggi, istimewa kuatnya,
dan menimbulkan kompleks-kompleks yang stabil. Kompleks-kompleks fluoro istimewa stabil, air diikat lebih
kuat daripada amonia yang mempunyai momen dipol kecil dan ion sianida hanya memiliki kecenderungan kecil
untuk membentuk kompleks karena mereka hanya berada dalam larutan basa,dimana mereka tak dapat
bersaing denganb ion-ion hidroksil.
b.

Kation dengan sub-kulit d yang terisi lengkap. Yang khas dari grup ini adalah tembaga(I), perak(I),

dan emas(I) yang memperlihatkan sifat-sifat penerima kelas B. Ion-ion ini mempunyai daya polarisasi yang
tinggi, dan ikatan-ikatan yang terbentuk dalam kompleks-kompleks merah memiliki watak kovalen yang cukup
berarti.
c.

Ion-ion logam transisi dengan sub-kulit dyang tak lengkap. Dalam grup ini baik kecenderungan

kelas A maupun kelas B dapat dikenali. Unsur dengan cirri-ciri kelas B membentuk suatu kelompok yang kirakira berbentuk segitiga dalam Tabel Berkala, dengan puncaknya pada tembaga dan alasnya memebentang dari
renium sampai bismut. Disebelah kiri kelompok ini, unsure-unsur dalam keadaan oksidasi yang tinggi,
cenderung memeprlihatkan sifat-sifat kelas A, sementara di sebelah kanan kelompok ini, keadaan oksidasi
yang lebih tinggi (dari) suatu unsure lebih memiliki watak kelas B.
2. Ciri-ciri khas ligan.
Di antara cirri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan
itu terlibat, adalah :
a. kekuatan basa dari ligan itu,
b. sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
c. efek-efek sterik (ruang).

Dari sudut pandangan aplikasi kompleks secara analisis, efek penyepitan mempunyai arti yang teramat
penting, maka hendaklah diperhatikan secara khusus.
Istilah efek sepit mengacu pada fakta bahwa suatu kompleks bersepit, yaitu kompleks yang dibentuk oleh
suatu ligan bedentat atua multidentat, adalah lebiih stabil disbanding kompleks padanannya denga ligan-ligan
monodentat: semakin banyak titik lekat ligan itu kepada ion logam,semakin besar kestabilan kompleks. Efek
sepit ini sering dapat disebabkan oleh kenaikan entropi yang menyertai penyempitan; dalam hubungan ini,
penggantian molekul-molekul air dari ion terhidrasi haruslah diingat-ingat.
Efek sterik yang paling umum adalah efek yang menghambat pembentukan kompleks yang disebabkan oleh
adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang.
Suatu faktor lanjut yang juga harus dipertimbngkan dari sudut pandangan aplikasi secara analitis dari
kompleks-kompleks dan reaksi-reaksi pembentukkan kompleks adalah laju reaksi: agar berguna secara
analitis, biasanya reaksi diperlukan cepat.
Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini
merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur.
a.

Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

b. Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk komplekskompleks labil.
c. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.

Pengaruh Ligan Terhadap Ion Kompleks

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan mengenai keadaan awal dan akhir dari sistem
tersebut. Pada tinjauan termodinamika ini, suatu senyawa kimia dapat dikatakan stabil atau tidak stabil. Selain
stabilitas senyawa, beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan termodinamika adalah konstanta
kesetimbangan, energi ikatan, potensial reduksi, dan besaran lain yang mempengaruhi harga konstanta
kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, di golongkan senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan
kompleks tidak stabil. Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap mempertahankan

keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara kompleks yang tidak stabil akan terurai dengan mudah
dalam larutan.

Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi dalam reaksi dan kecepatan
berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi,
pembentukan kompleks intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang mempengaruhinya. Dalam
pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat dikatakan sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa
inert. Terkait dengan senyawa kompleks, di klasifikasikan senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan
kompleks inert berdasarkan laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami pertukaran
ligan dengan cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat lambat atau
bahkan tidak berlangsung sama sekali.

Karena tinjauan yang digunakan dalam aspek kinetika dan termodinamika berbeda, maka bukan tidak mungkin
suatu kompleks yang stabil secara termodinamika jika ditinjau secara kinetika merupakan kompleks yang labil.
Sebaliknya, suatu kompleks yang tidak stabil mungkin saja merupakan kompleks inert.

Salah satu sifat unsure transisi adalah kemampuannya membentuk berbagai jenis senyawa, karena unsure ini
memiliki beberapa bilangan oksidasi yang terjadi karena seluruh atau sebagian dari elektron-elektron pada kulit
ketiga dapat digunakan bersma-sama dengan elektron pada kulit 4s untuk membentuk senyawa-senyawa
kompleks yang beraneka warna. Dalam percobaan ini di pelajari perbedaan warna dengan berbagai jenis logam.
Olh karena itu percobaan ini dilakukan.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh ligan terhadap warna ion kompleks melalui
percobaan.

II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHSAN

2.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.

Larutan
FeCl3

Ligan

warna
Awal

Jumlah tetes
Akhir

(orange)

Ligan yang
ditambah

Sebagai
standar

orange

orange

40 tetes

Amonia

orange

Merah bata

20 tetes

H2O

orange

Orange pudar

20 tetes

H2C2O4

orange

Kuning

20 tetes

NaCl

orange

Orange lebih
pudar

20 tetes

CuSO4

orange

Hijau

20 tetes

KSCN

orange

Merah darah

20 tetes

2.2 Pembahasan

Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui


ikatan koordinasi, yakni ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan
ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit
dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi
merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan
bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari
salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa
tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi
yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron
sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama
logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan
atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai
pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis.

Teori yang berkaitan dengan senyawa kompleks adalah Teori Medan Ligan. Teori
medan kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan
dalam bidang fisika zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika
zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam
transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan
orbital d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada
tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi
menerapkan teori medan kristal. Teori medan kristal ini digunakan untuk
menjelaskan energi kompleks koordinasi. Hal ini didasarkan pada deskripsi ionik
pada ikatan logam ligan. Teori medan kristal yang dikemukakan Bethe dilandasi
oleh tiga asumsi yaitu :
1.

Ligan ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan.

2.

Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya


sebagai
interaksi elektrostatik(ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral
seperti NH3, dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol
dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.

3.

Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital
dari ligan.

4.

H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negative dari dipol dalam molekulmolekul netral diarahkan terhadap ion logam.

5.

Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital
dari ligan.
Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi di daerah sinar tampak
dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital molekul
kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila perbedaan energi antar orbital yang dapat
mengalami transisi disebut , frekuensi absorpsi diberikan oleh persamaan = h.
Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua
golongan. Bila kedua orbital molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya

disebut transisi d-d atau transisi medan ligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada
pembelahan medan ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital yang lain
memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas
transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke
logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail
beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam
[Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan
ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan
pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada
interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks
d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa
kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan
probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada
perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron.
Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat setelah dalam
bentuk senyawa kompleksnya.

Pengaruh Ligan
Besar dan muatan dari ion
Untuk ligan-ligan yang bermuatan, makin besar muatan dan makin kecil jari-jarinya makin
stabil kompleks yang dibentuk.
Sifat basa
Semakin besar sifat basa dari ligan, maka stabil kompleks yang terbentuk oleh terbentuk oleh
ligan ini dengan logam kelas a.
Faktor pembentukan
Ligan-ligan multidentat, asal tidak terlalu besar membentuk kompleks lebih stabil daripada
ligan monodentat.
Faktor besarnya lingkaran
Bila ligan yang membentuk enolase tidak berikatan rangkap, kompleks yang paling stabil
ialah yang terdiri dari lingkaran lima atom.
Faktor ruang
Pengaruh ruang ligan yang banyak cabangnya lebih tidak stabil daripada ligan yang
sederhana.
(Sukardjo, 1992)

Stability of Metal Complexes


Ligands like chloride, water, and ammonia are said to be monodentate (one-toothed, from the Greek mono, meaning one, and
the Latin dent-, meaning tooth): they are attached to the metal via only a single atom. Ligands can, however, be bidentate
(two-toothed, from the Greek di, meaning two), tridentate (three-toothed, from the Greek tri, meaning three), or, in general,
polydentate (many-toothed, from the Greek poly, meaning many), indicating that they are attached to the metal at two, three,
or several sites, respectively. Ethylenediamine (H2NCH2CH2NH2, often abbreviated as en) and diethylenetriamine

(H2NCH2CH2NHCH2CH2NH2, often abbreviated as dien) are examples of a bidentate and a tridentate ligand, respectively,
because each nitrogen atom has a lone pair that can be shared with a metal ion. When a bidentate ligand such as
ethylenediamine binds to a metal such as Ni 2+, a five-membered ring is formed. A metal-containing ring like that shown is called
a chelate ring (from the Greek chele, meaning claw). Correspondingly, a polydentate ligand is a chelating agent, and
complexes that contain polydentate ligands are called chelate complexes.

Experimentally, it is observed that metal complexes of polydentate ligands are significantly more stable than the corresponding
complexes of chemically similar monodentate ligands; this increase in stability is called the chelate effect. For example, the
complex of Ni2+ with three ethylenediamine ligands, [Ni(en)3]2+, should be chemically similar to the Ni2+ complex with six ammonia
ligands, [Ni(NH3)6]2+. In fact, the equilibrium constant for the formation of [Ni(en) 3]2+ is almost 10 orders of magnitude larger than
the equilibrium constant for the formation of [Ni(NH3)6]2+ (Table E4):

[Ni(H2O)6]2++6NH3[Ni(H2O)6]2++3en[Ni(NH3)6]2++6H2O(l)[Ni(en)3]2+
+6H2O(l)Kf=4108Kf=21018(23.10)

The formation constants are formulated as ligand exchange reactions with aqua ligands being displaced by new ligands ( NH3
or en) in the examples above.

Note the Pattern


Chelate complexes are more stable than the analogous complexes with monodentate ligands. The stability of a chelate
complex depends on the size of the chelate rings. For ligands with a flexible organic backbone like ethylenediamine, complexes
that contain five-membered chelate rings, which have almost no strain, are significantly more stable than complexes with sixmembered chelate rings, which are in turn much more stable than complexes with four- or seven-membered rings. For
example, the complex of nickel (II) with three ethylenediamine ligands is about 363,000 times more stable than the
corresponding nickel (II) complex with trimethylenediamine (H2NCH2CH2CH2NH2, abbreviated as tn):

[Ni(H2O)6]2++3en[Ni(H2O)6]2++3tn[Ni(en)3]2++6H2O(l)[Ni(tn)3]2+
+6H2O(l)Kf=6.761017Kf=1.861012(23.11)
*The above measurements were done in a solution of ionic strength 0.15 at 25 C.

Example 5

Arrange [Cr(en)3]3+, [CrCl6]3, [CrF6]3, and [Cr(NH3)6]3+ in order of increasing stability.


Given: four Cr(III) complexes
Asked for: relative stabilities
Strategy:

A Determine the relative basicity of the ligands to identify the most stable complexes.
B Decide whether any complexes are further stabilized by a chelate effect and arrange the complexes in order of increasing stability.
SOLUTION
A The metal ion is the same in each case: Cr 3+. Consequently, we must focus on the properties of the ligands to determine the stabilities of the
complexes. Because the stability of a metal complex increases as the basicity of the ligands increases, we need to determine the relative basicity of
the four ligands. Our earlier discussion of acidbase properties suggests that ammonia and ethylenediamine, with nitrogen donor atoms, are the
most basic ligands. The fluoride ion is a stronger base (it has a higher charge-to-radius ratio) than chloride, so the order of stability expected due to
ligand basicity is [CrCl6]3 < [CrF6]3 < [Cr(NH3)6]3+ [Cr(en)3]3+.
B Because of the chelate effect, we expect ethylenediamine to form a stronger complex with Cr 3+ than ammonia. Consequently, the likely order of
increasing stability is [CrCl6]3 < [CrF6]3 < [Cr(NH3)6]3+ < [Cr(en)3]3+.

Exercise
Arrange [Co(NH3)6]3+, [CoF6]3, and [Co(en)3]3+ in order of decreasing stability.
Answer: [Co(en)3]3+ > [Co(NH3)6]3+ > [CoF6]3

Anda mungkin juga menyukai