Surakarta

kota di provinsi Jawa Tengah, Indonesia

Surakarta (juga disebut Solo atau Sala) ialah nama sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang menyempadani Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur, Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan, serta Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah barat. Bahagian timur kota ini direntasi oleh Sungai Bengawan Solo, sungai yang termasyhur, yang mengilhami Gesang supaya menggubal lagu termasyhur dengan judul yang sama. Pada saat ini, Surakarta diketuai oleh Walikota Joko Widodo ("Jokowi") dan Timbalan Walikota F.X. Hadi Rudyatmo.

Kota Surakarta
Jawa > Jawa Tengah
Lambang Surakarta.
Lambang Kota Surakarta Lambang Kerajaan Kasunanan Surakarta Lambang Praja Mangkunagaran
 
Lokasi Surakarta di Pulau Jawa.
Cogan kata: Mulat sarira angrasa wani 1
"Kaji diri, berasa berani."
1 Cogan kata kerajaan Mangkunegaran
Provinsi Jawa Tengah
Luas wilayah 44.03 km²
Penduduk 552,542 (2005)
 - Kepadatan 12,998.97/km²
Suku bangsa Jawa (~95%), Tionghoa, Arab
Bahasa Jawa, Indonesia
Agama Islam (78,66%)
Kristian (21,01%)
- Protestan (13,94%)
- Roman Katolik (7,07%)
Buddha (0,23%)
Hindu (0,07%)
Lainnya (0,03%)
Kecamatan 5
 - Kelurahan 51
Walikota Gibran Rakabuming Raka
Timbalan Walikota Teguh Prakosa
Kod telefon 0271

Laman web rasmi: www.surakarta.go.id

Kedudukan Surakarta tidak terlepas dari sejarah Mataram kerana pernah menjadi pusat pemerintahannya. Setelah pembahagian Mataram, Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dan selanjutnya juga Mangkunegaran. Bahagian Mataram yang lain berpusat di kota Yogyakarta. Latar belakang ini menjelaskan 'persaingan' yang sering muncul dalam pengembangan kebudayaan Jawa di wilayah ini, seperti dalam ungkapan "tarian Jawa 'gaya Solo' dan 'gaya Yogya'."

Gambaran keseluruhan

sunting

Pada tahun 1948, "Daerah Istimewa Surakarta" diasaskan semasa pembentukan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Sri Sunan Pakubuwono XII sebagai gabenor, dan Sri Mangkunegoro VIII sebagai timbalannya. Statusnya sebagai sebuah Daerah Istimewa kemudian dihapuskan kerana berlakunya Pemberontakan Tan Malaka selepas kedaulatan Indonesia diiktiraf oleh Belanda. Huru-hara ini dicetuskan oleh anggota-anggota Parti Komunis Indonesia yang menentang pemerintahan beraja dan feudalisme. Selanjutnya Keresidenan Surakarta dibentuk yang mencakupi wilayah-wilayah Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, termasuk juga kota swapraja [1] Surakarta.

Penduduk-penduduk Keresidenan Surakarta masih sering merujuk kepada diri sendiri sebagai orang 'Solo' (nama alternatif untuk Surakarta), walapun mereka tidak berasal dari kota Surakarta pada dirinya. Hal ini dilakukan sebagai identifikasi untuk membezakan diri mereka daripada orang 'Semarang' dan 'Yogya'.

Walaupun bukannya sebuah ibu kota provinsi, Surakarta kini merupakan kota yang kesepuluh terbesar di Indonesia (setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Yogyakarta). Meskipun penduduk-penduduknya masih mempertahankan kehidupan tradisional, mereka juga mengamalkan kehidupan moden, khususnya para pemuda pemudi seiring dengan perkembangan zaman. Surakarta kini memilik banyak hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan disko.

Surakarta terkenal untuk makanannya yang sangat nikmat dan murah, antaranya nasi liwet, sate Buntel, bakso Solo, Timlo, soto lembu, serabi Solo, Cabuk rambak, pecel ndeso, thengkleng, Ledre intip, gado-gado, tauhu kupat, tauhu acar, selat, dan gethuk lindri.

Sejarah

sunting
 
Surat Perjanjian Giyanti dari tahun 1755 yang sekarang disimpan di Arkib Negara Republik Indonesia.

Kota Surakarta yang awalnya 'diasaskan' pada tahun 1745 bermula dengan pembangunan Keraton Kasunanan sebagai pengganti untuk ibu kota Kerajaan Mataram di Kartasura yang hancur.

Pada tahun 1742, orang-orang Tionghoa memberontak melawan kekuasaan Paku Buwono II yang bertakhta di Kartasura. Begitu hebatnya pemberontakan tersebut sehingga Keraton Kartasura nyaris hancur dan Paku Buwono II melarikan diri ke Ponorogo, Jawa Timur.

Berkat bantuan Syarikat Hindia Timur Belanda, pemberontakan dapat ditumpaskan dan Kartasura direbut kembali, tetapi sudah hancur. Keraton yang baru lantas dibangun di Surakarta, 20 kilometer di selatan-timur Kartasura pada tahun 1745.

Pada 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti dimeterai yang membahagikan Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dengan Paku Buwono II sebagai raja, dan Kesultanan Yogyakarta dengan rajanya Hamengku Buwono I. Dengan itu, Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun berdasarkan reka letak Surakarta yang lebih awal.

Perjuangan kemerdekaan

sunting

Apabila mendengar pengumuman tentang kemerdekaan Republik Indonesia, raja-raja Mangkunegaran dan Susuhunan mengirim surat kepada Presiden Sukarno yang menyatakan sokongan mereka terhadap pembentukan Republik Indonesia. Sebagai balasan atas pengakuan ini, Presiden Sukarno membentuk provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS).

Pemberontakan Tan Malaka

sunting

Pada Oktober 1945, sebuah gerakan daerah yang anti pemerintahan beraja dan anti feudalisme dibentuk di Surakarta. Salah satu pemimpinnya ialah Tan Malaka, tokoh Parti Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah untuk membubarkan Daerah Istimewa Surakarta, supaya dapat merampas tanah-tanah pertanian yang dikuasai oleh Mangkunegaran dan Susuhunan untuk diagih-agihkan dalam rangka reformasi tanah oleh gerakan komunis. Pada 17 Oktober 1945, KRMH Sosrodiningrat , wasir Susuhunan, diculik dan dibunuh oleh gerakan tersebut. Peristiwa ini diikuti oleh pembunuhan bupati-bupati di wilayah Surakarta yang merupakan kerabat Mangkunegara dan Susuhunan. Pada bulan Mac 1946, KRMT Yudonagoro, wasir Susuhunan yang baru, juga diculik dan dibunuh oleh gerakan daerah tersebut, dengan 9 orang wazir yang lain menemui takdir yang sama pada April 1946.

Diakibatkan oleh banyaknya rusuhan, penculikan, dan pembunuhan, maka pada 16 Jun 1946, Kerajaan Republik Indonesia membubarkan Daerah Istimewa Surakarta dan menghilangkan kekuasaan politik Mangkunegara dan Susuhunan. Sejak dari saat itu, keluarga-keluarga diraja Mangkunegara dan Susuhunan berubah menjadi keluarga-keluarga yang biasa, dengan istana masing-masing menjadi tempat-tempat pengembangan kesenian dan kebudayaan Jawa. Hari 16 Jun ini kini diperingati setiap tahun sebagai hari lahir kabupaten Surakarta dan kota Surakarta.

Pemberontakan Mejar Jeneral Soedarsono

sunting

Pada 26 Jun 1946, Perdana Menteri Sutan Syahrir diculik oleh segerombolan pemberontak di Surakarta yang dipimpin oleh Mejar Jeneral Soedarsono berserta 14 orang awam, antaranya Tan Malaka dari Parti Komunis Indonesia. Syahrir ditahan di sebuah rumah rehat di Paras. Presiden Sukarno sangat marah kerana kejadian ini dan memerintahkan Polis Surakarta supaya menangkap para pimpinan pemberontak. Pada 1 Julai 1946, kesemua 14 orang awam ditangkap dan dikurung di penjara Wirogunan, akan tetapi pada hari keesokannya, tentera Divisi 3 yang diketuai oleh Mejar Jeneral Soedarsono menyerbu penjara tersebut dan membebaskan kesemua mereka.

Presiden Sukarno naik angin mendengar penyerbuan penjara dan memerintahkan Leftenan Kolonel Suharto, pimpinan tentera di Surakarta, supaya menangkap Mejar Jeneral Soedarsono dan pimpinan pemberontak. Bagaimanapun, Suharto menolak perintah ini kerana tidak hendak menangkap orang atasannya sendiri, kecuali mendapat perintah langsung dari pada Ketua Staf Tentera Republik Indonesia, Jeneral Soedirman. Presiden Sukarno sangat marah atas penolakan ini dan menggelar Suharto sebagai perwira keras kepala ("Koppig"). (Selepas menjadi Presiden Republik Indonesia, Suharto mengenang-ngenangkan peristiwa ini dalam buku autobiografinya "Ucapan, Fikiran dan Tindakan Saya".)

Suharto berpura-pura bersimpati dengan para pemberontak dan menawarkan perlindungan kepada Mejar Jeneral Soedarsono dan 14 orang pemimpinnya di markas rejimen tentera di Wiyoro. Pada malam hari itu, Suharto memujuk Soedarsono dan para pemimpinnya supaya menghadap Presiden Republik Indonesia di Istana Presiden di Kot Yogyakarta. Secara rahsia, Suharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahu mereka tentang lawatan Soedarsono dan pimpinan pemberontaknya.

Pada 3 Julai 1946, Mejar Jeneral Soedarsono dan pimpinan pemberontaknya ditangkap dekat Istana Presiden oleh pasukan pengawal presiden. Perdana Menteri Syahrir berjaya dibebaskan dan Soedarsono serta pimpinan pemberontak dihukum pemenjaraan. Beberapa bulan kemudian, Soedarsono dan para pemberontaknya diampun oleh Presiden Sukarno dan dibebaskan. Peristiwa ini kini dikenali sebagai Pemberontakan 3 Julai 1946 yang gagal.

Serangan Oemoem

sunting

Antara tahun-tahun 1945 hingga 1948, Belanda berjaya menguasai kembali sebahagian besar wilayah Jawa, kecuali Yogyakarta, Surakarta dan daerah-daerah berjirannya. Pada bulan Disember 1948, Belanda menyerbu dan menduduki wilayah-wilayah Republik Indonesia yang tinggal, dan mengisytiharkan bahawa Republik Indonesia telah dihancurkan dan tidak wujud lagi.

Jendral Soedirman menolak penyerahan dan mula bergerila di hutan-hutan dan desa-desa yang terletak di sekitar kota Yogyakarta dan Surakarta. Untuk membantah tuntutan Belanda, maka Soedirman merancangkan "Serangan Oemoem". Serangan Oemoem ini pada 7 Ogos 1949 merupakan sebuah serangan besar-besaran yang bertujuan untuk menduduki kota Jogyakarta dan Surakarta. Serangan di Jogyakarta dipimpin oleh Leftenan Kolonel Suharto, manakala serangan di Surakarta dipimpin oleh Leftenan Kolonel Slamet Riyadi. Untuk memperingati Serangan Oemoem ini, maka jalan raya utama di kota Surakarta dinamai Jalan Brigadier Jeneral Slamet Riyadi.

Demografi

sunting

Jumlah penduduk kota Surakarta bertumbuh sebanyak 4.2% setiap tahun antara tahun-tahun 2000 -2003 daripada 488,834 orang (2000) kepada 552,542 orang (2003). Bilangan 552,542 orang merupakan 65% daripada jumlah penduduk di seluruh wilayah Surakarta yang merangkumi kawasan-kawasan Soloraya (Surakarta dan Kartasura), Colomadu, Baki, Grogol, dan Palur, sebanyak 850,000 orang.

Kota Surakarta mempunyai lebih banyak perempuan, berbanding dengan lelaki, dengan perkadaran sebanyak 104 orang perempuan bagi setiap 100 orang lelaki. Perkadaran tanggungan adalah sebanyak 66%.

Pembahagian pentadbiran

sunting
 
Dewan bandar raya Surakarta.

Surakarta dibahagikan kepada lima kecamatan seperti yang berikut:

Setiap kecamatan ini dibahagikan lagi menjadi kelurahan yang terdiri daripada kampung-kampung yang lebih kurang setara dengan Rukun Warga.

Pengangkutan

sunting

Kota Surakarta terletak di persimpangan lebuh raya selatan Jawa dan lebuh raya Semarang-Madiun yang menjadikan lokasinya strategik sebagai sebuah kota singgah. Landasan kereta api dari bahagian-bahagian utara dan selatan Jawa juga bertemu di kota ini.

Pengangkutan darat

sunting

Perhentian bas terbesar yang terletak di Tirtonadi beroperasi 24 jam sehari kerana terletak di laluan utama bas yang menghubungkan Jawa Timur (terutamanya Surabaya, dan Banyuwangi) dengan Jawa Barat (Bandung).

Stesen Solo Balapan, sebuah stesen kereta api kelas Bisnis dan Eksekutif, terletak berhampiran dengan Perhentian Bas Tirtonadi, suatu perkara yang jarang ditemukan di Indonesia. Hubungannya dengan Yogyakarta berlangsung cukup kerap, dengan lima perjalanan setiap hari pada saat ini.

Kota Surakarta juga mempunyai tiga buah stesen kereta api lain yang lebih kecil. Salah satunya, iaitu Stesen Solo Kota, dihubungkan dengan landasan yang tepat selari dengan jalan raya, satu-satunya landasan yang masih berfungsi di Indonesia. Dua buah stesen kereta api yang lain ialah Stesen Purwosari dan Stesen Palur yang kedua-duanya melayani penumpang kereta api kelas ekonomi.

Rangkaian laluan kereta api dari stesen-stesen ini cukup baik, dan mencakupi semua kota besar di Jawa secara langsung dan untuk hampir semua kelas. Dengan demikian, Solo juga menjadi jalur transportasi kegiatan ekonomi masyarakat yang ramai di kawasan selatan Jawa.

Pengangkutan udara

sunting

Surakarta memiliki Lapangan Terbang Adisumarmo (dahulunya dinamai "Panasan", dan sebenarnya terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali) yang menghubungkan Jakarta dengan Singapura. Tempoh perjalanannya 50 minit. Sistem-sistem penerbangan yang melayani lapangan terbang ini termasuk Garuda Indonesia, Lion Air, Adam Air, Sriwijaya Air, Air Asia, dan Silk Air. Lapangan terbang ini juga merupakan pusat penerbangan untuk mereka yang hendak naik haji. Nama Adisumarmo dijadikan nama Lapangan Terbang internasional di Surakarta ini untuk mengabadikan salah seorang pahlawan angkatan udara, yang tewas dalam musibah jatuhnya pesawat sipil Dakota VT-CLA yang memuat bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya yang ditembak secara membabi buta oleh dua pesawat tempur Belanda, pada tahun 1947.Pada peristiwa itu, gugur tiga pahlawan Angkatan Udara RI, yakni Adisutjipto, Abdurrahman Saleh, dan Adisumarmo.

Pengangkutan kota

sunting

Angkutan publik dalam kota mencakup taksi, bus, angkot, becak dan andong. Angkutan ini menghubungkan bagian-bagian kota Sala dan juga kota-kota kecil di sekitarnya.

Seni bina dan peninggalan sejarah

sunting


Tokoh-tokoh

sunting

Pahlawan Nasional Indonesia

sunting
 
Sri Susuhunan Pakubuwana X, King of Surakarta in greatest era.
 
Sri Susuhunan Pakubuwana IX, King of Surakarta
 
Siti Hartinah, isteri Suharto

Ahli politik

sunting

Ahli sesusasteraan

sunting

Usahawan

sunting

Tarikan pelancong

sunting

Sejak Laweyan diisytiharkan sebagai sebuah kampung pelancongan batik, banyak kedai telah dibuka untuk mempamerkan dan menjual batik kepada para pelancong. Di sekitar kawasan tersebut, terdapat juga rumah-rumah bekas peniaga batik yang kini dijadikan hotel atau tempat penginapan, dengan tetap mempertahankan seni bina aslinya. Tidak kalah ketinggalan Laweyan, Kauman juga mengisytiharkan diri sebagai sebuah "kampung pelancongan batik Solo tempoh Doeloe".

Tarikan-tarikan pelancong di Surakarta termasuk:

Kebudayaan

sunting

Alam semula jadi

sunting

Rujukan

sunting
  • Suharto, G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. "Ucapan, Fikiran dan Tindakan Saya". 1988. PT Citra Lamtoro Gung.
  1. ^ Swapraja ialah istilah kuno untuk kabupaten yang mendapat status daerah istimewa.

Pautan luar

sunting