1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Stigma terhadap Para Pengungsi Imigran di Jerman

10 Februari 2025

Setelah serangan pisau mematikan yang dilakukan tersangka dengan latar belakang imigran, pembatasan imigrasi jadi topik hangat dalam pemilu Jerman. Para psikolog memperingatkan agar tidak menstigmatisasi para pengungsi.

https://p.dw.com/p/4qFa9
Siluet tiga pengungsi saat kedatangan mereka di aula Pusat Kedatangan Tegel di Jerman
Para pengungsi tiba di Pusat Kedatangan Tegel di Berlin, JermanFoto: Carsten Koall/dpa/picture alliance

Gabriele Al-Barghouthi adalah Direktur Pusat Psikososial Mondial Bonn, sebuah fasilitas di Jerman bagi para pengungsi dengan masalah psikologis dan sosial. Ketika orang-orang bertanya kepadanya tentang tugas utama tim kecilnya, ia menjawab: Menstabilkan orang-orang yang sering mengalami kekerasan dan telah melarikan diri dari negara asalnya. Hal itu sama sekali tidak mudah.

"Penantian panjang untuk mendapatkan suaka, ketidakpastian, hingga tinggal di tempat penampungan yang sangat besar tanpa privasi,” kata Al-Barghouthi tentang sulitnya situasi yang dihadapi para pengungsi.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Banyak juga yang mengalami situasi politik saat ini, rasisme dalam kehidupan sehari-hari dan dikucilkan. Semua hal yang bahkan bisa memengaruhi orang yang sehat,” tambahnya.

Satu dari tiga pengungsi menderita gangguan jiwa

Pusat psikososial di Bonn merupakan satu dari 51 fasilitas di Jerman yang menyediakan layanan terapi bagi para pengungsi di seluruh negeri. Mereka membantu hampir 26.000 orang pada tahun 2022 atau sekitar 3,1% dari jumlah pengungsi yang membutuhkan bantuan. Menurut Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach, 30% pengungsi menderita masalah kesehatan mental.

Pusat Psikososial Mondial Bonn: Silvija Jakovljevic, Milena Peitzmann, Gabriela Al-Barghouthi, Majid Ibrahim
Silvija Jakovljevic, Milena Peitzmann, Gabriela Al-Barghouthi dan Majid Ibrahim dari Pusat Psikososial Mondial di BonnFoto: Oliver Pieper/DW

Serangan pisau yang fatal di Aschaffenburg, di negara bagian Bayern, yang menewaskan seorang anak berusia dua tahun dan seorang pria, memicu perdebatan tentang perlakuan terhadap para pengungsi. Imigrasi menjadi topik nomor satu dalam kampanye pemilihan umum Jerman yang akan berlangsung tanggal 23 Februari 2025. Terduga pelaku dilaporkan menderita gangguan kesehatan mental dan merupakan seorang pengungsi dari Afganistan.

Wacana mengenai pengungsi dan imigrasi telah diperburuk dengan mosi konservatif CDU/CSU di parlemen, di mana pada Rabu, 29 Januari, mereka mengajukan mosi tidak mengikat dengan lima poin rencana untuk memperketat kebijakan suaka ke parlemen, dan memenangkan suara mayoritas melalui suara partai anti-imigrasi yang beraliran sayap kanan, Alternative für Deutschland (AfD).

Psikolog Milena Peitzmann mengatakan kepada DW bahwa setiap hari ia menyaksikan apa yang terjadi pada para pengungsi di Jerman.

"Saya melihat bahwa klien saya sangat cemas, entah itu akan undang-undang yang lebih ketat, peraturan deportasi yang lebih ketat atau pemerintahan baru. Tentu saja, semua orang mengetahui perdebatan tersebut, dan hal itu menambah beban mereka,” katanya kepada DW.

"Ada perasaan dihukum secara kolektif untuk sesuatu yang dilakukan oleh satu orang,” tambahnya.

Penyakit mental tidak terdaftar

Peitzmann dan Al-Barghouthi membuat daftar apa saja yang mereka yakini harus dilakukan untuk memperbaiki kebijakan imigrasi. Contohnya, penilaian sistematis mengenai kebutuhan akan dukungan di fasilitas penerimaan awal dan pusat akomodasi kolektif di mana orang pertama kali datang. Saat ini, dalam formulir yang diminta untuk diisi oleh para pengungsi pada saat kedatangan, mereka ditanya tentang kondisi kesehatan mereka, tetapi masalah kesehatan mental bahkan tidak dicantumkan. Dan akhirnya, para psikolog meminta adanya perawatan lanjutan yang lebih baik melalui terapis di klinik swasta.

"Dua tahun lalu, kami menulis surat kepada 300 psikoterapis di Bonn untuk mencari partisipan bagi klien kami. Hanya tiga yang menjawab. Mereka mungkin adalah para idealis,” kata Gabriele Al-Barghouthi sambil tersenyum getir.

Menurutnya, menangani pengungsi terlalu berat bagi banyak orang: "Pertama-tama, harus ada seorang penerjemah, lalu kontrak harus dibuat dan akhirnya, biayanya tidak cukup.”

Bunuh diri adalah topik utama

Ada kebutuhan mendesak untuk perawatan darurat yang lebih banyak. Sering kali pasien masuk rumah sakit, tetapi dipulangkan hanya dalam waktu satu malam setelah diberi sekotak pil tanpa banyak penjelasan. Beberapa dari mereka menelan terlalu banyak pil. Bunuh diri umumnya menjadi topik dominan dalam terapi, dengan lebih dari separuh pasien mengatakan bahwa mereka memiliki keinginan untuk bunuh diri, kata para psikolog di Bonn.

Self-harm: Mengapa Kesehatan Mental Sering Terabaikan?

"Saya telah bekerja di pusat psikososial sejak tahun 2020,” kata pekerja sosial Majid Ibrahim kepada DW.

"Selama ini kami melihat satu kasus di mana seseorang melakukan ancaman kekerasan secara masif. Hanya satu - dan kami langsung menghubungi polisi. Biasanya pasien mencoba melakukan kekerasan pada diri mereka sendiri," lanjutnya.

Kapasitas pusat bantuan psikososial semakin terbatas

Jenny Baron bekerja sebagai psikolog di BAfF, Asosiasi Pusat Psikososial untuk Pengungsi dan Korban Penyiksaan. Tak lama setelah serangan yang terjadi di Aschaffenburg, Jerman, pusat tersebut menerima banyak pertanyaan tentang bagaimana serangan ini bisa terjadi dan apakah orang-orang dengan masalah kesehatan mental secara umum menimbulkan bahaya tertentu.

Baron mengatakan kepada DW bahwa ia terkejut dengan perdebatan tersebut, karena hal itu memicu ketakutan dan menyebabkan perpecahan sosial. Ia mengatakan bahwa organisasinya telah melihat adanya perubahan dalam masyarakat.

"Ada pengakuan dari orang-orang yang bekerja dengan para pengungsi, atas komitmen mereka yang besar dalam kondisi yang buruk untuk memastikan kualitas perawatan yang tinggi bagi para pengungsi. Kami melihat bahwa sumber daya keuangan semakin langka karena para politisi tidak lagi melihat adanya kebutuhan,” ujar Baron.

Baron menjelaskan bahwa saat ini, pusat-pusat psikososial harus menolak banyak orang karena alasan kapasitas. Mereka yang mencari bantuan terkadang harus menunggu lebih dari satu tahun untuk mendapatkan perawatan. Seringkali, banyak penyakit mental yang tidak dikenali dan mereka yang terkena dampaknya menarik diri, terkadang tinggal di kamar mereka selama berhari-hari atau berminggu-minggu.

Psikolog mengimbau agar mereka yang menderita gangguan kesehatan mental tidak dicurigai secara umum: "Kita tahu bahwa sepertiga dari populasi Jerman mengalami gangguan jiwa selama hidupnya. Namun, mayoritas dari orang-orang ini, dari mana pun mereka berasal, tidak menjadi pelaku kekerasan,” jelas Baron.

*Catatan editor: Jika Anda menderita tekanan emosional yang serius atau memiliki pikiran untuk bunuh diri, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

 

Oliver Pieper
Oliver Pieper Reporter meliput isu sosial dan politik Jerman dan Amerika Selatan.