Lompat ke isi

Kematian maternal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kematian maternal
Informasi umum
SpesialisasiObstetri Sunting ini di Wikidata

Kematian maternal atau kematian ibu hamil merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan sesuai dengan definisi WHO.[1][2] WHO juga mendefinisikan kematian maternal tanpa melihat usia kehamilan dan letak janin, disebabkan apapun yang terkait dan diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak disebabkan oleh kecelakaan. Kematian ibu hamil dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor klinis, faktor pelayanan kesehatan, maupun faktor-faktor non-kesehatan.[2]

Menurut data WHO dan UNFPA, sekitar 800 perempuan meninggal dunia setiap harinya karena sebab-sebab yang bisa dicegah yang berkaitan dengan hamil dan melahirkan. Untuk setiap perempuan yang meninggal dunia, terdapat 20-30 perempuan yang mengalami cedera, infeksi, dan disabilitas. Pada 2020 tercatat 287.000 perempuan yang meninggal karena kematian maternal, angka ini menurun dari data 2017 yang mencapai 295.000 perempuan. Secara global, rasio kematian maternal mengalami tren penurunan, dari 342 kematian per 100.000 kelahiran pada tahun 2000 menjadi 211 kematian per 100.000 kelahiran pada 2017.[3][4]

Meski demikian, terdapat disparitas atau ketimpangan kematian maternal antara negara maju dan negara berkembang. Sekitar 95% kematian ini terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana angka kematian ibu (AKI) di Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan mencapai 87% dari total kematian (237.000).[3][4] Rasio kematian maternal di negara berpenghasilan rendah mencapai 430 per 100.000 kelahiran, sementara di negara berpenghasilan tinggi hanya 12 per 100.000 kelahiran. Meski demikian, terdapat penurunan rasio kematian maternal yang signifikan di Eropa Timur (70%) dan Asia Selatan (67%) sepanjang 2000-2020. Subkawasan Afrika Timur, Asia Tengah, Asia Timur, dan Afrika Utara berhasilkan menurunkan rasio kematian maternal hingga separuh.[3]

Isu kesehatan perempuan dan kematian ibu hamil merupakan prioritas pembangunan nasional dan global. Konferensi Internasional tentang Populasi dan Pembangunan dan Tujuan Pembangunan Milenium memiliki target penurunan rasio kematian maternal hingga 75% pada 1990-2015 yang sayangnya tidak tercapai. Pengganti MDGs, yakni SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memiliki target penurunan angka kematian ibu hamil hingga 70 kematian per 100.000 kelahiran pada 2030.[4]

Kematian maternal dibagi menjadi 2, yakni kematian maternal secara langsung dan tidak langsung.

Faktor-faktor penyebab

[sunting | sunting sumber]

Kematian maternal disebabkan oleh komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Penyebab kematian maternal terdiri atas dua penyebab. Pertama, penyebab obstetrik langsung karena komplikasi saat kehamilan, pesalinan dan nifas, termasuk komplikasi aborsi. Kedua, penyebab obstetrik tidak langsung, yaitu kematian maternal yang diakibatkan oleh penyakit yang sudah diderita sebelum kehamilan atau penyakit yang timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstretri langsung, akan tetapi diperburuk oleh kehamilan.[2] Sekitar 75% kematian ibu hamil disebabkan oleh 5 penyebab langsung ini, antara lain:

  • pendarahan hebat severe bleeding (mostly bleeding after childbirth);
  • sepsis/infeksi (usually after childbirth);
  • tekanan darah tinggi selama kehamilan (preeklampsia and eklampsia);
  • komplikasi dari persalinan; dan
  • aborsi yang tidak aman.[3]

Pencegahan

[sunting | sunting sumber]

Perawatan pra-melahirkan

[sunting | sunting sumber]

Perawatan pra-melahirkan adalah langkah penting untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi. WHO merekomendasikan setidaknya 8 kali kunjungan pra-melahirkan bagi para ibu hamil agar dapat mengecek tanda-tanda kesehatan yang kurang baik atau penyakit, seperti berat badan di bawah normal, anemia, hipertensi, atau infeksi serta memonitor kondisi janin.[4]

Penolong persalinan yang terampil

[sunting | sunting sumber]

Penolong persalinan yang terampil, dengan dukungan darurat, adalah intervensi paling penting untuk memastikan keselamatan ibu. Penolong yang terampil adalah tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan yang mempunyai keterampilan menangani persalinan normal dan mengenali komplikasi. Mereka dapat menangani komplikasi dasar dan bila perlu merujuk pasien ke perawatan darurat yang komprehensif. Penolong persalinan yang terampil juga penting untuk memastikan kesehatan bayi baru lahir.[4]

Perawatan obstetri darurat

[sunting | sunting sumber]

Hal ini sangat penting untuk mengurangi angka kematian ibu. Penyebab langsung utama kematian ibu berkaitan erat dengan kondisi klinis, sehingga hal ini dapat segera ditangani apabila terdapat nakes dan fasilitas yang memadai. Jika terjadi komplikasi, semua perempuan dan bayi baru lahir harus memiliki akses cepat ke fasilitas obstetri darurat yang berfungsi baik.[4]

Perawatan pasca-melahirkan

[sunting | sunting sumber]

Setelah ibu menjalani proses persalinan, ibu perlu diberikan perawatan pasca-melahirkan dalam 24 jam pertama, pada hari ketiga setelahnya, dan pada minggu kedua dan keenam. Perawatan ini sama pentingnya dengan perawatan pra-melahirkan. Pendarahan, sepsis, dan gangguan hipertensi dapat terjadi ketika ibu meninggalkan fasilitas kesehatan. Bayi baru lahir juga sangat rentan sehingga membutuhkan perhatian khusus.[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Pondok Ibu (2012-04-12). "Penyebab Kematian Maternal". Pondokibu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-31. Diakses tanggal 2024-03-23. 
  2. ^ a b c Suriyati (2022). Kematian Maternal dan Faktor Predisposisi Penyebabnya (PDF). Purbalingga: Eureka Media Aksara. 
  3. ^ a b c d WHO (2023-02-22). "Maternal mortality". WHO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-23. 
  4. ^ a b c d e f g UNFPA (2022-05-01). "Maternal health". UNFPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-23. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]