Batubara
Batubara
Batubara
PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA PERINGKAT RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK TANAH DAN MINYAK RESIDU
Hak Cipta pada Penulis, hak penerbitan ada pada Penerbit UPN Press
: Mutasim Billah : MS - Word Font Times New Roman 11 pt. : 40 : 16.5 x 23 cm : 2010
Penerbit
: UPN Press
ISBN : 978-602-8915-61-8
INTISARI Kebutuhan sumber energi batubara untuk transportasi maupun industri mengalami perkembangan yang sangat pesat diberbagai kawasan dunia termasuk di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi batubara yang sangat tinggi tersebut, ketersediaan cadangan batubara Indonesia yang berkalori tinggi terbatas semakin menyusut. Disamping itu, produksi residu dari proses pengilangan minyak bumi terus meningkat dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, perlu dicari teknologi yang tepat untuk memanfaatkan residu tersebut dalam meningkatkan kualitas batubara menjadi produk yang lebih bermanfaat. Penelitian ini dilakukan menggunakan minyak residu dari Pertamina Cepu, Jawa Tengah, minyak tanah, dan batubara lignit dari tambang Batulicin, Kalimantan Selatan dengan ukuran 20 Mesh. Reaksi dilakukan dalam tangki berpengaduk dengan rasio batubara : minyak residu : minyak tanah = 1:1:1. penelitian dilakukan dengan variabel kondisi operasi seperti : temperatur reaksi dan waktu reaksi. Slurry yang dihasilkan disaring untuk memisahkan batubara dan minyak. Produk yang dihasilkan dikeringkan dalam oven kemudian dianalisa kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon dan nilai kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi sangat berpengaruh pada perolehan distribusi produk batubara. Kondisi operasi yang relative baik diperoleh pada temperatur 200oC dan waktu reaksi 70 menit dengan perolehan : minyak: 25 ml, kadar air: 0,668%, kadar abu: 11,883%, volatile matter: 30,122%, fixed carbon: 57,377%, dan nilai kalor: 6692Kcal/kg.
KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-NYA, maka penyusun dapat menyeleseikan SKRIPSI dengan judul Peningkatan Nilai Kalor Batubara Peringkat Rendah Menggunakan Minyak Tanah Dan Minyak Residu yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Teknik jurusan Teknik Kimia, Fakulyas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Atas tersusun Tugas Akhir ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Bambang Wahyudi, MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. 2. Ir. Sri Muljani, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. 3. Ir. Novel Karaman, MT, selaku dosen pembimbing Skripsi. 4. Kedua orang tua kami yang telah membantu dalam bentuk doa dan materi seumur hidup kami. 5. Seluruh karyawan dan staf TU Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. 6. Dan semua pihak yang telah membantu tersusunnya Skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu. Penyusun menyadari bahwa isi dari laporan Skripsi ini sangat jauh dari sempurna, maka penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Akhirnya kata penyusun berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I PENDAHULUAN
1.1
dari waktu ke waktu terutama dikawasan Asia. Cadangan batubara lignit terhitung sekitar 48% dari total cadangan batubara didunia, sementara itu di Asia cadangan batubara lignit mencapai 30%, sedangkan di Indonesia mencapai 60% dari total cadangan batubara. Meskipun jumlah batubara lignit yang dikonsumsi terhitung sekitar 30% dari total produksi batubara dunia. Jumlah yang dikonsumsi di Asia terhitung hanya 10% dari total produksi batubaranya. Terutama di Indonesia, praktek praktek penambangan cenderung batubara bitumine dan sub-bitumine yang kualitasnya lebih tinggi yang lebih banyak ditambang dan diproduksi karena memproduksi batubara lignit kurang ekonomis dan tidak dapat memenuhi kriteria pasar. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang tersisa dimasa mendatang adalah sejumlah besar cadangan batubara lignit yang tidak bisa dimanfaatkan. Oleh karena peluang untuk mengisi potensi pasar batubara masih terbuka luas, baik dipakai langsung sebagai
1
sumber energi pada pembangkit listrik maupun dieksport keluar negeri, maka promosi pemanfaatan akan batubara lignit harus sedini mungkin dijadikan isu yang amat penting bagi Indonesia. Untuk menaikkan kualitas batubara lignit menjadi batubara yang
kualitasnya seperti batubara antrasit agar bisa dimanfaatkan, oleh karena itu perlu adanya teknologi peningkatan kualitas batubara lignit. [ Ardhika, 2006 ].
I.2
waktu pengadukan campuran batubara dengan minyak tanah dan minyak residu terhadap nilai kalor batubara.
I.3
II.1.
Teori Umum
II.1.1. Batubara Batubara adalah substansi heterogen yang dapat terbakar dan terbentuk dari banyak komponen yang mempunyai sifat saling berbeda. Batubara dapat didefinisikan sebagai satuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi tumpukan tanaman selama kira-kira 300 juta tahun. Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Kemudian perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan, pemanasan tebal sebagai akibat yang kemudian membentuk lapisan
berjuta-juta tahun, sehingga lapisan tersebut akhirnya memadat dan mengeras. Pola yang terlihat dari proses perubahan bentuk tumbuh tumbuhan hingga menjadi batubara yaitu dengan terbentuknya karbon. Kenaikan kandungan karbon dapat menunjukkan tingkatan batubara. Dimana tingkatan batubara yang paling tinggi adalah
3
antrasit, sedang tingkatan yang lebih rendah dari antrasit akan lebih banyak mengandung hidrogen dan oksigen [Yunita,2000 ]. Selain kandungan C, H dan O juga terdapat kandungan lain yaitu belerang (S), nitrogen (N), dan kandungan mineral lainnya seperti silica, aliminium, besi, kalsium dan magnesium yang pada saat pembakaran batubara akan tertinggal sebagai abu. Karena batubara merupakan bahan galian fosil padat yang sangat heterogen, maka batubara mempunyai sifat yang berbeda beda apabila diperoleh dari lapisan yang berbeda beda. Bahkan untuk satu lapisan dapat menunjukkan sifat yang berbeda pada lokasi yang berbeda pula. [ Yunita, 2000 ]. Distribusi potensi cadangan batubara di Indonesia: Pengkajian yang telah dilakukan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan perusahaan penambangan di Kalimantan menunjukkan bahwa pemanfaatan batubara lignit daerah Kalimantan belum banyak dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena batubara tersebut mempunyai kandungan panas yang relatif rendah dan kandungan air cukup tinggi. [ Krevelen, 1971 ].
II.1.2 Jenis Batubara Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama ( puluhan sampai jutaan tahun ) dibawah pengaruh fisika, kimia, ataupun keadaan geologi. Berdasarkan dari mutu atau tingkatannya batubara dikelompokkan menjadi kelas : a. Lignit Lignit merupakan batubara peringkat rendah dimana
kedudukan lignit dalam tingkat klasifikasi batubara berada pada daerah transisi dari jenis gambut ke batubara. Lignit adalah batubara yang berwarna hitam dan memiliki tekstur seperti kayu. b. Sub-bitumine Batubara jenis ini merupakan peralihan antara jenis lignit dan bitumine. Batubara jenis ini memiliki warna hitam yang mempunyai kandungan air, zat terbang, dan oksigen yang tinggi serta memiliki kandungan karbon yang rendah. Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa batubara jenis sub-bitumine ini merupakan batubara tingkat rendah.
c.
dengan tekstur ikatan yang baik. d. Antrasit Antrasit merupakan batubara paling tinggi tingkatan yang mempunyai kandungan karbon lebih dari 93% dan kandungan zat terbang kurang dari 10%. Antrasit umumnya lebih keras, kuat dan seringkali berwarna hitam mengkilat seperti kaca. [ Yunita, 2000 ]. Tabel 2.1 ASTM Specifications For Solid Fuels
Group Class Name I. Anthracite meta-anthracite anthracite semianthracite II. Bituminous low-volatile medium volatile high-volatile A high-volatile B high-volatile C III. Subbituminous subbituminous A subbituminous B subbituminous C IV. Lignite lignite A lignite B Sumber : Kirk-Othmer, Volume 6 Symbol ma an sa lvb mvb hvAb hvBb hvCb subA subB subC ligA ligB Fixed carbon Dry % > 98 92-98 86-92 78-86 89-78 <69 57 54 55 56 53 52 52 Volatile matter Dry % >2 2.0-8.0 8.0-15 14-22 22-31 >31 57 54 55 56 53 52 52 Heating values Dry basis (Kcal/kg) 7740 8000 8300 8741 8640 8160 6750 - 8160 7410 - 8375 6765 - 7410 6880 - 7540 6540 - 7230 5990 - 6860 4830 - 6360 <5250
II.1.3. Sifat Batubara Batubara merupakan suatu campuran padatan yang heterogen dan terdapat di alam dalam tingkat atau grade yang berbeda mulai dari lignit, sub-bitumine dan antrasit. Sifat batubara jenis antrasit : Warna hitam sangat mengkilat, kompak Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi Kandungan air sangat sedikit Kandungan abu sangat sedikit Kandungan sulfur sangat sedikit
Sifat batubara jenis bitumine / sub-bitumine : - Warna hitam mengkilat, kurang kompak - Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi - Kandungan air sedikit - Kandungan abu sedikit - Kandungan sulfur sedikit
Sifat batubara jenis lignit : - Warna hitam, sangat rapuh - Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit
- Kandungan air tinggi - Kandungan abu banyak - Kandungan sulfur banyak. [ Sukandarrumidi, 1995 ].
Tabel 2.2 Analisa Proksimat Batubara Lignit dari Tambang Batulicin Jenis Pengujian Inherent Moisture ADB Satuan % % % % % Kcal/kg % Batubara 22,38 29,30 36,37 34,29 0,32 4702 6,37
Total Moisture Content AR Volatille Matter Fixed Carbon Total Sulfur Gross Calorie Value Ash Content ADB ADB ADB ADB ADB
II.1.4. Kegunaan dan Pemakaian Batubara Berbagai macam kegunaan dan pemakaian batubara adalah sebagai berikut: 1. Batubara sebagai energi alternatif yang dapat menggantikan sebagian besar peranan yang diambil oleh minyak. Batubara merupakan bahan bakar murah bahkan kemungkinan besar
8
yang termurah dihitung persatuan energi. Batubara ini memiliki nilai yang strategis dan potensial untuk memenuhi sebagian besar energi dalam negeri. Batubara sebagai bahan bakar digunakan pada industri kereta api, kapal laut, pembangkit tenaga listrik, dan industri semen. [
Sukandarrumidi, 1995 ]. 2. Penggunaan batubara dalam bentuk briket untuk keperluan rumah tangga dan industri kecil. Batubara dalam bentuk briket ini merupakan bahan yang sangat potensial untuk menggantikan minyak tanah maupun kayu bakar yang masih banyak digunakan didaerah pedesaan. Dengan beralihnya kebiasaan membakar kayu bakar ke briket batubara masalah ekologi air tanah akan mendapat bantuan yang tak terhingga. [ Fadarina, 1997 ]
II.2
Minyak Tanah Minyak bumi atau petroleum adalah cairan kental berminyak
yang mudah terbakar. Minyak bumi terbentuk secara alamiah dalam endapan didalam tanah. Selama jutaan tahun, sisa sisa tanaman dan binatang tertumpuk kedasar laut yang dalam. Begitu lautan surut,
9
materi tanaman tertutup oleh lapisan endapan seperti pasir, tanah liat, dan materi lainnya. Karena terkubur jauh dibawah lapisan tanah, materi tanaman dan binatang itu sebagian membusuk menjadi minyak mentah yang akhirnya meresap ke ruangan ruangan diantara lapisan batu. Karena lempeng tektonik bergerak, batuan terlipat menjadi lipatan lipatan sehingga petrolium terkumpul dalam kantong kantong. Biasanya minyak mentah muncul ke permukaan karena tekanannya sendiri. Setelah itu harus dipompa atau dipaksa naik dengan penyuntikan air, gas atau udara. Lalu, jaringan pipa atau tanki membawa minyak mentah ke pengilangan. Di pengilangan minyak, minyak mentah diubah menjadi gas alam, bensin, aspal, bahan bakar diesel dan minyak tanah. Minyak tanah dengan specific gravity pada 60/60oF max 0,835 merupakan komponen kimia dari minyak bumi yang dipisahkan dengan proses distilasi kemudian setelah diolah lagi menjadi minyak tanah,dll. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, senyawaan hidrogen dan karbon yang sebagian besar seri alkana tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak tanah terbuat dari rantai diwilayah C10 sampai C15 Senyawaan dari minyak bumi
10
ini semua dalam bentuk cair dalam suhu ruangan. [ Hardjono, 1987 ]. Minyak tanah memiliki titik didih antara 150oC 300oC dan tidak berwarna. Digunakan selama bertahun tahun sebagai alat bantu penerangan, memasak, water heating, dll yang umumnya merupakan pemakaian domestik ( rumahan ). [Pertamina,2005]. Tabel 2.3 Spesifikasi Minyak Tanah
Sifat Min. Angka oktan Densitas gr/lt DISTILASI : Kandungan sulphur % berat Korosi copper selama 3 jam/500oC Mercaptan sulphur
[ Pertamina, 2005 ]
80.0 -
0.20 No.1
D-1266 D-130
0.002
D-3227
II.3
Minyak Residu Minyak residu merupakan produk bawah dari proses distilasi
minyak bumi. Merupakan fraksi paling berat dari minyak mentah, biasanya dijual sangat murah dan kadang kadang hanya dianggap
11
sebagai produk samping dari kilang. Komposisi dari residu dipengaruhi oleh jenis minyak dan jenis proses pemurnian (refinery) yang digunakan. Jumlah yang dihasilkan tiap minyak mentah akan berbeda, begitu juga dengan sifat residu yang akan dihasilkan. Minyak residu ( residu minyak bumi ) terdiri dari gugus hidrokarbon serta gugus heteroatom seperti sulfur, nitrogen, oksigen, logam (Fe,Ni,V). Heteroatom merupakan elemen elemen lain dalam residu selain karbon dan hidrogen. Sulfur 2-7% berat, nitrogen 0,20,7% berat, oksigen 1% berat, Vanadium 100-1000 ppm dan nikel 20-200 ppm. Minyak residu diyakini mempunyai kandungan hidrogen yang tinggi dan mampu sebagai donor hidrogen [Suwandi ,2003]. Minyak residu yang digunakan selain membantu dalam memutuskan gugus oksigen, menjaga kestabilan kadar air bawaan batubara pasca proses juga dapat menurunkan temperatur proses yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan minyak residu dengan titik didih >300oC. Pemanfaatan residu dari kilang minyak merupakan terobosan baru untuk mensinergikan pabrik batubara muda dengan kilang minyak. Keuntungan lain dari penggunaan minyak residu adalah meningkatnya kelayakan teknis minyak yang
12
dihasilkan seperti berkurangnya senyawa aromatis yang bersifat racun, dan meningkatkan angka setana produk fraksi diesel. [ Dyah Probowati,1997 ].
Karakteristik Minyak Residu Secara fisik residu berwarna hitam dan merupakan material viskos yang didapatkan dengan cara distilasi pada kondisi atmosfer yang disebut dengan kondisi atmosfer atau pada kondisi tekanan subatmosfer yang disebut dengan residu vakum. Tabel 2.4 Spesifikasi Minyak Residu Parameter Titik didih, (oC) Spesific gravity API gravity Sulfur, %wt Viscosity, pada 210oC, Sec
[ Suwandi, 2003 ]
13
ADSORPSI Definisi adsorpsi menurut G. Bernasconi adalah pengikatan bahan pada permukaan sorben padat dengan cara pelekatan. Adsorpsi merupakan proses pengumpulan substansi substansi tertentu kedalam permukaan bahan penyerap (adsorben ). Partikel atau
material yang diserap disebut adsorbat dan yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorben. Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding dinding pori atau pada letak letak tertentu didalam partikel itu. Oleh karena itu pori pori biasanya sangat kecil, luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar. Mekanisme adsorpsi dipengaruhi oleh gaya tarik menarik antara ion ion dalam adsorben (batubara ) yang mengandung ion negatif dalam minyak residu yang
mengandung ion positif sehingga terjadi pengikatan dipermukaan adsorben. Semakin lama proses adsorpsi, maka semakin banyak adsorbat yang diserap adsorben dan sebaliknya. [ Ardhika, 2006 ]. Pemisahan terjadi karena perbedaan berat molekul atau perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan lebih erat daripada molekul molekul lainnya, atau
14
karena pori pori terlalu kecil untuk melewati molekul molekul yang lebih besar. Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben yang digunakan berupa zat padat dalam bentuk butiran besar sampai yang halus ( diameter pori sebesar 0,0003 0,02 mikrometer ) atau bahan yang sangat berpori [ Bernasconi, 1995 ].
II.4
Landasan Teori
Proses Adsorpsi v Mekanisme adsorpsi. Penyerapan konsentrat adsorbat dalam larutan oleh adsorpsi fisik adsorben terbagi menjadi beberapa tahap : 1. Difusi permukaan adsorben. Adsorbat bergerak menuju ke permukaan adsorben dan mengelilinginya yang disebabkan adanya difusi molekular. 2. Perpindahan molekul adsorbat ke pori pori adsorben.
Adsorbat bergerak ke pori pori adsorben yaitu tempat dimana adsorpsi akan terjadi. 3. Tahap akhir dari adsorpsi. Setelah adsorbat berada pada pori pori adsorben, maka proses adsorpsi telah terjadi antara adsorpsi molekul adsorbat dan molekul adsorben. [ McCabe jilid I, 1999].
15
Faktor faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi : 1. Sifat sifat fisik adsorben Luas permukaan adsorben Semakin luas permukaan adsorben, maka semakin banyak adsorbat yang diserap. Ukuran partikel adsorben Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir paling halus untuk ukuran <3 mm, sedang ukuran paling kasar sampai 50 mm. [ Sukandarrumidi, 1995 ]. Peningkatan nilai kalor batubara dari peringkat rendah telah diteliti oleh Kobe Steel Ltd dengan ukuran batubara yang digunakan sebesar <2mm. Ukuran pori pori adsorben Ukuran pori pori adsorben akan mempengaruhi laju kecepatan perpindahan molekul molekul adsorbat ke permukaan adsorben.
16
Apabila ukuran pori pori adsorben semakin besar maka perpindahan molekul molekul adsorbat semakin cepat. 2. Sifat sifat fisik adsorbat. Ukuran molekul adsorbat. Adanya tarik menarik antar partikel adsorben dan adsorbat semakin besar jika ukuran molekul adsorbat mendekati atau sedikit lebih kecil dari ukuran rongga adsorbennya. 3. Karakteristik dari cairan Temperatur. Temperatur akan mempengaruhi
kemampuan reaksi viskositas cairan serta gaya interaksi antar molekul dengan partikel adsorben. Dari peneliti terdahulu disebutkan bahwa semakin tinggi temperatur larutan berlangsung maka semakin kecil daya serap adsorben dan sebaliknya. Ini disebabkan ukuran partikel adsorbat memuai dan viskositas larutan berkurang karena temperatur yang tinggi. [Maslakhah, 2004]
17
pH dan konsentrasi dari zat terserap. Pada proses adsorpsi terjadi penurunan konsentrasi zat terserap dalam liquid,yang menyebabkan pH dari liquid naik. Dengan naiknya pH ini maka akan mempersulit proses penyerapan berikutnya. 4. Waktu dan lama proses adsorpsi Semakin lama waktu proses adsorpsi berlangsung maka semakin lama pula waktu kontak antara fase terserap dengan adsorben sehingga zat terserap semakin besar. [ Ardhika, 2006 ].
Pengaruh kondisi operasi dalam proses adsorpsi batubara: 1. Waktu reaksi Waktu tinggal merupakan variabel proses yang penting. Waktu tinggal yang lama disertai pemanasan yang tinggi menyebabkan pecahnya ikatan ikatan hidrogen, repolimerisasi dan stabilisasi radikal bebas dari
18
lebih cepat terjadi. Waktu tinggal yang diperlukan untuk proses adsorpsi antara 30 90 menit. [ Hartiniati, 2003 ]. 2. Temperatur reaksi Temperatur memegang peranan utama dalam proses adsorpsi. Dari 3 variabel temperatur yang dicoba yaitu 145, 150 dan 155oC pada proses slurry dewatering, dengan kecepatan umpan batubara 200 kg/jam,
menunjukkan makin tinggi temperatur proses makin tinggi persen penurunan kadar air dalam batubara. [ Tekmira, 2003 ]. 3. Pengadukan Pengadukan akan mempengaruhi proses difusi dari adsorpsi. Dimana perbedaan konsentrasi, yaitu perbedaan antara konsentrasi bahan yang akan diadsorpsi dalam campuran dan konsentrasi bahan tersebut dalam adsorben. Untuk memperoleh dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang besar maka penggunaan adsorben segar ( yaitu yang belum terbebani ) dan pencampuran yang baik antara kedua fasa, misalnya
19
dengan pengadukan mutlak diperlukan. Pengadukan yang digunakan biasanya berputar dengan kecepatan antara 20 dan 100 put/min. [ Bernasconi, 1995 ]. Penelitian penurunan kadar air batubara dengan proses Upgraded Brown Coal (UBC) menggunakan rasio pencampuran batubara:minyak tanah:minyak residu ( 1:1:1 ) dengan kapasitas 360 kg/hari. [ Tekmira,2003 ]. v Adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Berdasarkan type gaya antara molekul fluida dan molekul solid maka adsorpsi dibedakan menjadi adsorpsi fisika (van der walls adsorption) dan adsorpsi kimia (activated adsorption). a. Adsorpsi Fisika Gaya keterikatan antara molekul adsorben dan molekul adsorbat sangat lemah. Gaya yang
berlangsung mempunyai ciri ciri seperti gaya van der walls. Molekul molekul adsorbat sangat mudah ditarik oleh adsorben, tetapi juga mudah kembali ke
20
larutan sehingga proses adsorpsi fisika sering dikatakan reversible. Proses adsorpsi fisika banyak digunakan untuk menurunkan kandungan atau konsentrasi zat zat dalam suatu larutan. b. Adsorpsi Kimia Proses adsorpsi kimia hampir selalu irreversible. Gaya keterikatan antara molekul adsorben dan molekul adsorbat adalah sangat kuat. Adsorpsi kimia menghasilkan suatu pembentukan monomolecular adsorbat pada molekul adsorben. Adsorben untuk adsorpsi fisika adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 1000 m2/g adsorben. Jika bahan yang akan diadsorpsi tidak hanya mengadakan ikatan fisik dengan adsorben, melainkan juga ikatan kimia maka hal itu disebut sebagai adsorpsi kimia. [ Bernasconi, 1995 ].
21
Perbedaan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini
Adsorpsi Fisika Entalphy dari adsorpsi < 40 kj/mol Adsorpsi hanya terjadi pada suhu dibawah titik didih dari adsorbat Tidak ada energi aktivasi yang diperlukan Terjadi adsorpsi multilayer
Adsorpsi Kimia Enthalpy dari adsorpsi > 80 kj/mol Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
[Borrow, 1996]
II.5
Hipotesis Pengaruh suhu dan waktu pencampuran batubara, minyak residu dan minyak tanah dapat mengurangi kadar air yang terkandung dalam batubara peringkat rendah dengan proses adsorpsi. Diharapkan dapat meningkatkan nilai kalori batubara.
22
III.1
Bahan Yang Diperlukan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batubara
jenis lignit dari tambang daerah Batulicin, Desa Sungai Danau, Kecamatan Sepapah, Kabupaten Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan, serta minyak residu. Sedangkan minyak tanah digunakan sebagai pelarut.
III.2
Peralatan Yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
seperangkat alat tangki berpengaduk yang diletakkan diatas pemanas dengan temperatur dan waktu yang telah ditentukan.
23
III.3
Gambar Alat
1 4
5. 6.
3 5 2
III.4
Peubah
3.4.1. Kondisi Yang Ditetapkan - Jumlah batubara - Ukuran batubara - Pengadukan = 100 gr = 20 mesh = 100 rpm
24
3.4.2. Kondisi Yang Dijalankan - Suhu campuran bahan (oC) = 120 ; 140 ; 160 ; 180 ; 200
III.5
Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Persiapan Bahan Batubara dibersihkan dari kotoran-kotoran agar mendapat hasil yang baik, kemudian dijemur dibawah sinar matahari sampai kering.
3.5.2. Prosedur Penelitian Batubara yang telah dikeringkan dihaluskan sampai dengan ukuran 20 mesh untuk mendapat ukuran yang seragam kemudian ditimbang sesuai dengan perbandingan komposisi bahan. Batubara, minyak residu serta minyak tanah dicampur dengan menggunakan alat pencampur dalam hal ini tangki berpengaduk dengan kecepatan 100 rpm. Pencampuran atau pengadukan ini
25
dilakukan agar di dalam tiga komposisi bahan tersebut terjadi proses adsorpsi. Pencampuran dalam tangki berpengaduk dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan. Kemudian produk disaring, dikeringkan dan di analisa kadar air, nilai kalor, kadar abu, fixed carbon, dan volatile matternya. Sedangkan filtrat yang berupa minyak dapat dipergunakan kembali (direcycle).
26
Skema Peningkatan Nilai Kalor Batubara Tingkat Rendah. Batubara 100 gr Dihaluskan sampai 20 Mesh
Pencampuran Batubara + Minyak tanah + Minyak residu 100 gr 100 ml 100 ml Pemanasan ( suhu dan waktu sesuai kondisi yang dijalankan ) Pendinginan / Didiamkan 1 jam Disaring Minyak ditampung
Batubara / Endapan
Dianalisa
27
3.5.3. Analisa Hasil 3.5.3.1. Penentuan Nilai Kalor Batubara Nilai kalor ditentukan dengan menggunakan alat Oxygen Bomb Calorimeter.Cara kerja : Batubara yang akan diukur kadar nilai kalornya ditimbang sebanyak 10 gram dan diletakkan dibawah elektroda. Kemudian aliran listrik dinyalakan hingga elektrode membakar batubara tadi. Diatas ruang tempat elektrode dilengkapi lubang asap agar panas tidak langsung terbuang. Nyala arang ini akan memanaskan air dalam tabung gelas bervolume 1 liter. Pemanasan terhadap air ini diratakan dengan pengaduk. Beberapa saat kemudian dari alat Bomb Calorimeter akan tercetak data kenaikan suhu dan besarnya nilai kalor yang dihasilkan.
3.5.3.2. Penentuan kadar air Batubara Timbang batubara arang mula-mula, A gram. Masukkan batubara dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Masukkan dalam dessicator kemudian ditimbang.
28
3.5.3.3. Penentuan kadar Volatile Matter Batubara Panaskan furnace sampai suhu 200oC Masukkan cawan khusus + tutup kedalam furnace pada suhu 900oC kurang lebih 7 menit. Kemudian dinginkan dalam dessicator Timbang cawan kosong beserta tutupnya Timbang contoh 1 gram + 0,01 gram dan masukkan kedalam cawan Ratakan contoh dalam cawan dengan mengetuk- ketukan dasar cawan pada alas yang keras dan bersih Masukkan cawan yang berisi contoh kedalam furnace disekitar ujung thermokopel dan tutup furnace kemudian
29
tahan tepat 7 menit contoh dikeluarkan.Dinginkan dalam dessicator Timbang contoh dan catat hasilnya Perhitungan : VM = m 2 -m 3 100% - m m 2 -m1
m1 = Berat cawan kosong m2 = Berat cawan + contoh sebelum dipanaskan m3 = Berat cawan + contoh sesudah dipanaskan m = Kandungan air pada saat volatile matter ditentukan
3.5.3.4. Penentuan kadar abu Batubara Timbang 1 gram contoh kedalam cawan yang telah diketahui beratnya Masukkan contoh kedalam oven mulai dari suhu 450o 500oC Kemudian perlahan lahan suhu dinaikkan dalam waktu 1 jam mencapai 700o 750oC.Pemanasan ditahan selama 2 jam pada suhu 750oC ( abu sempurna) Keluarkan contoh dari oven, dinginkan dalam dessicator
30
31
IV.1. Tabel Hasil Pengamatan Campuran Endapan Batubara Dengan Minyak Pada Berbagai Suhu Dan Waktu. Suhu (oC) 120 Waktu (mnt) 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 Batubara (gram) 123,10 128,76 128,71 131,41 127,95 119,81 118,08 129,05 124,06 131,60 130,74 127,06 137,46 135,90 132,50 135,24 135,95 132,38 130,72 129,34 133,35 132,01 133,28 121,95 131,03
32
140
160
180
200
IV.2. Hasil Analisa Proksimat Endapan Campuran Batubara Minyak Tanah Dan Minyak Residu Pada Berbagai Suhu Dan Waktu.
Suhu (oC) 120 Waktu (mnt) 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 30 40 50 60 70 Kadar Air (%) 1,321 1,233 1,198 1,153 1,098 1,214 1,132 0,993 0,903 0,806 1,153 0,986 0,861 0,803 0,741 1,142 0,968 0,853 0,804 0,732 1,105 0,953 0,847 0,779 0,668 Kadar Abu (%) 5,633 6,997 8,905 10,006 10,566 6,365 7,998 9,205 10,324 10,771 7,767 8,453 9,537 10,531 11,139 8,355 8,782 10 10,784 11,573 9,387 8,545 10,325 10,989 11,833 Kadar Volatile Matter (%) 51,544 47,976 43,738 38,135 36,461 50,445 46,583 42,946 37,916 34,976 48,323 45,751 41,953 36,777 33,843 47,217 44,948 41,018 35,100 31,383 45,847 42,669 39,600 33,319 30,122 Kadar Fixed Carbon (%) 41,502 43,794 46,159 50,709 51,876 41,976 44,287 46,856 50,857 53,447 42,757 44,828 47,649 51,889 54,277 43,286 45,302 48,129 53,312 56,316 43,661 47,833 49,228 54,913 57,377 Nilai Kalor (Kcal/kg)
4816
140
5228
160
5750
180
6320
200
6692
IV.3
33
adsorpsi, maka semakin tinggi fixed carbonnya. Hal ini disebabkan karena minyak residu terdiri dari gugus hidrokarbon dan heteroatom yang cukup banyak, [Suwandi, 2003] dan pengaruh semakin tinggi suhu adsorpsi maka sebagian hidrokarbon dan heteroatom terlepas membentuk senyawa karbon sehingga dapat meningkatkan kadar fixed carbon. Terlihat pada gambar, bahwa fixed carbon tertinggi adalah 57,377% pada suhu 200oC dan waktu 70 menit. Gambar 4.3.2 terlihat bahwa semakin tinggi suhu
pencampuran bahan, semakin tinggi pula nilai kalor. Hal ini disebabkan karena pada keadaan itu terjadi pelepasan senyawa organik ( volatile matter ), kadar air dan kadar abu semakin menurun serta fixed carbon meningkat sehingga akan meningkatkan nilai kalor. Nilai kalor tertinggi terdapat pada suhu 200 oC dan waktu 70 menit yaitu dengan nilai 6692 Kcal/kg
34
V.1
sebagai berikut : 1. Suhu dan waktu campuran batubara, minyak tanah dan minyak residu berpengaruh terhadap peningkatan nilai kalor batubara. 2. Dengan pengaruh suhu dan waktu, diperoleh nilai kalor dari batubara peringkat rendah 4702 kcal/kg menjadi 6692 kcal/kg dengan perolehan kadar air: 0,668 %, kadar abu: 11,883 %, volatile matter: 30,122 %, fixed carbon: 57,377 %, 3. Pada penelitian ini diperoleh peningkatan nilai kalor rata rata sebesar 17,198%.
V.2
penelitian lanjutan mengenai variabel kondisi operasi ( suhu reaksi dan waktu reaksi ) yang lebih kompleks. Sehingga didapatkan
35
kondisi operasi yang optimum pada proses adsorpsi batubara dengan pelarut minyak residu dan media minyak tanah
36
DAFTAR PUSTAKA
Ardhika, 2006, Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Batubara Sebagai Adsorben, UPN Veteran Jawa Timur Bernasconi,G.,1995,Teknologi Kimia Bagian 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta Borrow,G.M.,1996,Pysical Chemistry,6th ed.,P321,MC.Graw Hill Companies Inc.,USA Fadarina,1997,Pengaruh Temperatur Proses dan Kadar Tembaga Terhadap Penurunan Leges dan Kenaikan Kalor Batubara Kalsel, Institut Teknologi Bandung Hardjono, Ir. 1987,Teknologi Minyak kedua.,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Bumi I,edisi
Hatiniati, 2003, Pengaruh Penambahan Residu Minyak Pada Proses Pencairan Batubara Banko Tengah ( Co-Processing), Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Konservasi Dan Konversi Energi, Jakarta http ://mining.lit.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbmining-gdl-52-1997dyahprob-138 http ://www.pertamina.com/Minyak_Tanah http ://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Batubara/ubcskalapilot.asp Laboratorium Pengujian Bahan dan Bangunan,2006,Hasil Pengujian Batubara, PT Semen Gresik (Persero)Tbk Maslakhah, 2004,Kajian Model Matematik Dan Distribusi Pengambilan Ion Logam Ni Dan Cr Dengan Proses Adsorpsi Karbon Aktif, UPN Veteran Jawa Timur
37
Mc. Cabe. W.L, Smith, J.C and Harriot,P, 1985,Unit Operation of Chemical Engineering, 4thedition.,Mc.Graw Hill International Book Company, Singapore Sukandarrumidi,1995,Batubara University Press,Yogyakarta Dan Gambut,Gadjah Mada
Suwandi, 2003, Pengaruh Kondisi Operasi Pada Co-Processing Batubara Banko Tengah Dengan Pelarut Short Residu, UPNVeteran Jawa Timur Van Krevelen D.W., 1971, Coal, Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam Yunita Purnamasari, 2000, Pembuatan Briket Dari Batubara Kualitas Rendah Dengan Proses Non Karbonisasi Dengan Menambahkan MgO dan MgCl2, UPNVeteran Jawa Timur
38
= 0,6675 % A = Berat batubara mula mula (gr) B = Berat setelah dikeringkan (gr) v Perhitungan kadar abu batubara : Kadar abu =
berat abu 100% berat contoh
= 11,833 %
39
m 2 -m 3 100% - m m 2 -m1
27,402 - 27,016 100% - 0,668 27,402 - 26,150 30,122%
= =
m3 = Berat cawan + contoh sesudah dipanaskan m = Kandungan air pada saat volatile matter ditentukan v Perhitungan fixed carbon batubara : Kadar fixed carbon = 100% - ( % Inherent Moisture + % Ash Content + %Volatile Matter) = 100% - (0,668% + 11,833% + 30,122%) = 57,377%
40