Disaster Management

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 121

A.

Rumah Sakit Lapangan


1. LATAR BELAKANG
Hampir setiap kejadian bencana menimbulkan permasalahan kesehatan,
seperti, korban meninggal, menderita sakit, luka-luka, pengungsi dengan masalah
gizinya, dan masalah air bersih serta sanitasi lingkungan yang menurun. Selain
masalah tersebut, bencana sering pula menyebabkan kerusakan infrastruktur, gedung
dan bangunan publik termasuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu, gudang farmasi, dan lain-lain. Dengan adanya fasilitas
kesehatan yang rusak tentunya dapat mengganggu pelayanan kesehatan yang
seharusnya diberikan dalam situasi dan kondisi apapun, tidak terkecuali rumah sakit
sebagai fasilitas rujukan bagi penanganan korban bencana. Rumah sakit sebagai
salah satu fasilitas umum sering mengalami gangguan fungsional maupun struktural
akibat bencana internal (mis., kebakaran, gedung runtuh, dan keracunan) maupun
bencana eksternal (mis., kehadiran pasien/korban dalam jumlah yang besar pada
waktu hamper bersamaan) sehingga rumah sakitpun menjadi lumpuh (kolaps). Selain
itu, dalam situasi dan kondisi bencana ataupun kedaruratan, diperlukan upaya
penguatan rumah sakit agar dapat berfungsi kembali untuk memberikan jaminan
pelayanan rujukan bagi masyarakat yang membutuhkan pertolongan spesialistik. Salah
satu bentuk upaya penguatan pelayanan rujukan adalah melalui pendirian Rumah
Sakit Lapangan (RS lapangan) yang diharapkan mampu mengembalikan fungsi rumah
sakit sebagai pusat rujukan korban pada situasi bencana. Keberhasilan pelayanan
kesehatan pada rumah sakit lapangan sangat bergantung pada bagaimana
pengelolaan yang dilakukan baik pada tahap persiapan, pelaksanaan dan
pascapemanfaatannya. Mengingat kekhususan dan kompleksitas pengelolaan rumah
sakit lapangan pada situasi bencana, kiranya perlu disusun pedoman teknis
pengelolaannya. Pedoman yang disusun diharapkan berkaitan dengan persiapan dan
pelaksanaan pendirian rumah sakit lapangan, mekanisme operasional, penyimpanan,
serta perawatan rumah sakit lapangan dan perlengkapannya. Buku pedoman ini
diharapkan dapat menjadi panduan bagi petugas kesehatan yang bekerja dalam
pengelolaan rumah sakit lapangan untuk bencana. Dengan demikian, pelayanan
kesehatan bagi korban bencana melalui rumah sakit lapangan menjadi lebih baik,
efektif, dan efisien.

2. DASAR HUKUM
Dasar hukum yang melatar belakangi penyusunan pedoman ini, sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Kedokteran.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007
Penanggulangan Bencana.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2008
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 1

tentang
Praktek
tentang
tentang
tentang

Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.


6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2008 tentang
Peran Serta Lembaga Internasional dengan Lembaga Non-Pemerintah dalam
Penanggulangan Bencana.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/MENKES/PER/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Depkes.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 512/MENKES/PER/IV/2007 tentang
Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek Kedokteran.
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 876/MENKES/SK/XI/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan
Lain.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang
Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1227/MENKES/SK/XI/2007 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 679/MENKES/SK/VI/2007 tentang
Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Regional.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1228/MENKES/SK/XI/2007 tentang
Perubahan
atas
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
783/MENKES/SK/X/2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana.

3. RUANG LINGKUP
Materi yang dibahas dalam buku Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit
Lapangan untuk Bencana ini mencakup persiapan pendirian, pelaksanaan
pendirian, manajemen operasional, penyimpanan serta perawatan fasilitas
dan perlengkapan rumah sakit lapangan.

4. PENGORGANISASIAN
Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang
diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan kesehatan rujukan (rawat jalan,
rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan dalam
kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit pelayanan tersebut terdiri dari
bagian-bagian yang saling bekerja sama di dalam memberikan pelayanan
medik dasar dan spesialistik baik untuk perorangan maupun kelompok korban
bencana. Untuk dapat menjalankan fungsi secara baik tentunya diperlukan
pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi dengan tugas
dan fungsi masing-masing bagian yang jelas. Demikian pula, mekanisme
koordinasi antar-bagian juga tergambar dengan jelas sehingga tidak
menimbulkan kesan yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 2

itu, mobilisasi tenaga yang bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian
rupa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik

5. URAIAN TUGAS
Kepala RS lapangan membawahi tiga orang koordinator yang memimpin
masing-masing bagian berikut :
1. Bagian pelayanan medik dan keperawatan
2. Bagian pelayanan penunjang medic
3. Bagian pelayanan umum.
Penanggung jawab Kepala RS Lapangan ditunjuk oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Tugas kepala RS lapangan
dan koordinator serta penanggung jawab unit yang terdapat dalam RS
lapangan dapat dilihat dalam penjelasan berikut :
5.1. Kepala Rumah Sakit Lapangan
Kriteria Kepala RS lapangan, antara lain :
1. Minimal dokter umum
2. Mempunyai pengalaman dalam penanggulangan bencana
3. Sehat jasmani dan rohani.
Tugas kepala RS lapangan, antara lain:
1. Memimpin dan mengelola tim RS lapangan dan SDM setempat guna
mencapai tujuan RS lapangan selama masa tugas.
2. Mengkoordinasikan operasional RS lapangan secara internal dan
eksternal (dengan institusi kesehatan setempat dan institusi lain).
3. Memantau dan mengevaluasi operasionalisasi RS lapangan sesuai
standar pelayanan medis secara rutin.
4. Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan RS lapangan.
5. Melaporkan seluruh kegiatan RS lapangan ke dinaskesehatan setempat
dan PPK secara berkala (laporan harian, mingguan, bulanan, laporan
akhir) yang mencakup data statistik kesehatan berdasarkan sistem
pemantauan kesehatan.
6. Merencanakan dan menyiapkan serah terima tanggung jawab kepada
tim pengganti yang meliputi unsur-unsur teknis dan administratif.

5.2. Pelayanan Medik dan Keperawatan


Unit-unit yang berada di bawah pelayanan medik dan keperawatan meliputi
unit gawat darurat, bedah dan anestesi, rawat intensif, rawat inap, dan unit
rawat jalan. Tugas koordinator pelayanan medik dan keperawatan dan
penanggung jawab masing-masing unitnya dapat dilihat di bawah ini.
5.3. Koordinator Pelayanan Medik & Keperawatan
Tugas koordinator pelayanan medik dan keperawatan, antara lain :
1. Mengelola pelayanan medik dan keperawatan.
2. Mengkoordinasikan pelayanan medik dan keperawatan (antenatal
care, persalinan, postnatal care).
3. Mengkoordinasikan sistem rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap.
4. Menyiapkan sistem on-call untuk pelayanan medik dan
keperawatan
5. Menginformasikan kapasitas tempat tidur tersisa setiap hari.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 3

6. Bertanggung jawab terhadap pemakaian dan pengendalian bahan


medis dan non-medis.
7. Memberdayakan dan membimbing SDM kesehatan setempat, bila
memungkinkan.
8. Mengkoordinasikan dokumentasi dan pelaporan kegiatan pelayanan
medik dan keperawatan ke kepala RS lapangan.
5.4. Penanggung Jawab Unit Gawat Darurat
Tugas penanggung jawab unit gawat darurat, antara lain:
1. Mengelola pelayanan kesehatan di UGD (triase, pelayanan gadar,
rujukan) dengan cepat dan tepat.
2. Menerapkan kewaspadaan standar, resusitasi, dan stabilisasi.
3. Mengkoordinasi pengkajian dan evaluasi yang berkelanjutan (triase
berkelanjutan) terhadap pasien.
4. Menyiapkan sistem rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah
kegawat daruratan.
5. Mengkomunikasikan informasi tentang pelayanan yang telah dan
akan diberikan dan untuk kebutuhan tindak lanjut.
6. Mengkoordinasi pemulangan pasien secara aman melalui
pendidikan kesehatan dan perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning).
7. Mengkoordinasikan
kegiatan
pencatatan
dan
pelaporan
pelaksanaan kegiatan UGD ke koordinator pelayanan medik,
keperawatan, dan kebidanan.
8. Mengkoordinasikan dukungan psikologis dan spiritual untuk pasien
dan keluarganya.
9. Mengatur sumber daya unit gawat darurat (SDM, sarana
prasarana).
5.5. Penanggung Jawab Unit Bedah
Tugas penanggung jawab unit bedah, antara lain:
1. Menyiapkan jadwal operasi.
2. Mengkoordinasikan pelayanan kesehatan di unit kamar operasi
(pra-operasi, operasi, pasca-operasi, pemulihan).
3. Mengatur sumber daya unit kamar operasi (SDM, sarana
prasarana).
4. Bertanggung jawab terhadap peralatan medis dan obatobatan di
unit bedah.
5. Memberdayakan SDM kesehatan (spesialis bedah dan anestesi)
setempat, bila memungkinkan.
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan unit
kamar operasi ke koordinator pelayanan medik dan keperawatan.
5.6 Penanggung Jawab Unit Rawat Intensif
Tugas penanggung jawab unit rawat intensif, antara lain:
1. Mengelola pelayanan kesehatan di unit rawat intensif.
2. Memastikan dilaksanakannya pemeliharaan peralatan dan
inventarisasi semua barang dan obat-obatan di unit rawat intensif.
3. Memastikan ketersediaan personel untuk pergantian tiap shift.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 4

4. Menerima pasien dari ruang UGD, ruang bedah, dan ruang rawat
inap yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif.
5. Memberikan perawatan dan pemantauan intensif pada pasien.
6. Mengkoordinasi pemindahan pasien dari ruang intensif berdasarkan
kriteria ke ruang rawat inap, dirujuk, atau meninggal (ruang
jenazah).
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan unit
kamar operasi ke koordinator pelayanan medik dan keperawatan.

5.7. Penanggung Jawab Unit Rawat Inap


Tugas penanggung jawab unit rawat inap, antara lain:
1. Mengelola pelayanan kesehatan di unit rawat inap.
2. Mengkoordinasi penerimaan pasien dari ruang UGD, ruang bedah,
dan ruang rawat jalan.
3. Mengkoordinasi perawatan lanjut.
4. Memastikan ketersediaan personel untuk pergantian tiap shift.
5. Memindahkan pasien dari ruang rawat inap ke unit gawat darurat,
ruang intensif, dirujuk, atau meninggal (ruang jenazah).
6. Memastikan dilaksanakannya pemeliharaan peralatan dan
inventarisasi semua barang dan obat-obatan di unit rawat inap.
7. Mengkoordinasi pemulangan pasien yang telah pulih.
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan unit
kamar operasi ke koordinator pelayanan medik, keperawatan, dan
kebidanan.
5.8. Penanggung Jawab Unit Rawat Jalan
Tugas penanggung jawab unit rawat jalan, antara lain:
1. Mengelola pelayanan kesehatan di unit rawat jalan.
2. Mengkoordinasikan pemilahan pasien untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan pasien.
3. Memastikan dilaksanakannya pemeliharaan peralatan dan
inventarisasi semua barang di unit rawat jalan.
4. Mengkoordinasi pelayanan konsultasi, pengobatan, dan rehabilitasi.
5. Mengkoordinasi sistem rujukan dengan unit lain atau fasilitas
kesehatan lainnya.
6. Mengatur sumber daya unit rawat jalan (SDM, sarana prasarana).
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan unit
rawat jalan ke koordinator pelayanan medik dan keperawatan.

5.9. Pelayanan Penunjang Medik


Unit-unit yang berada di bawah pelayanan penunjang medik, meliputi
Unit laboratorium, radiologi, farmasi, sterilisasi, dan unit gizi. Tugas
koordinator pelayanan penunjang medik dan penanggung jawab
masing-masing unitnya dapat dilihat dalam uraian berikut.
5.9.1 Koordinator Pelayanan Penunjang Medik
Tugas koordinator pelayanan penunjang medik, antara lain:
1. Mengelola pelayanan penunjang medik.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 5

2. Mengkoordinasikan pelayanan antar-unit.


3. Melaporkan kegiatan penunjang medik ke kepala RS lapangan.

5.9.2 Penanggung Jawab Unit Laboratorium


Tugas penanggung jawab unit laboratorium, antara lain:
1. Mengelola pelayanan patologi klinis (hematologi, urinalisa, kimia
klinik).
2. Mengatur sumber daya unit laboratorium.
3. Bertanggung jawab terhadap penggunaan dan pemeliharaan
peralatan laboratorium, termasuk pemantauan kebutuhan reagen,
peralatan, dsb.
4. Memantau quality control untuk memastikan keakuratan hasil
pemeriksaan serta higiene dan keselamatan personel sesuai
kewaspadaan standar.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
laboratorium
5.10 Penanggung Jawab Unit Radiologi
Tugas penanggung jawab unit radiologi, antara lain:
1. Mengelola pelayanan unit radiologi .
2. Bertanggung jawab terhadap penggunaan dan pemeliharaan
peralatan radiologi, kebutuhan film, dan cairan pengolah film.
3. Bertanggung jawab untuk memberi peringatan tentang keselamatan
bahaya radiasi dan limbahnya bagi semua pihak terkait.
4. Memantau quality control untuk memastikan keakuratan hasil
pemeriksaan serta keselamatan personel sesuai standar proteksi
radiasi.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
radiologi.
5.11. Penanggung Jawab Unit Farmasi
Tugas penanggung jawab unit farmasi, antara lain:
1. Merencanakan dan mengelola unit farmasi termasuk pelaksanaan
sistem stock opname untuk obat-obatan dan perbekalan farmasi
berikut pemantauan pemakaiannya secara rutin.
2. Mengatur sumber daya unit farmasi.
3. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
farmasi.
4. Melakukan perencanaan obat dan mengajukan permintaan obat ke
dinas kesehatan setempat.
5. Melakukan proses penyimpanan obat dengan sistem FIFO (first in
first out) atau FEFO (first expired first out), bentuk sediaan, alfabet.
6. Melakukan pengecekan terhadap kondisi obat secara visual
7. Mengecek stok obat.
8. Mengeluarkan obat sesuai permintaan dari kamar obat.
9. Menjaga kondisi gudang agar obat tetap terjamin mutu/kualitasnya.
10. Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus terhadap obat-obat
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 6

psikotropik dan narkotik.


5.12 Penanggung Jawab Unit Sterilisasi
Tugas penanggung jawab unit sterilisasi, antara lain:
1. Mengelola pelayanan unit laundry dan sterilisasi.
2. Bertanggung jawab atas ketersediaan bahan bersih dan steril
(instrumen dan linen) bagi semua unit terkait.
3. Mengatur sumber daya unit sterilisasi.
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
sterilisasi.
5.13 Penanggung Jawab Unit Gizi
Tugas penanggung jawab unit gizi, antara lain:
1. Mengelola pelayanan unit gizi.
2. Asuhan gizi pasien rawat jalan
3. Asuhan gizi pasien rawat inap, khusus gizi buruk diberikan terapi
sesuai dengan tata laksana gizi buruk.
4. Penyelenggaraan makanan.
5. Untuk mencapai pelayanan gizi yang bermutu perlu dibentuk tim
asuhan gizi.
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan gizi.
7. Mengatur sumber daya unit gizi.
5.14 Pelayanan Umum
Unit-unit yang berada di bawah pelayanan umum meliputi unit
administrasi dan humas, rekam medik, pengelolaan air bersih dan
limbah, laundry & cleaning, transportasi, gudang, unit keamanan, dan
unit pencahayaan dan instalasi listrik. Tugas koordinator pelayanan
umum dan penanggung jawab masing-masing unitnya dapat dilihat
dalam uraian di bawah ini.

5.15 Koordinator Pelayanan Umum


Tugas koordinator pelayanan umum, antara lain:
1. Mengelola
pelayanan
penunjang
nonmedik
(administrasi
kehumasan- komunikasi, rekam medik, pengelolaan air bersih dan
limbah, laundry & cleaning, transportasi, gudang, keamanan).
2. Menyusun laporan keuangan rutin (dana operasional RS lapangan).
Dana tersebut digunakan untuk kegiatan:
Penyediaan bahan makanan pasien dan keluarga.
Penyediaan bahan bakar untuk peralatan listrik RS lapangan.
Penyediaan peralatan listrik, sanitasi, dan farmasi.
Kebersihan sarana dan prasarana pendukung RS lapangan
3. Menyiapkan peralatan kantor (laptop, printer, alat komunikasi untuk
kegiatan operasional RS lapangan).
4. Mengkoordinasikan pemeliharaan alat medis dan nonmedis dan
pencatatannya.
5. Melaporkan kegiatan penunjang non-medik ke kepala RS lapangan.
5.16 Penanggung Jawab Unit Administrasi, Kehumasan, dan Komunikasi
Tugas penanggung jawab unit administrasi, kehumasan, dan
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 7

komunikasi, antara lain:


1. Melakukan tugas kehumasan, baik secara internal maupun
eksternal terkait dengan pelayanan kesehatan RS lapangan.
2. Mengelola keuangan dan sumber daya.
3. Melakukan pemantauan rujukan pasien baik dari RS lapangan ke
RS Rujukan.
4. Melakukan komunikasi tentang informasi yang dibutuhkan dan
koordinasi dengan unit-unit terkait.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
administrasi, kehumasan, dan komunikasi.
5.17 Penanggung Jawab Unit Rekam Medik
Tugas penanggung jawab unit rekam medik, antara lain:
1. Mengelola proses rekam medik (penerimaan, assembling/perakitan,
indexing, coding, filing, retrifiling).
2. Melakukan proses penyimpanan (5 tahun) dan pemusnahan setelah
jangka waktu 5 tahun terlampau dengan menyimpan ringkasan
masuk (discharge summary) dan persetujuan tindakan medik
(informed consent).
3. Ringkasan pulang (discharge summary) dan persetujuan tindakan
medik (informed consent) harus disimpan selama 10 tahun terhitung
mulai tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
4. Merencanakan desain formulir rekam medis (aspek fisik, anatomi,
dan isi formulir).
5. Melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan (harian, mingguan,
bulanan) tentang kegiatan pelayanan.
6. Membuat data statistik tentang tren penyakit.
7. Melaporkan kegiatan pelayanan kepada kepala RS lapangan.
5.18 Penanggung Jawab Unit Pengelolaan Air Bersih & Limbah
Tugas penanggung jawab unit pengelolaan air bersih dan limbah, antara
lain:
1. Mengelola kebutuhan air bersih untuk RS lapangan.
Mensuplai kebutuhan air bersih.
Mengecek kualitas air: Metode pengecekan kualitas air.
Melakukan perbaikan kualitas air bila diperlukan.
Mengecek instalasi air.
2. Mengelola limbah RS lapangan.
Memisahkan limbah medis (kantong kuning) dan limbah nonmedis (kantong hitam).
Mengumpulkan limbah.
Membawa ke tempat pengolahan limbah berikutnya (insinerator).
Menguburkan limbah padat non-medis ke dalam lubang.
3. Toilet dan kamar mandi.
Menyiapkan jamban dan kamar mandi.
Mengawasi kebersihan toilet dan kamar mandi.
Menyediakan air yang cukup, sabun, tissue.
5.19 Penanggung Jawab Unit Laundry & Cleaning
Tugas penanggung jawab unit laundry & cleaning, antara lain:
1. Merencanakan kebutuhan bahan dan peralatan laundry and
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 8

cleaning.
2. Mengelola laundry linen di RS lapangan.
3. Menyiapkan mesin cuci untuk laundry linen infeksius dan noninfeksius.
4. Memantau dan memelihara peralatan laundry dan kebersihan RS
lapangan.
5. Memantau pelaksanaan kegiatan laundry linen RS lapangan.
6. mengelola kebersihan RS lapangan dan peralatan penunjang tenda
RS lapangan.
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
laundry & cleaning.
5.20 Penanggung Jawab Unit Transportasi
Tugas penanggung jawab unit transportasi, antara lain:
1. Mengatur dan merencanakan kebutuhan transportasi RS lapangan
(mis., ambulans evakuasi pasien, mobilisasi, operasional) untuk
keberangkatan dan pemulangan tim serta perlengkapan RS lapangan.
2. Merencanakan dan mengatur kebutuhan bahan bakar kendaraan
operasional RS lapangan.
3. Mengatur jadwal transportasi untuk rujukan pasien, belanja, dsb.
4. Melakukan pemeliharaan alat transportasi (mobile clinic, ambulans,
mobil operasional).
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
transportasi.
5.21 Penanggung Jawab Unit Gudang
Tugas penanggung jawab unit gudang, mencakup penyelenggaraan
manajemen logistik RS lapangan, mulai dari pembelian, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, sampai penghapusan (mis., pemusnahan,
penyerahan ke instansi lain atau yang membutuhkan).
Tugas penanggung jawab gudang peralatan RS lapangan, antara lain:
1. Melakukan perencanaan kebutuhan operasional RS lapangan.
2. Menyimpan stok barang.
3. Melayani permintaan tambahan sekaligus mencatat dan
melaporkan keluar masuk barang.
4. Menyiapkan peralatan RS lapangan yang akan digunakan.
5. Melakukan pencatatan peralatan/sarana RS lapangan yang
digunakan.
6. Memelihara atau memeriksa kondisi peralatan atau sarana RS
lapangan (tenda, veltbed, dsb.) yang digunakan.
7. Mendistribusikan peralatan atau sarana RS lapangan ke instalasi
RS lapangan.
8. Menyimpan peralatan RS lapangan yang telah digunakan ke
dalam gudang RS lapangan.

5.22 Penanggung Jawab Unit Pencahayaan & Instalasi Listrik


Tugas penanggung jawab unit pencahayaan dan instalasi listrik, antara
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 9

lain:
1. Merencanakan kebutuhan bahan bakar dan peralatan penerangan
RS lapangan.
2. Mengatur pencahayaan sesuai kebutuhan.
3. Melakukan pemasangan instalasi listrik dan lampu penerangan.
4. Melakukan pengawasan dan pemeliharaan peralatan listrik.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
pencahayaan dan instalasi listrik.
6. Melakukan pencatatan dan pemeriksaan seluruh peralatan yang
dipergunakan pada saat kegiatan, di awal dan di akhir kegiatan RS
lapangan.
5.23 Penanggung Jawab Unit Keamanan
Tugas penanggung jawab unit keamanan, antara lain:
1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan keamanan RS
lapangan.
2. Berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat, dari masyarakat
sampai polisi.
3. Mengatur jadwal piket keamanan harian RS lapangan.
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
keamanan, secara rutin selama operasionalisasi RS lapangan.
Beberapa alasan RS lapangan perlu didirikan, antara lain:
1. Rumah sakit yang ada tidak dapat menampung semua korban.
2. Rumah sakit yang ada tidak berfungsi secara optimal.
3. Rumah sakit yang ada sulit dijangkau dari lokasi bencana.

6. PENGIRIMAN TIM AJU


Sebelum menggerakkan RS lapangan perlu mengirimkan tim aju yang
mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam pengelolaan RS lapangan.
Jumlah tim aju yang dikirim minimal 3 (tiga) orang terdiri dari tenaga teknis yang
mempunyai pengalaman dalam membangun RS lapangan, tenaga medis dan
sanitarian. Tim aju bertugas untuk melakukan penilaian mengenai lokasi
pendirian tenda dan peralatannya. Penilaian oleh tim aju tersebut penting untuk
memastikan bahwa RS lapangan yang akan didirikan memang didasarkan pada
kebutuhan, berada di tempat yang aman, memiliki akses yang mudah
dijangkau, dan sumber air dan listrik yang masih dimiliki paska terjadinya
bencana. Oleh karena itu tim aju perlu melakukan koordinasi dengan sumber
daya setempat dalam merencanakan pendirian dan operasional RS lapangan
mutlak diperlukan. Sumber daya setempat harus diinformasikan mengenai
kemungkinan didirikannya RS lapangan, alas an pendiriannya, lokasi, dan
terbukanya akses rujukan bagi setiap korban selama masa operasional rumah
sakit. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian untuk
pendirian RS lapangan di lokasi bencana, antara lain:
a. Keamanan.
Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah yang aman dari
bencana susulan, misalnya, tidak berpotensi terkena gempa susulan atau
banjir susulan. Jika bencana berkaitan dengan konflik maka lokasi RS
lapangan harus berada di wilayah yang netral dan mendapat jaminan

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 10

keamanan dari kedua pihak yang bertikai.


b. Akses.
Dalam penetapan lokasi pendirian RS lapangan, harus memperhitungkan
kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk mobilisasi logistik.
c. Infrastruktur.
Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman dipergunakan
sebagai bagian dari RS lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan dengan
permukaan datar dan keras yang dapat digunakan untuk pendirian RS
lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber air bersih dan listrik
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan operasional RS lapangan. Selain
itu, perlu pula dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk
menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
d. Sistem komunikasi.
Apakah tersedia sistem komunikasi di lokasi pendirian RS lapangan atau
apakah diperlukan sistem komunikasi yang independen bagi RS lapangan.
Faktor komunikasi memegang peranan penting baik untuk keperluan
internal rumah sakit maupun untuk hubungan eksternal terkait dengan
pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb. Semua
penilaian tersebut dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait untuk
mendapatkan hasil yang tepat sehingga mobilisasi RS lapangan dan
sumber dayanya dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

7. PERSIAPAN SUMBER DAYA


Pendirian RS lapangan memerlukan dukungan dari berbagai aspek dengan
kata lain sumber daya. Sumber daya yaitu tenaga kesehatan dan nonkesehatan, sarana, prasarana, dan peralatan yang diperlukan di dalam
pendirian RS lapangan dilakukan oleh daerah yang akan mengirimkan tim RS
Lapangan.
7.1.

Tenaga Medis dan Non-Medis


Pendirian RS lapangan memerlukan tenaga yang sudah terlatih dalam
hal operasionalisasi RS lapangan, yang terdiri dari tenaga medis dan
non-medis yang akan menjadi tim inti RS lapangan. Tim inti harus
dipersiapkan sejak awal dan terdiri dari unsur manajerial, klinisi,
keperawatan, penunjang medis, sarana, dan prasarana, biasanya
merupakan tim yang melekat pada sistem RS atau dibentuk oleh suatu
institusi atau badan dengan melibatkan berbagai unsure. Tenaga
medis RS lapangan dibutuhkan untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang memang menjadi tujuan pendirian RS lapangan.
Contoh tenaga medis yang terlibat, antara lain:
dokter umum
dokter spesialis bedah
dokter spesialis bedah tulang
dokter anestesi
dokter penyakit dalam
dokter spesialis kandungan
dokter spesialis anak

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 11

dokter spesialis jiwa


perawat mahir (gawat darurat, kamar bedah, intensif, rawat bedah
perawat anestesi)
perawat umum
Radiographer
tenaga analisis laboratorium
apoteker dan asisten apoteker
ahli gizi/dietisien
tenaga rekam medis
tenaga elektro medik, dan
tenaga sanitarian.
Selain tenaga medis, tenaga non-medis juga diperlukan untuk
mendukung kelancaran operasionalisasi RS lapangan. Kebersihan
maupun perawatan tenda dan perlengkapan RS lapangan demikian
pula dengan kesehatan dan kesejahteraan anggota tim RS lapangan
maupun penduduk yang berobat menjadi tugas mereka. Tenaga nonmedis yang terlibat, antara lain:
pengemudi /supir
juru masak
tenaga administrasi
tenaga laundry
tenaga teknisi listrik dan mesin
tenaga pembantu umum (untuk tenaga gudang, kebersihan, dll.)
tenaga keamanan.
Untuk mempersiapkan anggota tim RS lapangan baik tenaga medis
maupun non-medis, berikut hal-hal yang perlu diperhatikan:
Tenaga yang dimobilisasi bersifat situasional bergantung pada
bencana yang terjadi.
Tenaga lokal dapat disiapkan untuk mendukung tim inti yang
bertugas.
Masa tugas 14 hari dan berkesinambungan dengan tim
pengganti yang akan bertugas setelah serah terima dengan tim
sebelumnya.
Penyediaan tenaga dilaksanakan secara bertahap dan
disesuaikan dengan jenis pelayanan dan waktu yang disediakan.
7.2.

7.3.

Obat dan Perbekalan Kesehatan


Pada prinsipnya pelayanan farmasi (obat dan perbekalan kesehatan)
kepada pasien di RS lapangan hampir sama dengan pelayanan pada
pasien di rumah sakit biasa karena kondisi darurat sistem
pelayanannya dibuat lebih sederhana. Kriteria jenis obat yang
disediakan di RS lapangan adalah obat untuk penyelamat jiwa
(pertolongan pertama atau kondisi emergensi).
Jenis Penyakit dan Obat Saat Bencana
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Buku Peta Bencana di

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 12

Indonesia beberapa jenis penyakit dan kelainan yang sering


ditemukan pada keadaan bencana dan di tempat pengungsian,
antara lain:
diare
ISPA
campak
tifoid
kurang gizi
penyakit kulit
stres
hipertensi
penyakit mata
asma
DBD
tetanus
Beberapa pendekatan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
melakukan perhitungan kebutuhan obat dalam situasi bencana, yaitu:
Melihat jenis bencana yang terjadi, misalnya bencana banjir,
bencana gunung meletus, bencana kebakaran hutan,
bencana kebakaran, bencana akibat konflik (huru hara).
Berdasarkan data tersebut dapat melakukan perhitungan
yang relatif sesuai dengan kebutuhan selain jenis obat yang
disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata.
Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya.
Pedoman pengobatan yang umum digunakan. Dalam hal ini
sebaiknya merujuk pada Pedoman Pengobatan yang
diterbitkan oleh Depkes. Agar penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan dapat membantu pelaksanaan
pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana, jenis obat
dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan jenis
penyakit dan pedoman pengobatan yangberlaku. (DOEN,
Formularium Rumah Sakit, Standar terapi rumah sakit.)
7.4.

7.5.

7.6.

Alat Medis, Alat Penunjang


Medis dan Alat Non-Medis Perlengkapan RS lapangan harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai. Perlengkapan tersebut
dapat mencakup alat medis, penunjang medis, dan alat non-medis.
MOBILISASI SUMBER DAYA
Uraian di bawah ini melingkup penjelasan mengenai mekanisme
mobilisasi sumber daya RS lapangan yang mencakup tenaga medis
dan nonmedis, peralatan medis dan nonmedis, obat dan bahan
habis pakat, serta mekanisme mobilisasi untuk prasarana.
Mobilisasi Tenaga Medis dan Non- Medis
Mekanisme penggerakan tenaga medis dan tenaga non-medis,
meliputi:

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 13

1. Menginformasikan kebutuhan tenaga kepada


jawab:
Kabupaten/kota: Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi: Kepala Dinas Kesehatan
Pusat: Kepala Pusat Penanggulangan Krisis

penanggung

2. Penugasan
Waktu: Selama RS lapangan beroperasi.
Siapa yang menugaskan:
Kabupaten/kota: Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi: Kepala Dinas Kesehatan
Pusat: Kepala Pusat Penanggulangan Krisis
Lokasi: Tempat kejadian bencana.
Hak: Insentif, Alat pelindung diri, Personal kit sesuai dengan
keperluan
Kewajiban: Sesuai dengan penugasan.
3. Pergantian tenaga:
Untuk setiap tim, pergantian dilakukan setelah bertugas
maksimal selama 2 (dua) minggu.
Serah terima harus dilakukan minimal 1 (satu) hari sebelum
tugas berakhir.
7.7 Mobilisasi Peralatan Medis dan Non-Medis
Mekanisme penggerakan peralatan medis dan non-medis, meliputi:
1. Penggerakan alat medis dan non-medis ke lokasi mengacu
pada hasil assessment (y.i. situasi dan kondisi, geografi,
transportasi).
2. Kebutuhan bergantung pada jumlah dan jenis kasus korban.
3. Pengiriman berdasarkan efisiensi dan efektivitas.
4. Pengembalian atau pemeriksaan jenis dan jumlah alat
menggunakan format dan berita acara serah terima; bila ada
alat yang hilang merupakan tanggung jawab tim yang
bertugas pada saat itu.

8. MOBILISASI OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN


Mekanisme penggerakan obat dan perbekalan kesehatan, meliputi:
1. Jenis dan jumlah sesuai hasil assessment (y.i. jenis bencana, jenis
penyakit, jumlah korban berikut usianya), dan pedoman pengobatan.
2. Penggerakan obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi mengacu pada
Gambar 3.1. Dalam situasi itu, obat untuk bencana diterima dan
dikumpulkan oleh pemerintah daerah setempat melalui Gudang Farmasi
(Instalasi Farmasi). Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam
pengawasan dan pendistribusian ke lokasi bencana. Jika ada permintaan
obat baik dari puskesmas, rumah sakit daerah, RS swasta, atau RS
lapangan, pemenuhannya akan segera didistribusikan sesuai dengan
kebutuhan dan persediaan yang ada. Setiap permintaan obat harus

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 14

disertai dengan lampiran jumlah korban atau pengungsi yang dilayani


serta data pola penyakit yang terjadi. Prinsip dasar dari pelayanan obat
pada situasi bencana adalah cepat, tepat, dan sesuai kebutuhan. Oleh
karena itu, dengan banyaknya institusi kesehatan yang terlibat perlu
dilakukan koordinasi dan pembagian tanggung jawab. Hal itu diperlukan
agar tidak terjadi simpang siur penanggung jawab pada setiap tahapan
situasi bencana. Pada tahap persiapan tidak semua institusi kesehatan
langsung terlibat dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
karena pada tahap itu yang diperlukan adalah adanya rencana penyiapan
pengalokasian obat dan perbekalan kesehatan, sedangkan pada tahap
kejadian bencana semua institusi harus langsung terlibat. Jika jumlah
obat di daerah lokasi bencana tidak mencukupi, kekurangannya dapat
diambil dari obat buffer stock nasional melalui Direktorat Jenderal Bina
Farmasi dan Alat Kesehatan selaku unit utama di Departemen Kesehatan
yang bertanggung jawab dalam penyediaan obat bagi korban bencana,
dengan persyaratan sebagai berikut:
8.1.

Adanya surat permohonan dari kepala dinas kesehatan


kabupaten/kota/provinsi berdasarkan hasil kajian tim rapid
assessment yang dilengkapi dengan data jumlah korban dan
pola penyakit yang terjadi. Dinas kesehatan kabupaten/kota
melalui instalasi farmasi melayani obat bencana dengan prinsip one
day service, artinya bila hari ini permintaan tiba di dinkes
kabupaten/kota maka hari ini juga selesai proses penyiapan
obatnya. Pengiriman obat dan perbekalan kesehatan dari dinkes
kabupaten/kota ke lokasi menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Pemerintah daerah harus menyediakan dana pengiriman
obat dan perbekalan kesehatan bila terjadi bencana di wilayahnya.
Penyediaan dana untuk distribusi dari pemerintah daerah ini
ditujukan agar distribusi dapat berlangsung lebih cepat, mengingat
dana rutin pendistribusian obat di instalasi farmasi dinkes
kabupaten/kota pada umumnya sangat terbatas

8.2.

Penyimpanan Obat
Pada dasarnya, sistem penyimpanan obat di RS lapangan hampir
sama dengan sistem penyimpanan di tempat lain seperti
Puskesmas atau RS rujukan. Obat harus disimpan di tempat yang
aman, disusun berdasarkan jenisnya secara alfabetis. Penyimpanan
menerapkan system FEFO dan FIFO. Petugas yang berwenang
dalam mengakses ruang penyimpanan obat hanya petugas yang
telah ditunjuk. Berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan
karena dapat memengaruhi penyimpanan obat.
Kelembaban. Udara lembab dapat menimbulkan kerusakan
pada tablet salut gula, kapsul, dan oralit.
Sinar matahari. Sinar matahari langsung dapat merusak bahan
injeksi dan sirup.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 15

Suhu. Suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kerusakan


pada salep dan suppositoria.
Kerusakan fisik. Wadah obat yang rusak atau terbuka dapat
menyebabkan kerusakan fisik pada obat dan mudah
terkontaminasi mikroba.
Kebersihan. Ruang kotor dapat menarik serangga dan tikus.
Dalam sistem penyimpanan obat di RS lapangan, juga
diberlakukan kondisi penyimpanan khusus, terutama untuk
yang berikut :
Vaksin memerlukan cold chain khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci.
Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus dan sebaiknya disimpan di
bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk. Untuk
memudahkan proses pelayanan obat, minimal harus tersedia
peralatan seperti:
wadah obat/kotak
mortir dan stamfer (untuk meracik obat)
plastik atau kertas perkamen untuk obat yang akan
diserahkan kepada pasien
air bersih dan matang untuk meracik sirup kering
etiket untuk obat luar dan dalam
gelas ukur.
Alur mekanisme penggerakkan obat dan perbekalan
kesehatan, Depkes, Dinkes Propinsi, Dinkes Kab/Kota,
(GFK/IF) dan Rumah sakit lapangan.
RS lapangan dapat mengajukan permintaan kebutuhan
obat dan bahan habis pakai ke kantor Dinkes Kab/Kota
setempat yang harus dipenuhinya.
Bila permintaan obat dan perbekalan kesehatan tidak dapat
terpenuhi, dinas kesehatan kab/kota dapat meneruskan
permintaan itu secara berjenjang ke dinas kesehatan
provinsi dan departemen kesehatan

8.3.
Pencatatan dan Pelaporan Obat
Mengingat situasi saat bencana sering menyebabkan sarana pelayanan
kesehatan mengalami kekurangan tenaga, maka untuk memudahkan
pencatatan, kartu dapat digunakan. Segala kegiatan pelayanan obat harus
dilaporkan
kepada
dinkes
kabupaten/kota/provinsi
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban tentang penggunaan obat, selain sebagai bahan evaluasi
pelaksanaan kegiatan di lokasi terjadinya bencana. Kegiatan pelaporan obat
dilakukan perhari, perminggu atau bergantung pada situasi di lapangan.
8.4.
Mobilisasi Prasarana
Prasarana adalah seluruh benda maupun jaringan atau instalasi yang membuat

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 16

suatu sarana yang ada dapat berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Beberapa contoh prasarana dalam RS lapangan, antara lain:
instalasi air bersih, dimulai dari sumber air yang diolah melalui alat penjernih
air (water purifier) dengan keluaran berupa air bersih.
instalasi listrik, dimulai dari genset RS lapangan melalui jaringan instalasi
listrik dan keluar sebagai arus listrik yang digunakan pada stop kontak dan
lampu penerangan.
Instalasi pengkondisian udara, dimulai dari udara yang masuk melalui modul
pendingin kemudian disalurkan ke dalam tenda-tenda RS lapangan berupa
udara dingin atau panas.
Adapun mekanisme penggerakan prasarana, meliputi:
1. Persiapan unit-unit atau kit prasarana (mis., genset dan water purifier) yang
akan dimobilisasi ke lokasi bencana dari gudang penyimpanan.
2. Penyiapan sarana pengangkut unit-unit atau kit prasarana yang akan
dimobilisasi ke lokasi bencana.
3. Mobilisasi unit-unit atau kit prasarana ke lokasi bencana.
4. Pemasangan dan inisialisasi unit-unit atau kit prasarana di lokasi bencana.
5. Pemenuhan kebutuhan air dan listrik, RS lapangan dapat bekerja sama
dengan penyelenggara lokal.
6. Pemeliharaan unit-unit atau kit prasarana dilakukan secara berkala selama
operasionalisasi RS lapangan.
7. Pengembalian atau pemeriksaan jenis dan jumlah unit-unit atau kit
prasarana menggunakan format dan berita acara serah terima; bila ada
prasarana yang hilang merupakan tanggung jawab tim yang bertugas pada
saat itu.

9. PENDIRIAN TENDA RUMAH SAKIT LAPANGAN


Pendirian Rumah Sakit Lapangan (RS lapangan) di daerah bencana dapat
dilakukan dengan memperhatikan sarana dan fasilitas pendukung yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung operasionalisasi RS lapangan seperti bangunan,
listrik, air, dan MCK atau dengan mendirikan tenda di ruang terbuka.
Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain:
1. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan berdasarkan prioritas.
2. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana dan fasilitas
pendukung yang akan digunakan.
3. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan air.
4. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda dari benda tajam yang dapat
merusak tenda, dan apabila permukaan tanah tidak datar harus diratakan
dahulu.
5. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan menetapkan satu pintu
masuk dan satu pintu keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang tidak
berkepentingan.
6. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas.
9.1. Tenda Gudang
Tujuan: Sebagai tempat penyimpanan seluruh peralatan RS lapangan untuk
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 17

bencana pada saat persiapan sampai operasionalisasi.


Persyaratan:
1. Lokasi untuk tenda gudang harus berada di lahan yang bebas dari genangan
air dan di sisi kanan, kiri, dan belakang dibuatkan saluran drainase.
2. Tenda dapat menampung seluruh peralatan yang ada; bila ukurannya cukup
besar, tenda dapat dibagi menjadi 3 bagiangudang umum, gudang farmasi,
dan gudang gizi (gizi kering dan gizi basah). Tenda farmasi dapat didirikan
secara terpisah karena pengelolaan farmasi membutuhkan keahlian khusus.
3. Memiliki satu pintu untuk keluar masuk barang.
4. Dilengkapi dengan palet (alas/tatakan kayu) untuk menghindari lembab dan
mempermudah pengangkutan barang.
5. Pencahayaan memadai.
6. Ditunjuk seorang penanggung jawab gudang dan untuk keamanan barang.
7. Pembatasan orang yang keluar masuk gudang (harus seizing penanggung
jawab).
8. Bahan yang mudah terbakar (mis., bensin, solar, gas medis, dsb.) disimpan di
tempat yang terpisah dari barang lain.

9.2. Tenda Unit Gawat Darurat (UGD)


Tujuan: Sebagai tempat untuk memberikan pelayanan gawat darurat (gadar) dan
melakukan triase.
Persyaratan:
1. Tenda UGD didirikan di tempat terdepan untuk memudahkan evakuasi dan
mobilisasi pasien.
2. Diupayakan dilengkapi dengan alat pendingin ruangan.
3. Sterilisasi ruang UGD harus tetap terjaga.
4. Selain petugas, tidak diperbolehkan membawa benda tajam ke dalam tenda
karena dapat merusak tenda balon.
9.3. Tenda Bedah
Tujuan: Sebagai tempat untuk tindakan operasi (bedah).
Persyaratan:
1. Harus dekat dengan tenda rawat inap, tenda sterilisasi, xray,tenda perawatan
intensif.
2. Selain petugas tidak diperbolehkan masuk dan membawa benda tajam ke
dalam tenda karena dapat merusak tenda balon.
3. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
4. Harus dilengkapi dengan AC.
5. Pencahayaan harus memadai.
6. Pasokan listrik harus stabil.
7. Pintu masuk/keluar mudah diakses untuk pasien baik yang menggunakan tandu
dan stretcher.
8. Tersedia cukup ruang untuk mobilisasi pasien tanpa risiko kontaminasi.
9. Tersedia ruang tunggu pasien untuk pra-operasi.
10. Tersedia ruangan untuk penempatan peralatan bedah seperti, instrumen, obatobatan, linen bedah.
11. Ditunjuk penanggung jawab ruang operasi yang tugasnya:
Menjaga ruang bedah agar tetap steril
Menyiapkan dan memeriksa peralatan yang dibutuhkan untuk tindakan
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 18

bedah dan menjaga keamanannya.


Membatasi keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan.

9.4 Tenda Perawatan


Tujuan: Sebagai tempat untuk perawatan pasien.
Persyaratan:
1. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
2. Dapat dilengkapi dengan AC atau kipas angin.
3. Untuk mengurangi hawa panas akibat terik matahari, minimal 30 cm di atas
atap tenda diberi lapisan terpal.
4. Jumlah tempat tidur disesuaikan dengan luas tenda dan cukup nyaman untuk
pelaksanaan tindakan dan untuk mobilisasi pasien, alat medis, dan personel.
9.5 Tenda Intensive Care Unit (ICU)
Tujuan: Sebagai tempat untuk perawatan intensif pasien yang kritis.
Persyaratan:
1. Tenda perawatan intesif didirikan di dekat tenda bedah/perawatan.
2. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
3. Harus dilengkapi dengan AC.
9.6 Tenda Farmasi
Tujuan: Sebagai tempat untuk menyiapkan dan menyediakan bahan sediaan
farmasi (obat dan bahan habis pakai).
Persyaratan:
1. Lokasi mudah dijangkau dari tenda pelayanan kesehatan dan bebas dari
genangan air.
2. Harus dilengkapi dengan AC, refrigerator, cold chain.
3. Batasi akses hanya untuk petugas.
4. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
5. Tersedia lemari khusus berkunci untuk menyimpan bahan narkotika.
9.7 Tenda Personel
Tujuan: Sebagai tempat istirahat personel RS lapangan.
Persyaratan:
1. Tenda personel didirikan di luar area RS lapangan, jika memungkinkan.
2. Usahakan didirikan di dekat gudang untuk mengawasi barang.
3. Untuk kenyamanan dan kebersihan, tenda personel hanya difungsikan untuk
tempat istirahat/tidur.
9.8 Pendirian Tenda Administrasi
Tujuan: Sebagai tempat pelayanan administrasi RS lapangan.
Persyaratan:
1. Akses mudah dari unit-unit pelayanan serta pihak lain yang berkentingan.
2. Ruangan/tenda cukup memadai untuk kegiatan ke administrasian dan
penerimaan tamu, konferensi pers, dll.
3. Sumber listrik dan pencahayaan cukup, jika memungkinkan bisa dilengkapi
dengan pendingin ruangan (AC).
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 19

9.9 Tenda Laundry dan Sterilisasi


Tujuan: Sebagai tempat untuk sterilisasi alat medis, alat operasi, linen (baju
operasi, tutup kepala).
Persyaratan:
1. Tenda sterilisasi didirikan di dekat ruang operasi (bedah).
2. Mudah dicapai dari tenda perawatan.
3. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
4. Dapat dibagi menjadi 2 bagian (bagian pertama, bagian penerimaan barang
atau alkes yang akan disterilisasikan/ didekontaminasi; bagian kedua, tempat
penyimpanan barang atau alkes yang sudah steril dan siap digunakan).
5. Tersedia tempat penyimpanan barang atau alkes yang telah disterilkan.
6. Pelabelan pada alat yang telah disterilkan untuk mengetahui jenis instrumen
dan masa sterilnya.
7. Tersedia autoclave dan perhatikan sirkulasi udara agar tenda tidak panas.
8. Tersedia wastafel atau sumber air untuk dekontaminasi sebelum sterilisasi.
9.10. Tenda X-Ray
Tujuan: Sebagai tempat untuk memberikan pelayanan radiografi pada pasien.
Persyaratan:
1. Letaknya harus jauh dari tenda personel, pasien, dan tenda pengungsi di
sekitarnya untuk mengurangi efek radiasi.
2. Harus dilengkapi dengan AC (dinyalakan saat alat x-ray dioperasikan).
3. Colimator diarahkan ke ruang terbuka untuk menghindari paparan radiasi
terhadap orang sekitarnya.
4. Tersedia tanda peringatan bahaya radiasi.
5. Tersedia apron dan film badge bagi petugas.
6. Lantai tenda mudah dibersihkan dan harus selalu dalam keadaan kering.
9.11. Tenda Processing Film
Tujuan: Sebagai tempat untuk memproses film rontgen.
Persyaratan:
1. Letaknya harus bersebelahan dengan tenda radiografi.
2. Dapat memanfaatkan papan atau triplek untuk membuat bilik kamar gelap.
3. Luas bilik disesuaikan dengan ukuran alat processing film.
4. Tidak boleh ada pencahayaan (harus ada kamar gelap) dengan cara melapisi
seluruh dinding bilik menggunakan plastik atau kertas warna hitam.
5. Tersedia safety light (lampu kamar gelap) yang dipasang di dalam bilik kamar
gelap untuk mengecek processing film.
6. Tersedia sumber air untuk pembilasan dan pencucian film.
7. Melakukan fogging dan pembasmian vektor penyakit di sekitar area RS
lapangan secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, ada beberapa
aturan umum yang diberlakukan untuk pendirian semua jenis tenda di atas,
antara lain:
8. Lokasi untuk tenda harus berada di lahan yang bebas dari genangan air.
9. Tidak boleh membawa benda tajam ke dalam tenda karena dapat merusak
tenda balon; tidak boleh merokok dalam tenda dan gudang.
10. Tekanan udara pada tabung tenda balon (apabila jenis tenda adalah tenda
balon) harus diperiksa minimal dua hari sekali, jika tekanan berkurang segera
dipompa kembali. Jika ditemukan kebocoran pada tenda, segera lakukan
penambalan.
11. Tali tenda harus diikatkan secara kuat ke pasak yang ditanam ke tanah.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 20

12. Lakukan pembersihan secara rutin minimal sehari sekali (disapu dan dipel).
13. Selain petugas tidak diperbolehkan membawa benda tajam ke dalam tenda
karena dapat merusak tenda balon.
14. Masing-masing tenda memiliki perlengkapan dan peralatannya sendiri yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan dalam
tenda tersebut.
Catatan:

Setelah semua tenda selesai didirikan dilakukan inventarisasi seluruh


peralatan masing-masing tenda dengan menggunakan formulir, dan
peralatan tersebut diserahkan kepada penangung jawab masing-masing
tenda beserta daftarnya.
Setelah operasionalisasi RS lapangan selesai, penanggung jawab
masing-masing tenda melakukan inventarisasi peralatan dan diserahkan
kepada penanggung jawab gudang.
Penanggung jawab gudang melakukan rekapitulasi kondisi barang
terakhir dan melaporkan kepada Kepala Rumah Sakit Lapangan.

10.PENYEDIAAN PRASARANA RUMAH SAKIT LAPANGAN


Penjelasan berikut memuat beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam
menyediakan prasarana RS lapangan.
10.1. Alat Kesehatan (Alkes)
Tata laksana penggunaan alat kesehatan, antara lain:
1. Alkes ditempatkan di dalam tenda sesuai dengan jenis pelayanan yang akan
dilaksanakan.
2. Semua alkes dirakit, dipasang, dan diuji-fungsikan untuk memastikan
kelayakannya.
3. Pencatatan dilakukan terhadap semua alat kesehatan yang telah ditempatkan
di semua tenda maupun perpindahan alat tersebut.
10.2. Prasarana Radio Komunikasi
Perlengkapan dan peralatan radio komunikasi terdiri dari:
1. Perangkat Rig, HT, baterei, power supply.
2. Antena, dilengkapi penangkal petir sederhana.
3. Perangkat Rig dan HT setidaknya dual band (VHF dan UHF).
4. Sebaiknya dipilih perangkat yang tahan cuaca (weatherproof).
10.3. Pembangkit Daya Listrik (Generator Set)
Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk pembangkit listrik atau generator set
(genset), antara lain:
1. Penempatannya jauh dari tenda pelayanan.
2. Dilengkapi dengan unit jaringan listrik (panel, kabel, stopkontak, saklar), dan
grounding (sistem pembumian) pada titik-titik tertentu.
10.4. Prasarana Penerangan
Persyaratan untuk prasarana penerangan, antara lain:
1. Pencahayaan memadai.
2. Lampu penerangan selain ditempatkan di dalam tenda pelayanan juga tersedia
di area RS lapangan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 21

10.5. Prasarana Air Bersih


Persyaratan untuk prasarana air bersih, antara lain:
1. Letak sumber air bersih berdekatan dengan lokasi pendirian RS lapangan dan
terhindar dari pencemaran.
2. Penyediaan air bersih dapat memanfaatkan pasokan air dari PDAM, jika tidak
memungkinkan dapat memanfaatkan sumber air bersih yang ada, misalnya,
air sumur, air sungai, dsb.
3. Untuk keperluan bedah, bila memungkinkan, air yang telah diolah dapat
disaring kembali dengan catridge filter dan didesinfeksi dengan menggunakan
ultra violet (UV).
4. Kebutuhan air minimal 100 liter/pasien/hari (ICRC).
5. Sanitarian atau penanggung jawab yang ditunjuk melakukan pemeriksaan
kualitas air secara berkala untuk mengukur kadar sisa klor (bila menggunakan
desinfektan kaporit), pH, dan kekeruhan pada titik/tempat yang dicurigai
rawan kontaminasi.
6. Apabila dalam pemeriksaan kualitas air, hasilnya tidak memenuhi syarat dan
terdapat parameter yang menyimpang, maka harus dilakukan pengolahan.
10.6. Prasarana Pembuangan Limbah
Persyaratan umum untuk prasarana pembuangan limbah, antara lain:
1. Terbuat dari plastik hitam untuk limbah padat rumah tangga/domestik dan
dibuang ke TPA atau dibakar.
2. Tempat sampah berpenutup disediakan di sisi luar setiap tenda.
3. Tempat Pembuangan limbah dengan menggali lubang, dianjurkan sedalam 12 meter dan tidak mencemari lingkungan, dan jarak dari sumber air 15 meter.
Untuk pengelolaan limbah medis padat, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Pemilahan jenis limbah medis padat, dimulai dari sumbernya dan mencakup
limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, serta
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
2. Wadah limbah medis padat terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan
karat, kedap air, dan memiliki permukaan yang halus di bagian dalamnya
sehingga mudah dibersihkan. Wadah tersebut dilapisi dengan kantong plastik
padat warna kuning (dengan lambing limbah infeksius) yang dapat diikat rapat
untuk menampung limbah medis padat.
3. Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia wadah terpisah untuk
limbah padat non-medis.
4. Kantong plastik limbah medis diangkat setiap hari.
5. Lakukan kerja sama dengan rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas
insinerator untuk pemusnahan limbah medis.
Untuk pengelolaan limbah padat non-medis, beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Pemilahan limbah padat non-medis dilakukan untuk memisahkan antara
limbah yang dapat dimanfaatkandengan limbah yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali,serta pemilahan antara limbah basah dan limbah
kering.
2. Wadah limbah padat non-medis harus terbuat dari bahan yang kuat, ringan,
tahan karat, kedap air, dan memiliki permukaan yang mudah dibersihkan serta
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 22

dilengkapi dengan tutup yang mudah dibuka dan ditutup.


3. Terdapat sedikitnya 1 wadah untuk setiap kamar atau disesuaikan kebutuhan.
4. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi limbah, kantong harus diangkut
supaya tidak menjadiperindukan vektor penyakit.
5. Tempat pembuangan akhir limbah padat non-medis di lokasi pembuangan
akhir yang dikelola pemda setempat. Sementara itu, untuk limbah cair, perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Tersedia kontainer atau jerigen plastik warna kuning (dengan lambang
limbah infeksius) yang dapat ditutup rapat untuk menampung limbah
medis cair, benda tajam, jarum dan spuitnya.
b. Limbah medis cair ditampung ke dalam tanki septik dan didekontaminasi
sebelum dibuang ke saluran pembuangan yang tertutup dan terpisah dari
saluran air hujan.
c. Limbah cair yang berasal dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak
dan saluran air limbah harus dilengkapi atau ditutup dengan grill.
10.7. Prasarana Laundry dan Sterilisasi
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk prasarana laundry dan sterilisasi, antara
lain:
1. Tersedia sumber air bersih untuk pencucian.
2. Mesin pencuci harus disiapkan 2 (dua) unit yaitu untuk linen infeksius dan linen
non-infeksius. Mesin pencuci untuk linen infeksius tidak boleh digunakan untuk
linen noninfeksius dan sebaliknya.
3. Tersedia cairan desinfektan dan bak perendam untuk dekontaminasi linen
infeksius.
4. Penggunaan detergen dan disinfektan yang ramah lingkungan.
5. Dibuat saluran pembuangan limbah pencucian.
6. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan
pakaian kerja khusus, alat pelindung diri, dan menjalani pemeriksaan
kesehatan secara berkala.

10.8. Prasarana Pelayanan Gizi (Dapur Umum)


Persyaratan yang harus dipenuhi untuk prasarana pelayanan gizi (dapur umum),
antara lain:
1. Dilengkapi peralatan pengkondisian udara dan system pencahayaan.
2. Dilengkapi dengan peralatan masak besar, peralatan masak kecil, peralatan
makan dan khusus untuk pembuatan formula dan makanan bayi, peralatan
kebersihan, alat pencuci dan refrigerator.
10.9 Prasarana Toilet dan Kamar Mandi
Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk prasarana toilet dan kamar mandi,
antara lain:
1. Lokasinya tidak berdekatan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan
ruang khusus lainnya; pisahkan toilet pasien dari toilet personel.
2. Tidak menimbulkan genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk.
3. Bak dan jamban dipasang dengan baik dan dilengkapi dengan sistem saluran

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 23

4.
5.
6.
7.

pembuangan.
Bila dilengkapi shower, sistemnya harus dilengkapi dengan kran.
Bak penampung air harus mudah dikuras.
Dilengkapi dengan sistem pencahayaan.
Memiliki sistem ventilasi pembuangan udara yang berhubungan langsung
dengan udara luar.

11. SISTEM PENYIMPANAN


Rumah Sakit Lapangan (RS lapangan) untuk bencana dilengkapi dengan berbagai
jenis perlengkapan dan peralatan. Agar peralatan tersebut dapat berfungsi dengan
baik, di dalam penyimpanannya perlu diperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Semua barang/peralatan RS lapangan harus disimpan di tempat yang aman
sesuai dengan petunjuk penyimpanan barang yang dikeluarkan oleh pabrikan.
2. Suhu ruangan yang sesuai dengan kondisi barang.
3. Tempat penyimpanan tidak boleh lembab
4. Barang tidak diletakkan langsung di atas lantai.
5. Penyimpanan barang sesuai dengan klasifikasi barang untuk memudahkan
keluar masuk barang dan pengecekan barang.
6. Tempat penyimpanan barang bebas dari hewan pengganggu..

12. SISTEM PEMELIHARAAN


Pemeliharaan Peralatan Rumah Sakit Lapangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pemeliharaan perlengkapan/peralatan selama operasionaliasi dan selama
penyimpanan. Pemeliharaan Peralatan selama Operasionalisasi di bawah ini
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeliharaan perlengkapan/peralatan
RS Lapangan selama operasionalisasi.
12.1. Tenda
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan tenda, antara lain:
a. Tenda balon untuk pelayanan kesehatan di RS lapangan harus ditempatkan
pada lokasi yang datar dan tidak terdapat benda tajam.
b. Secara rutin memeriksa tabung angin dan katup angin tenda balon,
membersihkan alas tenda dan luar tenda.
c. Membersihkan atap tenda dengan air 3 hari sekali untuk menghindari
munculnya noda akibat embun yang menempel bercampur debu.
d. Menambah angin tabung tenda secara berkala setiap 2 hari sekali untuk
menjaga tekanan angin pada tabung tenda.
e. Mengecek alat bantu tenda, (mis., kompresor) secara berkala (2 hari
sekali) bila digunakan di lapangan.
f. Mencuci bagian dalam dan luar tenda balon dengan desinfektan dan sabun
detergen bila selesai digunakan untuk pelayanan RS lapangan.
g. Pelipatan tenda baru dapat dilakukan setelah bagian dalam dan luar tenda
yang dicuci telah kering. Apabila tenda dilipat sebelum kering, akan
terbentuk noda yang tidak dapat dibersihkan dan terjadi perlengketan
bahan tenda yang dapat menyebabkan sobek.
h. Menjaga dan menjauhkan dari benda-benda tajam dan api.
i. Menambal tenda yang bocor.
j. Menjaga kebersihan dalam tenda.
k. Mengecek alkes setiap pagi dengan melihat, meraba dan mendengar

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 24

tanpa atau dengan menggunakan alat ukur.


l. Melumas dan menyetel bagian-bagian alat tertentu yang memerlukan.
m. Melakukan pemeliharaan secara rutin dengan penggantian bahan.
n. Melengkapi kartu pemeliharaan yang ditempelkan pada setiap peralatan
yang digunakan.
12.2. Laboratorium
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan laboratorium, antara lain:
a. Mengecek peralatan dan bahan laboratorium sebelum digunakan .
b. Menjaga kebersihan laboratorium dan peralatannya.
c. Melakukan pemeliharaan secara rutin dengan penggantian bahan.

12.3. Kitchen Set


Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan kitchen set, antara lain:
a. Alat dapur besar dan kecil harus dibersihkan dengan air panas, sabun, dan
dikeringkan dengan lap kering yang bersih.
b. Diletakkan di rak dan tempat penyimpanan sementara yang bersih.
12.4. Alat Kesehatan (Alkes)
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan alat kesehatan adalah bahwa
tempat penyimpanan dilengkapi dengan alat untuk mengatasi sumbatan dan
vektor.
12.4.1. Radio Komunikasi
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharan peralatan radio komunikasi,
antara lain:
a. Dibersihkan dari debu, kotoran dengan kain lap dari bahan yang lembut.
b. Pengecekan antena, pembumian, radio, dan catu daya sebelum
digunakan.
c. Memperbaiki kerusakan yang ringan.
12.4.2. Transportasi
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan peralatan transportasi, antara
lain:
a. Membersihkan alat transportasi setiap hari.
b. Melakukan pengecekan ban, mesin, oli, AC secara rutin.
c. Mengisi bahan bakar transportasi secara teratur.
12.4.3. Alat Penerangan
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan alat penerangan, antara lain:
a. Mengecek instalasi listrik dan pembumian (grounding).
b. Mengganti lampu yang rusak.
c. Mengecek lampu.
d. Mengatur pencahayaan sesuai kebutuhan.

12.4.4. Alat Pembangkit Listrik ( Genset)


Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan alat pembangkit listrik atau

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 25

genset secara umum, antara lain:


a. pengecekan kecukupan bahan bakar.
b. pengecakan kecukupan air radiator dan cadangannya.
c. pengecekan sistem transmisi listrik.
d. pengecekan oli mesin dan distribusi solar.
e. pengecekan kecukupan air accu.
f. pengecekan panel utama.
g. pengecekan kestabilan tegangan listrik dan frekuensinya.
h. Apabila genset dipergunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan di
daerah bencana, prosedur pemeliharaan harian wajib dilaksanakan oleh
pemakai.
i. Setiap pemeliharaan dan penggantian suku cadang genset yang
dilakukan harus dicatat dalam buku laporan penggunaan genset.
j. Untuk pemantauan terhadap penggunaan anggaran pemeliharaan
genset, penanggung jawab pemeliharaan berkewajiban mencatat setiap
perawatan, jenis perbaikan, dan biaya ke dalam buku pemeliharaan
genset. Berdasarkan periode waktunya, perawatan alat pembangkit
listrik atau generator set (genset) dapat dibagi menjadi pemeliharan
harian dan pemeliharaan bulanan.
k. Memeriksa pasokan bahan bakar, oli mesin, air radiator, dan air accu
genset.
l. Menyalakan genset untuk menjaga fungsi accu dapat bekerja dengan
baik.
m. Pengelapan dan pencucian bagian genset dan atau ruang mesin
dilakukan secara berkala 5 hari sekali. Sementara itu, untuk
pemeliharaan bulanan, jenis pasokan bahan bakar (solar atau bensin)
dan status penggunaan genset (disimpan dalam gudang atau selama
operasionalisasi) harus ikut diperhatikan.
12.4.5. Genset Berbahan Bakar Solar
Langkah-langkah pemeliharaan bulanan untuk genset berbahan bakar solar,
Dalam kondisi tersimpan di gudang:
a. Penggantian oli mesin dilakukan setiap 4 bulan sekali.
b. Penggantian filter oli dilakukan setiap 6 bulan sekali.
c. Penggantian filter solar dilakukan setiap 6 bulan sekali.
d. Tune-up genset dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan lingkup pekerjaan
e. pembersihan mesin
f. pengurasan angin pada filter solar
g. pengurasan air radiator
h. penggantian suku cadang tertentu yang secara teknis diperlukan.
Dalam kondisi dipergunakan untuk pelayanan di daerah bencana:
a. Penggantian oli mesin dilakukan setiap 1 bulan sekali (masa pakai 360
jam). Untuk genset baru, setelah pemakaian 50 jam pertama, oli mesin dan
filter solar harus diganti dengan yang baru.
b. Penggantian filter oli dilakukan setiap 2 bulan sekali.
c. Penggantian filter solar dilakukan setiap 2 bulan sekali.
d. Tune-up genset dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan lingkup pekerjaan
pembersihan mesin, pengurasan angin pada filter solar, pengurasan air
radiator, penggantian suku cadang tertentu yang secara teknis diperlukan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 26

e. Penggantian accu dilakukan sesuai dengan masa pakai accu (2 tahun


sekali).
f. Pengecekan dan pengisian angin roda trailer dilakukan setiap 1 bulan
sekali.
g. Penggantian ban dilakukan setiap 2 tahun sekali dengan melihat kondisi
bunga ban atau sesuai dengan kondisi masa pakai ban.
12.4.6. Genset Berbahan Bakar Bensin
Langkah-langkah pemeliharaan bulanan untuk genset berbahan bakar bensin,
antara lain:
a. Dalam keadaan tersimpan dalam gudang:
Penggantian oli mesin dilakukan setiap 4 bulan sekali.
Penggantian saringan bensin dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Penggantian busi dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Tune-up genset dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan lingkup
pekerjaan
pembersihan mesin
pengurasan tangki
pemeriksaan sistem pengapian
penggantian suku cadang tertentu yang secara teknis diperlukan.
b. Dalam kondisi dipergunakan untuk pelayanan RS lapangan di daerah
bencana:
Penggantian oli mesin dilakukan setiap 1 bulan sekali.
Tune-up genset dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan lingkup
pekerjaan:
pembersihan mesin
pembersihan saringan bensin dan karburator
pemeriksaan switch starter
pemeriksaan sistem pengapian
penggantian suku cadang tertentu yang secara teknis diperlukan.
Hal-hal
umum
yang
perlu
diperhatikan
di
dalam
pemeliharaan
perlengkapan/peralatan RS lapangan selama penyimpanan (selama tidak
digunakan), antara lain:
a. Tenda balon yang disimpan dalam kondisi terlipat, harus dalam keadaan kering
dan bersih dari debu guna menghindari terjadinya noda yang tidak dapat
dibersihkan yang menyebabkan bahan tenda berjamur. Tindakan itu juga
berlaku untuk barang lain.
b. Tenda disimpan di atas tatakan kayu (pallet) dan tidak boleh menempel dengan
lantai, dan ditutup dengan plastic (demikian pula untuk barang lain, bila
diperlukan).
c. Tenda yang disimpan dalam waktu 2 atau 3 bulan sekalharus dikembangkan dan
dibersihkan guna memastikan apakah tenda dalam keadaan siap pakai dan
katup angin tidak mengalami masalah bila sewaktu-waktu digunakan.
d. Alat bantu tenda seperti kompresor perlu diperiksa secara berkala (1 minggu
sekali) dan dihidupkan.
e. Ventilasi yang cukup.
f. Pencahayaan yang cukup.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 27

g.
h.
i.
j.

Tidak terkena sinar matahari langsung.


Tersedia alat pemadam api.
Jaga agar selalu bersih.
Jika ada barang yang rusak atau berpindah tempat, laporkan pada pihak yang
bertanggung jawab.
k. Buat kartu inventaris stok untuk semua barang.
l. Buat kartu kendali barang untuk mengetahui peminjaman dan pemeliharan
barang.
m. Buat daftar agen penjual alat untuk memudahkan saat perbaikan alat.
n. Buku petunjuk penggunaan alat sebaiknya disimpan bersama dengan alat.
Hal-hal lain yang juga harus diperhatikan dalam penyimpanan peralatan RS
lapangan, sebagai berikut:
1. Buat rencana ruang yang memberi koridor akses untuk handpallet/forklift.
2. Tumpuk boks modul bersama dan jika mungkin boks yang bernomor diletakkan
berurutan.
3. Boks yang berat ditempatkan paling bawah.
4. Label menghadap ke luar dan dibuat terlihat.
5. Perhatikan akses handpallet/forklift terhadap pallet.
6. Tempatkan genset mobile di bagian depan dalam gudang.
7. Siapkan ruangan atau kontainer terpisah yang disertai kunci yang digunakan
untuk menyimpan barang yang sensitif terhadap suhu tertentu dan barangbarang berharga.
8. Untuk alkes tertentu perlu dilakukan kalibrasi sekurangkurangnya 1 tahun sekali.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan peralatan:
Perbaikan peralatan dengan tingkat kerusakan sangat berat sebaiknya tidak
dilakukan selama operasional karena membutuhkan waktu relatif lama sehingga
dapat mengganggu operasional kegiatan. Alternatif jika terjadi kerusakan:
Perbaikan darurat sesegera mungkin dilakukan sampai dengan tingkat tertentu
kemampuan teknisi. Mengirim teknisi dari kota terdekat ke lokasi tempat (tenda)
krisis bantuan. Membawa alat yang rusak ke tempat (kota) terdekat. Mengganti
alat yang rusak dengan alat yang sudah disiapkan (cadangan).
Apabila krisis terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan pemeliharaan peralatan
terabaikan, perawatan sebaiknya:
1. Dilaksanakan 1 kali dalam setahun
2. Dilaksanakan setelah krisis dinyatakan selesai
3. Dilaksanakan setiap 4 s.d. 6 bulan.
4. Dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan penanggulangan krisis. Bentuk
pemeliharaan yang dimaksud dapat berupa pemeliharaan korektif dan
perawatan preventif. Pengujian (test performance) juga merupakan salah satu
bentuk pemeliharaan yang perlu dilakukan terhadap semua alat dan
perlengkapan, termasuk alat-alat medik, yang harus dikalibrasi minimal satu
kali dalam setahun. Perbaikan dan pemeliharaan untuk perlengkapan genset,
kitchen set, dan kendaraan transport disesuaikan dengan waktu operasional
atau jarak tempuhnya (lihat spesifikasi dan buku manual masing-masing).
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan peralatan:
Peralatan dalam keadaan bersih (steril untuk alat operasi) dan
ditempatkan di lokasi yang kering (kelembaban rendah) 60% dengan
temperatur <30oC; perhatikan spesifikasi setiap alat.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 28

Ruang tidak terpengaruh dengan induksi/medan magnet atau medan


listrik.
Rak penyimpanan tidak berdekatan dengan mesin yang bergetar untuk
waktu yang lama.
Hindari ruang penyimpanan dari bahan-bahan atau uap kimia yang dapat
menimbulkan korosi/karat.

12.5
Pemeliharaan sarana/prasarana penunjang
Di bawah ini merupakan beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan
pemeliharan sarana/prasarana penunjanglain RS lapangan.
12.5.1. Toilet dan Kamar Mandi
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan toilet dan kamar mandi, antara
lain:
a. Dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.
b. Menggunakan desinfektan dan pengharum ruangan.
c. Membersihkan toilet dan kamar mandi setiap hari.

12.5.2. Air Conditioning (AC)


Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan air conditioning (AC), antara lain:
a. Pengecekan temperatur AC secara rutin.
b. Pengecekan dan pembersihan filter udara secara rutin.
c. Pengecekan filter udara khusus ruang OK
d. Pengecekan kebocoran slang AC.
e. Pengisian freon AC bila diperlukan.
12.5.3. Tabung Gas Medis
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharan tabung gas medis, antara lain:
a. Pengecekan ketersediaan gas medis setiap hari.
b. Pengecekan label tabung gas sesuai dengan ketentuan
c. Pengecekan ketersediaan masker dan slang tabung gas medis.

B. TRIAGE

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 29

1. SEJARAH TRIAGE
Konsep awal triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman
Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter
bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan
sebuah sistem perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang
datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut
memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian
tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis
belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka
tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan
perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi
triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan
pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban
yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai.
Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat
pertama kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis
perang untuk perawatan yang lebih baik.

Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas


penanganan dalam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah
untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali
ke medan perang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Triage berasal dari bahasa Perancis
yang berarti pemilahan. Dengan Prinsip utama, menolong para penderita yang
mengalami cedera atau keadaan yang berat namun memiliki harapan hidup.
2. PROSES TRIAGE
Proses triage meliputi 2 tahap :
Pre-hospital / lapangan
Hospital atau pusat pelayanan kesehatan lainnya.
Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat
kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase
pasien dapat berubah. Metode penilaian :

METTAG (Triage tagging system)


START (Simple Triage And Rapid Transportation) penuntun lapangan

Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
metode S.T.A.R.T atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 30

penderita menjadi 4 kategori yang berprinsip pada sederhana dan kecepatan,


dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih. Dalam memilah
pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama
kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai alat
berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi.

Merah Prioritas 1
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis
keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan
berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental
Kuning Prioritas 2
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang
mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau
kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera
punggung.
Hijau Prioritas 3
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai
Walking Wounded atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
Hitam Prioritas 0
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.

Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan


penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan
dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
3. PELAKSANAAN TRIAGE METODE S.T.A.R.T
Untuk memudahkan pelaksanaan triage maka dapat dilakukan suatu pemeriksaan
sebagai berikut :
1. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal
yang telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
2. Setelah itu alihkan periksa kepada penderita yang tersisa :
Pernapasan :
a. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH.
b. Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan
napas dan bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan
spontan mulai maka beri label MERAH, bila tidak beri HITAM.
c. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian
kapiler.

Waktu pengisian kapiler :


a. Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH, hentikan
perdarahan besar bila ada.
b. Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.
c. Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila
tidak ada maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 31

rendah dan perfusi jaringan sudah menurun.


Pemeriksaan status mental :
a. Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
b. Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana
maka beri MERAH.
c. Bila mampu beri KUNING.
3. Setelah memberikan label kepada penderita maka tugas anda berakhir
segera lanjutkan ke penderita berikut.
Pelaksanaan "Triage" Metode S.T.A.R.T. pada Evakuasi Korban Bencana

TIDAK

Penderita dapar berjalan ?

YA

Penderita bernafas ?

YA

Penderita bernafas setelah jalan nafas dibuka


YA

30 X

HIJAU

Frekuensi Pernafasan

TIDAK
< 30 X
HITAM

MERAH

4. BAGAN PELAKSANAAN TRIGE

2 detik

Waktu pengisian kapiler

< 2 detik

TIDAK

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 32

Stetus mental Perintah sederhana ?

YA
KUNING

5. ADVANCED TRIAGE / TRIAGE LANJUTAN


Pasien dengan harapan hidup yang kecil dengan tersedianya peralatan dan
tenaga medis yang lebih lengkap diharapkan dapat ditingkatkan harapan
hidupnya. Namun apabila tenaga medis dan perlengkapan tidak dapat
memenuhi kebutuhan dari pasien, misalnya pada bencana yang melibatkan
banyak korban, tenaga medis dapat memutuskan untuk lebih memberikan
perhatian pada pasien dengan cedera berat yang harapan hidupnya lebih
besar sesuai dengan etika profesional. Hal inilah yang menjadi tujuan dari
triage lanjutan.
Pemantauan pada triage lanjutan dapat menggunakan :
1. Revised Trauma Score (RVT) atau
2. Injury Severity Score (ISS).
1. RVT menggunakan parameter
Kesadaran (GCS),
Tekanan darah sistolik (dapat menggunakan per palpasi untuk
mempercepat pantauan),
Frekuensi pernapasan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 33

Skor 12 : delayed
11
: urgent, dapat ditunda
4 10 : immediate, memerlukan penatalaksanaan sesegera
mungkin
03
: morgue, cedera serius yang tidak lagi memerlukan
tindakan darurat
Glasgow Coma Scale
GCS
Points
15 - 13
4
12 - 9
3
8-6
2
5-4
1
3
0

Systolic Pressure
SBP
Points
> 89
4
76 - 89
3
50 - 75
2
1 - 49
1
0
0

Respiratory Rate
RR
Points
10 - 30
4
> 30
3
6-9
2
1-5
1
0
0

2. ISS menggunakan parameter 3 bagian tubuh.


wajah, leher, kepala
toraks, abdomen
ekstremitas, jaringan lunak, kulit
tiap parameter diberi skor 0 5 yaitu :
1. cedera ringan
2. cedera sedang
3. cedera serius
4. cedera berat
5. kritis
Hasil skoring tersebut kemudian dikuadratkan dan dijumlahkan. (ISS = A2 + B2 +
C2)
Hasil lebih dari 15 dianggap sebagai politrauma. Hasil dari perhitungan ISS ini
digunakan sebagai perbandingan dalam penentuan prioritas penatalaksanaan
pasien massal.
Ada beberapa variasi dari penggunaan triage seperti di atas, pada beberapa
kondisi atau di beberapa negara. Misalnya di medan perang, seringkali dilakukan
reversed triage, dimana yang diprioritaskan adalah korban dengan luka paling ringan
yang membutuhkan pertolongan sehingga korban dapat segera kembali ke medan
perang.
Di beberapa negara terdapat pedoman lain dalam penentuan triage, namun
intinya tetap sama. Misalnya di Jerman, tidak seluruh trauma amputasi mayor
dianggap ditandai dengan kartu merah. Trauma amputasi lengan bawah, setelah
ditangani pendarahannya, dapat dianggap sebagai kartu kuning dan kemudian
ditransfer ke rumah sakit. Kadang kala pembagian triage pun menggunakan 5 macam
warna.
Kategori Makna
Konsekuensi
Contoh
Ket.
T1 (I)
Mengancam
Penanganan
dan Lesi yang melibatkan arteri, Merah
jiwa
transportasi sesegera pendarahan organ dalam,

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 34

mungkin

trauma amputasi mayor

T2 (II)

Cedera berat

Observasi
ketat, Trauma
amputasi
minor, Kuning
penanganan
cedera jaringan lunak, fraktur
secepatnya, transport dan dislokasi
sedapat mungkin

T3 (III)

Cedera minor Ditangani


bila Laserasi minor, abrasi jaringan Hijau
atau
tidak memungkinkan,
lunak, cedera otot
cedera
transport dan evakuasi
bila memungkinkan

T4 (IV)

Harapan
Observasi dan bila Cedera berat, pendarahan Biru
hidup
kecil memungkinkan
berat, pemeriksaan neurologis
atau
tidak pemberian analgetik
negatif
ada

T5 (V)

Meninggal

Menjaga
jenazah, Dead on arrival, perburukan Hitam
identifikasi
bila dari T1-4, tidak ada napas
memungkinkan
spontan

6. HASIL TRIAGE

Evakuasi
Simple triage mengidentifikasi pasien mana yang memerlukan tindakan
secepatnya. Di lapangan, triage juga melakukan penilaian prioritas untuk
evakuasi ke rumah sakit. Pada sistem START, pasien dievakuasi sebagai
berikut :

pasien meninggal ditinggalkan di posisi dimana mereka ditemukan,


sebaiknya ditutup. Pada pemantauan START, seseorang dianggap
meninggal bila tidak bernapas setelah dilakukan pembersihan jalan napas
dan percobaan napas buatan.

Immediate atau prioritas 1 (merah), dievakuasi dengan menggunakan


ambulance dimana mereka memerlukan penanganan medis dalam waktu
kurang dari 1 jam. Pasien ini dalam keadaan kritis dan akan meninggal bila
tidak ditangani segera.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 35

Delayed atau prioritas 2 (kuning), evakuasinya dapat ditunda hingga


seluruh prioritas 1 sudah dievakuasi. Pasien ini dalam kondisi stabil namun
memerlukan penanganan medis lebih lanjut.

Minor atau prioritas 3 (hijau), tidak dievakuasi sampai prioritas 1 dan 2


seluruhnya telah dievakuasi. Pasien ini biasanya tidak memerlukan
penanganan medis lebih lanjut setidaknya selama beberapa jam. Lanjutkan
re-triage untuk mencegah terlewatnya perburukan kondisi. Pasien ini dapat
berjalan, dan umumnya hanya memerlukan perawatan luka dan antiseptik.

7. HOSPITAL / TRIAGE SEKUNDER


Triage sekunder ini dilaksanakan di rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan. Pada sistem triage lanjutan, triage sekunder dilakukan oleh
paramedis atau perawat terlatih di Instalasi Gawat Darurat rumah sakit
selama terjadinya bencana. Pasien dipilah menjadi 5 kelompok.

Hitam / expectant : pasien dengan cedera berat yang dapat meninggal


karena cederanya, mungkin dalam beberapa jam atau hari selanjutnya.
(luka bakar luas, trauma berat, radiasi dosis letal), atau kemungkinan
tidak dapat bertahan hidup karena dalam krisis yang mengancam
nyawa walaupun diberikan penanganan medis (cardiac arrest, syok
septik, cedera berat kepala atau dada). Pasien ini sebaiknya
dimasukkan dalam ruangan rawat dengan pemberian analgetik untuk
mengurangi penderitaan.

Merah / immediate : pasien yang memerlukan tindakan bedah segera


atau tatalaksana lain untuk menyelamatkan nyawa, dan sebagai
prioritas utama untuk tim bedah atau ditransport ke rumah sakit yang
lebih lengkap. Pasien ini dapat bertahan hidup bila ditangani sesegera
mungkin.

Kuning / observation : kondisi pasien ini stabil sementara waktu namun


memerlukan pengawasan dari tenaga medis terlatih dan re-triage
berkala serta perawatan rumah sakit

Hijau / wait (walking wounded) : pasien ini memerlukan perhatian dokter


dalam beberapa jam atau hari kemudian namun tidak darurat, dapat
menunggu hingga beberapa jam atau dianjurkan untuk pulang dan
kembali ke rumah sakit keesokan harinya (misal pada patah tulang
sederhana, luka jaringan lunak multipel)

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 36

Putih / dimiss (walking wounded) : pasien ini mengalami cedera ringan,


pengobatan P3K dan berobat jalan sudah cukup, peranan dokter disini
tidak mutlak diperlukan. Contoh cedera pasien ini seperti luka robek,
lecet, atau luka bakar ringan.

Penderita yang mengalami kelumpuhan, walaupun tidak mengancam nyawa,


dapat menjadi prioritas pada keadaan IGD yang sudah tenang. Selama masa
ini juga, kebanyakan trauma amputasi dapat dianggap sebagai merah karena
tindakan bedah perlu dilakukan dalam beberapa menit walaupun luka amputasi
ini tidak mengancam nyawa.

8. SISTEM TRIAGE RUMAH SAKIT


Pada sistem rumah sakit, langkah pertama yang harus dilewati saat masuk
rumah sakit adalah penilaian oleh perawat triage. Perawat ini kemudian
melakukan evaluasi kondisi pasien, perubahan-perubahan yang terjadi, dan
menentukan prioritas giliran untuk masuk ke IGD dan prioritas dalam
mendapatkan penanganan. Setelah pemeriksaan dan penanganan darurat
selesai, pasien dapat masuk ke dalam sistem triage rumah sakit.

Pada beberapa rumah sakit yang sudah menggunakan dokter triage, dokter
tersebut dapat menganjurkan seorang pasien untuk masuk dan menerima
penanganan dari dokter IGD atau dirawat langsung oleh dokter yang merawat
di ruangan. Hal ini untuk meningkatkan efektivitas dimana pasien dapat
sesegera mungkin mendapat perawatan lebih lanjut.

Pemilahan dalam rumah sakit ini juga memerlukan pengetahuan akan bed
control dan tenaga bantuan, bed mana yang dapat digunakan dan fasilitas apa
saja yang diperlukan selama dalam penanganan di IGD dan dalam perawatan
di ruang rawat inap.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 37

C. Patah tulang (Bone fracture)


1. PENGERTIAN
Patah tulang (Bone fracture) adalah Terputusnya continuitas jaringan tulang yang
melukai atau tidak melukai jaringan sekitarnya
2. PENYEBAB
Patah tulang dapat di akibatkan oleh bebarapa kondisi
a. Kondisi Medik
Segala sesuatu patologi yang menyebabkan struktur tulang menjadi lemah dan
rapuh misalnya Osteoporosis, Osteognesis imperfect (sebab cancer)
b. Kondisi non Medik
Patahnya tulang akibat ruda paksa / impact dari suatau moment gaya.
Misalnya benturan langsung pada kecelakaan , jatuh dari ketinggian, gaya
tegak lurus dsb.
Kasus patah tulang ini 50% terjadi pada wanita dan 20% pada pria yang pada
umumnya mereka berusia lebih dari 50 tahun
3. JENIS-JENIS PATAH TULANG
3.1 Menurut Letaknya :
a. Terbuka : Bagian yang patah melukai jaringan otot atau tendon dan
menyembul keluar
b. Tertutup : Tidak ada bagian tulng yang patah yang keluar

Gambar 1. Patah tulang lengan bawah (antebrachii)

SAR TRENGGANA Malang Raya

Gambar 2. Patah tulang tungkai bawah

Page 38

Gambar 3. Patah tulang tungkai bawah

Gambar4: Bagian yang cedera menunjukan Deformitas

Menurut pat
ahan tulang:
a. Avulsion
c. fracture Otot atau ligament turut robek atau keluar
d. Comminuted fracture : Tulang patah menjadi beberapa bagian.
e. Compression (crush) fracture Biasanya terjadi pada tulang yang
mempunyai jaringan spongiosum (seperti spon) misalnya diantara ruas
tulang belakang Kejadiannya adalah gaya tegak lurus terhadap tubuh yang
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 39

lebih besar dari kemampuan tulang.


f. Fracture dislocation Terjadi dislikasi sendim dan salah satu tulangnnya
patah
g. Greenstick fracture Terjadi patahaan pada satu sisi sedang sisi yang lain
tidak, oleh karena patahan ini tidak komplit kasus ini sering di jumpai pada
anak Karena tulangnya mash lunak dan elastis .
h. Hairline fracture Ada patahan yang tersamar sehingga sulit untuk
dideteksi.
i. Impacted fracture Tlang yang patah menyelip di sisi yang lain
j. Longitudinal fracture Terjadi patahan sepanjang tulang
k. Oblique fracture Model patahan yang memutah terhadap sumbu tulang.
4. TANDA-TANDA TULANG YANG PATAH
Tanda-tanda ini didapatkan dari keluhan korban, hasil pemeriksaan kilnis dan
laboratorik. Beberapa tanda klinis ini adalah :
a.
b.
c.
d.

Keluhan nyeri spontan maupun nyeri rangsang


Korban tampak pucat atau mungkin shock
Bengkak di daerah yang dirasa nyeri
Pada perabaan dan penekanan terdapat krepitasi (hati-hati melakukan
pemeriksaan ini karena nyeri dan bahaya shock)
e. Perubahan warna pada kulit ( pucat atau membiru)
f. Perubahan bentuk ( menyudut)
g. Korban tidak mamapu menahan beban.
h. Tidak mampu menggerakan bagain yang patah
i. Jika patah tulang terbuka mungkin terjadi perdarahan
5. PENYULIT PATAH TULANG
a. Berubah posisi (malunion) : patahan tulang berubah dri posisi semula
mungkin menyisip kesisi yang lainatau melukai otot.
b. Kelaian pertumbuhan tulang oleh karena kedua ujung tulang rusak
( terutgama pada anak-anak)
c. Infeksi tulang atau juga pada sumsum tulang
d. Kematian jaringan tulang oleh karena tidak ada pembuluh drah yang
mensuplai tulang
6. PERTOLONGAN
Prinsip pertolongan patah tulang
mungkin, dengan tujuan :
a.
b.
c.
d.

adalah melakukan immobilisasi seoptimal

Menghindari cedera jaringan disekitarnya


Mencegah perdarahan
Mengurangi rasa sakit
Mempertahankan posisi tulang

7. TEKNIK IMMOBILISASI.
a. Jika ada perdarahan hentikan dahulu perdarahannya.
b. Lakuk rawat luka seperlunya

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 40

c. Pilihlah bahan yang keras untuk bidai dengan panjang dan lebar disesuaikan
dengan bagian yang patah, yang penting panjang bidai melewati dua sendi
pada bagian patah . Bahan tersebut misanya kayu,triplek, bambo , kartoon
tebal , Kardus, buku dsb.
d. Siapkan dua bidai tersebut dengan panjangnya dapat melewati 2 sendi.
e. Balutlah bidai tersebut dengan bahan yang lembut misalnya , kapas, kain,
spon tipis , mungkin baju dsb.
f. Letakan kedua bidai tersebut satu disisi luar dan satu di sisi dalam bagian
yang patah.
g. Jangan melakukan upaya merubah posisi, bidailah seperti yang di temui.
h. Hati-hati ketika meletakan bidai oleh karena gerakan atau sentuhan sedikit
saja menyebabkan rangsangan nyeri yang luar biasa .
i. Ikatlah bidai tersebut di atau di lilit berband atau apa saja yang penting bidai
berfungsi dengan baik. Ingat ketika mengikat jangan terlalu kencang Karena
menghambat aliran darah ke perifer .
j. Segera upayakan transportasi rujukan
k. Selama merujuk tetap awasi korban dan perhatikan daerah perifer bagian
yang
patah
terhadap
kemungkinan
terjadi
bendungan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 41

D. Cedera Leher dan Tulang Belakang


1. SELAYANG PANDANG
BELAKANG

ANTOMI

TULANG

LEHER

DAN

TULANG

Tulang leher dan tulang belakang adalah deretan tulang yang berperan
sebagai penyangga utama tubuh. Deret tulang ini terbagai atas 7 ruas tulang
leher 12 tulang belakang, 5 ruas tulang lumbal (pinggang), 5 tulang sacrum, 4
-5 ruas tulang duduk.
Fungsi seluruh deret tulang belakang ini sangat penting dan vital antara lain :
a. Menegakkan batang tubuh
b. Dalam ruas tulang belakang (columna vertebrae) merupakan tempat
berjalanya saraf pusat keperifer yang mensarafi seluruh organ dalam
Jantung ,Paru, Usus, kandung kemih dsb juga anggota gerak
c. Disela-sela antar ruas tulang belang terdapat bantalan kejaringan spon
(spongiosa) yang rentan terhadap
ruda paksa terutama vertikal
impack.
d. Didalam deret tulang belakang juga merupakan tempat keluarnya jaras
saraf yang melayani sistim gerak (otot )
Demikian penting tulang belakang untuk menyangga fungsi sistem organ
tubuh sehingga bila terjadi cedera atau di curigai cedera pada tulang belakang
maka pertolongannya membutuhkan teknik yang cermat dan tepat

Gambar 1 : Anatomi tulang belakang

2. PENYEBAB CEDERA

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 42

1. Akselerasi-deselerasi.
2. Impak lokal.
3. Penetrating.
4. Crush Injury.
3. AKIBAT TRAUMA
3.1.

Primer

1. Lebam/ peradarahan dari kulit kepala


2. Patah pada tulang tengkorak
3. Cedera selaput otak
4. Cedera jaringan otak Otak.
3.2.

Sekunder

1. Perdarahan dalam tulang.


2. Pembengkakan otak.
3. Hipoksia otak.
4. Kebocoran CSS
5. Infeksi.
6. Epilepsi.
4. TANDA- TANDA KLINIS
Secara klinis tanda yang didapatkan :
1. Kesemutan sampai mati rasa di tungkai
2. Korban tidak dapat menggerakkan kaki
3. Nyeri hebat pada leher / punggung dalam gerakan sedikit saja
4. Pucat
5. Nadi kecil cepat
6. Kesadara dapat menurun dengan cepat
5. BAHAYA CEDERA TULANG LEHER DAN TULANG BELAKANG
1. Nyeri hebat dalam waktu lama
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 43

2. Kelumpuhan pada sistim anggota gerak


3. Kematian karena terputusnya continuitas saraf
6. PENANGGULANGAN
1. Tehnik Immobilitas yang benar adalah langkah yang diutamakan
2. Setelah pasien aman lakukan pemasangan Collar neck
3. Gunakan spinalboard untuk evakuasi pasien (hindari penggunaan tandu
dari tali, kain dsb).
4. Improvisasi Papan, lembar triplex yang tebal, daun pintu/jendela yang rata.
5. Cara pemasangan tandu dengan tehnik Log roll
6. Lakukan fiksasi korban terhadap spinalrboard
7. Lakukan fiksasi spinalboard terhadap tandu basket
8. Siapkan rujukan atau transfer korban .

E. Pemindahan korban (lifting and moving victim)


1. BEBERAPA TEKNIK EVAKUASI SURVIVOR
Ketika terjadi bencana rescuer harus
yang lebih baik bersama dengan team
tindakan pemindahan ini rescuer harus
dahulu ( baik lingkunagan maupun
pertimbangan pemindahan.

melakukan evakuasi survivor ketempat


maupun sendiri. Tetapi untuk melakukan
mengadakan beberapa tahap pengkajian
fisik korban) untuk membuat putusan

2. PRINSIP UMUM MEMINDAHKAN KORBAN


1. Jika korban dalam keadaan telungkup pastikan dahulu kemungkinan cedera
tulang belakang / kepala.
2. Jangan memindahkan korban bila tindakan ini memperburuk cidera
3. Pindahkan korban jika kemungkinan lingkungan sangat membahayakan bila
perlu dituntut kecekatan dan kecepatan untuk menghindarkan bahaya
Kapan putusan memindahkan diambil jika tidak ada pertimbangan yang lain ?
1. Lalu lintas yang sangat padat / macet
2. Lingkungan yang tidak memungkinkan melakukan stabilisasi
3. Paparan zat berbahaya
4. Ancaman kebakar

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 44

5. Bila dibutuhkan tempat utk segara menyelamatkan nyawa. (mis tempat datar
untuk CPR )
6. Dibutuhkan jalur evakuasi ketempat lain
7. Paparan cuaca ekstrem
Teknik pemindahan ini bergantung pada beberapa factor yaitu
a.
b.
c.
d.
e.

Kemampuan (power) rescuer di banding postur korban


Kontur medan evakuasi
Jarak tempuh
Jumlah personel dibanding jumlah korban
Kegawatan lingkungan

Berdasarkan hal tersebut maka ada beberapa teknik pemindahan korbansecara


manual.

3. TEKNIK MANUAL LIFFTING ANG MOVING (SATU RESCUER)


3.1. Menarik kaki (ankle Pull)
Tangan
recuer memegang
pergelangan kaki dan posisi
tubuh upayakan lebih condong
kebelakang. Kekuatan tarikan
adalah
pada panjatan kaki
rescuer sedang lengan rilek.
Teknik ini digunakan bila, :

Gambar 1. Menarik kaki ( ankle Pull)

a.
b.
c.
d.
e.

Rescuer sendirian
proporsi korban lebih besar dari rescuer,
Tidak ada sarana evakuasi lain
Ruang sempit dan rendah ( lorong)
Situasi demikian gawat, membahayakan korban dan rescuer sedang
korban tidak sadar.
f. Rescuer tidak dapat/sulit mencapai daerahkepala.
g. Bila rescuer berjalan jongkok maka teknik ini digunakan untuk menghindari
kobaran api dan kepulan asap.
Hal yang perlu di perhatikan adalah :
a. Rescuer harus memastikan tidak ada cedera serius pada tulang dan

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 45

jaringan lunak lain.


b. Medan evakuasi rata dan halus misalnya pada ruang berporselin atau
lapangan rumput.
c. Tidak boleh dilakukan pada jarak yang panjang/jauh

3.2.

Menarik bahu (Shoulder Pull)

Tangan rescuer berada diketiak korban


untuk mengangkat
bahu. Kedua
lengan menjepit kepala agar tidak jatuh
kebelakang karena korban tidak sadar.
Kekuatan penarikan adalah panjatan
kaki dan berat badan rescuer.
Gambar 2. Menarik bahu (Shoulder Pull)

Prinsip pengunaan teknik ini sama dengan ankle pull, teknik ini dilakukan ketika
rescuer dapat mencapai daerah kepala dengan mudah dan korban tidak berbaju. Bila
ada cedera di kepala dengan medan sangat sempit dan rescuer akan mencapai akses
lebih luas teknik ini lebih mudah dilakukan walaupun jaraknya relative lebih jauh.
3.3.
Menarik Baju (Shirt drag - Clothing Drag Technique)
Teknik memindahkan korban dengahn menarik baju dan dapart dilakukan ketika
rescuer sendiran. Prinsip sama dengan teknik ankle Pull dan Shoulder Pull tetapi
yang di tarik adalah baju korban. Perhatikan cara menariknya pada pakaian bagian
punggung. Bila di tarik pada bagian pundak maka yang depan akan mencekik
korban. Kepala korban harus tetap dilindungi dengan kedua lengan rescuer
3.4.

Shirt Drag

a. Silangkan kedua lengan korban bila perlu di fiksasi agar tidak cedera selama
penarikan.
b. Pegang pakaian korban dibagian punggung (sejajar ketiak) sebagai tumpuan
tarikan.
c. Pastikan bahwa ketika korban di tarik pakaian tidak mencekik leher

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 46

Gambar 3. Perhatikan teknik


menegakkan bagian atas
tubuh korban

3.5.
Teknik menarik menggunakan selimut (Blanket Drag Technique)
Merupakan teknik memindah korban dengan meletakan korban diatas lembaran kain
atau apa saja alas (selimut, jarit, sarung, handuk lebar. Spei, banner, dsb) dibawah
punggung korban yang dapat menyelimuti korban sehingga korban aman. Teknik ini
relative lebih ringan oleh karena itu bila korban lebih besar dari rescuer cara ini dapat
di gunakan.
Prinsip dan hal yang harus di perhatikan sama dengan teknik sebelumnnya.
a. Bentangkan kain secara memanjang di samping korban
b. Miringkan korban kearah rescuer untuk memasukan kain dibawah korban.
c. Miringkan ke sisi yang lain untuk merentangkan kain dibawah korban
sehinggakorban ada di atas kai.
d. Selimutkan kain tersebur upayakan dapat melingkupi seluruh tubuh korban.
e. Sedapat mungkin alas pada bagian kaki dapat disimpul/ diikat sebagai
tumpuan kaki korban agar tubuhnya tidak lepas dari alas ketika dilakukan
tarikan

Gambar 4. Teknik menyiapkan


alas untuk penarik

Gambar 5.
alas

SAR TRENGGANA Malang Raya

Teknik memasang

Page 47

Gambar 6. Selimutkan alas


sedemikian rupa sehingga
ketika di tarik tubuh korban
tidak lepas

3.6.

Teknik menarik dengan pita (Sheet drag)

Teknik menarik korban menggunakan harness/webbing. Ada dua cara menggunakan


teknik ini :
a. Pertengahan webbing ditaruh pada tengkuk bagian bawah masing-masing
ujung lewat ketiak korban. Pertemuan kedua ujung di simpulkan sebagai
penarik . ( perhatikan gambar)
b. Lipatlah webbing dan simpulkan kedua ujungnya sehingga akan berbentuk
lingkaran dengan lebar di perkirakan cukup untuk korban Letakkan tali di dada
dan lewatkan di ketak.
Pada prinsipnya kedua teknik ini sama hanya lewatnya tali yang berbeda. Pada
kedua teknik ini akan terbentuk segitiga dengan puncaknya sebagai tempat tarikan.
Hati-hati dengan kepalakoban olehkaren ketika ditarik kepala korban terkulai tidak
terlindungi.
3.7.
Teknik menarik lengan (Arm Drag Technique)
Jika korban terbaring hrus di dudukan dahulu dengan teknik seperti diatas, kemudian
rescuer memegang lengan korban disebelah atas dari pergelangan tangan (bukan di
pergelangan). Caranya :
a. Tangan kiri rescuer memegang lengan kanan korban dan tangan kanan rescuer
memegang lengan kiri korban
b. Silangkan kedua lengan korban diperut bagian bawah (atas tulang kemaluan/
symphysis) .
c. Punggung dan kepala korban ditahan dengan dada rescuer
d. Ketika menarik tekankan lengan pada perut bagian bawah sebagai titik tumpu

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 48

Gb : 7 . Meraih kedua lengan korban

Gb. 8
pusat

Silangkan kedua lengan

dibawah

3.8.
Teknik menarik lengan dengan merangkak (Firefighters Drag Technique)
Kedua tangan korban disatukan dengan ikatan, kalungkan lengan tersebut keleher
rescuer sehingga posisi rescuer terhadap korban seperti gambar 10.
Teknik ini digunakan ketika membawa korban melewati lorong yang sempit dan
panjang atau untuk menghindari kepulan asap

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 49

Gb. 9. Periapan utnuk mengikat lengan korban

3.9.

Gb 10. Posisi rescuer terhadap korban

Teknik memapah (Walking assist)


Suatu teknik memindahkan korban dimana
rescuer berperan sebagai tongkat pada sisi
Gb 10. Sikap rescuer ekstremitas yang luka . Teknik ini
ketika memapah
digunakan jika korban sadar
Walking Assist
a. Rescuer
berdiri disamping korban
dan taruhlah lengan yang terdekat
dengan rescuer di atas pundak (seperti
gambar disamping)
b. Topang korban dengan memegang
pinggul atau pinggang korban.
c. Badan rescuer berperan sebagai
tongkat dan menopang berat badan
korban
d. Cara berjalannya beriringan

Gambar x : Teknik memapah (Walking assist /Rescuer Assist Nonurgent Move/ Man
as crutch)
3.10.

Teknik memanggul cara pemadam kebakaran (Firefighters carry)

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 50

Gb 10. Tahap-tahan posisi rescuer Menarik korban yang terkulai lamas

Suatu cara mengangkat dan memanggul


korban oleh satu rescuer diatas bahunya.
Keuntungan
teknik
ini
dapat
memindahkan korban dalam jarak yang
cukup jauh dengan cepat apalagi bila
jumlah korbannya banyak dibanding
rescuer.
Hal yang perlu di perhatikan adalah :
a. Dibutuhkan rescuer yang cukup kuat
untuk memanggul.
b. Menegakkan posisi korban juga
cukup
sulit
oleh karena itu di
butuhkan
ketrampilan
untuk
menggunakan teknik ini.
c. Bila diperlukan
rescuer dapat
meminta bantuan.

PERHATIKAN POSISI MENGGENDONG

Teknik mengangkat sbb :


1. Korban dibaringkan dalam
posisi
terlentang dengan lutut ditekuk.
2. Rescuer berdirilah diujung kaki
korban kemudian meraih kedua
lengan bawahnya dan tarik kerah
rescuer.
3. Ketika korban hampir dalamposisi
tegak
rescuer
segera
meraih
selangkangan korban tarik karah
bahu dan angkat
sambil berdiri
tegak.
4. Raih lengan yang terdekat dengan
kepala sebagaipengunci

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 51

3.11.

Teknik menggendong belakang (Pack Strap Carry)

3.12.

Teknik Memondong (Cradle Carry)

4. TEKNIK MANUAL LIFFTING ANG MOVING (DUA RESCUER)


4.1.
Teknik memindah dengan korban posisi duduk (Seat carry)
Teknik memindah dengan korban posisi
duduk (Seat carry)- A method of lifting and
moving a victim in which two rescuers form
a seat with their arms

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 52

4.2.

Teknik mengangkat dengan kursi (Chair litter carry)


Teknik mengangkat
(Chair litter carry)

4.3.

dengan

kursi

Extremity Lift (Two Rescuers)


Extremity Lift (Two Rescuers)
1. Satu rescuer berlutut dibagian atas
korban, dan yang lain berlutut disebelah
lutut korban.
2. The First Aider at the victims head
places one hand under each of the
victims shoulders; the second First
Aider grasps the victims wrists.
3. The First Aider at the victims knees
pulls the victim to a sitting position by
pulling on the victims wrists
4. The First Aider at the victims head slips
his or her hands under the arms, and

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 53

grasps the victims wrists


5. The First Aider at the victims knees
slips his or her
hands
beneath the victims knees.
6. Both First Aiders crouch on their feet
and then simultaneously stand in one
fluid motion

4.4.

Teknik mengangkat datar (Flat Lift)

5. TEKNIK MEMINDAH DENGAN 3 RESCUER


5.1.

Teknik mengankat dengan model tandu (THREE-PERSON CARRYOR


STRETCHER LIFT)

THREE-PERSON CARRY
OR STRETCHER LIFT

Teknik ini sangat umum digunakan untuk


memindah dalam jarak pendek misalnya
ketempat

tidur

transportasi.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 54

tandu

atau

sarana

a.

Seluruh rescuer berlutut disamping

korban.
b. Komando berada pada rescuer yang
dikepala korban.
c. Masukan
lengan sejauh mungkin
sampai pada sisi lain tubuh korban ,
angkat dan taruh diatas paha.
d. Dalam hitungan ketiga tangkupkan
korban kedada rescuer.
e. Dalam hitungan ketiga
rescuer

berdiri

seluruh

serempak.

Dan

berjalan.
f. Ketika menurunkan korban tahapnya
sama seperti mengangkat .

5.2. HAMMOCK CARRY

Tiga
atau
lebih
rescuers
berdiri
berhadapan
di
samping
korban,
tenaganya yang paling kuat berada di
tengah
a. Rescuer
saling
berpegangan
lengan
b. Rescuer yang paling ujung hanya
dapat memegang satu lengan
teman dihadapannya dan lengan
satunya akan menopang kepala
atau kaki korban .
c. Komando berasapada rescuer yang

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 55

di sebeah kepala korban


d. Dari posisi jongkok langsung berdiri
mengangkat korban.
Teknik ini dapat di gunakan untuk
memindah korban dalam jarak yang jauh
oleh karena beban tiap rescuer lebih
ringan Bila medannya sempit teknik ini
sulit digunakan

F. Perdarahan pada Kehamilan


1. JENIS DAN PENYEBAB PERDARAHAN SAAT HAMIL
Perdarahan saat hamil kerap diidentikan dengan keguguran tetapi tidak semua
perdarahan merupakan gejala keguguran. Sekitar 20% wanita mengalami
pendarahan selama 12 minggu pertama kehamilan. Meski demikian perlu di
wapadai untuk mengantisipasi segala kemungkinan.
Perdarahan dapat dialami kapan saja selama kehamilan, ada 6 kemungkinan jenis
perdarahan yang bisa dialami ibu hamil pada trimester pertama yaitu:
1. Implantation bleeding
Dapat terjadi flek normal selama 6-12 hari pertama kehamilan, sebagai akibat
dari implantasi/tertanamnya sel telur yang dibuahi pada dinding rahim.
Beberapa wanita tidak menyadari jika dirinya hamil. Mereka mengira
pendarahan ini adalah darah menstruasi. Pendarahan yang terjadi biasanya

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 56

sangat ringan dan berakhir dalam beberapa hari.


2. Abortus iminiens, yaitu perdarahan pada rahim yang bisa mengakibatkan
keluarnya sedikit darah, tapi kondisi embrio tetap utuh dan aman.
3. Abortus insipiens, pada kondisi ini wanita hamil akan mengalami perdarahan
yang lebih banyak dan disertai dengan rasa mulas, kondisi embrio masih utuh
namun sudah mengalami pembukaan rahim.
4. Abortus inkomplet, perdarahan yang dialami akan sangat banyak dan bisa
menyebabkan syok. Pada kondisi ini, embrio keluar dan masih ada sisa yang
tertinggal di rahim.
5. Hamil ektopik atau hamil di luar kandungan. Dari kebanyakan kasus ditemukan
calon janin menempel di saluran telur (tuba falopi). Jika terjadi maka tindakan
yang harus dilakukan adalah operasi guna mengeluarkan janin dan
mengangkat saluran telur yang robek.
6. Molar pregnancy / Hamil Anggur
Kondisi yang sangat jarang ditemui ini terjadi karena adanya pertumbuhan
jaringan yang abnormal dalam rahim (bukan pertumbuhan janin). Gejala lain
dari hamil anggur adalah mual dan muntah yang berat serta pembesaran rahim
yang cepat dari usia kehamilan.
Pendarahan yang terjadi pada trimester II dan III biasanya dapat disebabkan oleh:
1. Letak plasenta di bawah (plasenta previa) merupakan posisi di mana plasenta
menutupi jalan lahir. Biasanya perdarahan yang terjadi tanpa disertai nyeri.
2. Plasenta lepas (solutio plasenta), pelekatan plasenta yang robek sebagian
atau terlepas. Perdarahan yang terjadi umumnya berupa bercak darah yang
berwarna merah gelap.
3. Vasa previa
Pada kondisi yang sangat jarang terjadi ini, pembuluh darah bayi yang sedang
berkembang pada tali pusat atau plasenta menyilang pada jalan lahir. Kondisi
ini bisa sangat berbahaya bagi bayi karena pembuluh darah dapat robek,
menyebabkan bayi mengalami pendarahan hebat dan kekurangan oksigen.
4. Persalinan prematur
Pendarahan vagina pada masa akhir kehamilan mungkin sebagai tanda
bahwa telah tejadi proses persalinan. Beberapa hari atau minggu sebelum
proses persalinan dimulai, sumbatan lendir yang menutupi pembukaan rahim
akan keluar melalui vagina dan biasanya akan disertai sejumlah kecil darah.
Jika pendarahan dan tanda-tanda persalinan dimulai sebelum minggu ke 37
masa kehamilan, mungkin akan terjadi persalinan prematur.
Gejala lain persalinan prematur meliputi kontraksi, pengeluaran cairan melalui

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 57

vagina, tekanan pada perut, dan nyeri pada bagian bawah punggung.
Tindakan yang dapat dilakukan jika mengalami pendarahan abnormal selama masa
kehamilan?
a. Gunakan pembalut untuk mengamati seberapa banyak darah yang keluar dan
seperti apa pendarahannya (contohnya pink, merah, atau kecoklatan ; polos
atau dipenuhi gumpalan darah). Jangan melakukan hubungan seksual selama
pendarahan masih terjadi Baringkan ibu hamil dengan posisi kaki lebih tinggi
dari bahu.
b. Istirahat hingga perdarahan berkurang.
c. Jangan melakukan aktivitas yang berat, misalnya mengangkat beban.
d. Hubungi dokter jika darah keluar cukup banyak agar segera mendapat
penanganan yang tepat.

2. Perdarahan Post Partum


A. LATAR BELAKANG
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah
persalinan melebihi 500 cc setelah anak lahir dan perdarahan ini dapat terjadi
sebelum atau sesudah lahirnya plasenta.
Perdarahan postpartum masih menjadi penyebab tersering kematian ibu di
Indonesia. Ibu yang mengalami perdarahan postpartum akan meninggal dalam
waktu 2 jam bila tidak ditangani dengan adekuat

B. PENYEBAB PERDARAHAN POSTPARTUM


1.
2.
3.
4.

Keterlambatan mengenali adanya hipovolemia


Kegagalan untuk melakukan resusitasi yang adekuat
Penilaian jumlah perdarahan secara visual sama sekali tidak akurat
Cenderung perkiraan jumlah perdarahan lebih sedikit daripada kenyataannya
(30 50% lebih sedikit)
5. Ketidakakuratan makin tinggi seiring dengan makin banyaknya jumlah
perdarahan
6. Pemahaman mengenai resusitasi belum optimal
C. JENIS PERDARAHAN POSTPARTUM

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :


SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 58

a) Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu
24 jam pertama setelah pesalinan.
b) Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24
jam pertama setelah persalinan.
D. BAHAYA PERDARAHAN POST PARTUM
Bahaya Perdarahan Post Partum yang paling dekat adalah terjadinya syok
hypovelemik, sehingga sebelum terjadi syok yang lebih berat segera lakukan
tindakan. Tanda awal terjadinya syok adalah
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Gelisah dan agitasi


Kadang-kadang disertai rasa haus yang sangat
Pusing bila darah yang keluar sudah sekitar 30%
Penurunan kesadaran tanda yang sudah terlambat kondisi kritis
Takipnea.
Frekuensi pernapasan> 20x/mnt akan semakin meningkat seiring dengan
makin banyaknya darah yang keluar ,
g. Frekuensi nadi akan meningkat setelah terjadi kehilangan darah sekitar
1520%
h. Capillary refill menurun setelah kehilangan darah sebanyak 15% dan
hampir hilang setelah jumlah darah yang hilang sekitar 40%
i. Tekanan darah baru turun setelah jumlah darah yang keluar sekitar 30
40%
E. SCORING UNTUK PENGENALAN SYOK
Pengenalan dini adanya perubahan fisiologis yang mengancam jiwa (misalnya
syok karena perdarahan) dapat dilakukan dengan menggunakan sistim skor
peringatan dini
Sistim skor ini terbukti reliabel dan efektif untuk memprediksi perkembangan ke
arah kondisi kritis dan telah dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi ibu
hamil di akhir kehamilan dan masa puerpurium
Variabel
Frekunes
i
pernapasan
Frekuensi
denyut nadi
Tekanan
sistolik(mmH
g)
Tekanan
diastolik(mm
H)
Tingkat
kesadaran
Urine output

<70

Tidak
ada
respon
0

2
<8

<40

40 -50

9 -18
51 -100

71 -80

81 -100

Respon
terhadap
nyeri
<3

SAR TRENGGANA Malang Raya

Respon
terhadap
suara
< 45

Page 59

101
-164

sadar

> 45

1
19 -25

2
26-30

101 -110

111 -129

165-200

>200

< 95

95 -104

Gelisah

3
>30
>129

> 105

(cc/jam
atau
dalam24

<
(24

720 < 1000 (24


jam)

> 1000
(24 jam

F. LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN BERDASARKAN JUMLAH SKOR

Jumlah Skor
total
0-1
2
3
4

Tindakan
Observasi
Lapor Kepala jaga
Lapor kepala jaga, dokter jaga .
Lakukan rujukan

G. PRINSIP PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM


Prinsip terpenting adalah pengenalan dini perdarahan postpartum dan segera
mengkoreksi volume darah yang hilang, dan secara simultan mengatasi penyebab
perdarahan antara lain:
a. Kontraksi uterus
c. Trauma
b. Sisa plasenta
d. Gangguan Koagulasi
H. PRINSIP RESUSITASI
Prinsipnya adalah :
1. Pemberian oksigen bila tersedia dapatmenggunakan NRM (non rebreathable
mask).
2. Pasang kateter foley
3. Pasang infus dua jalur dengan abocath14G
4. Ambil Darah untuk sampel darah (crossmatch) dan minta bantuan salah satu
keluarga untuk segerake PMI
5. Lakukan resusitasi cairan kristaloid (RL) dengan cepat TETAPI tidak perlu
mengganti semua darah yang keluar dalam waktu singkat
6. Jika perdarahan diperkirakan lebih dari 1500 mL, begitu kondisi lebih stabil
segera dirujuk
7. Lakukan kontak dengan tempat rujukan sehingga tempat rujukan dapat
mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan
8. Perhatikan dengan baik kesadaran pasien, nadi, tekanan darah dan urine
output

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 60

9. ALGORITME PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM


Perdarahan post partum dini
Nilai kontraksi uterus
Kontraksi kuat

Kontraksi lemah

Lakukan eksplorasi
Sisa plasentaTrauma
Gangguan koagulasi

Lakukan eksplorasi
Tidak ada sisa plasenta atau trauma

Penanganan atonia
uteri
10. PENGKAYAAN WAWASAN (Penatalaksanaan berdasarkan kasuistik)
Penyebab Perdarahan Post Partum yaitu :
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Faktor predisposisinya:
a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b. Multipara
c. Kelelahan persalinan lama
d. Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e. Infeksi intra uterin
f. Kehamilan grande multi
g. Mioma uteri
h. Ada riwayat atonia uteri

gemeli,

Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 61

bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak
500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap
dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti.
Penatalaksanaaan
a. Pemijatan uterus
b. Oksitosin dapat diberikan
c. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika
perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika
terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji
pembekuan darah sederhana.
d. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya
koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal
atau kompresi aorta abdominalis.
e. Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri
uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa.
2. Inversio uteri
Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat
bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus
ke bawah (misalnya disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan
perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah atau karena adanya
tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan
intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).

Inversio uteri dapat dibagi :


a. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 62

Diagnosis
a.

b.

Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan banyak bisa juga terjadi syok, apalagi bila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang telepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pada pemeriksaan dalam Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus
teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak
ada (terbalik).
Penatalaksanaan

a.
b.

c.

d.
e.

Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti


dan pemberian obat.
Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk
ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu
plasenta sudah terlepas atau tidak.
Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan
dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau I.M tangan tetap
dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tanagan operator baru
dilepaskan.
Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan.
Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan servika yang keras menyebabkan
manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk
mereposisi, dan apabila terpaksa dilakukan histerektomi jika uterus sudah
mengalami infeksi dan nekrosis

3. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai
menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium.
Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah
kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di
uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer
dan (lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap
pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara
pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta
lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 63

menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan


perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan
segeran melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap
pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium
uteri eksternum pada saat ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah
terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anaemia yang ditimbulkan
setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
4. Perdarahan akibat trauma jalan lahir
a. Ruptura uteri
Gejala klinik seperti ada terputus diikuti syok perdarahan intra abdominal, janin
atau plasenta terlempar ke kavum abdominalis, terjadi asfiksi, segera diikuti
dengan kematian. Terapinya adalah mempersiapkan infus transfusi darah,
antibiotika adekuat dan anti peritika, laparotomi setelah keadaan umum optimal,
tujuannya histerektomi dan meneluarkan janin dan plasenta, histerorafi untuk
luka bersih atau baru dan masih ingin punya anak.
b. Ruptura serviks
Gejala klinik kontraksi uterus baik, tetapi perdarahan terus menerus, darah
segar dan merah, perlukaan dapat diraba dengan 2 jari untuk menetukan letak
rupturnya. Terapinya adalah ruptura serviks ditarik keluar sehingga tampak jelas,
ruptura serviks dijahit kembali tanpa melibatkan endoserviks, untuk memastikan
kesembuhan dan menghentikan perdarahan dapat dipasang tampon vaginal
selama 24 jam.
c. Hematoma
Terjadi hematoma pada retroperitoneal, menuju parametrium, menuju
ligamentum latum, sekitar vesika urinaria, vagina, vulva, dan perineum.
Diagnosisnya adalah nyeri yang semakin meningkat sekitar segmen perut bagian
bawah, keadaan umum makin memburuk atau menurun, anemis, nadi
meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan pervaginam tidak terlalu banyak.
Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam sekitar parametrium,
retroperineal, perlu dilakukan laparotomi, untuk mencari dan menghentikan
sumber perdarahan, hematoma sekitar vagina, vulva, dan perineum perlu
dilakukan evaluasi untuk mencari sumber dan menghentika perdarahannya,
hematoma kecil pada vulva mungkin dapat diabsorbsi.
d. Perlukaan vagina, vulva dan perineum
Evaluasi sumber perdarahannya dilakukan dengan pemeriksaan fisik dean
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 64

inspekulo, dengan spekulum jelas tampak sumber luka dan perdarahannya.


Terapinya adalah sumber perlukaan dijahit kembali sehingga dapat menghentika
perdarahan, menghindari infeksi, mengembalikan fungsinya sebagai alat
reproduksi.
e. Episiotomi
Perlukaan perineum yang sengaja dilakukan untuk memperluas jalan lahir lunak,
dapat terjadi perluasan luka yang lebih dalam, menjadi sumber perdarahan dan
infeksi. Terapinya adalah luka episiotomi harus dijahit kembali untuk
mengembalikan fungsi alat reproduksi dan menghilangkan sumber
perdarahannya, mengurangi sebanyak mungkin infeksi.
f.

Trauma lain
Ruptura vesika urinaria, diagnosanya nyeri diatas simfisis, urine berdarah,
simfisiolisis diagnosanya nyeri pada persendian simfisis pubis. Terapinya
simfisolisis konservatif dengan jalan mengikat bokong sekuatnya sehingga
simfisis mendekat dan akan sembuh sendiri. Profilaksis untuk kehamilan
selanjutnya harus operasi.

g. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah


Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai
ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya.Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan
penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas
jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis
yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang,
trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin
degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PPT (partial
tromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,
kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis.
Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti
plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA
(epsilon amino caproic acid).
h. Komplikasi
Syok hipovolemik
Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari
trauma jalan lahir.

Sindroma Sheehan:
1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan
berbagai tingkatannya.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 65

2) Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali oleh Sheehan dan


Murdoch 1938, yaitu amenorea, gagal memberikan laktasi karena payudara
atropi, hilangnya bulu sebagai tanda seksual sekunder pada pubis, ketiak,
gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme, insufisiensi kelenjar
adrenal.
3) Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam
sekresi hormon tropik pada kelenjar sehingga mengalami gangguan.
Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya.
Sindroma Sheehan dapat terjadi pada perdarahan antepartum dan postpartum,
Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada
master of gland Hipophise sehingga pengeluaran hormon tropik terganggu.
Anemia berkepanjangan terjadi gangguan untuk dapat pulih kembali,
memerluka waktu yang panjang.

Faktor Predisposisi Perdarahan Postpartum

Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah :


1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan
faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35
tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal.

2. Paritas
Salah
satu
penyebab
perdarahan
post
partum
adalah
multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang
telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai
batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap
abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita
yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang
menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan
jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang
bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga
tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak
anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 66

3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan
komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk
petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang
akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus,
kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit
atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum
dan post partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau
beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan
adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding
rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan
kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan
overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang
berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan
baik.

G. Gizi ibu nifas


1. LATAR BELAKANG
Sepanjang kehamilan Ibu dianjurkan untuk menjaga pola makan yang
bergizi. Karena melahirkan merupakan proses yang berat yang membutuhkan
energi dan stamina (Beggs, et al, 2002). Pemenuhan nutrisi dan hidrasi (cairan)
merupakan faktor penting selama proses persalinan untuk menjamin kecukupan
energi dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit normal pada Ibu

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 67

dan buah hati (Elias, 2009). Namun, tidak banyak Ibu yang mengetahui kebutuhan
gizinya selama menjalankan proses persalinan. Tim investigasi Walter Reed Army
Medical Center, mengamati bahwa kebutuhan metabolisme saat persalinan sama
dengan olah raga aerobik yang terus menerus. American College of Nurse
Midewife menerima analogi ini, dan menganjurkan pada Ibu bersalin untuk minum
cairan karbohidrat relevan dengan American College of Sport Medicine yang
menganjurkan minum cairan karbohidrat selama olah raga untuk mengatasi
kelelahan, hal yang sama berlaku untuk Ibu bersalin (Nancy, 2010).Menurut
Saifuddin (2006) Faktor Ibu berpengaruh terhadap proses persalinan meliputi
keadaan hidrasi, perubahan sikap/perilaku dan tingkat tenaga yang dimiliki untuk
mengejan. Ibu yang mengalami persalinan harus bebas untuk makan dan minum
sebagai tuntutan tubuh mereka. Kebanyakan Ibu masih akan merasa nyaman
untuk makan cemilan pada awal persalinan, tapi setelah kontraksi yang sering
kecenderungan makan berkurang (Enkin et al (2000) dalam Thorpe et al, (2009)).
Penelitian sejenis dalam mengetahui pengaruh asupan oral selama
persalinan terhadap dampaknya pada persalinan atau hasil persalinan banyak
dilakukan. Seperti OSulifan et al (2009) bahwa konsumsi makanan ringan selama
persalinan tidak mempengaruhi proses persalinan atau hasil neonatal/bayi, juga
tidak menyebabkan kejadian muntah. Tidak ada pembenaran pembatasan intake
cairan dan makanan bagi Ibu melahirkan pada resiko komplikasi rendah. Tidak
ada penelitian khusus yang mengamati meningkatnya resiko komplikasi pada Ibu
melahirkan, maka tidak ada bukti untuk membatasi intake cairan dan makanan
pada Ibu melahirkan (Singata et al, 2010).
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Australia dan Europa
menunjukkan bahwa intake oral memiliki manfaat dan tidak ada hubungan
terhadap kejadian buruk yang sering dikaitkan dengannya seperti mual, lamanya
persalinan dan begitu pula dengan keadaan maternal lain dan bayinya (William L,
and Wilkins, 2010). Sekitar 30 % dari Ibu yang makan selama persalinan, 25 %
diantaranya melaporkan bahwa mendapat kepuasan secara keseluruhan dari
pengalaman melahirkan dan penelitian tersebut menunjukkan tidak ada
perbedaan hasil persalinan pada kelompok Ibu yang makan dan kelompok Ibu
yang tidak makan (Armstrong dan Johnston, 2000).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa dikarenakan
kebutuhan energi yang begitu besar pada Ibu melahirkan dan untuk memastikan
kesejahteraan ibu dan anak, tenaga kesehatan tidak boleh menghalangi
keinganan Ibu yang melahirkan untuk makan atau minum selama persalinan
(WHO, 1997 dalam William L, and Wilkins, 2010). Persatuan dokter kandungan
dan ginekologi Kanada merekomendasikan kepada tenaga kesehatan untuk
menawarkan Ibu bersalin diet makanan ringan dan cairan selama persalinan
(Persatuan dokter kandungan dan ginekologi Kanada, 1998 dalam William L, and
Wilkins, 2010).

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 68

2. MAKANAN YANG DIANJURKAN SELAMA PERSALINAN

Makanan yang disarankan dikonsumsi pada kelompok Ibu yang makan saat
persalinan adalah roti, biskuit, sayuran dan buah-buahan, yogurt rendah lemak,
sup, minuman isotonik dan jus buah-buahan (OSullivan et al, 2009). Menurut Elias
(2009) Nutrisi dan hidrasi sangat penting selama proses persalinan untuk
memastikan kecukupan energi dan mempertahankan kesimbangan normal cairan
dan elektrolit bagi Ibu dan bayi. Cairan isotonik dan makanan ringan yang
mempermudah pengosongan lambung cocok untuk awal persalinan. Jenis
makanan dan cairan yang dianjurkan dikonsumsi pada Ibu bersalin adalah sebagai
berikut (Champion dalam Elias,2009):
Makanan:
1) Roti atau roti panggan (rendah serat) yang rendah lemak baik diberi selai
ataupun madu.
2) Sarapan sereal rendah serat dengan rendah susu.
3) Nasi tim.
4) Biskuit.
5) Yogurt rendah lemak.
6) Buah segar atau buah kaleng.
Minuman:
1) Minuman yogurt rendah lemak.
2) Es blok.
3) Jus buah-buahan.
4) Kaldu jernih.
5) Diluted squash drinks.
6) Air mineral.
7) Cairan olahraga atau cairan isotonik.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 69

Ibu melahirkan harus dimotivasi untuk minum sesuai kebutuhan atau tingkat
kehausannya. Jika asupan cairan Ibu tidak adekuat atau mengalami muntah, dia
akan menjadi dehidrasi, terutama ketika melahirkan menjadikannya banyak
berkeringat (Micklewirght & Champion, 2002 dalam Thorpe et al, 2009). Salah satu
gejala dehidrasi adalah kelelahan dan itu dapat mengganggu kemajuan persalinan
dan menyulitkan bagi Ibu untuk lebih termotivasi dan aktif selama persalinan. Jika
Ibu dapat mengikuti kecenderungannya untuk minum, maka mereka tidak mungkin
mengalami dehidrasi (McCormick, 2003 dalam Thorpe et al, 2009).

Pembatasan makan dan minum pada Ibu melahirkan memberikan rasa


ketidaknyamanan pada Ibu. Selain itu, kondisi gizi buruk berpengaruh terhadap
lama persalinan dan tingkat kesakitan yang diakibatkannya, dan puasa tidak
menjamin perut kosong atau berkurang keasamannya. Lima penelitian yang
melibatkan 3130 Ibu bersalin. Pertama penelitian membandingkan Ibu dengan
pembatasan makan dan minum dengan Ibu yang diberi kebebasan makan dan
minum. Kedua penelitian membandingkan antara Ibu yang hanya minum dengan
Ibu yang makan dan minum tertentu. Dua penelitian lagi membandingkan Ibu yang
hanya minum air mineral dengan minuman karbohidrat. Hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya kerugian atau dampak terhadap persalinan pada Ibu
yang diberi kebebasan makan dan minum. Dengan demikian, Ibu melahirkan
diberikan kebebasan untuk makan dan minum sesuai yang mereka kehendaki
(Singata et al, 2009).

3. Pengaruh Asupan Makan dan Minum Selama Persalinan

a) Kebutuhan Energi Selama Persalinan


Tidak ada data pasti dari hasil penelitian yang menunjukkan
kebutuhan energi pada Ibu yang bersalin. Namun 18 tahun yang lalu tim
Investigator Walter Reed Army Medical Center mengamati kebutuhan
metabolik Ibu bersalin sama dengan latihan aerobik selama terus-menerus.
Sedangkan menurut American College of sport medicine menetapkan
bahwa minuman karbohidrat dapat menghilangkan kelelahan pada yang
latihan aerobik terus menerus, sehingga hal ini relevan pada Ibu hamil

b) Ketosis

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 70

Ibu hamil rentan terhadap ketosis karena tuntutan metabolism


perkembangan janin dan perubahan hormon. Persalinan lama akan
meningkatkan produksi keton, dan diperburuk dengan berpuasa. Scrutton et
al (1999) melakukan penelitian secara acak untuk mengetahui efek dari diet
rendah residu sebanyak 48 orang atau hanya minum air saja sebanyak 46
orang selama persalinan, terhadap kondisi metabolik, hasil persalinan, dan
volume residu lambung. Akhir persalinan kelompok yang hanya minum air
putih menunjukkan kejadian ketosis yang lebih besar serta menurunnya
kadar glukosa dan insulin.
Kubli et al (2002), melakukan penelitian terhadap pengaruh
minuman isotonik dibandingkan dengan yang hanya minum air mineral
selama persalinan secara random, pada 60 Ibu di London. Pada akhir dari
kala I persalinan, pada Ibu yang hanya minum air putih mengalami keadaan
ketosis dan menurunkan kadar glukosa serum. Volume lambung, kejadian
muntah dan volume muntah pada kedua kelompok sama. Tidak ada
perbedaan antara kedua kelompok terhadap hasil persalinan. Namun
minuman isotonik disarankan untuk menghindari terjadinya ketosis pada Ibu
saat persalinan. Hal yang sama senada dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kulli, M. et al (2002) pada kelompok Ibu melahirkan yang minum cairan
isotonik dan kelompok Ibu yang minum air mineral, menyatakan bahwa
minuman isotonik diketahui dapat mengurangi ketosis pada Ibu dalam
persalinan tanpa meningkatkan volume lambung

c) Hiponatremia
Hiponatremia dapat menimbulakan komplikasi kehamilan pada Ibu hamil.
Hiponatremia kondisi yang ditemukan pada Ibu bersalin yang terlalu banyak
minum air. Penelitian Johanssen et al (2002) dalam Nancy (2010)
ditemukan 4 neonatus dan Ibu melahirkan mengalami kejang dan gangguan
sistem syaraf pusat yang berhubungan dengan asupan oral Ibu selama
bersalin sebanyak 4 dan 10 liter air atau jus buah selama persalinan. Terjadi
peningkatan cairan ekstraseluler pada Ibu hamil dan kemampuan
kompensasi cairan akut pada Ibu hamil mengalami penurunan. Sehingga
Ibu dan janin mengalami penurunan yang cepat kadar natrium dalam darah.
Penelitian terbaru di Swedia oleh Moen et al (2009) dalam Nancy
(2010) bahwa hiponantremia ditemukan 16 dari 61 Ibu melahirkan yang
minum lebih dari 2.500 ml selama persalinan. Hiponatremia dihubungkan
dengan lama persalinan kala II, persalinan sesar, dan kegagalan kemajuan
janin. Sehingga disarankan untuk membatasi asupan cairan tidak lebih dari
2.500 ml, dan tidak diberikan cairan hipotonik secara intravena pada Ibu
bersalin. Sehingga makan dan minum dianjurkan namun tidak pula
berlebihan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 71

d) Stres Persalinan
Ternyata makan dan minum saat persalinan dapat mengurangi
stress pada Ibu ketika bersalin. Penelitian Penny Simpkin (1986) dalam
Nancy (2010) melaporkan dari 159 Ibu bersalin, 27% Ibu yang dibatasi
asupan makanan mengalami stress dan 57% Ibu bersalin mengalami
stress dengan pembatasan asupan cairan. Penelitian senada dilakukan
oleh Amstrong dan Johnson (2000), 149 Ibu bersalin di Scottish, 30 %
diantaranya memilih untuk asupan makanan ketika bersalin dan 25%
diantaranya menunjukkan kepuasan terhadap proses persalinannya
berlangsung.

e) Muntah
OReilly, Hoyer dan Walsh (1993) melakukan penelitian pada
hubungan asupan oral terhadap kejadian muntah pada 106 Ibu bersalin. Ibu
tersebut memilih sendiri jumlah dan jenis makanan yang ingin dikonsumsi.
Penelitian ini diamati dari semua tahap persalinan. pada awal persalinan
103 Ibu memilih untuk asupan makanan dan menurun hingga 50 Ibu yang
tetap asupan makanan pada fase mulai aktif mendorong/persalinan. Ibu
yang makan dan minum selama persalinan, 20 orang mengalami muntah
dan 8 orang muntah lebih dari sekali. Muntah dikaitkan dari jumlah asupan
makanan yang lebih banyak dari minum. Tidak ada hubungan antara Ibu
yang mengalami muntah dan tidak, terhadap lama persalinan, dan hasil
persalinan yang buruk.
Scrutton et al (1999) melakukan penelitian secara acak untuk
mengetahui efek dari diet rendah residu sebanyak 48 orang atau hanya
minum air saja sebanyak 46 orang selama persalinan, terhadap kondisi
metabolic, hasil persalinan, dan volume residu lambung. Pada kelompok
Ibu yang makan semakin menurun pada fase persalinan lebih aktif. Akhir
persalinan kelompok yang hanya minum air putih menunjukkan kejadian
ketosis yang lebih besar serta menurunnya kadar glukosa dan insulin.
Volume lambung 1 jam setelah lahir lebih besar pada kelompok Ibu yang
makanan. Kelompok asupan makan memiliki kemungkinan 2 kali lebih
besar untuk muntah dengan volume lebih signifikan dibandingkan dengan
kelompok yang hanya minum. Namun pada kelompok tersebut tidak ada
perbedaan lama persalinan, penggunaan oksitosin, hasil persalinan dan
jumlah AFGAR skor.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 72

f)

Hasil Persalinan
Scheepers et al (2002) melakukan penelitian control placebo dan
menerapkan double blind di Belanda pada 100 Ibu beresiko rendah.
Partisipan menerima 200 ml cairan karbohidrat atau cairan sejenis yang
mengandung aspartame. Ibu yang memerlukan cairan intravena
mendapatkan cairan normal saline dan tidak diijinkan mengkonsumsi
makanan lain secara oral. Tidak ada data perbedaan yang signifikan
terhadap kualitas hasil persalinan, atau kelahiran. Secara khusus,
keseimbangan asam-basa janin tidak berbeda antara 2 kelompok.
Tranmer et al (2005), melakukan uji klinis secara acak di Kanada
apakah asupan karbohidrat oral dapat menurunkan kejadian distosia pada
Ibu nulipara yang beresiko rendah. Ibu kelompok intervensi (N=163 orang),
menerima pedoman tentang makan dan minum selama persalinan dan
didorong untuk makan dan minum sesukanya selama persalinan. Mereka
mengkonsumsi makanan dan minuman apa yang mereka sukai. Ibu di
kelompok pebanding (N=165) tidak mendapatkan mendapatkan informasi
asupan makan dan minum secara oral selama persalinan dan dibatasi
asupan oral kecuali air mineral dan es batu. Kejadian distosia pada kedua
kelompok tidak berbeda begitu pula dengan Ibu dan bayi tidak ada
perbedaan. Penelitian terbaru OSullivan et al (2009), pada 2.426 Ibu
nulipara non diabetes, dengan prospektif random kontrol. Tingkat kelahiran
spontan pervaginam sama pada dua kelompok dan tidak ada perbedaan
signifikan yang diamati dari lamanya persalinan, angka kelahiran sesar,
kejadian muntah dan hasil neonatal.
Beberapa penelitian di atas, menjelaskan mengenai manfaat makan
dan minum selama persalinan. Akan tetapi anjuran makan dan minum ini
berada dalam batas ketentuan yang wajar. Karena terdapat pula dampak
negatif yang tidak dapat dipungkiri dari makan dan minum selama proses
persalinan ini. Seperti hiponatremia ketika Ibu mengkonsumsi air mineral
lebih dari 2.500 ml selama proses persalinan. Atau keadaan muntah saat
persalinan ketika Ibu berlebihan makan makanan selama persalinan. Meski
demikian, dari keseluruhan penelitian yang meneliti makan dan minum
selama persalinan tidak memiliki dampak negatif terhadap lama persalinan
atau pun hasil persalinan yaitu bayi. Artikel ini, menganjurkan Ibu untuk
tetap konsumsi makan dan minum selama persalinan, dengan makanan
yang ringan rendah lemak seperti biskuit, roti, buah-buahan, yogurt, jus
buah atau mengkonsumsi minuman istonik untuk menghindari kejadian
ketosis pada Ibu selama persalinan dan memberi tambahan energi dan
stamina selama persalinan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 73

H. Menyusui dalam keadaan bencana


1. LATAR BELAKANG
Bencana dapat menyebabkan dampak yang besar bagi masyarakat
yang mengalaminya. Mereka harus mengungsi atau pindah ke tempat lain,
tinggal berdesak-desakan, kelaparan, kekurangan air bersih, sanitasi kurang
baik, dan beban kerja sistem pelayanan kesehatan yang sangat tinggi.
Keadaan tersebut meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak
kecil. Dalam situasi tersebut, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi
terkena penyakit. Selain itu tidak adanya dukungan, sumber makanan, dan
pengetahuan akan bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak
dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya
penyakit
Dalam keadaan bencana atau situasi darurat perlindungan yang
diberikan oleh air susu ibu (ASI) menjadi sangat penting karena merupakan
langkah cepat dan tepat yang dapat menyelamatkan jiwa bayi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidakdisusui dan hidup di daerah
yang rawan penyakit dan lingkungan tidak higienis mempunyai risiko antara 625 kali lebih tinggi untuk meninggal karena diare, dibanding anak yang disusui.
Menyusui bayi secara eksklusif sangat menguntungkan, karena aman dan
produksinya terjamin, serta tidak terpajan air yang terkontaminasi kuman dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit.
Langkah-langkah yang tepat diperlukan agar pemberian ASI atau
proses menyusui tetap terjaga dan berkelanjutan, serta bayi dan anak
mendapat asupan makanan dengan optimal. Rasa aman dan hangat yang
didapatkan dengan menyusui merupakan hal penting bagi ibu dan bayinya
dalam situasi kacau yang ditimbulkan suatu bencana. Risiko yang disebabkan
oleh pemberian makan dengan botol dan susu formula meningkat secara
dramatis pada keadaan ini, karena higiene yang buruk, populasi padat
penduduk, dan terbatasnya air dan sumber energi. ASI dapat merupakan
satusatunya jenis makanan bayi dan anak yang aman dan masih dapat terus
tersedia.
2. MENEPIS MITOS
Pada keadaan gempa berkembang beberapa pendapat umum di masyarakat,
antara lain:
Dalam keadaan stres, ibu tidak dapat menyusui
Ibu yang malnutrisi tidak dapat memproduksi cukup ASI

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 74

ASI yang sudah berhenti tidak dapat diusahakan untuk diproduksi


kembali
Promosi menyusui secara umum sudah cukup sering dilakukan
Pemberian makanan/ minuman pengganti ASI (susu formula dan/ atau
cairan lainnya) merupakan tindakan yang diperlukan pada keadaan
bencana.
Pendapat-pendapat tersebut hanya merupakan mitos, karena
sebenarnya Ibu dapat menyusui dengan baik dalam keadaan stres.
Pengeluaran ASI dipengaruhi suatu refleks yang dinamakan letdown reflex
yang memang dipengaruhi oleh stres, tetapi tidak demikian halnya dengan
produksi ASI. Kedua proses ini dipengaruhi oleh 2 hormon yang berbeda. Cara
mengatasi kurangnya pengeluaran ASI adalah dengan meningkatkan hisapan
bayi pada payudara, sehingga meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin.
Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui mempunyai respons yang rendah
terhadap stres Jadi, membantu ibu untuk memulai atau meneruskan menyusui
dapat membantu mereka mengurangi stres yang dialaminya.
3. IBU MALNUTRISI DAPAT MENGHASILKAN CUKUP ASI
Pada umumnya ibu dapat memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya
dan sangat jarang ditemukan ibu yang tidak memproduksi ASI secara cukup.
Oleh karena itu, sangat perlu dibedakan produksi ASI yang memang kurang
atau hanya persepsi saja bahwa produksi ASI kurang. Produksi ASI relatif tidak
terpengaruh jumlah dan kualitasnya, kecuali pada ibu yang mengalami
malnutrisi berat. Keadaan ini hanya ditemukan pada 1% ibu. Bila ibu malnutrisi,
yang menderita atau mengalami malnutrisi adalah ibunya bukan bayinya,
sehingga yang memerlukan bantuan adalah ibunya. Cara yang tepat untuk
mengatasi hal ini adalah dengan memberi makan ibunya, bukan bayinya. Ibu
akan lebih tahan terhadap bahaya kumankuman yang menyebabkan penyakit.
Dengan memberi makan ibu, ibu dan anaknya tertolong tanpa membahayakan
siapapun. Pemberian suplemen atau formula pada bayi dapat menurunkan
produksi ASI, karena hisapan bayi pada payudara akan berkurang. Cara tepat
mengatasi kurangnya produksi ASI adalah dengan meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga makin sering bayi menghisap payudara.
4. IBU YANG SUDAH TIDAK MENYUSUI DAPAT MEMPRODUKSI ASI
KEMBALI
Ibu yang telah berhenti menyusui dapat mengeluarkan dan
memproduksi ASI kembali, yang disebut sebagai relaktasi. Relaktasi ini dapat
diusahakan dengan merangsang puting dan pengeluaran ASI. Rangsangan
puting didapatkan melalui hisapan bayi atau anak yang lebih besar, atau
memerah ASI dengan tangan dan/ atau pompa. Proses ini biasanya
memerlukan waktu, dapat beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Ibu
sangat memerlukan dukungan moril, selain itu asupan makanan dan air yang
cukup, serta dilindungi dari kondisi stres. Bayinya tentu saja memerlukan
asupan makanan dengan cara yang paling tidak membahayakannya sampai
ASI diproduksi kembali.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 75

5. IBU MENYUSUI MEMERLUKAN BANTUAN KHUSUS


Berdasarkan pengalaman di lapangan pada berbagai program
pengembangan masyarakat, diketahui bahwa sebagian besar praktisi
kesehatan mempunyai pengetahuan yang kurang tentang manajemen laktasi.
Pengalaman ini dijumpai pula pada program-program di keadaan bencana.
Dalam situasi bencana, ibu mengalami situasi yang buruk dan berisiko tinggi
mengalami masalah dalam menyusui. Ibu memerlukan bantuan, bukan hanya
dukungan moril. Lembaga bantuan bencana dan tenaga di lapangan
memerlukan latihan mengenai bagaimana ASI diproduksi dan cara melakukan
konseling ibu menyusui agar dapat menolong mereka secara optimal. Pada
situasi tertentu bahkan diperlukan orang yang ahli dalam bidang laktasi seperti
konselor laktasi. Masalah yang paling sering ditemukan adalah persepsi bahwa
produksi ASI kurang, yang makin dipicu oleh stress karena keadaan
bencananya sendiri. Perilaku yang mendukung menyusui serta konseling untuk
mengatasi trauma menjadi perhatian utama pada keadaan ini. Hal-hal yang
menghalangi pemberian makan yang optimal, seperti memberikan suplemen
makanan untuk bayi kurang dari 6 bulan dan penggunaan botol untuk
pemberian cairan rehidrasi oral sebaiknya dihindari. Sukses menyusui akan
menyebabkan kembalinya dan meningkatnya rasa percaya diri ibu, dan hal ini
penting untuk mengembalikan kemampuannya dalam merawat dirinya sendiri
dan keluarganya.
6. Pengganti ASI (susu formula) tidak selalu diperlukan
Memberikan pengganti ASI pada bayi dan anak kecil yang ditemukan
pada keadaan bencana merupakan tindakan yang sangat berisiko. Tindakan
tersebut sebaiknya dilakukan hanya dengan pertimbangan matang dan
kesadaran penuh akan masalahmasalah yang dapat ditimbulkannya. Pengganti
ASI seharusnya:
Dibatasi pemakaiannya pada situasi tertentu saja dalam keadaan
bencana
Diyakini akan tersedia terus selama waktu bencana
Disertai dengan perawatan kesehatan tambahan, air, sumber energi, dan
tata laksana diare
Mencakup pula rencana untuk memantapkan kembali pemberian makan
yang optimal di luar situasi bencana
Petunjuk ini sebaiknya disebarluaskan dan dipatuhi oleh semua pihak
yang bekerja pada situasi bencana.
7. Cara pemberian makan bayi dan anak saat bencana
Berdasarkan hal- hal yang disebutkan sebelumnya, maka cara
pemberian makan optimal pada bayi dan anak saat keadaan bencana, adalah
sebagai berikut:
Inisiasi menyusu dini, yang dilakukan dalam 1 jam pertama kelahiran
Posisi dan pelekatan yang efektif saat menyusui
Pemberian makan yang sering dan sesuai kebutuhan sampai bayi berusia
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 76

6 bulan
Menyusui secara eksklusif sampai 6 bulan
Terus menyusui setelah mulai memberi makanan pendamping ASI di usia
6 bulan
Terus menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
Meningkatkan frekuensi menyusui dan tetap memberi makan selama sakit
Meningkatkan frekuensi menyusui setelah sembuh dari sakit untuk
mempercepat proses penyembuhan dan kejar tumbuh.

8. Langkah-langkah praktis saat bencana


Situasi saat bencana biasanya membingungkan dan kacau balau.
Sangatlah penting dilakukan penilaian untuk menentukan siapa yang
memerlukan apa sebagai langkah awal. Untuk melindungi dan mendukung
menyusui langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan bayi yang
menyusu atau yang seharusnya menyusu dan selanjutnya mencatat bayi-bayi
yang terpisah dari ibunya sementara waktu atau selamanya (piatu). Selanjutnya
akan didapatkan 3 kelompok: pertama, bayi yang hanya memerlukan dukungan
untuk menyusu; kedua bayi yang memerlukan pertolongan lebih intensif, seperti
relaktasi, dan ketiga, bayi yang memerlukan makanan pengganti ASI dan ditata
laksana dan dipantau dengan seksama.
9. Dukungan menyusui
Dukungan menyusui diberikan pada ibu yang mempunyai anak, atau ibu
yang tidak mempunyai anak (terpisah dari anaknya) dan mau menjadi ibu
susuan pada bayi yang terpisah dari ibunya, dan proses menyusui pada ibu-ibu
tersebut masih berjalan dengan baik. Meskipun menyusui masih berjalan
dengan baik dan pada pemeriksaan didapatkan ibu dan bayinya sehat, bukan
berarti ibuibu ini tidak memerlukan bantuan atau dukungan. Saat bencana ibuibu ini rentan untuk mengalami masalah selama menyusui, antara lain: tidak
percaya diri dan merasa ASInya kurang, merasa ASInya kurang baik lagi
mutunya, karena si ibu sendiri kurang makan, dan meminta makanan pengganti
ASI untuk tambahan menyusui, pelekatan buruk. Selain itu dapat pula
ditemukan cara pemberian makanan yang tidak sesuai usia, misalnya pada
bayi berusia di bawah 6 bulan sudah diberikan makanan atau minuman selain
ASI atau menyusui kurang dari 8 kali sehari; pada bayi usia 6-12 bulan tidak
diberi makanan pendamping atau makan kurang dari 3 kali sehari.
Dukungan atau bantuan menyusui yang dapat diberikan adalah berupa
bantuan menyusui dasar dan lanjut. Bantuan dasar menyusui meliputi:
Memastikan bayi menyusu dengan dengan efektif
Membangun rasa percaya diri ibu dan membantu ASInya agar
mengalir
Meningkatkan produksi ASI
Mendorong ibu untuk memberi makan sesuai usia anaknya.
Dukungan di atas merupakan bantuan dasar, namun dukungan tersebut
tidak meyelesaikan semua masalah menyusui. Beberapa ibu memerlukan
tingkat perawatan lebih lanjut dan ketrampilan tambahan, seperti:

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 77

Cara memerah ASI dengan tangan.


Bagaimana menggunakan alat bantu menyusui dan teknik alat
bantu menyusui lainnya.
Metoda perawatan kangguru
Perawatan pemulihan pada kasus ibu yang mengalami trauma.
Stres tidak menghalangi ibu untuk memproduksi ASI. Namun ibu yang
mengalami trauma dan depresi mempunyai kesulitan untuk merespons bayi
mereka, merasa tidak pasti ASI nya keluar dan lancar, dan kehilangan percaya
diri. Perawatan ditujukan untuk memulihkan keseimbangan mental ibu.
Dukungan yang diberikan pada mereka diusahakan semaksimal mungkin
sampai pendekatan agama dan kebudayaan ibu, dan membantu agar mau
menyusui kembali.
Cara pendekatannya dilakukan dengan berbicara pada ibu dan
keluarganya, dan mencari orang yang dekat dengan ibu untuk mendampingi
sehingga ibu merasa nyaman. Sedapat mungkin bayi tetap dipertahankan
kontak kulit dengan ibu, dan diharapkan ibu tenang dan mau menerima
keberadaan anaknya. Bantuan dasar menyusui tetap diberikan agar ibu
memulai menyusui kembali. Memang pada beberapa kasus di awal dukungan
diperlukan pemberian susu formula dengan cangkir, bahkan pada kasus yang
berat dapat dipertimbangkan penggunaan obat penenang yang aman bagi
menyusui untuk sementara waktu.
Pertolongan lanjut menyusui diberikan pada bayi berat lahir rendah
(BBLR), bayi yang terlihat kurus, berat badan rendah, bayi yang menolak
menyusui, ibu yang malnutrisi, dan ibu yang mengalami trauma, krisis emosinal
atau menolak bayinya. Selain itu pertolongan lanjut juga diperlukan pada
beberapa kondisi payudara.
10. Dukungan relaktasi
Dukungan ini diberikan pada ibu yang mempunyai anak, tapi proses
menyusuinya terhenti atau berkurang, atau ibu yang sebelumnya tidak
menyusui namun kemudian memutuskan untuk menyusui kembali anaknya
atau sebagai ibu susuan.
11. Dukungan untuk pemberian makanan pengganti ASI yang aman
Dukungan ini diberikan pada ibu yang sebelumnya tidak menyusui
anaknya dan tetap memutuskan atau tidak memungkinkan untuk menyusui
kembali. Namun terdapat kondisi bayi yang mugkin membutuhkan tambahan
makanan pengganti ASI sementara, biasanya sebagai bagian dari Pertolongan
lanjut menyusui, pada situasi berikut:
Ibu sakit atau malnutrisi berat
Ibu dalam masa penyembuhan dan pasokan ASI mulai
bertambah
Saat mulai relaktasi
Bayi telah biasa diberikan makanan tambahan, sementara

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 78

memantapkan kembali menyusui eksklusif


Saat bayi sakit dan tidak dapat menyusu langsung dari payudara
Jika ibu mempunyai kondisi payudara yang menyulitkan bayi
untuk menyusu (misalnya mastitis atau abses), dan kondisi
payudara tersebut sedang ditangani.
Untuk kelompok ibu-ibu ini ada beberapa hal yang perlu disampaikan
pada mereka, antara lain: jumlah kebutuhan makanan pengganti, jenis
makanan pengganti, cara menyiapkan, dan cara menjaga peralatan makan
agar tetap bersih dan aman.

12. Kebutuhan untuk pemberian makanan pengganti ASI


Pada keadaan darurat penyediaan makanan pengganti ASI dapat
dilakukan secara massal atau bagi masing-masing keluarga. Bila dilakukan
secara massal perlu diperhatikan kebutuhan akan:
Jumlah formula yang dibutuhkan dengan memperhitungkan
jumlah bayi/ anak sesuai usia dan berat badannya (Tabel 1)
Persediaan lainnya, seperti peralatan makan dan peralatan
memasak
Staf
Transportasi dan penyimpanan juga ketersediaan sumber
makanan pengganti ASI.
13. Menghitung kebutuhan harian makanan pengganti ASI
Bayi memerlukan 100-110 kkal/ kg/ hari. Nilai energi sediaan susu
formula adalah 65-70 kkal/100 mL, sehingga bayi memerlukan susu siap pakai
sebesar 150 mL/kg/ hari.
Untuk anak usia 6-24 bulan, jumlah susu yang dibutuhkan berkisar
antara 200-400 mL/ hari, bila sumber makanan hewani yang dimakan secara
teratur cukup. Bila tidak, jumlah susu yang dibutuhkan berkisar antara 300-500
mL/ hari.
Bayi berusia lebih dari 6 bulan yang tidak disusui juga membutuhkan
cairan tambahan untuk diminum, setidaknya 400-500 mL/ hari pada iklim
sedang, dan 800-1000 ml perhari pada iklim panas. Cairan yang diberikan
dapat berupa air putih yang bersih (kalau perlu direbus).
Jika susu dan sumber makanan hewani lainnya tidak dikonsumsi bayi
secara teratur, berikan padi-padian dan kacang-kacangan (seperti tahu, tempe,
kacang merah, kacang hijau, dan lain-lain) setiap hari untuk memastikan bayi
mendapat kualitas protein yang cukup. Selain itu makanan yang kaya zat gizi
mikro juga diharapkan melengkapi kebutuhan bayi.

14. Jenis pengganti ASI yang dapat diberikan


Untuk bayi berusia kurang 6 bulan makanannya hanya bergantung pada
susu saja. Contoh pengganti ASI yang cocok adalah antara lain: susu formula

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 79

yang sesuai dengan Codex Alimentarius, susu buatan rumah yang dimodifikasi
dibuat dari susu hewan murni, atau susu bubuk fullcream atau susu Ultra Heat
Treated (UHT), dengan cara diencerkan dengan air, dan ditambahkan gula dan
zat gizi mikro. Semua susu hewan harus dipanaskan terlebih dahulu ketika
akan diberikan untuk makanan bayi.
Susu yang tidak boleh digunakan adalah susu hewan yang tidak
dimodifikasi untuk bayi kurang dari 6 bulan, susu kental manis (susu ini tidak
cocok, karena terlalu banyak gula dan tidak mengandung cukup lemak, protein,
dan zat gizi), minuman sereal, air, dan minuman seperti jus dan teh.
Untuk anak usia 6-24 bulan jenis susu yang dapat diberikan adalah
susu fullcream, termasuk susu kambing, kerbau, sapi, dan susu UHT.
Sedangkan susu kental manis, susu skim/ semi skim (semi skim dapat
diberikan setelah usia 12 bulan), kopi krimer, susu kedelai (kecuali susu formula
bayi yang berbasis kedelai) tidak dapat diberikan pada anak usia 6-24 bulan.
15. Cara menyiapkan dan menyimpan pengganti ASI
Dalam menyiapkan pengganti ASI selalu periksa instruksi pada label
formula komersial karena berbeda merk berbeda aturannya, yaitu biasanya
dalam rincian bahan, takaran, dan pencampurannya. Jika menggunakan
cangkir perlu disiapkan dan dikalibrasi takaran untuk air, dengan cara sebagai
berikut:
Gunakan neraca takar 60, 120, 180 ml (jika tidak ada dapat
digunakan botol susu untuk menakar)
Dengan menggunakan alat takar, air dituangkan sebanyak 60,
120, atau 180 ml ke dalam cangkir transparan untuk membuat
tanda di permukaan luar cangkir. Cangkir ini dapat digunakan
oleh ibu atau pengasuh di rumah untuk menakar jumlah air bila
akan menyiapkan makanan pengganti ASI.
16. Bila susu formula tidak dapat dibuat dengan menggunakan dengan air
panas.
Dengan berbagai alasan komposisi,dan untuk tujuan medis, ada susu
bubuk yang tidak dapat dibuat dengan menggunakan air panas 70C. Bila
formula ini tidak tersedia dalam bentuk cairan steril, susu harus dibuat segera
dan segar menggunakan air yang telah dididihkan dan kemudian didinginkan
dibawah 70C dan harus segera dikonsumsi. Sebaiknya susu tidak disimpan
untuk digunakan kemudian. Buang semua sisa susu setelah 2 jam.
17. Bila tidak tersedia air mendidih
Cara menyiapkan makanan pengganti ASI yang paling aman adalah
dengan menggunakan air mendidih yang kemudian didinginkan hingga 70C.
Bila air mendidih ini tidak ada, dapat digunakan formula cair yang steril.
Alternatif lain digunakan air jernih, steril dan segar dengan suhu kamar dan
segera dikonsumsi (tidak dapat disimpan).
18. Bila kualitas air buruk
Bila kualitas air buruk, digunakan cara memasak hingga mendidih,
klorinasi, dan filtrasi agar air aman digunakan. Untuk desinfeksi air dapat
dilakukan dengan cara memasak air hingga mendidih dan tambahkan 3-5 tetes
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 80

klorin setiap 1 liter air, atau dengan menggunakan penyaring untuk


menghilangkan kuman yang berbahaya secara fisik.
19. Bila tidak tersedia lemari pendingin
Bila tidak ada lemari pendingin, maka jangan menyimpan atau
menyiapkan formula bila tidak segera akan diminum, selalu menyiapkan susu
bubuk formula segera saat akan diminum.
20. Cara pemberian makanan pengganti ASI
Dalam situasi apapun terutama dalam keadaan darurat rekomendasi
metoda pemberian makanan pengganti ASI adalah menggunakan cangkir
daripada botol. Penggunaan botol meningkatkan risiko terjadinya penyakit.
Sehingga penggunaan botol dan kempeng/ dot harus ditekan dengan aktif pada
keadaan bencana/ darurat, karena berisiko tinggi terkontaminasi dan sulit
dibersihkan.
Namun kenyataannya sering ditemukan bahwa di daerah dan
kebudayaan tertentu ibu memberi makanan pengganti ASI dengan botol
(sebelum keadaan bencana terjadi). Tentu saja pada situasi ini tidak akan
mudah untuk mengharapkan ibu segera beralih dari menggunakan botol ke
cangkir. Pada ibu-ibu tersebut tentu saja perlu diinformasikan anjuran
bagaimana menjaga agar penggunaan botol aman dan bersih, dan cara
merawat anak yang meminum dari botol.
21. Menjaga agar peralatan makan bersih dan aman
Seluruh peralatan makan (cangkir, sendok, alat takar) harus dibersihkan
dengan baik untuk memastikan bahwa makanan dipersiapkan seaman
mungkin. Setelah digunakan, cuci peralatan dengan air dingin terlebih dahulu
kemudian dengan air hangat bersabun. Ini harus segera dilakukan, sebelum
susu mengeras dan terjebak di permukaan, sehingga menjadi tempat
berkembang biak kuman yang sulit dibersihkan. Setelah itu peralatan disimpan
dalam wadah kering yang bersih dengan tutup atau tutup dengan kain bersih
sampai penggunaan berikutnya.
Cara membersihkan cangkir adalah dengan mencuci dan
menggosoknya dengan air panas bersabun setiap habis digunakan. Jika
memungkinkan cangkir dicelup ke dalam air mendidih atau tuang air mendidih
ke atas cangkir sebelum digunakan. Perebusan tidak diperlukan untuk cangkir
yang terbuka.
Membersihkan botol dan dot pertama kali harus selalu dengan cara
sterilisasi. Setelah itu setiap selesai digunakan, botol harus dibersihkan bagian
dalamnya sampai semua sudutnya menggunakan sikat botol (sikat panjang dan
ramping yang dapat mencapai dasar botol). Botol dan dot harus disterilisasi.
Jika tidak, dapat meningkatkan risiko diare dan penyakit lainnya, terutama
dalam situasi darurat dengan kondisi kebersihan dan sanitasi yang biasanya
buruk.
22. Cara sterilisasi peralatan
Dua cara sederhana yang dapat dilakukan untuk sterilisasi peralatan
adalah dengan cara:
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 81

Desinfeksi, yaitu dengan menggunakan cara kimiawi dalam hal ini larutan
sodium hipoklorit 1% (pemutih) sebanyak 15 ml dilarutkan dalam 1 liter
air, yang disiapkan langsung setiap harinya. Peralatan seluruhnya
direndam selama 1 jam dalam larutan desinfektan. Setelah digunakan
larutan ini harus segera dibuang setiap harinya.
Perebusan (uap panas), yaitu dengan menempatkan peralatan yang akan
disteril dalam panci besar, kemudian disiram dengan air mendidih sampai
semua botol terisi air dan seluruh peralatan terendam air. Air dibiarkan
terus mendidih selama 5 menit, yang ditandai dengan air terus berbuih.
Setelah itu dibiarkan mendingin di dalam air, dan ditutup dengan penutup
steril.

Setelah sterilisasi peralatan harus dikeringkan dengan baik, dengan


cara ditiriskan, kemudian dilindungi dari kontaminasi. Botol diletakkan terbalik di
tempat pengeringan yang steril dan idealnya ditutup dengan menggunakan kain
bersih. Peralatan sebaiknya tidak dikeringkan dengan kain, karena ada risiko
kontaminasi.
23. Pemberian bantuan makanan pengganti ASI saat bencana
Dari uraian di atas dapat dimengerti mengapa menyusui di saat
bencana atau situasi darurat sangat dianjurkan, karena pemberian makanan
pengganti ASI yang aman mempunyai konsekuensi yang berat dan cukup rumit
untuk dilakukan dalam situasi darurat atau bencana. Pemberian makanan
pengganti ASI dapat meningkatkan risiko diare, kekurangan gizi, bahkan
kematian pada bayi dan anak. Oleh karena itu berbagai badan dunia, seperti
WABA (World Alliance for Breastfeeding Action), UNICEF, WHO, ENN
(Emergency Nutrition Network) juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
mengeluarkan rekomendasi tentang pemberian makan pada bayi dan anak di
saat bencana atau keadaan darurat.
Pada tanggal 7 Januari 2005 IDAI bersama-sama dengan WHO dan
UNICEF mengeluarkan pernyataan bersama tentang rekomendasi pemberian
makanan bayi pada situasi darurat. Dalam pernyataan tersebut disebutkan
bahwa: Distribusi maupun penggunaan makanan pengganti ASI yang didapat
dari sumbangan para donor harus dimonitor oleh tenaga terlatih.

I. Menjahit Luka
1. DEFINISI
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka
dengan benang
sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
2. INDIKASI
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. LUKA
a. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Trauma tajam menyebabkan :

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 82

luka iris : vulnus scissum/incicivum


luka tusuk : vulnus ictum
luka gigitan : vulnus morsum
Trauma tumpul menyebabkan :
luka terbuka : vulnus apertum
luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )
Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.
b. Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :
luka steril : luka dibuat waktu operasi
luka kontaminasi : luka mengandung kuman tapi kurang dari 8 jam .
(golden period)
luka infeksi luka yang mengandung kuman dan telah berkembangbiak dan
telah timbul gejala lokal maupun gejala umum.(rubor, dolor, calor, tumor,
fungsio lesa).
4. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PENJAHITAN
Alat dan bahan yang diperlukan pada penjahitan luka :
a. Alat (Instrumen)
Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps
bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu
atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.
Scalpel handles dan scalpel blades
Dissecting scissors ( Metzen baum )
Suture scissors
Needleholders
Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk
segitiga dan bentuk bulat
Sponge forceps (Cotton-swab forceps)
Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi (Kocher)
Retractors, double ended
Towel clamps
b. Bahan
Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian )
Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.
Anestesi lokal lidocain 2%.
Sarung tangan.
Kasa steril.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 83

Gambar 1. Pinset

Gambar 2. Handle

SAR TRENGGANA Malang Raya

mes / Scalpel handles

Page 84

Gambar3. Dissecting scissors & Suture scissors

Gambar 4. Jarum Jahit

niddleholder

Gambar5. niddleholder

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 85

Gambar6. sponge forceps ( ring tang)

5. CARA MEMEGANG ALAT

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 86

a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa:


yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari
kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan tangan. Untuk
membuat simpul benang setelah jarum ditembuskan pada jaringan, benang
dilingkarkan pada ujung pemegang jarum.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari kedua
dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang .
c. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung.

6. PERSIAPAN ALAT
a. Sterilisasi dan cara sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat atau bahan dalam
keadaan steril.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :
Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisid , seperti
formalin, savlon, alkohol.
Secara fisik yaitu dengan :
o Panas kering ( oven udara panas )
Selama 20 menit pada 200 C
Selama 30 menit pada 180 C
Selama 90 menit pada 160 C
o Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120 C
dan tekanan 2 atmosfer
o Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit.
Cara ini hanya dianjurkan bila cara lain tidak tersedia.
b. Pengepakan
Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 87

dibungkus dengan dua lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses
sterilisasi. Pada bagian luar pembungkus , ditempelkan suatu indikator
( yang akan berubah warna ) setelah instrument tersebut menjadi steril.
Untuk mempertahankan agar instrument yang dibungkus tetap dalam
keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut teknik tanpa
singgung.

7. JENIS-JENIS BENANG
a. Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture )
Alami ( Natural)
o Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang
ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan
diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat
Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut , namum
dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu
absorbsinya sampai 90 hari.
Buatan ( Synthetic )
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti
Polyglactin ( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk
dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang
PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3
minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
b. Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )
Alamiah ( Natural)
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari
protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut
sutera hasil produksi ulat sutera.
Buatan ( Synthetic )
Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk
dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene)
dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ).
8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)
Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari
bagian tengah kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang
terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan
NaCl.Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan
menggunakan pisau dan gunting.
Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.
Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain
catgut atau poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit
benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 88

9. TEKNIK PENJAHITAN KULIT


Prinsip yang harus diperhatikan :
Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps harus
dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada
jaringan tersebut.
Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1-3 cm dari tepi luka.Khusus
daerah wajah 2-3mm.
Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan
jarum dari tepi luika.
Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar ( evferted ) setelah
penjahitan.
a. SIMPLE INTERUPTED SUTURE
Indikasi: pada semua luka
Kontra indikasi : tidak ada Teknik penjahitan
Dilakukan sebagai berikut:
o Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90
derajat, masuk subcutan terus kekulit sisi lainnya.
o Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan
diusahakan agar tepi luka yang dijahit dapat mendekat dengan posisi
membuka kearah luar ( everted)
o Dibuat simpul benang dengan memegang jarum dan benang diikat.
o Penjahitan dilakukan dari ujung luka keujung luka yang lain.
Indikasi : Luka pada persendian
Luka pada daerah yang tegangannya besar
Kontra indikasi : tidak ada
Teknik penjahitan ini dilakukan untuk mendapatkan eversi tepi luka dimana
tepinya cenderung mengalami inverse. misalnya kulit yang tipis. Teknik ini
dilakukan sebagai berikut:
o
o

Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi
lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara
tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit
sisi yang pertama.
Dibuat simpul dan benang diikat.

b. SUBCUTICULER CONTINUOS SUTURE


Indikasi : Luka pada daerah yang memerlukan kosmetik
Kontra indikasi : jaringan luka dengan tegangan besar.
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis
sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di
dekat kedua ujung luka yang dilakukan sebagai berikut.
Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di
daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka.
Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 89

lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang
lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka
yang lain.
Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua
sisi secara parallel disepanjang luka tersebut.

c. JAHITAN PENGUNCI (FESTON)


Indikasi : Untuk menutup peritoneum
Mendekati variasi kontinyu (lihat gambar)

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 90

10. KONDISI DARURAT


a. Minimal jangan meninggalkan korek api dan pisau, dan sebaiknya membawa
perlengkapan P3K
b. Substitusi alat dan bahan :
Kepala semut : luka robekan kecil
Jarum
: jarum injeksi (spuit), bambu, duri-durian, sruwo (pohon
enau/aren/nira/jenis palem)
Benang
: dari kain, jenis akar-akaran, rumput-rumputan,
daun dengan serat
kuat
DTT
: direbus, tumbuhan sekitar yang mengandung
disinfektan
c. Hal yang perlu diperhatikan :
Cara penalian benang dengan jarum buatan
Cara merebus dengan alas plastik atau daun harus dengan tehnik yang
benar supaya tidak bocor saat bersinggungan langsung dengan api

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 91

J. Asuhan Psikosial Pada Korban Bencana


1. LATAR BELAKANG
Bencana merupakan kejadian diluar kemampuan manusia, terjadi
secara mendadak, tidak dapat kita prediksi dan dapat menyebabkan kerusakan
baik jasmani maupun rohani. Bencana dapat terjadi secara individu maupun
massal, yang dapat menjadi permasalahan manusia, yang mengalami ataupun
yang menyaksikan, disamping itu bencana, suatu peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, non alam dan manusia itu
sendiri. Bencana dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerusakan harta benda dan dampak psikologis di luar kemampuan
masyarakat dengan segala sumberdayanya.
Penanganan pasca bencana alam dinilai lebih berfokus pada dampak
fisik. Penanganan dampak psikologis masih belum didekati secara optimal
padahal hal tersebut membutuhkan perhatian serius karena berpengaruh pada
masa depan korban. Bencana yang acapkali terjadi belakangan ini setidaknya
mengharuskan Pemerintah untuk menaruh perhatian khusus kepadanya.
Korban yang terkena bencana seringkali tidak mendapatkan perlakuan yang
sesuai. Padahal seharusnya selain membenahi infrastruktur, kejiwaan dari
korban bencana pun membutuhkan perhatian khusus sehingga bisa
meringankan kerja dan upaya dari pemerintah untuk mengadakan pemulihan.
Bencana atau disaster dapat berpengaruh terhadap aspek psikologis.
Banyak korban bencana yang kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan
sanak saudara. Tentunya tidak mudah untuk menerima semua kerugian yang
ada akibat bencana dengan lapang dada dan perasaan ikhlas. Beban berat
yang harus ditanggung oleh para korban bencana dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi orang-orang dengan
kemampuan manajemen stress yang kurang baik. Penting bagi kita, terutama
calon tenaga kesehatan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bencana
terhadap aspek kesehatan mental. Baik individu maupun komunitas
mempunyai respon yang berbeda beda terhadap bencana tergantung pada
individu dan komunitas tersebut serta seberapa besarnya bencana yang

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 92

mereka alami.
2. DAMPAK PSIKOLOGIS PADA INDIVIDU
Munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak
factor. Para korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis
yang negatif setelah beberapa jam paska bencana. Hal ini jika tidak diatasi dan
diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan
psikologis yang serius.
2.1.

Tahap Tanggap Darurat


Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada
tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan
korban dan berusaha untuk menstabilkan situasi. Selama tahap penyelamatan,
berbagai jenis respon emosional bisa dilihat. Korban mungkin mengalami
perubahan dari satu jenis respon terhadap lain atau mungkin tidak
menunjukkan sikap yang "biasa". Pada fase ini kadang korban mengalami
numbing, atau suatu kondisi mati rasa secara psikis. korban tampak tertegun,
linglung, bingung, apatis dan tatapan mata yang kosong. Secara tampak luar,
korban tampak tenang, namun bisa saja hal itu adalah ketenangan yang semu.
Ketenangan itu akan segera diikuti oleh penolakan atau upaya untuk
mengisolasi diri mereka sendiri. Korban akan menolak kenyataan yang sudah
terjadi. Mereka menolak realita, dengan
mengatakan ini hanya mimpi,
beberapa yang lain marah jika mendengar orang lain membicarakan tentang
anggota keluarganya yang meninggal bahkan menuduh mereka adalah
pembohong. Namun hal itu juga tidak lama, korban akan mengalami perasaan
takut yang sangat kuat, disertai dengan rangsangan fisiologis: jantung
berdebar-debar, ketegangan otot, nyeri otot, gangguan gastrointestinal atau
sakit magh. Beberapa kemudian akhirnya menjadi depresif ataupun
kebalikannya menjadi aktif secara berlebihan.
Gejala-gejala yang dapat muncul pada tahap ini adalah:
a. Kecemasan berlebihan:
b. Rasa bersalah:.
c. Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan, histeris
ataupun gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan
terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul.
2.2.
Tahap pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi
lain, euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang
lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai
menghadapi realitas. Jika pada minggu-minggu pertama setelah bencana,
korban mungkin akan melalui fase "bulan madu", ditandai dengan perasaan yg
aman dan optimisme tentang masa depan. Tetapi dalam tahap pemulihan,
mereka harus membuat penilaian yang lebih realistis tentang hidup mereka.
Pada fase ini kekecewaan dan kemarahan sering menjadi gejala dominan
yang sangat terasa. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul,
misalnya "Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi "SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 93

a. Akut Stress Paska Trauma.


Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian
yang tidak normal (traumatik). Biasanya gejala-gejala dibawah ini akan
menghilang seiring dengan berjalannya waktu.
1) Emosi. Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah,
emosinya labil, mati rasa dan kehilangan minat untuk melakukan
aktivitas, gelisah, perasaan ketidakefektifan, malu dan putus asa
2) Pikiran. Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi,
mudah curiga (pada korban kasus bencana karena manusia), sulit
konsentrasi, menghindari pikiran tentang bencana dan menghindari
tempat, gambar, suara mengingatkan korban bencana; menghindari
pembicaraan tentang hal itu
3) Tubuh. Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung,
sariawan atau sakit magh yang terus menerus sakit kepala, berkeringat
dan menggigil, tremor, kelelahan, rambut rontok, perubahan pada siklus
haid, hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran atau
penglihatan, nyeri otot
4) Perilaku. Menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku
lekat yang berlebihan atau penarikan social, sikap permusuhan,
kemarahan, merusak diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba
bunuh diri
b. Post Trauma Stress Disorder (PTSD)
PTSD
merupakan
sindrom
kecemasan,
labilitas
autonomik,ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman
yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui
batas ketahanan orang biasa. Secara umum, prevalensi seumur hidup
gangguan stress pasca trauma sebesar 8% sementara 5-15% mengalami
bentuk subklinis, pada kelompok yang pernah mengalami trauma
sebelumnya, prevalensinya antara 5-75%. Wanita memiliki risiko yang lebih
tinggi (10-12%) dibandingkan pria (5-6%) pada kelompok usia dewasa
muda. Selain itu, wanita memiliki kecenderungan untuk mengalami
gangguan yang lebih berat.
Setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas (ASPT) masih ada dan
jika memunjukkan gejala dibawah ini selepas 2 bulan dari kejadian bencana
maka dapat diduga mengalami PTSD,
1) Reecperience atau mengalami kembali. Korban sekan mengalami
kembali peristiwa traumatic yang mengganggu; hal ini bisa melalui
mimpi buruk , merasa mendengar, melihat kembali kejadian yang
berhubungan dengan bencana, dalam pikirannya kejadian bencana
terus menerus sangat nyata, apapun yang dilakukan tidak mampu
mengalihkan pikirannya dari bencana. Pada anak-anak korhan konflik
senjata, mereka bermain perang-perangan berulang-ulang.
2) Avoidance, atau menghindar hal-hal yang berkaitan dengan ingatan
akan bencana, misalnya menghindari pikiran atau perasaan atau
percakapan tentang bencana; menghindari aktivitas, tempat, atau orang
yang mengingatkan korban dari trauma, ketidakmampuan untuk

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 94

mengingat bagian penting dari bencana, termenung tatapan dan pikiran


yang kosong.
3) Hyperarusal, atau rangsangan yang berlebihan. Misalnya kesulitan
tidur; sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung
mudah berdebar-debar, keringat dingin, panik dan nafas terengahengah saat teringat kejadian, kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.

Fase respon terhadap kejadian traumatik


1) F. Impact
Respon shock, panik, takut yg berlebihan
2) F. Heroik
Semangat kerjasama yg tinggi antar sesama dlm kedaruratan
3) F. Honeymoon ( > 1 bln)
Butuh bantuan org lain
4) F. Kekecewaan ( berakhir 2 bln sd 1 th)
Timbul kekecewaan, benci, frustasi, marah, bermusuhan,
membandingkan dgn org lain
5) F. Rekontruksi & reorganisasi
Mulai menyadari & mengatasi masalahnya
c. Generalized
Anxiety
Disorder:
meliputi:
Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa
ataupun kegiatan (tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak
mengalir, seseorang tidak muncul tepat waktu
d. Dukacita Eksrim: Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai.
Seringkali respon pertama adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan
kadang
e. Post Trauma Depresi: depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan
yang paling umum dalam penelitan terhadap korban trauma. Gangguan ini
sering terjadi dalam kombinasi dengan Post Traumatic Stress Disorder.
Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang lambat, insomnia
(ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi,
nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan
konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak
menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan
sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah
hidup tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah
2.3.

Tahap rekontruksi
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola
kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korban mungkin telah sembuh, namun
beberapa yang tidak
mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang
serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat
meningkatkan, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 95

Pada korban penyiksaan atau pelecehan seksual, yang telah disiksa di


kamp konsentrasi, atau yang telah tinggal selama bulanan atau tahunan dalam
suatu keadaan kronis perang saudara akan menjadi seseorang dengan
kepribadian yang berbeda dari sebelumnya, merek menjadi pribadi yang penuh
kebencian, pemarah dan anti sosial. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini
pada akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.

2.4.
Dampak bencana pada komunitas
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska
bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal
sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga
(padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan
kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani
dengan baik akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat
lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka
yang terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang
padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai akibat
jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan tingkat perceraian
pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga meningkatnya kekerasan
intra-keluarga (kekerasan pada anak dan pasangannya.
Bantuan yang tidak terorganisir dan menempatkan korban sebagi objek pada
akhirnya, sama menghancurkannya dengan efek psikologis individual. Pemberian
bantuan yang tidak terpola menempatkan korban sebagai objek yang tidak
berdaya, pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan terjadi ketergantungan
pada pemberi bantuan.
Bencana fisik bisa menghancurkan lembaga masyarakat, seperti sekolah dan
komunitas agama, atau dapat mengganggu fungsi mereka karena efek langsung
dari bencana pada orang yang bertanggung jawab atas lembaga-lembaga, seperti
guru atau imam. Saat guru, tokoh adat atau tokoh agama menjadi korban dari
bencana dan tidak dapat mejalankan fungsinya, maka sarana dukungan sosial
dalam komunitas menjadi terganggung. Beberapa penelitian menunjukkan
meningkatnya kekerasan, agresi, penggunaan narkoba dan alcohol pada saat
sistem masyarakat tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu beberapa lembaga
keagamaan merespon cepat, dengan mengirim ustad-ustad, pendeta atau tokoh
agama lainnya ke daerah bencana. Para tokoh agama memberikan kontribusi
penting untuk menghidupkan kembali aktivitas dan ritual agama.

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERENTANAN PSIKOLOGIS


Tidak semua orang akan mengalami gejala dan dampak psikologis yang sama
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 96

pada saat menghadapi bencana. Beberapa faktor dapat meningkatkan ataupun


menurunkan resiko:
1. Tingkat keparahan. Semakin parah bencana yang terjadi, maka semakin
buruk kemungkinan dampaknya. Pada kasus kamp-kamp konsentrasi Nazi,
genosida Rwanda, Killing Fields di Kamboja, hampir semua orang yang
mengalami peristiwa traumatis menderita akibatnya untuk waktu yang sangat
lama.
2. Jenis bencana. Bencana yang terjadi karena manusia akan berdampak lebih
parah daripada bencana karena alam. Perang, Terorisme dan kerusuhan sosial
berdampak lebih merusak secara psikologis daripada Gempa, Tsunami ataupun
Banjir. Bencana karena manusia yang disengaja (pembakaran
toko,
pemerkosaan), akan lebih merusak daripada yang tidak disengaja (kecelakaan
kerja, robohnya bangunan). Dua orang pemiliki toko yang tokonya sama sama
terbakar saat kerusuhan di Solo 14 Mei 2008, menunjukkan reaksi yang
berbeda. Pemilik toko yang tokonya dibakar langsung dalam amuk massa,
menunjukkan gejala ptsd yang lebih kuat daripada pemilik toko yang tokonya
terbakar dalam kerusuhan tersebut namun secara tidak langsung (karena angin
yang bertiup kencang, membawa api dari rumah ke rumah)
3. Jenis kelamin dan usia. Wanita (terutama ibu-ibu yang memiliki anak balita),
anak usia lima sampai sepuluh, dan orang-orang tua lebih rentan daripada
yang lain. Orang dengan daya tahan fisik yang lebih lemah, akan
mengintepretasikan suatu ancaman lebih besar/mengerikan daripada
seseorang dengan daya tahan tubuh yang lebih kuat. Sebaliknya pada bayi
dan anak-anak dibawah 2 tahun, meski secara fisik mereka masih lemah,
namun kondisi psikologis mereka sangat ditentukan oleh orang tua atau orang
dewasa yang ada di dekat mereka karena kemampuan kognitif mereka dalam
mengenali bahaya masih terbatas. Jika orang dewasa disekitar mereka
bersikap tenang, maka merek juga akan relatif tenang
4. Kepribadian. Orang-orang dengan kepribadian yang matang, konsep diri yang
positip dan reseliensi yang bagus akan lebih mampu daripada yang tidak
memiliki. Orang-orang yang tumbuh dengan tidak percaya diri, ketika
menghadapi bencana juga akan mempersepsi tentang kekuatan dirinya
maupun masa depannya secara negatif dan mereka
5. Ketersediaan jaringan dan dukungan sosial . Keberadaan keluarga yang
mendukung, teman-teman, dan masyarakat
akan mampu mengurangi
kemungkinan efek samping jangka panjang. Masyarakat yang masih erat, dan
saling peduli akan lebih mampu mengatasi masa-masa sulit daripada
masyarakat perkotaan yang individualis. Kunjungan dan sapaan terhadap
korban, akan mempercepat pemulihan mereka. Pada faktor ini, tradisi kenduri 7
hari, 30 hari atau 100 hari paska kematian pada masyarakat Muslim di Jawa
ataupun kebaktian penghiburan pada orang Nasrani, memiliki peranan yang
besar dalam pemulihan. Korban yang kehilangan anggota keluarganya
mendapatkan dukungan sosial dengan kehadiran saudara dan sahabat
mereka.
6. Pengalaman sebelumnya. Mereka yang telah berhasil mengatasi dengan
trauma di masa lalu, akan lebih dapat mengatasi bencana berikutnya dengan
lebih baik.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 97

4. Aktivitas Psikososial Pada Setiap Tahapan Paska Bencana


Jangka waktu setiap tahap bersifat fleksibel dan tidak kaku, tergantung pada
tingkat bencana, aksesibilitas dan respon pemerintah. Oleh karena itu program
dibawah ini lebih bersifat fleksibel.
1. Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung

Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya


defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma

Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya


berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis

Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.

Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak

Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.

2. Tahap Pemulihan: Bulan pertama

Lanjutkan tahap tanggap darurat

Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan


efek trauma

Melatih konselor bencana tambahan

Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada korban

Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat

3. Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua

Lanjutkan tugas tanggap bencana.

Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau


ketangguhan.

Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang


masih membutuhkan pertolongan psikologis.

Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk korban bencana yang


membutuhkan.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 98

Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya


berbasis lembaga.

4. Fase Rekonstruksi

Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi pekerja


kemanusiaan dan korban bencana.

Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi.

Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana korban bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya.

Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang


pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

5. Dukungan Psikososial Pada Anak


Untuk anak-anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik mereka yang tidak
sekuat orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap ancaman bencana.
Rasa aman utama anak-anak adalah orang dewasa disekitar mereka (orang tua
dan guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak juga sangat
terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang dewasa lainya . Jika orangtua
dan guru mereka bereaksi dengan panik, anak akan semakin ketakutan. Saat
mereka tinggal di pengungsian dan kehilangan ketaraturan hidupnya. Tidak ada
jadwal yang teratur untuk kegiatan belajar, dan bermain, membuat anak kehilangan
kendali atas hidupnya.
Dibawah ini beberapa gejala stress pada anak paska bencana:

Takut pisah dari orang tua atau orang dewasa, selalu mengikuti orang
tuanya, ketakutan orang asing, ketakutan berlebihan pada "monster" atau
binatang

Kesulitan tidur atau menolak untuk pergi tidur

Kompulsif, bermain berulang-ulang


pengalaman bencana

Kembali ke perilaku sebelumnya, seperti mengompol atau menghisap


jempol

Mudah menangis dan menjerit

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 99

yang

merupakan

bagian

dari

Menarik diri, tidak ingin bermain bersama anak-anak lain

Ketakutan, termasuk mimpi buruk dan ketakutan


pemandangan, atau benda terkait dengan bencana

Agresif dan lekas marah

Mudah curiga

Mengeluh sakit kepala, sakit perut atau nyeri

Masalah di sekolah, menolak untuk pergi ke sekolah dan tidakmampu untuk


berkonsentrasi

suara

tertentu,

Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan
anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak.
Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang
teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-anak. Anakanak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip dengn
aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali,
untuk segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi
anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari
(atau bible study untuk anak-anak Nasrani).
Berikan anak dengan informasi faktual tentang apa yang terjadi dan apa yang
(atau akan terjadi). Gunakan bahasa sederhana, bahasa yang dapat dimengerti
anak. Yakinkan anak bahwa ia aman. Anak-anak sangat rentan terhadap
perasaan ditinggalkan saat mereka terpisah dari orang tua. Oleh karena itu hindari
upaya "melindungi" anak-anak dengan mengirimkan mereka pergi ke tempat lain
namun memisahkan mereka dari orang yang mereka cintai.
Adalah penting bagi pendamping anak untuk:

Membangun emosi yang positif seperti keceriaan, ketertarikan pada anak,


lembut, mendukung, peduli, kasih sayang, perhatian, hangat, dan puas
setelah mengikuti kegiatan.

Menerima anak apa adanya.

Membiarkan anak-anak tahu bahwa anda ingin membantu.

Memberikan pujian dan penghargaan atas usaha-usaha yang sudah


dilakukan anak atau perilaku positif yang ditampilkan anak

Hindari memberikan label atau cap buruk pada anak

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 100

Gunakan bahasa yang sederhana, sebisa mungkin menggunakan bahasa


setempat

Mendengar aktif

Berempati dan peka dengan kebutuhan anak

Memperhatikan bahasa tubuh anak

Menggunakan kontak mata

Menghindari penggunaan bahasa yang tidak dimengerti anak -sesuaikan


bahasa yang kita pakai dengan bahasa yang biasa dipakai anak sehari-hari

Menyediakan waktu lebih banyak guna berbicara dengan anak bila ada
anak yang membutuhkan waktu kita

Mendorong mereka untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan ide-ide


mereka

Memastikan mereka mengerti apa yang anda katakan

Bersikap hangat dan menggunakan nada bicara yang tepat

Memberi anak kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan ide-ide


mereka

Memberi anak kesempatan untuk memilih

Jangan menganak-emaskan atau terlalu berlebihan memperhatikan anak


tertentu

Bersikap fleksibel dan kreatif, mampu menyesuaikan diri apabila ada anak
yang tidak mau terlibat atau merasa bosan

Dapat bekerja dalam tim

Pendamping sebaiknya peka terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.


Hindari mendampingi anak jika sedang merasa lelah, tertekan, dan stres karena
dapat mempengaruhi ketika berinteraksi dengan anak. Mintalah pendamping lain
untuk menggantikan mendampingi mereka.

6. Assessment Psikososial
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 101

Agar program psikososial tepat sasaran maka perlu dilakukan assesment


tentang kondisi psikososial korban dan sumberdaya yang dimiliki. Assesment
psikososial adalah proses untuk mengindentifikasi kondisi psikososial pada suatu
kelompok/individu dan sumberdaya yang mereka miliki. Hasil assessment akan
menjadi panduan dalam pelaksanaan program dukungan psikososial. Beberapa hal
yang perlu diassest meliputi :
Rasa aman. Terbangunnya rasa aman secara psikologis menjadi pondasi
bagi berbagai intervensi lainnya.
Kondisi kesehatan mental. Kondisi kesehatan mental dapat diasessest
melalui berbagai metode, misalnya dengan berbagai macam angket
tentang stres paska trauma Pada anak-anak proses assesment bisa
dilakukan dengan permainan
Kearifan lokal. Setiap budaya pasti sudah mengembangkan aturan dan
tradisi untuk melindungi komunitasnya, termasuk memandu anggotanya
untuk pulih dari suatu bencana. Pekerja kemanusiaan perlu menggali
informasi tentang ritual-ritual atau tradisi yang dimiliki, dan
menggunakannya sebagai bagian dari intervensi psikososial.
Proses assesment harus dilakukan dengan kreatif, peka terhadap kondisi
korban dan peka terhadap budaya lokal. Pada masa tanggap darurat assesment
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian bantuan bahan pokok. Saat
membagi bantuan, sukarelawan psikososial dapat sambil bertanya kepada orangorang ditempat itu tentang orang-orang kondisi kesehatan mental. Atau dapat
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan medis.
7. Ketrampilan Dasar Pekerja Psikososial dalam Mendampingi Korban
Dalam mendampingi korban, pekerja kemanusiaan yang bergerak di bidang
psikososial sebaiknya memiliki ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan
untuk mendampingi mereka. Misalnya ketrampilan untuk mendengarkan dan
menenangkan atau meredakan emosi yang meledak-ledak, ketrampilan
memberikan emotional first aid, dan lainnya.
8. Berbagai teknik intervensi
Teknik mengurangi stres dan kecemasan.
Istirahat dan rekreasi: Istirahat singkat yang berkualitas dari kegiatan
sehari-hari dan tidur yang cukup penting, baik untuk pekerja bantuan dan
korban.
Ventilasi: Mengizinkan pekerja bantuan dan korban untuk berbicara
tentang pengalaman dan perasaan mereka, melalui defusing dan debrifing
Olahraga: Aktivitas fisik membantu menghilangkan stres. Memberikan
kesempatan bagi pekerja bantuan dan korban bencana untuk mendapatkan
latihan: bermain sepakola, volley, jogging, ataupun menari bersama
Relaksasi: Beberapa jenis latihan relaksasi dengan mudah dapat
diadaptasi untuk digunakan dalam pengaturan bencana untuk membantu
klien mengurangi kecemasan dan stres. Ini termasuk bernapas latihan
visualisasi, latihan relaksasi otot, dan kombinasi keduanya.
Ekspresif: teknik ekspresif adalah media ventilasi perasaan, untuk

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 102

menciptakan sebuah narasi baru tentang peristiwa mengerikan yang baru


saja mereka alami, memulihkan rasa kontrol, mendapatkan dukungan dari
rekan, dan normalisasi gejala-gejala psikologis yang dialami. Contoh teknik
ekspresif adalah menggambar, play back teater, pelepasan emosi, dan lain
sebagainya.

Teknik Meredakan Emosi

Pegang tangan atau pundak korban yang sedang kehilangan kendali atas
emosinya.
Mendengarkan sebagai cara untuk membantu pemulihan
Pertanyaan untuk memperjelas

Pertolongan Pertama Untuk Mengatasi Panik


Untuk menolong anak-anak agar tetap tenang dan tidak panic maka diperlukan
stimulasi terhadap neokoterks atau otak berpikirnya. Stimulasi dilakukan dengan
mengajak anak-anak berpikir dan menggerakkan tubuhnya,langkah-langkah:
1. Orang dewasa/guru/pendamping harus tenang atau jangan panik
2. Latih anak-anak untuk menstimulasi neokorteksnya dengan mengatakan dan
melakukan sesuatu yang menenangkan
Teknik relaksasi untuk orang dewasa
Relaksasi otot : korban atau klien diminta untuk menegangkan dan
mengendorkan ototnya
Relaksasi visualisasi : korban atau klien diminta untuk membayangkan suatu
tempat yang ia sukai dan ia merasa aman.
Relaksasi pernafasan : korban atau klien diminta untuk melakukan pola nafas
yang teratur, dan memberikan perhatian penuh pada nafasnya
Relaksasi untuk anak
Berbagai jenis relaksasi dapat membantu anak-anak untuk menjadi nyaman
dengan tubuh dan jiwa mereka. Relaksasi dapat membantu sirkulasi darah dan
oksigen ditubuh, relaksasi juga membantu menstimulasi batang otak untuk
melepaskan mekanisme freezing paska kejadian traumatic. Relaksasi yang
selama ini dikenal sebagai pendekatan pra terapi bagi orang dewasa (progresive
muscle, imajinasi, meta, dll) dapat dimodifikasi untuk relaksasi bagi anak. Pada
prinsipnya, kita perlu menambahkan dunia anak dalam proses relaksasi, yakni
dengan bermain dan imajinasi, yaitu dengan:
Sensor Tubuh
Menghirup bunga
Teriakan Penghalau Sing
Mengeluarkan Racun

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 103

Doa dan Sholawat


Menyanyikan lagu
Tempat rahasia

Mengekspresikan emosi untuk anak


Yaitu dengan cara :
Melepas balon
Menyimpan emosi
Mengatasi flashback
Mengidentifikasi emosi
Kursi kosong
Kegiatan Rekreasiona
Kegiatan Seni
Pertunjukan Drama dan Boneka
Bermain dan Permainan
Olahraga

K. Pengungsian
1. LATAR BELAKANG
Perlu diketahui bahwa bencana yang diikuti dengan pengungsian
menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah
bidang/sektor lain. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air
bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi
lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis
penyakit menular dll.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi
seseorang.
Dalam pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak
memenuhi syarat kesehatan yang mana secara langsung maupun tidak
langsung akan menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Untuk itu
di dalam penanggulangan masalah kesehatan pada bencana dan pengungsian
harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara
menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bias lagi secara sektoral, harus
terkoordinir secaara baik dengan lintas sektor dan lintas program.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 104

Standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat


bencana dan penganan pengungsi ini merupakan standar yang dipakai di
Dunia internasional. Dalam penggulangan masalah kesehatan akibat bencana
dan penanganan pengungsi di Indonesia diharapkan juga memakai standar ini
dengan memperhatikan hak Asasi Manusia (HAM) yaitu hak hidup, hak
mendapatkan pertolongan/bantuan dan hak asasi lainnya. Dalam penerapan
pemakaiannya, daerah yang menggunakan standar minimal ini diberi
keleluasaan untuk melakukan penyesuaian beberapa poin yang diperlukan
sesuai kondisi keadaan di lapangan.
Standar minimal ini dibuat dengan dasar pemikiran bahwa apabila tidak
terpenuhinya batas minimal kebutuhan hidup masyarakat korban bencana atau
pengungsi, langsung maupun tidak langsung akan berakibat timbulnya masalah
kedaruratan kesehatan.
Dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan
pengungsi diperlukan standarstandar yang dapat dipakai sebagai pegangan
atau patokan ukuran untuk merencanakan, memberi bantuan dan untuk
mengevaluasi.
Dibuatnya standar minimal ini untuk pegangan dalam setiap kegiatan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi baik yang dilakukan
oleh pemerintah maupun oleh LSM serta swasta lainnya.

2. ANALISIS SITUASI
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat yang besar. Pada tahun 2000 jumlah pengungsi internal
(IDPs) di Indonesia telah mencapai lebih dari 1,2 juta orang. Dalam situasi
bencana selalu terjadi kedaruratan di semua aspek kehidupan. Terjadinya
kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya system
komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang mengakibatkan
terganggunya tatanan kehidupan masyarakat.
Jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka
kesakitan merupakan dampak dari adanya bencana. Pada pasca bencana
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit,
cacat) dan ciriciri demografinya.
2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
5. Kelompokkelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu
hamil,bunifas dan manula)
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 105

6. Kemampuan dan sumberdaya setempat Identifikasi dan kecenderungan


masalah Setelah diketahui terjadi suatu bencana, langkah berikutnya
segara melakukan kegiatan identifikasi masalah. Dalam mengidentifikasi
masalah yang perlu diperhatikan yaitu :
Penyebab masalah, besar kecil dan berat ringannya masalah dan
berdampak pada masyarakat luas atau terbatas.
Dalam banyak hal mengenai bencana baik karena alam atau karena
ulah manusia (konflik sosial dengan kekerasan) yang disertai dengan
pengungsian, timbulnya masalah kesehatan sering terkait dengan menurunnya
pelayanan kesehatan, timbulnya kasus penyakit menular, terbatasnya
persediaan pangan dan menurunnya status gizi masyarakat, memburuknya
sanitasi lingkungan karena kurangnya persediaan air bersih, terbatasnya
tempat penampungan pengungsi (papan) serta sandang.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering
tidak memadai. Hal ini terjadi akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak
memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga
kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di lapangan, Bila kondisi
tersebut tidak segera ditangani dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk
akibat
bencana
tersebut.
Pada situasi bencana yang mengakibatkan rusaknya lahan pertanian yang
mengakibatkan produksi menurun, terputusnya sarana dan prasarana
transportasi yang akan mempengaruhi kelancaran distribusi pangan,
terputusnya jaringan komunikasi yang mengakibatkan terlambatnya informasi,
terjadinya konsentrasi massa disuatu tempat menimbulkan peningkatan
kebutuhan bahan makanan. Kondisi tersebut diatas menciptakan situasi rawan
pangan. Pemberian yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan pangan
dalam jangka panjang akan menurunkan status gizi masyarakat. Terbatasnya
persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, menurunnya daya tahan
tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan
penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk
pada suatu standar pelayanan minimal. Dapat diprediksi akan terjadi
peningkatan kasus penyakit menyular.
Setelah mengetahui kemungkinan yang akan terjadi dari anlisis diatas
diperlukan
suatu
program
kegiatan
yang
bias
mempertahankan
derajat kesehatan masyarakat. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam penanggulangan bencana dan penganan pengungsi disamping mengacu
kepada protap dan pedomanpedoman yang ada, juga diperlukan memakai
standar minimal penanggulangan masalah kesehatan
3. RUANG LINGKUP
Kita akan membahas tentang standar minimal yang meliputi pelayanan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan
pangan, lingkungan serta papan dan sandang.
4. PENGERIAN ATAU BATASAN

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 106

a. Standar Minimal Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup
(air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal
dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana
atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
b. Bencana
Adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan
kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan luar biasa dari pihak luar.
c. Tolok Ukur
Adalah pertanda yang menunujukkan bahwa suatu standar sudah (atau
belum) tercapai. Tolok ukur ini menyediakan cara untuk mengukur/menilai
dan mengkomunikasikan dampak atau hasil suatu program, juga prosesnya
dan metodametodanya. Tolok ukur bisa bersifat kuantitatif (berupa angka
angka yang menunjukkan jumlah atau persentase), bisa juga bersifat
kualitatif (berbentuk paparan keadaan atau status) .

5. DASAR HUKUM
a. Undang undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
b. Keputusan Presiden nomor 3 tahun 2001 Bakornas PBP.
c. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 130 tahun 2000 tentang
Organisasi dan tata kerja Depkes.
d. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang tata kerja
Depkes dan Kesos.
e. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang Prosedur
Tetap Pelayanan Kesehatan penanggulangan Bencana dan Penganan
Pengungsi. Keputusan Sekretaris Bakornas PBP nomor 2 tahun 2001
tentan Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan penanganan
Pengungsi.
6. KEBIJAKAN
a. Setiap korban bencana dengan masalah kesehatan akan mendapatkan
pelayanan kesehatan secara optimal.
b. Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit dengan peningkatan surveilans epidemiologi.
c. Memberikan pelayanan pangan dan gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup
untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan dan keadaan
gizi yang terdiri dari.
d. Penanggulangan masalah gizi pengungsi melalui orientasi dan pelatihan
secara professional oleh tenaga lapaangan.
e. Menyelenggarakan kedaruratan intervensi dengan gizi ilaksanakan
memperhatikan prevalensi, berdasarkan eadaan tingkat enyakit,
ketersediaan sumberdaya (tenaga, dana dan sarana). kebijakan yang ada,
kondisi penampungan sera latar belakang social budaya
f. Melakukan surveilans gizi untuk memantau perkembangan jumlah
pengungsi, keadaan status gizi dan kesehatan.
g. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sector, LSM, dan ormas
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 107

dalam penanggulangan masalah gizi pada setiap tahap, dengan melibatkan


tenaga ahli dibidang : gizi, sanitasi, evaluasi dan monitoring (surveilans)
serta loghistik.
h. Pemberdayaan pengungsi dibidang pemenuhan kebutuhan pangan
dilakukan sejak awal pengungsian.
i. Apabila pengungsian bertempat tinggal di pemukiman penduduk, maka
untuk penanganannya perlu dikoordinasikan dengan palayanan kesehatan
setempat.
j. Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkunga
akibat
terbatasnya
pengungsian,
sarana
melalui
kesehatan
pengawasan danlingkungan perbaikan yang ada kualitas ditempat
Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.
k. Memberikan bantuan teknis dalam upaya pemenuhan papan dan sandang
yang memenuhi syarat kesehatan.
7. STANDAR MINIMAL
a. PELAYANAN KESEHATAN
1. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana didasarkan pada
penilaian situasi awal serta data informasi kesehatan berkelanjutan,
berfungsi untuk mencegah pertambahan/menurunkan tingkat mekatian dan
jatuhnya korban akibat penyakit melalui pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan.
2. Tolok Ukur :
a. Puskesmas setempat, Puskesmas Pembantu, Bidang Desa dan Pos
kesehatan yang ada.
b. Bila mungkin, RS Swasta, Balai pengobatan Swasta, LSM Lokal
maupun LSM Internasional yang terkait dengan bidang kesehatan
bekerja sama serta mengkoordinasikan upayaupaya pelayanan
kesehatan bersama.
c. Memakai standar pelayanan puskesmas.
d. Dalam kasuskasus tertentu rujukan dapat dilakukan melalui system
rujukan yang ada.
e. 1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
f. 1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang
3. Dalam keadaan darurat terjadi perubahan angka kematian dari biasanya.
Tingkat kematian kasar :
Tolok ukur :
a) Normal rate 0,3 sampai 0,5/10.000 pddk/hari
b) Darurat terkontrol < 1/10.000 pddk/hari
c) Darurat kerusakan serius > 1/10.000 pddk/hari
d) Darurat tidak terkontrol > 2/10.000 pddk/hari
e) Kerusakan berat > 5/10.000 pddk/hari
Tingkat kematian bayi dibawah 5 tahun :
Tolok ukur :
a. Normal rate 1/10.000 pddk/hari

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 108

b. Darurat terkontrol < 2/10.000 pddk/hari


c. Darurat kerusakan serius > 2/10.000 pddk/hari
d. Darurat tidak terkontrol > 4/10.000 pddk/hari
8. KESEHATAN REPRODUKSI
Kegiatan yang harus dilaksanakan pada kesehatan reproduksi
adalah :
a. Keluarga Berencana (KB)
b. Kesehatan Ibu dan Anak antara lain :
c. Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas.
d. Pelayanan pasca keguguran.
e. Deteksi Dini dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS
f. Kesehatan Reproduksi Remaja
9. KESEHATAN JIWA
Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan
sampai ketingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan,
bimbingan, konseling, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan,
konseling, yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kewenangan
petugas disetiap jenjang pelayanan. Penanggulangan penderita stress paska
trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para relawan yang tergabung
dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun petugas
pemerintah ditingkat desa dan atau kecamatan,
Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan
dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu :
a. Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang)
b. Ahli Psikologi
c. Kader masyarakat yang telah dilatih. Persyaratan sarana rujukan penderita
Post Traumatic Stress (PTS)
d. Puskesmas
e. Klinik Psikologi
f. Rumah Sakit Umum
g. Rumah sakit Khusus Jiwa
10. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
10.1 Vaksinasi
Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam kekeadaan
darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin,
peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menundanunda lagi.
Tidak perlu menunggu sampai vaksin vaksin lain tersedia, atau sampai sudah
muncul laporan adanya penderita campak dilokasi, Mungkin (namum sangat
jarang terjadi) tim penilai situasi awal memutuskan bahwa vaksinasi campak tidak
perlu dilakukan. Bila demikian keputusan ini haruslah di dasari oleh faktor -factor
epidemiologis, misalnya pelaksanaan kampanye vaksinasi sebelumnya didaerah
itu, tingkat cangkupan vaksinasi yang sudah dijalankan, serta perkiraan jumlah
penduduk yang paling rentan terkena campak. Dampak kondisi lain, tim
penilai situasi awal mungkin merekomendasikan agar setiap orang yang telah
berusia lebih dari 15 tahun harus pula divaksin, dengan alasan kuat bahwa

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 109

nampak terbukti tingkat usia ini pun rawan terkena campak.

10.2
Tolok ukur kunci :
a. Bila muncul satu kasus campak (yang baru dalam tahap diduga ataupun
sudah dipastikan) ini berarti harus diadakan pemantauan dilokasi termasuk
mengenai status vaksinasi dan usia pasien .
b. Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6
bulan sampai 15 tahun atau lebih dan pemberian dosis vit A yang tepat
adalah kuncinya.
c. Cacar air (10% dari penduduk berusia 6 bulan sampai 5 tahun belum
diimunisasi.
d. Penyakit infeksi pernafasan (ada kecenderungan peningkatan kasus)
e. Diare (ada kecenderungan peningkatan kasus) Bila yang dihadapi di
lapangan adalah situasi pengungsian, para pendatang baru ke
lokasi/kamp/penampungan/pemukiman sementara secara sistematis harus
divaksin.
10.3
Semua anak usia 6 bulan hingga 15 tahun menerima vaksin campak
dan vitamin A dengan dosis yang tepat.
Tolok ukur kunci :
a. dilaksanakan oleh Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten dan bekerja sama dengan instansi terkait.
b. Sampai 100% dari semua anak dalam kelompok sasaran (termasuk para
pendatang baru di kamp pengungsian ) sudah divaksin.
c. Pasokan vaksin di lokasi setara dengan 14% kelompok sasaran,
termasuk 15% untuk kemungkinan terbuang/tidak terpakai dan 25%
cadangan : kebutuhan bagi pendatang baru diproyeksikan : bila belum
tersedia vaksin harus didatangkan.
d. Yang digunakan hanyalah vaksin dan jarumjarum suntik sekali pakai
yang memenuhi ketentuan WHO.
e. Rantai pasokan harus terus dipantau sejak pembuatannya sampai
kelokasi pemberian vaksin untuk menjamin kelayakannya.
f. Persediaan jarum suntik di lokasi setara dengan 125% kelompok
sasaran, termasuk 25% cadangan jarumjarum suntik berkapasitas 5
mililiter untuk melarutkan dosisdosis jamak tersedia. Diperlukan satu
jarum suntik untuk setiap zat yang akan dilarutkan bersama.
g. Kotak pengaman yang sesuai dengan rekomendasi WHO tersedia untuk
masingmasing jarum suntik sebelum dibuang sesudah digunakan.
Kotakkotak dibuang sesuai ketentuan WHO.
h. Pasokan vitamin A setara dengan 125% kelompok sasaran termasuk
25% cadangan bila akan digunakan bersamaan dengan kampanye
vaksinasi
campak.
i. Kepala Puskesmas merencanakan kebutuhan vaksin, KMS. Buku induk
khusus penanganan kesehatan pengungsi, peralatan dan tenaga
kesehatan (juru imunisasi) dengan memperhitungkan jumlah sasaran

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 110

sekaligus pemberian vitamin A.


j. Tanggal pemberian vaksin dicatat setiap catatan kesehatan anak
(memakai buku induk). Bila mungkin disediakan juga catatan kesehatan.
k. Bayi yang divaksin sebelum usia 9 bulan memerlukan revaksinasi bila
usianya mencapai 9 bulan.
l. Puskesmas melaksanakan memastikan vaksinasi berkesinambungan
yang rutin terhadapa setiap pendatang baru mengidentivikasi anakanak
yang butuh mencapai usia 9 bulan) di kamp pengungsian, dan
vaksinasikedua (bayi yang 13) Pesan pesan yang relevan dalam
bahasa daerah etempat disebarluaskan kepada kelompok kelompok
ibu atau pengasuh anak yang tengah menunggu giliran mencakup antara
lain manfaat vaksin, apa kemungkinan efek sampingnya, kapan harus
kembali untuk memperoleh revaksinasi, dan mengapa harus menyimpan
Kartu Menuju Sehat (KMS)
10.4
Masalah Umum Kesehatan di Pengungsian
Beberapa jenis penyakit yang sering timbul pada keadaan darurat dan
penyebab dari penyakit tersebut serta tindakan pencegahannya adalah sebagai
berikut :
a. Penyakit: Diare
Penyebab: Pemukiman terlalu padat,Pencemaran air dan makanan,
Sanitasi jelek
Tindakan Preventiv: Menyediakan area yang cukup, Pendidikan mengenai
Kesehatan, Membagikan sabun pembersih, Kesadaran kebersihan makan
dan pribadi,Penyediaan air bersih dan makanan yang cukup.
b. Penyakit: Cacar
Penyebab: Pemukiman terlalu Padat ?? Vaksinasi tak jalan
Tindakan Preventiv: Menyediakan area yang cukup, Imunisasi untuk anak
balita
c. Penyakit: Penyakit pernafasan
Penyebab: Perumahan kumuh, Kuranganya selimut pakaian dan Merokok
di
tempat
umum
Tindakan Preventiv: Menyediakan area yang cukup, Perlindungan yang
cukup seperti pakaian yang layak dan selimut yang memadai,
Memberantas tempat ber kembangbiaknya nyamuk
d. Penyakit: Malaria
Penyebab: Tempat tinggal yang tidak kondusif untuk perkembangbiakan
nyamuk
Tindakan Preventiv: Penyemprotan dan juga menjaga kebersihan
lingkungan, penyediaan kelambu, Penyediaan obat pencegah yang aman
untuk anak kecil dan ibu hamil
e. Penyakit: Meningitis
Penyebab:
pemukiman
yang
terlalu
padat
Tindakan Preventiv: Standar minimal untuk tempat tinggal yang layak,
Imunisasi sesuai dengan anjuran dokter
f. Penyakit: Tuberculosse
Penyebab: Pemukiman yang terlalu padat, Rentan terhadap virus TBC,
Gagal gizi
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 111

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

Tindakan Preventiv: Standar minimal untuk tempat tinggal yang layak


Penyakit: Typhoid
Penyebab: Pemukiman yang padat Kesadaran kebersihan kurang,
Kurangnya
air
bersih,
Kurangnya
sanitasi
Tindakan Preventiv: Satandar minimal untuk tempat tinggal yang layak Air
bersih yang cukup, Sanitasi yang memadai, Kesadaranakan pentingnya
kebersihan.
Penyakit: Cacingan
Penyebab:
pemukimanyang
padat,
Sanitasi
tidak
memadai
Tindakan Preventiv: Standar minimal untuk tempat tinggal yang layak,
Sanitasi yang layak, Memakai alas kaki, Kesadaran akan kesehatan
individu
Penyakit: Scabies
Penyebab: pemukimanyang padat, Kurangnya kesadaran kesehatan diri
Tindakan Preventiv: Standar minimal untuk tempat tinggal yang layak,
Cukup tersedianya air bersih dan sabun pembersih
Penyakit: Xerophtal/ Kurang Vitamnin A
Penyebab: Diet yang tidak sesuai, Disebabkan penyakit infeksi, cacar air
dan diare
Tindakan Preventiv: Cukup mengkonsumsi Vitamin A, Imunisasi untuk
mencegah penyakit tersebut
Penyakit: Anemia
Penyebab: Malaria, cacingan, Kurang zat besi dan folate
Tindakan Preventiv: Tindakan pencegah dari sumber sumber penyakit,
Mengatur pola makan
Penyakit: Tetanus
Penyebab: Luka yang tidak dirawat, Salah perlakuan waktu kelahiran
menyebabkan
penyakit
tetanus
Tindakan Preventiv: P3K yang memadai, Imunisasi bagi ibu hamil dan
memberi penyuluhan tentang kebersihan gunting, alat cukur
Penyakit: Hepatitis
Penyebab:
Tidak
bersih,
Pencemaran
air
dan
makanan
Tindakan Preventiv: Penyediaan air bersih yang cukup, Sanitasi yang
memadai, Transfusi darah yang aman
Penyakit: STD/HIV
Penyebab: Tidak bermasyarakat, Kesalahan transfusi, Kurangnya
informasi
Tindakan Preventiv: Tes Syphilis selama kehamilan,Tes darah untuk
Tansfusi, Tindakan pencegahan, Pendidikan kesehatan, Penyediaan
kondom, Tidak berganti pasangan

10.5
Manajemen Kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar risiko
risiko lebih jauh terhindarkan, termasuk kematian.
Tolok ukur Kunci :
a. Sistem pelacakan yang meliputi seluruh penduduk dengan menggunakan
definisi kasus standar dan merujuk kepada kasuskasus campak, yang
dicurigai maupun yang sudah dikonfirmasi, dijalankan.
b. Setiap pasien menerima vitamin A dan perawatan untuk komplikasi seperti

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 112

misalnya pneumonia, gastroenteritis, kekurangan gizi yang parah, dan


miningoencephalitis, yang dapat mengakibatkan kematian.
c. Status anak penderita campak dipantau, dan bila perlu dimasukkan dalam
program pemberian bantuan pangan/gizi.
10.6 Surveilans
Surveilans
dilakukan
terhadap
beberapa
penyakit
menular.
Tolok Ukur Kunci :
a. Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung
jawab atas pemantauan dan pengendalian secara jelas ditetapkan (Protap
penaggulangan Masalah Kesehatan akibat bencana dan penanganan
Pengungsi), dan seluruh LSM kemanusiaan di lokasi mengetahui kemana
harus mengirimkan laporan bila menjumpai kasus penyakit menular, baik
yang baru dalam tahap dicurigai ataupun sudah dikonfirmasikan.
b. Pemantauan dilangsungkan sepanjang waktu agar bisa secepatnya
melacak dan mengambil tindakan jika didapati kasus penyakit menular
sedini mungkin.
10.7 Ketenagaan
Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan pengungsi antara
10.000 20.000 :
a. Pekerja kesehatan lingkungan 10 20 orang
b. Bidan 5 10 orang
c. Para medis 4 5 orang
d. Dokter 1 orang
e. Asisten Apoteker 1 orang
f. Teknisi Laboratorium 1 orang
g. Pembantu Umum 5 10 orang
h. Pengawas Sanitasi 2 4 orang
i. Asisten Pengawas Sanitasi 10 20 orang
11. GIZI DAN PANGAN
11.1Penanggulangan masalah gizi dipengungsian adalah sebagai berikut :
a. Melakasnakan profesionalisme tenaga lapangan untuk penanganan gizi
pengungsi melalui orientasi dan pelatihan.
b. Menyelenggarakan kedaruratan intervensi dengan gizi dilaksanakan
memperhatikan prevalensi, berdasarkan keadaan tingkat penyakit,
ketersediaan seumberdaya (tenaga, dana dan sarana), kebijakan yang ada,
kondisi penampungan serta latar belakang social budaya. Melakukan
surveilans gizi untuk memantau perkembangan jumlah pengungsi, keadaan
status gizi dan kesehatan
c. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektoral, LSM, dan ormas
dalam penanggulangan masalah gizi pada setiap tahap, dengan melibatkan
tenaga ahli di bidang : Gizi, Sanitasi, Evaluasi dan Monitoring (Surveilans)
serta Logistik
d. Pemberdayaan pengungsi di bidang pemenuhan kebutuhan pangan
dilakukan
sejak
awal
pengungsian.
Prinsip penanganan gizi darurat terdiri dari 2 tahap yaitu tahap penyelamatan
dan tahap tanggap darurat serta melakukan pengamatan/Surveilans gizi.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 113

Tahap Penyelamatan Tahap penyelamatan merupakan kegiatan yang


bertujuan agar para pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status
gizi.
Tahap ini terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Fase pertama (fase 1) adalah saat :
a. Pengungsi baru terkena bencana.
b. Petugas belum sempat mengidentifikasi pengungsi secara lengkap
c. Belum ada perencanaan pemberian makanan terinci sehingga semua
golongan umur menerima bahan makanan yang sama Fase ini maksimum
selama 5 hari Fase ini bertujuan memberikan makanan kepada
masyarakat agar tidak lapar. Sasarannya adalah seluruh pengungsi,
dengan kegiatan :
a. Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin.
b. Pendataan awal , jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur.
c. Penyelenggaraan dapur umum (merujuk ke Depsos), dengan standar
minimal.
2. Fasse kedua (fase II) adalah saat :
a. Pengungsi sudah lebih dari 5 hari bermukim ditempat pengungsian.
b. Sudah ada gambaran keadaan umum pengungsi (jumlah, golongan
umur, jenis kelamin keadaan lingkungan dan sebagainya), sehingga
perencanaan pemberian bahan makanan sudah lebih terinci,
c. Ada umumnya bantuan bahan makanan cukup tersedia. Sasaran pada
fase ini adalah seluruh pengungsi dengan kegiatan :
1. Pengumpulan dan pengolahan data dasar status gizi.
2. Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi.
3. Merencanakan kebutuhan pangan untuk suplementasi gizi
4. Menyediakan paket Bantuan pangan (ransum) yang cukup, mudah dikonsumsi
oleh
semua
golongan
umur
dengan
syarat
minimal
sebagai
berikut ;
a. Setiap orang diperhitungkan menerima ransum senilai 2.100 Kkal, 40 gram
lemak dan 50 gram protein per hari.
b. Diusahakan memberikan pangan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan
setempat, mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan.
c. Harus memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
d. Mendistribusikan ransum sampai ditetapkannya jenis intervensi gizi
berdasarkan hasil data dasar (maksimum 2 minggu)
e. Memberikan penyuluhan kepada pengungsi tentang kebutuhan gizi dan cara
pengolahan bahan makanan masingmasing anggota keluarga.
11.2Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini dimulai selambatlambatnya pada hari ke 20 di tempat pengungsian.
Kegiatan
a. Melakukan penapisan (screening) bila prevalensi gizi kurang balita 10
14.9% atau 59.0% yang disertai dengan factor pemburuk.
b. Menyelenggarakan pemberian makanan tambahan sesuaidengan jenis
intervensi yang telah ditetapkan pada tahap 1 fase II (PMT
darurat/Ransum, PMT darurat terbatas serta PMT terapi).
c. Melakukan penyuluhan baik perorangan atau kelompok dengan materi
penyuluhan sesuai dengan butir b.
d. Memantau perkembangan status gizi melalui surveilans.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 114

e. Melakukan modifikasi/perbaikan intervensi sesuai dengan perubahan


tingkat kedaruratan :
1.
Jika prevalensi gizi kurang > 15% atau 1014% dengan factor
pemburuk, diberikan paket pangan dengan standar minimal per orang
perhari (ransum), dan diberikan PMT darurat untuk balita, ibu hamil ibu
meneteki dan lansia serta PMT terapi bagi penderita gizi buruk.
Ketentuan kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar
ransum.
2. Jika prevalensi gizi kurang 1014.9% atau 59.9% dengan factor
pemburuk diberikan PMT darurat terbatas pada balita, ibu hamil, ibu
meneteki dan lansia yang kurang gizi serta PMT terapi kepada
penderita gizi buruk.
3. Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa factor pemburuk atau < 5%
dengan factor pemburuk maka dilakukan penganan penderita gizi
kurang melalui pelayanan kesehatan setempat.
11.3Pengamatan/Surveilans
Gizi
Tahapan yang dilakukan pada surveilans gizi pengungsi dalam keadaan darurat
adalah :
a. Registrasi pengungsi
Registrasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui jumlah KK,
jumlah pengungsi (jiwa), jenis kelamin, umur dan bumil/buteki/usila. Di
samping itu diperlukan data penunjang lainnya misalnya : luas wilayah,
jumlah camp, sarana air bersih yang dapat diperoleh dari sumber data
lainnya. Registrasi dapat dilakukan sendiri atau menggunakan data yang
telah tersedia misalnya dari Satkorlak. Data tersebut digunakan untuk
menghitung kebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan dan
merencanakan tahapan surveilans berikutnya.
b. Pengumpulan dan dasar gizi
Data yang dikumpulkan adalah antropometri meliputi : berat badan, tinggi
badan, umur untuk menentukan status gizi. Data antropometri ini
dikumpulkan melalui survei dengan metodologi surveilans atau survei
cepat. Di samping itu diperlukan data penujang lainnya seperti : diare,
ISPA/ Pneumonia, campak, malaria, angka kematian kasar dan kematian
balita. Data penunjang ini dapat direroleh dari sumber lainnya, seperti
survei penyakit dari P2M. Data ini digunakan untuk menentukan tingkat
kedaruratan gizi dan jenisintervensi yang diperlukan.
c. Penapisan
Penapisan dilakukan apabila diperlukan intervensi pemberian makanan
tambahan secar terbatas (PMT darurat terbatas) dan PMT terapi. Untuk itu
dilakukan pengukuran antropometri ( BB/TB) semua anak untuk
menentukan sasaran intervensi. Pada kelompok rentan lainnya, penapisan
dilakukan dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas /LILA
d. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi ditujukan untuk menilai perubahan yang terjadi
terhadap status gizi pengungsi.
e. Kekurangan Vitamin A (Xeropthalmia)
Pada anakanak usia 6 hingga 71 minggu (jika ditemukan kondisi yang
sesuai dengan satu tolak ukur atau lebih, berarti perlu diambil tindakan
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 115

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

dalam lingkup kesehatan masyarakat secara menyeluruh).


Kekurangan Yodium dan pengendaliannya melalui Yodiomisasi garam
Kekuraangan Yodium bersifat problematic, Indikatorindikator biokimia
barangkali tidak bisa diukur dalam situasi darurat atau bencana, sementara
pengungkuran klinis terhambat risiko ketidakakuratan, Tetapi pemeriksaan
urin untuk mengetahui kadar Yodium perlu dilakukan guna mendapatkan
gambaran penuh tentang stetus Yodium, dan petunjuk kasar ke arah
keparahan situasi bisa diperoleh melalui pemeriksaan klinis terhadap
anakanak usia 612 tahun.
Kebutuhan

kebutuhan
gizi
Kadar gizi yang bisa dipakai untuk tujuan tujuan perencanaan dalam
proses penilaian situasi awal dilapangan pada keadaan darurat atau
bencana.
Kualitas
dan
keamanan
pangan
Pangan yang dibagikan kepada masyarakat korban bencana bermutu baik
dan di tangani secara aman sehingga layak dikonsumsi manusia.
Penanganan
dan
keamanan
Bahan
Pangan
Bahan pangan disimpan,diolah dan dikonsumsi dengan aman dan benar,
baik ditingkat rumah tangga maupun dalam konteks masyarakat secara
umum.
Persediaan Pangan
Peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana merupakan factor penting. Penafsiran terhadap problema
problema dan kebutuhankebutuhan borban bencana menjadi landasan
bagi perencanaan dan penerapan semua program.
Koordinasi
Seluruh kegiatan yang berkenaan dengan bantuan yang diberikan kepada
para korban bencana dan pengungsi dikoordinasikan dengan Bakornas
PBP di Pusat, Satkorlak PBP di Provinsi dan Satlak PBP di Kabupaten.
Pertanggung jawaban
Bahanbahan pangan yang akan diperbantukan serta danadana program
dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan menggunakan system yang
transparan dan dapat diaudit.
Pembagian Bantuan
Dalam program bantuan pangan, intinya adalah metode pembagian yang
baik,Inilah kunci keberhasilan (atau bila metodanya tidak layak, kegagalan)
pelaksaan program bantuan pangan sejak terjadinya bencana petugas
telah melaksanakan penilaian situasi awal, masalah pembagian atau
distribusi harus sudah dipikirkan dan diperhitungkan.

12. KUALITAS AIR


Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk
keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan
rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap
kesehatan akibat penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis
dari penggunaan jangka pendek.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 116

Tolok ukur kunci ;


a. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan
bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100
mili liter
b. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran
semacam itu sangat rendah.
c. Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu
ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus
didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar
yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,20,5 miligram perliter
dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
d. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
e. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna
air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka
pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang
telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang
kadar endapan bahanbahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu
sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang
cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.
13. PRASARANA DAN PERLENGKAPAN
Tolok ukur kunci :
a.

Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10


20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
b. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
c. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam
jam tertentu. Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk laki
laki. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah
tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
14. PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA
Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah
jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa
diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam
Tolok ukur kunci :
a. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
b. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban lakilaki dan jamban
permpuan)
c. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 117

hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
d. Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian
sembako, pusat pusat layanan kesehatan dsb.
e. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak
30 meter dari sumber air bawah tanah.Dasar penampung kotoran sedikitnya
1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak
merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai,
dan sebagainya
f. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orang
15. PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki
lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk
limbah medis.
a. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
b. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas
pakai,
perbanperban
kotor,
obatobatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempattempat umum.
c. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat
tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan
dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
d. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat
tempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan,
dengan system pengumpulan sampah secara harian.
e. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problemaproblema kesehatan dan lingkungan
hidup dapat terhindarkan.
f. 2 ( dua ) drum sampah untu 80 100 orang Tempat/lubang Sampah Padat
Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga
seharihari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari
sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100
meter jaraknya dar lubang sampah umum
2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
16. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR (PENGERINGAN)
Sistem pengeringan Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang
cukup bebas dari risiko. pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan,
air luapan dari sumbersumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari
prasaranaprasarana medis. Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk
melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
a. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik pengambilan/sumber
air untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat
pemukiman
b. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 118

c. Tempat tinggal, jalan jalan setapak, serta prasana prasana pengadaan


air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.
17. PROMOSI KESEHATAN
Banyak masalah kesehatan atau kejadian penyakit sebenarnya dapat
ditanggulangi atau dicegah bila kita memperhatikan aspek perilaku, baik
menyangkut perilaku sehubungan dengan lingkungan maupun perilaku
sehubungan dengan gaya hidup (sosial budaya).
Di daerah yang mengalami bencana atau konflik atau pengungsi
memungkinkan terjadinya pergeseran bahkan perubahan perilaku dari yang
tadinya berperilaku positif terhadap kesehatan berubah menjadi negatif terhadap
kesehatan sehingga muncullah kesehatan sebagai beberapa akibat masalah
kondisi atau lingkungan penyakit dan berkaitan gaya hidup dengan (sosial
budaya) yang tidak kondusif. Agar perilaku masyarakat di daerah gempa atau
konflik atau pengungsi tetap kondusif terhadap kesehatan, maka dibutuhkan
standar minimal promosi kesehatan dalam rangka penanggulangan bencana atau
konflik atau pengungsi khususnya berkaitan dengan perilaku positif
yang mendukung kesehatan sehingga kejadian penyakit di daerah bersangkutan
dapat ditanggulangi atau dicegah.
Materi promisi Kesehatan Materi promosi kesehatan disesuaikan dengan
permasalah atau kejadian penyakit yang biasa ada di daerah gempa atau konflik
atau pengungsi. Kejadian penyakit yang biasanya ada didaerah tersebut adalah
penyakit diare, gizi buruk, ISPA dan penyakit kulit. Kemungkinan lainnya adalah
penyakit campak, malaria, demam berdarah.
Aspek perilaku yang kerkaitan dengan penyakit tersebut antara lain :
membuang sampah dan kotoran tidak pada tempatnya, meminum air yang tidak
di masak, tidak pernah mandi, pertukaran pakaian yang sembarangan, pakaian
tidak pernah ganti, anak tidak terpenuhi gizinya, anak tidak sempat diimunisasi,
dll.
Promosi kesehatan ada 3 yaitu :
a. Pemberdayaan adalah promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran
primer sehingga sasaran primer berdaya di bidang kesehatan minimal 1
minggu sekali .
b. Dukungan suasana adalalh promosi kesehatan yang ditujukan kepada
sasaran sekunder sehingga sasaran tersebut kondusif atau mau
mendukung dan menyebarluaskan informasi kesehatan kepada sasaran
primer minimal 1 angkatan (20 orang)
c. Dukungan kebijakan adalah promosi kesehatan yang ditujukan kepada
sasaran tertier (pengambil keputusan) sehingga memperoleh dukungan
kebijakan atau sumber daya dalam rangka mengatasi permasalahan yang
ada setiap bulan sekali.
Sasaran dalam promosi kesehatan di bagi tiga yaitu :
a. Sasaran primer adalah sasaran yang akan kita ubah perilakunya.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 119

b. Sasaran sekunder adalah sasaran yang mendukung sasaran primer


dalam merubah perilaku.
c. Sasaran tertier adalah sasaran yang menunjang sasaran primer dan
sekunder dalam rangka meminta dukungan kebijakan dan sember daya.
18. HALHAL YANG BERKAITAN DENGAN KEBUTUHAN DASAR KESEHATAN
Yaitu :
Penampungan Keluarga
Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang
cukup untuk melindungi mereka dari dampakdampak iklim yang dapat
membahayakan mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi
syarat kesehatan (hangat, berudara segar, aman dan memberi keleluasaan
pribadi)
demi
menjamin
martabat
dan
kesejahteraan
mereka.
Tolok ukur kunci :
a. Ruang tertutup yang tersedia per orang ratarata berukuran 3,5 hingga 4,5
meter persegi 2
b. Dalam iklim yang hangat dan lembap, ruangruang itu memungkinkan aliran
udara optimal dan melindungi penghuninya dari terik matahari secara
langsung.
c. Bila iklim panas dan kering, bahanbahan bangunannya cukup berat untuk
memastikan kapasitas pelepasan panas yang maksimal. Kalau yang tersedia
hanya tendatenda atau lembaranlembaran plastik saja, pertimbangkan
penyediaan atap berganda atau lapisan pelepas panas.
d. Dalam udara dingin, bahan dan kontruksi ruang memastikan pengaturan
udara yang optimal. Suhu yang nyaman bagi para pengguni diperoleh
dengan cara penyekatan dipadukan dengan pakain hangat, selimut, tempat
tidur, dan konsumsi kalori yang cukup.
19. SANDANG
Para pengungsi, termasuk masyarakat setempat, memiliki cukup selimut,
pakaian, dan alas kaki untuk melindungi mereka dari iklim dan menjamin
martabat serta kesejahteraan mereka.
Tolok ukur kunci :
a. Para pengungsi dan penduduk setempat memiliki akses guna memperoleh
selimut yang cukup.
b. Lakilaki dan anakanak lelaki usia 14 tahun ke atas memiliki satu
setsandang lengkap, dengan ukuran yang cukup pas, cocok dengan
budaya,cuaca, dan iklim setempat.
c. Perempuan serta anakanak perempuan usia 14 tahun ke atas memiliki 2
set pakaian lengkap, termasuk pakaian dalam yang baru, dengan ukuran
yang cukup pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat. Mereka
memperoleh pembalut yang cukup secara teratur setiap bulan.
d. Anak anak usia 2 sampai 14 tahun memiliki satu set pakaian dengan
ukuran yang cukup pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat,
menurut jenis kelamin masingmasing.
e. Anak anak sampai usia 2 tahun memiliki 1 handuk badan, 1 handuk muka,
SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 120

1 syal bayi, 2 set pakaian lengkap, 6 popok dengan peniti, sabun bayi,
minyak bayi, dan 3 celana plastik. Alternatifnya ini dipasok sebagi modul.
f. Perlengkapan yang sesuai dengan budaya setempat untuk memakamkan
jenazah disediakan.
g. Terdapat perencanaan untuk mengganti selimut dan pakaian dengan yang
baru sesudah masa pemakaian tiga tahun.
h. Semua orang memperoleh alas kaki bila perlu.
20. KEBUTUHAN RUMAH TANGGA
Tiap keluarga memiliki akses terhadap piranti rumah tangga, sabun untuk
menjaga kebersihan pribadi dan peralatan lain yang diperlukan.
Tolok ukur kunci :
a. Keluarga keluarga pengungsi maupun tuan rumah memiliki piranti yang
pokok: 1 panci tertutup, 1 baskom, 1 pisau dapur, 2 sendok kayu, 2 alat
pengambil air yang berkapasitas antara 1 sampai 20 liter, ditambah alat
penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter.
b. Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok logam, 1 cangkir.
c. Tiap orang mendapatkan sabun ukuran 250 gram per bulan.
d. Terdapat perencanaan untuk mengganti alat alat yang tahan lama dengan
yang baru sesudah jangka waktu pemakaian 3 bulan.
e. Tiap keluarga memperoleh akses terhadap alatalat dan bahanbahan yang
sesuai untuk kegiatan mencari nafkah, sesegera mungkin.
f. Alatalat dan bahanbahan yang dipasok dianggap pantas oleh
penerimanya dan mereka sudah terbiasa menggunakannya, dengan tingkat
teknologis yang setara dengan piranti mereka sebelum terlanda musibah.
Barangbarang itu juga sesuai dengan kondisikondisi pemanfaatannya.

SAR TRENGGANA Malang Raya

Page 121

Anda mungkin juga menyukai