Lompat ke isi

Hukum Nürnberg

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Blutschutsgesetz)
Halaman depan lembaran negara Jerman Reichsgesetzblatt yang mengumumkan Hukum Nürnberg, diterbitkan pada 16 September 1935 (RGBl. I No. 100)

Hukum Nürnberg (bahasa Jerman: Nürnberger Gesetze, pelafalan [ˈnʏʁnbɛʁɡɐ ɡəˈzɛtsə] ) adalah serangkaian undang-undang antisemit dan rasis yang disahkan oleh Jerman Nazi pada tanggal 15 September 1935 dalam rapat khusus Reichstag sewaktu pertemuan akbar Partai Nazi di Nürnberg. Dua aturan yang disahkan adalah Undang-Undang Perlindungan Keturunan dan Kemuliaan Jerman, yang melarang bangsa Jerman menikah atau berhubungan intim dengan orang Yahudi dan melarang Yahudi mempekerjakan perempuan Jerman yang berusia di bawah 45 tahun; serta Undang-Undang Kewarganegaraan Reich, yang menetapkan bahwa hanya orang-orang berdarah Jerman atau terkait yang berhak menjadi warga negara Reich, selebihnya akan dianggap sebagai penduduk tanpa hak kewarganegaraan. Ketetapan tambahan yang mengatur mengenai penggolongan Yahudi disahkan pada tanggal 14 November, dan Undang-Undang Kewarganegaraan Reich secara resmi diberlakukan sejak saat itu. Cakupan undang-undang tersebut diperluas pada tanggal 26 November bagi bangsa Romani dan kulit hitam. Ketetapan tambahan tersebut menyatakan bangsa Romani adalah "musuh negara secara ras", golongan yang setara dengan Yahudi.

Sehubungan dengan kebijakan luar negeri Nazi, penegakan hukum tersebut baru dimulai seusai penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 1936 di Berlin. Setelah berkuasanya Hitler pada tahun 1933, Nazi mulai menerapkan kebijakan antisemit, termasuk membentuk Volksgemeinschaft (paguyuban rakyat) berdasarkan ras. Kanselir dan Führer (pemimpin) Partai Nazi, Adolf Hitler, menitahkan pemboikotan nasional terhadap bisnis Yahudi pada tanggal 1 April 1933, dan mengesahkan Undang-Undang Pemulihan Kepegawaian Negeri Profesional pada 7 April. Undang-undang tersebut melarang ras non-Arya bekerja di sektor hukum, pegawai negeri, serta tidak diperbolehkan mengajar di sekolah menengah dan universitas. Buku-buku yang dianggap tidak mencerminkan Jerman, termasuk karangan penulis Yahudi, dimusnahkan dalam aksi pembakaran buku nasional pada tanggal 10 Mei 1933. Warga Yahudi diusik dan dizalimi secara keji. Mereka terus-terusan ditindas, dilucuti haknya sebagai warga negara dan warga sipil, dan akhirnya dilenyapkan sepenuhnya dari masyarakat Jerman.

Penegakan Hukum Nürnberg menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang melumpuhkan kalangan Yahudi. Yahudi yang melanggar undang-undang pernikahan dipenjarakan, dan setelah bebas, mereka ditangkap kembali oleh Gestapo dan dikirim ke kamp konsentrasi Nazi. Warga non-Yahudi secara bertahap berhenti bersosialisasi dengan Yahudi atau berbelanja di toko-toko milik Yahudi, sehingga banyak toko yang akhirnya tutup karena tidak memiliki pelanggan. Lantaran Yahudi tidak lagi diizinkan bekerja di sektor pemerintahan atau pelayanan publik seperti tenaga kesehatan dan pendidikan, banyak pemilik usaha kelas menengah dan kalangan profesional yang terpaksa menjadi pekerja kasar. Pindah ke luar negeri juga sulit, sebab Yahudi diharuskan menyerahkan hingga 90% kekayaannya sebagai pajak jika hendak keluar dari Jerman.[1] Pada tahun 1938, hampir mustahil bagi calon emigran Yahudi untuk menemukan negara yang bersedia menerima mereka. Usulan deportasi massal seperti Rencana Madagaskar juga mustahil dilaksanakan oleh Nazi, dan sejak pertengahan 1941, pemerintah Jerman mulai melakukan pemusnahan massal Yahudi Eropa.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Partai Nazi adalah salah satu partai politik kanan jauh yang ada di Jerman seusai Perang Dunia I.[2] Haluan partai tersebut meliputi pembubaran Republik Weimar, penolakan ketentuan Perjanjian Versailles, antisemitisme radikal, dan anti-Bolshevisme.[3] Partai Nazi menjanjikan pembentukan pemerintahan pusat yang kuat, memperluas Lebensraum (ruang hidup) bagi bangsa Jerman, membentuk Volksgemeinschaft (paguyuban rakyat) berdasarkan ras, dan pembersihan rasial dengan cara menindas Yahudi, yang akan dicabut hak kewarganegaraan dan hak sipilnya.[4]

Setelah gagal melakukan upaya kudeta dan dipenjarakan pada tahun 1924, Hitler mendiktekan Mein Kampf kepada wakilnya, Rudolf Hess.[5] Mein Kampf adalah autobiografi dan paparan ideologi Hitler yang menguraikan rencananya untuk mengubah tatanan masyarakat Jerman menjadi satu kesatuan berdasarkan ras. Di dalamnya, ia memaparkan pandangannya mengenai Bolshevisme Yahudi, teori konspirasi yang meyakini adanya persekongkolan Yahudi internasional untuk menguasai dunia, dan menganggap Yahudi adalah musuh utama bangsa Jerman. Sepanjang hidupnya, pandangan Hitler mengenai Yahudi sebagaimana yang diuraikannya dalam Mein Kampf tidak pernah goyah.[6] Partai Nazi mendukung rencana pembentukan Volksgemeinschaft ("paguyuban rakyat") untuk menyatukan segenap bangsa Jerman menjadi sebangsa sejawat, sembari mengecualikan orang-orang yang dianggap sebagai golongan berbeda atau ras asing (Fremdvölkische).[7]

Jerman Nazi

[sunting | sunting sumber]
Anggota SA berjajar di depan toko milik Yahudi dengan membawa plakat bertuliskan "Jerman! Bela dirimu! Jangan membeli dari Yahudi!" semasa pemboikotan Nazi terhadap bisnis Yahudi, 1 April 1933.

Diskriminasi terhadap Yahudi semakin gencar setelah Nazi berkuasa. Serangkaian penyerangan dilancarkan oleh anggota Sturmabteilung (SA; satuan paramiliter Partai Nazi) terhadap tempat usaha, sinagoge, dan kantor hukum Yahudi.[8] Pada tanggal 21 Maret 1933, dalam acara pertemuan komite Veteran Perang Yahudi, mantan anggota kongres Amerika Serikat, William W. Cohen, mendesak agar Amerika memboikot seluruh barang-barang buatan Jerman.[9] Pada akhir Maret, pemboikotan global terhadap barang-barang Jerman diumumkan, yang didukung oleh sejumlah organisasi Yahudi terkemuka (meskipun tidak semuanya, misalnya Badan Deputi Yahudi Britania).[10] Sebagai tanggapan, Hitler menitahkan pemboikotan nasional usaha milik Yahudi pada tanggal 1 April 1933.[8] Pada masa itu, banyak pihak yang bukan anggota Partai Nazi turut mendukung pemisahan Yahudi dari masyarakat Jerman.[11] Pada tanggal 7 April 1933, Undang-Undang Pemulihan Kepegawaian Negeri Profesional disahkan. Undang-undang tersebut memaksa seluruh Yahudi yang bekerja di sektor hukum atau sebagai pegawai negeri untuk pensiun, juga melarang Yahudi mengajar di universitas.[12][13] Kebijakan serupa juga mencabut hak orang Yahudi yang bekerja di sektor lainnya untuk membuka praktik.[12] Pada tahun 1934, Partai Nazi menerbitkan sebuah pamflet berjudul "Warum Arierparagraph?" ("Mengapa ada Hukum Arya?"), yang merangkum penjelasan kenapa undang-undang tersebut harus diberlakukan.[14] Dalam rangka menghapuskan "pengaruh Yahudi" dari kehidupan budaya Jerman, Liga Mahasiswa Sosialis Nasional mengeluarkan buku-buku yang dianggap tidak mencerminkan Jerman dari perpustakaan, dan aksi pembakaran buku nasional dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 1933.[15] Kekerasan dan penindasan ekonomi dimanfaatkan oleh rezim Nazi untuk mendorong Yahudi agar pindah dari Jerman secara sukarela.[16] Undang-undang yang disahkan pada bulan Juli 1933 mencabut hak kewarganegaraan Yahudi Jerman naturalisasi, yang dijadikan sebagai dalih pengusiran para imigran Yahudi dari Jerman (terutama Yahudi Eropa Timur).[12] Banyak kota memasang tanda yang melarang masuknya Yahudi.[17] Sepanjang tahun 1933 dan 1934, usaha milik Yahudi tidak diperbolehkan memasuki pasar, dilarang beriklan di surat kabar, dan dibatalkan kontraknya oleh pemerintah. Warga Yahudi terus diusik dan dizalimi.[18]

Undang-undang lainnya yang disahkan pada masa itu adalah Undang-Undang Pencegahan Penyakit Keturunan (disahkan 14 Juli 1933), yang mewajibkan sterilisasi paksa bagi orang-orang pengidap penyakit keturunan, fisik, dan mental.[19] Sesuai ketentuan Undang-Undang Pencegahan Pelaku Kriminal (disahkan 24 November 1933), para bramacorah dipaksa pula menjalani sterilisasi.[20] Undang-undang tersebut juga dimanfaatkan untuk menjebloskan para pelaku "penyimpangan sosial" ke penjara atau kamp konsentrasi Nazi, termasuk pengangguran akut, pelacur, pengemis, pecandu alkohol, gelandangan, orang kulit hitam, dan Romani (disebut "Gipsi").[21][22]

Undang-Undang Gipsi

[sunting | sunting sumber]

Kantor Pusat Pemberantasan Gipsi didirikan tahun 1929 pada masa Republik Weimar.[23] Pada bulan Desember 1938, Reichsführer-SS Heinrich Himmler mengeluarkan perintah untuk "memerangi wabah Gipsi". Orang Romani digolongkan berbeda lantaran karakteristik rasialnya, bukan lantaran perilaku antisosial sebagaimana digolongkan oleh pemerintah sebelumnya.[24] Kebijakan tersebut diteruskan oleh Robert Ritter dari Biro Kebersihan Rasial dan Penduduk Kementerian Kesehatan. Pada tahun 1942, ia menggolongkan Gipsi pada skala ZM+, ZM tingkat pertama dan kedua, dan ZM- untuk menguraikan semakin berkurangnya kemurnian darah Romani.[25] Penggolongan tersebut menjelaskan bahwa seseorang dapat diklasifikasikan sebagai orang Romani dan tunduk pada undang-undang anti-Romani jika memiliki dua buyut yang berdarah Romani.[26] Menurut Kementerian Dalam Negeri, "permasalahan Gipsi" tidak bisa diatasi dengan pemukiman paksa atau pemenjaraan di Jerman. Oleh sebab itu, Nazi menyiapkan rancangan "Undang-Undang Gipsi" yang tujuannya untuk melengkapi dan mendampingi Hukum Nürnberg. Rancangan undang-undang tersebut menganjurkan agar seluruh orang Romani diidentifikasi dan didaftarkan, kemudian disterilisasi dan diusir dari Jerman. Pada tahun 1938, petugas kesehatan masyarakat diperintahkan untuk mendaftarkan semua orang Romani dan Mischlinge Romani.[27] Meski Himmler berniat memberlakukan undang-undang tersebut, yang menurutnya akan mencegah "pencampuran darah lebih lanjut dan bisa mengatasi semua persoalan paling mendesak berkaitan dengan keberadaan Gipsi di ruang hidup bangsa Jerman",[28] Nazi tidak pernah mengesahkan "Undang-Undang Gipsi".[29] Pada bulan Desember 1942, Himmler memerintahkan agar semua orang Romani dikirim ke kamp konsentrasi Nazi.[24]

"Permasalahan Yahudi"

[sunting | sunting sumber]
SA memiliki hampir tiga juta anggota pada awal 1934.[30]

Sehubungan dengan kekecewaan terhadap para pimpinan Partai Nazi yang berjanji akan melenyapkan keberadaan Yahudi dari masyarakat Jerman, para anggota SA melampiaskan kekesalannya kepada minoritas Yahudi. Laporan Gestapo pada awal 1935 mengungkapkan bahwa anggota awam Partai Nazi hendak memberlakukan solusi bagi "Permasalahan Yahudi... dimulai dari bawah yang kemudian harus diikuti oleh pemerintah".[31] Penyerangan, perusakan, dan pemboikotan terhadap Yahudi, yang dihentikan sementara oleh pemerintah Nazi pada tahun 1934, meningkat kembali pada tahun 1935 di tengah kampanye propaganda yang disetujui oleh kepala pemerintahan.[31] Kebanyakan pihak yang bukan anggota partai mengabaikan pemboikotan tersebut dan menentang adanya kekerasan lantaran mengkhawatirkan keselamatannya sendiri.[32] Sejarawan Israel Otto Dov Kulka berpendapat bahwa ada perbedaan pandangan antara Alte Kämpfer (anggota lama partai) dengan masyarakat umum, tetapi orang Jerman yang tidak aktif secara politik pun mendukung diberlakukannya undang-undang antisemit baru yang lebih tegas pada tahun 1935.[33] Permasalahan tersebut kemudian ditetapkan sebagai persoalan negara akibat makin gencarnya hasutan antisemit.[34]

Menteri Dalam Negeri Wilhelm Frick mengumumkan pada tanggal 25 Juli bahwa undang-undang yang melarang pernikahan antara orang Yahudi dan non-Yahudi akan segera diberlakukan, dan menganjurkan agar pencatat pernikahan tidak mengeluarkan surat keterangan bagi pernikahan semacam itu untuk sementara waktu. Rancangan undang-undang tersebut juga menyerukan larangan pernikahan bagi orang-orang berpenyakit keturunan.[35]

Hjalmar Schacht, Menteri Ekonomi dan presiden Reichsbank, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Alte Kämpfer dan SA karena berdampak buruk terhadap perekonomian.[34] Tindak kekerasan tersebut juga memperburuk reputasi Jerman di kalangan internasional.[36] Oleh sebab itu, Hitler memerintahkan anggota partainya untuk menghentikan "tindakan main hakim sendiri" terhadap Yahudi Jerman pada tanggal 8 Agustus 1935, dan Frick mengancam akan mengambil tindakan hukum bagi anggota Partai Nazi yang tidak mengindahkan perintah tersebut.[34] Menurut pandangan Hitler, undang-undang antisemit baru harus segera diberlakukan demi menenangkan orang-orang radikal di dalam partai yang terus-terusan melakukan tindak kekerasan untuk meniadakan keberadaan Yahudi dari kehidupan masyarakat Jerman.[36] Konferensi menteri diselenggarakan pada tanggal 20 Agustus 1935 untuk membahas permasalahan tersebut. Hitler menentang metode kekerasan lantaran berdampak buruk terhadap perekonomian dan bersikeras bahwa masalah tersebut harus diselesaikan melalui pengesahan undang-undang baru.[37] Undang-undang baru tersebut menurutnya harus mengatur mengenai pernikahan untuk mencegah "pencemaran ras", pencabutan kewarganegaraan Yahudi Jerman, dan undang-undang yang melarang keikutsertaan Yahudi dalam perekonomian.[38]

Peristiwa di Nürnberg

[sunting | sunting sumber]
Petinggi Partai Nazi pada Rapat Akbar Nürnberg 1935

Rapat akbar tahunan ketujuh Partai Nazi diadakan di Nürnberg dari tanggal 10 sampai 16 September 1935.[39] Hitler memutuskan bahwa rapat tersebut akan menjadi kesempatan baik untuk memperkenalkan undang-undang anti-Yahudi yang telah lama ditunggu.[40] Dalam pidatonya tanggal 12 September, dokter terkemuka Nazi, Gerhard Wagner, mengumumkan bahwa pemerintah akan segera memperkenalkan "undang-undang untuk melindungi kemurnian darah Jerman".[41] Keesokan harinya, Hitler memanggil Reichstag untuk bertemu di Nürnberg pada tanggal 15 September, hari terakhir rapat akbar tersebut.[40] Hitler lantas berbicara dengan Hans Pfundtner, Sekretaris Negara di Kementerian Dalam Negeri Reich, dan Wilhelm Stuckart, seorang Penasihat Menteri. Ia memerintahkan mereka berdua untuk merancang undang-undang yang melarang hubungan seksual atau pernikahan antara orang Yahudi dan non-Yahudi. Keduanya kemudian memanggil Franz Albrecht Medicus [de] dan Bernhard Lösener dari Kementerian Dalam Negeri ke Nürnberg untuk membantu penyusunan undang-undang tersebut. Kedua pria tersebut tiba di Nürnberg pada tanggal 14 September.[42] Malam itu, Hitler kembali memerintahkan mereka untuk menyiapkan rancangan undang-undang kewarganegaraan Reich yang harus sudah siap pada esok pagi.[38] Hitler menganggap bahwa rancangan awal Undang-Undang Keturunan terlalu toleran. Kira-kira tengah malam, Frick kembali membawa empat rancangan undang-undang baru yang berbeda-beda penegakan sanksinya. Hitler memilih versi yang paling toleran tetapi membiarkan ketentuan penggolongan Yahudi tetap samar.[43] Hitler mengungkapkan bahwa undang-undang tersebut adalah "upaya penyelesaian masalah secara hukum, dan jika terbukti gagal, akan dipercayakan oleh undang-undang kepada Partai Sosialis Nasional untuk diselesaikan secara tegas".[44] Menteri Propaganda Joseph Goebbels melarang penyiaran pengesahan undang-undang tersebut melalui radio, dan memerintahkan agar media Jerman tidak memberitakannya sampai ada keputusan mengenai tata cara penerapan undang-undang tersebut.[45]

Isi undang-undang

[sunting | sunting sumber]
Hukum Ras Nürnberg
Undang-Undang Kewarganegaraan Reich
Undang-Undang Perlindungan Keturunan dan Kemuliaan Jerman

Dua Undang-Undang Nürnberg disahkan dengan seia sekata oleh Reichstag pada tanggal 15 September 1935.[46] Undang-Undang Perlindungan Keturunan dan Kemuliaan Jerman melarang bangsa Jerman menikah dan berhubungan intim di luar nikah dengan orang Yahudi, serta melarang Yahudi mempekerjakan perempuan Jerman yang berusia di bawah 45 tahun. Undang-Undang Kewarganegaraan Reich menyatakan bahwa hanya orang-orang berdarah Jerman atau terkait yang berhak menjadi warga negara Reich; selebihnya akan digolongkan sebagai penduduk tanpa hak kewarganegaraan.[47] Undang-Undang Kewarganegaraan menjelaskan warga negara Jerman adalah orang-orang "berdarah Jerman atau terkait yang dibuktikan melalui perilakunya, bahwasanya ia bersedia dan layak untuk melayani rakyat dan Reich Jerman dengan setia", yang berarti bahwa lawan politik juga bisa dicabut kewarganegaraan Jermannya. Undang-undang tersebut secara efektif dijadikan sebagai alat untuk mencabut hak hukum dan kewarganegaraan orang Yahudi, Romani, dan "golongan yang tidak diinginkan" lainnya.[48]

Dalam hitungan tahun, 13 undang-undang lainnya diberlakukan, yang semakin menggusur keberadaan Yahudi di Jerman.[17] Sebagai contoh, keluarga Yahudi tidak diizinkan mengajukan klaim subsidi bagi keluarga besarnya dan dilarang melakukan transaksi bisnis dengan bangsa Arya.[49]

Undang-Undang Perlindungan Keturunan dan Kemuliaan Jerman

Didorong oleh pemahaman bahwa kemurnian darah adalah prasyarat mendasar bagi keberlangsungan hidup bangsa Jerman, dan diilhami oleh tekad yang tidak tergoyahkan untuk memastikan keberadaan bangsa Jerman untuk selamanya, Reichstag dengan seia sekata menetapkan undang-undang berikut, yang dengan ini diumumkan:

Pasal 1
  1. Pernikahan antara orang Yahudi dengan warga negara atau keturunan Jerman dilarang. Pernikahan yang tetap dilangsungkan dianggap tidak sah, bahkan jika dilangsungkan di luar negeri untuk menghindari undang-undang ini.
  2. Proses pembatalan hanya dapat diputuskan oleh jaksa penuntut umum.
Pasal 2

Hubungan di luar nikah antara orang Yahudi dengan warga negara atau keturunan Jerman dilarang.

Pasal 3

Orang Yahudi dilarang mempekerjakan perempuan warga negara atau keturunan Jerman yang berusia di bawah 45 tahun di rumah tangga mereka.

Pasal 4
  1. Orang Yahudi dilarang mengibarkan bendera Reich atau bendera nasional atau menampilkan warna Reich.
  2. Mereka, di sisi lain, diizinkan menampilkan warna Yahudi. Pelaksanaan hak ini dilindungi oleh negara.
Pasal 5
  1. Siapa pun yang melanggar larangan sebagaimana Pasal 1 akan dihukum penjara dengan kerja paksa.
  2. Laki-laki yang melanggar larangan sebagaimana Pasal 2 akan dihukum penjara atau penjara dengan kerja paksa.
  3. Siapa pun yang melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 3 atau 4 akan dihukum penjara hingga satu tahun dan denda, atau salah satu dari dua hukuman tersebut.
Pasal 6

Menteri Dalam Negeri Reich, bekerja sama dengan dengan Wakil Führer dan Menteri Kehakiman Reich, akan menerbitkan peraturan hukum dan administratif yang diperlukan untuk menerapkan dan melengkapi undang-undang ini.

Pasal 7

Undang-undang ini berlaku satu hari setelah diumumkan, kecuali untuk Pasal 3, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1936.

Undang-Undang Kewarganegaraan Reich

Reichstag dengan seia sekata mengesahkan undang-undang berikut, yang dengan ini diumumkan:

Pasal 1
  1. Penduduk adalah seseorang yang merasai perlindungan Reich Jerman dan oleh sebab itu dibebankan kewajiban tertentu terhadapnya.
  2. Status penduduk diperoleh sesuai dengan ketentuan Reich dan Undang-Undang Kewarganegaraan Reich.
Pasal 2
  1. Warga negara Reich adalah penduduk yang berdarah Jerman atau berdarah terkait, dan dibuktikan melalui perilakunya bahwa ia bersedia dan layak untuk melayani rakyat dan Reich Jerman dengan setia.
  2. Kewarganegaraan Reich diperoleh melalui pemberian sertifikat kewarganegaraan Reich.
  3. Warga negara Reich adalah satu-satunya pemegang hak politik penuh sesuai dengan undang-undang.
Pasal 3
Menteri Dalam Negeri Reich, bekerja sama dengan dengan Wakil Führer, akan menerbitkan peraturan hukum dan administratif yang diperlukan untuk menerapkan dan melengkapi undang-undang ini.
— Terjemahan diterbitkan oleh Museum Peringatan Holocaust Amerika Serikat [50]

Penggolongan berdasarkan undang-undang

[sunting | sunting sumber]
1935[51]
Penggolongan Terjemahan Keturunan Penjelasan
Deutschblütiger Berdarah Jerman Jerman Termasuk dalam ras dan bangsa Jerman; disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Deutschblütiger Berdarah Jerman Yahudi Dianggap sebagai ras dan bangsa Jerman; disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Mischling zweiten Grades Ras campuran (kelas dua) ¼ Yahudi Hanya sebagian yang termasuk dalam ras dan bangsa Jerman; disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Mischling ersten Grades Ras campuran (kelas pertama) atau ½ Yahudi Hanya sebagian yang termasuk dalam ras dan bangsa Jerman; disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Jude Yahudi ¾ Yahudi Termasuk dalam ras dan golongan Yahudi; tidak disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Jude Yahudi Yahudi Termasuk dalam ras dan golongan Yahudi; tidak disetujui memperoleh kewarganegaraan Reich
Kasus khusus pada Mischlinge (ras campuran) kelas pertama[51]
Tanggal Keputusan
15 September 1935 Seorang Mischling akan dianggap sebagai Yahudi jika menjadi anggota organisasi keagamaan Yahudi.
15 September 1935 Seorang Mischling akan dianggap sebagai Yahudi jika menikah dengan seorang Yahudi. Anak-anak mereka akan dianggap sebagai Yahudi.
17 September 1935 Anak ras campuran yang lahir dari pernikahan dengan seorang Yahudi, dengan tanggal pernikahan setelah 17 September 1935, akan digolongkan sebagai Yahudi. Anak yang lahir dari pernikahan yang didaftarkan pada atau sebelum 17 September 1935 akan tetap digolongkan sebagai Mischlinge.
31 Juli 1936 Anak ras campuran yang lahir dari hubungan seksual di luar nikah yang dilarang dengan seorang Yahudi dan lahir setelah 31 Juli 1936 akan digolongkan sebagai Yahudi.


Grafik tahun 1935 menunjukkan penggolongan rasial sesuai Hukum Nürnberg: Jerman, Mischlinge, dan Yahudi.
Yahudi Polandia yang diusir dari Jerman pada akhir Oktober 1938

Kementerian Dalam Negeri dan Partai Nazi menyepakati bahwa orang-orang yang lahir dari tiga atau lebih generasi Yahudi akan digolongkan sebagai Yahudi, sedangkan yang lahir dari satu generasi Yahudi digolongkan sebagai Mischlinge kelas kedua.[52] Perdebatan muncul mengenai status orang-orang yang lahir dari dua generasi Yahudi (Mischlinge kelas pertama).[53] Partai Nazi, terutama para anggota radikalnya, ingin undang-undang tersebut diberlakukan bagi Mischlinge kelas pertama dan kedua. Atas alasan tersebut, Hitler terus menunda dan tidak kunjung memberlakukan undang-undang sampai awal November 1935. Pada akhirnya, diputuskan bahwa orang-orang yang lahir dari tiga generasi Yahudi digolongkan sebagai Yahudi; yang lahir dari dua generasi Yahudi akan dianggap Yahudi hanya jika mereka mempraktikkan agama Yahudi atau memiliki pasangan Yahudi.[54] Ketetapan tambahan yang merinci ketentuan penggolongan Yahudi disahkan pada tanggal 14 November, dan Undang-Undang Kewarganegaraan Reich mulai diberlakukan pada tanggal tersebut. Yahudi tidak lagi menjadi warga negara Jerman dan tidak memiliki hak untuk memilih.[55] Orang Yahudi dan Gipsi tidak diizinkan memilih dalam pemilihan Reichstag atau memberikan suara dalam referendum Anschluss Austria 1938.[56] Pegawai negeri yang diberikan pengecualian dalam Undang-Undang Pemulihan Kepegawaian Negeri Profesional karena berstatus sebagai veteran perang dipaksa keluar dari pekerjaannya pada tanggal tersebut.[55] Ketetapan tambahan yang diterbitkan pada tanggal 21 Desember memaklumatkan pemecatan veteran Yahudi dari sejumlah pekerjaan lainnya yang digaji oleh negara seperti kesehatan dan pendidikan.[55]

Menteri Dalam Negeri Wilhelm Frick mengusulkan agar pembuktian kemurnian ras semua orang Jerman harus diputuskan melalui pengadilan kewarganegaraan, tetapi usulan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Sebaliknya, pembuktian kemurnian ras seseorang menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jerman.[52][57] Perusahaan swasta diizinkan memasukkan aturan paragraf Arya ke dalam kebijakan perusahaannya, yang melarang perekrutan Mischlinge dan Yahudi sebagai tenaga kerja.[58] Bukti kemurnian ras bisa diperoleh melalui pemberian sertifikat Arya. Salah satu cara untuk mendapatkannya adalah dengan memperoleh Ahnenpass, yang didapat dengan cara menunjukkan akta kelahiran atau surat baptis untuk membuktikan bahwa kakek-neneknya adalah keturunan Arya.[59] Ahnenpass juga bisa didapatkan oleh warga negara lain selagi mereka "berdarah Jerman atau terkait."[60]

"Siapa pun yang mengenakan tanda ini adalah musuh bangsa kita" – Parole der Woche, 1 Juli 1942
Sinagoge Fasanenstrasse yang hancur di Berlin, 1938

Sesuai ketentuan Undang-Undang Perlindungan Keturunan dan Kemuliaan Jerman (15 September 1935), pernikahan antara Yahudi dengan orang Jerman dilarang, begitu pun antara Mischlinge kelas pertama dengan orang Jerman, antara Yahudi dengan Mischlinge kelas kedua, dan antara dua Mischlinge kelas kedua. Mischlinge kelas pertama diperbolehkan menikah dengan Yahudi, tetapi selanjutnya akan digolongkan sebagai Yahudi. Semua pernikahan yang dilakukan oleh blasteran Yahudi dengan orang Jerman memerlukan persetujuan dari Komite Perlindungan Keturunan Jerman, meskipun izin semacam itu jarang diberikan.[58] Ketetapan tambahan yang dikeluarkan pada tanggal 26 November 1935 memperluas cakupan undang-undang tersebut bagi golongan "Gipsi, Negro, dan peranakan mereka."[61]

Warga yang dicurigai berhubungan seksual dengan non-Arya didakwa atas tuduhan Rassenschande (pencemaran ras) dan diadili di pengadilan biasa. Bukti yang diberikan kepada Gestapo atas kasus tersebut kebanyakan bersumber dari warga biasa seperti tetangga, rekan kerja, atau pemberi informasi lainnya.[62] Warga yang dituduh melakukan pencemaran ras dipermalukan di muka umum dengan diarak di jalanan dan dikalungkan poster di leher yang menjelaskan kejahatan mereka.[63] Para pelanggar biasanya dijatuhi hukuman penjara, dan (sejak 8 Maret 1938) selepas menjalani hukuman, mereka ditangkap kembali oleh Gestapo dan dikirim ke kamp konsentrasi.[62] Lantaran hukuman mati bagi para pelaku pencemaran ras tidak diatur oleh undang-undang, pengadilan khusus bisa saja digelar untuk memungkinkan hukuman mati bagi beberapa kasus.[64] Sejak akhir 1935 sampai 1940, sebanyak 1.911 orang dihukum karena Rassenschande. Seiring waktu, cakupan undang-undang tersebut diperluas dengan memidanakan semua bentuk kontak fisik nonseksual, misalnya menyapa seseorang dengan berciuman atau berpelukan.[62]

Mulai tahun 1941, Yahudi diwajibkan untuk mengenakan tanda pengenal berupa lencana kuning di pakaian mereka.[65]

Kebanyakan masyarakat Jerman menyetujui Hukum Nürnberg, sebab propaganda Nazi berhasil memengaruhi pandangan masyarakat mengenai keyakinan umum bahwa Yahudi adalah ras yang berbeda. Selain itu, banyak juga masyarakat yang takut menentang rezim Nazi, karena jika melawan mereka akan dianiaya atau dibekuk oleh Gestapo.[66][67] Warga lega lantaran kekerasan antisemit berhenti setelah diberlakukannya undang-undang tersebut.[68] Warga non-Yahudi secara bertahap berhenti bersosialisasi dengan Yahudi atau berbelanja di toko-toko milik Yahudi.[69] Pedagang grosir yang masih menjual dagangannya ke pedagang Yahudi diarak di jalanan dengan poster di leher bertuliskan pengkhianat.[70] Partai Komunis dan sejumlah pemuka Gereja Katolik mengkritik undang-undang tersebut.[61] Lantaran khawatir mengenai memburuknya penilaian dari dunia internasional atas pemberlakuan undang-undang tersebut, Kementerian Dalam Negeri baru memberlakukannya secara menyeluruh seusai penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 1936, yang diadakan di Berlin pada bulan Agustus.[36][66]

Kementerian Dalam Negeri memperkirakan ada kurang lebih 750.000 Mischlinge pada bulan April 1935 (penghitungan seusai perang menyebutkan jumlah Mischlinge sekitar 200.000).[61] Seiring makin terkucilkannya keberadaan Yahudi dari masyarakat Jerman, Yahudi mengatur acara sosial, sekolah, dan kegiatan mereka sendiri.[71] Meskipun demikian, permasalahan ekonomi sulit diatasi; banyak perusahaan Yahudi yang gulung tikar karena kekurangan pelanggan. Hal demikian sengaja dilakukan demi mempercepat proses Aryanisasi (pemindahan perusahaan milik Yahudi kepada pemilik non-Yahudi, biasanya dengan harga yang jauh di bawah nilai pasar) yang telah dimulai oleh rezim Nazi sejak tahun 1933, dan makin gencar setelah diberlakukannya Hukum Nürnberg.[72] Mantan pengusaha kelas menengah atau orang kaya Yahudi terpaksa mengambil pekerjaan kasar untuk menghidupi keluarganya, dan banyak yang bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan sama sekali.[73]

Tujuan awal Nazi mengesahkan undang-undang adalah agar semua Yahudi meninggalkan Jerman, tetapi pindah ke negara lain juga sulit dilakukan. Yahudi diharuskan menyerahkan hingga 90 persen kekayaannya sebagai pajak jika hendak keluar dari Jerman.[1] Siapa pun yang ketahuan memindahkan dana ke luar negeri akan dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan "penjegalan ekonomi".[74] Pengecualian adalah dana yang boleh dikirim ke Palestina sesuai ketentuan Perjanjian Haavara, yang memperbolehkan Yahudi untuk memindahkan sebagian aset mereka dan beremigrasi ke negara tersebut. Kurang lebih 52.000 Yahudi beremigrasi ke Palestina sesuai ketentuan perjanjian tersebut antara tahun 1933 dan 1939.[75]

Pada awal Perang Dunia II tahun 1939, kurang lebih 250.000 dari 437.000 Yahudi Jerman telah beremigrasi ke Amerika Serikat, Palestina, Britania Raya, dan negara-negara lainnya.[76][77] Pada tahun 1938, hampir mustahil bagi calon emigran Yahudi untuk menemukan negara yang bersedia menerima mereka.[78] Seusai pemberontakan Arab 1936-1939, Britania Raya menolak menerima lebih banyak Yahudi di Palestina karena khawatir akan semakin memperburuk gejolak di kawasan tersebut.[79] Pihak-pihak nasionalis dan xenofobia di negara-negara lain mendesak pemerintahnya agar tidak menerima gelombang imigran Yahudi, terutama imigran miskin.[80] Rencana Madagaskar, sebuah usulan pemindahan massal Yahudi Eropa ke Madagaskar, terbukti mustahil untuk dilaksanakan.[81] Sejak pertengahan 1941, pemerintah Jerman memulai rencana pemusnahan Yahudi Eropa secara massal.[82] Jumlah keseluruhan Yahudi yang dibunuh semasa Holokaus diperkirakan mencapai 5,5 hingga 6 juta orang.[83] Perkiraan jumlah orang Romani yang tewas dalam Porajmos berkisar antara 150.000 hingga 1.500.000 orang.[84]

Kebijakan di negara lain

[sunting | sunting sumber]
Dekret Tsar Boris III dari Bulgaria yang menyetujui Undang-Undang Perlindungan Bangsa

Beberapa negara Blok Poros lainnya memberlakukan Hukum Nürnberg ciptaan mereka sendiri.

  • Pada tahun 1938, Italia Fasis memberlakukan hukum rasial Italia dan Manifesto Ras yang mencabut kewarganegaraan Yahudi dan melarang hubungan seksual serta pernikahan antara orang Yahudi dengan non-Yahudi Italia.[85]
  • Hungaria mengesahkan sejumlah undang-undang pada tanggal 28 Mei 1938 dan 5 Mei 1939, yang melarang Yahudi bekerja di berbagai profesi. Undang-undang ketiga, yang disahkan pada bulan Agustus 1941, menggolongkan Yahudi sebagai orang-orang yang lahir dari dua generasi Yahudi, dan melarang hubungan seksual atau pernikahan antara Yahudi dengan non-Yahudi.[86]
  • Pada tahun 1940, Garda Besi yang berkuasa di Rumania memberlakukan Undang-Undang Penentuan Status Hukum Yahudi Rumania.[87]
  • Pada tahun 1941, Codex Judaicus diberlakukan di Slowakia.[88]
  • Pada tahun 1941, Bulgaria memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Bangsa.[89]
  • Pada tahun 1941, Ustaše di Kroasia memberlakukan undang-undang penggolongan Yahudi dan pembatasan interaksi dengan Yahudi.[90]
  • Meskipun Kekaisaran Jepang tidak merancang atau mengesahkan undang-undang apa pun, ia menerapkan kebijakan yang menyasar Yahudi di beberapa negara yang didudukinya, seperti Indonesia dan Singapura.[91][92]

Naskah asli undang-undang yang ditandatangani Hitler ditemukan oleh Korps Kontraintelijen Angkatan Darat Amerika Serikat pada tahun 1945. Naskah tersebut jatuh ke tangan Jenderal George S. Patton, yang melanggar aturan dengan menyimpannya, sebab temuan semacam itu harus diserahkan kepada pemerintah. Dalam kunjungannya ke Los Angeles pada tahun 1945, ia menyerahkannya ke Perpustakaan Huntington, tempat naskah tersebut disimpan di dalam brankas tahan bom. Perpustakaan Huntington baru mengungkapkan keberadaan dokumen tersebut pada tahun 1999, dan meminjamkannya secara permanen ke Pusat Kebudayaan Skirball, yang kemudian dipamerkan kepada masyarakat umum. Dokumen tersebut lalu dipindahkan ke Arsip Nasional Amerika Serikat di Washington pada bulan Agustus 2010.[93][94]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Longerich 2010, hlm. 64, 66.
  2. ^ Evans 2003, hlm. 170–171.
  3. ^ Goldhagen 1996, hlm. 85.
  4. ^ Evans 2003, hlm. 179–180.
  5. ^ Bullock 1962, hlm. 121.
  6. ^ Kershaw 2008, hlm. 148–150.
  7. ^ Wildt 2012, hlm. 96–97.
  8. ^ a b Shirer 1960, hlm. 203.
  9. ^ New York Times, 21 Maret 1933.
  10. ^ Yahil & Friedman 1991, hlm. 95.
  11. ^ Evans 2005, hlm. 539.
  12. ^ a b c Longerich 2010, hlm. 40.
  13. ^ Isaacson 2007, hlm. 407–410.
  14. ^ Schulz & Frercks 1934.
  15. ^ Longerich 2010, hlm. 39.
  16. ^ Longerich 2010, hlm. 67–69.
  17. ^ a b Shirer 1960, hlm. 233.
  18. ^ Longerich 2010, hlm. 41.
  19. ^ Evans 2005, hlm. 507.
  20. ^ Evans 2005, hlm. 511.
  21. ^ Longerich 2010, hlm. 49.
  22. ^ Morrison 2006, hlm. 80.
  23. ^ Hilberg 2003, hlm. 1070.
  24. ^ a b McGarry 2010, hlm. 21.
  25. ^ Hilberg 2003, hlm. 1070–1071.
  26. ^ Wolfe 2014, hlm. 96.
  27. ^ Grenville 2002, hlm. 320.
  28. ^ Burleigh & Wippermann 1991, hlm. 121.
  29. ^ USHMM, "Sinti and Roma".
  30. ^ Evans 2005, hlm. 22.
  31. ^ a b Kershaw 2008, hlm. 340.
  32. ^ Kershaw 2008, hlm. 341.
  33. ^ Marrus 2000, hlm. 92–93.
  34. ^ a b c Kershaw 2008, hlm. 342.
  35. ^ Longerich 2010, hlm. 57–58.
  36. ^ a b c Gordon 1984, hlm. 122.
  37. ^ Kershaw 2008, hlm. 343.
  38. ^ a b Longerich 2010, hlm. 59.
  39. ^ Friedländer 2009, hlm. 45.
  40. ^ a b Evans 2005, hlm. 543.
  41. ^ Kershaw 2008, hlm. 344.
  42. ^ Kershaw 2008, hlm. 344–345.
  43. ^ Kershaw 2008, hlm. 345–346.
  44. ^ Longerich 2010, hlm. 60.
  45. ^ Mommsen 1989, hlm. 225.
  46. ^ Evans 2005, hlm. 544.
  47. ^ Kershaw 2008, hlm. 345.
  48. ^ Wolfe 2014, hlm. 94.
  49. ^ Burleigh & Wippermann 1991, hlm. 84.
  50. ^ USHMM, "Nuremburg Race Laws".
  51. ^ a b Nuremberg Laws 1935.
  52. ^ a b Mommsen 1989, hlm. 224.
  53. ^ Friedländer 2009, hlm. 49.
  54. ^ Kershaw 2008, hlm. 347.
  55. ^ a b c Friedländer 2009, hlm. 50.
  56. ^ Milton 2001, hlm. 216.
  57. ^ Friedländer 2009, hlm. 52.
  58. ^ a b Evans 2005, hlm. 547.
  59. ^ Ehrenreich 2007, hlm. 68.
  60. ^ Scheil 2012.
  61. ^ a b c Friedländer 2009, hlm. 51.
  62. ^ a b c Evans 2005, hlm. 551.
  63. ^ Evans 2005, hlm. 540.
  64. ^ Majer 2003, hlm. 331–332.
  65. ^ Longerich 2010, hlm. 217.
  66. ^ a b Evans 2005, hlm. 548.
  67. ^ Gordon 1984, hlm. 180.
  68. ^ Gordon 1984, hlm. 172.
  69. ^ Evans 2005, hlm. 548, 553.
  70. ^ Gellately 1991, hlm. 105.
  71. ^ Friedländer 2009, hlm. 55.
  72. ^ Longerich 2010, hlm. 65–66.
  73. ^ Longerich 2010, hlm. 86.
  74. ^ Longerich 2010, hlm. 66.
  75. ^ Evans 2005, hlm. 556–557.
  76. ^ Longerich 2010, hlm. 127.
  77. ^ Evans 2005, hlm. 555.
  78. ^ Longerich 2010, hlm. 67.
  79. ^ Friedländer 2009, hlm. 57.
  80. ^ Evans 2005, hlm. 560, 601.
  81. ^ Longerich 2010, hlm. 162–164.
  82. ^ Rhodes 2003, hlm. 159–160.
  83. ^ Evans 2008, hlm. 318.
  84. ^ Hancock 2012, hlm. 381.
  85. ^ Rodogno 2006, hlm. 65.
  86. ^ Frojimovics 2012, hlm. 250–251.
  87. ^ Fischer 2012, hlm. 279.
  88. ^ Matić 2002, hlm. 174.
  89. ^ Dikovski 2000.
  90. ^ Gilbert 2002, hlm. 78.
  91. ^ Banka 2019.
  92. ^ Cheong Suk-Wai 2015.
  93. ^ Allen 2010.
  94. ^ Bradsher 2010.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]