Ronny Lukito

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Ronny Lukito: Antara Exxon, Exsport, dan Ekspor

Tak punya uang untuk melanjutkan kuliah, Ronny Lukito


bekerja di toko tas milik ayahnya. Berbekal dua mesin jahit, ia merintis bisnis pembuatan
tas. Kini, ia mampu mengekspor tas-tas bikinannya ke sejumlah negara.
Ronny Lukito merupakan anak lelaki satu-satunya di keluarga Lukman Lukito-Kumiasih,
pasangan asal Jakarta dan Buton (Sumatera) yang merantau di Bandung. Untuk menyambung
hidup, orang tua Ronny memiliki sebuah toko tas. Ya, toko tas. Di era 1970an, toko spesialis
semacam itu belum lazim. Biasanya, orang punya toko kelontong yang jual macam-macam
produk. Bukan toko yang menjual satu jenis barang saja, kenang Ronny.
Pria kelahiran Bandung, 15 Januari 1962 ini masih ingat betul toko Nam Lung, milik sang ayah,
yang berdiri di jalan ABC No. 3 Bandung. Maklum, Ronny kecil sering membantu kegiatan
dagang orang tuanya, terutama saat ia dan kakak-adiknya libur sekolah. Kadang, ia membantu
menjaga kasir. Sementara di waktu lain, ia membantu membungkus tas atau membereskan tas-tas
yang terpajang di etalase maupun tergantung di dinding toko.
Toko tas milik ayahnya berukuran 2,5 x 14 meter. Memanjang ke belakang. Selain menjual tas
produk perusahaan lain, ada juga tas-tas sederhana hasil jahitan sendiri. Mereknya Butterfly.
Namanya diambil dari merek mesin jahit buatan Cina yang kami pakai, kata Ronny, dalam buku
10 Pengusaha yang Sukses Membangun Bisnis Dari 0. Saat Ronny duduk di bangku STM, pada
1976, ayah Ronny merintis usaha penjahitan tas sederhana. Alat kerjanya hanya satu mesin jahit
bermerek Butterfly.
Selain membantu di toko, Ronny juga berdagang kecil-kecilan. Saban hari, sebelum berangkat
sekolah, ia berkeliling menjajakan susu murni. Setiap harinya, ia hanya mengambil 5-10 liter
susu murni dari peternak sapi, yang kemudian ia kemas ke dalam kantong-kantong plastik kecil.
Sepulang sekolah, Ronny tak langsung pulang, ia bekerja di dulu di sebuah bengkel motor di
jalan Sumatera. Gajinya: Rp5.000 per minggu. Lumayan.

Saat sekolah, Ronny tak pernah berpikir untuk menjadi pengusaha. Sang ayah pun tak pernah
mengarahkan putra satu-satunya untuk menjadi pengusaha. Hingga kemudian, ia lulus STM pada
1979. Saya ingin melanjutkan kuliah, tapi orang tua tak mampu membiayai, ucap Ronny, getir.
Ia mencoba realistis melihat kondisi keuangan keluarganya. Apalagi sebagai satu-satunya anak
lelaki, ia ingin bekerja untuk membantu orang tua.
Seperti remaja pada umumnya, Ronny ingin bekerja untuk orang lain. Menjadi karyawan. Ia
berencana menggantungkan hidup dari gaji bulanan. Akan tetapi, sebelum ia sempat
mengirimkan surat lamaran pekerjaan, Ronny mendapatkan petuah dari orang tua sahabatnya. Si
Bapak ini berkata, Nak, buat apa kamu kerja buat orang lain? Orang tuamu dagang apa? Kenapa
kamu tak membantu orang tuamu saja?
Dasar Ronny, yang waktu itu masih ABG, secara spontan ia tak mau bekerja untuk orang tuanya
karena ia tak menyukai jenis usaha orang tuanya. Kurang keren. Selain itu, ia ingin mendapatkan
pengalaman bekerja di tempat lain. Alasan yang dikemukakan Ronny tak menyurutkan si Bapak
untuk tetap memberinya masukan. Nak, sebagai anak lelaki satu-satunya, om sarankan kamu
membantu orang tuamu saja. Siapa lagi kalau bukan kamu yang membantu? Kamu bisa saja
bekerja di perusahaan milik om, tapi buat apa?
Semalaman Ronny mencerna nasihat dari orang tua sahabatnya itu. Petuah bijak itu akhirnya
masuk ke hati Ronny. Hari berikutnya, ia memutuskan untuk bekerja di toko ayahnya. Saya
menyadari posisi saya di keluarga. Tak baik mementingkan ego sendiri, tandasnya. Tak hanya
membantu operasional toko, ia juga belajar proses produksi tas, termasuk membuat pola dan
menjahit.
Setelah merasa cukup mendapatkan ilmu dari sang ayah, Ronny ingin hidup mandiri. Ia ingin
mengembangkan bisnis tasnya sendiri. Keputusan yang cukup membuat ayahnya melongo.
Mental Baja, Wajah Stainless
Masih di tahun yang sama saat Ronny mendapatkan ijasah kelulusan STM, ia memulai bisnis
pembuatan tas. Anak ketiga dari enam bersaudara ini merintis bisnis dengan modal tak lebih dari
Rp1 juta, yang berbentuk dua mesin jahit, peralatan, dan bahan baku secukupnya. Uangnya
hasil dari menjual tape recorder, hasil menang arisan, dan tabungan hasil menjual susu, tutur
Ronny, tersenyum.
Beruntung, ia mampu mempekerjakan tukang jahit yang sudah terpercaya kualitas jahitannya,
yaitu Mang Uwon. Setiap kali ada ide yang terbersit di benak, Ronny menjelaskan secara lisan
dan goresan sederhana di kertas kepada Mang Uwon. Nantinya, Mang Uwon yang akan
menerjemahkan ide ke dalam bentuk tas yang sudah jadi. Kalau sudah cocok, baru kemudian
diproduksi secara masal.
Ronny tak menampik, di awal usaha, ia banyak mengambil ide dari tas Jayagiri, yang saat itu
tengah ngetren. Saya bukan meniru. Saya hanya mengambil kreasinya saja, lalu dimodifikasi
sesuai dengan kemampuan dan selera saya, kelitnya.

Agar berbeda dengan produk milik sang ayah, Ronny memberi merek Exxon untuk tas
produksinya. Waktu itu, saya pikir merek Exxon sangat bagus. Keren! kata dia. Nama itu ia
dapatkan dari sebuah buku milik kawannya yang baru pulang dari AS.
Bagi Ronny, merek Exxon memiliki peruntungan cukup bagus. Terbukti, omzet perusahaan yang
berada di Jalan Saad, Bandung itu terus melonjak. Dari semula hanya dua karyawan, menjadi
100 karyawan. Begitu juga mesin jahit, dari dua menjadi 100. Semuanya berjalan sesuai
perkiraan hingga pada 1982/1983, Ronny tak ingat pasti, ia menerima sepucuk surat dari
Amerika Serikat.
Ternyata, Exxon Mobil Corporation, perusahaan minyak asal AS, mengajukan komplain ke pihak
Ronny karena menggunakan nama Exxon untuk merek tas tanpa seizin mereka. Tak mau ambil
risiko, Ronny pun mengalah. Ia lalu memilih nama baru, yakni Exsport. Menurut dia, nama itu
berasal dari kata Exxon dan Sport. Tambahan kata Sport itu, kata Ronny, menunjukkan bahwa
produk tasnya cocok untuk kalangan muda yang sportif. Ia juga berharap tasnya bisa diekspor ke
mancanegara.
Perlahan tapi pasti, usaha tas merek Exsport milik Ronny terus berkembang. Tapi ada satu hal
yang masih diingat Presdir PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI), produsen tas Exsport
ini, yaitu merasakan sulitnya menembus pasar. Untuk memasukkan tas buatan pabriknya ke
jaringan ritel Matahari, misalnya, Ronny harus mengalami penolakan hingga 13 kali! Tapi ia tak
patah arang. Untuk menjadi pengusaha tangguh, kita harus gigih, bermental baja, dan berwajah
stainless, kata dia, seperti dikutip Tempo. Bahkan, sambung dia, pengusaha harus siap
dipermalukan sebelum akhirnya menuai keberhasilan.
Pada 1987, Ronny memindahkan pabrik dari Jalan Saad ke Kopo. Hal ini harus dilakukan karena
di tempat yang lama tak mampu memenuhi kapasitas jahitan. Pabrik yang baru ini luasnya 6.000
meter persegi, memiliki 400 mesin jahit, dan menampung 600an karyawan. Kini, B&B Inc.,
memiliki empat pabrik tas dengan total luas pabrik 25.000 meter persegi, dan mempekerjakan
sekitar 2.000 karyawan.
Untuk menjaga kualitas, ayah empat anak ini mengaku masih mendatangkan bahan baku dari
LN, prosentasenya bahkan mencapai 75%. Saya mengakui masih tergantung dengan impor.
Sebab, untuk bahan baku tas, belum ada pemasok yang bagus di pasar lokal. Berbeda dengan
industri garmen, keluh suami Meiliana, seperti dikutip Tempo.
Tiap tahun, perusahaan Ronny mampu memproduksi hingga 2,5 juta tas dengan 8.000 desain
yang berbeda. Tak cuma ransel, tapi ada juga tas casual, post man bag, hingga tas laptop. Dari
total produksinya, sekitar 10% dipasarkan ke mancanegara, seperti Singapura, Filipina, Jepang,
Libanon, Kanada, Australia, dan Jerman. Perusahaan yang bertahan dari dua kali serangan krisisi
ini mengaku menerapkan keuangan secara mandiri alias emoh kredit bank.
Untuk menyiasatinya, Ronny melakukan diversifikasi usaha. Perusahan induk B&B Inc.,
memiliki empat anak usaha yakni PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI), PT Eigerindo
MPI, PT EMPI Senajaya, dan CV Persada Abadi. Mereknya pun beragam, selain Exsport, ada

juga Eiger, Bodypack, Neosack, Nordwand, Morphosa, World Series, Extrem, Vertic, Domus
Danica, hingga Broklyn. Masing-masing punya segmen pasar sendiri.
Katakan, bila Exsport untuk pasar kelas A dan dengan target pelajar /mahasiswa, maka beda lagi
dengan Eiger. Sebab, merek yang diambil dari nama gunung di Swiss ini hanya fokus melayani
produk yang berkaitan dengan kegiatan alam dan petualangan, seperti peralatan mendaki
gunung, camping, maupun panjat tebing dengan harga premium. Kalau ingin peralatan mendaki
dengan harga lebih miring? Ronny menyediakan dengan merek Nordwand. Biar produk tak
saling memakan, pangsa pasar harus dibedakan secara tegas, pungkas penerima Penghargaan
Upakarti 1992 ini.

Bagi pecinta alam, tentu tak asing dengan nama


Eiger. Sebuah produk peralatan outdor dan tas yang banyak digemari pecinta alam maupun anak
muda karena kualitas dan ketahanannya. Meski namanya Eiger, merek ini merupakan merek asli
Indonesia. Eiger didirikan oleh Ronny Lukito seorang pengusaha tas yang lahir pada tanggal
15 Januari 1962 di Bandung, Ronny Lukito adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Ia satusatunya anak laki-laki yang lainnya adalah perempuan dalam keluarga pasangan Lukman Lukito
Kumiasih. Ronny berdarah campuran Buton, Sumatera dan Jakarta itu mempunyai orang tua
yang menyambung hidup dengan cara berjualan tas. Ronny Lukito adalah seorang anak dari
keluarga yang memprihatinkan. Orangtuanya bukanlah dari kaum berada. Di masa remajanya
Ronny tinggal di Bandung. Dia adalah sebuah sosok pemuda yang rajin dan tekun, dia bukan
seorang lulusan perguruan tinggi negeri ataupun perguruan tinggi swasta favorit, dia hanyalah
seorang lulusan STM (Sekolah Teknologi Menengah).
Sebenarnya dia sangat ingin sekali melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi swasta
terfavorit di Bandung, namun keinginannya itu tidak menjadi kenyataan karena terbentur
masalah keuangan. Semenjak bersekolah di STM Ronny terbiasa berjualan susu yang dibungkus
dengan plastik kecil, diikat dengan karet dan kemudian dia jual ke rumah-rumah tetangga dengan

sepeda motor miliknya. Masa remaja Ronny di Bandung dilewati dengan penuh kesederhanaan
dan kerja keras yang jauh dari kehidupan serba ada. Hidup ditengah keluarga yang pas-pasan,
tidak membuat Ronny menyerah pada keadaan. Orang tuanya yang memiliki toko kecil khusus
menjual tas, membuat Ronny terbiasa melihat secara langsung proses produksi sebuah tas.
Bahkan Ia beserta saudaranya sering terjun langsung membantu orangtuanya dalam menjalankan
bisnis tersebut. Dari mulai proses packing tas, merapikan tas-tas yang di display, serta menjadi
kasir ketika ada pembeli yang membayar. Pengalaman itulah yang menjadi langkah awal Ronny
untuk membuka Peluang bisnis tas, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Saat masih remaja
sebenarnya Ronny tak berpikiran untuk menjadi pengusaha. Ayahnya pun tak pernah
mengarahkan Ronny agar menjadi pengusaha. Namun setamat STM, ia harus berpikir realistis
dalam melihat perekonomian keluarga. Ia kan memprioritaskan membantu orangtuanya jualan di
toko.
Sejak tahun 1976, ketika Ronny duduk di bangku STM, toko ayahnya tersebut mulai menjual tas
hasil karya sendiri. Saat itu merek tas produknya bernama Butterfly. Nama ini diambil dari
merek mesin jahit buatan China yang mereka pakai. Ronny sendiri membantu membeli bahan ke
toko tertentu atau mengantarkan barang dagangan ke pelanggan mereka. Malahan, sebelum
berangkat sekolah, Ronny jualan susu. Setelah pulang sekolah, Ronny kerja di bengkel motor
sebagai montir. Jiwa entrepreneur yang dimilikinya sejak duduk dibangku sekolah, membuat
lelaki kelahiran Bandung ini mudah menyerap ilmu dari ayahnya. Tak lama setelah bekerja di
toko milik sang ayah, Ia pun memulai peluang bisnis pembuatan tas sendiri.

Tahun 1979, Ronny ingin kuliah, seperti impiannya selama ini. Namun dia melihat bahwa
orangtuanya tidak sanggup membiayai dirinya kuliah. Oleh sebab itu, dia membantu
perekonomian keluarga. Ronny mulai mengembangkan bisnis tersebut. dia mulai memasukkan
tasnya ke Matahari. Meski hanya mendapatkan order sedikit Ronny kembangkan usahanya terus
menerus. Dengan modal kurang dari satu juta rupiah, Ronny membeli dua mesin jahit, peralatan
jahit, dan sedikit bahan baku pembuatan tas. Dibantu dengan satu orang pegawai bernama Mang
Uwon, Ronny memproduksi tas. sekitar tahun 83-84 Ronny berkeinginan memasukkan produk
ke Matahari, saat di awal awal mengajukan sebagai pemasok itu, Ronny ditolak terus oleh bagian
pembelian, baru sampai mengajukan ke 13, permohonan ronny memasukkan Produk tasnya

diterima, saat itu pun, nilai tas yang dijual tidak sampai 300 ribu.
Ronny terjun sendiri ke daerah-daerah untuk mencari mitra-mitra pengecer baru guna membuka
pasar baru. Ia rajin keliling daerah. Dia membuang kemalasan dan sadar bahwa masa depannya
ditentukan pada momen itu. Dia berangkat ke kota-kota lain untuk mempromosikan dan
membangun jaringan pemasaran. Walaupun masih dalam tahap awal memulai usaha, ia merasa
tidak begitu menguasai pengetahuan dunia usaha dan pemasaran sehingga ia putuskan untuk
menggunakan jasa seorang konsultan. Ronny banyak belajar secara privat mengenai pengetahuan
manajemen dan juga mengambil kursus manajemen keuangan. Bila ada seminar atau kursus
yang menurutnya bagus, Ronny juga berusaha untuk menghadirinya. Membaca buku-buku yang
relevan untuk pengembangan diri juga terus dilakukan.

Pada tahun 1984, akhirnya Ronny membeli rumah tambahan seluas 600m2 untuk menambah
ruang produksinya. 2 tahun kemudian tahun 1986 Ronny membeli tanah seluas 6000m2 untuk
menambah lagi ruang produksi. Setelah menikah tahun 1986, dia merekrut marketing
professional. Dengan perjuangan yang gigih dan tak mengenal lelah, dia mengetahui peluang
pasar karena dia tahu persis luar dalam bisnis tas ini termasuk hal-hal di lapangan, dia tahu
kendala apa saja dan lika liku di lapangan. Akhirnya cita-cita Ronny untuk menjadi pemain
terbesar di dalam bisnis tas
tercapai. Mulai dari Matahari, Ramayana, Gunung Agung, Gramedia, dan dept. store besar
lainnya menjual produk Ronny seperti Eiger, Export atau Bodypack. Kalangan praktisi bisnis tas
pasti tahu bahwa kini B&B Inc. milik Ronny merupakan salah satu perusahaan nasional terbesar.
Tak berhenti di situ, sekarang perusahaan Ronny juga sudah memproduksi jenis lain seperti
dompet, sarung handphone, dan berbagai jenis produk lain. Salah satu kebiasaan Ronny yang
baik adalah kemauannya untuk belajar dan mengembangkan diri. Ia tak merasa malu atau gengsi
untuk bertanya bila memang ia tidak tahu. Dengan cara inilah dia bisa berkembang dan sukses
sampai sekarang.
Eiger pertama kali diproduksi pada tahun 1993. Nama Eiger sendiri diambil dari nama Gunung
Eiger di Swiss dan dicetuskan oleh pemilik Eiger, Ronny Lukito. Eiger ditujukan untuk peralatan
kegiatan outdoor, seperti mendaki gunung, kemah, panjat tebing dan aktifitas lainnya yang masih
menyangkut masalah kegiatan luar. Ketekunan dan kerja kerasnya dalam menjalankan usaha,

mengantarkan lelaki lulusan STM ini menjadi pengusaha sukses yang luar biasa. Terbukti bukan
hanya berhasil membawa tas merek exsport hingga mancanegara, namun kini dibawah naungan
B&B Inc. Ronny berhasil membawahi empat anak perusahaan besar antara lain PT. Eksonindo
Multi Product Industry (EMPI), PT. Eigerindo MPI, PT. EMPI Senajaya dan CV Persada Abadi.
Sederet merek tas ternekal pun, menjadi bukti nyata keberhasilan Ronny Lukito dalam
menguasai pasar tas baik lokal maupun internasional. Membidik berbagai segmen pasar, Ronny
pun mengembangkan sayapnya dengan memasarkan merek Eiger, Exsport, Neosack, Bodypack,
Nordwand, Morphosa, World Series, Extrem, Vertic, Domus Danica serta Broklyn. Tak berhenti
di situ, sekarang perusahaan Ronny juga sudah memproduksi jenis lain seperti dompet, sarung
handphone, dan berbagai jenis produk lain. Salah satu kebiasaan Ronny yang baik adalah
kemauannya untuk belajar dan mengembangkan diri. Ia tak merasa malu atau gengsi untuk
bertanya bila memang ia tidak tahu. Dengan cara inilah dia bisa berkembang dan sukses sampai
sekarang.
Merk Produk dari Perusahaan Ronny Lukito

PT. Eksonindo Multi Product Industry milik Ronny Lukito telah berhasil membuat beberapa
merk yang menguasai pasaran Indonesia dan luar negeri, seperti Libanon, Singapura, Filipina,
dan Jepang. Masing-masing merk punya ciri khas dan target pasar yang berbeda. Merk tersebut
diantaranya adalah:
Eiger
Eiger lahir tahun 1993. Nama Eiger yang diambil dari nama Gunung Eiger di Swiss dan
dicetuskan oleh pemilik Eiger, Ronny Lukito. Eiger ditujukan untuk peralatan kegiatan outdoor,
seperti mendaki gunung, kemah, panjat tebing dan aktifitas lainnya yang masih menyangkut
masalah kegiatan luar.Saat pertama kali dibentuk, Eiger memulai dengan tas. Saat itu Eiger
belum memiliki toko hanya sebatas rumah kontrakan yang difungsikan sebagai kantor. Pada
tahun 1998 Eiger baru memproduksi produknya sendiri. Dengan diawali 2 tukang jahit kini Eiger
sudah memiliki 800 penjahit dengan pabrik di Soreang, Bandung.
Exsport
Dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan ini mulai membangun tempat produksi yang
lebih luas di wilayah Kopo Bandung dengan areal 6.000 meter persegi serta diluncurkannya tas
dengan mrek Exxon. Kemudian Ronny Lukito baru mengetahui bahwa kalau nama ini identik
dengan nama perusahaan minyak Exxon Mobil Corporation, maka tak lama kemudian nama
tersebut diganti dengan Exsport yang merupakan penggalan dari kata Export dan Sport. Pasaran

Exsport ditujukan untuk anak muda khususnya remaja putri, dengan ciri warna dan desain yang
khas.
Bodypack
Bodypack adalah produk desain yang difokuskan untuk menunjang aktivitas keseharian dunia
modern yang tidak terlepas dari dunia teknologi digital di kalangan muda atau yang berjiwa
muda. Baik ke kampus atau ke kantor dengan membawa laptop atau gadget lain yang sudah
merupakan bagian dalam kesehariannya, melakukan perjalanan bisnis ke luar kota atau manca
negara atau menyalurkan hobi memotret, Bodypack senantiasa terdepan di dalam memadukan
kebutuhan konsumen secara spesifik dengan design style terkini yang semakin digemari oleh
masyarakat luas. Bodypack: Digital Life Style!
Neosack
Neosack lebih ditujukan untuk tas perlengkapan sekolah untuk target remaja SLTP dan SMU.
XTREME
Xtreme adalah produk yang ditujukan untuk memenuhi kebutukan pengendara motor khsusnya
pria, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dengan tagline "The Ultimate Riding Gear",
produk-produk Xtreme dibuat sesuai fungsi dan kebutuhan pengendara motor. tas XTREME
sendiri memiliki disain Macho dan melambangkan ketangguhan pemakainya.
Nordwand
Senada dengan produk Eiger, Nordwand adalah produk yang ditargetkan untuk para petualang,
dengan harga yang setingkat dibawah produk Eiger.
Setiap tahun, perusahaan ini memproduksi 2.500.000 tas dengan 8.000 desain yang berbeda,
yang mereka harapkan akan merajai pasaran. Dengan dikeluarkannya bermacam-macam merk
dengan fungsi dan nama yang lebih spesifik, diharapkan produk mereka tidak saling memakan
dipasaran antara produk yang satu dengan yang lainnya. Maka tas yang dipakai untuk kegiatan
naik gunung tentu akan berbeda pula. Model-model yang sedang tren di blantika mode
internasional menjadi acuan perusahaan ini dalam mengeluarkan produk terbaru. Dengan
dukungan para desainer jebolan dari berbagai macam universitas seperti diantaranya, ITB
maupun Universitas Trisakti. Perusahaan ini setiap bulan setidaknya mampu mengeluarkan 40
model tas dan produk lainnya.
Referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Ronny_Lukito
- http://www.ciputraentrepreneurship.com/entrepreneur/nasional/wanita/2997.html
- http://www.jawaban.com/index.php/health/detail/id/83/news/100625104907/limit/0
- http://peluangusahamakmur.blogspot.com/2012/06/pemuda-bandung-ini-menjadikanexsport.html
Ialah bapak Ronny Lukito yang telah sukses mendirikan perusahan manufaktur dan ritel
peralatan adventure. Ia lahir di Bandung 15 Januari 1962 ia anak ketiga dari pasangan Lukman
Lukito dan Kumiasih, dari enam bersaudara yang kesemuanya adalah perempuan. Ia berasal dari

golongan keluarga sederhana. Kedua orang tuanya merantau ke Bandung pada tahun 1953,
kemudian mereka membuka usaha berjual tas dan memiliki toko kecil disana. Barang yang dijual
adalah sebagian besar produk dari perusahaan lain dan ada beberapa produk hasil sendiri. Pada
tahun 1976 ketika ia masih duduk dibangku STM, ia mulai memproduksikan hasil karyanya
sendiri, dengan berbekal satu mesin jahit. Selepas lulus STM ia berkeinginan untuk melanjutkan
studinya di Itenas, karena mengetahui bahwa kondisi ekonomi org tuanya yang tidak mampu
membiayainya maka ia memendam keinginannya untuk kuliah. Perusahaan yang dia miliki
bernama B&B Inc., yang bergerak di dalam bidang pembuatan tas, fashion dan aksesoris. B&B
Inc. memiliki empat anak perusahaan, yaitu
1. Eksonindo Multi Product Industry, perusahaan ini memproduksi ransel dan tas kasual
bermerk Exsport.
2. Eigerindo Multi Product Industry, menghasilkan produk yang berorientasi pada kegiatan
petualangan dan alam bermerk Eiger.
3. Eksonindo Multi Product Industry Senajaya, meluncurkan konsep produk baru yang bermrk
Bodypack untuk menjangkau kalangan pelajar sampai eksekutif. Khususnya pria dengan
konsep "street gear".
4. Persada Abadi.
Merk Produk perusahaan ini antara lain ;
Exsport : Dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan ini mulai membangun tempat
produksi yang lebih luas di wilayah Kopo Bandung dengan areal 6.000 meter persegi serta
diluncurkannya tas dengan mrek Exxon. Kemudian Ronny Lukito baru mengetahui bahwa kalau
nama ini identik dengan nama perusahaan minyak Exxon Mobil Corporation, maka tak lama
kemudian nama tersebut diganti dengan Exsport yang merupakan penggalan dari kata Export dan
Sport. Pasaran Exsport ditujukan untuk anak muda khususnya remaja putri, dengan ciri warna
dan desain yang khas.
Eiger : Eiger lahir tahun 1993. Nama Eiger yang diambil dari nama Gunung Eiger di Swiss dan
dicetuskan oleh pemilik Eiger, Ronny Lukito. Eiger ditujukan untuk peralatan kegiatan outdoor,
seperti mendaki gunung, kemah, panjat tebing dan aktifitas lainnya yang masih menyangkut
masalah kegiatan luar. Saat pertama kali dibentuk, Eiger memulai dengan tas. Saat itu Eiger
belum memiliki toko hanya sebatas rumah kontrakan yang difungsikan sebagai kantor. Di tahun
1998 Eiger baru memproduksi produknya sendiri. Dengan diawali 2 tukang jahit kini Eiger
sudah memiliki 800 penjahit dengan pabrik di Soreang, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai