Jagakarsa, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jagakarsa | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | D.I Jakarta | ||||
Kota Administrasi | Jakarta Selatan | ||||
Kecamatan | Jagakarsa | ||||
Kodepos | 12620 | ||||
Kode Kemendagri | 31.74.09.1001 | ||||
Kode BPS | 3171010004 | ||||
|
Kelurahan Jagakarsa memiliki kode pos 12620.
Kelurahan ini terletak di kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan ini berbatasan dengan Kecamatan Kebagusan di sebelah utara, kecamatan Cilandak di sebelah barat, Ciganjur di sebelah timur dan kota Depok, provinsi Jawa Barat di sebelah selatan.
Jagakarsa terdiri dari 7 RW, mayoritas penduduknya beragama Islam, Penduduk pribuminya merupakan suku Betawi Modern dengan pemikiran maju dan berpendidikan tinggi, berbeda dengan betawi di kelurahan atau di kampung tetangganya.
di kelurahan ini terdiri dari beberapa kampung, dan pembagian lingkungan RW berdasarkan kampung. Kampung-kampung yang ada di lingkungan Kelurahan Jagakarsa al: Babakan yaitu terkenal dengan setu babakan (RW 01), Jagakarsa (RW 02,05,07), Kelapa Tiga (RW 03) dan Kampung Kandang (RW 04, 06)
Sejarah Jagakarsa
[sunting | sunting sumber]Sejarah Berdirinya Jagakarsa
[sunting | sunting sumber]Pembukaan Hutan di wilayah yang kemudian disebut Jagakarsa, tak lepas dari perang Mataram-VOC pada tahun 1628 dan 1629. Pada tahun 1628 saat pembukaan lumbung padi dari Karawang sampai Selatan Jakarta untuk mengepung VOC di Pasar Ikan, Jagakarsa termasuk wilayah yang dibuka. Pada awalnya wilayah tersebut dijadikan sebagai tangsi dari pasukan Raden Prembun (De Haan, 1973) kemudian saat penyerbuan dan Mataram mengalami kegagalan, Jagakarsa dijadikan tempat pelarian pasukan Mataram.
Pasukan VOC sendiri hanya mengejar pasukan Mataram sampai wilayah Jatinegara. Sisa-sisa pasukan di Jagakarsa dikenal sebagai istilah: Kaum Ganjuran, dari sinilah kemudian berkembang kata Ciganjur, Ganjuran adalah nama sejenis pohon Jati yang ada di sekitaran wilayah Jagakarsa. Kaum Ganjuran sendiri kemudian mengenal pemimpinnya bernama Surodipo yang dipanggil Kyai Raden Suro. Pada saat penyerbuan ke Batavia tahap dua tahun 1629, Surodipo dibawa ke Mataram dan langsung menerima titah dari Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk memimpin 15 panatus (pasukan yang terdiri 100 orang) menyerbu wilayah Batavia.
Pasukan Surodipo sendiri diambil dari wilayah Karawang, Pamanukan dan Indramayu, dari sinilah kelak dialek Jagakarsa dikenal sebagai 'betawi ora'. Pasukan Surodipo di bawah komando Tumenggung Wiroguno. Pada serangan 1629, Pasukan Surodipo mengalami kehancuran total. Sementara Pangeran Wiroguno melarikan diri ke wilayah yang sekarang disebut Pejaten. Surodipo sendiri berhasil ditangkap di sekitar Gunung Sahari dan dipenggal kepalanya oleh Kapten Van Smurtssen seorang perwira dari pasukan bayaran VOC.
Anak Surodipo yang bernama Raden Mohammad Kahfi alias Raden Jagakarsa saat itu masih berusia 14 tahun, berhasil menyelamatkan diri ke wilayah yang sekarang dikenal sebagai Duren Tiga, dulu wilayah tersebut adalah Hutan yang banyak dikelilingi pohon duren yang tumbuh liar. Dari Duren Raden Jagakarsa kemudian diselamatkan oleh gerilyawan Wiroguno dan dibawa ke Tumenggung Wiroguno.
Wiroguno sendiri membangun markas perlawanan VOC selama 3 (tiga) tahun, lalu pada 1632 Wiroguno membuat sebuah keputusan bahwa wilayah di luar Wiragunan (sekarang Pejaten, Ragunan dan Cilandak) adalah milik dari Raden Jagakarsa.
Lalu Raden Jagakarsa menjadi penguasa wilayah ini sampai pada tahun 1685.
Angkutan umum
[sunting | sunting sumber]- Busway Cipedak-Terminal Blok M (rute s600)
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]