100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
780 tayangan4 halaman

Ruang Lingkup Dialektologi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 4

Ruang Lingkup Dialektologi

Vici Alfanani P (NPM: 100641803)


Secara etimologis, dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek. Dialek sendiri
dapat didefinisikan sebagai variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang
lebih kecil daripada seluruh masyarakat bahasa. Variasi tersebut dapat mencakup perbedaan
makna, struktur dan fungsi, sehingga kosakata, pengucapan, tata bahasa, pemakaian, dan
fungsi sosialnya dapat berbeda. Isu utama dalam dialektologi adalah penghitungan dan
pemetaan dialek dalam suatu daerah atau bahkan dialek yang ada dalam bahasa-bahasa di
seluruh dunia. Dalam perhitungannya, para ahli dialektologi dituntut untuk dapat
membedakan dan memisahkan antara dialek dengan bahasa, dialek satu dengan dialek
lainnya, atau dialek dengan istilah lain seperti aksen, patois, dan vernakular.
Istilah patois dan vernakular kadang digunakan untuk menggantikan dialek.
Perbedaan ketiga istilah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, patois hampir
sepenuhnya digunakan untuk bentuk ujaran yang ada di wilayah pedesaan, sedangkan dialek
dapat digunakan untuk dialek yang ada di daerah perkotaan; Kedua, patois dihubungkan
dengan kelas sosial yang rendah, sedangkan dialek dapat digunakan untuk berbagai kelas
sosial, misalnya dialek kelas menengah dan kelas tinggi; Ketiga, patois digunakan dalam
cakupan wilayah yang lebih kecil (desa atau komunitas kecil) daripada dialek (provinsi atau
wilayah tertentu); dan Keempat, vernakular merupakan istilah yang lebih teknis dan populer
dari dialek, yang didefinisikan sebagai bentuk ujaran dalam suatu daerah atau bentuk ujaran
yang ditransmisikan dari orang tua ke anak sebagai media utama dalam komunikasi (Petyt,
1980: 24-25).
Francis (1983: 2) menyatakan bahwa pada dasarnya tidak ada satu batas tertentu di
antara bahasa dan dialek, yang ada adalah varian-varian dari suatu bahasa yang sama,
bercampur satu sama lain dalam gradasi yang tidak terlihat. Batasan di antara dialek-dialek
dapat berupa batas politik, sosial, alam, sejarah, atau gejala-gejala kebahasaan yang diperoleh
dengan mengelompokkan dan memaparkan ciri-ciri dialek, serta hubungan antara dialek.
Setelah dikumpulkan, semua data tersebut dipetakan untuk memperlihatkan persamaan dan
perbedaan di antara dialek untuk dikaji dan ditafsirkan. Untuk memetakan dialek dan
menggambarkan batasan-batasan antar dialek, peta bahasa adalah sesuatu yang mutlak
dilakukan dalam penelitian dialektologi (Ayatrohaedi, 1985: 58). Francis (1983: 6)
menjelaskan bahwa peta bahasa dapat memperlihatkan bagaimana inovasi muncul begitu
saja, tanpa alasan kedekatan atau alasan lain. Dari peta pembahasan dapat dilihat bahwa: (1)
suatu berian yang sangat luas tersebat, sementara berian-berian yang lain hanya terdapat di

beberapa tempat; (2) lebih dari satu berian memperlihatkan kepaduan dan yang lain
memperlihatkan ketidakpaduan; dan (3) daerah sebaran yang tumpang tindih.
Para ahli dialektologi menggunakan isoglos, dialektometri, dan mata rantai
pemahaman untuk menafsirkan sebaran situasi dialektal di suatu daerah. Isoglos adalah garis
yang menghubungkan daerah yang mempunyai dialek yang sama. Terdapat istilah lain yaitu
heteroglos: garis yang memisahkan setiap gejala bahasa dari dua lingkungan dialek atau
bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan tersebut yang berbeda. Meskipun
istilahnya berbeda, keduanya tetap sama hanya sudut pandang pembuatan dan fungsi garis
yang berbeda: isoglos menyatukan titik pengamatan yang menampilkan gejala kebahasan
yang sama, heteroglos memisahkan titik pengamatan yang menampilkan gejala berbeda
(Chambers dan Trudgill, 1980: 104). Dialektrometri adalah ukuran statistik yang digunakan
untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan varian di suatu daerah dengan
membandingkan sejumlah data yang terkumpul. Mata rantai pemahaman (mutual
intelligibility) melihat perbedaan atau variasi bahasa dengan menentukan test point (titik uji)
dan reference point (titik acuan).
Dalam masyarakat multilingual, unsur bahasa lain yang mungkin mempengaruhi
variasi bahasa harus dianalisis. Unsur tersebut adalah prestise yang memungkinkan pemakai
bahasa tertentu meniru bahasa dari daerah lain. Kemudian, ciri geografis yang memudahkan
atau menyulitkan komunikasi di antara dua daerah juga dianalisis. Misalnya gunung dapat
menjadi batas maupun jalur inovasi unsur bahasa jika migrasi pernah terjadi melalui gunung
tersebut. Sama halnya dengan sungai: jika sungai besar dan arusnya kuat, pasti merupakan
batas, sedangkan jika sungai tersebut dapat dilayari, dapat menjadi jalur inovasi unsur bahasa
(Petyt, 1980: 63). Faktor geografis dan sosiolinguistis inilah yang memunculkan variasi dan
difusi bahasa yang dibawa oleh agen masyarakat.
Dialektologi mengacu pada sebuah ilmu yang mempelajari variasi bahasa yang
dilihat dari berbagai metodologi seperti diakronis, sinkronis, sosial, dan geografis.
Dialektologi tradisional awalnya hanya mengkaji tentang variasi bahasa yang ada pada
daerah tertentu (dialek geografi / regional). Kemudian, kajian dialektologi berkembang tidak
hanya berdasarkan perbedaan wilayah, tetapi juga berdasarkan perbedaan strata sosial (dialek
sosial), dan perbedaan waktu (dialek temporal). Contoh dialek regional adalah Melayu
Ambon dan Melayu Jakarta; contoh dialek sosial adalah bahasa Indonesia
yang digunakan oleh etnis yang berbeda; dan contoh dialek temporal
adalah Melayu Kuno.

Sebagian ahli menyebutkan bahwa sosiolinguistik juga termasuk cabang dari


dialektologi. Cabang lainnya adalah linguistik geografi atau disebut juga geografi dialek yang
mempelajari hubungan yang terdapat dalam ragam-ragam bahasa
dengan bertumpu pada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragamragam tersebut (Dubois et al, 1973: 230 dalam Ayatrohaedi, 1983: 29).
Perbedaan yang mendasar antara sosiolinguistik dengan dialektologi adalah kajian
dialektologi umumnya lebih mementingkan keadaan variasi bahasa yang
ada daripada mengkaji proses munculnya perbedaan bahasa tersebut,
sedangkan kajian sosiolinguistik mengkaji proses munculnya variasi
bahasa berdasarkan variabel sosial, misalnya kelas sosial, ragam (style),
gender, etnisitas, dan jaringan sosial.
Dialektologi yang dikenal juga dengan nama lokabahasa, dialek
geografi, atau geolinguistik, dapat menggunakan data yang berupa bahasa lisan
maupun bahasa tertulis baik yang berada di wilayah perkotaan maupun pedesaan sebagai
obyek kajian dialektologis. Analisis yang dilakukan dapat terfokus pada satu tataran saja
atau mencakup semua tataran kebahasaan seperti fonologi, morfologi, leksikal, semantik,
sintaksis, dan wacana.
Dalam perkembangannya, dialektologi bergabung dengan strukturalisme (Weinreich
1954) dan generativisme (Glauser 1985). Studi dialek yang dulu dianggap terlalu praktis
dan kurang teoritis, sekarang diterapkan pada bidang-bidang di luar bahasa seperti sosial
dan budaya termasuk sejarah, sastra, antropologi, dan foklor. Selain itu, dialektologi yang
dulunya dianggap sebagai cabang ilmu yang otonom, sekarang saling terkait dengan cabang
ilmu lain seperti demografi untuk menunjukkan hubungan antara usia dengan variasi bahasa
yang ada dalam suatu daerah.
Dapat disimpulkan bahwa dialektlogi adalah ilmu yang mempelajari variasi bahasa
yang bertujuan untuk memaparkan ciri-ciri dialek dan hubungan dialek dengan batas alam,
politik, dan sejarah. Data yang dikumpulkan, kemudian, dipetakan guna menonjolkan
persamaan dan perbedaan di antara dialek. Setelah itu, data dapat dianalisis dengan
menggunakan isoglos, dialektometri, dan mata rantai pemahaman untuk menafsirkan
sebaran situasi dilektal di suatu daerah.
Daftar Acuan
Ayatrohaedi. 1985. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.

Francis, W.N. 1983. Dialectology: an introduction. London: Longman.


Lauder, M. 2002. Reevaluasi Konsep Pemilihan Bahasa dan Dialek untuk Bahasa
Nusantara. Makara, Sosial Humaniora, 6 (1): 37-40.
Petyt, K.M. (1980). The Study of Dialects. London: Andre Deutsch.
Chamber, J.K, and Peter Trudgill. 2004. Dialectology. Cambridge: Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai