Revisi Proses Pembuatan Syngas
Revisi Proses Pembuatan Syngas
Revisi Proses Pembuatan Syngas
DISUSUN OLEH :
APRILIA LAILA FAJRIN
(21030112130049)
(21030112140169)
DANUGRA MARTANTYO
(21030112140054)
(21030112130105)
NUGRAHENI DWIANDINI
(21030112130118)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulisan makalah Perancangan Produk dan Proses Kimia berjudul Proses Pembuatan Gas
Sintesis dapat diselesaikan dengan baik.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan bahan-bahan kimia semakin
besar sehingga pembangunan industri kimia perlu lebih diprioritaskan. Industri kimia
merupakan salah satu industri vital dan strategis, untuk itu hampir setiap negara di dunia, tak
terkecuali Indonesia banyak memberikan perhatian pada pengembangan industri kimia,
mengingat industri ini banyak mempunyai keterkaitan dengan pengembangan industri
lainnya. Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah gas sintesis. Bahan kimia
dasar ini merupakan bahan bakupembuatan produk kimia intermediet. Secara langsung gas
sintesa digunakan sebagai bahan baku pembuatan ammonia, methanol dan lain
sebagainya.Oleh karena itu, pemilihan perancangan proses pembuatan gas sintesis ini akan
membawa dampak positif untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dankegiatan ekspor ke
berbagai negara.
Proses penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pelbagai pihak. Pada
kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si.selaku
dosen pengampu mata kuliah Perancangan Produk dan Proses Kimiayang telah memberikan
bimbingan mengenai dasar perancangan produk dan proses kimia di industri.
Penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan penulisan yang lebih baik.
Semoga makalah perancangan produk dan proses kimia ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan masyarakat.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................i
PRAKATA................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik..............................................................................1
1.2 Prospek dan Pemasaran.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Gas Alam...................................................................................................................3
2.2 Gas Sintesis...............................................................................................................4
2.3 Pembuatan Gas Sintesis............................................................................................4
2.4 Pemilihan Proses.......................................................................................................7
2.5 Spesifikasi Bahan......................................................................................................7
BAB III METODE PERCOBAAN..........................................................................................13
3.1 Penetapan Jenis Reaksi.............................................................................................13
3.2 Distribusi Bahan Kimia.............................................................................................15
3.3 Pemurnian Gas Sintesis.............................................................................................16
3.4 Kondisi Operasi (Suhu dan Tekanan).......................................................................17
3.4.1 Proses Pendahuluan........................................................................................17
3.4.2 Proses Steam Reforming.................................................................................18
3.4.3 Proses Konversi Shift CO (CO Shift Convertion)..........................................19
3.4.4 Proses Pengambilan Gas CO2.........................................................................19
3.4.5 Pembentukan Metana Kembali.......................................................................19
3.5 Integrasi Perancangan...............................................................................................20
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................26
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................26
4.2 Saran.........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................27
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Proyeksi Kebutuhan Amonia di Pasar Dalam Negeri.....................................1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
Jumlah (Ton)
2009
3.980.746
vi
2010
4.219.591
2011
4.979.118
2012
5.506.904
2013
5.892.387
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gas Alam
vii
Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar
fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH4). Ia dapat ditemukan di ladang
minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara.
Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika
terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang
berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon
dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya
berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari
rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100
juta ton.
Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air dapat juga
terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi
gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya. Campuran organosulfur dan
hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas
dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga
sebagai "acid gas (gas asam)". Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak
berasa dan tidak berbau. Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir,
biasanya gas tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi
kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya, akan
tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena ia dapat
mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat membahayakan.
Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah tersebar
di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam rumah, konsentrasi
gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang jika tersulut api, dapat
menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan (Tampubolon dan Hertina, 2011)
2.2 Gas Sintesis
Gas sintesis (synthetic gas / syngas) merupakan gas yang diperoleh dari suatu proses,
misalnya dari proses penyulingan minyak bumi atau dari proses gasifikasi batubara. Gas
sintesis yang diperoleh merupakan bahan antara atau intermediate material pada pembuatan
viii
ammonia dan karbondioksida merupakan hasil sampingnya yang digunakan dalam proses
pembutan pupuk. Gas sintesis terdiri dari beberapa senyawa kimia, yakni Hidrogen (H 2)
56,4%, Nitrogen (N2) 33,1%, Metana (CH4) 7,1%, Uap air (H2O) 1,7%, Karbon monoksida
(CO) 1,3% dan Karbon dioksida (CO2) 0,4% (Subekti, 2005) dalam Sirait dan Erika (2005).
Pembuatan gas sintesis dapat juga berasal dari gas alam.
2.3 Pembuatan Gas Sintesis
Proses pembuatan gas sintesis terdiri dari: proses steam reforming, oksidasi parsial,
CO2 reforming, dan autothermal reforming.
1. Steam reforming
Gas alam sekarang menjadi bahan baku dominan dengan steam reforming sebagai
metode dasar yang digunakan industri dalam pembuatan gas sintesis (dan hidrogen).
Steam reforming merupakan reaksi endotermis antara gas alam (metana) dengan steam
menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida, yang disebut juga gas sintesis
(syngas).
CH4 + H2O CO + 3H2
H298 = +206 kJmol-1
(2-1)
Secara tipikal, reaksi ini berlangsung pada suhu antara 700 dan 850C, tekanan
antara 3 dan 25 bar, dan menggunakan katalis berbasis Ni. Karena steam reforming
gas alam memiliki rasio H2/CO tinggi (stoikhiometri H2/CO = 3), maka reaksi ini bisa
dikatakan ideal untuk mendapatkan aliran gas hidrogen dengan kemurnian tinggi dari
produk syngas (Fidalgo & Menndez, 2013).
Steam reforming, yaitu reaksi antara gas alam (metana) dengan steam yang bersifat
sangat endotermis (206 kJ/mol), menghasilkan karbon monoksida (CO) dan
hidrogen atau sebutan lain water gas (H2).
CH4 + H2O CO + 3H2
H298 = +206 kJmol-1
(2-1)
Selanjutnya, dalam meningkatkan konsentrasi H2 dalam campuran produk, steam
ditambahkan sehingga terjadi reaksi water gas shift/WGS (2) (en.wikipedia.org).
Dalam industri, penyesuaian rasio H2/CO berdasarkan reaksi WGS.
CO + H2O CO2 + H2
H298 = -41 kJmol-1
(2-2)
Kelemahan reaksi steam reforming ini, ialah adanya penggabungan reaksi WGS
sebagai penyesuaian rasio H2/CO akan menambah banyak biaya dan proses
keseluruhan menjadi lebih mahal. Selain itu, agar konversi metana lebih besar
membutuhkan lebih banyak panas/energi. Panas/energi yang tersedia berasal dari
pembakaran feedstock gas alam yang baru masuk ( 25%) atau dari pembakaran gas
ix
buang (purge gas) (Barelli et al., 2008; Ogden, 1999)(dalam Fidalgo & Menndez,
2013). Oleh karena itu, terdapat pengurangan jumlah CO2 yang besar, antara 0,35
hingga 0,42 m3 CO2 per m3 H2 terproduksi, disebabkan oleh baik reaksi maupun
kebutuhan panas/energi (Muradov, 1998)(dalam Fidalgo & Menndez, 2013).
Secara umum, proses steam reforming dapat digambarkan dalam blok diagram
berikut :
CO2
Gambar
Diagram
Reforming
2.1
Blok
Steam
(Wasserstoff Linde Engineering.html)
Feed yang berupa gas alam akan melalui feed pre-treatment yang berupa
penghilangan debu dan partikel berat lainnya, penghilangan sulfur, dan penghilangan
merkuri. Lalu masuk ke tahap steam reforming, dimana pada tahap ini dibagi menjadi
2 yaitu primary reforming dan secondary reforming. Setelah mengalami proses
reforming, konsentrasi H2 akan ditingkatkan dalam CO-shift conversion namun hasil
samping dari CO-shift conversion ini adalah CO2 sehingga harus dihilangkan melalui
adsorpsi.
Dry reforming merupakan reaksi antara gas alam (metana) dan CO2 dengan
bantuan katalis, rasio H2/CO pada produk syngas yang didapat sebesar 1 (RostrupNielsen, 1984; Lercher et al., 1999)(dalam Neiva & Gama, 2010). Rasio ini
disarankan untuk pembuatan hidrokarbon fraksi lebih tinggi lewat reaksi FischerTropsch, dan memungkinkan dalam produksi turunan hidrokarbon teroksidasi, yang
mengeliminasi kebutuhan penyesuaian rasio H2/CO dalam reaksi Water Gas Shift
(Fidalgo & Menndez, 2013).
CH4 + CO2 2CO + 2H2
(2-3)
Reaksi ini ideal apabila produk syngas digunakan sebagai bahan baku untuk
menghasilkan bahan bakar cair penting yang membutuhkan H2 dan CO.Namun, reaksi
ini termasuk mahal karena sifat reaksinya endotermis, sehingga membutuhkan banyak
energi. Selain itu, kerugian utama dry reforming terletak pada pembentukan secara
signifikan zat padat karbon (coke) yang terdeposisi pada permukaan katalis (sisi aktif),
sehingga dapat mereduksi umur katalis, yang disebabkan adanya gas CO 2 sebagai
input (Rostrup-Nielsen, 1984; Chen et al., 2008; Lercher et al., 1999) (dalam Neiva &
Gama, 2010).
Secara umum, proses CO2 reforming dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar
Proses
CO2
2.2
Reforming
(Dry
Reforming)
(http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm)
Dari gambar 2.2 dapat dilihat bahwa feed yang berupa gas alam akan masuk ke
dalam reakror reformer bersamaan dengan CO2. Hasilnya yaitu CO dan H2. Sama
seperti steam reforming, untuk meningkatkan konsentrasi H2, hasil dari reformer akan
masuk ke tahap CO-shift conversion dan hasil sampingnya adalah CO 2. CO2 yang
dihasilkan ini akan dikembalikan ke reaktor reformer untuk meningkatkan efisiensi.
3. Oksidasi parsial
Proses oksidasi parsial dari gas metana merupakan reaksi katalitik di mana metana
bereaksi langsung dengan oksigen dengan adanya katalis, dan produk syngas yang
dihasilkan memiliki rasio H2/CO baik, yaitu 2.
CH4 + O2 CO + 2H2
(2-4)
murni. Selain itu, proses reaksi ini bersifat bahaya karena gas metana (CH 4) bereaksi
dengan oksigen (O2) dapat menyebabkan ledakan apabila reaksi tidak diberi perhatian
penting (Pea et al., 1996) (dalam Neiva & Gama, 2010).
Secara umum, proses oksidasi parsial dapat dilihat pada gambar 2.3.
CO2
Secara umum, proses autothermal reforming dapat dilihat pada gambar 2.4.
NO
Aspek
Steam
Reforming
1
2
3
4
Rasio H2/CO
Suhu
Tekanan
Konsumsi Steam
Bahan (Safety dan
harga)
Jumlah
3
1
2
3
1
2
1
1
1
3
3
1
2
3
2
2
12
10
Keterangan :
1 = rendah
2 = sedang
3 = tinggi
Authothermal
Reforming
xiii
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat bahwa proses steam reforming merupakan cara
yang terbaik apabila dibandingkan dari 5 aspek yaitu rasio H2/CO, suhu dan tekanan
oerasi, konsumsi steam, keamanan dan harga bahan baku. Steam reforming merupakan
proses yang dapat menghasilkan gas hidrogen dengan kemurnian cukup tinggi dengan
rasio H2/CO paling besar.. Untuk proses lain ini seperti oksidasi parsial dan autothermal
reforming cocok digunakan apabila rasio H2/CO seimbang dan pastinya untuk menghemat
energi (Neiva & Gama, 2010).
2.4.1 Peran Katalis Ni dalam steam reforming
Beberapa jenis katalis dapat digunakan untuk mengaktifkan reaksi steam gas
reforming. Sifat utama bagi katalis adalah aktivitas ke arah reformasi reaksi, dan
ketahanan terhadap pembentukan karbon. Katalis harus memiliki stabilitas termal yang
tinggi untuk mempertahankan aktivitas reformasi di bawah kondisi proses (Neiva dan
Gama, 2010). Selain itu, katalis juga harus memiliki ketahanan tinggi terhadap
penonaktifan dari keracunan. Secara khusus, stabilitas termal sangat penting untuk
kinerja yang baik dari sistem katalitik, karena proses harus terjadi pada suhu yang relatif
tinggi, sehingga membutuhkan bahwa dukungan katalitik menjadi tahan api untuk
mencegah logam transisi dari yang didirikan.
Proses pembentukan metana dari steam dan CO2 dapat menggunakan katalis yang
terbuat dari logam Ni, Co, Ru, Rh, Pd, Pt, dll. Aktivitas katalitik dari katalis logam yang
mendukung katalis Al2O3-MgO adalah Ru > Rh > Ir > Ni > Pt. Logam Ni memiliki
keaktifan yang cukup, stabilitas termal yang baik, dan semakin banyak penggunaan
logam Ni untuk meningkatkan keaktifan per volume katalis lebih menguntungkan.
Walapun logam Ni lebih mudah mendengendapkan logam dan mengoksidasi katalis,
namun kekurangan tersebut dapat dikurangi dengan memadukan logam Ni dan logam
mulia lainnya (Wu et al., 1983).
Mekanisme reaksi steam-methane reforming pada katalis Ni/MgAl2O4 adalah sebagai
berikut (Xu dan G.F. Froment, 1989):
1. Steam bereaksi dengan permukaan atom Ni untuk mengadsorbsi oksigen dan gas
hidrogen.
xiv
2. Gas H2 terbentuk secara langsung dan keluar dalam fasa gas dengan keseimbangan
terhadap H yang diadsorbsi dan H2.
3. Metana di sdsorbsi pada permukaan atom nikel. Metana yang telah diadsorbsi
berekasi dengan oksigen teraadsorbsi membentuk chemisorbed radicals (CHx)
dengan x = 03.
4. Oksigen yang telah diadsorbsi dan radikal karbon bereaksi membentuk chemisorbed
CH2O, CHO, CO, or CO2.
5. CO and CO2 dihasilkan dalam bentuk molekul CHO and CH2O.
Bahan Baku
2.5.1.1 Gas Alam
Wujud
Kenampakan
Bau
: gas
: tidak berwarna
: tidak berbau
Komponen
%mol
CH4
90,18
C2H6
1,6
C3H8
0,91
i-C4H10
0,45
C5H12
0,15
N2
3,6
Ar
0,11
CO2
2.5.1.2 Udara
xv
Wujud
: gas
Kenampakan
: tidak berwarna
Bau
: tidak berbau
Tekanan : 1 atm
Suhu
: 30 oC
Humidity : 83%
Tabel 2.2 Komposisi Udara
Komponen
%mol
N2
78,04
N2
20,99
Ar
0,94
CO2
0,03
Wujud
Kenampakan
Bau
: cair
: tidak berwarna
: tidak berbau
Komposisi air :
-
pH = 8,4
- Klorat = 16000-21000 ppm
o
T = 31,5 C
- Cl
= 0,2 ppm
TDS
= 35 ppm
- Fe
= 0,4 ppm
Hardness = 5 ppm sebagai CaCO3
Sulfat
= 2,15 ppm
Ca = 800 ppm
(Sumber: Process Engineering PT. Pupuk Kujang, 2007)
2.5.2
Bahan Pembantu
2.5.2.1 Katalis
a. Mercury Guard Chamber
1. Karbon Aktif
Bentuk
: Amorf
Surface Area : 300-2500 m2/g
Warna
: hitam
Bau
: tidak berbau
xvi
Terdiri dari
Bentuk
: Ekstrusion
Ukuran
: 1/8 in
Bentuk
: Pellet
Ukuran
: 3/16 in
Bentuk : Rings
Ukuran
: 5/8 x 5.8 x in
Chemical Composition (%w) :
- NiO = 18
- CaO = 15
- Al2O3 = 67
- SiO2 = 0,01
(Rahmawati dan Lina, 2007)
d. Shift Conversion
1. HTS (High Temperature Shift)
Bentuk : Pellet
xvii
2.5.3
Bentuk : Pellet
Ukuran
: x 1/8 in
Bentuk
: Cylindrical Pellet
Diameter : 54 mm
Height
: 3,6 mm
3H2 + N22NH3
Reaksi dengan logam membentuk logam hibrida
H2 + M MH2
Reaksi dengan oksida logam membentuk logam dan air
H2 + MO M + H2O
Reaksi hidrogenasi ikatan tak jenuh
RCH=CHR + H2RCH2CH2R
(Othmer, 1978) dalam Rahmawati dan Lina (2007)
xix
BAB III
PROSES PEMBUATAN GAS SINTESIS
Dalam perancangan proses sintesis menurut Seider et al. (2003) meliputi lima
tahapan, yaitu:
1. Eliminasi perbedaan tipe-tipe molekuler berdasarkan reaksi-reaksi kimia.
Tahapan awal dalam mempertimbangkan produksi dengan berbagai macam reaksi
ataupun dari berbagai macam bahan baku. Tahapan ini dijelaskan lebih lanjut dalam
Penetapan Jenis Reaksi.
2. Distribusi bahan kimia dengan mencocokkan sumber (sources) dan pemakai (sinks)
(operasi pencampuran/mixing).
Pada tahap kedua ini bertujuan untuk mempertimbangkan perkiraan neraca massa
dan perlunya dalam aliran recycle (ulang/balik) bahan baku yang belum terkonversi
sehingga terjadi operasi mixing bahan baku baru (fresh feed) dan bahan baku pada
aliran recycle.
3. Eliminasi perbedaan komposisi dengan adanya separasi (pemisahan).
Pada tahap ketiga ini bertujuan untuk memisahkan produk yang masih berada dalam
campuran untuk meningkatkan kemurnian produk yang diinginkan.
4. Eliminasi perbedaan suhu, tekanan, dan fase.
xx
Tahap keempat ini bersifat detail dalam perancangan karena telah melibatkan
pengaturan suhu, tekanan, dan perubahan fase sehingga didapatkan suhu, tekanan,
dan fase yang sesuai pada setiap alat saat proses dan produk yang dihasilkan.
5. Integrasi perancangan (task integration), dengan mengombinasikan operasi dengan
unit proses serta menentukan proses secara batch atau kontinu.
Tahap terakhir ini merupakan perwujudan operasi pembuatan produk dengan
mempertimbangkan penggunaan alat-alat (alat proses/unit processes) yang dipakai
berdasarkan aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan, yaitu adanya heuristik-heuristik
sehingga perancangan bisa dijalankan dalam suatu industri.
xxi
keseimbangan pada reaksi steam reforming harus dipecah, karena apabila suhu rendah
konversi juga rendah (Chen et al., 2008).
Tahap reforming ini menggunakan katalis berbasis nikel, yaitu Nikel Oksida (NiO).
Diharapkan dengan adanya penambahan katalis dapat meningkatkan konversi hingga menjadi
98% (Chen et al., 2008; Mbodji et al., 2012). Proses steam reforming dilakukan dalam dua
reformer, yaitu: Primary Reformer dan Secondary Reformer.
Di dalam Primary Reformer, gas alam diubah menjadi gas sintesis yang dilewatkan
tube-tube yang diisi katalis nikel (NiO) sesuai reaksi (2-1) dan (2-2), sehingga secara
keseluruhan ialah reaksi (3-1). Pada Gambar 3.1, proses di Primary Reformer ditunjukkan
pada bagian Steam Reforming 1. Gas yang keluar dari Primary Reformer masih terdapat
kadar CH4 cukup tinggi, sehingga akan diproses lebih lanjut di Secondary Reformer.
Secondary Reformer terdiri atas dua bagian, yaitu bagian atas (mixing zone) dan
bagian bawah (reaction zone). Pada Gambar 3.1, operasi Secondary Reformer ditunjukkan
pada bagian Steam Reforming 2. Gas alam dan udara masuk Secondary Reformer secara
terpisah pada bagian atas. Panas yang diperlukan diperoleh dari pembakaran langsung dengan
udara di dalam reaktor. Pembakaran juga bertujuan untuk menambah kebutuhan steam yang
akan direaksikan pada reaction zone. Reaksi pembakaran yang terjadi di mixing zone ialah:
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(g)
(3-2)
(3-3)
Dari mixing zone gas panas masuk reaction zone dengan katalis Nikel Oksida. Panas
yang dihasilkan dari mixing zone digunakan untuk reaksi reforming di bed katalis NiO. Reaksi
yang terjadi adalah:
CH4(g) + H2O(g) CO(g) + 3H2(g)
H298 = +206 kJmol-1
(2-1)
-1
CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g)
H298 = -41 kJmol
(2-2)
-1
CH4(g) + 2H2O(g) CO2(g) + 4H2(g)
H298 = +165 kJmol
(3-1)
Selanjutnya, gas CO yang masih terbentuk di Secondary Reformer dikonversi
menjadi CO2 dalam CO Shift Converter. CO Shift Converter terdiri dari dua bagian, yaitu:
High Temperatur Shift Converter (HTS) pada bagian atas, dan Low Temperature Shift
Converter (LTS) pada bagian bawah. Reaksi yang terjadi dalam CO Shift Converter ialah:
CO(g) + H2O(g) CO2(g) + H2(g)
H298 = -41 kJmol-1
(3-4)
Jadi, proses steam reforming meliputi tiga tahap, yaitu: proses steam reforming pada
Primary Reformer, Secondary Reformer, dan CO Shift Conversion.
xxii
O2
H2
CH4
Steam
Reforming 2
Steam
Reforming 1
CH4 + H2O CO + 3H2
CO + H2O CO2 + H2
H2
CO
CH4
CO2
H2O
H2
CO
CO2
H2O
CH4
H2
CO2
CO Shift
Conversion
CO + H2O CO2 + H2
CO
H2O
CH4
H2O
H2O
CH4
Gambar 3.1. Block Flow Diagram reaksi utama pembentukan gas sintesis dengan proses
steam reforming
3.2 Distribusi Bahan Kimia
Karena konversi mendekati sempurna (98%), maka tidak diperlukan arus recycle
bahan gas alam. Hal ini disebabkan pada arus keluar (output), kandungan metana dalam gas
alam di Secondary Reformer sangat kecil dibandingkan dengan arus bahan metana masuk
(input feed) ke Primary Reformer. Sehingga komponen produk yang banyak terbentuk ialah:
H2, CO, dan CO2.
Kemudian, CO direaksikan lagi dengan H2O pada CO Shift Converter menjadi CO2
dan H2, maka kandungan CO berkurang, sedangkan CO2 dan H2 semakin meningkat.
xxiii
O2
CH4
H2
Secondary Reformer
CH4
H2O
Primary
Reformer
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
H2
CO
CO2
Mixing Zone
Reaction Zone
2H2 + O2 2H2O
H2
CO
CO2
H2O
CH4
H2
CO2
CO Shift
Conversion
CO + H2O CO2 + H2
CO
H2O
CH4
H2O
CH4
H2O
Gambar 3.2. Block Flow Diagram distribusi bahan kimia dari proses steam reforming
xxiv
CO2sisa sebesar 0,6% dan 0,1% karena secara teoritis 1% CO mampu menaikkan suhu sekitar
72oC.
Kenaikan suhu gas sintesis di methanator terlalu tinggi dicegah dengan adanya
interlock dalam methanator sehingga aliran masuk dapat dicegah jika suhunya naik. Keluar
methanator kadar maksimum CO dan CO2 dalam gas sintesa sebesar 0,3 ppm (Rahmatika dan
Hasanah, 2012).
O2
34,3 atm
610oC
0,87atm
37,9 atm
H2
754 C
CH4
Primary
Reformer
H2O
H2
CO
CH4
CO2
Secondary
Reformer
CO
CO2
H2O
CH4
H2
CO2
CO Shift
Conversion
CO
H2O
CH4
CO + H2O CO2 + H2
CO2
30,9 atm
38oC
A
B
S
O
R
B
E
R
S
T
R
I
P
P
E
R
31,1 atm
M
E
T
H
A
N
A
T
O
R
50oC
H2
CH4
H2O
85oC
gas alam kotor menjadi gas alam bersih yang dilewatkan pada alat Knock Out
Drum. Gas alam kotor dalam kondisi atmosferik dilewatkan pada kompresor
sehingga berada pada tekanan 10,7 atm. Pemilihan kompresor berdasarkan
heuristik 34 bahwa kompresor digunakan untuk menaikkan tekanan diatas 206
kPa kemudian dilewatkan pada heat exchanger untuk menaikkan menjadi 32 oC
berdasarkan heuristik 25 dan 26 (Seider et al., 2003) bahwa selisih kenaikan
suhu kurang dari 250oF menggunakan heat exchanger. Kemudian dilewatkan
pada Knock Out Drum sehingga keluar hasil atas berupa gas CH 4 dengan
kemurnian tinggi dan debu serta fraksi berat kemudian dialirkan ke burning pit
2.
untuk dibakar.
Penghilangan merkuri (Hg)
Gas alam hasil pemurnian gas alam pertama dimungkinkan masih mengandung
merkuri, maka harus dihilangkan. Penghilangan merkuri dilakukan dalam
Mercury
Guard
Chamber
dengan
menggunakan
karbon
aktif
yang
3.
reaksi:
Hg(l) + S(s) HgS(l)
Penghilangan sulfur (desulfurization)
Proses desulfurisasi merupakan proses penghilangan kadar belerang (sulfur)
yang terkandung dalam gas alam dengan Desulfurizer. Bertujuan untuk
meminimalkan kadar sulfur dalam gas alam sesuai syarat umpan gas masuk
Primary Reformer. Penghilangan senyawa sulfur dilakukan dalam dua tahap
yaitu: Cobalt-Molybdenum Hydrotreater (Co-Molybdenum Hydrotreater) dan
Zinc Oxyde Guard Chamber (ZnO Guard Chamber).
Dalam Co-Molybdenum Hydrotreater, gas hidrogen sulfida (H2S) terbentuk dari
dekomposisi senyawa sulfur dengan gas hidrogen, sebagai berikut:
RSH + H2(g) RH + H2S(g)
RSR + 2H2(g) RH + RH + H2S(g)
Gas H2S selanjutnya dimasukkan ke ZnO Guard Chamber, sehingga terjadi
reaksi antara ZnO dan H2S:
H2S(g) + ZnO ZnS + H2O
hingga 37,9 atm. Pemilihan kompresor berdasarkan heuristik 34 (Seider et al. 2003) bahwa
kompresor digunakan untuk menaikkan tekanan diatas 206 kPa dengan konsekuensi suhu naik
menjadi 51,743oC. Kemudian dilewatkan pada Heat Exchanger Shell-Tube (Wikipedia.org)
gas dalam beberapa Heat Exchanger sehingga suhu gas menjadi 500oC berdasar heuristik 26
dan 28 (Seider et al., 2003) untuk dapat memenuhi spesifikasi alat Primary (Steam) Reformer.
Suhu turun setelah keluar dari alat Primary Reformer karena reaksi berlangsung secara
endotermis.
Hasil keluaran dari Primary Reformer selanjutnya dimasukkan ke dalam Secondary
Reformer. Spesifikasi alat Secondary Reformer dijalankan pada kondisi suhu input 754oC
sehingga suhu dinaikkan dengan Heat Exchanger, berdasarkan heuristik 26 dan 28 (Seider et
al., 2003), dan tekanan 34,26 atm diturunkan dengan Expander berdasarkan heuristik 40
(Seider et al., 2003). Metana keluaran primary steam reformer dilewatkan pada Ekspander
untuk mengurangi tekanan. Terjadi kenaikan suhu pada keluaran dari secondary steam
reformer menjadi 843,5oC dengan tekanan tetap dikarenakan reaksi berlangsung secara
eksotermis.
3.4.3 Proses Konversi Shift CO (CO Shift Convertion)
Hasil yang keluar dari Secondary Reformer masih mengandung kadar CO, sehingga
perlu diubah menjadi CO2. Saat masuk ke converter pertama, yaitu HTS, suhunya harus
320oC. Oleh karena itu, agar terdapat penurunan suhu dari 843,5 oC menjadi 320oC, perlu
adanya heat exchanger berdasarkan heuristik 29 (Seider et al., 2003). Keluaran HTS
diperkirakan memiliki suhu 434oC dan tekanan 32,2 atm. Demikian pula, saat masuk ke LTS,
suhunya harus 209oC dan tekanan 32 atm. Oleh karena itu, perlu juga dipasang heat
exchanger. Hal ini disebabkan tekanan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Hasil
keluaran LTS diperkirakan memiliki suhu 216oC dan tekanan 31,7 atm.
3.4.4 Proses Pengambilan Gas CO2
Langkah selanjutnya, gas dilewatkan ke CO2 Absorber untuk dimurnikan dari
kandungan gas CO2. Sebelum masuk Absorber gas dikondisikan pada tekanan 31,1 atm
dengan melewatkannya pada Ekspander berdasarkan heuristik 40 (Seider et al., 2003) dan
didinginkan melalu Heat Exchanger berdasarkan heuristik 26 dan 29 (Seider et al., 2003),
sehingga berada pada suhu 85oC.
xxvii
Larutan kaya akan senyawa Benfield yang keluar dari dasar CO 2 Absorber
diturunkan tekanannya menggunakan Liquid Expander kemudian masuk dari bagian samping
atas CO2 Stripper untuk mengalami flashing sebagian CO2 dapat terpisah. Sebelum masuk
stripper, gas dipanaskan hingga 99oC menggunakan Heat Exchanger. Sisa gas CO2 yang tidak
terlepas, dilepaskan dengan steam bertekanan rendah.
3.4.5 Pembentukan Metana Kembali
Gas yang keluar dari atas CO2 Absorber kadar COnya dibawah 0,1 % volume dan
dialirkan ke Methanator untuk diubah menjadi metana. Sebelum masuk metanator tekanan
diturunkan hingga 30,9 atm menggunakan Ekspander berdasarkan heuristik 40 (Seider et al.,
2003) dan suhu diturunkan pada 47oC menggunakan Heat Exchanger berdasarkan heuristik
29 (Seider et al., 2003). Produk keluar dari Methanator bersifat suhu 316oC dan tekanan 30
atm.
H2O
40,7atm
0,87atm
O2
38oC
Merc
CH
ury4, Hg, S
Guar
d
Cham
ber
CoMoly
b
Hydr
otreat
er
34,3 atm
CH4, S
KO
Drum
CH4
C2H6,
C3H8,
C4H10,C5H1
2, Hg, S,
debu,
CxHy
berat
754oC
40,5atm
32oC
ZnO
Guar
d
Cham
ber
10,7atm
32oC
10,7atm
37,9 atm
610oC
Primary
Reformer
37,9 atm;
500oC
H2
CO
CH4
CO2
320 C
Mixing Zone
H2
CO
CO2
Reaction Zone
H2O
Secondary Reformer
CO2
CO Shift
Conversion
CH4 843,5oC
HTS
H2
CO2
CO
LTS
H2O
CH4
31,7 atm
216oC
31,1 atm
85oC
A
B
S
O
R
B
E
R
S
T
R
I
P
P
E
R
30,9 atm
M
E
T
H
A
N
A
T
O
R
47oC
H2
CH4
H2O
30 atm
316oC
CH4
Gambar 3.4.Block Flow Diagram Tahap Pembuatan Gas Sintesis (H2) dari Gas Alam dengan
Pengelolaan Suhu dan Tekanan
xxviii
Pada tahap sebelumnya telah dibahas secara lengkap mengenai operasi pembuatan
gas sintesis mulai dari pemilihan bahan baku, pemilihan jenis reaksi, dan kondisi operasi
pembuatan gas sintesis. Oleh karena itu, pada tahap ini akan dibahas mengenai pemilihan alat
utama untuk proses pembuatan gas sintesis beserta penjelasan kondisi operasi sehingga dapat
digunakan sebagai dasar perancangan pembuatan gas sintesis.
1. Knock Out Drum
Gas bumi pada umumnya mengandung impurities terutama senyawa sulfur yang
dapat mengurangi keaktifan katalis dan senyawa hidrokarbon berat yang dapat
menyebabkan kecenderungan terbentuknya deposit karbon. Karena itu, preparasi bahan
dilakukan melalui tiga alat pemroses, yaitu knock out drum, mercury guard chamber, dan
desulfurizer.
Pada awal proses, gas alam bertemperatur 32 oC dan tekanan 10,7 atm mengalir ke
Knock Out Drum. Knock out drum merupakan alat yang mempunyai prinsip kerja sebagai
separator (pemisah) antara 2 fase (gas dan cair). Pada knock out drum gas alam kotor
dipisahkan antara CH4 dengan debu serta cairan hidrokarbon. Di dalam drum, cairan
dipisah dari aliran gas, cairan dikeluarkan melalui local level controller dan dikembalikan
ke offsite area dan hidrokarbon berat serta kondensat dibakar di burn pit agar tidak
menyumbat pipa dan mengganggu proses (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Proses ini
sesuai dengan heuristik nomor 53 (Seider et al., 2003).
2. Mercury Guard Chamber
Gas alam hasil pemurnian gas alam pertama dimungkinkan masih mengandung
merkuri, maka harus dihilangkan. Penghilangan merkuri dilakukan dalam mercury guard
chamber dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasikan sulfur di dalamnya
(Rahmatika dan Hasanah, 2012).
3. Kompresor
Aliran keluar dari mercury guard chamber dinaikkan tekanannya menjadi 41,8
atm. Kemudian gas proses dialirkan menuju preheat coil pada convection section unit
primary reformer untuk dipanaskan hingga temperatur 372oC dengan memanfaatkan panas
xxix
dari flue gas primary reformer (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Proses ini sesuai dengan
heuristik nomor 34 (Seider et al., 2003).
4. Desulfurizer
Gas proses kemudian dialirkan ke desulfurizer dengan kondisi operasi 372oC.
Desulfurizer terdiri dari ruang berisi katalis Co-Mo yang berfungsi untuk mengkatalis
reaksi hidrogenasi sulfur organik menjadi anorganik dan ruang adsorben ZnO yang
berfungsi mengadsorpsi sulfur anorganik. Diharapkan gas proses yang keluar dari
desulfurizer tidak mengandung sulfur lebih dari 0,05 ppm.
Senyawa sulfur yang terkandung dalam gas alam terdiri dari dua jenis, yaitu sulfur
organik dan sulfur anorganik. Adsorben ZnO hanya mengadsorpsi sulfur anorganik. Oleh
karena itu seluruh sulfur organik harus diubah menjadi sulfur anorganik melalui proses
hidrogenasi agar dapat dipisahkan dari aliran gas proses.
Kandungan sulfur keluar dari desulfurizer akan semakin tinggi jika katalis
sebagian besar telah berubah menjadi ZnS, hal ini disebabkan sifat penghilangan sulfur
adalah penyerapan dengan ZnO, dan kenaikan kandungan sulfur keluar dari desulfurizer
dapat juga disebabkan temperatur gas masuk terlalu rendah. Dengan suhu gas masuk antara
372oC diharapkan kandungan sulfur keluar desulfurizer < 0,05 ppm (Rahmatika dan
Hasanah, 2012).
5. Primary Reformer
Gas bumi yang telah bebas sulfur dicampur dengan steam kemudian gas tersebut
didistribusikan melalui primary gas reformer tube yang berisi katalis nikel. Primary
reformer dioperasikan pada tekanan 37,9 atm karena pada tekanan yang tinggi reaksi
menuju penguraian produk (ketentuan reaksi reversibel). Water gas shift reaction bersifat
eksotermis dan tidak terpengaruh oleh perubahan tekananserta dapat menurunkan kadar
CO dan menaikkan H2. Suhu keluar primary reformer dijaga antara 754 0C dengan metana
lolos antara 9-11% mol dry gas.
Hal yang harus dihindari pada waktu pengoperasian primary reformer adalah
terjadinya pembentukan karbon (carbon formation) di dalam primary reformer.
Perbandinganjumlah steam dengan total karbon (S/C) sebesar 3-4 dan apabila rasio S/C
terlalu rendah (<1.9) akan membentuk karbon. Apabila rasio S/C terlalu tinggi, reaksi akan
xxx
meuju ke arah penguraian produk (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan
heuristik nomor 21 (Seider et al. 2003).
6. Secondary Reformer
Secondary reformer berisi katalis Nikel, yang berfungsi untuk mengubah sisa-sisa
metana dari primary reformer menjadi CO dan CO 2. Reaksi yang terjadi akibat
pembakaran gas outlet reformer sangat eksotermis. Aliran kontinyu mengalir kebawah
melalui tile distributor dan bed katalis untuk secondary reforming dan keluar dari bottom
vessel pada temperature 843,5oC. Gas yang terbentuk didinginkan sampai 320 oC dengan
memindahkan panasnya ke waste heat boiler.
Secondary reformer dilengkapi dengan water jacket, refractory lined, vessel berisi
katalis nikel yang diperlukan untuk reaksi secondary reformer. Bed support berada di
bottom vessel (domed shapped / bentuk kubah) dan high alumina fire brick berbentuk
heksagonal yang ada di puncak bed katalis untuk temperatur tinggi disusun khusus untuk
distribusi flow. Inlet Plenum atau leher vessel berisi internal tube untuk mencampur
udara/gas. Exterior tube meneruskan aliran dan insulating in pigment in jacket di area
dari masuknya gas proses (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan
heuristik nomor 22 (Seider et al., 2003).
7. High Temperature Shift
Pada unit ini, katalis yang digunakan adalah iron oxide (Fe2O3). Aliran gas proses
yang masuk ke inlet HTS bersuhu antara 500oC, dimana sebagian besar CO yang masih
terdapat di gas proses akan diubah menjadi CO 2. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi
eksotermis, maka suhu gas proses outlet HTS menjadi 754 oC, dengan CO yang masih
lolos dari HTS sekitar 2,53,5% mol dry gas.
Selanjutnya, gas proses outlet HTS akan didinginkan menggunakan alat penukar
panas sehingga suhunya suhunya akan turun menjadi 209oC kemudian gas proses akan
masuk ke Low Temperature Shift (Rahmatika dan Hasanah, 2012).
8. Low Temperature Shift
Pada unit LTS ini, katalis yang digunakan adalah copper oxide (CuO). Selain itu,
karena katalis ini sangat sensitif terhadap senyawa sulfur maka katalis ini dilengkapi juga
dengan ZnO. Di LTS, sisa CO yang masih lolosdari unit HTS akan dikonversikan menjadi
xxxi
CO2 pada suhu reaksi yang lebihrendah hingga aliran keluar gas proses memiliki suhu
216oC.
Gas yang keluar dari LTS akan megalami pendinginan secara bertahap
menggunakan heat exchanger sehingga suhu terakhir gas proses menjadi 85oC. Raw gas
akan dimasukkan sebagai umpan di CO2 absorber (Rahmatika dan Hasanah, 2012).
9. CO2 Absorber
Unit CO2 removal ini terdiri dari unit penyerapan CO2 yaitu di menara absorber
dan unit pelepasan CO2 di menara stripper. Syarat terjadinya penyerapan CO2 di absorber
adalah pada kondisi operasi tekanan tinggi dan suhu rendah, sedangkan syarat untuk
pelepasan CO2 adalah pada kondisi operasi tekanan rendah dan suhu tinggi. Sebagai
penyerap CO2 digunakan larutan Benfield. Pemisahan secara absorbsi ini sesuai dengan
heuristik nomor 11 (Seider et al., 2003).
Penghilangan CO2 ini penting untuk pengolahan gas sintesis lebih lanjut sebagai
bahan baku pembuatan ammonia. Raw gas masuk ke absorber melalui bagian bawah
kolom packing sedangkan larutan penyerap masuk melalui bagian atas kolom. Gas
mengalir ke atas melalui packing-packing sehingga terjadi kontak antara raw gas dengan
larutan Benfield. Larutan Benfield yang digunakan untuk menyerap CO2 terbagi menjadi
dua jenis yaitu lean solution dan semi lean solution. Lean solution masuk pada stage
pertama absorber, sedangkan semi lean solution masuk pada stage ke tiga.
Setelah terjadi kontak antara larutan Benfield dengan CO2, maka gas sintesis
bebas gas CO2 akan keluar dari bagian atas absorber dengan suhu 38oC. Gas tersebut
masuk ke KO drum untuk memisahkan gas dari kondensatnya. Larutan Benfield yang
banyak mengandung CO2 (rich solution) akan keluar dari bagian bawah absorber pada
suhu 47oC. Larutan di ekspansi sehingga tekanan turun dan menyebabkan sebagian gas
CO2 di larutan terlepas kembali. Pada CO2 stripper, rich solution masuk dari bagian atas
stripper yang kemudian di-stripping oleh steam sehingga CO2 keluar dari bagian atas
stripper (Rahmatika dan Hasanah, 2012). Hal ini sesuai dengan heuristik nomor 4 (purge
stream) dan 9 (Seider et al., 2003). Sedangkan lean solution sebagai bottom product dari
CO2 Stripper akan didinginkan menggunakan cooler. Hal ini sesuai dengan heuristik
nomor 11.
xxxii
xxxiii
xxxiv
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Reaksi steam reforming dipilih sebagai reaksi pembuatan gas sintesis (synthesis
gas/syngas). Alasan pemilihan proses reaksi steam reforming karena dapat menghasilkan gas
hidrogen (H2) dalam produk syngas yang lebih banyak daripada gas karbon monoksida (CO),
berdasarkan rasio stoikhiometri H2/CO = 3. Gas hidrogen dalam syngas merupakan bahan
baku utama dalam industri pembuatan ammonia. Karena konversi mendekati sempurna
(98%), maka tidak diperlukan arus recycle bahan gas alam. Hal ini disebabkan pada arus
keluar (output), kandungan metana dalam gas alam di Secondary Reformer sangat kecil
dibandingkan dengan arus bahan metana masuk (input feed) ke Primary Reformer. Sehingga
komponen produk yang banyak terbentuk ialah: H2, CO, dan CO2. Perancangan proses
pembuatan gas sintesa terdiri dari lima tahapan, yaitu penetapan jenis reaksi, distribusi
produk,
pemurnian
gas
sintesis,
kondisi
operasi
(suhu
dan
tekanan),
dan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Syngas. http://en.wikipedia.org/wiki/Syngas (diakses pada Kamis, 26 Maret 2015
pukul 20.00).
Anonim. 2007. Komposisi gas alam dan udara. Process Engineering PT. Pupuk Kujang,
Cikampek.
Chen, Y., Wang, Y., Xu, H., & Xiong, G. Efficient production of hydrogen from natural gas
steam reforming in palladium membrane reactor. Applied Catalysis B: Environmental
80 (2008) 283294.
Fidalgo, B. &Menndez, J.A. Syngas Production by CO2 Reforming of CH4Under Microwave
Heating Challenges and Opportunities. Syngas: Production, Applications and
Environmental Impact pp. 121-149. 2013 Nova Science Publishers, Inc. ISBN: 978-162100-870-5.
Friend, D.G., Ely, .F.E., & Ingham, Hepburn. Thermophysical Properties of Methane.
Thermophysics Division, National Institute of Standards and Technology Colorado
80303. (1988)
Mbodji, M. et al. Steam methane reforming reaction process intensification by using
amillistructured reactor: Experimental setup and model validation for globalkinetic
reaction rate estimation. Chemical Engineering Journal xxx (2012).
Neiva, L. S. & Gama, L. A STUDY ON THE CHARACTERISTICS OF THE REFORMING
OF METHANE: A REVIEW. Brazilian Journal of Petroleum and Gas V. 4 n. 3 p. 119127 (2010). ISSN 1982-0593.
Rahmatika, A. Mufyda dan Hasanah, R. Diniwati. 2012. Laporan Kerja Praktek Kaltim-2 PT.
Pupuk Kalimantan Timur Bontang. Institut Teknologi Sepuluh November: Surabaya.
Rahmawati, Nurdiah dan Lina Agustina. 2007. Prarancangan Pabrik 2-Etil Heksanol Proses
Ruhrchemie Ag. dari Propilen dan Gas Sintesa Kapasitas 100.000 Ton/Tahun
[Skripsi]. Universitas Sebelas Maret : Solo.
Seider, Warren D., Seader, J.D., and Lewin, Daniel R. 2003. Product & Process Design
Principles : Synthesis, Analysis, and Evaluation, Second Edition. John Wiley & Sons,
Inc. (Wiley International Edition)
Sirait, Erika Mona P. 2010. Pembuatan Pupuk Urea Dengan Bahan Baku Gas Sintetis
Dengan Kapasitas 120.000 Ton/Tahun [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara : Medan
Tampubolon, Hertina P. 2011. Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Gas Hidrogen dari Gas
Alam dengan Proses Cracking dengan Kapasitas 100 kg/Jam [Skripsi]. Universitas
Sumatera Utara : Medan
Xu, and G.F. Froment (1989): Methane steam reforming, methanation and water-gas shift: I.
Intrinsic kinetics; AIChE Journal 35 (1): 88-96.
Wu, Hongjing, Parola, Valeria La, Pantaleo, Giuseppe, Puleo, Fabrizio,
Venezia, Anna M. dan Liotta, Leonarda F. Liotta. 2013. Ni-based
catalysts for low temperature methane steam reforming: recent
results on ni-au and comparison with other bi-metallic systems. J.
Catalysts ed. 3 pg. 563-583 ISSN 2073-4344.
http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm (diakses pada 11 April 2015 jam
08.00)
http://www.htcenergy.com/hydrogen/techPlatformCDRM.htm (diakses pada 11 April 2015 jam
09.00)
http://www.jgc.com/en/02_business/99_sbr/01_tech_innovation/01gas/aatg.html
(diakses