100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
4K tayangan39 halaman

Modul3 - Panduan Pemetaan Risiko

Dokumen ini memberikan ringkuman tentang pelatihan pemetaan risiko bencana di 8 kabupaten di Jawa Timur menggunakan QuantumGIS. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses penilaian risiko berbasis data spasial dengan mempertimbangkan aspek kerentanan, kapasitas, dan bahaya. Peserta akan diajarkan cara mengelola data bahaya, kerentanan, dampak, dan kapasitas serta membuat peta risiko seperti peta bahaya, ker
Hak Cipta
© Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
4K tayangan39 halaman

Modul3 - Panduan Pemetaan Risiko

Dokumen ini memberikan ringkuman tentang pelatihan pemetaan risiko bencana di 8 kabupaten di Jawa Timur menggunakan QuantumGIS. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses penilaian risiko berbasis data spasial dengan mempertimbangkan aspek kerentanan, kapasitas, dan bahaya. Peserta akan diajarkan cara mengelola data bahaya, kerentanan, dampak, dan kapasitas serta membuat peta risiko seperti peta bahaya, ker
Hak Cipta
© Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 39

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................................... ii BAB I ....................................................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................................................... 1 A. B. C. D. Latar Belakang Pelatihan ................................................................................................................................ 1 Bagaimana Menggunakan Modul Ini.......................................................................................................... 2 Sumber Data......................................................................................................................................................... 3 Kontributor........................................................................................................................................................... 3

BAB II ...................................................................................................................................................................................... 4 PENGKAJIAN RISIKO BENCANA ...................................................................................................................................... 4 A. B. 1. 2. 3. Siklus penanggulangan bencana dan kontribusi data geospasial .................................................. 4 Mengenal Risiko, Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas .................................................................... 5 Definisi dan contoh RHVC.......................................................................................................................... 5 Metodologi dalam Penilaian Risiko .....................................................................................................10 Menghubungkan Kerentanan dalam Bentuk Elemen-elemen Berisiko Terdampak

dengan Risiko Bahaya .........................................................................................................................................14 4. Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas .......................................................................16

BAB IV ...................................................................................................................................................................................19 PRAKTEK MENYUSUN RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA MENGGUNAKAN QGIS .......................19 A. Melakukan Analisis Risiko Bencana dengan Piranti Lunak QGIS.................................................19 Mengelola data ancaman, keterpaparan (exposure), elemen-elemen berisiko, kerentanan, kapasitas ...................................................................................................................................................................19 B. Membuat Peta Bahaya, Peta Dampak, Peta Kerentanan, Serta Peta Kapasitas ......................22 Analisis Risiko ........................................................................................................................................................25 Melakukan analisis spasial menggunakan Raster Calculator .............................................................29 REFERENSI ...........................................................................................................................................................................36

ii

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelatihan


Pengurangan Risiko Bencana (PRB), merupakan komitmen dan usaha terintegrasi Pemerintah dan Masyarakat dalam menangani kebencanaan di tingkat nasional maupun daerah termasuk dengan jalan memperkuat perencanaan dan antisipasi sebelum bencana terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan muatan dari Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 yang menjadi dasar hukum dalam penanganan masalah kebencanaan, dimana aspek kesiapsiagaan dan antisipasi bencana diamanatkan sebagai usaha bersama yang perlu mengakomodasi aspek sains dan keakuratan informasi sehingga didapatkan perencanaan aksi yang akurat dan menyeluruh. Di dalam menjalankan amanat Undang-Undang, usaha pengurangan risiko bencana perlu mempertimbangkan aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas secara lebih terpadu, komprehensif dan sistemik. Hal penting lainnya yang juga diatur dalam undang-undang tersebut adalah pembentukan kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat pusat maupun daerah, yang akan bertanggung jawab di dalam mengkoordinasikan rencana penanggulangan bencana secara lintas sektoral. Dari sisi pengelolaan data dan informasi untuk mendukung PRB, agar efektif dan efisien, aktivitas pengurangan risiko bencana perlu mempertimbangkan data dan informasi tentang ancaman, elemen-elemen berisiko, potensi dampak, , potensi kerugian, dan kapasitas secara lebih terpadu, komprehensif dan sistemik. Dalam kegiatan penanggulangan bencana, peranan SIG menjadi sangat penting. SIG menjadi alat bantu esensial untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dan obyek buatan dengan bantuan data atribut dan spasial.Dalam siklus penanggulangan bencana, SIG berperan dalam semua fase: mitigasi, kesiapsiagaan, tanggapbencana dan pemulihan. Dalam tahap mitigasi, misalnya, SIG dapat digunakan untuk mencari dan menghitung bangunan dan rumah yang terancam banjir lahar untuk selanjutnya dilakukan prioritasisasi penyelematan atau evakuasi. Contoh lain, dalam tahap kesiapsiagaan terhadap bencana, SIG sangat berguna dalam menentukan titik pengungsian, jalur evakuasi, kebutuhan logistik, dan seterusnya. LPBI NU melalui Program Advokasi Kelembagaan Bencana telah bermitra dengan BPBD Provinsi Jawa Timur dan BPBD 8 Kabupten sasaran dalam program penguatan kelembagaan BPBD 8
1

Kabupaten dalam menjalankan program PRB. Program Advokasi ini terlaksana melalui kemitraan dan dukungan dari Australia Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR). Tindak lanjut dari program kerjasama antara LPBI NU dan BPBD dengan dukungan AIFDR adalah pendampingan kelembagaan dalam kegiatan pemetaan resiko bencana sebagai dasar dalam penyusunan RAD daerah. Kegiatan pendampingan ini menuntut adanya peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam mengelola data dan peta pendukung analisis risiko bencana. Penyusunan peta risiko di Provinsi Jawa Timur direncanakan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Geographic Information System (GIS) berbasis opensource. Aktivitas utama yang perlu dilakukan meliputi : pengumpulan data kebencanaan (hazard, vulnerability, impacts, capacity) di 8 daerah sasaran di Provinsi Jawa Timur, penyusunan metode pemetaan risiko bencana, pelaksanaan pemetaan, validasi hasil pemetaan, review dan sosialisasi. Pada tahap pendampingan awal, peta risiko yang diharapkan paling tidak adalah peta risiko terhadap 2 dari 13 jenis ancaman bencana alam di provinsi Jawa Timur yaitu banjir, longsor dan tsunami. Sebagai respon terhadap kebutuhan tersebut dilaksanakan kegiatan Pelatihan Pemetaan Risiko Bencana 8 Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Pelatihan ini dilaksanakan untuk memberikan kesepahaman terhadap proses penilaian risiko (risk assessments) berbasis data spasial dengan mempertimbangkan data dan informasi yang terkimpul pada aspek kerentanan, kapasitas dan bahaya. Terlebih lagi, dikarenakan data spasial yang tersedia masih sangat kurang, maka kemampuan untuk dapat mengumpulkan beragam sumberdata dan melakukan penilaian terhadap kualitas data juga menjadi hal yang penting untuk dikenalkan kepada pemangku kepentingan. Pelatihan ini menggunakan QuantumGIS sebagai perangkat lunak yang digunakan untuk latihan. QuantumGIS (QGIS) sebagai perangkat lunak gratis dan open source memiliki kemampuan yang cukup lengkap. Hampir semua operasi Sistem Informasi Geospasial dapat dilakukan secara interaktif dengan bantuan menu-menu dan bantuan yang mudah digunakan. Pengguna dapat melakukan proses transformasi koordinat, rektifikasi, dan registrasi data spasial dengan mudah.

B. Bagaimana Menggunakan Modul Ini


Modul ini berisi pengetahuan dan panduan pelatihan yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran pada saat anda mengikuti Pelatihan Sistem Informasi Geografis untuk Pengurangan Risiko Bencana. Modul ini juga menuliskan rujukan yang dapat anda pelajari diluar waktu pelatihan. Pada saat pelatihan, anda akan mendapatkan data-data yang dapat anda gunakan untuk bahan latihan sesuai dengan modul ini.

Pada bagian akhir modul, anda dapat menemukan daftar istilah yang memberikan penjelasan lebih lanjut atas istilah-istilah penting yang anda jumpai sepanjang panduanini. Selain itu, anda juga dapat menemukan simbol-simbol seperti berikut:

Menandakan petunjuk atas sebuah latihan yang dapat Anda coba


Menandakan tantangan untuk Anda selesaikan sendiri Menandakan hal penting yang harus Anda perhatikan dan Anda catat 1) Langkah-langkah latihan yang harus Anda ikuti

Pada saat pelatihan, Anda akan dibimbing untuk menyelesaikan latihan yang ada di modul ini. Anda dapat mengerjakan sendiri tantangan yang ada dan kemudian mencocokkannya untuk melihat seberapa jauh tingkat pemahaman anda terhadap materi yang anda terima.

C. Sumber Data
Data vektor untuk keperluan pelatihan ini diperoleh dari berbagai sumber di antaranya adalah: Openstreetmap (OSM), Data daerah potensi banjir dari PU, data dasar dan tematik dari Peta Rupabumi Indonesia skala 1:25.000, serta data desa dari BPS.

D. Kontributor
Modul ini disusun oleh Tim Trainer Universitas Gadjah Mada yang beranggotakan Dr. Trias Aditya, Dr. Heri Sutanta, Dr. Purnama B. Santosa, Dany Laksono, ST, I Made Diky Hermawan, ST, Nadya Oktaviani, ST, Wieta Martiane, ST, Ivan Bushtomi, M. Anugrah Firdaus, Hanif Ilmawan dan Dessy Apriyanti. Anda dapat mengunjungi halaman kami di http://ppids.ft.ugm.ac.id untuk memperoleh versi terbaru dari modul pelatihan ini kapanpun anda membutuhkannya. Selamat Belajar !

BAB II PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

A. Siklus penanggulangan bencana dan kontribusi data geospasial


Teknologi SIG berguna dalam membantu mengelola, memproses dan melakukan analisis data dan informasi terkait lokasi dalam rangka menghasilkan peta dasar dan peta khusus utnuk mendukung aktivitas penanggulangan bencana. Dalam kegiatan penanggulangan bencana, peranan SIG menjadi sangat penting. SIG menjadi alat bantu dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali fenomena-fenomena geospasial yang disimpan dalam bentuk data spasial dan spasial. Dalam siklus penanggulangan bencana (Gambar 1), SIG berperan dalam semua fase: mulai dari fase mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap-bencana sampai dengan pemulihan dan pembangunan kembali. Pada tahap mitigasi bencana misalnya, SIG berdayaguna dalam menggabungkan beragam data dan mengakomodasi perhitungan kekerapan kejadian dan pemodelan probabilitas bahaya sehingga dapat dihasilkan peta ancaman atau peta bahaya. Contoh lain, dalam tahap kesiapsiagaan terhadap bencana, SIG sangat berguna dalam menentukan titik pengungsian, jalur evakuasi dan kebutuhan logistik.

Pemulihan

Mitigasi

Tanggap Bencana

Kesiapsiagaan

Gambar III.1. SiklusPenanggulanganBencana

Sistem Informasi Geografis, sebagaimana yang telah dijelaskan, mampu menyediakan suatu sistem yang terintegrasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terutama yang berkaitan dengan unsur spasial dari sebuah bencana. SIG dapat digunakan pada tahap pra-bencana untuk memperkuat dan memberdayakan komunitas untuk bersiap menghadapi ancaman bencana dan mengurangi dampak dan kerugian akibat bencana. SIG dapat digunakan untuk menyusun model suatu kejadian bencana sehingga dampak bencana tersebut dapat diperkirakan dan diminimalisir.

B. Mengenal Risiko, Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas


Dalam kegiatan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), perlu dilakukan terlebih dahulu kegiatan yang dinamakan Penilaian Risiko Bencana (risk assessments). Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu daerah, besar kecilnya tingkat kerentanan fakktor fisik/infrastruktur, penduduk, dan osial-ekonomi serta seberapa kuat atau lemah kapasitas masyarakat untuk melakukan pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka memninimalkan korban dan kerugian. Kerangka penilaian risiko tersebut, berdasar pada data dan informasi terkait: ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dikarenakan informasi tentang ancaman, kerentanan, dan kapasitas dapat direferensikan ke atas permukaan bumi, peta menjadi alat penting untuk menghasilkan penilaian risiko berbasis lokasi. Pada tataran praktek, penilaian risiko bencana dihasilkan dari interaksi antar tiga komponen informasi tadi, melalui penetapan indikator, standar penilaian, dan perhitungan dalam bentuk tumpangsusun peta-peta yang menggambarkan ancaman/bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Bagian ini akan membahas mengenai peta-peta yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan analisis risiko bencana.

1. Definisi dan contoh RHVC Sebelum beranjak lebih jauh dengan analisis risiko bencana untuk keperluan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), ada baiknya apabila kita jelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dari komponen-komponen penilaian risiko bencana, yaitu Risiko (Risk), Bahaya (Hazard), Kerentanan (Vulnerability) dan Kapasitas (Capacity).

a. Risiko (Risk) Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu bencana. Risiko menggambarkan seberapa besar dampak merugikan dari suatu bencana, baik berupa kerugian material maupun kehilangan berupa korban jiwa dan kerugian lainnya. Risiko
5

diakibatkan oleh adanya interaksi antara ancaman bencana (bencana alam maupun non alam) dengan adanya kondisi rentan pada daerah yang terkena bencana tersebut. Dalam rangka meminimalisir kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, perlu adanya suatu kegiatan Pengurangan Risiko Bencana/PRB (Disaster Risk Reduction/DRR). PRB merupakan kegiatan untuk meminimalisir risiko bencana berupa jatuhnya korban, kerusakan dan kehilangan yang disebabkan oleh datangnya bencana pada masyarakat melalui mitigasi bencana, kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali1. Sebagai negara dengan tingkat ancaman becana yang tinggi, Indonesia perlu memiliki rencana yang menyeluruh terkait usaha pengurangan risiko bencana terkait program mitigasi dan pembangunan kesiapsiagaan, karena selain memiliki ancaman bahaya yang tinggi, Indonesia juga memiliki tingkat kerentanan yang juga tinggi, seperti jumlah penduduk yang banyak.

b. Ancaman (Hazard) atau dikenal pula sebagai Bahaya Perlu dibedakan antara pengertian bahaya (hazard) dan bencana (disaster). Bahaya alam merupakan peristiwa alam seperti letusan gunung berapi, banjir, gempabumi dan lainnya yang berpotensi menimbulkan bencana apabila mengakibatkan kerugian. Dengan kata lain, bahaya dapat berubah menjadi bencana apabila berinteraksi dengan kondisikondisi rentan yang ada di sekeliling manusia. Dengan demikian dapat kita pahami bahwasanya tidak semua bahaya akan mengakibatkan bencana. Bahaya erupsi gunung berapi misalnya, bisa saja tidak disebut sebagai bencana apabila tidak ada kerugian yang diakibatkan oleh bahaya tersebut. Setiap ancaman atau bahaya memiliki karakteristik berupa keterkaitannyaterhadap peluang, lokasi, waktu, dan besarnya dampak (intensitas atau magnitude). Antara lain adalah bahwa bahaya memiliki faktor penyebab, bahaya dinyatakan sebagai probabilitas (nilai kemungkinan), bahaya berada pada lokasi tertentu, bahaya memiliki intensitas tertentu, bahaya memiliki durasi dampak, dan bahaya memiliki batasan waku tertentu.

Dalam rangka menghindari kerugian yang dapat diakibatkan oleh adanya bahaya, kita perlu terlebih dahulu mengenali dan memahami ancaman atau bahaya yang ada. Untuk itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penilaian ancaman bahaya (hazard assessment). Penilaian bahaya dilakukan untuk mendapatkan perkiraan
1Aditya

(2010) 6

mengenai kemungkinan spasial (lokasi) dan temporal (waktu) akan datangnya bahaya. Penilaian bahaya dapat dilakukan melalui pengumpulan data historis dan interpretasi data topografi, geologi dan hidrologi. Dari adanya penilaian bahaya tersebut, kemudian dapat dilakukan suatu pemetaan bahaya (hazard mapping). Pemetaan bahaya bertujuan untuk penilaian dan penyajian informasi bahaya untukmenampilkan karakteristik bahaya (sifat dan jenis bahaya), intensitas (waktu dan durasi dampakyang ditimbulkan) dan luas daerah pengaruh sebagai zona-zona bahaya yang berguna bagikegiatan mitigasi bencana. Untuk memperoleh perkiraan lokasi dan temporal dari suatu bahaya, dibuat suatu model untuk masing-masing bahaya tersebut. Setiap jenis bahaya memiliki model masing-masing. Demikian pula, satu jenis bahaya dapat dimodelkan dengan cara yang berbeda-beda. Suatu bahaya dapat dimodelkan menggunakan analisis probabilistik (kemungkinan) maupun deteministik (biasanya bersifat kualitatif). Sebagai contoh, untuk membuat suatu model banjir dapat dilakukan analisis frekuensi dan probabilitas yang dikombinasikan dengan data hasil survei lapangan untuk mengidentifikasi data historis luasan banjir dan kerusakan akibat banjir tersebut. Contoh lainnya, bahaya gempa bumi dimodelkan dengan menggunakan data riwayat gempa, model tektonik, akselerasi pegerakan tanah, jenis tanah serta keterangan mengenai skala gempa. Dari model ini kemudian dapat diperkirakan model sensitivitas terhadap gempa bumi di daerah tersebut. Contoh lainnya adalah bahaya banjir Bojonegoro (Gambar III.2.). Peta bahaya ini disusun berdasarkan analisis BNPB menggunakan data PU (Pekerjaan Umum) terhadap karakteristik sungai, riwayat kejadian, dan dampak genangan banjir. Tentunya, untuk membuat model bahaya banjir, gempa bumi, dan letusan gunung api seperti disebutkan ini hanya para ahli di bidang masing-masing yang dapat menghasilkan peta bahaya.

Gambar III.2. Peta Daerah Bahaya Erupsi Gunung Papandayan (sumber: geospasial.bnpb.go.id)

c. Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarahatau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Hal ini bisa dikatakan juga bahwa kerentanan merupakan karakteristik yang dibentuk dan
dihasilkan oleh manusia. Adapun aspek kerentanan meliputi kerentanan fisik, sosial maupun kerentanan ekonomi. Elemen-elemen berisiko dapat dikategorikan berdasarkan tipe zat maupun kegunaannya.

Kerentanan dapat dimodelkan sebagai jumlah total dari komponen kerentanan yang ada. Apabila indikator penyusun komponen kerentanan fisik adalah kepadatan penduduk (Vi1), jumlah fasilitas umum Vi2 dan lain sebagainya sampai Vin, maka Kerentanan total (V) dari masyarakat pada suatu wilayah unit analisis yang digunakan dapat dinyatakan dalam:

Terdapat beragam klasifikasi di dalam mengelompokkan elemen-elemen berisiko untuk penilaian bahaya. Misalnya ADPC, Asian Disaster Preparedness Centre (www.adpc.net) mengelompokkan elemen-elemen bersiko sebagai: Elemen Fisik (misalnya infrastruktur, fasilitas penting seperti rumah sakit, utilitas seperti jaringan air dan listrik) Elemen Ekonomi (misalnya aktivitas ekonomi dan perdagangan, akses pekerjaan, tanah pertanian) Elemen kemasyarakatan (kelompok masyarakat rentan seperti lansia, balita, wanita hamil, cacat, penduduk berpenghasilan rendah) Elemen Lingkungan (sumberdaya lingkungan seperti udara, air, flora, fauna, biodiversitas)

Analisis kerentanan digunakan untuk menilai risiko bencana suatu wilayah. Dalam hal ini penilaian besar atau kecilnya risiko suatu bencana mempertimbangkan adanya kondisi-kondisi yang rentan tersebut
ContohElemen-elemenberisikodapatdilihatpada table berikut:

Tabel Elemen-elemen berisiko (Aditya, 2010)

d. Kapasitas (Capacity) Kapasitas merupakan salah satu elemen penting yang menjadi penentuan tingkat risiko
bencana suatu wilayah. Kapasitas diartikan sebagai kekuatan atau potensi sumberdaya pada masyarakat itu sendiri dalam menghadapi risiko bencana.

Sama seperti kerentanan, kapasitas juga dapat dimodelkan sebagai jumlah total dari komponen kapasitas yang ada. Apabila indikator penyusun komponen kapasitas adalah kesiapsiagaan, infrastruktur sosial dan fisik, serta komponen kesehatan,maka total Kapasitas (K) dari masyarakat pada suatu wilayah unit analisis yang digunakan dapat dinyatakan dalam:

Sehingga jika kapasitas untuk menghadapi bencana dari suatu masyarakat adalah rendah maka risiko terjadinya korban dan kerugian pada masyarakat tersebut semakin besar, begitu juga sebaliknya jika terjadi bencana yang besar namun kapasitas yang dimiliki adalah tinggi, maka risiko terjadinya korban dan kerugian adalah rendah.

2. Metodologi dalam Penilaian Risiko Setelah mengenal komponen yang dibutuhkan dalam melakukan analisis risiko, selanjutnya kita akan mempelajari mengenai metode-metode yang dilakukan dalam penilaian risiko (risk assessment). Penilaian risiko dapat dilakukan menggunakan metode sebagai berikut: Penilaian kualitatif: Nilai risiko dilakukan dengan cara melakukan klasifikasi dan penentuan nilai elemen-elemen penyusun kerentanan dan kapasitas berdasarkan prakiraan dan asumsi (judjements). Penilaian kualitatif dilakukan secara keseluruhan maupun sebagian oleh analisis dan pengambil kebijakan berdasarkan pada pengalaman, keahlian dan kesepakatan yang dimiliki oleh pihak terlibat. Penilaian kuantitatif: Nilai risiko didapatkan melalui perhitungan matematis terhadap indikator-indikator dari komponen bahaya, kerentanan/elemen-elemen berisiko maupun kerentanan penyusun risiko bencana. Pada umumnya penilaian risiko merupakan metode untuk mengkombinasikan berbagai komponen yang telah kita pelajari sebelumnya (hazard, capacity, dan vulnerability) sehingga kita dapat memperoleh nilai risiko berdasarkan komponen-komponen tersebut.

10

Dari banyak pendekatan penilaian risiko bencana yang ada, pelatihan ini akan menggunakan konsep bahwa: risiko bencana merupakan fungsi dari ancaman (H), kerentanan (V), dan kapasitas (C).

Risiko (R) Ancaman (H) * Kerentanan (V)/Kapasitas(C)


dimana: R : Disaster Risk : Risiko Bencana H : Hazard Threat : Frekuensi (kemungkinan) ancaman bencana tertentu cenderung terjadi dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu V : Vulnerability : Kerentanan terjadinya hal-hal yang merugikan dan membuat kerusakan di daerah tertentu pada saat suatu ancaman bahaya berubah menjadi bencana dengan intensitas tertentu. C : Adaptive Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan pencegahan atau pemulihan dari bencana tertentu.

Selanjutnya Kerentanan (V) di dalam pelatihan ini akan didekati per sektor. Artinya kerentanan dinilai sebagai gabungan nilai elemen-elemen beresiko sektor fisik, ekonomi, dan sosial. Contohnya untuk kerentanan sektor fisik, nilai gabungan didasarkan pada nilai potensi kerugian dari elemen-elemen berisiko. Jadi, misalnya untuk risiko banjir Bojonegoro, kerentanan fisik didapatkan dari penilaian potensi kerugian rumah yang terdampak, penilaian potensi kerugian jalan terdampak, penilaian potensi kerugian sekolah terdampak. Menggunakan pendekatan kuantitatif, nilai individuindividu kerentanan fisik yang sudah dikuantifikasi digabung dengan cara dijumlah (dengan atau tanpa bobot tertentu) sehingga didapatkan nilai akhirkerentanan fisik. Selanjutnya kerentanan fisik dan kerentanan demografi (misalnya data kelompok rentan dan kepadatan penduduk diambil dari data statistik) serta kerentanan ekonomi seperti diilustrasikan pada Gambar III.3. merupakan penyusun nilai kerentanan total. Kerentanan total inilah yang menentukan nilai risiko akhir wilayah terhadap suatu bencana.

11

Gambar III.3. Metode hitungan analisis risiko

Dari formula di atas, anda dapat mengetahui bahwa konsep dasar dari penilaian risiko adalah sebanding dengan nilai ancaman dan kerentanan, serta berbanding terbalik dengan nilai kapasitas pada suatu unit analisis (misalnya desa). Dengan demikian, dapat kita simpulkan apabila banyak elemen kerentanan pada suatu desa, maka nilai risiko (kerugian yang dihasilkan apabila terjadi bencana) juga akan semakin besar. Demikian pula, apabila banyak elemen kapasitas pada suatu desa (seperti adanya Early Warning Systems, tim siaga bencana, dst), maka dapat disimpulkan bahwa desa tersebut memiliki nilai risiko yang rendah.

12

Gambar penyusunan peta risiko bencana dari komponen kapasitas, kerentanan dan ancaman (BNPB, 2012)

Menentukan Unit Analisis Unit analisis adalah satuan terkecil dimana analisis risiko dilakukan. Contohnya adalah suatu rukun tetangga, desa, kecamatan, atau kabupaten. Apabila unit analisis yang dipilih adalah rukun tetangga, maka diperlukan adanya batas RT. Demikian juga apabila yang digunakan sebagai unit analisis adalah desa, maka anda harus memiliki data spasial berupa batas desa.

13

Unit analisis yang berbeda: Satuan rumah (kiri) dan batas administrasi (kanan) (Aditya, 2010) Dalam penyusunan peta risiko bencana dimana sumber data yang ada sangat beragam, besar kemungkinan data yang diperoleh juga memiliki perbedaan baik dalam format penyimpanan, pendefinisian data maupun representasi attributnya. Demikian pula, unit spasial data tersebut seringkali berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Misalnya data bahaya yang merupakan hasil pemodelan memiliki unit spasial yang berbeda dengan data statistik yang biasanya teragregasi dalam satuan administrasi seperti desa atau kecamatan.

3. Menghubungkan Kerentanan dalam Bentuk Elemen-elemen Berisiko Terdampak dengan Risiko Bahaya Salah satu metodologi di dalam melakukan penilaian risiko, adalah menghitung risiko berdasarkan potensi kerugian (potential lossess) untuk setiap elemen-elemen berisiko. Nilai potensi kerugian untuk semua elemen-elemen berisiko yang tersedia datanya selanjutnya digabung hingga didapatkan nilai kerentanan akhir. Penggabungan dapat dilakukan melalui pendekatan kategorisasi dan pembobotan elemen-elemen berisiko (misalnya nilai kerentanan komponen fisik didekati dari nilai potensi kerugian bangunan terdampak, sekolah terdampak, jalan terdampak). Kajian risiko bencana diperlukan sebagai dasar untuk menentukan dan menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Misalnya bagi pemerintah kajian risiko bencana digunakan untuk melihat kebutuhan program dan mekanisme pendampingan/bantuan yang akan diberikan ketika terjadinya bencana. Dasar dalam melakukan prioritasisasi kebutuhan program dapat dilakukan berdasar hasil perhitungan potensi kerugian. Potensi kerugian untuk setiap elemen tentu saja harus ditentukan berdasarkan dampak bahaya yang mungkin muncul terhadap elemen-elemen berisiko yang menjadi fokus analisis. Gambar III.4. berikut merupakan pengembangan Gambar III.3. untuk menghubungkan potensi kerusakan dan potensi kerugian dengan risiko bencana.

14

Gambar III.4. Penilaian risiko bencana didasari pada adanya intensitas dan potensi bahaya dan mempertimbangkan potensi kerugian dan kapasitas penanggulangan bencana.

Pada tatanan pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagipenyusunan Rencana Penanggulangan Bencana yang merupakan mekanisme untuk

mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan. Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun rencana aksi dalam meningkatkan kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, penyediaan sistem deteksi dini dan sebagainya. Idealnya penrencanaan ini didasarkan pada peta potensi dampak dan potensi kerugian serta peta risiko bahaya yang dihasilkan.

15

4. Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas Kuantifikasi elemen-elemen kerentanan dan kapasitas PadaPenilaian Risiko Bencana, indikator-indikator penyusun kerentanan dankapasitas tidak cukup apabila hanya ditumpangsusunkan begitu saja. Nilai dari masing-masing indikator tersebut perlu diberi bobot tertentu agar dapat dihasilkan nilai kerentanan akhir (komposit) yang menggambarkan tingkatkerentanan dan kapasitas masyarakat. Masing-masing indikator tersebut perlu diklasifikasikan untuk memperoleh nilai baru yang merupakan gabungan dari nilai-nilai indikator kapasitas dan kerentanan. Pemetaan risiko bencana memadukan data spasial dandata atribut terkait aspek fisik, lingkungan, demografi, sosial ekonomi, dan kesehatan untuk menggambarkantingkat risiko yang dapat timbul akibat terjadinya peristiwa bencana. Untuk mempermudah, tiap indikator disusun dalam bentuk matriks. Pada matriks ini, masing-masing indikator diklasifikasi dan diberi skor untuk menyatakan tingkat bahaya, kerentanan maupun kapasitas. Demikian pula, tiap indikator perlu diberikan bobot yang proporsional untuk menggambarkan seberapa besar pengaruhnya terhadap komponen kerentanan maupun kapasitas secara lebih realistis. Contohnya, pada sebuah daerah yang terkena bencana, adanya kerentanan fisik lebih berpengaruh daripada adanya kerentanan sosial. Untuk menghasilkan peta risiko bencana, matriks kerentanan dan matriks kapasitas digabung untuk mendapatkan matriks kerentanan akhir. Matriks kerentanan akhir tersebut kemudian dikombinasikan dengan matriks ancaman/bahaya untuk menghasilkan skor risiko bencana dengan penilaian kualitatif. Berikut ini adalah matriks contoh penilaian risiko tanah longsor yang disusun berdasarkan indikator/data yang tersedia untuk merepresentasikan ancaman, kerentanan dan kapasitas terhadap bahaya tanah longsor. Dapat dilihat di dalam matriks dikarenakan keterbatasan ketersediaan data, banyak indikator kerentanandan kapasitas semata-mata diambil dari data statistik level desa (misalnya Kecamatan dalam Angka atau PODES). Akibatya beberapa indikator hanya menunjukkan jumlah per luasan adminisitratif. Idealnya, setiap indikator dianalisis berdasarkan lokasi dan kontribusinya terhadap nilai kerentanan atau nilai kapasitas secara keseluruhan. Contohnya, untuk kerentanan fisik jalan, potensi dampak dan potensi kerugian akibat bahaya digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeringkatan. Begitu juga untuk kerentanan fisik bangunan, sekolah, tata guna lahan, semuanya dianalisis sampai dengan nilai potensi kerugian didapatkan untuk setiap indikator. Selanjutnya nilai-nilai pemeringkatan digabung untuk menyusun nilai kerentanan total.
16

PARAMETER PENENTUAN PETA RISIKO BENCANA LONGSOR UNSUR UTAMA KOMPONEN No INDIKATOR BOBOT SKOR 1 2 3 SATUAN

ANCAMAN (1/3)

Badan Geologi (2007) (divalidasi dengan data kejadian)

Tidak Rentan dan Rendah

Sedang

Tinggi

Fisik (Bobot 1)

1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 1 2 1 2 3 1

K epadatan lingkungan terbangun Kerapatan Jalan Jumlah tambang Jumlah Industri K epadatan penduduk P ers entas e penduduk mis kin J umlah Ibu hamil J umlah B alita J umlah P enduduk cacat Luas lahan pertanian Luas lahan hutan Topografi (kelerengan) J alur evakuas i T empat pengungs ian J umlah P as ar J umlah S ekolah P ers entas e wilayah terlayani jalan raya Jumlah rumah sakit J umlah B alai pengobatan J umlah P us kes mas Jumlah Posyandu Jumlah Apotik/toko obat Jumlah Tenaga medis (dokter) Jumlah Tenaga paramedis (perawat, bidan, Kesmas, Gizi, Farmasi, Sanitasi)

0,25 0,25 0,25 0,25 0,56 0,35 0,01 0,07 0,01 0,5 0,5 0,5 0,5 0,33 0,33 0,33 0,143 0,143 0,143 0,143 0,143 0,143 0,143

4,9-22,8 0,1-4,3 0-1 0-7 256,35-1425,2 8,6-30,7 143-465 532-2652 43-272 0-26,7 0-6,4 0-8 ada 0-8 1-2 6-23 6-40 0-1 0-1 1 19-57 0-4 2-31 8-33

22,8-53,1 4,4-6,6 2-4 8-24 1425,2-3573,9 30,7-45,7 466-866 2653-4613 272-576 26,7-52,2 6,4-33,2 8-15 9-84 3-4 24-41 40-96 2-3 2-4 2 58-87 5-12 32-101 34-92

53,1-100 6,7-11,5 5-8 25-66 3573,9-24482,1 45,7-67,5 887-1554 4614-11800 577-1076 52,2-76,6 33,2-78,6 15< tidak ada 85-131 5-11 42-73 96-100 4-7 5-19 3 88-123 13-32 102-359 92-250

% m2 Unit Unit Jiwa/km2 % Unit Unit Unit % % % Jalur Unit Unit % Unit Unit Unit Unit Unit Jiwa Jiwa

KERENTANAN (1/3)

Demografi (Bobot 1)

Tataguna lahan (Bobot 1)

Kesiapsiagaan (Bobot 1) Struktur Fisik Sosial Ekonomi (Bobot 1)

KAPASITAS (1/3)

2 3 Kesehatan (Bobot 1) 4 5 6 7

Gambar III.5. Contoh matriks indikator penyusun risiko tanah longsor pada penilaian risiko tanah longsor Penyusunan Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas Elemen-elemen kerentanan dan elemen-elemen kapasitas dapat disajikan dalam bentuk Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas. Peta kerentanan menggambarkan tingkat ketidakamanan suatu daerah apabila terjadi bencana di wilayah tersebut. Tingkat ketidakamanan ini digambarkan oleh tinggi rendahnya indikator-indikator kerentanan yang ada pada daerah tersebut, seperti kerentanan fisik, sosial, maupun ekonomi. Peta kerentanan dapat dibuat dengan cara menumpang-susunkan semua indikator kerentanan pada suatu daerah berdasarkan jenis ancaman tertentu. Sebagai contoh, Peta Kerentanan terhadap Tanah Longsor disusun dari indikator fisik, sosial, lingkungan dan ekonomi sesuai dengan bobot masing-masing indikator. Di sisi yang lain, peta kapasitas menggambarkan tingkat kehandalan suatu

komunitas/kelompok masyarakat untuk merespon dampak dari suatu kejadian bencana secara cepat dan tepat, baik yang sudah maupun yang akan datang. Tingkat kehandalan tersebut ditunjukkan oleh tinggi-rendahnya nilai indikator-indikator kapasitas pada unit analisis yang dikehendaki dan terhadap suatu jenis ancaman tertentu. Suatu peta kapasitas terhadap tanah longsor disusun berdasarkan tingkat kesiapsiagaan, ketersediaan layanan kesehatan dan fasilitas sosial ekonomi dalam menanggulangi bencana tanah longsor.
17

18

BAB IV
PRAKTEK MENYUSUN RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA MENGGUNAKAN QGIS

A. Melakukan Analisis Risiko Bencana dengan Piranti Lunak QGIS


Aktivitas pengurangan risiko bencana alam dapat dilaksanakan apabila tersedia data awal mengenai tingkat risiko kerugian dan kerusakan yang akan dihadapi oleh masyarakat. Sebaran dan tingkat risiko merupakan representasi potensi dan frekuensi (berdasarkan data kejadian) ancaman bencana, kerentanan masyarakat dan lingkungan serta kapasitas masyarakat menghadapi bencana.

Mengelola data ancaman, keterpaparan (exposure), elemen-elemen berisiko, kerentanan, kapasitas Salah satu provinsi yang memiliki beragam bahaya alam yang mengancam masyarakat dan menjadi sorotan sebagai kawasan rawan bencana adalah provinsi Jawa Timur. Pada wilayah ini terdapat beberapa ancaman yakni ancaman gunung berapi, tsunami, angin puting beliung, banjir dan longsor dan yang lainnya. Dalam melakukan analisis risiko bencana diperlukan data-data mengenai hal tersebut. Adapun data-data yang digunakan dalam analisis risiko bencana adalah : Data ancaman/bahaya (hazard) Ancaman atau bahaya merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian maupun tidak menimbulkan kerugian. Ketika suatu ancaman menimbulkan kerugian maka ancaman tersebut dinamakan sebagai suatu bencana (disaster). Data ancaman/bahaya yang digunakan dalam analisis risiko bencana ini adalah ancaman/bahaya alam. Contoh data ancaman yang digunakan adalah data luasan banjir, lokasi tanah longsor dan data mengenai Kawasan rawan Bahaya (KRB) letusan gunung api. Data ancaman dapat disajikan dalam format vektor maupun format raster, disesuaikan dengan penggunaan data tersebut.

19

Gambar IV.1. Contoh data ancaman dalam format vektor berupa Peta Genangan Banjir Bojonegoro yang ditampilkan di QGIS

Data elemen-elemen berisiko Elemen-elemen berisiko dapat berupa bangunan dan infrastruktur fisik dan aktivitas ekonomi yang memiliki kemungkinan terkena ancaman/bahaya.

Gambar IV.2. Contoh data keterpaparan dalam format vektor bangunan dan jaringan jalan

20

Data Kerentanan (vulnerability) Dalam analisis risiko, biasanya data kerentanan dinyatakan dalam bentuk data atribut yang merepresentasikan derajat tinggi rendahnya indikator-indikator penyusun dari suatu

ancaman/bahaya. Misalnya pengelompokan kerentanan rendah, sedang dan tinggi untuk jumlah lansia atau untuk kepadatan penduduk sebagai penyusun kerentanan dari aspek demografi.

Gambar IV.3. Contoh data kerentanan - kepadatan terkait indikator kependudukan Data kapasitas (capacity) Data kapasitas merepresentasikan seberapa besar kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki individu maupun komunitas untuk mengantisipasi kejadian bencana. Nilai kapasitas total sangat mungkin disusun dari berbagai indikator penyusun namun bisa jadi niai ditentukan dari satu data masukan tunggal,misalnya hasil pemeringkatan desa tangguh. Peringkat desa tangguh diolah berdasarkan puluhan indikator dengan standar penilaian ditetapkan oleh BNPB.

21

Gambar IV.4. Contoh data kapasitas mengenai tingkat ketangguhan suatu desa (IOM,2013)

B. Membuat Peta Bahaya, Peta Dampak, Peta Kerentanan, Serta Peta Kapasitas
Proses pengurangan risiko bencana diawali dengan melakukan analisis untuk melihat sebaran serta tingkat risiko kerusakan dan kerugian dari suatu kejadian bencana. Sebaran dan tingkat risiko merupakan gambaran dari potensi dan frekuensi kejadian bencana, kerentanan masyarakat dan lingkungan, serta kemampuan masyarakat dalam merespon kejadian bencana tersebut. Informasi mengenai keberadaan, sebaran dan tingkat ancaman bahaya, kerentanan dan kapasitas dalam analisis risiko sangat terkait erat dengan lokasi dan posisi. Lokasi dan posisi tersebut biasa diinterpretasikan dalam sebuah peta.

Langkah-langkah

untuk membuat membuat data statistik (format excel) tentang kerentanandan kapasitas dapat terhubung dengan data spasial batas administrasi adalahsebagai berikut

1) Buka QGIS Anda (QGIS 1.8.0 Lisboa) 2) Tentukan unit analisis yang akan dilakukan, dalam hal ini unit terkecil untuk analisis adalah tingkat desa. Artinya, kita membutuhkan data batas administrasi sebagai unit analisis kita. 3) Buka data Batas administrasi yang Anda miliki (Admin_Desa_XXXXXX.shp) 4) Cek kembali data yang Kerentanan dan Kapasitas yang Anda miliki. Apabila data Anda masih dalam format excel (*.xls), maka terlebih dahulu Anda harus mengkonversi data tersebut kedalam format Comma Separated Values (*.csv), sehingga data tersebut menjadi:
22

5) Kembali ke Jendela QGIS dan tambahkan file *.csv hasil konversi di atas dengan cara klik Add Vector Layer muncul jendela, isikan kotak dataset dengan file *csv yang ingin Anda tambahkan sebagai layer klik Open 6) Maka akan muncul seperti pada tampilan berikut:

7) Kemudian dapat dilakukan proses join antara data batas administrasi Kabupaten Bogor *.shp dengan data kerentanan format *.csv. 8) Proses join ini dimaksudkan untuk menggabungkan data kerentanan sebagai data atribut pada data spasial yang Anda miliki, dalam hal ini Admin_Desa_XXXXXX.shp 9) Klik kanan pada layer Admin_Desa_XXXXXX Properties Join muncul jendela kemudian klik
23

10) Muncul jendela, Pilih layer yang akan dijoinkan (layer fisik_fasum), isikan kolom mana yang akan menjadi penghubung (join) antara data spasial Admin_Desa_XXXXXX.shp dengan fisik_fasum.csv. Kolom penghubung (join) yang dipilih merupakan kolom yang berisikan data

11) Cek pada attribute table anda. Anda akan melihat bahwa tabel fisik_fasum telah tergabung dengan layer batas desa Kabupaten Bogor.

Format CSV (Comma Separated Value) Data yang kita peroleh seringkali datang dalam berbagai format data. Untuk itu, kita harus melakukan konversi data-data tersebut terlebih dahulu agar menjadi data yang dapat dibaca oleh QGIS. Salah satu jenis data yang banyak digunakan untuk data bentuk tabel adalah CSV (Comma Separated Value). CSV digunakan untuk menyatakan isi sebuah tabel dengan nilai-nilai yang dipisahkan oleh tanda koma. Anda dapat memperoleh file CSV dari hasil konversi file Excel Spreadsheet (*.xls atau *.xlsx) melalui menu File > Save As.

24

Analisis Risiko Analisis risiko dilakukan berdasarkan ancaman yang terdapat pada daerah tersebut, hal ini karena setiap ancaman akan memiliki risiko yang berbeda untuk setiap unit analisis yang dipilih. Modul ini hanya akan fokus pada analisis risiko bencana menggunakan metode VCA (Vulnerability Capacity Analysis) . Menggunakan VCA, nilai risiko terutama ditentukan dari seberapa rentan dan seberapa kuat kapasitas masyarakat apabila bahaya datang pada suatu wilayah. Penjelasan lebih lanjut tentang analisis risiko dapat dilihat di (Aditya 2010). Untuk data latihan ini, pembobotan masing-masing elemen risiko sebagai berikut: Tabel IV.1. Bobot untuk ancaman, komponen, dan Indikator penilaian risiko
Skor Unsur Utama Ancaman (1/3) Kerentanan Fisik (0.75) Jumlah Fasilitas Umum Kerentanan Ekonomi (0.75) Luas Lahan Produktif Level Kepadatan Kerentanan (1/3) Kerentanan Sosial (1.2) Rasio Jenis Kelamin Rasio Kelompok Umur Kelas Kemiskinan Kelas Difabel Kerentanan Lingkungan (0.3) Kapasitas (1/3) Level Ketangguhan Desa 0.6 1 0.6 0.1 0.1 0.1 0.1 0 3 1 2 3 <25 <433 Rendah <51 <0.30 Rendah Rendah 25 - 68 433 - 1376 Sedang 51 - 165 0.30 - 0.60 Sedang Sedang >68 >1376 Tinggi >165 >0.60 Tinggi Tinggi unit hektar rasio rasio Komponen Tanah Longsor Jumlah rumah permanen-non permanen Indikator Bobot 3 0.4 1 1 <1803 2 2 1803 - 7153 3 3 >7153 Satuan unit

Proses Skoring untuk Menilai Risiko Tanah Longsor:


Sebelum melakukan skoring, perlu diperhatikan bahwa Anda terlebih dahulu harus menentukan unit analisis yang akan dilakukan, dalam hal ini unit terkecil untuk analisis adalah tingkat desa. Tergantung dari jenis data yang dianalisis, apakah data berbasis batas administrasi (misalnya batas administrasi desa) atau apakah berbasis fitur (misalnya obyek sekolahh, rumah), terdapat dua cara untuk melakukan skoring. Langkah pertama (A) adalah tahapan untuk data dengan representasi fitur obyek dan langkah kedua (B) adalah tahapan untuk data dengan representasi batas (dalam hal ini batas desa).

25

A. Langkah-langkah untuk melakukan penilaian/scoring berdasarkan potensi dampak dan kerugian menggunakan data spasial elemen-elemen berisiko 1) Panggil salah satu data bahaya yang menjadi prioritas penanganan ke dalam QGIS. 2) Panggil data yang ditetapkan sebagai elemen-elemen berisiko ke dalam muka peta QGIS. Contoh elemen-elemen berisiko: - Bangunan - Sekolah - Jalan 3) Lakukan analisis spasial (yaitu: intersect) untuk menemukan elemen-elemen berisiko dan tingkat keterdampakan. 4) Lakukan modifikasi nilai atribut data elemen berisiko dengan cara: Buka atribut tabel. 5) Tambahkan kolom: - Potensi kerusakan (POT_RUSAK) - Nilai aset (N_ASET) - Potensi kerugian (POT_RUGI) - Skor dampak (SKOR_DAMPAK) Catatan: Potensi kerusakan didapatkan dari hasil tumpangsusun antara layer elemen berisiko tertentu dan layer bahaya. dihitung berdasar standar atau asumsi yang disepakati misalnya untuk banjir dengan genangan setinggi di atas 1 m pada sekolah dianggap sebagai kejadian dengan potensi kerugian sedang (dinilai 0,5). Nilai aset merupakan penyederhanaan dikarenakan untuk setiap elemen berisiko potensi kerugian dihitung tidak hanya berdasar nilai properti/fisik tetapi juga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Contohnya : sekolah yang mengalami kebanjiran tidak hanya memerlukan perbaikan fisik tetapi juga memerlukan alokasi gedung pengganti tempat belajar, penggantian buku-buku yang terendam, penggantian atau perbaikan fasilitas sekolah yang rusak, dlsb. Potensi kerugian merupakan hasil perkalian antara potensi kerusakan dengan nilai aset. 6) Proses skoring dilakukan berdasarkan nilai potensi kerugian. Skoring dilakuakn dengan melakukan perhitungan untuk mengisi nilai pada kolom skor_dampak. Kelas skor_dampak dihitung berdasar nilai dari Potensi kerugian dengan skor nilai 1,2,3 merepresentasikan skor dampak rendah, sedang dan tinggi. 7) Klik kanan pada layer elemen berisiko Anda Open attribute table aktifkan toggle editing ( ) Klik Field Calculator hingga muncul jendela. Centang Create a new field kemudian isikan output field name dengan nama skor_dampak (nilai dapat dirubah dalam latihan ini misalnya rendah diasumsikan antara 500 ribu sampai dengan 5 juta dan tinggi adalah di atas 5 juta) Isikan output file type integer dengan panjang 10 karakter, hal ini karena data yang akan diisikan pada kolom baru yang Anda buat ini berupa angka. Isikan pada kotak Expression dengan :
26

CASE WHEN "POT_RUGI" <500000 THEN 1 WHEN ("POT_RUGI " >500000) AND ("POT_RUGI " <5000000) THEN 2 WHEN " POT_RUGI " >5000000 THEN 3 ELSE 0 END 8) Konversikan menjadi data raster. 9) Klik menu Raster Conversion Rasterize (Vector to Raster)

B. Langkah-langkah untuk melakukan penilaian/scoring menggunakan data statistik unit analisis desa adalah sebagai berikut: 1) Perhatikan Tabel IV.1, untuk proses skoring awal ini, Anda diminta untuk fokus pada kolom 5, kolom 6, dan kolom 7. Adapun fokus penilaian risiko hanya akan diberikan kepada daerah dan wilayah yang memiliki potensi bahaya tinggi dan sedang. 2) Proses skoring dilakukan berdasarkan kriteria pada data Anda. Misalnya pada pada data Jumlah Fasilitas Umum. Jika jumlah fasilitas umum pada desa tersebut sebanyak <25 unit maka skornya 1, jika jumlahnya antara 25-68 unit maka skornya 2, sedangkan jika jumlah fasilitas umum pada desa tersebut >68 unit maka skornya 3 dan jika tidak ada data maka skornya 0. 3) Untuk memulai, tambahkan data administrasi dengan data format *.csv ke dalam jendela QGIS Anda. 4) Melakukan skoring misalnya untuk fasilitas umum (fasum). Klik kanan pada layer Admin_Desa_XXXXXX.shp, dengan syarat data Admin_Desa_XXXXXX.shp dengan fisik_fasum.csv telah di join terlebih dahulu. 5) Klik kanan pada layer Admin_Desa_XXXXXX Open attribute table aktifkan toggle editing ( ) Klik Field Calculator hingga muncul jendela. Centang Create a new field kemudian isikan output field name dengan nama skorfasum Isikan output file type integer dengan panjang 10 karakter, hal ini karena data yang akan diisikan pada kolom baru yang Anda buat ini berupa angka. Isikan pada kotak Expression dengan CASE WHEN "Jumlah_fasum" <25 THEN 1 WHEN ("Jumlah_fasum" >25) AND ("Jumlah_fasum" <68) THEN 2 WHEN "Jumlah_fasum" >68 THEN 3 ELSE 0 END 5) Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
27

6) Klik Ok, maka akan muncul kolom baru dengan nama skorfasum dan berisi data skoring sesuai dengan kategori pada kelompok kerentanan fasilitas umum.

7) Setelah proses skoring data indikator format vektor dilakukan, kemudian masing-masing indikator format vektor tersebut dikonversi menjadi data raster. 8) Klik menu Raster Conversion Rasterize (Vector to Raster) 9) Muncul jendela Rasterize

28

Isikan input file Admin_Desa_Bogor Pilih data atribut yang akan

dijadikan acuan untuk rasterize, dalam hal ini data skorfasum Isikan nama file output Anda Otomatis size file ouput akan

menyesuaikan dengan extent data Anda Centang Load into canvas when finished - OK

10) Proses selesai jika muncul jendela Processing completed.

11) Akan muncul pada jendela QGIS Anda seperti tampilan kotak abu-abu. Untuk melihat gradasi warna sesuai dengan nilai skoring pada data Anda, maka klik Stretch histogram to full dataset 4) Lakukan langkah sebelumnya untuk masing-masing kolom Jika masing-masing indikator pada komponen telah dikonversi dari vektor ke raster, maka hasil konversi tersebut dikalikan dengan nilai bobot masing-masing indikator agar dihasilkan data raster setiap komponen. Misalnya indikator fisik_rumah dan fisik_fasum berada dalam satu komponen Kerentanan Fisik, dengan masing-masing bobot indikator 0,4 untuk fisik_rumah dan 0,6 untuk fisik_fasum (Tabel IV.1). Penyesuaian terhadap bobot untuk masing-masing indikator dapat dilakukan mempertimbangkan data yang ada.

Melakukan analisis spasial menggunakan Raster Calculator Apabila masing-masing indikator pada komponen telah dilakukan konversi vektor ke raster, maka hasil konversi tersebut dikalikan dengan nilai bobot masing-masing indikator agar dihasilkan data raster setiap komponen. Misalnya indikator fisik_rumah dan fisik_fasum berada dalam satu komponen Kerentanan Fisik, dengan masing-masing bobot indikator 0,4 untuk fisik_rumah dan 0,6 untuk fisik_fasum.
29

Adapun langkah-langkah skoring indikator menjadi komponen risiko adalah :


1) Buka data raster kerentanan fisik yang telah dikonversi sebelumnya, misalnya data fisik_fasum.asc dan fisik_rumah Stretch Histogram to Full Dataset . 2) Klik Raster Raster calculator

3) Pada jendela yang muncul, isikan output layer dengan nama Kerentanan_Fisik 4) Klik salah satu layer pada raster bands kemudian klik Current Layer extent untuk menyesuaikan extent data output dengan extent data input 5) Isikan Raster calculator expression sesuai dengan masing-masing bobot indikator (fisik_fasum@1 * 0.6)+(fisik_rumah@1*0.4) 6) Sehingga tampilan menjadi seperti dibawah ini

7) Klik OK - maka muncul file baru dengan nama kerentanan_fisik.asc, ini berarti satu file komponen indikator berhasil Anda buat.

30

Setelah skoring indikator pada masing-masing komponen risiko, maka dilanjutkan dengan proses skoring untuk untuk menghasilkan data komponen risiko sesuai dengan bobot masing-masingnya. Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Perhatikan kembali tabel pembobotan yang Anda buat sebelum memulai melakukan skoring pada data Anda. Namun, sekarang Anda diminta fokus dengan nilai bobot yang ada pada kolom kedua yakni kolom Komponen. Pada kolom tersebut terdapat bobot nilai seperti 0.75 pada komponen Kerentanan Fisik, nilai tersebut yang selanjutnya Anda gunakan untuk membuat data komponen risiko.

Tabel IV.2 Tabel nilai pembobotan untuk risiko bencana longsor

2) Komponen Ancaman dan Kapasitas hanya memiliki satu indikator, maka tidak perlu menjalankan proses ini. Untuk komponen Kerentanan, Anda tambahkan
31

layer kerentanan_fisik.tif, kerentanan_ekonomi.tif, dan kerentanan_sosial.tif pada QGIS Anda.

3) Klik Raster Raster calculator, maka muncul jendela Raster calculator 4) Raster bands otomatis akan menampilkan data raster yang terdapat pada jendela QGIS Anda 5) Isikan Output layer dengan nama Kerentanan, dengan Output Format GeoTIFF. 6) Klik Current layer extent 7) Isikan Raster layer expression dengan formula: 8) (kerentanan_ekonomi@1*0.75)+(kerentanan_fisik@1*0.75)+(kerentanan_sosial @1*1.2)

9) Klik OK, maka muncul file baru dengan nama Kerentanan pada jendela QGIS Anda.
32

File Kerentanan.tif merupakan file yang menjadi unsur utama untuk membuat Peta Risiko Bencana. Selanjutnya untuk menghasilkan sebuah Peta Risiko, data masing-masing unsur utama yang sebelumnya telah dibuat, dihitung kembali sesuai dengan bobot nilai masing-masing unsur utama. Langkah-langkah pembuatan Peta Risiko adalah sebagai berikut: Perhatikan kembali tabel, sekarang Anda diminta fokus pada nilai yang berada pada kolom satu, yakni (1/3). Tabel IV.3 Tabel nilai pembobotan untuk risiko bencana longsor

10) Tambahkan layer data Ancaman.tif, Kerentanan.tif dan Kapasitas.tif pada jendela QGIS Anda.

33

11) Klik Raster Raster calculator, maka muncul jendela Raster calculator 12) Raster bands otomatis akan menampilkan data raster yang terdapat pada jendela QGIS Anda 13) Isikan Output layer dengan nama Risiko Longsor, dengan Output Format GeoTIFF. 14) Klik Current layer extent 15) Isikan Raster layer expression dengan formula: 16) (Ancaman@1*(1 / 3))+(Kapasitas@1*(1 / 3))+(Kerentanan@1*(1 / 3))

34

Meskipun kita telah memperoleh hasil berupa peta risiko, kita masih perlu memberikan tambahan layout agar peta mudah dipahami oleh pembaca. Misalnya dengan menambahkan arah utara, nama tempat, skala dan kelengkapan peta lainnya.

Sebagai tugas kelompok, lakukan skoring sesuai dengan langkah A dan langkah B di atas untuk data kerentanan yang lain sehingga menghasilkan peta kerentanan sesuai dengan jenis ancaman yang ada. Untuk kapasitas simulasikan data hasil survei desa tangguh dan gunakan hasil simulasi tersebut sebagai data kapasitas.

35

REFERENSI

Aditya 2010. Visualisasi Risiko Bencana di Atas Peta. Pemerintah Provinsi DIY dan UNDP/SCDRR. BNPB, 2012. Peraturan Kepala BNPB No.2 / 2012. Pedoman Umum Kajian Risiko Bencana

36

Anda mungkin juga menyukai