Rony Antonius P Tesis
Rony Antonius P Tesis
Rony Antonius P Tesis
+ +
| o
Keterangan:
1. P
2
= perkiraan proporsi paparan pada kontrol.
2. OR = odds ratio
3. P
1
= proporsi paparan pada kelompok kasus, dari 1 dan 2 dapat
dihitung dengan rumus:
P
1
=
( )
( ) ( )
2 2
2
1 P P OR
P OR
+
4. Z = standart deviasi pada tingkat kesalahan 5% (1,96)
5. Z = power ditetapkan oleh peneliti sebesar 95% (0,842)
48
Tabel 5. Hasil perhitungan besar sampel pada beberapa faktor risiko
Faktor risiko OR P2 N
Sosial ekonomi rendah 8,31 0,625 37
Malnutrisi 44,14 0,028 14
Berat badan lahir rendah 1,63 0,08 69
Tidak mendapat ASI eksklusif) 3,86 0,134 60
Hunian padat 41,72 0,201 10
Polusi udara 24,86 0,298 12
Dari tabel 5 diatas, maka digunakan jumlah sampel yang paling besar, yaitu
69 kasus. Penelitian ini menggunakan perbandingan kasus dan kontrol 1:1, maka
jumlah kasus dan kontrol secara keseluruhan adalah 138.
3.4.5. Cara Sampling
Pemilihan subyek penelitian dilakukan secara consecutive sampling yaitu
berdasarkan kedatangan subyek penelitian di RSUP dr. Kariadi Semarang.
Pemilihan kelompok kontrol dilakukan secara purposive sampling
3.5. Variabel penelitian
1. Variabel terikat: Infeksi respiratorik akut bawah
2. Variable bebas: Sosial ekonomi rendah, malnutrisi, berat badan lahir rendah,
tidak mendapat ASI eksklusif, hunian padat, serta polusi udara.
49
3.6. Definisi operasional
Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran
Usia Lebih dari 30 hari sampai dengan anak yang telah
berusia 14 tahun kurang 1 hari.
Numerik
Kasus IRA
bawah
Penderita infeksi respiratorik akut bawah yang
dirawat di bangsal anak RSUP dr Kariadi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
hematologi, mikrobiologi, dan foto rontgent dada.
IRA bawah (+)
IRA bawah (-)
Nominal
Status
ekonomi
Status ekonomi keluarga yang dinilai berdasarkan
kriteria Biro Pusat Statistik.
Skor 13 status sosial ekonomi rendah
Skor >13 status sosial ekonomi tidak rendah
Nominal
Status gizi Diukur berdasarkan ukuran antropometri meliputi
berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan
menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut
panjang badan (BB/PB), dengan menggunakan
baku rujukan WHO NCHS.
Malnutrisi (+) = WHZ -2 SD
Malnutrisi (-) = WHZ > -2 SD
Nominal
Berat badan
lahir
Berat badan bayi saat lahir dinyatakan dalam
gram.
< 2500 gram.= BBLR
> 2500 gram = BB lahir tidak rendah
Nominal
ASI Pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada
bayi selama 6 bulan pertama
ASI eksklusif (+)
Nominal
50
ASI eksklusif (-)
Hunian Diukur berdasarkan luas lantai dalam rumah
dibagi dengan penghuni rumah. (KepMenkes No.
829/Menkes/SK/VII/1999)
54
4 m
2
/orang orang = padat
> 4 m
2
/orang = tidak padat
Nominal
Polusi udara Polusi udara adalah jika dalam rumah memakai
alat masak kayu bakar dan atau tinggal serumah
dengan perokok. (Savitha MR, 2007)
20
Polusi udara (+)
Polusi udara (-)
Nominal
3.7. Cara pengumpulan data
Kepada semua penderita yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut: Pada awal penelitian dijelaskan kepada orangtua
responden tentang tujuan penelitian, prosedur pemeriksaan dan manfaat penelitian
ini. Jika orangtua responden setuju, maka diminta bukti persetujuan tertulis
dengan membubuhkan tandatangan pada lembaran informed consent.
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu/orang tua
penderita/wali penderita. Dilengkapi dengan kuesioner mengenai faktor
risiko dan lingkungan (kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner
yang sudah diadaptasi oleh Kartasasmita dari berbagai sumber, dan telah
digunakan pada beberapa penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung). Disamping itu peneliti juga berupaya melakukan
penelusuran melalui Kartu Menuju Sehat anak dan juga dengan penilaian
51
langsung dengan pengamatan pada keadaan rumah dan lingkungan sampel.
Status sosial ekonomi dinilai berdasarkan kriteria Biro Pusat Statistik
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap. Pengukuran antropometri
dilakukan untuk menilai status gizi, meliputi berat badan (BB) (BB saat ini
dibandingkan dengan BB sesuai usia = BB/U), tinggi badan (TB) (TB saat
ini dibandingkan dengan TB sesuai usia = TB/U), BB saat ini
dibandingkan dengan BB sesuai TB saat ini (BB/TB). Rujukan
antropometri yang dipakai adalah NCHS WHO.
C. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgent dada dibuat pada saat masuk dan dibaca oleh ahli radiologi.
52
3.8. Alur penelitian
- nform
consent
- isi kuisioner
- Status gizi
- Status
Bactec 2 cc
Kontrol Kasus
Anak
IRA bawah
Memenuhi kriteria
inklusi kasus
- Informed consent
- Wawancara dengan
kuesioner
- Status gizi
- Status ekonomi
Foto thorax AP/Lat
Rawat inap
Anak tidak menderita
IRA bawah
Memenuhi kriteria
inklusi kontrol
- Informed consent
- Wawancara dengan
kuesioner
- Status gizi
- Status ekonomi
Analisis data dan
laporan penelitian
53
3.9. Pengolahan dan analisis data
Pada data yang terkumpul dilakukan data cleaning, coding, tabulasi dan
data entry ke dalam komputer. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji
hipotesis. Pada analisis deskriptif, data yang berskala nominal atau ordinal, seperti
jenis kelamin, status gizi, dan sebagainya, dinyatakan dalam distribusi frekuensi
dengan persen. Data yang berskala rasio, seperti umur dan sebagainya, disajikan
sebagai rerata dan simpang baku.
Pada analisis bivariat, uji 2 digunakan untuk membandingkan distribusi
variabel faktor risiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Uji Mann-
Whitney digunakan untuk membandingkan umur kelompok kasus dengan
kelompok kontrol oleh karena berdistribusi tidak normal. Nilai p<0,05 dianggap
bermakna.
Besarnya risiko terhadap kejadian IRA bawah dinyatakan sebagai nilai
Rasio Odd (Odds Ratio=OR). OR hasil analisis bivariat disebut sebagai crude
OR.
Analisis multivariat yang dilakukan adalah uji regresi logistik ganda.
Variabel tergantung adalah adanya IRA bawah, sedangkan variabel prediktor
(bebas) adalah variabel-variabel yang menjadi faktor risiko. Hanya variabel yang
pada analisis bivariat memiliki p<0,05 saja yang dimasukkan kedalam analisis
regresi logistik. Besarnya risiko hasil analisis multivariat disebut sebagai adjusted
OR dengan 95% confidence interval.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan program SPSS for
Windows 15.5.
54
3.10. Etika penelitian
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian Surveilance of Severe
Acute Respiratory Infection (SARI) 2007-2008 yang telah mendapatkan
persetujuan dari komite etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan nomor kode etik
LB.03.02/KE/598/2008.
Persetujuan untuk diikutsertakan dalam penelitian dimintakan dari orang
tua penderita secara tertulis dengan menggunakan informed consent. Orang tua
penderita sebelumnya telah diberi penjelasan mengenai tujuan dan prosedur
penelitian. Tatalaksana IRA bawah diberikan sesuai pedoman di bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNDIP/ RSUP dr Kariadi.
Orang tua penderita tidak dibebani biaya penelitian.
55
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik subyek penelitian
Pada periode penelitian di RSUP dr Kariadi Semarang dijumpai 78 anak
dengan IRA bawah yang sesuai dengan kriteria penelitian (kelompok kasus).
Sebanyak 78 anak yang tinggal disekitar anak pada kelompok kasus digunakan
sebagai kontrol. Rerata umur subyek penelitian adalah 15,8 17,52 bulan.
Perempuan dibanding laki-laki, yaitu 1:1,2. Karakteristik subyek penelitian pada
kelompok kasus dan kontrol ditampilkan pada tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik
Kelompok
p Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
Jenis kelamin
- Laki-laki 49 (31,4%) 37 (23,7%)
- Perempuan 29 (18,6%) 41 (26,3%) 0,05*
Umur (bulan) 12,515,71 19,118,68 0,005
Berat badan lahir (gram)
- < 2500 20 (12,8%) 7 (4,5%)
- > 2500 58 (37,2%) 71 (45,5%) 0,006*
Lama dalam kandungan
- Preterm 9 (5,8%) 5 (3,2%)
- Aterm 69 (44,2%) 73 (46,8%) 0,3*
Riwayat ASI eksklusif
- ASI eksklusif 44 (28,2%) 57 (36,5%)
- Tidak ASI eksklusif 34 (21,6%) 21 (13,5%) 0,03*
Status gizi
- Gizi buruk-kurang 15 (9,6%) 13 (8,3%)
- Gizi baik 63 (40,4%) 65 (41,7%) 0,7*
Kelengkapan imunisasi sesuai
umur
- Tidak lengkap 24 (15,4%) 8 (5,1%)
- Lengkap 54 (34,6%) 70 (44,9% 0,002*
* Uji
2
Uji Mann-Whitney
56
Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa jenis kelamin, lama dalam
kandungan (preterm), status gizi pada kelompok kasus dan kontrol tidak berbeda
secara bermakna, sedangkan umur, berat badan lahir rendah, riwayat pemberian
ASI eksklusif dan imunisasi yang tidak lengkap berbeda secara bermakna, namun
pada penelitian ini tidak menanyakan jenis imunisasi baik yang sudah maupun
belum diberikan.
Pada anamnesis diketahui 16 anak yaitu 6 anak pada kelompok kasus dan
10 anak pada kelompok kontrol pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, hasil
uji statistik menunjukkan perbedaan tersebut adalah tidak bermakna (p=0,3).
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita ditampilkan pada tabel 7.
Data pada tabel 7 menunjukkan bahwa jenis penyakit terbanyak yang
pernah diderita oleh anak pada kelompok kasus dan kontrol adalah campak,
selanjutnya adalah tuberkulosis, kecacingan, alergi dan asma, tetapi perbedaan
kejadian penyakit pada kelompok kasus dan kontrol tidak bermakna.
4.2. Karakteristik keluarga
Tingkat pendidikan ayah dan ibu dari subyek penelitian ditampilkan pada
tabel 8. Data pada tabel 8 menujukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan
ayah dan ibu pada kelompok kasus dan kontrol adalah Sekolah Menengah Atas,
tidak dijumpai ayah yang tidak bersekolah, tetapi dijumpai 6 orang ibu pada
kelompok kontrol yang tidak bersekolah. Secara statistik tidak dijumpai adanya
perbedaan yang bermakna pada tingkat pendidikan ayah dan ibu antara kelompok
kasus dengan kontrol.
57
Tabel 7. Riwayat penyakit lain yang diderita subyek penelitian
Jenis penyakit
Kelompok
p* Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
Tuberkulosis
- Tidak-ada 73 (46,8%) 75 (48,1%)
- Ada 5 (3,2%) 3 (1,9%) 0,5
Campak
- Tidak-ada 73 (46,8%) 70 (44,9%)
- Ada 5 (3,2%) 8 (5,1%) 0,4
Batuk rejan
- Tidak-ada 78 (100%) 78 (100%)
- Ada 0 (0,0%) 0 (0,0%) -
Asma
- Tidak-ada 77 (49,4%) 78 (50,0%)
- Ada 1 (0,6%) 0 (0,0%) 0,3
Alergi
- Tidak-ada 76 (48,7%) 78 (50,0%)
- Ada 2 (1,3%) 0 (0,0%) 0,1
Kecacingan
- Tidak-ada 77 (49,4%) 75 (48,1%)
- Ada 1 (0,6%) 3 (1,9%) 0,3
* Uji
2
Tabel 8. Tingkat pendidikan ayah dan ibu subyek penelitian
Tingkat pendidikan
orang tua
Kelompok
p* Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
Tingkat pendidikan ayah
- Tidak sekolah 0 (0,0%) 0 (0,0%)
- SD 9 (5,8%) 15 (9,6%)
- SMP 21 (13,5%) 18 (11,5%)
- SMA 40 (25,6%) 32 (20,5%)
- Perguruan tinggi 8 (5,1%) 13 (8,3%) 0,3
Tingkat pendidikan ibu
- Tidak sekolah 0 (0,0%) 6 (3,8%)
- SD 8 (5,1%) 10 (6,4%)
- SMP 20 (12,8%) 18 (11,5%)
- SMA 36 (23,1%) 43 (27,6%)
- Perguruan tinggi 7 (4,5%) 8 (5,1%) 0,1
* Uji
2
58
Jenis pekerjaan dan tingkat ekonomi keluarga subyek penelitian
ditampilkan pada tabel 9. Data pada tabel 9 menunjukkan tingkat ekonomi
keluarga pada kelompok kasus sebagian besar adalah kurang, sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar termasuk kategori cukup, dan hasil uji statistik
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
Tabel 9. Jenis pekerjaan ayah dan ibu serta tingkat ekonomi keluarga
Tingkat pendidikan
orang tua
Kelompok
p* Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
Jenis pekerjaan ayah
- Tidak bekerja 1 (0,6%) 2 (1,3%)
- PNS 0 0,0%) 4 (2,6%)
- Anggota ABRI /Polisi 1 (0,6%) 0 (0,0%)
- Karyawan swasta 22 (14,1%) 22 (14,1%)
- Wiraswasta 11 (7,1%) 17 (10,9%)
- Buruh 43 (27,6%) 33 (21,2%) 0,2
Jenis pekerjaan ibu
- Tidak bekerja 70 (44,9%) 69 (44,2%)
- PNS 0 (0,0%) 3 (1,9%)
- Anggota ABRI /Polisi 0 (0,0%) 0 (0,0%)
- Karyawan swasta 3 (1,9%) 2 (1,3%)
- Wiraswasta 2 (1,3%) 2 (1,3%)
- Buruh 3 (1,9%) 2 (1,3%) 0,5
Tingkat ekonomi keluarga
- Kurang 63 (40,4%) 35 (22,4%)
- Cukup 15 (9,6%) 43 (27,6%) < 0,001
*Uji
2
4.3. Kondisi rumah
Kondisi rumah subyek penelitian ditampilkan pada tabel 10. Data pada
tabel 10 menunjukkan sebagian besar rumah subyek peneltian pada kelompok
kasus maupun kontrol beratapkan genteng, dan lantai rumah ubin. Pada kelompok
kasus, sebagian besar tidak ada ventilasi dan jendela tidak dapat dibuka. Hasil uji
59
statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada distribusi adanya
jendela yang tidak dapat terbuka dan asap dalam rumah antara kelompok kasus
dengan kontrol.
Tabel 10. Kondisi rumah subyek
Kondisi rumah
Atap
Kelompok
p* Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
- Seng 2 (1,3%) 2 (1,3%)
- Asbes/eternit 17 (10,9%) 28 (17,9%)
- Genteng 59 (37,8%) 48 (30,8%) 0,1
Lantai rumah
- Tanah 5 (3,2%) 5 (3,2%)
- Kayu 0 (0,0%) 2 (1,3%)
- Semen 19 (12,2%) 16 (10,3%)
- Ubin 53 (34,0%) 55 (35,3%)
- Karpet/plastik 1 (0,6%) 0 (0,0%) 0,5
Dinding
- Kayu 2 (1,3%) 1 (0,6%)
- Semen/batu 66 (42,3%) 63 (40,4%)
- Campuran 10 (6,4%) 14 (9,0%) 0,6
Cat dinding
- Tidak dicat 11 (7,1%) 14 (9,0%)
- Sintetik 62 (39,7%) 60 (38,5%)
- Kapur 5 (3,2%) 4 (2,6%) 0,8
Lokasi dapur
- Menjadi 1 dengan ruang
keluarga
24 (15,4%) 21(13,5%)
- Terpisah dari ruang
keluarga
54 (34,6%) 57 (36,5%) 0,6
Ventilasi
- Tidak ada 57 (36,5%) 58 (37,2%)
- Ada 21 (13,5%) 20 (12,8%) 0,8
Jendela
- Tidak dapat dibuka 41 (26,3%) 25 (16,0%)
- Dapat dibuka 37 (23,7%) 53 (34,0%) 0,01
Asap dalam rumah
- Tidak ada 30 (19,2%) 43 (27,6%)
- Ada 48 (30,8%) 35 (22,4%) 0,04
*Uji
2
60
4.4. Faktor dalam keluarga yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya IRA
bawah
Kebiasaan dalam keluarga yang dapat menjadi risiko terjadinya IRA
bawah pada anak ditampilkan pada tabel 11. Pada tabel 11 jumlah anak yang
berada dalam ruangan/rumah saat siang hari lebih banyak pada kelompok kasus
dibanding kelompok kontrol. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan ini adalah
bermakna. Terdapat perbedaan bermakna pada kepadatan hunian dalam rumah
antara kelompok kasus dengan kontrol.
Tabel 11. Kebiasaan dalam keluarga yang dapat menjadi risiko IRA bawah
Faktor dalam rumah yang
dapat menjadi faktor risiko
IRA
Kelompok
p* Kasus
(n=78)
Kontrol
(n=78)
Anak berada dalam rumah
saat memasak
- Ya 15 (9,6%) 7 (4,5%)
- Tidak 63 (40,4%) 71 (45,5%) 0,07
Anak di siang hari
- Di dalam rumah 69 (44,2%) 49 (31,4%)
- Di luar rumah 9 (5,8%) 29 (18,6%) < 0,001
Anggota keluarga yang
merokok dalam rumah
- Ada 61 (39,1%) 57 (36,5%)
- Tidak ada 17 (10,9%) 21 (13,5%) 0,5
Kepadatan hunian
- Padat 57 (36,5%) 34(21,8%)
- Tidak padat 21 (13,5%) 44 (28,2%) <0,001
*Uji
2
61
4.5. Uji multivariat faktor-faktor risiko
Hasil uji multivariat pada faktor-faktor yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya IRA bawah ditampilkan pada tabel 12. Variabel yang diikutsertakan
dalam uji multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat berhubungan
secara bermakna dengan kejadian IRA bawah.
Tabel 12. Besarnya risiko faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
terjadinya IRA bawah
Faktor-faktor yang dapat
berpengaruh terhadap
terjadinya IRA bawah
Crude
OR
Adjusted
OR
95 % interval
kepercayaan p
Umur - 1,9 0,9 - 3,9 0,07
Jenis kelamin laki-laki 1,89 1,9 0,9 - 3,9 0,1
Berat badan lahir rendah 3,50 2,7 0,9 - 7,6 0,06
Riwayat ASI tidak eksklusif 0,5 0,5 0,2 - 1,1 0,08
Status imunisasi tidak lengkap 3,89 2,6 0,9 - 7,0 0,06
Tingkat ekonomi rendah 5,16 3,7 1,6 - 8,4 0,002
Hunian padat 3,5 2,5 1,2 - 5,5 0,02
Tidak ada jendela yang terbuka 2,3 2,5 0,9 - 7,1 0,07
Ada asap dalam rumah 2,0 0,7 0,2 - 1,8 0,4
Siang dari dalam rumah 4,5
6,4 1,9 - 21,7 0,003
Pada tabel 12 tampak bahwa faktor-faktor yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya IRA bawah pada penelitian ini adalah Tingkat ekonomi rendah
(OR
adjusted
=3,7), hunian padat (OR
adjusted
=2,5) dan anak berada dalam rumah pada
siang hari (OR
adjusted
=6,4). Hal ini berarti anak dari keluarga dengan tingkat
ekonomi rendah mempunyai risiko mendapat IRA bawah 3,7 kali lebih besar
dibanding anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi cukup. Anak
yang tinggal dilingkungan yang padat mempunyai risiko untuk mengalami IRA
bawah 2,5 kali lebih besar. Anak yang berada dalam rumah pada siang hari juga
62
mempunyai risiko untuk mendapat IRA bawah 6,4 kali lebih besar dibanding yang
berada diluar rumah.
Umur, jenis kelamin laki-laki dan imunisasi tidak lengkap walaupun
memiliki OR yang cukup besar untuk menjadi suatu faktor risiko, akan tetapi
belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko oleh karena rentang 95% CI nya
melewati angka 1. Anak dengan riwayat pemberian ASI eksklusif mempunyai
kemungkinan menderita IRA bawah 0,5 kali anak tanpa riwayat ASI eksklusif.
Walaupun demikian riwayat ASI eksklusif belum dapat disimpulkan sebagai
faktor protektif (95% CI, p= 0,2 1.1 )
63
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian IRA bawah pada anak yang berusia 1 bulan hingga 14 tahun.
Faktor yang diteliti meliputi: status ekonomi rendah, berat badan lahir rendah,
ASI tidak eksklusif, malnutrisi, hunian padat, dan polusi udara. Penelitian ini
melibatkan 156 sampel, dengan 78 anak menderita IRA bawah (kasus) dan 78
anak sehat (kontrol). Status ekonomi menurut kriteria Biro Pusat Statistik
berdasarkan pada jumlah anggota rumah tangga, kebiasaan membeli makanan
pokok, jenis dinding rumah, luas lantai rumah, kebiasaan berobat, kepemilikan
perabot rumah tangga, dan jumlah pakaian untuk bepergian yang dimiliki kepala
rumah tangga. Didapatkan bahwa tingkat ekonomi rendah secara bermakna
berisiko untuk terjadinya IRA bawah (OR 3,7; 95% CI 1,6-8,4; p = 0,002).
Penelitian Kazi dan Azad (2008) didapatkan anak yang berada dalam keluarga
dengan status ekonomi rendah berisiko lebih besar menderita IRA daripada anak-
anak dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi (OR 1,299; 95% CI 1,089-1,551;
p = 0,004).
52
Orang dengan status ekonomi rendah mempunyai risiko lebih besar untuk
menderita penyakit infeksi. Hal ini dapat disebabkan oleh 2 hal. Pertama,
tingginya paparan terhadap kuman infeksius. Keluarga dengan status ekonomi
rendah seringkali mempunyai lebih banyak anak dan tinggal di perkampungan
yang lebih padat. Keadaan ini bersifat kondusif terhadap penularan kuman
64
infeksius. Sanitasi lingkungan yang tidak memadai dan praktek higienie yang
kurang juga dapat meningkatkan paparan pada kelompok berstatus ekonomi
rendah. Kedua, status ekonomi dapat meningkatkan risiko infeksi karena dapat
mempengaruhi kemampuan tubuh melawan infeksi, karena mereka yang berstatus
ekonomi rendah mungkin mendapat kurang informasi mengenai imunisasi,
lingkungan yang sehat dan juga akses kepada perawatan kesehatan. Nutrisi yang
tidak adekuat pada kelompok sosial ekonomi rendah makin memperburuk
pertahanan tubuhnya.
57,58
Kepadatan rumah dapat meningkatkan risiko infeksi saluran napas
karena memperbesar kesempatan untuk infeksi silang antar anggota keluarga.
Kuman penyebab infeksi dapat dengan mudah ditularkan lewat udara melalui
droplet atau aerosol, di dalam ruangan yang padat dengan ventilasi yang tidak
memadai dimana orang-orang bersin, batuk atau berbicara. Dinegara Brazil
didapatkan bahwa keluarga dengan dua atau lebih orang dalam satu kamar
mempunyai risiko 44% lebih besar untuk menderita pneumonia.
22,59
Penelitian di Kanada menunjukkan bahwa anak yang dirawat di rumah
sakit karena IRA bawah biasanya tinggal di rumah yang sangat padat, dengan
rata-rata 6,4 penghuni, termasuk 3,0 anak-anak. Victora dkk melaporkan bahwa
insidensi pneumonia meningkat bila jumlah anggota rumah tangga bertambah,
dimana bila dibandingkan dengan rumah tangga beranggota 2-3 orang, rumah
tangga dengan anggota 4-5 orang mempunyai OR 1,54 (95% CI: 1,07-2,20),
sedangkan rumah tangga beranggota 6 orang atau lebih mempunyai OR 1,84
(95% CI: 1,24-2,74).
27,32,59
65
Penelitian ini rumah yang padat secara statistik juga bermakna menjadi
faktor risiko kejadian IRA bawah (OR 2,6; 95% CI: 1,1-6,1, P = 0,02).
Penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak, pemanas dan
penerangan menghasilkan polusi udara di dalam rumah. Anak-anak berumur
kurang dari 5 tahun berisiko terkena polusi karena mereka seringkali berada
bersama dengan ibunya saat memasak. Sampel yang diperiksa hampir seluruhnya
telah menggunakan kompor gas untuk memasak, sehingga tidak lagi
menggunakan minyak tanah atau kayu bakar. Letak dapur juga tidak memberikan
hubungan yang bermakna dengan kejadian IRA bawah, meskipun sebagian besar
dapur tidak mempunyai ventilasi dan jendela yang dapat dibuka.
22
Paparan rokok terhadap anak telah diketahui berkaitan dengan infeksi
saluran napas. Nikotin menekan atau menghambat aktivitas fagositosis dari
netrofil atau makrofag melalui inhibisi anion superoksida, peroksida dan produksi
radikal oksigen. Nikotin diketahui menekan Th1 tetapi secara selektif
menstimulasi Th2 untuk memproduksi berbagai sitokin atau interleukin seperti
IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-3. Lebih lagi, nikotin tidak hanya menstimulasi eosinofil
tetapi juga sel B untuk tidak memproduksi Ig, terutama IgA dan IgG2. Nikotin
tidak hanya mengakibatkan cedera toksik langsung terhadap epitel mukosilier
tetapi juga memudahkan bakteri patogen menempel pada permukaan sel
mukosa.
23
Penelitian ini tinggal serumah dengan perokok tidak mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian IRA bawah (95% CI: 0,634-2,755), hal ini
66
kemungkinan karena anggota keluarga yang merokok lebih banyak berada di luar
rumah atau rokok dikonsumsi di tempat kerja.
Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain di dalam
kuesioner tidak ditanyakan mengenai lama pemberian ASI eksklusif. Demikian
juga dengan anggota keluarga yang merokok, apakah merokok di dalam atau di
luar rumah, sehingga ada kemungkinan perbedaan hasil jika data tersebut
dilengkapi. Jenis imunisasi yang sudah atau belum diberikan juga belum
ditanyakan secara pasti pada orangtua. Disamping itu pada penelitian ini kurang
dalam melakukan validasi terhadap kuesioner yang digunakan
67
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Tingkat ekonomi rendah (OR 3,7; 95% CI: 1,6-8,4; p = 0,002) dan hunian padat
(OR 2,5; 95% CI: 1,2-5,5; p = 0,02) terbukti sebagai faktor risiko Infeksi
respiratorik akut bawah pada anak, sedangkan Berat badan lahir rendah (OR 2,7;
95% CI: 0,9-7,6, p = 0,06) malnutrisi (OR 0,9; 95% CI: 0,3-2,9, p = 0,7), polusi
udara (OR 0,7; 95% CI: 0,2-2,0, p = 0,5) dan ASI tidak eksklusif (OR 0,5; 95%
CI: 0,2-1,1, p = 0,08) tidak terbukti sebagai faktor risiko infeksi respiratorik akut
bawah pada anak.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menekankan lama pemberian ASI,
tempat anggota keluarga merokok, tempat anak menghabiskan waktu disiang hari,
status dan jenis imunisasi, status gizi, dengan menggunakan kuesioner yang telah
divalidasi.
68
DAFTAR PUSTAKA
1. McIntosh K. Community-adquired pneumonia in Children. N Eng J
Med. 2002; 346: 429-37.
2. Mizgerd JP. Acute lower respiratory tract infection. N Eng J Med. 2008;
358: 716-27.
3. File TM. Community-adquired pneumonia. Lancet. 2003; 362: 1991-
2001.
4. Kartasasmita CB, Rosmayudi O, Soemantri ES, Deville W, Demedts M.
Evaluation of risk factors for acute respiratory infection in under-five
children in a transmigatory urban area at Bandung Indonesia. J Trop
Ped 2002; 38(3): 127-8.
5. Sutanto A, Gessner BD, Djelantik IGG, Steinhoff M, Murphy H, Nelson
C, et al. Acute respiratory illness incidence and death among children
under two years of age on Lombok island Indonesia. Am J Trop Med
Hyg 2002; 66(2): 175-9.
6. Dadiyanto DW, Sidhartani M, Soetadji A. Deteksi virus respiratory
syncytial menggunakan test pack immediate care diagnostic pada infeksi
saluran pernapasan akut bawah pada anak. MMI 2002; 37(2): 82-92.
7. Nester EW, Roberts CE, Pear Sall NN, Anderson, Nester MT.
Microbiology a human perspective. 2
nd
ed. USA: Mcgraw-Hill; 1998. p.
525-50.
69
8. Ostapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired pneumonia
in infant and children. Am Fam Physician 2004; 70: 899-908.
9. Said M. Pneumonia penyebab utama mortalitas anak balita: tantangan
dan harapan. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2006.
10. Soewignyo S, Gessner BD, Sutanto A, Steinhoff M, Prijanto M, Nelson
C, et al. Streptococcus pneumoniae nasopharyngeal carriage prevalence,
serotype distribution, and resistance pattern among children on Lombok
island Indonesia. CID 2001;32: 1039-43.
11. Heriyana, Amiruddin R, Ansar J. Analisis faktor risiko kejadian
pneumonia pada anak umur kurang 1 tahun di RSUD Labuang Baji kota
Makassar. J med Nus 2005; 26: 149-155.
12. Hsiao G, Payne CB, Campbell GD. Pediatric community-acquired
pneumonia in children. Diunduh dari:
http://www.chestnet.org/education/online/pccu/vol 15/lesson 11
12/lesson 11.php
13. Granato PA. Pathogenic an indigenous microorganism of human.
Dalam: Murray PR, Baron EJ, Jorgensen JH, Pfaller MA, Yolken RH,
penyunting. Manual of clinical microbiology. 8
th
ed. Washington DC:
ASM Press; 2003. p. 44-54.
70
14. Theodore CS, Sectish TC, Prober CG. Pneumonia. Dalam: Behrman RF,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
17
th
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. p. 1432-35.
15. Chaudhry MS, San Pedro GS. Respiratory infections. Dalam: Ali J,
Summer WR, Levitzky MG, penyunting. Pulmonary pathophysiology.
Louisiana: A Division of McGraw-Hill Companies, 1999. p. 119-39.
16. Schaeter M, Engleberg NC, Esenstein BI, Medoff G. Microbial diseases.
3
rd
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p. 554-63.
17. Dhomacowse JB and Rosenberg HF. Respiratory Syncytial Virus
Infection: Immune response, Immunopathogenesis, and Treatment.
American Society for Microbiology. 1999:12;298-309
18. Law BJ, Carbonell EX, Simeos EA. An update on Respiratory syncytial
virus epidemiology: a developed country perspective. Respir Med.
2002:96;1-7
19. Bals R, Hiemstra PS. Innate immunity in the lung: how epithelial cells
fight against respiratory pathogens. Eur Respir J 2004; 23: 327-333.
20. Boyton RJ, Openshaw PJ. Pulmonary defences to acute respiratory
infection. British Media Bulletin 2002; 61: 1-12.
21. Boyer KM. Nonbacterial pneumonia. Dalam: Feigin RD, Cherry JM,
Demmler GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of pediatric infectious
disease. 5
th
ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 286-98.
71
22. Savitha MR, Nandeeshwara SB, Pradeep Kumar MJ, Farhan-ul-haque,
Raju CK. Modifiable risk factor for acute lower respiratory tract
infection. Indian J Pediatr 2007; 74 (5): 477-482.
23. Kum-Nji, Meloy L, Herrord. Environmental tobacco smoke exposure:
Prevalence and mechanisms of causation of infections in children.
Pediatrics 2006; 117;1745-54
24. Murin S, Bilello KS. Respiratory tract infections: another reason not to
smoke. Clev J Med 2005; 72 (10): 916-920.
25. Howden-Chapman P. Housing standards: a glossary of housing and
health. J Epidemiol Community Health 2004; 58: 162-168.
26. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull WHO 2008;
86 (5): 408-416.
27. Victora CG, Kirkwood BR, Ashworth A, Black RE, Rogers S, Sazawal
S, et al. Potential intervention for the prevention of childhood
pneumonia indeveloping countries: improving nutrition. Am J of Clinic
Nutr 1999; 70(3): 309-320.
28. Harris JO, Gonzales-Rothi RJ. Abnormal Phagolysosome fusion in
pulmonary alveolar macrophages of rats exposed chronically to cigarette
smoke. Am Rev Respir Dis. 1984; 130: 467-71
29. Fogelmark B, Rylander R, Sjostrand M, Reininghaus W. Free lung cell
phagocytosis and the effect of cigarette smoke exposure. Exp Lung Res.
1980; 1:131-8
72
30. Zhang S, Petro TM. The effect of nicotine on murine CD 4 T cell
responses. Int J Immunopharmacol. 1996;18:467-78
31. Dye JA, Adler KB. Effects of cigarette smoke on epithelial cells of the
respiratory tract. Thorax. 1994; 49:825-34
32. Victora CG, Fuchs SC, Flores JAC, Fonseca W, Kirkwood B. Risk
factor for pneumonia among children in a Brazilian metropolitan area.
Pediatric 1994; 93; 977-985.
33. Cardoso MRA, Cousens SN. Siqueira L, Alvess FM, Angelo LA.
Crowding: risk factor or protective factor for lower respiratory diseads
in young children? BMC Public Health 2004; 4-19
34. Almirall J, Bolibar I, Serra-Prat M, Roig J, Hospital I, Carandell E, et al.
New evidence of risk factors for community acquired pneumonia: a
population-based study. Eur Respir J 2008; 31: 1274-1284.
35. Ramos MM, Overturf GD, Crowley MR, Rosenberg RB, Hjelle B.
Infection with Sin Nombre hantavirus: clinical presentation and
outcome in children and adolescents. Pediatrics 2001; 108 (2): 1-6.
36. Renquist DM, Whitney RA. Zoonoses acquired from pet primates.
Diunduh dari http://pin.primate.wisc.edu/aboutp/pets/zoonoses.html.
37. Pereira JC, Escuder MM. The importance of clinical symptoms and sign
in the diagnosis of community-acquired pneumonia. J Trop pediatr
1998; 44: 18-24.
73
38. Klein JO. Bacterial pneumonia. Dalam: Feigin RD, Cherry JM,
Demmler GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of pediatric infectious
disease. 5
th
ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 299-310.
39. Supriyatno B. Infeksi respirasi bawah akut pada anak. Sari Pediatri
2006; 8(2): 100-6.
40. Michelow IC, Olsen K, Lozano J, Rollins NK, Duffy LB, Ziegler T, et
al. Epidemiology and clinical characteristic of community-acquired
pneumonia in hospitalized children. Pediatrics 2004; 113: 701-707.
41. Durbin WJ, Stille C. Pneumonia. Pediatric in Review. 2008; 29: 147-
160
42. Steele RW, Thomas MP, Pharmo, Kolls JK. Current management of
community-acquired pneumonia in children: An algorithmic guideline
recommendation. Infect Med 1999: 16; 1: 46-54.
43. BTS guidelines for management of community-acquired pneumonia in
childhood. BMJ 2002; 57: 1-24.
44. Virkki R, Juven T, Rikalainen H, Svedstrom E, Mertsola J, Ruuskanen
O. Differentiation of pneumonia viral and bacterial in children. Thorax
2002; 57: 438-441.
45. Martin RE, Bates JH, Community-acquired pneumonia. Dalam:
Schlossberg D, penyunting. Current therapy of infectious disease. 2
nd
ed.
St. Louis: Mosby. Inc; 2001. p. 106-10.
46. Yao JD, Moelering RC. Antibacterial agent. Dalam: Murray PR, Baron
EJ, Jorgensen JH, Pfaller MA, Yolken RH, penyunting. Manual of
74
clinical microbiology. 8
th
ed. Washington DC: ASM Press; 2003. p.
1039-73.
47. Roth DE, Caulfield LE, Ezzati M, Black RE. Acute lower respiratory
infections in childhood: opportunities for reducing the global burden
through nutritional intervention. Bulletin of the World Health
organization 2008; 86: 356-364.
48. Nascimento-Carvalho CMC. Etiology of childhood community acquired
pneumonia and its complications for vaccination. The Brazilian Journal
of Infectious Diseases 2001; 5(2): 87-97.
49. Schaad UB. Prevention of paediatric respiratory tract infections:
emphasis on the role of OM-85. Eur Respir Rev 2005; 14: 95, 74-77.
50. Chen H, Zhuo Q, Yuan W, Wang J, Wu T. Vitamin A for preventing
acute lower respiratory tract infections in children up to seven years of
age. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 1. Art. No:
CD006090. DOI: 10.1002/14651858.CD006090.pub2.
51. Sazawal S, Black RE, Jalla S, Mazumdar S, Sinha A, Bhan MK. Zinc
supplementation reduces the incidence of acute lower respiratory
infections ininfants and preschool children: a double-blind, controlled
trial. Pediatrics 1998; 102: 1-5
52. Lavi NG, Fraser D, Porat N, Dagan R. Spread of Streptococcus
pneumoniae and antibiotic-resistant S. pneumoniae from day care center
attendees to their younger siblings. Pediatr Infect Dis J 2002; 186: 1608-
14.
75
53. Khin MT, Han W, Ohnmar, Aung KZ, Myint T, Khin KSM, Kyi S,
Than TL. Indoor air pollution: impact of intervention on acute
respiratory infection (ARI) in under-five children. Regional Health
Forum 2005; 9 (1): 30-36
54. Cunha AI, Margolis PA, Wing S. Community economic development
and acute lower respiratory infection in children. World Health and
Population 2001: 4(1): 1-7.
55. Sutmoller F, Maia PR. Acute respiratory infections in children living in
two low income communities of Rio de Janeiro, Brazil. Mem Inst
Oswaldo Cruz 1995; 90 (6): 665-674.
56. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Persyaratan
kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 1999.
57. Kazi, Azad AK. Risk factors for acute respiratory infection (ARI)
among children under five years in Bangladesh. J. Sci. Res. 2009;1 (1):
72-81.
58. Cohen S. Social status and susceptibility to respiratory infections.
Annals New York Academy of Sciences. p. 246-253.
59. Pawlinska-Chmara R, Wronka I. Assessment of the effect of
socioeconomic factors on the prevalence of respiratory disorders in
children. J Physi and Pharmacol 2007; 58 (5): 523-529.