Ligan
Ligan
Ligan
Ligan adalah molekul sederhana yang dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor
pasangan elektron (basa Lewis). ligan akan memberikan pasangan elektronnya kepada atom
pusat yang menyediakan orbital kosong. interaksi antara ligan dan atom pusat menghasilkan
ikatan koordinasi. jenis-jenis ligan ialah monodentat, bidentat dan polidentat.
ikatan kovalen polar dan nonpolar VS molekul polar dan nonpolar
1 KomentarPosted by Emel Seran pada 10 Juni 2011
molekul
Momen dipol
(D)
molekul
Momen dipol
(D)
NO
0,159
CO
0,112
NH3
0,23
CO2
HF
1,78
CHCl3
1,09
HCl
1,078
CH4
HBr
0,82
CCl4
HI
0,44
BF3
H2O
1,85
BF2
Hal ini disebabkan, pada molekul H2O, atom O sebagai atom pusat
masih memiliki pasangan elektron bebas. Hal ini menyebabkan
molekul H2O tidak berbentuk linear seperti molekul CO2 dan BCl2,
21 Votes
Sebuah molekul diatom polar seperti HF adalah suatu dipol, yakni suatu benda yang memiliki dua muatan berlawanan pada
titiknya. Adanya dua muatan yang berlawanan ini dapat dibuktikan dengan medan listrik. Dimana ketika medan listrik
dinyalakan molekul HF akan engarahkan ujung negatifnya ke kutub positif dan ujung positifnya ke kutub negatif Untuk
molekul semacam ini dapat ditentukan sebuah momen dipol, yaitu suatu ukuran terhadap derajat kepolaran. Secara
kuantitatif, momen dipol () merupakan hasil kali muatan Q dan jarak antar muatan r.
= Q x r (1)
Untuk mempertahankan kenetralan listrik, muatan pada kedua ujung molekul diatomik yang bermuatan listrik netral haruslah
sama besar dan berlawanan arah. Namun, pada persamaan (1), Q hanya merujuk pada besar muatan dan tidak ada tandanya,
sehingga nilai Q selalu positif. Momen dipol dinyatakan dalam satuan debye (D), dari nama seorang kimiawan Peter Debye.
Faktor konversinya adalah
1 D = 3,336 x 10-30 C m
Di mana C dalam Coulumb dan m dalam meter.
Molekul diatomik yang mengandung atom-atom dari unsur yang berbeda biasanya berupa molekul polar dan memiliki momen
dipol, sedangkan molekul diatomik yang mengandung atom-atom dari unsur yang sama tidak memiliki momen dipol dan
berupa molekul non-polar.
GAYA ANTAMOLEKUL
Tinggalkan komentarPosted by Emel Seran pada 10 Juni 2011
Istilah molekul hanya ditujukan pada atom-atom yang berikatan secara kovalen.
Ikatan kovalen disebut gaya intramolekul (intramoleculer force) yang mengikat
atom-atom menjadi satu kesatuan.
Gambar ikatan kovalen (gaya intramolekul) dan gaya antarmolekul dalam molekulmolekul HCl
Secara garis besar terdapat tiga jenis gaya tarik antarmolekul, yaitu
1. Gaya antar molekul nonpolar yaitu gaya dipol sesaat dengan dipol terimbas
2. Gaya antamolekul polar yaitu gaya dipol-dipol
3. Ikatan hidrogen disebut juga gaya dipol-dipol karena molekul yang memiliki
ikatan hidrogen selalu berupa molekul polar.
Semua gaya antarmolekul disebut gaya Van Der Waals. Namun terkadang ikatan
hidrogen tidak disebut sebagai gaya Van der Waals, walaupun molekul yang
memiliki ikatan hidrogen selalu bersifat polar.
Seperti yang diketahui elektron dalam molekul selalu dalam keadaan bergerak dan
posisinya tidak dapat ditentukan secara pasti akibat berlakunya azas ketidakpastian
heisenberg.
Gerakan elektron menyebabkan pada saat-saat tertentu dalam waktu yang sangat
singkat penyebaran elektron yang awalnya merata menjadi tidak merata sehingga
molekul yang awalnya tidak memiliki dipol menjadi menjadi memiliki dipol atau
menyebabkan muatan positif dan negatif yang awalnya berimpit dipusat bola
menjadi memisah. Dipol yang timbul dalam waktu yang sangat singkat kemudian
kembali lagi ke keadaan awal atau hilang. Karena hal inilah dipol yang timbul
disebut dipol sesaat.
Dipol sesaat yang timbul pada satu molekul, tentu saja akan mempengaruhi
molekul tetangganya. Oleh sebab itu jika satu molekul mengalami dipol sesaat,
maka akan mempengaruhi molekul yang paling dekat dengan dirinya sehingga
timbul dipol juga atau muatan positif dan negatif yang awalnya berimpit menjadi
memisah juga.
Atau dapat dikatakan molekul yang mengalami dipol sesaat akan mengimbas atau
menginduksi molekul-molekul yang berada di dekatnya. Karena hal inilah maka
gaya antar molekul nonpolar disebut sebagai gaya dipol sesaat-gaya dipol
terimbas atau terinduksi.
Proses pembentukan dipol sesaat dan dipol induksian pada atom Ne yang memiliki
dua elektron ditunjukan pada Gambar.
Gaya tarik antara molekul yang memiliki dipol sesaat dengan molekul yang
memiliki dipol imbasan inilah yang disebut gaya London.
Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat ditunjukan dengan
kebolehpolarran. Makin banyak elektron molekul memiliki kebolehpolaran yang
besar atau makin mudah mengalami dipol sesaat. Jumlah elektron berbanding lurus
dengan massa atom dan massa molekul relatif.
Oleh sebab itu dapat dapat disimpulkan bahwa makin tinggi massa molekul relatif
atau massa atom relatif suatu molekul maka makin mudah mengalami dipol sesaat
atau gaya london yang terjadi makin kuat.
Adanya gaya London antara molekul-molekul nonpolar menyebabkan pada waktu
peleburan dan pendidihan diperlukan sejumlah energi untuk memperbesar jarak
antara molekul-molekul nonpolar. semakin kuat gaya London antara molekulmolekul semakin besar pula energi yang diperlukan untuk terjadinya peleburan dan
pendidihan.
dipol yang tetap, tidak seperti pada molekul nonpolar yang dipolnya muncul pada
saat-saat tertentu saja.
Molekul-molekul polar yang memiliki fasa cair jika berada pada satu tempat, maka
molekul-molekul yang ada akan menyusun diri sehingga dipol positif (muatan
positif) dekat dengan dipol negatif, begitupun sebaliknya dipol negatif akan
menyusun diri agar lebih dekat dengan dipol positif dari molekul tetangganya,
seperti yang ditunjukan pada Gambar.
Dengan posisi seperti ini gayaa tarik yang terjadi lebih kuat dibanding tolaknya.
Karena dalam fasa cair molekul-molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu
dengan yang lain, maka posisi molekul-molekul selalu berubah namun pusat
muatan positif dari satu molekul selalu berdekatan dengan pusat muatan negatif
molekul-molekul yang lain, begitupun sebaliknya.
Kenaikan energi termal (kenaikan suhu) menyebabkan tumbukan antarmolekul
sering terjadidan susunan molekul-molekul menjadi semakin acak (random).
Kekuatan gaya tarik antara molekul-molekul semakin berkurang sedangkan
kekuatan gaya tolaknya bertambah, akan tetapi kekuatan gaya tarik masih lebih
dominan daripada gaya tolak.
Pada waktu temperatur mencapai titik didih cairan maka kekuatan antara gaya tarik
dan gaya tolak adalah seimbang, cairan mulai mendidih. Titik didih berkaitan
dengan energi yang diperlukan untuk memutuskan gaya antarmolekul bukan
Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya antar molekul polar yang paling kuat dibanding
dua gaya lainnya. Ikatan hidrogen hanya terbentuk jika hidrogen di ikat oleh dua
atom (selama ini hanya dua) yang berkeelektronegatifan tinggi, seperti yang
ditunjukan pada gambar.
Contoh senyawa yang memiliki ikatan hidrogen yaitu molekul H 2O, HF dan NH3.
Dalam fasa cair H2O dengan dua atom hidrogen dan 2 PEB mampu membentuk 4
atom hidrogen antarmolekul dengan 4 molekul H 2O lain yang ada di dekatnya
seperti yang ditunjukan pada Gambar.
Pada molekul HF dengan satu atom hidrogen dan 3 PEB (pasangan elektron bebas)
dan NH3 dengan 3 atom hidrogen dan 1 PEB hanya mampu membentuk 2 ikatan
hidrogen dengan 2 molekul sejenis yang ada di dekatnya.
Walaupun demikian diperoleh bahwa titik didih H 2O > HF > NH3. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk. Ikatan hidrogen
molekul air lebih banyak dibanding ikatan hidrogen HF dan NH 3. Sedangkan titik
didih HF > NH3karena F lebih elektronegatif dibanding N sehingga ikatan
hidrogennya antar molekul lebih kuat.
Dalam fasa padat H2O tetap membentuk 4 ikatan hidrogen, demikian juga untuk
HF dan NH3 tetap membentuk 2 ikatan hidrogen dengan dua molekul lain yang ada
di dekatnya. Walaupun demikian pada keadaan padat titik lebur H 2O > NH3 > HF.
Hal ini terjadi dimungkinkan karena kemasan molekul-molekul tersebut dalam
kristalnya.
Ikatan hidrogen pada air cair inilah yang menyebabkan air mendidih pada suhu
100C walaupun massa molekul relatif air hanya 18. Sebagai perbandingan
perhatikan titik didih beberapa senyawa berikut.
Senyawa
Massa molekul
relatif (Mr)
Titik didih
(C)
H2O
18
100
H2S
34
-65
H2Se
81
-45
H2Te
130
-15
Ikatan hidrogen antarmolekul dalam fasa cair dipengaruhi oleh konsentrasi artinya
semakin besar konsentrasi semakin semakin kuat ikatan hidrogen yang terbentuk,
sedangkan ikatan hidrogen intramolekul tidak dipengaruhi oleh jonsentrasi zat.
Gambar Gaya tarik antara molekul polar dengan kation dan anion
Jika ion dimasukan ke dalam suatu molekul nonpolar, maka pembentukan dipol
sesaat dan dipol induksian dapat terjadi dengan karena:
1. gerakan elektron dalam molekul itu sendiri
2. diinduksi oleh molekul yang telah mengalami dipol sesaat atau disebabkan oleh
dipol sesaat dari molekul pada nomor 1.
3. Karena diinduksi oleh ion baik anion maupun kation
Susunan molekul yang mengalmi dipol sesaat dan dipol terimbas sama seperti pada
molekul polar yaitu dipol sesaat atau dipol induksi yang bermuatan positif (ujung
positif) lebih mengarah ke anion dan begitupun sebaliknya dipol sesaat atau dipol
terimbas yang bermuatan negatif (ujung negatif) lebih dekat ke arah kation.
Walaupun demikian gaya yang terjadi antar molekul nonpolar dengan suatu sangat
lemah. Hal inilah yang menyebabkan molekul polar cenderung melarutkan zat-zat
yang bersifat ion, karena gaya molekul polar dengan ion lebih kuat dibanding
molekul nonpolar. Sedangkan molekul nonpolar cenderung melarutkan molekul
atau zat yang bersifat nonpolar.
suatu logam dalam campuran kesetimbangan tertentu; ini tak ternilai dalam pengkajian kompleksometri, dan
tentang berbagai prosedur pemisahan analisis seperti ekstrasi pelarut, pertukaran ion, dan kromatografi.
Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks. Kestabilan suatu kompleks akan berhubungan
dengan :
1. Kemampuan mengkompleks logam-logam.
Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan denganb baik menurutklarifikasi
Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam Lewis
(penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicurikan oleh larutran afinitas (dalam
larutan air) terhadap halogen F- >Cl- > Br- > I-, dan membentuk kompleks terstabilnya dengan anggota
pertama (dari) grup Tabel Berkala (dari) atom penyumbang (yakni, nitrogen, oksigen dan fluor). Logam kelas B
jauh lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan F- dalam larutan air, dan membentuk kompleks
terstabilnya dengan atom penyumbang kedua (atau yang lebih berat) dari masing-masing grup itu (yakni P, S,
Cl). Klasifikasi Scwarzenbach, mendefinisikan ketiga kategori ion logam penerima (pasanag elektron).
a.
Kation dengan konfigurasi gas mulia. Logam-logam alkali, alkali tanah, dan alumunium termasuk
dalam grup ini, yang memperlihatkan sifat-sifat penerima kelas A. Gaya elektrostatik dominan dalam
pembentukan kompleks itu, sehingga interaksi antara ion-ion kecil yang bermuatan tinggi, istimewa kuatnya,
dan menimbulkan kompleks-kompleks yang stabil. Kompleks-kompleks fluoro istimewa stabil, air diikat lebih
kuat daripada amonia yang mempunyai momen dipol kecil dan ion sianida hanya memiliki kecenderungan kecil
untuk membentuk kompleks karena mereka hanya berada dalam larutan basa,dimana mereka tak dapat
bersaing denganb ion-ion hidroksil.
b.
Kation dengan sub-kulit d yang terisi lengkap. Yang khas dari grup ini adalah tembaga(I), perak(I),
dan emas(I) yang memperlihatkan sifat-sifat penerima kelas B. Ion-ion ini mempunyai daya polarisasi yang
tinggi, dan ikatan-ikatan yang terbentuk dalam kompleks-kompleks merah memiliki watak kovalen yang cukup
berarti.
c.
Ion-ion logam transisi dengan sub-kulit dyang tak lengkap. Dalam grup ini baik kecenderungan
kelas A maupun kelas B dapat dikenali. Unsur dengan cirri-ciri kelas B membentuk suatu kelompok yang kirakira berbentuk segitiga dalam Tabel Berkala, dengan puncaknya pada tembaga dan alasnya memebentang dari
renium sampai bismut. Disebelah kiri kelompok ini, unsure-unsur dalam keadaan oksidasi yang tinggi,
cenderung memeprlihatkan sifat-sifat kelas A, sementara di sebelah kanan kelompok ini, keadaan oksidasi
yang lebih tinggi (dari) suatu unsure lebih memiliki watak kelas B.
2. Ciri-ciri khas ligan.
Di antara cirri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan
itu terlibat, adalah :
a. kekuatan basa dari ligan itu,
b. sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
c. efek-efek sterik (ruang).
Dari sudut pandangan aplikasi kompleks secara analisis, efek penyepitan mempunyai arti yang teramat
penting, maka hendaklah diperhatikan secara khusus.
Istilah efek sepit mengacu pada fakta bahwa suatu kompleks bersepit, yaitu kompleks yang dibentuk oleh
suatu ligan bedentat atua multidentat, adalah lebiih stabil disbanding kompleks padanannya denga ligan-ligan
monodentat: semakin banyak titik lekat ligan itu kepada ion logam,semakin besar kestabilan kompleks. Efek
sepit ini sering dapat disebabkan oleh kenaikan entropi yang menyertai penyempitan; dalam hubungan ini,
penggantian molekul-molekul air dari ion terhidrasi haruslah diingat-ingat.
Efek sterik yang paling umum adalah efek yang menghambat pembentukan kompleks yang disebabkan oleh
adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang.
Suatu faktor lanjut yang juga harus dipertimbngkan dari sudut pandangan aplikasi secara analitis dari
kompleks-kompleks dan reaksi-reaksi pembentukkan kompleks adalah laju reaksi: agar berguna secara
analitis, biasanya reaksi diperlukan cepat.
Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini
merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur.
a.
b. Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk komplekskompleks labil.
c. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.
I.
PENDAHULUAN
Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan mengenai keadaan awal dan akhir dari sistem
tersebut. Pada tinjauan termodinamika ini, suatu senyawa kimia dapat dikatakan stabil atau tidak stabil. Selain
stabilitas senyawa, beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan termodinamika adalah konstanta
kesetimbangan, energi ikatan, potensial reduksi, dan besaran lain yang mempengaruhi harga konstanta
kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, di golongkan senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan
kompleks tidak stabil. Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap mempertahankan
keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara kompleks yang tidak stabil akan terurai dengan mudah
dalam larutan.
Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi dalam reaksi dan kecepatan
berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi,
pembentukan kompleks intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang mempengaruhinya. Dalam
pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat dikatakan sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa
inert. Terkait dengan senyawa kompleks, di klasifikasikan senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan
kompleks inert berdasarkan laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami pertukaran
ligan dengan cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat lambat atau
bahkan tidak berlangsung sama sekali.
Karena tinjauan yang digunakan dalam aspek kinetika dan termodinamika berbeda, maka bukan tidak mungkin
suatu kompleks yang stabil secara termodinamika jika ditinjau secara kinetika merupakan kompleks yang labil.
Sebaliknya, suatu kompleks yang tidak stabil mungkin saja merupakan kompleks inert.
Salah satu sifat unsure transisi adalah kemampuannya membentuk berbagai jenis senyawa, karena unsure ini
memiliki beberapa bilangan oksidasi yang terjadi karena seluruh atau sebagian dari elektron-elektron pada kulit
ketiga dapat digunakan bersma-sama dengan elektron pada kulit 4s untuk membentuk senyawa-senyawa
kompleks yang beraneka warna. Dalam percobaan ini di pelajari perbedaan warna dengan berbagai jenis logam.
Olh karena itu percobaan ini dilakukan.
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh ligan terhadap warna ion kompleks melalui
percobaan.
Larutan
FeCl3
Ligan
warna
Awal
Jumlah tetes
Akhir
(orange)
Ligan yang
ditambah
Sebagai
standar
orange
orange
40 tetes
Amonia
orange
Merah bata
20 tetes
H2O
orange
Orange pudar
20 tetes
H2C2O4
orange
Kuning
20 tetes
NaCl
orange
Orange lebih
pudar
20 tetes
CuSO4
orange
Hijau
20 tetes
KSCN
orange
Merah darah
20 tetes
2.2 Pembahasan
Teori yang berkaitan dengan senyawa kompleks adalah Teori Medan Ligan. Teori
medan kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan
dalam bidang fisika zat padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika
zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat magnetik garam-garam logam
transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion logam transisi dengan
orbital d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada
tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi
menerapkan teori medan kristal. Teori medan kristal ini digunakan untuk
menjelaskan energi kompleks koordinasi. Hal ini didasarkan pada deskripsi ionik
pada ikatan logam ligan. Teori medan kristal yang dikemukakan Bethe dilandasi
oleh tiga asumsi yaitu :
1.
2.
3.
Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital
dari ligan.
4.
H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negative dari dipol dalam molekulmolekul netral diarahkan terhadap ion logam.
5.
Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital
dari ligan.
Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi di daerah sinar tampak
dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital molekul
kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila perbedaan energi antar orbital yang dapat
mengalami transisi disebut , frekuensi absorpsi diberikan oleh persamaan = h.
Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua
golongan. Bila kedua orbital molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya
disebut transisi d-d atau transisi medan ligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada
pembelahan medan ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital yang lain
memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas
transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke
logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail
beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam
[Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan
ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan
pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada
interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks
d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa
kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan
probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada
perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron.
Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat setelah dalam
bentuk senyawa kompleksnya.
Pengaruh Ligan
Besar dan muatan dari ion
Untuk ligan-ligan yang bermuatan, makin besar muatan dan makin kecil jari-jarinya makin
stabil kompleks yang dibentuk.
Sifat basa
Semakin besar sifat basa dari ligan, maka stabil kompleks yang terbentuk oleh terbentuk oleh
ligan ini dengan logam kelas a.
Faktor pembentukan
Ligan-ligan multidentat, asal tidak terlalu besar membentuk kompleks lebih stabil daripada
ligan monodentat.
Faktor besarnya lingkaran
Bila ligan yang membentuk enolase tidak berikatan rangkap, kompleks yang paling stabil
ialah yang terdiri dari lingkaran lima atom.
Faktor ruang
Pengaruh ruang ligan yang banyak cabangnya lebih tidak stabil daripada ligan yang
sederhana.
(Sukardjo, 1992)
(H2NCH2CH2NHCH2CH2NH2, often abbreviated as dien) are examples of a bidentate and a tridentate ligand, respectively,
because each nitrogen atom has a lone pair that can be shared with a metal ion. When a bidentate ligand such as
ethylenediamine binds to a metal such as Ni 2+, a five-membered ring is formed. A metal-containing ring like that shown is called
a chelate ring (from the Greek chele, meaning claw). Correspondingly, a polydentate ligand is a chelating agent, and
complexes that contain polydentate ligands are called chelate complexes.
Experimentally, it is observed that metal complexes of polydentate ligands are significantly more stable than the corresponding
complexes of chemically similar monodentate ligands; this increase in stability is called the chelate effect. For example, the
complex of Ni2+ with three ethylenediamine ligands, [Ni(en)3]2+, should be chemically similar to the Ni2+ complex with six ammonia
ligands, [Ni(NH3)6]2+. In fact, the equilibrium constant for the formation of [Ni(en) 3]2+ is almost 10 orders of magnitude larger than
the equilibrium constant for the formation of [Ni(NH3)6]2+ (Table E4):
[Ni(H2O)6]2++6NH3[Ni(H2O)6]2++3en[Ni(NH3)6]2++6H2O(l)[Ni(en)3]2+
+6H2O(l)Kf=4108Kf=21018(23.10)
The formation constants are formulated as ligand exchange reactions with aqua ligands being displaced by new ligands ( NH3
or en) in the examples above.
[Ni(H2O)6]2++3en[Ni(H2O)6]2++3tn[Ni(en)3]2++6H2O(l)[Ni(tn)3]2+
+6H2O(l)Kf=6.761017Kf=1.861012(23.11)
*The above measurements were done in a solution of ionic strength 0.15 at 25 C.
Example 5
A Determine the relative basicity of the ligands to identify the most stable complexes.
B Decide whether any complexes are further stabilized by a chelate effect and arrange the complexes in order of increasing stability.
SOLUTION
A The metal ion is the same in each case: Cr 3+. Consequently, we must focus on the properties of the ligands to determine the stabilities of the
complexes. Because the stability of a metal complex increases as the basicity of the ligands increases, we need to determine the relative basicity of
the four ligands. Our earlier discussion of acidbase properties suggests that ammonia and ethylenediamine, with nitrogen donor atoms, are the
most basic ligands. The fluoride ion is a stronger base (it has a higher charge-to-radius ratio) than chloride, so the order of stability expected due to
ligand basicity is [CrCl6]3 < [CrF6]3 < [Cr(NH3)6]3+ [Cr(en)3]3+.
B Because of the chelate effect, we expect ethylenediamine to form a stronger complex with Cr 3+ than ammonia. Consequently, the likely order of
increasing stability is [CrCl6]3 < [CrF6]3 < [Cr(NH3)6]3+ < [Cr(en)3]3+.
Exercise
Arrange [Co(NH3)6]3+, [CoF6]3, and [Co(en)3]3+ in order of decreasing stability.
Answer: [Co(en)3]3+ > [Co(NH3)6]3+ > [CoF6]3