Pembelajaran Dan Pemerolehan Bahasa
Pembelajaran Dan Pemerolehan Bahasa
Pembelajaran Dan Pemerolehan Bahasa
Oleh
Dhita Wuryaningtyas
Dita Anggrainy
Izka Khullati M.
Octavia Puspita S.
Presty Kusumawardani
Rafika Dewi W.
1. PEMBELAJARAN BAHASA
A.Pengertian
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran bahasa menurut para ahli :
Abdoel chaer (2002 : 242) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada
hipotesis pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak
memperoleh bahasa bahasa pertamanya (B1).
Istilah pembelajaran bahasa digunakan untuk mengacu pada penguasaan bahasa
kedua, baik digunakan secara formal di dalam pendidikan formal, maupun secara informal
didalam masyarakat sekitar kehudupan si pembelajar. Namun tampaknya pembelajaran
bahasa ini lebih mengacu pada pendidikan formal.
diprediksikan.
Hipotesis Monitor
Hipotesis monitor ini meyatakan adanya hubungan antara proses sadar dalam
pemerolehan bahasa.
Hipotesis Masukan
belum tampak.
Hipotesis Variasi Individual Penggunaan Monitor
Hipotesis ini, yang berkaitan dengan hipotesis ketiga (hipotesis monitor),
menyatakan bahwa cara seseorang memonitor penggunaan bahasa yang
dipelajarinya ternyata bervariasi.
2. PEMEROLEHAN BAHASA
A. Pengertian
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa
ibunya (native language). Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai
bahasa ibunya adalah pemerolehan.
Pengertian pemerolehan bahasa menurut para ahli :
Menurut Maksan (1993:20) pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan
bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal.
Tork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan
akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa
ibunya.
Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam
diri seseorang menguasai bahasa
Chaer (2009:167) Pemerolehan bahasa atau akusisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seseorang kanak- kanak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya.
Waterson (1970) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial
sehingga kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosial yang
sebenarnya daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih untuk mengetahui
pemerolehan fonologi
Brown dalam Pateda (1990:43) menyatakan bahwa anak lahir ke dunia ini
seperti
kain
membentuknya
putih
yang
tanpa
catatan-catatan,
perlahan-lahan
lingkungannyalah
dikondisikan
oleh
yang
lingkungan
akan
dan
dengan cara penguatan. Penguatan itu terjadi melalui dua proses yaitu stimulus dan
respon. Dengan demikian, yang paling penting di sini adalah adanya kegiatan
mengulangulang stimulus dalam bentuk respon. Oleh karena itu, teori stimulus dan
respon ini juga dinamakan teori behaviorisme.
Dikaitkan dengan akuisisi bahasa, teori behavioris mendasarkan pada proses
akuisisi melalui perubahan tingkah laku yang teramati. Gagasan behavioristik terutama
didasarkan pada teori belajar yang pusat perhatian tertuju pada peranan lingkungan,
baik verbal maupun nonverbal. Teori belajar behavioris ini menjelaskan bahwa
perubahan tingkah laku dilakukan dengan menggunakan model stimulus (S) dan respon
(R) Dengan demikian, akuisisi bahasa dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. Setiap
ujaran dan bagian ujaran yang dihasilkan anak adalah reaksi atau respon terhadap
stimulus yang ada. Apabila berkata, Bu, saya minta makan, sebenarnya sebelum ada
ujaran ini anak telah ada stimulus berupa perut terasa kosong dan lapar. Keinginan
makan, antara lain dapat dipenuhi dengan makan nasi atau bubur. Bagi seorang anak
yang beraksi terhadap stimulus yang akan datang, ia mencoba menghasilkan sebagian
ujaran berupa bunyi yang kemudian memperoleh pengakuan dari orang yang di
lingkungan anak itu.
Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa
yang berdaya guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus.
Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, hal itu menjadi
kebiasaan. Misalnya seorang anak mengucapkan , "ma ma ma",dan tidak ada anggota
keluarga yang menolak kehadiran kata itu, maka tuturan "ma ma ma", akan menjadi
kebiasaan. Kebiasaan itu akan diulangi lagi ketika anak tadi melihat sesosok tubuh
manusia yang akan disebut ibu yang akan dipanggil "ma ma ma". Hal yang sama akan
berlaku untuk setiap kata-kata lain yang didengar anak.
Teori akuisisi bahasa berdasarkan konsep behavioris menjelaskan bahwa anakanak mengakuisisi bahasa melalui hubungan dengan lingkungan, dalam hal ini dengan
cara meniru. Dalam hubungan dengan peniruan ini Pateda (1990:45) menyatakan
bahwa faktor yang penting dalam peniruan adalah frekuensi berulangnya satu kata dan
urutan kata. ujaran-ujaran itu akan mendapat pengukuhan, sehingga anak akan lebih
berani menghasilkan kata dan urutan kata.
2. Teori Pemerolehan Bahasa Mentalistik
Kaum mentalis beranggapan bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki apa
yang disebut LAD (Language Acquisition Device). Kelengkapan bahasa ini berisi
sejumlah hipotesis bawaan. Hipotesis bawaan menurut para ahli berpendapat bahasa
adalah satu pola tingkah laku spesifik dan bentuk tertentu dari persepsi kecakapan
mengategorikan dan mekanisme hubungan bahasa, secara biologis telah ditemukan
(Comsky, 1959).
Mc Neill (Brown, 1980:22) menyatakan bahwa LAD itu terdiri atas:
a. kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
b. kecakapan mengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang
akan berkembang kemudian;
c. pengetahuan tentang sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin,
dan kecapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian
perkembangan sistem linguistik, Dengan demikian, dapat melahirkan sistem
yang dirasakan mungkin diluar data linguistik yang ditemukan.
Usia
Menangis
Lahir
Mendekur
6 minggu
Meraban
6 bulan
Pola intonasi
8 bulan
1 tahun
18 bulan
Infleksi kata
2 tahun
2 tahun
5 tahun
10 tahun
1. Menangis
Menangis pada bayi ternyata memiliki beberapa tipe makna. Ada tangisan untuk
minta minum, minta makan, kesakitan, dan sebagainya. Tangisan merupakan
komunikasi yang bersifat instingtif seperti halnya sistem panggil pada binatang. Hasil
penelitian membuktikan bahwa makna tangisan itu bersifat universal.
2. Mendengkur
Fase yang mirip dekuran merpati ini dimulai saat anak berusia sekitar enam
tahun. Mendekur sebenarnya sulit dideskripsikan. Bunyi yang dihasilkannya mirip
dengan bunyi vokal, tetapi hasil penelitian menggunakan spektogram menunjukkan
bahwa hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa.
Beberapa buku menyebut fase ini sebagai gurgling atau mewling. Mendekur pun
bersifat universal.
3. Meraban
Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak mendekur, dan
ketika usia anak mendekati enam bulan, ia memasuki fase meraban. Secara impresif
anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Awalnya, ia mengucapkan
sebagai suku kata, tetapi akhirnya vokal dan konsonan itu menyatu. Pada fase meraban,
anak menikmati eksperimennya dengan mulut dan lidahnya, sehingga fase ini
merupakan fase pelatihan bagi alat ucap. Bunyi yang biasanya dikeluarkan
berupa mama, papapa, dandadada.
4. Pola Intonasi
Anak-anak mulai menirukan pola-pola intonasi sejak usia delapan atau
sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip dengan tuturan ibunya. Anak tampaknya
menirukan tuturan orang tuanya tetapi hasilnya tidak dipahami oleh orang
sekelilingnya. Ibu-ibu sering mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan
intonasi tanya dengan nada tinggi pada akhir kalimatnya, sehingga orang tua sering
melatih anaknya berbicara dengan bertanya "Kamu mau apa?" dan sebagainya.
5. Tuturan satu kata
Sekitar umur dua belas sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan
tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh anak bervariasi. Lazimnya, rata-rata
anak memperoleh sekitar lima belas kata. Kata-kata yang biasanya dituturkan
misalnya papa, mama, bobo, meong, dan sebagainya.
6. Tuturan dua kata
Ciri yang paling menonjol dalam fase ini ialah kenaikan kosakata anak yang
muncul secara drastis. Ketika usianya menginjak dua setengah tahun, kosakatanya
mencapai hampir ratusan kata. Pada awal tahap dua kata ini tuturan anak cenderung
disebut telegrafis. Ia berbicara seperti orang mengirim telegram, yakni hanya katakata penting saja yang disampaikan. Tuturan yang awalnyaAni susu berubah
menjadi Ani mau minum susu.
7. Infleksi kata
Kata-kata yang awalnya dianggap remeh oleh anak akhirnya dimunculkan
juga. Dalam bahasa Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak
sebelumnya
hanya
mengatakan Kakak
mukul
memukul
adik atau Adik dipukul kakak. Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata
majemuk, seperti orang tua, namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena
kemampuan setiap anak bervariasi.
8. Kalimat tanya dan ingkar
Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa,
siapa, dan kapanpada kalimat seperti Apa ini?, Siapa orang itu?, dan Kapan ayah
pulang?, sedangkan kalimat ingkar biasanya berupa kalimat-kalimat seperti Kakak
tidak nakal, Saya tidak mau makan, Kue ini tidak enak, dan Ini bukan punya adik.
9. Konstruksi yang jarang atau kompleks
Pada usia lima tahun, anak secara mengesankan memperoleh bahasa yang
terus berlanjut meskipun agak lamban. Tuturan anak usia lima tahun berbeda dengan
tuturan atau tata bahasa orang dewasa, tetapi mereka tidak menyadari kekurangan
mereka itu. Mereka selalu menganggap bahwa tuturannya sama dengan orang dewasa
dan akan selalu menyamakannya. Dalam tes pemahaman, anak-anak siap untuk
mengerjakan dan menafsirkan struktur yang diberikan kepadanya, tetapi sering
mereka menafsirkannya secara keliru. Hal tersebut tampak dalam kalimat majemuk
setara atau kalimat majemuk bertingkat yang biasanya mereka tuturkan seperti Ali
dan kakaknya pergi ke sekolah meskipun hujan.Tahap inilah yang dianggap tahap
rumit dalam fase perkembangan bahasa anak.
10. Tuturan matang
Perbedaan tuturan anak-anak dengan orang dewasa secara perlahan
akan berkurang ketika usia anak semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas
tahun, anak mampu menghasilkan kalimat perintah yang sama dengan kalimat
perintah orang dewasa, misalnya Tolong ambilkan buku itu!.
Tahap ujaran holofrastik. Anak mampu memproduksi satu kata yang dapat
Tahap lebih dari dua kata. Anak mulai memproduksi lebih dari dua kata
pemakaian
bahasa.
Setiap
bahasa
anak
akan
mencerminkan
DAFTAR PUSTAKA
http://sumadipengawas.blogspot.com/2012/09/pengertian-dan-teoripemerolehan-bahasa.html
http://iwanumsida.blogspot.com /2013/01/makalah-proses-pemerolehan-bahasaanak.html
http://roemahsastra.blogspot.com/2012/03/pemerolehan-dan-pembelajaranbahasa.html
http://www.taufiqslow.com/
http://id.wikipedia.org
http://nurhadijahsiregarpgmiuhn.blgspt.com/2012/12/bahasa-indonesia.html