Dokumen tersebut membahas prospek pengembangan komposit serat alam di Indonesia. Komposit serat alam memiliki keunggulan seperti massa jenis rendah, terbaharukan, ramah lingkungan, dan sifat insulasi panas serta akustik yang baik. Indonesia memiliki sumber daya alam serat alam yang beragam seperti kenaf, rami, dan nanas yang dapat dimanfaatkan untuk industri komposit. Pengembangan komposit serat alam dihar
100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
222 tayangan23 halaman
Dokumen tersebut membahas prospek pengembangan komposit serat alam di Indonesia. Komposit serat alam memiliki keunggulan seperti massa jenis rendah, terbaharukan, ramah lingkungan, dan sifat insulasi panas serta akustik yang baik. Indonesia memiliki sumber daya alam serat alam yang beragam seperti kenaf, rami, dan nanas yang dapat dimanfaatkan untuk industri komposit. Pengembangan komposit serat alam dihar
Dokumen tersebut membahas prospek pengembangan komposit serat alam di Indonesia. Komposit serat alam memiliki keunggulan seperti massa jenis rendah, terbaharukan, ramah lingkungan, dan sifat insulasi panas serta akustik yang baik. Indonesia memiliki sumber daya alam serat alam yang beragam seperti kenaf, rami, dan nanas yang dapat dimanfaatkan untuk industri komposit. Pengembangan komposit serat alam dihar
Dokumen tersebut membahas prospek pengembangan komposit serat alam di Indonesia. Komposit serat alam memiliki keunggulan seperti massa jenis rendah, terbaharukan, ramah lingkungan, dan sifat insulasi panas serta akustik yang baik. Indonesia memiliki sumber daya alam serat alam yang beragam seperti kenaf, rami, dan nanas yang dapat dimanfaatkan untuk industri komposit. Pengembangan komposit serat alam dihar
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23
PROSPEK PENGEMBANGAN KOMPOSIT
SERAT ALAM DI INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Oleh: Prof. Ir. Jamasri, Ph.D.
2 PROSPEK PENGEMBANGAN KOMPOSIT SERAT ALAM DI INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 25 Juni 2008 di Yogyakarta
Oleh Prof. Ir. Jamasri, Ph.D.
3
PROSPEK PENGEMBANGAN KOMPOSIT SERAT ALAM DI INDONESIA
Saya memberanikan diri untuk menyampaikan pidato dengan judul ini karena bidang material komposit telah saya tekuni sejak 15 tahun lalu. Di samping itu, saya berharap dengan pemikiran saya ini dapat membantu memecahkan permasalahan pemerintah yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan.
Pendahuluan Sesungguhnya ribuan tahun yang lalu material komposit telah dipergunakan dengan dimanfaatkannya serat alam sebagai penguat. Dinding bangunan tua di Mesir yang telah berumur lebih dari 3000 tahun ternyata terbuat dari tanah liat yang diperkuat dengan jerami (Brouwer, 2000). Namun pada perkembangan selanjutnya, serat alam ditinggalkan oleh penggunanya karena dianggap tidak layak secara teknis, dan telah ditemukannya material baru yang lebih tangguh dan kuat, yaitu berbagai macam logam dan paduannya. Harus diakui bahwa logam dan paduannya mempunyai peran yang sangat besar terhadap perkembangan berbagai industri sampai saat ini. Namun, kelemahan utama logam dan paduannya adalah massa jenis yang tinggi, sehingga kekuatan dan kekakuan spesifiknya relatif rendah. Oleh karena itu sejak tahun 1960-an, material komposit diperkenalkan kembali dengan penggunaan serat sintetik sebagai penguatnya, seperti serat gelas, grafit dan kevlar yang dikombinasikan dengan bahan polimer sebagai matrik, baik termoplastik maupun termoset. Tujuannya adalah untuk memperoleh material alternatif dengan kekuatan dan kekakuan spesifik yang tinggi (J amasri, 2000). Di samping polimer, untuk memenuhi tuntutan berbagai aplikasi di industri, digunakan juga keramik dan logam sebagai matrik, yang dikenal sebagai komposit bermatrik keramik (Ceramic Matrix Composites, CMC) dan komposit bermatrik logam (Metal Matrix Composites, MMC). 4 Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi plastik, sejak tahun 1990-an, teknologi komposit bermatrik polimer juga berkembang cukup pesat dan pertumbuhannya mencapai sekitar 3,8% per tahun (Rowell, 1998). Pada dasawarsa terakhir, kecenderungan perkembangan material komposit bergeser pada penggunaan serat alam kembali (back to nature) sebagai pengganti serat sintetik. Hal ini didukung oleh beberapa keunggulan yang dimiliki oleh serat alam, diantaranya adalah massa jenisnya rendah, terbaharukan, produksi memerlukan energi yang rendah, proses lebih ramah, serta mempunyai sifat insulasi panas dan akustik yang baik (Brouwer, 2000). Di samping itu, pemakaian serat alam dari tanaman yang berumur relatif pendek seperti rami dan kenaf dapat mengurangi pemakaian kayu (hardwood), sehingga dapat membantu mengurangi laju kerusakan hutan (Leao et al., 1998). Berkaitan dengan hal itu, pemerintah Brazil dan China telah mengembangkan secara besar-besaran pemakaian komposit serat alam non-hardwood untuk berbagai aplikasi. Penggunaan serat alam juga dipicu oleh adanya regulasi tentang persyaratan habis pakai (end of life) produk komponen otomotif bagi negara-negara Uni Eropa dan sebagian Asia. Sejak tahun 2006, negara-negara Uni Eropa telah mendaur ulang 80% komponen otomotif, dan akan meningkat menjadi 85% pada tahun 2015. Di Asia khususnya J epang, pada tahun 2005 sekitar 88% komponen otomotif telah didaur ulang, sedangkan pada tahun 2015 ditargetkan komponen yang dapat didaur ulang meningkat menjadi sekitar 95% (Holbery dan Houston, 2006). Oleh karena itu, sebagian besar pabrikan otomotif sedang mengevaluasi dampak lingkungan terhadap umur pakai kendaraan secara keseluruhan mulai dari bahan baku, proses manufaktur sampai pada proses pembuangannya ketika sudah tua.
Sifat-sifat Komposit Serat Alam Komposit merupakan penggabungan dari dua material atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisik untuk memperoleh sifat-sifat baru yang tidak dimiliki oleh material pembentuknya (Kaw, 1997). Dalam penggabungan antara serat dan resin, serat akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin 5 berfungsi sebagai perekat atau matrik untuk menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi sebagai pelapis serat. Matrik biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi ulet, karena itu serat secara dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan komposit. Semakin kecil ukuran serat, maka akan memberikan perekatan dan kekuatan yang semakin baik, karena rasio antara permukaan dan volume serat semakin besar (Riedel, 1999). Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh orientasi seratnya, komposit bisa bersifat quasi-isotropic ketika digunakan serat pendek yang diorientasikan secara acak, anisotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan pada beberapa arah, atau orthotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan terutama pada arah yang saling tegak lurus. Kekuatan komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat. Berdasarkan teori Rule of Mixture (ROM), kekuatan komposit meningkat seiring dengan penambahan kandungan serat mencapai 60-70% (Sanadi et al., 1986). Menurut Brady dan Clavier (1991), serat sebagai penguat komposit harus memiliki panjang sekurang-kurangnya 100 kali diameter atau lebarnya untuk memperoleh penguatan yang optimal. Pertimbangan pemilihan serat untuk komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya adalah nilai kekuatan dan kekakuan komposit yang diinginkan, perpanjangan ketika patah, stabilitas termal, ikatan antara serat dan matrik, perilaku dinamik, perilaku jangka panjang, massa jenis, harga, biaya proses, ketersediaan, dan kemudahan daur ulang (Riedel, 1999). Sebagai contoh, ketika komposit akan digunakan untuk struktur ringan, maka kekuatan dan kekakuan spesifiknya akan lebih diutamakan. Serat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu serat sintetik dan serat alam. Serat sintetik dibuat di industri dengan dimensi tertentu dan homogen, seperti serat gelas, grafit dan kevlar. Serat sintetik biasanya memiliki kekuatan yang tinggi hingga mencapai 1.800 MPa, namun serat sintetik bersifat kurang ramah lingkungan (Shackelford, 1997). Akibatnya, substitusi penggunaan serat alam sebagai pengganti serat sintetik mulai berkembang di dunia industri untuk mengurangi jumlah limbah serat sintetik. 6 Tumbuhan penghasil serat sering dikenal dengan istilah bast plant, seperti kenaf, rosella, flax, jute, rami dan tanaman penghasil serat lainnya. Selain itu, serat alam dapat juga diperoleh dari serat buah (fruit fiber), seperti kapok, kapas, buah kelapa sawit (palm fiber) serta buah kelapa (coconut fiber atau coir), dan serat daun (leaf fiber) seperti sisal dan nanas (Brouwer, 2000). Serat alam mempunyai kekuatan berkisar antara 220 MPa (serat buah kelapa) sampai dengan 1500 MPa (serat flax) dan modulus Young antara 6 GPa (serat buah kelapa) sampai dengan 80 GPa (flax), serta massa jenisnya berkisar 1,25 gram/cm 3 sampai dengan 1,5 gram/cm 3 . Sedangkan serat gelas tipe E mempunyai kekuatan 2200 MPa dan modulus Young 73 GPa, serta massa jenis 2,55 gram/cm 3 , sehingga untuk beberapa serat alam seperti flax, hemp, rami dan sisal mempunyai modulus spesifik yang kompetitif dengan serat gelas (Mueller dan Krobjilowski, 2003). Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa matrik berfungsi sebagai perekat agar serat terikat secara baik, sehingga memberikan stabilitas bentuk struktur komposit, mentransmisikan gaya-gaya geser antara serat, dan juga memproteksi dari radiasi dan media yang agresif. Polimer baik termoset maupun termoplastik, keduanya cocok digunakan sebagai sistem matrik untuk membentuk material komposit. Tingkat kemudahan membasahi serat selama proses produksi merupakan parameter yang penting untuk memperoleh ikatan yang baik antara serat dan matrik. Termoset biasanya mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat dengan mudah membasahi serat. Beberapa hasil lay-up komposit serat alam menunjukkan bahwa penggunaan termoset memberikan kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih baik walaupun dibanding dengan komposit serat gelas, tetapi termoset tidak dapat didaur ulang (Brouwer, 2000). Permasalahan yang muncul dengan termoset adalah kelembaban dan udara. Serat yang lembab dapat berpengaruh terhadap reaksi kimia, dan untuk mencegahnya, biasanya serat dikeringkan sehingga kadar airnya mencapai sekitar 2- 3%. Pada kondisi ruang, serat alam sering mengandung lebih dari 10% air. Di samping itu, udara juga selalu muncul dalam serat dan matrik. Permukaan serat alam mempunyai kondisi geometri dan kimia yang memungkinkan munculnya gelembung udara, khususnya pada proses 7 vakum seperti proses injeksi vakum. Untuk mencegah cacat gelembung udara dan cacat antar muka serat-matrik selama injeksi vakum, perlu dilakukan pengeringan serat dan de-gassing resin (Brouwer, 2000). Termoplastik secara umum mempunyai viskositas lebih tinggi dibanding termoset, sehingga sulit diperoleh proses pembasahan serat alam secara sempurna. Viskositas termoplastik biasanya dapat diturunkan dengan pemanasan, namun suhu yang tinggi dapat menyebabkan perubahan sifat permukaan serat atau bahkan merusaknya. Oleh karena itu harus dipilih termoplastik dengan suhu proses yang relatif rendah, misalnya polypropylene. Namun penggunaan polypropylene tidak bisa memberi ikatan yang baik dengan serat alam, sehingga sifat mekanik komposit yang tinggi sangat sulit diperoleh karena serat hanya bekerja seperti filler. Oleh karena itu, perlu ditambahkan kompatibiliser (Coupling Agent), misalnya Maleated Polypropylene (MAPP) (Urreaga et al., 2000). Dengan penambahan sedikit MAPP pada polypropylene akan meningkatkan kekuatan komposit. Pengembangan polimer termo- plastik yang menjanjikan adalah emulsi latex, karena sifat pembasahannya sangat baik dan cepat (Brouwer, 2000). Di samping polimer sintetik, bio-polymer juga dapat digunakan sebagai matrik, seperti tepung kanji (starch), cellulose-esters atau polylactide. Secara alami, material ini menghasilkan ikatan yang baik dengan serat alam, dan sangat menarik karena menghasilkan komposit yang sepenuhnya bio-degradable. Hanya saja material ini harganya masih relatif mahal dan sensitif terhadap kelembaban (Brouwer, 2000). Bio-polymer harus dimodifikasi baik secara fisik maupun kimiawi agar sifatnya menyerupai resin termoplastik. Sebagai contoh, struktur tepung kanji dapat dibuat termoplastik dengan menambahkan glycerol dan air (Bastioli, 1998).
Perlakuan Serat Alam untuk Perbaikan Sifat Komposit Serat alam di samping mempunyai banyak keuntungan, sesungguhnya serat alam juga banyak kelemahannya, diantaranya adalah kekuatannya yang rendah khususnya terhadap beban kejut,
8 kehandalannya juga rendah, mudah menyerap air, tidak tahan pada suhu tinggi, kualitasnya sangat bervariasi tergantung dari musim, umur, kondisi tanah, dan lingkungan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, serat harus diolah terlebih dahulu. Untuk beberapa jenis tumbuhan, seperti flax, rami dan kenaf dapat dilakukan secara alami oleh mikroba. Dalam proses ini, tumbuhan direndam dalam air di ladang sekitar 2-3 minggu tergantung dari kondisi cuaca, sehingga serat mudah dipisahkan dari pectin, yaitu bagian tumbuhan yang menghubungkan ikatan serat dengan inti kayu. Proses selanjutnya adalah memisahkan serat dari hemicellulosa, lignin, dan sebagian kecil unsur lain dengan perlakuan alkali. Proses ini dapat meningkatkan kekasaran permukaan serat, sehingga permukaan kontaknya juga meningkat. Oleh sebab itu, perlakuan alkali dapat menyebabkan mechanical interlocking yang lebih baik (George et al., 1996). Bahan kimia yang sederhana dan efektif untuk perlakuan alkali pada serat adalah NaOH. Penentuan konsentrasi NaOH dan waktu perendaman yang tepat dapat menghasilkan sifat mekanik komposit yang optimal. Konsentrasi NaOH yang banyak digunakan oleh para periset adalah 0,5 - 20%, sedangkan waktu perendaman berkisar 15 sampai 96 menit (J efferjee et al., 2003). Prasad et al. (1983) menyimpulkan bahwa waktu rendam optimal adalah 72 jam dan konsentrasi NaOH 5% dalam aquades yang menghasilkan kekuatan tarik serat tertinggi, sedangkan waktu rendam 96 jam dan konsentrasi NaOH 5% menghasilkan modulus Young terbaik. Hasil riset yang dilakukan Nayak et al. (2000) menunjukkan bahwa perlakuan kimia serat dengan konsentrasi NaOH 2% dan waktu rendam 1 jam menghasilkan kekuatan komposit tertinggi, sedangkan konsentrasi NaOH 5% dengan waktu rendam 1 jam menghasilkan sifat lentur terbaik. Perlakuan alkali NaOH 5% terhadap serat buah sawit bermatrik poliester menunjukkan peningkatan kekuatan komposit dan mencapai harga maksimumnya ketika perlakuan ditahan selama 2 jam. Perlakuan alkali yang lebih lama menyebabkan kekuatan serat mengalami degradasi, sehingga kekuatan kompositnya juga menurun. Pada kandungan serat sekitar 30%, kekuatan tarik dan modulus Young komposit tersebut masing-masing dapat mencapai hingga 25 MPa dan 10 GPa (J amasri et al., 2006b). Di samping proses alkali, proses 9 oksidasi yang dilakukan dengan memanaskan serat dalam oven pada suhu 200 0 C selama sekitar 1 jam dapat meningkatkan sifat mekanik komposit bermatrik termoplastik (Urreaga et al., 2000). Setelah proses alkali, dilakukan pembersihan serat dari lapisan lilin (dewaxing) yang bertujuan untuk memperbaiki interaksi antara serat dan matriks dalam komposit. Beberapa cara untuk menghilangkan lapisan lilin antara lain melalui pembersihan dengan air suling. Rout et al. (2001) melakukan perendaman serat buah kelapa dalam air panas untuk dewaxing. Hasil risetnya menunjukkan adanya kenaikan kekuatan lentur dari serat buah kelapa. Cara lain yang dilakukan adalah ekstraksi dalam aceton yang diikuti pembersihan dengan air suling dan ekstraksi dalam ethanol benzena. Interaksi antara serat dan matrik dapat diperbaiki dengan modifikasi permukaan serat secara kimia (chemical modification), misalnya perlakuan impregnasi (impregnation) dan chemical coupling (J efferjee et al., 2003). Dalam proses impregnasi, serat diisi dengan larutan polimer tertentu yang kompatibel dengan matrik, sehingga antara serat dan matrik mempunyai wetability yang baik (Kathleen dan Paul, 1999). Proses chemical coupling dimaksudkan untuk membentuk senyawa kimia pada permukaan serat yang berfungsi sebagai coupling agents dengan tujuan untuk membuat bridge of chemical bonds antara serat dan matrik. Perbaikan morfologi serat alam juga dapat dilakukan dengan cara mereaksikannya dengan silane (amino-ethyl amino-propyl trimetoxy silane). Silane pada konsentrasi tertentu dapat mening- katkan keuletan antar muka serat dan matrik (Rowell et al., 1999). Misalnya, penggunaan silane berkadar 2% pada serat kenaf, dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0 C selama 48 jam, menunjukkan adanya peningkatan kekuatan tarik dan modulus Young, bahkan pada komposit serat kenaf-polypropylene dengan kandungan volume serat 50% sebanding dengan komposit serat gelas dengan kandungan berat serat 40% (Sanadi et al., 1995).
Teknik Manufaktur Komposit Serat Alam Pada dasarnya teknik manufaktur komposit serat alam hampir sama dengan komposit serat gelas. Teknik manufaktur yang biasa 10 digunakan adalah hand lay up, compression moulding, injection moulding, RTM (Resin Transfer Moulding), SMC (Sheet Moulding Compound), filament winding, dan pultrusi. Pada hand lay up, serat dalam bentuk mats dipotong dan ditempatkan pada sebuah cetakan, dituangkan resin sebagai perekatnya dan selanjutnya dirol. Kadang-kadang selama proses cure diberikan tekanan vakum, untuk menghilangkan ekses udara pada komposit. Keunggulan proses ini adalah lebih fleksibel, teknologinya sederhana dan peralatannya murah, namun waktu produksi lama, dan sulit diterapkan proses otomasi. Oleh karena itu, proses ini hanya cocok untuk proyek padat karya. Pengembangan hand lay up adalah cara cetak-tekan (compression-moulding). Sampai saat ini, manufaktur komponen interior mobil banyak menggunakan cara ini, mengingat prosesnya juga sederhana dan handal. Hanya saja produktivitas cara ini relatif rendah, sehingga biaya produksi menjadi mahal. Pada RTM atau vacuum injection dengan teknik cetakan tertutup, serat kering diletakkan dalam cetakan, dan ditutup dengan cetakan yang lain kemudian resin diinjeksikan dan diimpregnasi. Dengan RTM dapat diperoleh komposit dengan fraksi volume serat yang tinggi, karena itu teknik ini mampu untuk menghasilkan produk berukuran besar dengan sifat mekanik yang baik. Karena sifat pegasnya, pada penggunaan serat alam juga diperlukan langkah untuk pembentukan awal yaitu menekan mats dengan ditambahkan sedikit perekat, sehingga diperoleh bentuk yang lebih kompak (Brouwer, 2000). Namun densitas mats yang tinggi akan menyulitkan dalam proses impregnasi, sehingga serat yang relatif tebal seperti sisal sulit dilakukan. Perbedaan yang cukup signifikan dibanding dengan manufaktur komposit serat gelas terjadi pada proses SMC. Pada komposit serat gelas, produksi prepreg (pre-impregnation) biasanya dilakukan dengan memotong serat pendek-pendek kemudian dijatuhkan pada lapisan tipis resin. Persiapan semacam ini tidak bisa dilakukan pada serat alam, karena pemotongan sangat sulit dilakukan. Metode yang sesuai adalah membuat lapisan tipis serat dengan orientasi acak yang memungkinkan serat mengalir selama proses moulding.
11 Sampai saat ini, laminat komposit serat gelas-poliester diproduksi secara kontinyu sampai dengan lebar 3 m dan panjang tak terbatas. Apabila laminat ini digunakan untuk melapisi foam block, maka akan diperoleh panel sandwich yang banyak digunakan pada konstruksi truk, trailer dan konstruksi bangunan. Sandwich memberikan insulasi termal dan dapat memenuhi fungsi struktur primer. Pada skala prototipe, sandwich berpenguat serat alam layak untuk menggantikan serat gelas (Brouwer, 2000). Dibandingkan dengan konstruksi baja bergelombang, sandwich serat alam tidak hanya lebih elegan, tetapi juga lebih handal, insulasi lebih baik, dan menggunakan material terbaharukan serta sumberdaya lokal. Lebih lagi jika lapisan sengnya rusak, baja gelombang akan mudah terkorosi. Di samping itu, pada musim panas, atap baja tidak memberikan insulasi, sehingga panas di bawah atap tidak dapat terhindarkan.
Aplikasi Komposit Serat Alam di Industri Komposit serat alam dengan segala keistimewaannya sebagaimana telah disebutkan di atas, mulai dilirik oleh berbagai industri, seperti industri kereta api, kapal, otomotif, militer, alat olah raga, kedokteran, dan konstruksi bangunan sipil, bahkan sampai industri peralatan rumah tangga. Hal ini terutama didukung oleh isu masalah lingkungan dan keterbatasan sumber bahan bakar fosil. Di China, India, Afrika Selatan, dan beberapa negara di Amerika Latin telah memanfaatkan serat sebagai particle board untuk menggantikan kayu keras yang harganya semakin mahal dan ketersediaannya semakin terbatas. Di samping itu, di China serat alam juga telah dimanfaatkan untuk profil struktur (Song dan Weng, 2003). Aplikasi komposit serat alam pada otomotif terutama digunakan untuk interior mobil penumpang dan kabin truk. Di samping itu juga telah digunakan pada bagian-bagian trim seperti panel pintu atau kabin. Serat alam juga dimanfaatkan untuk insulasi termo-akustik. Material insulasi, terutama yang berasal dari serat kapas sebagai hasil daur ulang tekstil, mempunyai kandungan serat yang tinggi (di atas 80% berat). Bagian-bagian trim pada truk buatan Brazil berasal dari campuran limbah serat jute dan polypropylene. 12 Aplikasi lain adalah serat kelapa yang direkat dengan latex alam untuk tempat duduk. Untuk aplikasi ini, serat alam mampu mengabsorbsi humiditas dalam jumlah besar, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan yang tidak dapat diperoleh dari serat sintetik. Suatu langkah penting menuju aplikasi dengan kinerja yang lebih tinggi dicapai oleh Daimler-Benz dengan membuat komposit serat alam untuk panel pintu Mercedes-Benz E-Class dan S-Class. Semula digunakan material serat kayu keras untuk panel pintu diganti dengan komposit serat flax/sisal yang direkat dengan matrik epoxy. Hasilnya cukup mengagumkan, reduksi berat sekitar 20% telah dicapai, dan sifat mekanik yang berperan sebagai proteksi penumpang ketika terjadi kecelakaan juga meningkat. Selanjutnya, serat flax/sisal telah berhasil dicetak ke dalam bentuk 3 dimensi yang kompleks, sehingga cocok untuk pembuatan panel trim pintu. Daimler-Benz juga bekerjasama dengan UNICEF untuk mengembangkan komposit berpenguat serat alam abaca sebagai komponen panel interior, trim pintu, rak, dan daskboard mobil mewah lainnya (Gayer dan Schuh, 1996). Meningkatnya aplikasi komposit serat alam sebagai komponen otomotif diikuti oleh perkembangan proses manufaktur. Sebagai contoh, Nova Institute di J erman telah berhasil mengembangkan dan mematenkan proses manufaktur komposit serat alam bermatrik polypropylene dengan metode ekstrusi. Saat ini, produk panel komposit tersebut sudah digunakan di industri otomotif, industri pengemasan (packaging), industri moulding, serta industri konstruksi dan bangunan (Gayer dan Schuh, 1996). PT. INKA Madiun, sebagai satu-satunya industri kereta api di dalam negeri, telah mengaplikasikan komposit sebagai komponen gerbong kereta api, hingga kandungan komponen panel komposit mencapai 60% (Handiko dan Abdullah, 2000). Saat ini, PT. INKA sedang berupaya mensubstitusi penggunaan penguat serat dan core sintetik impor dengan material alam lokal. Prototipe produk meja kereta eksekutif (K-1) telah berhasil dibuat dari material komposit berpenguat limbah serat buah sawit (J amasri et al., 2005-2006). Sub-
13 stitusi meja K-1 tersebut mampu menurunkan biaya material baku hingga menjadi 37% dari meja K-1 yang dibuat dari material komposit GFRP.
Proyek Pengembangan Komposit Serat Alam di Berbagai Negara Pada awal tahun 1990-an, Pusat Studi Struktur Ringan Delf University of Technology telah mengerjakan proyek PBB di Guatemala untuk manufaktur komposit serat jute secara lokal yang akan digunakan sebagai tangki air. Urea formaldehyde yang telah dimodifikasi digunakan sebagai matrik. Proyek tersebut dinilai oleh PBB sangat sukses dan sampai sekarang masih berjalan. Kementerian Industri skala kecil dan Industri Pedesaan India sejak 1998 telah mengembangkan suatu program renovasi industri serat buah kelapa tradisional di daerah padat penduduk. Konsentrasi program ini adalah pada pengolahan serat, pengembangan mesin, dan pengembangan produk. Masyarakat di daerah padat penduduk dilatih untuk meningkatkan kualitas dan revenue industri serat tradisional dengan mengembangkan produk dan mesin, serta ekspansi pasar. Program final adalah promosi produk serat buah kelapa, sehingga pada tahun berikutnya terjadi kenaikan nilai ekspor sebesar 11%. Di berbagai institusi nasional India juga telah berkonsentrasi mengkaji rekayasa produk inovasi material komposit serat alam untuk berbagai aplikasi. Pengembangan komposit serat alam sebagai pengganti kayu sedang dipertimbangkan sebagai solusi konservasi hutan. Institusi-institusi nasional di India, seperti National Institute of Research on Jute and Allied Fibre Technology (NIRJ AFT)- Calcuta, Indian Jute Industries Research Association (IJ IRA)- Calcuta, Department of Textile Technology-IIT Delhi, Regional Research Laboratory (RRL)-Bhopal, Institute of Jute Technology-University of Calcuta, dan Central Building Research Institute (CBRI) secara khusus melakukan riset pengembangan serat alam untuk jangka panjang (Brouwer, 2000). Pada tahun 1999, The International Training Institute of Materials Science (Ministry of Education and Training, Vietnam) telah mencanangkan program transfer teknologi komposit ke Vietnam, yang diberi nama The Vietnam Composites Project 1999. Langkah 14 awal tujuan proyek ini adalah transfer teknologi komposit ke Vietnam dengan penekanan pada investigasi kelayakan aplikasi komposit, mengadakan kerja sama dengan industri dan universitas di Vietnam, dan memulai program pelatihan kepada para pelajar di Vietnam. Proyek ini kemudian dilanjutkan pada tahun 2001 yang bernama Applied NF Composites 2001, Mission Vietnam. Tujuan akhir proyek ini adalah mengembangkan industri komposit serat alam di Vietnam. Fenomena perkembangan industri yang terjadi di Vietnam dipicu adanya kenyataan bahwa biaya produksi lebih tinggi dibandingkan mengimpor barang yang sama dari negara tetangga. Dengan proyek ini diharapkan Vietnam akan mampu meningkatkan kapasitas ekspornya, sehingga terjadi penguatan baik dari aspek ekonomi maupun teknologinya (Van Rijswijk, 2001). Dalam jangka pendek, misi pemerintah Vietnam adalah meningkatkan pengetahuan pada berbagai teknologi manufaktur sampai pada level yang cukup tinggi, sehingga dapat dikembangkan komposit serat alam biaya rendah. Manufaktur komposit serat alam untuk pasar lokal juga telah dirintis, dengan tujuan untuk meningkatkan industri skala kecil di kalangan petani. Kemudian secara bertahap dikembangkan pasar komposit serat alam baik secara nasional maupun internasional (Van Rijswijk, 2001). Pada tahun 2002, sebuah proyek serat sisal juga dikembangkan di Brazil. Tujuan dari proyek ini adalah untuk memperoleh aplikasi baru serat sisal dengan peningkatan nilai tambah. Fokus area adalah pada geo-tekstil dan komposit untuk industri otomotif dan bangunan sipil. Di samping itu, bagian dari proyek ini yang penting adalah rekayasa produk terkait, sehingga produk lebih kompetitif. Keuntungan utama proyek ini adalah terciptanya lapangan kerja, prosedur teknologi dan kesempatan pasar baru (Van Rijswijk, 2001). Di J erman dan negara Eropa lainnya, komposit serat alam telah diaplikasikan untuk komponen otomotif seperti panel pintu, hat rack, dan back shelf. Bahkan Daimler Chrysler telah mengaplikasikan pada mobil tipe E-Class dan S-Class. Sebagian besar komponen-komponen tersebut diproduksi terutama dengan cetak tekan, seperti yang dilakukan oleh pabrikan mobil terkenal Daimler Chrysler, BMW, Audi, dan Opel (Preusser, 2006).
15 Prospek Pasar di Masa yang Akan Datang Permintaan industri terhadap serat alam telah meningkat secara signifikan pada beberapa tahun terakhir. Saat ini, komposit serat alam telah menjadi pilihan utama pada beberapa aplikasi, yang mana sekitar tahun 1990-an tidak banyak industri yang tertarik. Menurut riset yang dilakukan oleh Karus dan Gahle (2006), pada tahun 1996 sekitar 4.000 metrik ton serat alam telah digunakan pada industri otomotif di J erman. Sebuah survei penggunaan serat alam terhadap 54 pensuplai industri otomotif, permintaan serat alam pada tahun 1999 menjadi 14.400 ton. Dalam jangka pendek, permintaan diprediksi akan meningkat sekitar 15.000 sampai 20.000 ton /tahun. Sedangkan pada jangka menengah, permintaan akan meningkat sekitar 20.000 sampai 45.000 ton/tahun. Permintaan juga akan meningkat 500 sampai 3.000 ton/tahun setiap ada perubahan model mobil. Beberapa tahun terakhir ini, serat flax menjadi pilihan utama untuk industri otomotif di J erman, dan pada tahun 1999 diperlukan serat flax sekitar 11.000 ton yang sebagian besar diimpor dari negara Eropa Timur, khususnya dari negara-negara Baltik. Serat kenaf dan hemp merupakan pilihan alternatif kedua. Penggunaan serat kenaf di J erman relatif baru dikembangkan dan sejauh ini hanya ada satu pensuplai serat kenaf, di mana serat ini aslinya berasal dari Asia termasuk Indonesia. Di China, komposit serat alam dikembangkan terutama untuk produksi pallet dan board, profil konstruksi, dan furniture. Sejak tahun 2003, China sudah mempunyai 50 pabrik dengan total kapasitas produksi 150.000 ton/tahun. Sedangkan potensi pasar dalam negeri sekitar 10 juta ton/tahun, sehingga prospek pasar di China ke depan masih sangat bagus (Song dan Weng, 2003).
Riset Komposit Serat Alam di Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin FT UGM Riset di bidang komposit serat (fibrous composites) di Laboratorium Bahan Teknik, J urusan Teknik Mesin FT. UGM dimulai sekitar tahun 1994. Pada waktu itu, riset terkonsentrasi pada proses manufaktur dan karakterisasi komposit serat gelas bermatrik poliester. 16 Pada tahun 1997 telah berhasil dibuat pegas daun dari komposit serat gelas bermatrik epoxy. Pegas daun komposit yang diproduksi dengan hand lay up dengan fraksi volume serat 55% ternyata mempunyai kekakuan yang cukup tinggi. Di samping itu, hasil riset menunjukkan bahwa pegas daun dari komposit mempunyai ketahanan fatik yang sangat baik, dan tidak ada indikasi kerusakan setelah mengalami beban dinamis selama 10 juta siklus pada level beban 20% dari kekuatan tarik komposit. Alasan utama pemakaian komposit untuk pegas daun adalah untuk meningkatkan redaman mekanis dengan tidak mengurangi kekakuan, sehingga respon pegas menjadi lebih baik yang pada akhirnya kenyamanan kendaraan dapat ditingkatkan (J amasri, 1998). Riset komposit serat alam secara intensif dimulai tahun 2000-an. Misalnya riset yang dilakukan oleh Mulyadi dan Rochardjo (2003) dengan menggunakan serat Agave cantala dan matrik plastik. Hasil riset menunjukkan bahwa pada fraksi volume 50%, kekuatan tarik meningkat menjadi 3 kali dibandingkan kekuatan plastiknya. Serat Cantala ini mempunyai kekuatan tarik sebesar 450 MPa, di bawah serat gelas yang mempunyai kekuatan tarik sekitar 2200 MPa. Penggabungan serat agave dengan serat gelas memberikan efek hybrid pada pembebanan tarik maupun pembebanan kejut. Namun demikian, serat ini agak peka terhadap kandungan air. Pada pengujian tarik serat yang telah direndam ke dalam air, kekuatan tariknya turun hingga mencapai 200 MPa pada perendaman selama 500 jam. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya pembesaran micro-crack pada struktur serat (Rochardjo et al., 2003). Pemanfaatan limbah serat buah sawit untuk berbagai aplikasi teknik juga telah diteliti secara komprehensif (J amasri et al., 2005- 2006). Kajian sifat tarik komposit serat buah sawit acak bermatrik poliester juga telah dilakukan (J amasri et al., 2005). Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan kandungan volume serat buah sawit 36% sampai dengan 42% dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan komposit bermatrik poliester secara signifikan. Aspek serapan panas konduksi dan radiasi komposit ini juga telah dikaji (J amasri dan Diharjo, 2006a; 2006b). Hasil riset menunjukkan bahwa serapan panas dan laju perpindahan panas meningkat seiring dengan peningkatan
17 volume serat. Dengan alasan inilah, komposit serat buah sawit dapat dimanfaatkan sebagai penguat prototipe produk panel meja kereta api eksekutif (K-1). Untuk meningkatkan fungsi panel komposit menjadi panel struktur, baik sebagai struktur sekunder maupun primer, juga telah dikembangkan riset panel komposit sandwich. Panel komposit sandwich ini tersusun dari dua buah komposit skin yang mengapit core (inti) ditengahnya. Komposit skin telah dibuat dari serat buah sawit, sedangkan intinya berasal dari pohon sawit. Konsep desain komposit sandwich ini adalah untuk memberikan penguatan yang tinggi pada komposit skin dengan meletakkan core yang murah di tengahnya. Panel komposit sandwich yang dihasilkan memiliki kekuatan tinggi dengan harga yang murah (J amasri et al., 2006a; 2006b). Pada saat ini, ada tiga mahasiswa program S3 yang sedang meneliti komposit serat alam. Pengkajian secara intensif pemanfaatan serat kenaf dan kayu sengon laut sebagai unsur utama pembentuk panel komposit sandwich dilakukan oleh Diharjo (2006). Kajian kompatibilitas antara serat rami dengan matrik epoxy agar dihasilkan High Performance Natural Fiber Reinforced Plastic Composites (HPNFRP) sedang dilakukan oleh Marsyahyo (2006). Dalam topik riset disertasi yang lain, sedang dikembangkan komposit alam kombinasi dari serat rami dan bambu dengan matrik alam sekresi kutu pohon Albasia (Mujiyono, 2007). Dalam riset ini diharapkan akan dihasilkan panel komposit alam yang benar-benar ramah lingkungan (green composites). Kegiatan riset tersebut di atas merupakan indikator kemajuan riset di UGM terhadap pemanfaatan serat alam untuk mensubstitusi penggunaan serat sintetik yang masih diimpor.
Pengembangan Komposit Serat Alam di Indonesia Sampai saat ini komposit serat alam belum banyak digunakan di berbagai industri di Indonesia. Industri yang sudah meman- faatkannya, misalnya adalah PT. INKA Madiun yang telah mengaplikasikan komposit baik serat sintetik maupun serat alam sebagai komponen gerbong kereta api, substitusi panel baja dengan 18 panel komposit sudah mencapai 60% (Handiko dan Abdullah, 2000). Upaya mensubstitusi penggunaan penguat serat dan core sintetik dengan material alam telah dilakukan. Prototipe produk meja kereta eksekutif (K-1), misalnya telah berhasil dibuat dari komposit berpenguat limbah serat buah sawit (J amasri et al., 2005-2006). Substitusi meja K-1 tersebut mampu menurunkan biaya bahan baku hingga menjadi 37% dari meja K-1 yang dibuat dari material komposit sintetik. Komposit serat alam mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia. Beberapa alasan diantaranya adalah bahwa mayoritas tanaman penghasil serat alam dapat dibudidayakan di Indonesia, misalnya adalah serat kenaf, rami, rosella dan nanas-nanasan. Pengembangan teknologi komposit berpenguat serat alam sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menggali potensi local genius yang ada. Hal ini akan mampu meningkatkan pemberdayaan sumber daya alam lokal yang dapat diperbaharui. Bahkan, keberhasilan pengembangan komposit serat alam ini akan mampu meningkatkan nilai teknologi dan nilai ekonomi serat alam. Di samping itu, tanaman penghasil serat alam sebagian besar siap dimanfaatkan pada umur yang relatif pendek. Hal ini sangat menguntungkan, karena akan dapat menggantikan tanaman keras yang semakin langka ketersediaannya, sehingga dapat mengurangi laju kerusakan hutan tropis. Pemakaian serat alam juga secara tidak langsung dapat membantu krisis energi fosil, karena produksi serat alam tidak memerlukan konsumsi energi yang besar sebagaimana pada produksi serat sintetik dan material teknik yang lain. Untuk pengembangan secara intensif perlu adanya kebijakan pemerintah tentang penggunaan material lokal termasuk serat alam dengan berbagai insentif. Pemerintah juga harus mengambil inisiatif untuk membentuk pusat-pusat pengembangan komposit serat alam bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara lain seperti Brazil, China, India dan Vietnam. Saat ini, kendala yang muncul dalam rekayasa komposit serat alam adalah lambatnya pengembangan matrik alam, seperti plastik biodegradable, gondorukem, perekat sekresi kutu dan karet alam. Usaha pemanfaatan matrik alam tersebut sudah pernah dilakukan 19 untuk menggeser penggunaan matrik sintetik. Namun, kekuatan komposit yang dihasilkan masih rendah akibat kekuatan matriknya juga rendah. Oleh karena itu, tantangan utama di masa mendatang adalah pengembangan bahan komposit dari serat dan matrik alam yang memiliki kekuatan dan kekakuan tinggi. 20 DAFTAR PUSTAKA
Bastioli, C. 1998. Starch based bioplastics: Properties, applications and future perspectives, Proceeding of the Natural Fibre Symposium, Wrzburg, 11-12 Feb 1998. Brady G.S. dan Clavier H.R. 1991. Materials Handbook, 13 th Edition, Mc. Graw Hill, London. Brouwer, W. D. 2000. Natural fibre composites in structural components, alternative for sisal, On the Occasion of the Joint FAO/CFC Seminar, Rome, Italy. Diharjo, K. 2006. Kajian sifat fisis-mekanis dan akustik komposit sandwich serat kenaf-polyester dengan core kayu sengon laut, Disertasi Program Doktor, Ilmu-ilmu Teknik UGM, Yogyakarta. Gayer, U. dan Schuh, T. 1996. Automotive application of natural fibers composite, First Int Symposium on Lignocellulosic Composites, UNESP-Sao Paulo. George J ., J anardhan R., Anand, J .S., Bhagawan S.S., dan Thomas S. 1996. Melt Rheological behavior of Short Pineapple Fibre Reinforced Low Density Polyethylene Composites, Journal of Polymer, Volume 37, No. 24, Gret Britain. Handiko, G.W. dan Abdullah, G. 2000. Aplikasi Komposit GFRP untuk Front end KRL-Nas dan KRLI, INKA, Madiun. Holbery, J . dan Houston, D. 2006. Natural-Fiber-Reinforced Polymer Composites in Automotive Applications, Low-Cost Composites in Vehicle Manufacture, J OM, November 2006. J amasri. 2000. The fracture characterization of Unidirectional CFRP composites using a numerical technique, First International Seminar NAE, Medan. J amasri. 1998. Fatigue behaviour of glass-fiber reinforced epoxy composites, Forum Teknik, J ilid 22 No. 2, J uli 1998 J amasri, Diharjo K., dan Gunesti W.H. 2005-2006. Rekayasa dan Manufaktur Komposit Sandwich Berpenguat Limbah Serat Buah Sawit Dengan Core Limbah Kayu Sawit Untuk Komponen Gerbong Kereta Api, RUT XII, KMNRT, J akarta. J amasri, Diharjo, K., dan Gunesti. 2005. Kajian sifat tarik komposit serat buah sawit acak bermatrik polyester, Media Teknik, No. 4, 21 Tahun XXVII, November 2005. J amasri dan Diharjo, K. 2006a. Pengaruh tebal core terhadap serapan panas konduksi komposit sandwich-polyester dengan core kayu sawit, Prosiding SNITM 2006, J ur. T. Material dan Metalurgi FTI ITS, Surabaya. J amasri dan Diharjo, K. 2006b. Studi pengaruh fraksi volume serat terhadap serapan panas radiasi bahan komposit berpenguat limbah serat sawit dengan matrik polyester, Prosiding SNTTM- V, Kampus UI Depok. J amasri, Diharjo, K., dan Gunesti. 2006a. Kekuatan impak komposit sandwich berpenguat limbah serat sawit dengan core limbah kayu sawit, Prosiding seminar TEKNOIN 2006, FTI-UII, Yogyakarta. J amasri, Diharjo, K., dan Gunesti. 2006b. Studi perlakuan alkali dan tebal core terhadap sifat bending komposit sandwich berpenguat serat sawit dengan core kayu sawit, Indonesian Journal of Materials Science, Vol. 8, No. 1. J efferjee, B., Heyleys, dan Zylyon. 2003. Composite Aplication using Coir Fibres in Sri Lanka, Final report of fast track project from Common Fun for Commodities, Delft University of Technology, Netherlands. Karus, M. dan Gahle, K. 2006. Use of natural fibres in composites for the German automotive production from 1999 till 2000, www.nova-institut.de, nova-Institut GmbH Goldenbergstr. Kathleen,V.V. dan Paul, K. 1999. Wetability of natural fibres used as reinforcement for composites, Die Angewandte Makromolekulare Chemie, vol. 272, pp. 87-93. Kaw, A.K. 1997. Mechanics of Composite materials, CRC Press, New York. Leao, A. L., Rowell, R. M., dan Tavares, N. 1998, Application of natural fibers in automotive industry in Brazil Thermoforming Process, Science and Technology of Polymer and Advanced Materials, Edited by Prasad, et al., Plenum Press, New York. Marsyahyo, E. 2006. Kajian Mikromekanika Material Komposit Serat Rami-Epoxy, Disertasi Program Doktor, Ilmu-ilmu Teknik UGM, Yogyakarta. Mujiyono. 2007. Pembuatan material biokomposit dari serat rami dan 22 bambu dengan matrik alam sekresi kutu pohon albasia, Disertasi Program Doktor, Ilmu-ilmu Teknik UGM, Yogyakarta. Mueller, D. H. dan Krobjilowski, A. 2003. New Discovery in The Properties of Composites Reinforced With Natural Fiber, Journal of Industrial Textiles, Vol. 33, No. 2-October 2003, pp. 111-130. Mulyadi dan Rochardjo, H.S.B. 2003. Impact Behaviour of Polyester Hybrid Composites Reinforced by Agave cantala and Glass Fibers, International Seminar on Aerospace Technology, Yogyakarta. Nayak, S.K., Tripahy S.S., Rout, J ., dan Mohanty, A.K. 2000. Coir- Polyester composites: Effect on fibre surface treatment on mechanical properties of composite, International Plastics Engineering and Technology, Vol.04, , pp. 79-86. Prasad, S.V., Pavithran, C., dan Rohatgi, P.K. 1983. Alkali treatment for coir fibres for coir-polyester composites, Research regional laboratory, India, , pp. 1443-1454. Preusser, S. 2006. Use of natural fibres in composites in the automotive sector in Germany from 1999 to 2005, Trade Commissioner S&T, Canadian Embassy, Berlin, Germany. Riedel, U. 1999. Natural fibre reinforced biopolymers as construction materials new discoveries, 2nd Int Wood and Natural Fibre Composites Symposium, Kassel, Germany. Rochardjo, H.S.B., Mulyadi, Wijang, W., dan Dodi, K. 2003. Effects of Water Contents on Mechanical Properties of Agave cantala Fibers, International Seminar on Aerospace Technology, Yogyakarta. Rout, J ., Misra, M., Tripathy, S.S., Nayak S.K., dan Mohanty, A.K. 2001. The influence of fiber surface modification on the mechanical properties of coir-polyester composites, Polymer Composite 22(4): 468-476. Rowell, R.M. 1998. Economic opportunities in natural fiber thermoplastic composites, Science and Technology of Polymers and Advanced Materials, Proc. of 4th Int. Conf. On Frontiers of Polymers and Advanced Materials, New York, pp. 869-872. Rowell, R.M., Sanadi, A., J acobson, R., dan Caufield, D. 1999. Properties of kenaf Polypropylene Composites, Processing and 23 Product, Mississippi State university, Ag. & Bio Engineering, pp. 381-392. ISBN 0-9670559-0-3, Chapter 32. Sanadi, A.R., Caufield ,D. E., J acobson, R. E., dan Rowel, R. M. 1995. Renewable Agricultural Fiber as Reinforcing Filler in Plastics: mechanical Properties of Kenaf Fiber-Polypropylene Composites, Indust. Rng. Chem. Res. 34: 1889-1896. Sanadi, A.R., Prasad, S.V., dan Rohatgi, P.K. 1986. Sunhemp Fibre- Reinforced Polyester, Journal of Materials Science 21, pp. 4299-4304, UK. Shackelford. 1997. Introduction to Materials cience for Engineer, Third Edition, MacMillan Publishing Company, New York, USA. Song, W. dan Weng, D. 2003. Woodfiber and natural fiber plastic composites in China: Opportunities and Obstacles, 7 th Int. Conf. on Woodfiber Plastic Composites, Madison. Urreaga, J .M., Matias, M.C., Orden, M.U.D.L., Munguia, M.A.L., dan Sanchez, C.G. 2000. Effect of Coupling Agent on the Oxidation and Darkening of Cellulosic Materials Used as Reinforcements for thermoplastic matrics in Composites, J ournal of Polymer Engineering and Science, February Ed., Vol. 4 No. 2. Van Rijswijk, K. 2001. Feasibility Study on a Natural Fibre Wound Vessel for the Vietnamese Market, Master Thesis, Delf University of Technology, Department of Aerospace Engineering, Delf.