Disaster Management
Disaster Management
Disaster Management
2. DASAR HUKUM
Dasar hukum yang melatar belakangi penyusunan pedoman ini, sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Kedokteran.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007
Penanggulangan Bencana.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2008
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 1
tentang
Praktek
tentang
tentang
tentang
3. RUANG LINGKUP
Materi yang dibahas dalam buku Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit
Lapangan untuk Bencana ini mencakup persiapan pendirian, pelaksanaan
pendirian, manajemen operasional, penyimpanan serta perawatan fasilitas
dan perlengkapan rumah sakit lapangan.
4. PENGORGANISASIAN
Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang
diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan kesehatan rujukan (rawat jalan,
rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan dalam
kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit pelayanan tersebut terdiri dari
bagian-bagian yang saling bekerja sama di dalam memberikan pelayanan
medik dasar dan spesialistik baik untuk perorangan maupun kelompok korban
bencana. Untuk dapat menjalankan fungsi secara baik tentunya diperlukan
pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi dengan tugas
dan fungsi masing-masing bagian yang jelas. Demikian pula, mekanisme
koordinasi antar-bagian juga tergambar dengan jelas sehingga tidak
menimbulkan kesan yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain
Page 2
itu, mobilisasi tenaga yang bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian
rupa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik
5. URAIAN TUGAS
Kepala RS lapangan membawahi tiga orang koordinator yang memimpin
masing-masing bagian berikut :
1. Bagian pelayanan medik dan keperawatan
2. Bagian pelayanan penunjang medic
3. Bagian pelayanan umum.
Penanggung jawab Kepala RS Lapangan ditunjuk oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Tugas kepala RS lapangan
dan koordinator serta penanggung jawab unit yang terdapat dalam RS
lapangan dapat dilihat dalam penjelasan berikut :
5.1. Kepala Rumah Sakit Lapangan
Kriteria Kepala RS lapangan, antara lain :
1. Minimal dokter umum
2. Mempunyai pengalaman dalam penanggulangan bencana
3. Sehat jasmani dan rohani.
Tugas kepala RS lapangan, antara lain:
1. Memimpin dan mengelola tim RS lapangan dan SDM setempat guna
mencapai tujuan RS lapangan selama masa tugas.
2. Mengkoordinasikan operasional RS lapangan secara internal dan
eksternal (dengan institusi kesehatan setempat dan institusi lain).
3. Memantau dan mengevaluasi operasionalisasi RS lapangan sesuai
standar pelayanan medis secara rutin.
4. Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan RS lapangan.
5. Melaporkan seluruh kegiatan RS lapangan ke dinaskesehatan setempat
dan PPK secara berkala (laporan harian, mingguan, bulanan, laporan
akhir) yang mencakup data statistik kesehatan berdasarkan sistem
pemantauan kesehatan.
6. Merencanakan dan menyiapkan serah terima tanggung jawab kepada
tim pengganti yang meliputi unsur-unsur teknis dan administratif.
Page 3
Page 4
4. Menerima pasien dari ruang UGD, ruang bedah, dan ruang rawat
inap yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif.
5. Memberikan perawatan dan pemantauan intensif pada pasien.
6. Mengkoordinasi pemindahan pasien dari ruang intensif berdasarkan
kriteria ke ruang rawat inap, dirujuk, atau meninggal (ruang
jenazah).
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan unit
kamar operasi ke koordinator pelayanan medik dan keperawatan.
Page 5
Page 6
Page 7
Page 8
cleaning.
2. Mengelola laundry linen di RS lapangan.
3. Menyiapkan mesin cuci untuk laundry linen infeksius dan noninfeksius.
4. Memantau dan memelihara peralatan laundry dan kebersihan RS
lapangan.
5. Memantau pelaksanaan kegiatan laundry linen RS lapangan.
6. mengelola kebersihan RS lapangan dan peralatan penunjang tenda
RS lapangan.
7. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
laundry & cleaning.
5.20 Penanggung Jawab Unit Transportasi
Tugas penanggung jawab unit transportasi, antara lain:
1. Mengatur dan merencanakan kebutuhan transportasi RS lapangan
(mis., ambulans evakuasi pasien, mobilisasi, operasional) untuk
keberangkatan dan pemulangan tim serta perlengkapan RS lapangan.
2. Merencanakan dan mengatur kebutuhan bahan bakar kendaraan
operasional RS lapangan.
3. Mengatur jadwal transportasi untuk rujukan pasien, belanja, dsb.
4. Melakukan pemeliharaan alat transportasi (mobile clinic, ambulans,
mobil operasional).
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
transportasi.
5.21 Penanggung Jawab Unit Gudang
Tugas penanggung jawab unit gudang, mencakup penyelenggaraan
manajemen logistik RS lapangan, mulai dari pembelian, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, sampai penghapusan (mis., pemusnahan,
penyerahan ke instansi lain atau yang membutuhkan).
Tugas penanggung jawab gudang peralatan RS lapangan, antara lain:
1. Melakukan perencanaan kebutuhan operasional RS lapangan.
2. Menyimpan stok barang.
3. Melayani permintaan tambahan sekaligus mencatat dan
melaporkan keluar masuk barang.
4. Menyiapkan peralatan RS lapangan yang akan digunakan.
5. Melakukan pencatatan peralatan/sarana RS lapangan yang
digunakan.
6. Memelihara atau memeriksa kondisi peralatan atau sarana RS
lapangan (tenda, veltbed, dsb.) yang digunakan.
7. Mendistribusikan peralatan atau sarana RS lapangan ke instalasi
RS lapangan.
8. Menyimpan peralatan RS lapangan yang telah digunakan ke
dalam gudang RS lapangan.
Page 9
lain:
1. Merencanakan kebutuhan bahan bakar dan peralatan penerangan
RS lapangan.
2. Mengatur pencahayaan sesuai kebutuhan.
3. Melakukan pemasangan instalasi listrik dan lampu penerangan.
4. Melakukan pengawasan dan pemeliharaan peralatan listrik.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
pencahayaan dan instalasi listrik.
6. Melakukan pencatatan dan pemeriksaan seluruh peralatan yang
dipergunakan pada saat kegiatan, di awal dan di akhir kegiatan RS
lapangan.
5.23 Penanggung Jawab Unit Keamanan
Tugas penanggung jawab unit keamanan, antara lain:
1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan keamanan RS
lapangan.
2. Berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat, dari masyarakat
sampai polisi.
3. Mengatur jadwal piket keamanan harian RS lapangan.
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
keamanan, secara rutin selama operasionalisasi RS lapangan.
Beberapa alasan RS lapangan perlu didirikan, antara lain:
1. Rumah sakit yang ada tidak dapat menampung semua korban.
2. Rumah sakit yang ada tidak berfungsi secara optimal.
3. Rumah sakit yang ada sulit dijangkau dari lokasi bencana.
Page 10
Page 11
7.3.
Page 12
7.5.
7.6.
Page 13
penanggung
2. Penugasan
Waktu: Selama RS lapangan beroperasi.
Siapa yang menugaskan:
Kabupaten/kota: Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi: Kepala Dinas Kesehatan
Pusat: Kepala Pusat Penanggulangan Krisis
Lokasi: Tempat kejadian bencana.
Hak: Insentif, Alat pelindung diri, Personal kit sesuai dengan
keperluan
Kewajiban: Sesuai dengan penugasan.
3. Pergantian tenaga:
Untuk setiap tim, pergantian dilakukan setelah bertugas
maksimal selama 2 (dua) minggu.
Serah terima harus dilakukan minimal 1 (satu) hari sebelum
tugas berakhir.
7.7 Mobilisasi Peralatan Medis dan Non-Medis
Mekanisme penggerakan peralatan medis dan non-medis, meliputi:
1. Penggerakan alat medis dan non-medis ke lokasi mengacu
pada hasil assessment (y.i. situasi dan kondisi, geografi,
transportasi).
2. Kebutuhan bergantung pada jumlah dan jenis kasus korban.
3. Pengiriman berdasarkan efisiensi dan efektivitas.
4. Pengembalian atau pemeriksaan jenis dan jumlah alat
menggunakan format dan berita acara serah terima; bila ada
alat yang hilang merupakan tanggung jawab tim yang
bertugas pada saat itu.
Page 14
8.2.
Penyimpanan Obat
Pada dasarnya, sistem penyimpanan obat di RS lapangan hampir
sama dengan sistem penyimpanan di tempat lain seperti
Puskesmas atau RS rujukan. Obat harus disimpan di tempat yang
aman, disusun berdasarkan jenisnya secara alfabetis. Penyimpanan
menerapkan system FEFO dan FIFO. Petugas yang berwenang
dalam mengakses ruang penyimpanan obat hanya petugas yang
telah ditunjuk. Berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan
karena dapat memengaruhi penyimpanan obat.
Kelembaban. Udara lembab dapat menimbulkan kerusakan
pada tablet salut gula, kapsul, dan oralit.
Sinar matahari. Sinar matahari langsung dapat merusak bahan
injeksi dan sirup.
Page 15
8.3.
Pencatatan dan Pelaporan Obat
Mengingat situasi saat bencana sering menyebabkan sarana pelayanan
kesehatan mengalami kekurangan tenaga, maka untuk memudahkan
pencatatan, kartu dapat digunakan. Segala kegiatan pelayanan obat harus
dilaporkan
kepada
dinkes
kabupaten/kota/provinsi
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban tentang penggunaan obat, selain sebagai bahan evaluasi
pelaksanaan kegiatan di lokasi terjadinya bencana. Kegiatan pelaporan obat
dilakukan perhari, perminggu atau bergantung pada situasi di lapangan.
8.4.
Mobilisasi Prasarana
Prasarana adalah seluruh benda maupun jaringan atau instalasi yang membuat
Page 16
suatu sarana yang ada dapat berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Beberapa contoh prasarana dalam RS lapangan, antara lain:
instalasi air bersih, dimulai dari sumber air yang diolah melalui alat penjernih
air (water purifier) dengan keluaran berupa air bersih.
instalasi listrik, dimulai dari genset RS lapangan melalui jaringan instalasi
listrik dan keluar sebagai arus listrik yang digunakan pada stop kontak dan
lampu penerangan.
Instalasi pengkondisian udara, dimulai dari udara yang masuk melalui modul
pendingin kemudian disalurkan ke dalam tenda-tenda RS lapangan berupa
udara dingin atau panas.
Adapun mekanisme penggerakan prasarana, meliputi:
1. Persiapan unit-unit atau kit prasarana (mis., genset dan water purifier) yang
akan dimobilisasi ke lokasi bencana dari gudang penyimpanan.
2. Penyiapan sarana pengangkut unit-unit atau kit prasarana yang akan
dimobilisasi ke lokasi bencana.
3. Mobilisasi unit-unit atau kit prasarana ke lokasi bencana.
4. Pemasangan dan inisialisasi unit-unit atau kit prasarana di lokasi bencana.
5. Pemenuhan kebutuhan air dan listrik, RS lapangan dapat bekerja sama
dengan penyelenggara lokal.
6. Pemeliharaan unit-unit atau kit prasarana dilakukan secara berkala selama
operasionalisasi RS lapangan.
7. Pengembalian atau pemeriksaan jenis dan jumlah unit-unit atau kit
prasarana menggunakan format dan berita acara serah terima; bila ada
prasarana yang hilang merupakan tanggung jawab tim yang bertugas pada
saat itu.
Page 17
Page 18
Page 19
Page 20
12. Lakukan pembersihan secara rutin minimal sehari sekali (disapu dan dipel).
13. Selain petugas tidak diperbolehkan membawa benda tajam ke dalam tenda
karena dapat merusak tenda balon.
14. Masing-masing tenda memiliki perlengkapan dan peralatannya sendiri yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan dalam
tenda tersebut.
Catatan:
Page 21
Page 22
Page 23
4.
5.
6.
7.
pembuangan.
Bila dilengkapi shower, sistemnya harus dilengkapi dengan kran.
Bak penampung air harus mudah dikuras.
Dilengkapi dengan sistem pencahayaan.
Memiliki sistem ventilasi pembuangan udara yang berhubungan langsung
dengan udara luar.
Page 24
Page 25
Page 26
Page 27
g.
h.
i.
j.
Page 28
12.5
Pemeliharaan sarana/prasarana penunjang
Di bawah ini merupakan beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan
pemeliharan sarana/prasarana penunjanglain RS lapangan.
12.5.1. Toilet dan Kamar Mandi
Hal-hal yang diperhatikan dalam pemeliharaan toilet dan kamar mandi, antara
lain:
a. Dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.
b. Menggunakan desinfektan dan pengharum ruangan.
c. Membersihkan toilet dan kamar mandi setiap hari.
B. TRIAGE
Page 29
1. SEJARAH TRIAGE
Konsep awal triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman
Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter
bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan
sebuah sistem perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang
datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut
memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian
tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis
belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka
tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan
perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi
triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan
pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban
yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai.
Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat
pertama kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis
perang untuk perawatan yang lebih baik.
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
metode S.T.A.R.T atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 30
Merah Prioritas 1
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis
keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan
berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status mental
Kuning Prioritas 2
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang
mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau
kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera
punggung.
Hijau Prioritas 3
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai
Walking Wounded atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
Hitam Prioritas 0
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.
Page 31
TIDAK
YA
Penderita bernafas ?
YA
30 X
HIJAU
Frekuensi Pernafasan
TIDAK
< 30 X
HITAM
MERAH
2 detik
< 2 detik
TIDAK
Page 32
YA
KUNING
Page 33
Skor 12 : delayed
11
: urgent, dapat ditunda
4 10 : immediate, memerlukan penatalaksanaan sesegera
mungkin
03
: morgue, cedera serius yang tidak lagi memerlukan
tindakan darurat
Glasgow Coma Scale
GCS
Points
15 - 13
4
12 - 9
3
8-6
2
5-4
1
3
0
Systolic Pressure
SBP
Points
> 89
4
76 - 89
3
50 - 75
2
1 - 49
1
0
0
Respiratory Rate
RR
Points
10 - 30
4
> 30
3
6-9
2
1-5
1
0
0
Page 34
mungkin
T2 (II)
Cedera berat
Observasi
ketat, Trauma
amputasi
minor, Kuning
penanganan
cedera jaringan lunak, fraktur
secepatnya, transport dan dislokasi
sedapat mungkin
T3 (III)
T4 (IV)
Harapan
Observasi dan bila Cedera berat, pendarahan Biru
hidup
kecil memungkinkan
berat, pemeriksaan neurologis
atau
tidak pemberian analgetik
negatif
ada
T5 (V)
Meninggal
Menjaga
jenazah, Dead on arrival, perburukan Hitam
identifikasi
bila dari T1-4, tidak ada napas
memungkinkan
spontan
6. HASIL TRIAGE
Evakuasi
Simple triage mengidentifikasi pasien mana yang memerlukan tindakan
secepatnya. Di lapangan, triage juga melakukan penilaian prioritas untuk
evakuasi ke rumah sakit. Pada sistem START, pasien dievakuasi sebagai
berikut :
Page 35
Page 36
Pada beberapa rumah sakit yang sudah menggunakan dokter triage, dokter
tersebut dapat menganjurkan seorang pasien untuk masuk dan menerima
penanganan dari dokter IGD atau dirawat langsung oleh dokter yang merawat
di ruangan. Hal ini untuk meningkatkan efektivitas dimana pasien dapat
sesegera mungkin mendapat perawatan lebih lanjut.
Pemilahan dalam rumah sakit ini juga memerlukan pengetahuan akan bed
control dan tenaga bantuan, bed mana yang dapat digunakan dan fasilitas apa
saja yang diperlukan selama dalam penanganan di IGD dan dalam perawatan
di ruang rawat inap.
Page 37
Page 38
Menurut pat
ahan tulang:
a. Avulsion
c. fracture Otot atau ligament turut robek atau keluar
d. Comminuted fracture : Tulang patah menjadi beberapa bagian.
e. Compression (crush) fracture Biasanya terjadi pada tulang yang
mempunyai jaringan spongiosum (seperti spon) misalnya diantara ruas
tulang belakang Kejadiannya adalah gaya tegak lurus terhadap tubuh yang
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 39
7. TEKNIK IMMOBILISASI.
a. Jika ada perdarahan hentikan dahulu perdarahannya.
b. Lakuk rawat luka seperlunya
Page 40
c. Pilihlah bahan yang keras untuk bidai dengan panjang dan lebar disesuaikan
dengan bagian yang patah, yang penting panjang bidai melewati dua sendi
pada bagian patah . Bahan tersebut misanya kayu,triplek, bambo , kartoon
tebal , Kardus, buku dsb.
d. Siapkan dua bidai tersebut dengan panjangnya dapat melewati 2 sendi.
e. Balutlah bidai tersebut dengan bahan yang lembut misalnya , kapas, kain,
spon tipis , mungkin baju dsb.
f. Letakan kedua bidai tersebut satu disisi luar dan satu di sisi dalam bagian
yang patah.
g. Jangan melakukan upaya merubah posisi, bidailah seperti yang di temui.
h. Hati-hati ketika meletakan bidai oleh karena gerakan atau sentuhan sedikit
saja menyebabkan rangsangan nyeri yang luar biasa .
i. Ikatlah bidai tersebut di atau di lilit berband atau apa saja yang penting bidai
berfungsi dengan baik. Ingat ketika mengikat jangan terlalu kencang Karena
menghambat aliran darah ke perifer .
j. Segera upayakan transportasi rujukan
k. Selama merujuk tetap awasi korban dan perhatikan daerah perifer bagian
yang
patah
terhadap
kemungkinan
terjadi
bendungan.
Page 41
ANTOMI
TULANG
LEHER
DAN
TULANG
Tulang leher dan tulang belakang adalah deretan tulang yang berperan
sebagai penyangga utama tubuh. Deret tulang ini terbagai atas 7 ruas tulang
leher 12 tulang belakang, 5 ruas tulang lumbal (pinggang), 5 tulang sacrum, 4
-5 ruas tulang duduk.
Fungsi seluruh deret tulang belakang ini sangat penting dan vital antara lain :
a. Menegakkan batang tubuh
b. Dalam ruas tulang belakang (columna vertebrae) merupakan tempat
berjalanya saraf pusat keperifer yang mensarafi seluruh organ dalam
Jantung ,Paru, Usus, kandung kemih dsb juga anggota gerak
c. Disela-sela antar ruas tulang belang terdapat bantalan kejaringan spon
(spongiosa) yang rentan terhadap
ruda paksa terutama vertikal
impack.
d. Didalam deret tulang belakang juga merupakan tempat keluarnya jaras
saraf yang melayani sistim gerak (otot )
Demikian penting tulang belakang untuk menyangga fungsi sistem organ
tubuh sehingga bila terjadi cedera atau di curigai cedera pada tulang belakang
maka pertolongannya membutuhkan teknik yang cermat dan tepat
2. PENYEBAB CEDERA
Page 42
1. Akselerasi-deselerasi.
2. Impak lokal.
3. Penetrating.
4. Crush Injury.
3. AKIBAT TRAUMA
3.1.
Primer
Sekunder
Page 43
Page 44
5. Bila dibutuhkan tempat utk segara menyelamatkan nyawa. (mis tempat datar
untuk CPR )
6. Dibutuhkan jalur evakuasi ketempat lain
7. Paparan cuaca ekstrem
Teknik pemindahan ini bergantung pada beberapa factor yaitu
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
Rescuer sendirian
proporsi korban lebih besar dari rescuer,
Tidak ada sarana evakuasi lain
Ruang sempit dan rendah ( lorong)
Situasi demikian gawat, membahayakan korban dan rescuer sedang
korban tidak sadar.
f. Rescuer tidak dapat/sulit mencapai daerahkepala.
g. Bila rescuer berjalan jongkok maka teknik ini digunakan untuk menghindari
kobaran api dan kepulan asap.
Hal yang perlu di perhatikan adalah :
a. Rescuer harus memastikan tidak ada cedera serius pada tulang dan
Page 45
3.2.
Prinsip pengunaan teknik ini sama dengan ankle pull, teknik ini dilakukan ketika
rescuer dapat mencapai daerah kepala dengan mudah dan korban tidak berbaju. Bila
ada cedera di kepala dengan medan sangat sempit dan rescuer akan mencapai akses
lebih luas teknik ini lebih mudah dilakukan walaupun jaraknya relative lebih jauh.
3.3.
Menarik Baju (Shirt drag - Clothing Drag Technique)
Teknik memindahkan korban dengahn menarik baju dan dapart dilakukan ketika
rescuer sendiran. Prinsip sama dengan teknik ankle Pull dan Shoulder Pull tetapi
yang di tarik adalah baju korban. Perhatikan cara menariknya pada pakaian bagian
punggung. Bila di tarik pada bagian pundak maka yang depan akan mencekik
korban. Kepala korban harus tetap dilindungi dengan kedua lengan rescuer
3.4.
Shirt Drag
a. Silangkan kedua lengan korban bila perlu di fiksasi agar tidak cedera selama
penarikan.
b. Pegang pakaian korban dibagian punggung (sejajar ketiak) sebagai tumpuan
tarikan.
c. Pastikan bahwa ketika korban di tarik pakaian tidak mencekik leher
Page 46
3.5.
Teknik menarik menggunakan selimut (Blanket Drag Technique)
Merupakan teknik memindah korban dengan meletakan korban diatas lembaran kain
atau apa saja alas (selimut, jarit, sarung, handuk lebar. Spei, banner, dsb) dibawah
punggung korban yang dapat menyelimuti korban sehingga korban aman. Teknik ini
relative lebih ringan oleh karena itu bila korban lebih besar dari rescuer cara ini dapat
di gunakan.
Prinsip dan hal yang harus di perhatikan sama dengan teknik sebelumnnya.
a. Bentangkan kain secara memanjang di samping korban
b. Miringkan korban kearah rescuer untuk memasukan kain dibawah korban.
c. Miringkan ke sisi yang lain untuk merentangkan kain dibawah korban
sehinggakorban ada di atas kai.
d. Selimutkan kain tersebur upayakan dapat melingkupi seluruh tubuh korban.
e. Sedapat mungkin alas pada bagian kaki dapat disimpul/ diikat sebagai
tumpuan kaki korban agar tubuhnya tidak lepas dari alas ketika dilakukan
tarikan
Gambar 5.
alas
Teknik memasang
Page 47
3.6.
Page 48
Gb. 8
pusat
dibawah
3.8.
Teknik menarik lengan dengan merangkak (Firefighters Drag Technique)
Kedua tangan korban disatukan dengan ikatan, kalungkan lengan tersebut keleher
rescuer sehingga posisi rescuer terhadap korban seperti gambar 10.
Teknik ini digunakan ketika membawa korban melewati lorong yang sempit dan
panjang atau untuk menghindari kepulan asap
Page 49
3.9.
Gambar x : Teknik memapah (Walking assist /Rescuer Assist Nonurgent Move/ Man
as crutch)
3.10.
Page 50
Page 51
3.11.
3.12.
Page 52
4.2.
4.3.
dengan
kursi
Page 53
4.4.
THREE-PERSON CARRY
OR STRETCHER LIFT
tidur
transportasi.
Page 54
tandu
atau
sarana
a.
korban.
b. Komando berada pada rescuer yang
dikepala korban.
c. Masukan
lengan sejauh mungkin
sampai pada sisi lain tubuh korban ,
angkat dan taruh diatas paha.
d. Dalam hitungan ketiga tangkupkan
korban kedada rescuer.
e. Dalam hitungan ketiga
rescuer
berdiri
seluruh
serempak.
Dan
berjalan.
f. Ketika menurunkan korban tahapnya
sama seperti mengangkat .
Tiga
atau
lebih
rescuers
berdiri
berhadapan
di
samping
korban,
tenaganya yang paling kuat berada di
tengah
a. Rescuer
saling
berpegangan
lengan
b. Rescuer yang paling ujung hanya
dapat memegang satu lengan
teman dihadapannya dan lengan
satunya akan menopang kepala
atau kaki korban .
c. Komando berasapada rescuer yang
Page 55
Page 56
Page 57
vagina, tekanan pada perut, dan nyeri pada bagian bawah punggung.
Tindakan yang dapat dilakukan jika mengalami pendarahan abnormal selama masa
kehamilan?
a. Gunakan pembalut untuk mengamati seberapa banyak darah yang keluar dan
seperti apa pendarahannya (contohnya pink, merah, atau kecoklatan ; polos
atau dipenuhi gumpalan darah). Jangan melakukan hubungan seksual selama
pendarahan masih terjadi Baringkan ibu hamil dengan posisi kaki lebih tinggi
dari bahu.
b. Istirahat hingga perdarahan berkurang.
c. Jangan melakukan aktivitas yang berat, misalnya mengangkat beban.
d. Hubungi dokter jika darah keluar cukup banyak agar segera mendapat
penanganan yang tepat.
Page 58
a) Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu
24 jam pertama setelah pesalinan.
b) Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24
jam pertama setelah persalinan.
D. BAHAYA PERDARAHAN POST PARTUM
Bahaya Perdarahan Post Partum yang paling dekat adalah terjadinya syok
hypovelemik, sehingga sebelum terjadi syok yang lebih berat segera lakukan
tindakan. Tanda awal terjadinya syok adalah
a.
b.
c.
d.
e.
f.
<70
Tidak
ada
respon
0
2
<8
<40
40 -50
9 -18
51 -100
71 -80
81 -100
Respon
terhadap
nyeri
<3
Respon
terhadap
suara
< 45
Page 59
101
-164
sadar
> 45
1
19 -25
2
26-30
101 -110
111 -129
165-200
>200
< 95
95 -104
Gelisah
3
>30
>129
> 105
(cc/jam
atau
dalam24
<
(24
> 1000
(24 jam
Jumlah Skor
total
0-1
2
3
4
Tindakan
Observasi
Lapor Kepala jaga
Lapor kepala jaga, dokter jaga .
Lakukan rujukan
Page 60
Kontraksi lemah
Lakukan eksplorasi
Sisa plasentaTrauma
Gangguan koagulasi
Lakukan eksplorasi
Tidak ada sisa plasenta atau trauma
Penanganan atonia
uteri
10. PENGKAYAAN WAWASAN (Penatalaksanaan berdasarkan kasuistik)
Penyebab Perdarahan Post Partum yaitu :
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Faktor predisposisinya:
a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b. Multipara
c. Kelelahan persalinan lama
d. Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e. Infeksi intra uterin
f. Kehamilan grande multi
g. Mioma uteri
h. Ada riwayat atonia uteri
gemeli,
Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 61
bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak
500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap
dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti.
Penatalaksanaaan
a. Pemijatan uterus
b. Oksitosin dapat diberikan
c. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika
perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika
terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji
pembekuan darah sederhana.
d. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya
koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal
atau kompresi aorta abdominalis.
e. Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri
uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa.
2. Inversio uteri
Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat
bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus
ke bawah (misalnya disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan
perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah atau karena adanya
tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan
intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
Page 62
Diagnosis
a.
b.
Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan banyak bisa juga terjadi syok, apalagi bila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang telepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pada pemeriksaan dalam Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus
teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak
ada (terbalik).
Penatalaksanaan
a.
b.
c.
d.
e.
3. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai
menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium.
Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah
kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di
uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer
dan (lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap
pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara
pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta
lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan
Page 63
Page 64
Trauma lain
Ruptura vesika urinaria, diagnosanya nyeri diatas simfisis, urine berdarah,
simfisiolisis diagnosanya nyeri pada persendian simfisis pubis. Terapinya
simfisolisis konservatif dengan jalan mengikat bokong sekuatnya sehingga
simfisis mendekat dan akan sembuh sendiri. Profilaksis untuk kehamilan
selanjutnya harus operasi.
Sindroma Sheehan:
1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan
berbagai tingkatannya.
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 65
2. Paritas
Salah
satu
penyebab
perdarahan
post
partum
adalah
multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang
telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai
batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap
abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita
yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang
menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan
jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang
bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga
tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak
anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 66
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan
komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk
petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang
akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus,
kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit
atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum
dan post partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau
beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan
adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding
rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan
kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan
overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang
berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan
baik.
Page 67
dan buah hati (Elias, 2009). Namun, tidak banyak Ibu yang mengetahui kebutuhan
gizinya selama menjalankan proses persalinan. Tim investigasi Walter Reed Army
Medical Center, mengamati bahwa kebutuhan metabolisme saat persalinan sama
dengan olah raga aerobik yang terus menerus. American College of Nurse
Midewife menerima analogi ini, dan menganjurkan pada Ibu bersalin untuk minum
cairan karbohidrat relevan dengan American College of Sport Medicine yang
menganjurkan minum cairan karbohidrat selama olah raga untuk mengatasi
kelelahan, hal yang sama berlaku untuk Ibu bersalin (Nancy, 2010).Menurut
Saifuddin (2006) Faktor Ibu berpengaruh terhadap proses persalinan meliputi
keadaan hidrasi, perubahan sikap/perilaku dan tingkat tenaga yang dimiliki untuk
mengejan. Ibu yang mengalami persalinan harus bebas untuk makan dan minum
sebagai tuntutan tubuh mereka. Kebanyakan Ibu masih akan merasa nyaman
untuk makan cemilan pada awal persalinan, tapi setelah kontraksi yang sering
kecenderungan makan berkurang (Enkin et al (2000) dalam Thorpe et al, (2009)).
Penelitian sejenis dalam mengetahui pengaruh asupan oral selama
persalinan terhadap dampaknya pada persalinan atau hasil persalinan banyak
dilakukan. Seperti OSulifan et al (2009) bahwa konsumsi makanan ringan selama
persalinan tidak mempengaruhi proses persalinan atau hasil neonatal/bayi, juga
tidak menyebabkan kejadian muntah. Tidak ada pembenaran pembatasan intake
cairan dan makanan bagi Ibu melahirkan pada resiko komplikasi rendah. Tidak
ada penelitian khusus yang mengamati meningkatnya resiko komplikasi pada Ibu
melahirkan, maka tidak ada bukti untuk membatasi intake cairan dan makanan
pada Ibu melahirkan (Singata et al, 2010).
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Australia dan Europa
menunjukkan bahwa intake oral memiliki manfaat dan tidak ada hubungan
terhadap kejadian buruk yang sering dikaitkan dengannya seperti mual, lamanya
persalinan dan begitu pula dengan keadaan maternal lain dan bayinya (William L,
and Wilkins, 2010). Sekitar 30 % dari Ibu yang makan selama persalinan, 25 %
diantaranya melaporkan bahwa mendapat kepuasan secara keseluruhan dari
pengalaman melahirkan dan penelitian tersebut menunjukkan tidak ada
perbedaan hasil persalinan pada kelompok Ibu yang makan dan kelompok Ibu
yang tidak makan (Armstrong dan Johnston, 2000).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa dikarenakan
kebutuhan energi yang begitu besar pada Ibu melahirkan dan untuk memastikan
kesejahteraan ibu dan anak, tenaga kesehatan tidak boleh menghalangi
keinganan Ibu yang melahirkan untuk makan atau minum selama persalinan
(WHO, 1997 dalam William L, and Wilkins, 2010). Persatuan dokter kandungan
dan ginekologi Kanada merekomendasikan kepada tenaga kesehatan untuk
menawarkan Ibu bersalin diet makanan ringan dan cairan selama persalinan
(Persatuan dokter kandungan dan ginekologi Kanada, 1998 dalam William L, and
Wilkins, 2010).
Page 68
Makanan yang disarankan dikonsumsi pada kelompok Ibu yang makan saat
persalinan adalah roti, biskuit, sayuran dan buah-buahan, yogurt rendah lemak,
sup, minuman isotonik dan jus buah-buahan (OSullivan et al, 2009). Menurut Elias
(2009) Nutrisi dan hidrasi sangat penting selama proses persalinan untuk
memastikan kecukupan energi dan mempertahankan kesimbangan normal cairan
dan elektrolit bagi Ibu dan bayi. Cairan isotonik dan makanan ringan yang
mempermudah pengosongan lambung cocok untuk awal persalinan. Jenis
makanan dan cairan yang dianjurkan dikonsumsi pada Ibu bersalin adalah sebagai
berikut (Champion dalam Elias,2009):
Makanan:
1) Roti atau roti panggan (rendah serat) yang rendah lemak baik diberi selai
ataupun madu.
2) Sarapan sereal rendah serat dengan rendah susu.
3) Nasi tim.
4) Biskuit.
5) Yogurt rendah lemak.
6) Buah segar atau buah kaleng.
Minuman:
1) Minuman yogurt rendah lemak.
2) Es blok.
3) Jus buah-buahan.
4) Kaldu jernih.
5) Diluted squash drinks.
6) Air mineral.
7) Cairan olahraga atau cairan isotonik.
Page 69
Ibu melahirkan harus dimotivasi untuk minum sesuai kebutuhan atau tingkat
kehausannya. Jika asupan cairan Ibu tidak adekuat atau mengalami muntah, dia
akan menjadi dehidrasi, terutama ketika melahirkan menjadikannya banyak
berkeringat (Micklewirght & Champion, 2002 dalam Thorpe et al, 2009). Salah satu
gejala dehidrasi adalah kelelahan dan itu dapat mengganggu kemajuan persalinan
dan menyulitkan bagi Ibu untuk lebih termotivasi dan aktif selama persalinan. Jika
Ibu dapat mengikuti kecenderungannya untuk minum, maka mereka tidak mungkin
mengalami dehidrasi (McCormick, 2003 dalam Thorpe et al, 2009).
b) Ketosis
Page 70
c) Hiponatremia
Hiponatremia dapat menimbulakan komplikasi kehamilan pada Ibu hamil.
Hiponatremia kondisi yang ditemukan pada Ibu bersalin yang terlalu banyak
minum air. Penelitian Johanssen et al (2002) dalam Nancy (2010)
ditemukan 4 neonatus dan Ibu melahirkan mengalami kejang dan gangguan
sistem syaraf pusat yang berhubungan dengan asupan oral Ibu selama
bersalin sebanyak 4 dan 10 liter air atau jus buah selama persalinan. Terjadi
peningkatan cairan ekstraseluler pada Ibu hamil dan kemampuan
kompensasi cairan akut pada Ibu hamil mengalami penurunan. Sehingga
Ibu dan janin mengalami penurunan yang cepat kadar natrium dalam darah.
Penelitian terbaru di Swedia oleh Moen et al (2009) dalam Nancy
(2010) bahwa hiponantremia ditemukan 16 dari 61 Ibu melahirkan yang
minum lebih dari 2.500 ml selama persalinan. Hiponatremia dihubungkan
dengan lama persalinan kala II, persalinan sesar, dan kegagalan kemajuan
janin. Sehingga disarankan untuk membatasi asupan cairan tidak lebih dari
2.500 ml, dan tidak diberikan cairan hipotonik secara intravena pada Ibu
bersalin. Sehingga makan dan minum dianjurkan namun tidak pula
berlebihan.
Page 71
d) Stres Persalinan
Ternyata makan dan minum saat persalinan dapat mengurangi
stress pada Ibu ketika bersalin. Penelitian Penny Simpkin (1986) dalam
Nancy (2010) melaporkan dari 159 Ibu bersalin, 27% Ibu yang dibatasi
asupan makanan mengalami stress dan 57% Ibu bersalin mengalami
stress dengan pembatasan asupan cairan. Penelitian senada dilakukan
oleh Amstrong dan Johnson (2000), 149 Ibu bersalin di Scottish, 30 %
diantaranya memilih untuk asupan makanan ketika bersalin dan 25%
diantaranya menunjukkan kepuasan terhadap proses persalinannya
berlangsung.
e) Muntah
OReilly, Hoyer dan Walsh (1993) melakukan penelitian pada
hubungan asupan oral terhadap kejadian muntah pada 106 Ibu bersalin. Ibu
tersebut memilih sendiri jumlah dan jenis makanan yang ingin dikonsumsi.
Penelitian ini diamati dari semua tahap persalinan. pada awal persalinan
103 Ibu memilih untuk asupan makanan dan menurun hingga 50 Ibu yang
tetap asupan makanan pada fase mulai aktif mendorong/persalinan. Ibu
yang makan dan minum selama persalinan, 20 orang mengalami muntah
dan 8 orang muntah lebih dari sekali. Muntah dikaitkan dari jumlah asupan
makanan yang lebih banyak dari minum. Tidak ada hubungan antara Ibu
yang mengalami muntah dan tidak, terhadap lama persalinan, dan hasil
persalinan yang buruk.
Scrutton et al (1999) melakukan penelitian secara acak untuk
mengetahui efek dari diet rendah residu sebanyak 48 orang atau hanya
minum air saja sebanyak 46 orang selama persalinan, terhadap kondisi
metabolic, hasil persalinan, dan volume residu lambung. Pada kelompok
Ibu yang makan semakin menurun pada fase persalinan lebih aktif. Akhir
persalinan kelompok yang hanya minum air putih menunjukkan kejadian
ketosis yang lebih besar serta menurunnya kadar glukosa dan insulin.
Volume lambung 1 jam setelah lahir lebih besar pada kelompok Ibu yang
makanan. Kelompok asupan makan memiliki kemungkinan 2 kali lebih
besar untuk muntah dengan volume lebih signifikan dibandingkan dengan
kelompok yang hanya minum. Namun pada kelompok tersebut tidak ada
perbedaan lama persalinan, penggunaan oksitosin, hasil persalinan dan
jumlah AFGAR skor.
Page 72
f)
Hasil Persalinan
Scheepers et al (2002) melakukan penelitian control placebo dan
menerapkan double blind di Belanda pada 100 Ibu beresiko rendah.
Partisipan menerima 200 ml cairan karbohidrat atau cairan sejenis yang
mengandung aspartame. Ibu yang memerlukan cairan intravena
mendapatkan cairan normal saline dan tidak diijinkan mengkonsumsi
makanan lain secara oral. Tidak ada data perbedaan yang signifikan
terhadap kualitas hasil persalinan, atau kelahiran. Secara khusus,
keseimbangan asam-basa janin tidak berbeda antara 2 kelompok.
Tranmer et al (2005), melakukan uji klinis secara acak di Kanada
apakah asupan karbohidrat oral dapat menurunkan kejadian distosia pada
Ibu nulipara yang beresiko rendah. Ibu kelompok intervensi (N=163 orang),
menerima pedoman tentang makan dan minum selama persalinan dan
didorong untuk makan dan minum sesukanya selama persalinan. Mereka
mengkonsumsi makanan dan minuman apa yang mereka sukai. Ibu di
kelompok pebanding (N=165) tidak mendapatkan mendapatkan informasi
asupan makan dan minum secara oral selama persalinan dan dibatasi
asupan oral kecuali air mineral dan es batu. Kejadian distosia pada kedua
kelompok tidak berbeda begitu pula dengan Ibu dan bayi tidak ada
perbedaan. Penelitian terbaru OSullivan et al (2009), pada 2.426 Ibu
nulipara non diabetes, dengan prospektif random kontrol. Tingkat kelahiran
spontan pervaginam sama pada dua kelompok dan tidak ada perbedaan
signifikan yang diamati dari lamanya persalinan, angka kelahiran sesar,
kejadian muntah dan hasil neonatal.
Beberapa penelitian di atas, menjelaskan mengenai manfaat makan
dan minum selama persalinan. Akan tetapi anjuran makan dan minum ini
berada dalam batas ketentuan yang wajar. Karena terdapat pula dampak
negatif yang tidak dapat dipungkiri dari makan dan minum selama proses
persalinan ini. Seperti hiponatremia ketika Ibu mengkonsumsi air mineral
lebih dari 2.500 ml selama proses persalinan. Atau keadaan muntah saat
persalinan ketika Ibu berlebihan makan makanan selama persalinan. Meski
demikian, dari keseluruhan penelitian yang meneliti makan dan minum
selama persalinan tidak memiliki dampak negatif terhadap lama persalinan
atau pun hasil persalinan yaitu bayi. Artikel ini, menganjurkan Ibu untuk
tetap konsumsi makan dan minum selama persalinan, dengan makanan
yang ringan rendah lemak seperti biskuit, roti, buah-buahan, yogurt, jus
buah atau mengkonsumsi minuman istonik untuk menghindari kejadian
ketosis pada Ibu selama persalinan dan memberi tambahan energi dan
stamina selama persalinan.
Page 73
Page 74
Page 75
Page 76
6 bulan
Menyusui secara eksklusif sampai 6 bulan
Terus menyusui setelah mulai memberi makanan pendamping ASI di usia
6 bulan
Terus menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
Meningkatkan frekuensi menyusui dan tetap memberi makan selama sakit
Meningkatkan frekuensi menyusui setelah sembuh dari sakit untuk
mempercepat proses penyembuhan dan kejar tumbuh.
Page 77
Page 78
Page 79
yang sesuai dengan Codex Alimentarius, susu buatan rumah yang dimodifikasi
dibuat dari susu hewan murni, atau susu bubuk fullcream atau susu Ultra Heat
Treated (UHT), dengan cara diencerkan dengan air, dan ditambahkan gula dan
zat gizi mikro. Semua susu hewan harus dipanaskan terlebih dahulu ketika
akan diberikan untuk makanan bayi.
Susu yang tidak boleh digunakan adalah susu hewan yang tidak
dimodifikasi untuk bayi kurang dari 6 bulan, susu kental manis (susu ini tidak
cocok, karena terlalu banyak gula dan tidak mengandung cukup lemak, protein,
dan zat gizi), minuman sereal, air, dan minuman seperti jus dan teh.
Untuk anak usia 6-24 bulan jenis susu yang dapat diberikan adalah
susu fullcream, termasuk susu kambing, kerbau, sapi, dan susu UHT.
Sedangkan susu kental manis, susu skim/ semi skim (semi skim dapat
diberikan setelah usia 12 bulan), kopi krimer, susu kedelai (kecuali susu formula
bayi yang berbasis kedelai) tidak dapat diberikan pada anak usia 6-24 bulan.
15. Cara menyiapkan dan menyimpan pengganti ASI
Dalam menyiapkan pengganti ASI selalu periksa instruksi pada label
formula komersial karena berbeda merk berbeda aturannya, yaitu biasanya
dalam rincian bahan, takaran, dan pencampurannya. Jika menggunakan
cangkir perlu disiapkan dan dikalibrasi takaran untuk air, dengan cara sebagai
berikut:
Gunakan neraca takar 60, 120, 180 ml (jika tidak ada dapat
digunakan botol susu untuk menakar)
Dengan menggunakan alat takar, air dituangkan sebanyak 60,
120, atau 180 ml ke dalam cangkir transparan untuk membuat
tanda di permukaan luar cangkir. Cangkir ini dapat digunakan
oleh ibu atau pengasuh di rumah untuk menakar jumlah air bila
akan menyiapkan makanan pengganti ASI.
16. Bila susu formula tidak dapat dibuat dengan menggunakan dengan air
panas.
Dengan berbagai alasan komposisi,dan untuk tujuan medis, ada susu
bubuk yang tidak dapat dibuat dengan menggunakan air panas 70C. Bila
formula ini tidak tersedia dalam bentuk cairan steril, susu harus dibuat segera
dan segar menggunakan air yang telah dididihkan dan kemudian didinginkan
dibawah 70C dan harus segera dikonsumsi. Sebaiknya susu tidak disimpan
untuk digunakan kemudian. Buang semua sisa susu setelah 2 jam.
17. Bila tidak tersedia air mendidih
Cara menyiapkan makanan pengganti ASI yang paling aman adalah
dengan menggunakan air mendidih yang kemudian didinginkan hingga 70C.
Bila air mendidih ini tidak ada, dapat digunakan formula cair yang steril.
Alternatif lain digunakan air jernih, steril dan segar dengan suhu kamar dan
segera dikonsumsi (tidak dapat disimpan).
18. Bila kualitas air buruk
Bila kualitas air buruk, digunakan cara memasak hingga mendidih,
klorinasi, dan filtrasi agar air aman digunakan. Untuk desinfeksi air dapat
dilakukan dengan cara memasak air hingga mendidih dan tambahkan 3-5 tetes
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 80
Page 81
Desinfeksi, yaitu dengan menggunakan cara kimiawi dalam hal ini larutan
sodium hipoklorit 1% (pemutih) sebanyak 15 ml dilarutkan dalam 1 liter
air, yang disiapkan langsung setiap harinya. Peralatan seluruhnya
direndam selama 1 jam dalam larutan desinfektan. Setelah digunakan
larutan ini harus segera dibuang setiap harinya.
Perebusan (uap panas), yaitu dengan menempatkan peralatan yang akan
disteril dalam panci besar, kemudian disiram dengan air mendidih sampai
semua botol terisi air dan seluruh peralatan terendam air. Air dibiarkan
terus mendidih selama 5 menit, yang ditandai dengan air terus berbuih.
Setelah itu dibiarkan mendingin di dalam air, dan ditutup dengan penutup
steril.
I. Menjahit Luka
1. DEFINISI
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka
dengan benang
sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
2. INDIKASI
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. LUKA
a. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
Trauma tajam menyebabkan :
Page 82
Page 83
Gambar 1. Pinset
Gambar 2. Handle
Page 84
niddleholder
Gambar5. niddleholder
Page 85
Page 86
6. PERSIAPAN ALAT
a. Sterilisasi dan cara sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat atau bahan dalam
keadaan steril.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :
Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisid , seperti
formalin, savlon, alkohol.
Secara fisik yaitu dengan :
o Panas kering ( oven udara panas )
Selama 20 menit pada 200 C
Selama 30 menit pada 180 C
Selama 90 menit pada 160 C
o Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120 C
dan tekanan 2 atmosfer
o Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit.
Cara ini hanya dianjurkan bila cara lain tidak tersedia.
b. Pengepakan
Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus
Page 87
dibungkus dengan dua lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses
sterilisasi. Pada bagian luar pembungkus , ditempelkan suatu indikator
( yang akan berubah warna ) setelah instrument tersebut menjadi steril.
Untuk mempertahankan agar instrument yang dibungkus tetap dalam
keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut teknik tanpa
singgung.
7. JENIS-JENIS BENANG
a. Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture )
Alami ( Natural)
o Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang
ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan
diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat
Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut , namum
dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu
absorbsinya sampai 90 hari.
Buatan ( Synthetic )
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti
Polyglactin ( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk
dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang
PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3
minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
b. Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )
Alamiah ( Natural)
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari
protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut
sutera hasil produksi ulat sutera.
Buatan ( Synthetic )
Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk
dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene)
dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ).
8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)
Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari
bagian tengah kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang
terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan
NaCl.Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan
menggunakan pisau dan gunting.
Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.
Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain
catgut atau poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit
benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon.
Page 88
Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi
lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara
tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit
sisi yang pertama.
Dibuat simpul dan benang diikat.
Page 89
lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang
lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka
yang lain.
Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua
sisi secara parallel disepanjang luka tersebut.
Page 90
Page 91
Page 92
mereka alami.
2. DAMPAK PSIKOLOGIS PADA INDIVIDU
Munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak
factor. Para korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis
yang negatif setelah beberapa jam paska bencana. Hal ini jika tidak diatasi dan
diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan
psikologis yang serius.
2.1.
Page 93
Page 94
Tahap rekontruksi
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola
kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korban mungkin telah sembuh, namun
beberapa yang tidak
mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang
serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat
meningkatkan, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis.
Page 95
2.4.
Dampak bencana pada komunitas
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska
bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal
sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga
(padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan
kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani
dengan baik akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat
lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka
yang terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang
padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai akibat
jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan tingkat perceraian
pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga meningkatnya kekerasan
intra-keluarga (kekerasan pada anak dan pasangannya.
Bantuan yang tidak terorganisir dan menempatkan korban sebagi objek pada
akhirnya, sama menghancurkannya dengan efek psikologis individual. Pemberian
bantuan yang tidak terpola menempatkan korban sebagai objek yang tidak
berdaya, pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan terjadi ketergantungan
pada pemberi bantuan.
Bencana fisik bisa menghancurkan lembaga masyarakat, seperti sekolah dan
komunitas agama, atau dapat mengganggu fungsi mereka karena efek langsung
dari bencana pada orang yang bertanggung jawab atas lembaga-lembaga, seperti
guru atau imam. Saat guru, tokoh adat atau tokoh agama menjadi korban dari
bencana dan tidak dapat mejalankan fungsinya, maka sarana dukungan sosial
dalam komunitas menjadi terganggung. Beberapa penelitian menunjukkan
meningkatnya kekerasan, agresi, penggunaan narkoba dan alcohol pada saat
sistem masyarakat tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu beberapa lembaga
keagamaan merespon cepat, dengan mengirim ustad-ustad, pendeta atau tokoh
agama lainnya ke daerah bencana. Para tokoh agama memberikan kontribusi
penting untuk menghidupkan kembali aktivitas dan ritual agama.
Page 96
Page 97
Page 98
4. Fase Rekonstruksi
Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana korban bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya.
Takut pisah dari orang tua atau orang dewasa, selalu mengikuti orang
tuanya, ketakutan orang asing, ketakutan berlebihan pada "monster" atau
binatang
Page 99
yang
merupakan
bagian
dari
Mudah curiga
suara
tertentu,
Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama dengan
anak-anak, karena reaksi orang dewasa akan mempengaruhi reaksi anak.
Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan yang
teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-anak. Anakanak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang sama/mirip dengn
aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena itu penting sekali,
untuk segera menyelenggarakan sekolah darurat, mencari tempat yang aman bagi
anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak untuk mengaji di sore hari
(atau bible study untuk anak-anak Nasrani).
Berikan anak dengan informasi faktual tentang apa yang terjadi dan apa yang
(atau akan terjadi). Gunakan bahasa sederhana, bahasa yang dapat dimengerti
anak. Yakinkan anak bahwa ia aman. Anak-anak sangat rentan terhadap
perasaan ditinggalkan saat mereka terpisah dari orang tua. Oleh karena itu hindari
upaya "melindungi" anak-anak dengan mengirimkan mereka pergi ke tempat lain
namun memisahkan mereka dari orang yang mereka cintai.
Adalah penting bagi pendamping anak untuk:
Page 100
Mendengar aktif
Menyediakan waktu lebih banyak guna berbicara dengan anak bila ada
anak yang membutuhkan waktu kita
Bersikap fleksibel dan kreatif, mampu menyesuaikan diri apabila ada anak
yang tidak mau terlibat atau merasa bosan
6. Assessment Psikososial
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 101
Page 102
Pegang tangan atau pundak korban yang sedang kehilangan kendali atas
emosinya.
Mendengarkan sebagai cara untuk membantu pemulihan
Pertanyaan untuk memperjelas
Page 103
K. Pengungsian
1. LATAR BELAKANG
Perlu diketahui bahwa bencana yang diikuti dengan pengungsian
menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah
bidang/sektor lain. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air
bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi
lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis
penyakit menular dll.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi
seseorang.
Dalam pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak
memenuhi syarat kesehatan yang mana secara langsung maupun tidak
langsung akan menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Untuk itu
di dalam penanggulangan masalah kesehatan pada bencana dan pengungsian
harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara
menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bias lagi secara sektoral, harus
terkoordinir secaara baik dengan lintas sektor dan lintas program.
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 104
2. ANALISIS SITUASI
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat yang besar. Pada tahun 2000 jumlah pengungsi internal
(IDPs) di Indonesia telah mencapai lebih dari 1,2 juta orang. Dalam situasi
bencana selalu terjadi kedaruratan di semua aspek kehidupan. Terjadinya
kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya system
komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang mengakibatkan
terganggunya tatanan kehidupan masyarakat.
Jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka
kesakitan merupakan dampak dari adanya bencana. Pada pasca bencana
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit,
cacat) dan ciriciri demografinya.
2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
5. Kelompokkelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu
hamil,bunifas dan manula)
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 105
Page 106
a. Standar Minimal Adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup
(air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal
dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana
atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.
b. Bencana
Adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan
kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan luar biasa dari pihak luar.
c. Tolok Ukur
Adalah pertanda yang menunujukkan bahwa suatu standar sudah (atau
belum) tercapai. Tolok ukur ini menyediakan cara untuk mengukur/menilai
dan mengkomunikasikan dampak atau hasil suatu program, juga prosesnya
dan metodametodanya. Tolok ukur bisa bersifat kuantitatif (berupa angka
angka yang menunjukkan jumlah atau persentase), bisa juga bersifat
kualitatif (berbentuk paparan keadaan atau status) .
5. DASAR HUKUM
a. Undang undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
b. Keputusan Presiden nomor 3 tahun 2001 Bakornas PBP.
c. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 130 tahun 2000 tentang
Organisasi dan tata kerja Depkes.
d. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang tata kerja
Depkes dan Kesos.
e. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang Prosedur
Tetap Pelayanan Kesehatan penanggulangan Bencana dan Penganan
Pengungsi. Keputusan Sekretaris Bakornas PBP nomor 2 tahun 2001
tentan Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan penanganan
Pengungsi.
6. KEBIJAKAN
a. Setiap korban bencana dengan masalah kesehatan akan mendapatkan
pelayanan kesehatan secara optimal.
b. Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit dengan peningkatan surveilans epidemiologi.
c. Memberikan pelayanan pangan dan gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup
untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan dan keadaan
gizi yang terdiri dari.
d. Penanggulangan masalah gizi pengungsi melalui orientasi dan pelatihan
secara professional oleh tenaga lapaangan.
e. Menyelenggarakan kedaruratan intervensi dengan gizi ilaksanakan
memperhatikan prevalensi, berdasarkan eadaan tingkat enyakit,
ketersediaan sumberdaya (tenaga, dana dan sarana). kebijakan yang ada,
kondisi penampungan sera latar belakang social budaya
f. Melakukan surveilans gizi untuk memantau perkembangan jumlah
pengungsi, keadaan status gizi dan kesehatan.
g. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sector, LSM, dan ormas
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 107
Page 108
Page 109
10.2
Tolok ukur kunci :
a. Bila muncul satu kasus campak (yang baru dalam tahap diduga ataupun
sudah dipastikan) ini berarti harus diadakan pemantauan dilokasi termasuk
mengenai status vaksinasi dan usia pasien .
b. Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6
bulan sampai 15 tahun atau lebih dan pemberian dosis vit A yang tepat
adalah kuncinya.
c. Cacar air (10% dari penduduk berusia 6 bulan sampai 5 tahun belum
diimunisasi.
d. Penyakit infeksi pernafasan (ada kecenderungan peningkatan kasus)
e. Diare (ada kecenderungan peningkatan kasus) Bila yang dihadapi di
lapangan adalah situasi pengungsian, para pendatang baru ke
lokasi/kamp/penampungan/pemukiman sementara secara sistematis harus
divaksin.
10.3
Semua anak usia 6 bulan hingga 15 tahun menerima vaksin campak
dan vitamin A dengan dosis yang tepat.
Tolok ukur kunci :
a. dilaksanakan oleh Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten dan bekerja sama dengan instansi terkait.
b. Sampai 100% dari semua anak dalam kelompok sasaran (termasuk para
pendatang baru di kamp pengungsian ) sudah divaksin.
c. Pasokan vaksin di lokasi setara dengan 14% kelompok sasaran,
termasuk 15% untuk kemungkinan terbuang/tidak terpakai dan 25%
cadangan : kebutuhan bagi pendatang baru diproyeksikan : bila belum
tersedia vaksin harus didatangkan.
d. Yang digunakan hanyalah vaksin dan jarumjarum suntik sekali pakai
yang memenuhi ketentuan WHO.
e. Rantai pasokan harus terus dipantau sejak pembuatannya sampai
kelokasi pemberian vaksin untuk menjamin kelayakannya.
f. Persediaan jarum suntik di lokasi setara dengan 125% kelompok
sasaran, termasuk 25% cadangan jarumjarum suntik berkapasitas 5
mililiter untuk melarutkan dosisdosis jamak tersedia. Diperlukan satu
jarum suntik untuk setiap zat yang akan dilarutkan bersama.
g. Kotak pengaman yang sesuai dengan rekomendasi WHO tersedia untuk
masingmasing jarum suntik sebelum dibuang sesudah digunakan.
Kotakkotak dibuang sesuai ketentuan WHO.
h. Pasokan vitamin A setara dengan 125% kelompok sasaran termasuk
25% cadangan bila akan digunakan bersamaan dengan kampanye
vaksinasi
campak.
i. Kepala Puskesmas merencanakan kebutuhan vaksin, KMS. Buku induk
khusus penanganan kesehatan pengungsi, peralatan dan tenaga
kesehatan (juru imunisasi) dengan memperhitungkan jumlah sasaran
Page 110
Page 111
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
10.5
Manajemen Kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar risiko
risiko lebih jauh terhindarkan, termasuk kematian.
Tolok ukur Kunci :
a. Sistem pelacakan yang meliputi seluruh penduduk dengan menggunakan
definisi kasus standar dan merujuk kepada kasuskasus campak, yang
dicurigai maupun yang sudah dikonfirmasi, dijalankan.
b. Setiap pasien menerima vitamin A dan perawatan untuk komplikasi seperti
Page 112
Page 113
Page 114
Page 115
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
kebutuhan
gizi
Kadar gizi yang bisa dipakai untuk tujuan tujuan perencanaan dalam
proses penilaian situasi awal dilapangan pada keadaan darurat atau
bencana.
Kualitas
dan
keamanan
pangan
Pangan yang dibagikan kepada masyarakat korban bencana bermutu baik
dan di tangani secara aman sehingga layak dikonsumsi manusia.
Penanganan
dan
keamanan
Bahan
Pangan
Bahan pangan disimpan,diolah dan dikonsumsi dengan aman dan benar,
baik ditingkat rumah tangga maupun dalam konteks masyarakat secara
umum.
Persediaan Pangan
Peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana merupakan factor penting. Penafsiran terhadap problema
problema dan kebutuhankebutuhan borban bencana menjadi landasan
bagi perencanaan dan penerapan semua program.
Koordinasi
Seluruh kegiatan yang berkenaan dengan bantuan yang diberikan kepada
para korban bencana dan pengungsi dikoordinasikan dengan Bakornas
PBP di Pusat, Satkorlak PBP di Provinsi dan Satlak PBP di Kabupaten.
Pertanggung jawaban
Bahanbahan pangan yang akan diperbantukan serta danadana program
dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan menggunakan system yang
transparan dan dapat diaudit.
Pembagian Bantuan
Dalam program bantuan pangan, intinya adalah metode pembagian yang
baik,Inilah kunci keberhasilan (atau bila metodanya tidak layak, kegagalan)
pelaksaan program bantuan pangan sejak terjadinya bencana petugas
telah melaksanakan penilaian situasi awal, masalah pembagian atau
distribusi harus sudah dipikirkan dan diperhitungkan.
Page 116
Page 117
hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
d. Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian
sembako, pusat pusat layanan kesehatan dsb.
e. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak
30 meter dari sumber air bawah tanah.Dasar penampung kotoran sedikitnya
1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak
merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai,
dan sebagainya
f. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orang
15. PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki
lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk
limbah medis.
a. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
b. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas
pakai,
perbanperban
kotor,
obatobatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempattempat umum.
c. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat
tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan
dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
d. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat
tempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan,
dengan system pengumpulan sampah secara harian.
e. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problemaproblema kesehatan dan lingkungan
hidup dapat terhindarkan.
f. 2 ( dua ) drum sampah untu 80 100 orang Tempat/lubang Sampah Padat
Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga
seharihari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari
sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100
meter jaraknya dar lubang sampah umum
2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
16. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR (PENGERINGAN)
Sistem pengeringan Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang
cukup bebas dari risiko. pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan,
air luapan dari sumbersumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari
prasaranaprasarana medis. Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk
melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
a. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik pengambilan/sumber
air untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat
pemukiman
b. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
SAR TRENGGANA Malang Raya
Page 118
Page 119
Page 120
1 syal bayi, 2 set pakaian lengkap, 6 popok dengan peniti, sabun bayi,
minyak bayi, dan 3 celana plastik. Alternatifnya ini dipasok sebagi modul.
f. Perlengkapan yang sesuai dengan budaya setempat untuk memakamkan
jenazah disediakan.
g. Terdapat perencanaan untuk mengganti selimut dan pakaian dengan yang
baru sesudah masa pemakaian tiga tahun.
h. Semua orang memperoleh alas kaki bila perlu.
20. KEBUTUHAN RUMAH TANGGA
Tiap keluarga memiliki akses terhadap piranti rumah tangga, sabun untuk
menjaga kebersihan pribadi dan peralatan lain yang diperlukan.
Tolok ukur kunci :
a. Keluarga keluarga pengungsi maupun tuan rumah memiliki piranti yang
pokok: 1 panci tertutup, 1 baskom, 1 pisau dapur, 2 sendok kayu, 2 alat
pengambil air yang berkapasitas antara 1 sampai 20 liter, ditambah alat
penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter.
b. Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok logam, 1 cangkir.
c. Tiap orang mendapatkan sabun ukuran 250 gram per bulan.
d. Terdapat perencanaan untuk mengganti alat alat yang tahan lama dengan
yang baru sesudah jangka waktu pemakaian 3 bulan.
e. Tiap keluarga memperoleh akses terhadap alatalat dan bahanbahan yang
sesuai untuk kegiatan mencari nafkah, sesegera mungkin.
f. Alatalat dan bahanbahan yang dipasok dianggap pantas oleh
penerimanya dan mereka sudah terbiasa menggunakannya, dengan tingkat
teknologis yang setara dengan piranti mereka sebelum terlanda musibah.
Barangbarang itu juga sesuai dengan kondisikondisi pemanfaatannya.
Page 121